Anda di halaman 1dari 3

Nama : Monica Estavania Br Tarigan

Nim : 19.02.701

Ting/Jur : III/PAK

M.Kuliah : Oikumenika

Dosen : Berthalyna Br Tarigan, M.Th

I. Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini saya Monica Estavania Br Tarigan sedikit memberikan
pembandingan terhadap sajian kepada kelompok untuk sebagai bahan penyempurnaan
atau tambahan terhadap materi hari ini yang disampaikan oleh penyaji

Penyaji : Dita Paulina Siregar

Judul : Pemikiran Olaf Schumann Tentang Hubungan Antar Umat Beragama


Dilihat Dari Sudut Pandang PGI

II. Pembahasan
A. Tambahan Materi
1. Faktor Pemerintah
Sikap dan peran yang diambil oleh Pemerintah dalam memposisikan
dirinya dalam kebhinekaan sangatlah penting. Dalam posisinya sebagai
‘penguasa’, pemerintah diharapkan dapat bertindak secara adil dan kasar.
Jika terdapat tindakan yang diskriminatif, maka dapat menciptakan
kondisi yang disharmoni. Sehingga tindakan yang diambil pemerintah
sangatlah menentukan relasi seperti apa yang yang akan tercipta. Sikap
pemerintah sebagai fasilitator ini harus dipertahankan.
2. Faktor Kepemimpinan
Dukungan para pemimpin juga akan sangat mempengaruhi kerukunan
umat beragama. Peran tokoh masyarakat atau pemuka agama sangat
penting dalam mempengaruhi umatnya ke arah hidup berdampingan
secara rukun dengan untuk agama lain. Secara sederhana dibutuhkannya
tokoh yang berani dan dapat dijadikan teladan bagipengikut mereka.
3. Faktor Globalisasi
Gelombang globalisasi yang terus meningkat dengan segala aksesnya
seperti konsumerisme, hedonisme dan sebagainya mendorong banyak
pengikut agama semakin baik dalam agama yang mereka peluk maupun
dalam penghadapan dengan agama-agama lain.1
4. Toleransi Hubungan Antar Umat Beragama
 Toleransi antar umat beragama haruslah merupakan pengalaman
konkret perjumpaan, pengalaman, ruang, dan waktu tertentu
dimana orang berinteraksi dengan orang lain yang berbeda agama.
Perjumpaan itu dapat terjadi di sekolah atau di ruang-ruang publik
yang sengaja diciptakan untuk membangun perjumpaan antar
pemeluk agama.
 Masyarakat membutuhkan teladan perjumpaan dan toleransi.
Perjumpaan antar pemeluk agama yang berbeda juga menjadi
momen penghayatan spiritualitas yang mendalam antar umat
beragama.
 Unsur-unsur budaya Indonesia dengan kekayaan simbol-simbolnya
telah menjadi ‘penjaga’kebersamaan. Unsur dan simbol
kebudayaan ini wajib dijaga, dipertahankan, dan dikembangkan
lebih lanjut.2
III. Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa kerukunan umat beragama harus dijalan kan seperti
pemikiran Olaf Schumman dan harus menjalankan toleransi yang baik antar masyarakat
yang beda agama.

IV. Daftar Pustaka

1
Pendapat Umum tentang Kerukunan Beragama, 1997, dalam Weinata Sarin, Kerukunan Umat Beragama Pilar
Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-Butir Pemikiran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 155.
2
Jurnal Sosial Humanaira, Toleransi Antarumat Beragama di Indonesia dari Perspektif Etika Kepedulian, (Jakarta:
Atmajaya University, 2019), 188.
Pendapat Umum tentang Kerukunan Beragama, 1997, dalam Weinata Sarin, Kerukunan
Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-Butir Pemikiran, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2011), 155.
Jurnal Sosial Humanaira, Toleransi Antarumat Beragama di Indonesia dari Perspektif
Etika Kepedulian, (Jakarta: Atmajaya University, 2019), 188.

Anda mungkin juga menyukai