Anda di halaman 1dari 37

TUGAS MAKALAH

ETIKA ADMINISTRASI PEMERINTAH DAERAH


“Etika Jabatan Dalam Pemerintahan”

DISUSUN OLEH:
BINTANG SENJA ( 043025997 )

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


UNIVERISTAS TERBUKA 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada teman-teman, tutor, ataupun dosen yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik penulisan maupun
referensi yang serba terbatas, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-
teman sekalian.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………
DAFTAR ISI ………………....………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ……..………………………………………
A. Latar Belakang …………………………………………….……….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………….
C. Manfaat penelitian…………………………………….…………….

BAB II LANDASAN TEORI ……….…...…………………...............


A. Pengertian Etika dan Teori Etika ………………..………………….
B. Pengertian Etika Administrasi Publik …………….………………...

BAB III PEMBAHASAN ……...………...…………………...............


A. Dilema Etika Jabatan …………….……...…………..……………..
a. Macam-Macam kasus pelanggaran Etika Jabatan………
B. Etika Dalam Pemerintahan …………….………………..................
a. Pelayanan Publik ……………………………………….
b. Kode Etik Dalam Pelayanan Administrasi Negara……..
c. Solusi Masalah Etika Aparatur Pelayanan Publik ……...
C. Pelanggaran Etika Jabatan …..……………….................................

BAB IV PENUTUP……………………………….…...........................
D. Kesimpulan……………………………………………...............
E. Saran…………………………………………………………….
F. Daftar Pustaka…………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Praktek penyelenggaraan pelayanan publik terkait etika di pemerintahan di


Indonesia saat ini masih belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Sebagaimana
dikemukakan pada pembelajaran, mata kuliah ini pasti menyangkut tentang ilmu
administrasi publik. Telah kita ketahui bahwa mahasiswa diharapkan dapat menjadi
penyelenggara pemerintahan yang dapat membina akhlak mulia berlandaskan nilai etis.
Pada makalah ini akan diuraikan tentang etika jabatan. Semoga mahasiswa dapat
memahami penting nya etika dalam kehidupan sehari-hari baik berhubungan dengan
pekerjaan atau lainnya.

Pembahasan di makalah ini terkait dengan apa yang menjadi masalah atau
persoalan di negara kita, bagaimana etika bisa dilanggar oleh administrator
pemerintahan, dalam hal ini kita sebut sebagai pejabat pemerintah. Etika jabatan ini
tentu saja mempelajari perbuatan atau tingkah laku pegawai negeri atau para pejabat
negara. Jika lebih spesifik lagi perbuatan pada saat jam kerja maupun sesudah jam kerja
di tengah masyarakat. Banyak sekali perilaku pemerintah yang tidak benar dan tidak
sesuai dengan apa yang menjadi tugas nya sebagai pegawai negeri, oleh sebab itu
penting sekali seseorang belajar etika didalam kehidupan nya.

Sebagaimana mahasiswa ketahui etika jabatan atau kode etik merupakan


ketentuan-ketentuan atau standar-standar yang mengatur perilaku moral para aparatur.
Tentu saja etika jabatan ini merupakan salah satu perilaku pejabat antara baik dan
buruk, patut dan tidak patut di contho yang berhubungan dengan bawahan, atasan, atau
masyarakat pada umumnya. Etika jabatan atau kode etik ini tentu saja berisi ajaran-
ajaran moral dan asas-asas kelakuan yang baik bagi aparatur negara dalam menunaikan
tugas dan melakukan tindakan jabatannya.
Meskipun pemerintah merupakan badan hukum yang sah secara undang-
undang namun tidak pernah terlepas dari kesalahan atau perbuatan pribadi yang
dilakukan pejabat pemerintah maka perlu sekali pengendalian terhadap perilaku baik
atau buruk aparatur negara tersebut. Etika administrasi pemerintahan harus menjadi
pedoman bagi pejabat dan pelaksana lainnya. Mereka para pejabat ini menyangkut
moral dan akhlak bagi semua kalangan masyarakat. Jadi dalam makalah ini akan
dibahas masalah-masalah yang berkaitan dengan dilema etika jabatan dan motivasi
pelanggaran etika jabatan. Diharapkan setelah mempelajari makalah ini mahasiswa
dapat memahami penting nya etika jabatan untuk bermasyarakat yang baik dan benar.

B. RUMUASAN MASALAH
a. Bagaimana etika sangat penting sebagai penyelenggara pelayanan publik
b. Bagaimana permasalahan dilema etika jabatan di Indonesia ?
c. Bagaimana seharusnya seseorang administrasi pemerintah harus bekerja, sehingga
menciptakan rasa amana dan damai di masyarakat ?
d. Bagaimana cara efektif dalam menerapkan empat nilai utama dalam kehidupan
masyarakat ?

C. MANFAAT PENELITIAN
a. Mengetahui etika sangat penting sebagai penyelenggara pelayanan public.
b. Mengetahui permasalahan dilema nya etika jabatan di Indonesia.
c. Mengetahui bagaimana seharusnya seseorang administrasi pemerintah harus
bekerja, sehingga menciptakan rasa amana dan damai di masyarakat
d. Mengetahui cara efektif dalam menerapkan empat nilai utama dalam kehidupan
masyarakat.
BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Etika dan Teori Etika

Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau nilai,
dan disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of conduct”
(aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik.6
Sebuah kode etik meru-muskan berbagai tindakan apa, kelakuan mana, dan sikap
bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh para pemberi pelayanan. Aplikasi
etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang dimiliki oleh birokrasi
publik. Kode etik di Indonesia masih terbatas pada beberapa kalangan seperti ahli
hukum dan kedokteran. Kode etik tidak hanya sekedar bacaan, tetapi juga
diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai tingkat implementasinya
melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi dan diupayakan perbaikan
melalui konsensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar
masyarakat semakin yakin bahwa birokrasi publik sungguhsungguh akuntabel dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan publik. Untuk itu, kita barangkali perlu belajar dari
negara lain yang sudah maju dan memiliki kedewasaan beretika.

Berikut ini beberapa teori etika:

1. Egoisme

Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.


Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori
ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban,
namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban
tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada
dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat
altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan
kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme
etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).

Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan
orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan
kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis:

a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela


kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah
kepentingan diri.
c. Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda
harus menghindari tindakan menolong orang lain.
d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap
sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja
kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga
dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi
kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang
menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah
alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar
adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri.

Alasan yang mendukung teori egoisme:

a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.


Kita memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali
dijumpai kepentingan-kepentingan yang bertabrakan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan
sebagai pembenaran atas timbulnya rasisme.

2. Utilitarianisme

Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari
akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak,
(2) dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting
adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap
orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis
terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang
kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang
kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).

Kritik terhadap teori utilitarianisme:

a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian


kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani.
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu
/minoritas demi keuntungan mayoritas orang banyak.

3. Deontologi

Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme,
yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat
entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat
(utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu
tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan
tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi

Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan
berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi
justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali
dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu
tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu
tindakan.

Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga
karena kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat
otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang
dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.

Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan
tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga
mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun
teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa
karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya
harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi
kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.

4.Teori Hak

Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut
sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari
deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila
suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama
merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi
bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang
sama. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu

a. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas


sistem/yurisdiksi hukum suatu negara, di mana sumber hukum tertinggi
suatu negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan
dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus
dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti
luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang
kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain.
c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang
membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan
kewajiban masing-masing kontrak.

Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak
mendapat dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri
merupakan salah satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam
PBB disebutkan ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB
telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih
dikenal dengan nama Universal Declaration of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan
semua negara di dunia dapat menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan
HAM dan pembuatan berbagai undang-undang/peraturan yang berkaitan dengan
penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak kemanusiaan, antara lain
mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan dari penahanan,
peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh memperoleh
peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan dalam
mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau buruk
menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)

Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak
menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak
lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-
sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai
manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina.
Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah
melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku
yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar
amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan,
antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku
bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness),
kepercayaan dan keuletan.

6. Teori Etika Teonom

Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang
ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk
memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen,
yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh
kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral
dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap
tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam
kitab suci.

Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat


diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori
etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus
dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak.
Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan
tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan
dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat
kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.

B. Pengertian Etika Administrasi Publik

Disini kita tahu ada tiga bagian kata, ada etika, ada administrasi, dan publik.
Jadi etika disini yang dimaksud adalah sikap atau perilaku moral dalam sebuah
pekerjaan atau yang kita kenal administrasi dan berkaitan langsung dengan publik atau
orang banyak, tentu saja ini dilakukan oleh pemerintah. Etika administrasi publik
ternyata punya peran teramat penting. Mengapa begitu sangat penting , karena dengan
adanya etika para administrator atau dalam hal ini birokrat bisa jadi lebih kompetitif
dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam pekerjaan.

Mengapa etika itu penting? Sebab, salah satu tugas negara adalah memberikan
pelayanan maksimal terhadap rakyatnya. Jadi sudah semestinya mereka yang bekerja
di bidang pelayanan publik harus memiliki kemampuan dan pengetahuan melayani
dengan baik. Namun sayangnya, banyak birokrat yang justru tak memiliki akuntabilitas
pada tugasnya tersebut. Di sinilah mengapa para birokrat harus memahami dan
memiliki etika administrasi publik yang baik dan benar. Pertanyaannya seperti apa sih
etika yang baik tersebut?

Etika merupakan ilmu kesusilaan yang menentukan gimana manusia hidup


dalam masyarakat. Berdasarkan etimologis, “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu
ethos, yang artinya kebiasaan atau moral. Kesimpulannya, etika administrasi publik
adalah ilmu pengetahuan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang baik bagi para
administrator pemerintahan dalam menunaikan tugasnya.

BAB III PEMBAHASAN

A. Dilema Etika Jabatan


Ada dilema-dilema etika jabatan yang menghadang kita ketika masuk kesebuah
organisasi atau pemerintahan. Kita harus siap menghadapi kemungkinan terburuk atau
terbaik dari perilaku-perilaku di sekitar kita baik dalam pekerjaan maupun
bermasyarakat diluar.

Nah, Bagaimana Menghadapi Dilema Etika?

Menghadapi Dilema Etika menurut Eko Suhascaryo dalam jurnal nya Praktisi
Pengelolaan Dan Pengembangan SDM. Dalam kehidupan sehari-hari baik di
lingkungan kerja, masyarakat, dan rumah, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang
membawa dilema etika. Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana
keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat (Arens dan Loebbecke, 1991).

Berikut adalah contoh situasi yang sering kali memunculkan dilema:

a. Ini untuk tujuan baik, atau di akhir membenarkan caranya. Hal ini akan
menggoda untuk mengambil jalan pintas dalam melakukan pengambilan
keputusan ketika hasil akhirnya akan menjadi hal yang baik.
b. Loyalitas ganda. Banyak orang merasa memiliki kewajiban untuk
mempromosikan kepentingan dari kelompok atau teman khususnya. Ini
dapat menjadi tidak etis ketika meluas ke memastikan bahwa keuntungan
untuk kelompok atau individu khusus dengan mengorbankan kelompok
atau individu lainnya.
c. Penyembunyian. Kita semua sering kali menghindari memberikan umpan
balik yang negatif atau mengungkapkan pendapat yang orang lain tidak
akan suka, karena kita peduli tentang perasaan orang atau kita tidak ingin
menyinggung perasaan orang lain.
Namun, tidak jujur adalah tidak menghormati, kuncinya adalah berbagi
informasi negatif atau tidak setuju dengan orang lain dengan cara tetap
berkomunikasi secara hormat
d. Tak seorangpun akan tahu. Kita mungkin akan memaafkan perilaku yang
tidak memenuhi standar etika karena “tidak ada yang akan dirugikan”. Kita
mungkin akan memaafkan perilaku yang tidak memenuhi standar etika
karena “tidak ada yang akan dirugikan”. Menggunakan posisinya untuk
mempengaruhi hal-hal yang kurang sesuai kepada bawahan/staf, meminta
bantuan khusus atau fasilitas, atau berbagi informasi rahasia kepada orang
lain mungkin tampak mudah dan tidak berbahaya, tetapi etika kepercayaan
dilanggar.
e. Semua orang melakukannya. Ketika banyak orang lain bertindak dengan
cara-cara yang tidak etis, bukanlah izin bagi kita untuk juga berperilaku
yang tidak etis.
Praktek atau sistem di beberapa organisasi dan kelompok mungkin begitu
mendarah daging bahwa mereka tampaknya dapat diterima bahkan jika
mereka secara etika dipertanyakan. Pemimpin etis akan selalu mengevaluasi
perilakunya terhadap kode etik.

Bagaimana saat kita menghadapi dilema etika?


Ada 7 langkah berikut akan membantu Anda untuk mendapatkan solusi terbaik saat
menghadapi dilema etika:

 Mengidentifikasi pertanyaan etika yang diajukan oleh dilema. Lihatlah


untuk yang “seharusnya” – pertanyaan normatif tentang apa yang
seharusnya terjadi sesuai dengan norma dan standar yang berlaku.
 Membuat daftar semua fakta yang relevan dari dilema. Fakta apa saja yang
harus diketahui dan lakukan pengumpulan fakta yang relavan. Seringkali
kita tergoda untuk menghindari diskusi etika dengan mengklaim bahwa
tidak ada cukup fakta untuk membuat keputusan.
 Mengidentifikasi pemangku kepentingan dalam dilema. Pemangku
kepentingan adalah seseorang yang akan dipengaruhi oleh keputusan yang
akan diambil. Identifikasi semua pemangku kepentingan yang akan
terpengaruh dengan keputusan Anda.
 Apa saja opsi dalam kasus ini? Membuat daftar tindakan atau strategi,
alternatif, dan pilihan yang mungkin untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Cari informasi lebih lanjut untuk memperkuat opsi-opsi yang Anda buat.
 Apa yang harus saya lakukan? Pertimbangkan opsi terbaik berdasarkan nilai
inti. Mencari informasi lebih lanjut akan sangat bergunan untuk
mendasarkan pilihan Anda pada data terbaik yang tersedia.
 Apa yang membenarkan pilihan Anda? Berikan alasan yang kuat untuk
mendukung opsi Anda berdasarkan pada nilai-nilai yang dipertaruhkan.
 Bagaimana masalah etika ini dapat dicegah? Adakah perubahan sistematis
yang bisa dibuat untuk mencegah masalah ini terjadi lagi?

Namun, sampai saat ini penerapan sanksi terhadap pelanggaran etika jabatan tidak
tegas yang menyebabkan munculnya banyak praktek penyelewengan dan korupsi yang
meliputi hampir semua pemerintahan antara lain lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Komitmen pemberantasan korupsi yang sudah direncakan presiden saat ini,
tidak mampu mengatasi korupsi hal tersebut karena masih banyak nya lembaga yang
bekerja sama serta memihak para pelaku korupsi.

A. Macam-macam Kasus Pelanggaran Etika Jabatan

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama Gun 2005 sebanyak
69 Kasus korupsi dengan 239 orang terdakwa yang Periksa dan diputus oleh pengadilan
di seluruh Indonesia mulai dari tingkat tama (pengadilan negeri), banding (pengadilan
tinggi), kasasi hingga Minjauan kembali (MA).

Dari segi aktor, jumlah kasus yang menimpa terdakwa yang berasal dari eksekutif dan
yudikatif hampir berimbang. Selama tahun 2005, jumlah kasus yang melibatkan para
terdakwa dari lingkungan eksekutif (kepala daerah, mantan kepala daerah, dinas,
sekda) adalah sebanyak 27 kasus. Para anggota atau mantan anggota dewan (legislatif)
sedikit lebih unggul, sebanyak 2g kasus korupsi yang telah diproses di pengadilan.
Sedangkan kasus korupsi yang melibatkan pihak swasta hanya sebanyak 14 kasus.

Dari 69 kasus sebanyak 27 kasus yang divonis bebas oleh pengadilan, dan hanya 42
kasus yang akhirnya divonis bersalah. Namun, dari kasus korupsi yang akhirnya
diputuskan bersalah oleh pengadilan, dapat dikatakan belum memberikan efek jera
bagi para pelaku korupsi karena hampir separuhnya (23 kasus) diputus di bawah 2
tahun penjara.

Dari beberapa kasus korupsi yang akhirnya divonis bebas, barangkali NH bisa
dikatakan “orang paling beruntung” di tahun 2005. Dari tiga kasus korupsi (Bulog,
beras ilegal, gula ilegal) yang menimpa dirinya dan diadili di pengadilan, dua kasus
akhirnya divonis bebas pada tahun 2005. Dalam kasus korupsi penyalahgunaan dana
Bulog sebesar Rp169 miliar meskipun oleh jaksa dituntut 20 tahun penjara, majelis
hakim PN Jakarta Selatan yang dipimpin oleh I Wayan Rena menjatuhkan vonis bebas.
Pertimbangannya bahwa kasus ini merupakan kasus perdata. Begitu pula terhadap
kasus korupsi gula ilegal yang diadili di PN Jakarta Utara. Dengan pertimbangan
bahwa BAP NH cacat hukum, majelis hakim yang dipimpin Hamuntal Pane
menyatakan NH dinyatakan tidak bersalah. Padahal jaksa menuntut NH dinyatakan
bersalah dan dituntut selama 7 tahun penjara. Meskipun dikecam banyak pihak dan
dikabarkan para hakim dalam dua kasus NH tersebut diperiksa oleh MA, namun tidak
jelas hasil dari pemeriksaan tersebut.

Harus diakui tidak semua terdakwa kasus korupsi beruntung dengan vonis bebas
ataupun hanya divonis di bawah 5 tahun penjara, namun secar3 umum tidak semuanya
langsung di bui. Setidaknya ada tiga orang paling tidak beruntung di tahun 2005.
Mereka adalah AHW terdakwa kasus korupsi pembobolan BNI 46 Kebayoran Baru
senilai Rp1,214 Triliun yang divonis seumur hidup oleh majelis hakim PN Jakarta
Selatan yang dipimpin oleb Roki Panjaitan. Walikota Blitar non-aktif IM adalah satu-
satunya pejaba' negara saat ini yang dijatuhi vonis penjara paling berat. PN Blitar
secar? mengejutkan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap IM yang didakw3
melakukan korupsi dana APBD tahun 2002 - 2004 sebesar Rp 97 miliar. Terakhir PN
Pekanbaru telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara bagi NT yang didakwa
melakukan penyelewengan kredit dari Bank Mandiri sebesar Rp 35,9 miliar. Secara
umum apa yang telah ditunjukkan oleh institusi pengadilan selama tahun 2005 sangat
memilukan dan jauh dari harapan semua orang yang menghendaki para koruptor
dihukum seberat-beratnya. Di saat pemerintah bersemangat dalam memberantas
korupsi, apa yang dilakukan oleh pengadilan justru sebaliknya, bersemangat
membebaskan terdakwa korupsi. Jika tidak ada sinkronisasi antara eksekutif dan
yudikatif seperti ini, sampai kapan pun usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tetap
akan berjalan di tempat bahkan bisa jadi mundur ke belakang.

B. Etika dalam Pemerintahan


Dalam organisasi publik atau pemerintah, pola-pola sikap dan perilaku serta
hubungan antar manusia dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan pihak
luar organisasi pada umumnya diatur dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam sistem hukum negara yang bersangkutan. Bagi aparatur pemerintah,
budaya dan etika kerja merupakan hal yang penting untuk dikembangkan baik pada
tingkat pemerintahan Pusat maupun Daerah, pada tingkat Departemen atau organisasi
maupun unit-unit kerja bawahannya. Adanya etika ini diharapkan mampu
membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan
masyarakat.

Tujuan yang hakiki dari setiap pemerintah di negara manapun adalah mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat warga negara yang bersangkutan, namun demikian
pola atau cara-cara yang ditempuh dan perilaku pemerintah dalam hal itu berbeda dari
satu negara ke negara lainnya, tergantung kondisi dan situasi yang berlaku di negara
masing-masing. Dalam negara yang demokratis, mendahulukan kepentingan rakyat
menjadi tujuan dan sekaligus etika bagi setiap penyelenggara negara dan pemerintahan.
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis berlaku norma “dari oleh dan

untuk rakyat”. Sehingga etika kerja aparatur dalam sistem pemerintahan ini adalah
selalu mengikut sertakan rakyat dan berorientasi kepada aspirasi dan kepentingan
rakyat (dalam setiap langkah kebijakan dan tindakan pemerintahan. Transparansi,
keterbukaan, dan akuntabilitas menjadi nilai – nilai yang dijunjung tinggi dan
diwujudkan dalam etika pergaulan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Sebaliknya, dalam negara yang pemerintahannya bersifat otoriter, maka kepentingan


kekuasaannyalah yang menjadi prioritas. Sehingga etika kerja aparatur sangat
diarahkan pada terwujudnya keamanan dan kelangsungan kekuasaan pemerintahan.

Dalam hal ini, kerahasiaan dan represi menjadi pola kebijakan dan perilaku aparatur
pemerintah.

Ada beberapa asas umum pemerintahan yang dikemukakan oleh Gering Supriyadi
dalam Soeharyo dan Fernanda (2003 : 28), yaitu : melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan turut serta dalam memelihara ketertiban dunia dan perdamaian yang
abadi…. . ”
Sedangkan nilai-nilai filosofis yang melandasinya adalah ideologi negara yang kita
kenal sebagai Pancasila, yaitu:

(1) Ketuhanan Yang Maha Esa

(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

(3) Persatuan Indonesia

(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /


perwakilan;

(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Berdasarkan tugas pemerintahan negara dan filosofi negara itulah pemerintah negara
Indonesia menjalankan fungsinya. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) beserta ketentuan
dalam amandemennya, menjadi kerangka pedoman kebijakan dan tindakan pemerintah
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang


Bersih dan Bebas Dari Korupsi Kolusi, dan Nepotisme, pasal 3 ditetapkan bahwa asas-
asas umum penyelenggaraan negara adalah meliputi :

1. Asas Kepastian Hukum

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara

3. Asas Kepentingan Umum

4. Asas Keterbukaan

5. Asas Proposionalitas

6. Asas Profesional, dan

7. Asas Akuntabilitas

Asas-asas umum pemerintahan sebagaimana diterapkan di Indonesia berdasarkan


Undang-Undang tersebut dewasa ini, tidak terlepas dari kecenderungan global
berlakunya paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dikenal dengan
paradigma kepemerintahan yang baik (GOOD GOVERNANCE). Paradigma tersebut
menekankan bahwa penyelenggaraan negara harus merupakan keseimbangan interaksi
dan keteriban antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (civil society).

Seringkali muncul pertanyaan dibenak kita, bagaimana seharusnya seseorang


administrasi pemerintah harus bekerja, sehingga menciptakan rasa aman dan damai di
masyarakat. Untuk tercapainya rasa aman, damai, dan tentram, para anggota
masyarakat harus berusaha sungguh-sungguh memiliki keutuhan watak. Nah, coba
perhatikan penjelasan dibawah ini selain asas yang disebutkan di atas dalam kehidupan
manusia bermasyarakat ada 3 asas luhur yang wajib dianut dan dilaksanakan oleh
setiap orang. Ketiga asas hidup yang luhur itu adalah sebagai berikut.

a. Asas keutuhan watak


b. Asas keadilan
c. Asas kesusilaan

Tapi untuk menjawab pertanyaan di atas maka saya akan menjelaskan Asas Keutuhan
Watak saja, coba perhatikan sebagai berikut.

Keutuhan watak pada dasarnya adalah ciri kualitas dari watak seseorang yang bersifat
utuh, lengkap, atau sempurna. The Liang Gie (2003), memberikan batasan bahwa
keutuhan watak adalah kesempurnaan akhlak pribadi seseorang dalam menjalani
hidupnya dan melaksanakan pekerjaannya. Keutuhan watak ini mencakup 3 kebajikan
utama dalam kehidupan manusia berupa 1) kejujuran; 2) kesetiaan; dan 3) pengabdian.

Kembali pada arti keutuhan watak, berikut adalah perilaku kerja yang mencerminkan
keutuhan watak dan pengabdian dari hasil pengamatan seorang ahli ekonomi Jepang
Harry Oshima terhadap tenaga kerja yang berkualitas tinggi di negara-negara Asia
Timur (dari karyawan terendah, tenaga terlatih, teknisi mahir sampai manajer atas).
Hasilnya menunjukkan terdapat 10 ciri perilaku kerja dari tenaga kerja yang baik, yaitu
sebagai berikut.

a. Kerajinan (diligence).
b. Pengabdian (dedication).
c. Keutuhan watak (integrity).
d. Rasa tanggung jawab (responsibility).
e. Kehati-hatian (carefulness).
f. Keserbabisaan (versatility).
g. Daya pembaruan (innovativeness).
h. Semangat kerja sama (cooperativeness).
i. Kemahiran (skillfulness).
j. Hasrat besar untuk belajar (eagerness to learn).

Stanley Benn dalam karangannya berjudul Justice (dalam Paul Edwards, ed., The
Encyclopedia of Philosophy), Volume V, 1967) menghubungkan keutuhan watak
dengan sifat adil pada seseorang yang adil. Ahli ini memberikan definisi orang yang
adil sebagai berikut: “One who possesses integrity, who lives according to consistent
principle and is not to be diverted from them by consideration of gain, desire, or
passion.” (Seseorang yang memiliki keutuhan watak, yang hidup sesuai dengan
asasasas yang ajek dan tidak bisa diselewengkan dari asas-asas itu oleh pertimbangan
keuntungan, keinginan atau perasaan hati).

Jadi, seorang yang adil adalah seseorang yang mempunyai keutuhan watak dan asas-
asas hidup konsisten yang tidak dikuasai oleh pertimbangan keuntungan, hasrat
pribadi, dan perasaan hati.

Integrity atau keutuhan watak pada dasarnya berarti ciri kualitas dari watak yang utuh
dan yang kuat. C.S. Chopra dalam bukunya berjudul How to Achieve Total Success in
Life (tanpa tahun) menegaskan demikian:

“Integrity implies wholeness and soundness of living. It means that we live in a


manner that protects and furthers the interests of ourselves and our fellow human
being”.
(Keutuhan watak mengandung pengertian keseluruhan dan kekuatan dari
kehidupan. Ini berarti bahwa kita hidup dalam suatu cara yang melindungi dan
memajukan kepentingan-kepentingan kita sendiri dan sesama manusia.)

Selain berlandaskan 3 teori asas luhur dalam kehidupan manusia yang telah
dipaparkan diatas juga perlu sekali kita berpegang pada teori 4 nilai utama dalam
kehidupan masyarakat yang akan kita uraikan dibawah ini sebagai berikut.

Dalam kehidupan masyarakat ada 4 macam nilai utama yang mencirikan khas dari
manusia yang menyebabkannya berbeda. Ke-4 nilai utama itu adalah sebagai berikut.

1. Keluhuran

Keluhuran merupakan perwujudan dari nilai kepercayaan. Bagi seseorang yang


memiliki suatu kepercayaan maka sesuatu yang dianggap luhur pastilah merupakan
kebaikan yang dikejar dan sekaligus diyakini sebagai suatu kebenaran.

Dilihat dari segi seseorang yang melakukan perbuatan dan memiliki pengetahuan
dalam kehidupan masyarakat maka perbuatan semesta yang melahirkan nilai
kepercayaan adalah perbuatan individual yang ditunjukkan pada setiap orang lain
dengan tujuan menjadi pengetahuan intelektual yang berlandaskan akal.

2. Kebaikan

Kebaikan merupakan perwujudan dari nilai etis. Kebaikan berupa perbuatan


individual yang ditunjukkan pada setiap orang lain merupakan suatu hal yang dianggap
luhur dan sekaligus dianggap indah sehingga diulang-ulang melakukannya untuk
melangsungkan terus rasa senang yang diperoleh.

Dilihat dari segi seseorang yang berbuat baik dalam masyarakat maka perbuatan
individual yang melahirkan nilai etis adalah perbuatan yang ingin diulang-ulang
sehingga menjadi perbuatan semesta bagi semua orang dengan menimbulkan rasa
keindahan seperti halnya pengetahuan indrawi.
3. Kebenaran

Kebenaran merupakan perwujudan dari nilai ilmiah. Kebenaran yang berasal dari
pengetahuan intelektual merupakan keindahan yang menyenangkan dan dengan
demikian perlu ditingkatkan menjadi suatu bal yang luhur dan patut dimiliki oleh
semua orang.

Dilihat dari segi seseorang yang memiliki pengetahuan dalam kehidupan masyarakat
maka pengetahuan intelektual sesungguhnya pada tahap awalnya bermula dari indra
manusia untuk selanjutnya dikembangkan denga? perbuatan semesta agar bersifat
langgeng.

4. Keindahan

Keindahan merupakan perwujudan dari nilai estetis. Keindahan yang bermula pada
pengetahuan indrawi merupakan suatu kebenaran bagi yang dapat menikmatinya dan
sekaligus juga suatu hal yang baik sehingga ingi? dinikmati terus.

Jadi, dari ke-4 nilai utama yang dijelaskan diatas, bagaimana cara efektif dalam
menerapkan empat nilai utama dalam kehidupan bermasyarakat.

Berikut ini cara efektif menerapkan ke-4 nilai utama di atas :

- Karena kita memiliki suku dan budaya yang beraneka


ragam, maka otomatis memiliki kepercayaan yang luhur
pula. Jadi, cara pertama adalah dengan menghormati atau
menghargai setiap budaya dari daerah masing-masing.
Dengan adanya rasa toleransi maka hubungan yang ada
dimasyarakat akan baik pula.
- Berhubungan dengan kebaikan tentu saja kita harus
melakukan perbuatan baik. Karena kita makhluk sosial
yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Maka perbuatan
baik tersebut dapat kita implementasikan berupa, gotong
royong, membantu tetangga jika perlu dan butuh bantuan,
sering berbagi kepada orang yang membutuhkan jika kita
memiliki berkat yang berkecukupan, dan kebaikan
lainnya.
- Berhubungan dengan kebenaran maka cara efektif dalam
bermasyarakat adalah melakukan pola hidup jujur, tidak
suka berbohong.
- Setiap warga masyarakat wajib menjunjung tinggi nilai-
nilai keluhuran, kebaikan, kebenaran dan keindahan.

A. Pelayanan Publik

Kita sering sekali mendengar apa itu pelayanan publik dan juga kita sering
berurusan dengan pemerintah dalam berbagai urusan. Nah, masalah utama pelayanan
publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan
publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana pola
penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan kelembagaan.
Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan pola penyelenggaraannya
antara lain sebagai berikut:

a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik
tersebut.
b. Belum informatif.Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat
atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
c. Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.Biasanya aparat
pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat.
Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu.
d. Belum responsif.Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik,
mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan
penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun
harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
e. Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan
lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain
yang terkait.
f. Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
g. Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.

Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf


pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain
pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga
sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama
untuk diselesaikan. Berkaitan dengan sumber daya manusia, kelemahan utamanya
adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai
pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah
masalah sistem kompensasi yang tepat. Berkaitan dengan kelembagaan, kelemahan
utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka
pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat
pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan
untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi
penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga
menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

Banyaknya korupsi dalam pelayanan publik seperti adanya pungutan liar,


gratifikasi dan lain sebagainya, sering kali terjadi karena pengaruh budaya organisasi
negatif yang sudah terbentuk secara masif, sistem matis dan terstruktur sehingga mau
tidak mau aparatur larut dalam penyimpangan tersebut, sungguh ironis ketika ada
aparatur yang tidak mau mengikuti penyimpangan tersebut justru dianggap beda dan
dapat dipastikan akan dikucilkan dalam lingkungan pergaulan birokrasi tersebut, oleh
karena itu diperlukan penegakan aturan hukum serta pembentukan karakter aparatur
yang memiliki integritas tinggi ditunjukkan dengan sikap berani menolak korupsi
terlebih lagi berani melaporkan korupsi yang dijumpainya. Peran pelapor atau
penyingkap korupsi sangat membantu dalam menyingkap informasi kepada publik
tentang adanya penyimpangan, pelanggaran hukum dan etika, korupsi atau situasi
berbahaya lainnya. Dia menjadi mata pisau yang tepat untuk dapat meminimalisasi
tindakan korupsi, dapat memberikan tekanan-tekanan terhadap lembaga hukum yang
sangat rentan dengan permasalahan korupsi, namun sulit terjamah oleh hukum,
dikarenakan pemahaman esprit de corps15 yang telah terbangun secara turuntemurun.
Realitanya seringkali Esprit de corps dimaknai sebagai semangat untuk menyelamatkan
dan menutupi keburukan institusi dengan cara apapun, tentunya menjadi sulit bagi
hukum untuk mencoba masuk kedalam wilayah-wilayah kekuasaan yang tercipta
dilingkungan institusi tersebut. Di level inilah peran dari penyingkap korupsi menjadi
penting.

Keboborakan sebuah institusi dapat terdeteksi oleh mereka yang terdekat


dengan lingkungan tersebut. Budaya birokrasi masih memposisikan para pegawai
untuk tidak melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh atasannya atau merahasiakan
sesuatu yang salah didalam institusi tersebut. Budaya pegawai yang ada sering khawatir
jika harus berhadapan dengan konsekuensi logis berupa “pembalasan” seperti:
kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan promosi jabatan, atau "dimusuhi" oleh
rekan-rekan sekerjanya membuat mereka lebih memilih untuk berdiam diri. Budaya
birokrasi yang ada harus mengadopsi nilai-nilai budaya yang melingkupinya.
B. Kode Etik Dalam Pelayanan Administrasi Negara
Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugastugas
administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri
mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi
seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika
profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan
perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap
aparat politik. Hal yang pertama-tama perlu diingat bahwa kode etik tidak
membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi
bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.

Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan
dari kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri,
martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul
dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka,
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan. Dengn demikian pemakaian kode etik
tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang personalianya memiliki keahlian khusus.
Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap
pekerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung konsekuensi moral.

Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih sasaran-sasaran
akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas dan
perilaku yang baik.

Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para
aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara
atas nama rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik akan
menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas
kepentingankepentingannya akan karir dan kedudukan. Pejabat tersebut akan melihat
kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh karena itu kode etik mengandaikan
bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai pendukung nilai-nilai moral dan
sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam tindakan-tindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai
pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat
dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat tertentu. Dan sebagai mansuia
yang bermoral, pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan
berperilaku. Dengan perkataan lain, seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan
spiritual. Kewaspadaan profesional bearti bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah
teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan kedudukan sebagai seorang
pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual merujuk pada penerapan
nilainilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana, dan hemat, tanggung jawab,
serta akhlak dan perilaku yang baik.

Unsur-unsur etis yang langsung menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang


pegawai dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 tentang
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.

C. Solusi Masalah Etika Aparatur Pelayanan Publik

Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas
sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Standar Pelayanan


Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar
perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis
pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan
misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya
pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar
pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang
mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah
informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang
dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)


Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan
adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan
yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan
acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga
bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-
haltertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu
berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses
pelayanan dapat berjalan terus;
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
denganperaturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadapkesalahan
prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-
perubahantertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang
akandiserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan
tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses
pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas.

3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan


Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu
mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan
pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia
pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei
kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;

4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan


Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya
pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang
dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu
didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan
kualitas pelayanan. Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik
dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam halhal
tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan
secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah
banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik
dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran
sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk
dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity
untuk mengatur harga maksimum.
C. Pelanggaran Etika Jabatan
Banyak sekali para pejabat melakukan pembelaan ketika melanggar peraturan atau
melakukan tindak korupsi. Mereka melakukan pembelaan baik secara hukum, alasan
pribadi, alasan sakit, alasan berpergian/dinas, dan lain sebagainya. Disini para pejabat
penyelenggara negara di tuntut rasa moral yang diemban nya apalagi sudah melakukan
sumpah jabatan sebagai tunduk kepada Tuhan maupun pemerintah yang benar dan
baik. Pemerintah dinilai sekarang tidak kurang lebih sama seperti preman yang suka
memeras rakyat nya namun dilakukan secara sembunyi-sembunyi melalui jabatan yang
mereka emban. Oleh karena itu pula, jabatan dapat melakukan seseorang melakukan
apa saja untuk sebuah kekuasaan atau kehausan akan harta. Mau tidak mau atau suka
tidak suka, pegawai negeri kita harus taat dan patuh pada Undang-Undang No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.

Bentuk Perbuatan Tidak Etis Penyelenggara Negara

Menurut Nigro dan Nigro (dalam Joko Widodo, 2001) terdapat 8 bentuk
penyimpangan/perbuatan tidak etis yang sering dilakukan oleh para penyelenggara
negara. Kedelapan bentuk penyimpangan yang dimaksud dapat dijelaskan berikut ini.

1. Ketidakjujuran (Dishonesty)

Ketidakjujuran merupakan suatu tindakan yang tidak jujur. Banyak contoh


ketidakjujuran yang dilakukan oleh para penyelenggara negara, misalnya:
a. Mencantumkan hari bertugas di luar lebih banyak dari yang senyatanya “dalam Surat
Perintah Perjalanan Dinas/SPPD (lebih parah lagi tanps pergi, titip SPPD kepada teman
yang sedang tugas luar).

b. Bentuk lain ketidakjujuran yang tidak secara langsung berhubungan dengan uang,
misalnya memalsu tanda tangan atau cap (stempel) kantor, mengisi presensi secara
tidak benar, melaporkan yang baik-baik saja dan menyembunyikan yang jelek-jelek.

Ketidakjujuran merupakan tindakan penyimpangan yang berbahaya karena dapat


menimbulkan ketidakpercayaan (disirws!) dan dalam beberapa kasus sangat merugikan
kepentingan masyarakat dan inststusi,

2. Perilaku yang Buruk (Unethical Behaviour)

Pegawai mungkin saja melakukan tindakan dalam batas-batas yang diperkenankan


hukum, tetapi tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis, namun secara
hukum tidak dapat dituntut, Misalnya, Seorang pejabat yang berpengaruh meminta
kepada kepala personalia supaya familinya diluluskan dalam seleksi pegawai. Di sini
semua calon pegawai diseleksi secara sama melalui prosedur formal tertentu. Akan
tetapi, dalam melakukan penilaian dan pengambilan keputusan, bagian personalia
meloloskan calon bosnya. meskipun secara objektif nilai fesnya tidak memenuhi syarat
kelulusan. Walaupun dalam kasus ini bos atau bagian personalia tidak mungkin
dituntut karena permintaan bos diajukan secara lisan (tidak ada bukti tertulis), tetapi
juga tidak ada unsur penyogokan, mungkin pula kalimat yang digunakan bos sangat
tersamar (misalnya, "aku titip keponakanku”), tetapi tindakan demikian jelas tidak etis
karena mengorbankan objektivitas penilaian dalam seleksi pegawai.

3. Mengabaikan Hukum (Disregard of The Law)

Pegawai dapat mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang


menguntungkan kepentingannya. Misalnya, Pegawai A menggunakan mobil dinas
untuk mengantar sekolah anaknya, meskipun ia tahu bahwa keluarga Pegawai tidak
berhak menggunakan fasilitas kantor yang secara hukum hanya diperuntukkan pegawai
negeri dan hanya untuk kepentingan dinas.
4. Favoritisme dalam Menafsirkan Hukum

Pejabat atau pegawai suatu instansi tetap mengikuti hukum yang berlaku, tetapi hukum
tersebut ditafsirkan untuk menguntungkan kopenungan tertentu. Misalnya, Seorang
pejabat menyatakan bahwa gubernur harus bersikap netral dalam pemilu, tetapi sebagai
kader partai A muka yang bersangkutan harus Merasa terpanggil untuk memenangkan
partai tersebut.

5. Perlakuan yang Tidak Adil terhadap Pegawai

Tindakan tidak etis lainnya adalah memperlakukan pegawai secara tidak adil.
Contohnya, Pemimpin suatu instansi menghambat karier bawahannya yang berprestasi
karena merasa disaingi. Sebaliknya, ia memperlakukan seorang pegawai lainnya secara
istimewa karena bawahan tersebut pandai ”melayani” kemauan pemimpin tersebut. . 6.
6. Inefisiensi Bruto (Gross Inefficiency)

Kadang-kadang para pegawai suatu instansi melakukan inefisiensi bruto dengan


menggunakan celah-celah kelemahan suatu peraturan, misalnya Pejabat melakukan
pemborosan dana secara berlebihan meskipun tidak melanggar peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

7. Menutupi Kesalahan

Pimpinan atau pegawai negeri kadang-kadang menutupi kesalahan sendiri atau


kesalahan bawahannya atau melarang pers meliput kesalahannya atau instansinya.
Contohnya Sikap para pejabat dalam kasus Marsinah.

8. Gagal Menunjukkan Inisiatif

Sebagian pegawai kadang-kadang gagal membuat keputusan yang positif atau


menggunakan diskresi (keleluasaan) yang diberikan hukum kepadanya. Contohnya,
setelah keluarnya suatu peraturan, beberapa pejabat tidak berani mengambil inisiatif
dalam mengatasi suatu permasalahan menurut peraturan tersebut dan cenderung
menunggu juklak atau juknis dari instansi induknya.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika sangat penting didalam kehidupan kita karena seseorang yang memiliki etika
baik maka dihargai oleh setiap orang. Berkaitan dengan etika jabatan dimana
pemerintah dituntut untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Setiap hari nya para pegawai atau pejabat negara di uji
kejujuran nya baik dalam etika, moral, nilai, dan lain sebagainya.

Dalam organisasi publik atau pemerintah, pola-pola sikap dan perilaku serta
hubungan antar manusia dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan pihak
luar organisasi pada umumnya diatur dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam sistem hukum negara yang bersangkutan. Bagi aparatur pemerintah,
budaya dan etika kerja merupakan hal yang penting untuk dikembangkan baik pada
tingkat pemerintahan Pusat maupun Daerah, pada tingkat Departemen atau organisasi
maupun unit-unit kerja bawahannya. Adanya etika ini diharapkan mampu
membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan
masyarakat.

Selain etika yang kita terapkan dalam bermasyarakat maupun bernegara, kita juga
perlu asas kehidupan agar seimbang etika dengan proses nya yang dimana asas ini
adalah sebuah ide umum dalam bentuk dalil yang berguna dalam memberi petunjuk
bagi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Berikut ini ada 3 asas luhur yang
wajib di anut oleh setiap orang, yaitu asas keutuhan watak, asas keadilan dan asas
kesusilaan. Agar lebih sempurna lagi selain mempelajari asas kita perlu nilai kehidupan
karena jika kurangnya keterlibatan nilai, maka tidak ada pengendalian dari luar. Oleh
sebab itu ada 4 nilai utama yang kita pelajari dan pahami serta kita terapkan
dikehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain, nilai keluhuran, nilai
kebaikan, nilai kebenaran, dan nilai keindahan.

B. Saran
Untuk setiap warga negara yang bekerja di pemerintahan sebaiknya melakukan
sosialisasi kepada pihak-pihak yang melakukan pelayanan kepada masyarakat atau
aparatur negara, atau pejabat negara yang baru, karena sebagian besar mereka belum
mengetahui dan memahami pentingnya etika. Bagaimanan seharusnya etika yang
diterapkan kepada pejabat berikanlah penghargaan jika aparatur melakukan tindakan
sesuai etika dan sebaliknya, berikanlah sanksi yang tegas kepada pelanggar etika
pelayanan apalagi yang melakukan dengan sengaja. Diharapkan dengan adanya
tindakan seperti itu para pegawai negara termotivasi untuk bekerja atau bahkan hal
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bayu Suryaningrat, Etika Administrasi Negara, Etika Pemerintahan, Etika Jabatan, Bandung :
Pustaka, 1984.
Eko Suhascaryo dalam Jurnal Praktisi Pengelolaan Dan Pengembangan SDM.

Benn, S. I. (1981). “Justice” dalam Paul Edwards, ed. The Encyclopedia of Philosophy.
Volume 4. New York: Macmillan & Free Press.
The Liang Gie. (1993) . Keadilan sebagai Landasan bagi Etika Administrasi Pemerintahan
dalam Negara Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Oshima, H. T. (1981). “ Manpower Quality in the Differential Economic Growth between East
and Southeast Asia”. Paper, August 1981. Stensil.

Isra, Saldi. (2005). Membangun Zona Bebas Korupsi. Tempo Interaktif, Jumat, 24 Juni 2005.

Supryadi Gering,2001, Modul Diktat Prajabatan Golongan III, Etika Birokrasi, Jakarta,
LANRI.

Meraja Journal Vol. 2, No. 2, Juni 2019 hal 95-96

Edy Topo Azhari. 2003. “ Upaya Meningkatkan Kinieja Pelayanan Publik”.Makalah.


Disampaikan dalam Seminar Lokakarya Nasional Dimensi Politik Pelayanan Publik:
Partisipasi, Transparansi & Akuntabilitas pada tanggal 8-9 Oktober 2003 di Hotel
Indonesia Jakarta.
Wahyudi , Kumorotomo. 1992. Etika administrasi Negara. Rajawali Pers, Jakarta.
Kusmanadji.2003.Etika Bisnis dan Profesi.Jakarta:Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Sarimah,Ucok.2008.”Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan Republik
Indonesia”.Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Widodo, Joko. (2001). Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi. Surabaya: Insan Cendekia.

Anda mungkin juga menyukai