DISUSUN OLEH:
BINTANG SENJA ( 043025997 )
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada teman-teman, tutor, ataupun dosen yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik penulisan maupun
referensi yang serba terbatas, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-
teman sekalian.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………
DAFTAR ISI ………………....………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ……..………………………………………
A. Latar Belakang …………………………………………….……….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………….
C. Manfaat penelitian…………………………………….…………….
BAB IV PENUTUP……………………………….…...........................
D. Kesimpulan……………………………………………...............
E. Saran…………………………………………………………….
F. Daftar Pustaka…………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan di makalah ini terkait dengan apa yang menjadi masalah atau
persoalan di negara kita, bagaimana etika bisa dilanggar oleh administrator
pemerintahan, dalam hal ini kita sebut sebagai pejabat pemerintah. Etika jabatan ini
tentu saja mempelajari perbuatan atau tingkah laku pegawai negeri atau para pejabat
negara. Jika lebih spesifik lagi perbuatan pada saat jam kerja maupun sesudah jam kerja
di tengah masyarakat. Banyak sekali perilaku pemerintah yang tidak benar dan tidak
sesuai dengan apa yang menjadi tugas nya sebagai pegawai negeri, oleh sebab itu
penting sekali seseorang belajar etika didalam kehidupan nya.
B. RUMUASAN MASALAH
a. Bagaimana etika sangat penting sebagai penyelenggara pelayanan publik
b. Bagaimana permasalahan dilema etika jabatan di Indonesia ?
c. Bagaimana seharusnya seseorang administrasi pemerintah harus bekerja, sehingga
menciptakan rasa amana dan damai di masyarakat ?
d. Bagaimana cara efektif dalam menerapkan empat nilai utama dalam kehidupan
masyarakat ?
C. MANFAAT PENELITIAN
a. Mengetahui etika sangat penting sebagai penyelenggara pelayanan public.
b. Mengetahui permasalahan dilema nya etika jabatan di Indonesia.
c. Mengetahui bagaimana seharusnya seseorang administrasi pemerintah harus
bekerja, sehingga menciptakan rasa amana dan damai di masyarakat
d. Mengetahui cara efektif dalam menerapkan empat nilai utama dalam kehidupan
masyarakat.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau nilai,
dan disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of conduct”
(aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik.6
Sebuah kode etik meru-muskan berbagai tindakan apa, kelakuan mana, dan sikap
bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh para pemberi pelayanan. Aplikasi
etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang dimiliki oleh birokrasi
publik. Kode etik di Indonesia masih terbatas pada beberapa kalangan seperti ahli
hukum dan kedokteran. Kode etik tidak hanya sekedar bacaan, tetapi juga
diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai tingkat implementasinya
melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi dan diupayakan perbaikan
melalui konsensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar
masyarakat semakin yakin bahwa birokrasi publik sungguhsungguh akuntabel dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan publik. Untuk itu, kita barangkali perlu belajar dari
negara lain yang sudah maju dan memiliki kedewasaan beretika.
1. Egoisme
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan
orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan
kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis:
2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari
akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak,
(2) dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting
adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap
orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis
terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang
kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang
kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak).
3. Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme,
yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat
entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat
(utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu
tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan
tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi
Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan
berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi
justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali
dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu
tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu
tindakan.
Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga
karena kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat
otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang
dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.
Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan
tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga
mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun
teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa
karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya
harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi
kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.
4.Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut
sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari
deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila
suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama
merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi
bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang
sama. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu
Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak
mendapat dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri
merupakan salah satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam
PBB disebutkan ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB
telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih
dikenal dengan nama Universal Declaration of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan
semua negara di dunia dapat menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan
HAM dan pembuatan berbagai undang-undang/peraturan yang berkaitan dengan
penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak kemanusiaan, antara lain
mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan dari penahanan,
peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh memperoleh
peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan dalam
mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau buruk
menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak
menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak
lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-
sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai
manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina.
Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah
melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku
yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar
amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan,
antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku
bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness),
kepercayaan dan keuletan.
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang
ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk
memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen,
yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh
kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral
dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap
tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam
kitab suci.
Disini kita tahu ada tiga bagian kata, ada etika, ada administrasi, dan publik.
Jadi etika disini yang dimaksud adalah sikap atau perilaku moral dalam sebuah
pekerjaan atau yang kita kenal administrasi dan berkaitan langsung dengan publik atau
orang banyak, tentu saja ini dilakukan oleh pemerintah. Etika administrasi publik
ternyata punya peran teramat penting. Mengapa begitu sangat penting , karena dengan
adanya etika para administrator atau dalam hal ini birokrat bisa jadi lebih kompetitif
dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam pekerjaan.
Mengapa etika itu penting? Sebab, salah satu tugas negara adalah memberikan
pelayanan maksimal terhadap rakyatnya. Jadi sudah semestinya mereka yang bekerja
di bidang pelayanan publik harus memiliki kemampuan dan pengetahuan melayani
dengan baik. Namun sayangnya, banyak birokrat yang justru tak memiliki akuntabilitas
pada tugasnya tersebut. Di sinilah mengapa para birokrat harus memahami dan
memiliki etika administrasi publik yang baik dan benar. Pertanyaannya seperti apa sih
etika yang baik tersebut?
Menghadapi Dilema Etika menurut Eko Suhascaryo dalam jurnal nya Praktisi
Pengelolaan Dan Pengembangan SDM. Dalam kehidupan sehari-hari baik di
lingkungan kerja, masyarakat, dan rumah, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang
membawa dilema etika. Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana
keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat (Arens dan Loebbecke, 1991).
a. Ini untuk tujuan baik, atau di akhir membenarkan caranya. Hal ini akan
menggoda untuk mengambil jalan pintas dalam melakukan pengambilan
keputusan ketika hasil akhirnya akan menjadi hal yang baik.
b. Loyalitas ganda. Banyak orang merasa memiliki kewajiban untuk
mempromosikan kepentingan dari kelompok atau teman khususnya. Ini
dapat menjadi tidak etis ketika meluas ke memastikan bahwa keuntungan
untuk kelompok atau individu khusus dengan mengorbankan kelompok
atau individu lainnya.
c. Penyembunyian. Kita semua sering kali menghindari memberikan umpan
balik yang negatif atau mengungkapkan pendapat yang orang lain tidak
akan suka, karena kita peduli tentang perasaan orang atau kita tidak ingin
menyinggung perasaan orang lain.
Namun, tidak jujur adalah tidak menghormati, kuncinya adalah berbagi
informasi negatif atau tidak setuju dengan orang lain dengan cara tetap
berkomunikasi secara hormat
d. Tak seorangpun akan tahu. Kita mungkin akan memaafkan perilaku yang
tidak memenuhi standar etika karena “tidak ada yang akan dirugikan”. Kita
mungkin akan memaafkan perilaku yang tidak memenuhi standar etika
karena “tidak ada yang akan dirugikan”. Menggunakan posisinya untuk
mempengaruhi hal-hal yang kurang sesuai kepada bawahan/staf, meminta
bantuan khusus atau fasilitas, atau berbagi informasi rahasia kepada orang
lain mungkin tampak mudah dan tidak berbahaya, tetapi etika kepercayaan
dilanggar.
e. Semua orang melakukannya. Ketika banyak orang lain bertindak dengan
cara-cara yang tidak etis, bukanlah izin bagi kita untuk juga berperilaku
yang tidak etis.
Praktek atau sistem di beberapa organisasi dan kelompok mungkin begitu
mendarah daging bahwa mereka tampaknya dapat diterima bahkan jika
mereka secara etika dipertanyakan. Pemimpin etis akan selalu mengevaluasi
perilakunya terhadap kode etik.
Namun, sampai saat ini penerapan sanksi terhadap pelanggaran etika jabatan tidak
tegas yang menyebabkan munculnya banyak praktek penyelewengan dan korupsi yang
meliputi hampir semua pemerintahan antara lain lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Komitmen pemberantasan korupsi yang sudah direncakan presiden saat ini,
tidak mampu mengatasi korupsi hal tersebut karena masih banyak nya lembaga yang
bekerja sama serta memihak para pelaku korupsi.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama Gun 2005 sebanyak
69 Kasus korupsi dengan 239 orang terdakwa yang Periksa dan diputus oleh pengadilan
di seluruh Indonesia mulai dari tingkat tama (pengadilan negeri), banding (pengadilan
tinggi), kasasi hingga Minjauan kembali (MA).
Dari segi aktor, jumlah kasus yang menimpa terdakwa yang berasal dari eksekutif dan
yudikatif hampir berimbang. Selama tahun 2005, jumlah kasus yang melibatkan para
terdakwa dari lingkungan eksekutif (kepala daerah, mantan kepala daerah, dinas,
sekda) adalah sebanyak 27 kasus. Para anggota atau mantan anggota dewan (legislatif)
sedikit lebih unggul, sebanyak 2g kasus korupsi yang telah diproses di pengadilan.
Sedangkan kasus korupsi yang melibatkan pihak swasta hanya sebanyak 14 kasus.
Dari 69 kasus sebanyak 27 kasus yang divonis bebas oleh pengadilan, dan hanya 42
kasus yang akhirnya divonis bersalah. Namun, dari kasus korupsi yang akhirnya
diputuskan bersalah oleh pengadilan, dapat dikatakan belum memberikan efek jera
bagi para pelaku korupsi karena hampir separuhnya (23 kasus) diputus di bawah 2
tahun penjara.
Dari beberapa kasus korupsi yang akhirnya divonis bebas, barangkali NH bisa
dikatakan “orang paling beruntung” di tahun 2005. Dari tiga kasus korupsi (Bulog,
beras ilegal, gula ilegal) yang menimpa dirinya dan diadili di pengadilan, dua kasus
akhirnya divonis bebas pada tahun 2005. Dalam kasus korupsi penyalahgunaan dana
Bulog sebesar Rp169 miliar meskipun oleh jaksa dituntut 20 tahun penjara, majelis
hakim PN Jakarta Selatan yang dipimpin oleh I Wayan Rena menjatuhkan vonis bebas.
Pertimbangannya bahwa kasus ini merupakan kasus perdata. Begitu pula terhadap
kasus korupsi gula ilegal yang diadili di PN Jakarta Utara. Dengan pertimbangan
bahwa BAP NH cacat hukum, majelis hakim yang dipimpin Hamuntal Pane
menyatakan NH dinyatakan tidak bersalah. Padahal jaksa menuntut NH dinyatakan
bersalah dan dituntut selama 7 tahun penjara. Meskipun dikecam banyak pihak dan
dikabarkan para hakim dalam dua kasus NH tersebut diperiksa oleh MA, namun tidak
jelas hasil dari pemeriksaan tersebut.
Harus diakui tidak semua terdakwa kasus korupsi beruntung dengan vonis bebas
ataupun hanya divonis di bawah 5 tahun penjara, namun secar3 umum tidak semuanya
langsung di bui. Setidaknya ada tiga orang paling tidak beruntung di tahun 2005.
Mereka adalah AHW terdakwa kasus korupsi pembobolan BNI 46 Kebayoran Baru
senilai Rp1,214 Triliun yang divonis seumur hidup oleh majelis hakim PN Jakarta
Selatan yang dipimpin oleb Roki Panjaitan. Walikota Blitar non-aktif IM adalah satu-
satunya pejaba' negara saat ini yang dijatuhi vonis penjara paling berat. PN Blitar
secar? mengejutkan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap IM yang didakw3
melakukan korupsi dana APBD tahun 2002 - 2004 sebesar Rp 97 miliar. Terakhir PN
Pekanbaru telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara bagi NT yang didakwa
melakukan penyelewengan kredit dari Bank Mandiri sebesar Rp 35,9 miliar. Secara
umum apa yang telah ditunjukkan oleh institusi pengadilan selama tahun 2005 sangat
memilukan dan jauh dari harapan semua orang yang menghendaki para koruptor
dihukum seberat-beratnya. Di saat pemerintah bersemangat dalam memberantas
korupsi, apa yang dilakukan oleh pengadilan justru sebaliknya, bersemangat
membebaskan terdakwa korupsi. Jika tidak ada sinkronisasi antara eksekutif dan
yudikatif seperti ini, sampai kapan pun usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tetap
akan berjalan di tempat bahkan bisa jadi mundur ke belakang.
Tujuan yang hakiki dari setiap pemerintah di negara manapun adalah mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat warga negara yang bersangkutan, namun demikian
pola atau cara-cara yang ditempuh dan perilaku pemerintah dalam hal itu berbeda dari
satu negara ke negara lainnya, tergantung kondisi dan situasi yang berlaku di negara
masing-masing. Dalam negara yang demokratis, mendahulukan kepentingan rakyat
menjadi tujuan dan sekaligus etika bagi setiap penyelenggara negara dan pemerintahan.
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis berlaku norma “dari oleh dan
untuk rakyat”. Sehingga etika kerja aparatur dalam sistem pemerintahan ini adalah
selalu mengikut sertakan rakyat dan berorientasi kepada aspirasi dan kepentingan
rakyat (dalam setiap langkah kebijakan dan tindakan pemerintahan. Transparansi,
keterbukaan, dan akuntabilitas menjadi nilai – nilai yang dijunjung tinggi dan
diwujudkan dalam etika pergaulan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Dalam hal ini, kerahasiaan dan represi menjadi pola kebijakan dan perilaku aparatur
pemerintah.
Ada beberapa asas umum pemerintahan yang dikemukakan oleh Gering Supriyadi
dalam Soeharyo dan Fernanda (2003 : 28), yaitu : melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan turut serta dalam memelihara ketertiban dunia dan perdamaian yang
abadi…. . ”
Sedangkan nilai-nilai filosofis yang melandasinya adalah ideologi negara yang kita
kenal sebagai Pancasila, yaitu:
Berdasarkan tugas pemerintahan negara dan filosofi negara itulah pemerintah negara
Indonesia menjalankan fungsinya. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) beserta ketentuan
dalam amandemennya, menjadi kerangka pedoman kebijakan dan tindakan pemerintah
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proposionalitas
7. Asas Akuntabilitas
Tapi untuk menjawab pertanyaan di atas maka saya akan menjelaskan Asas Keutuhan
Watak saja, coba perhatikan sebagai berikut.
Keutuhan watak pada dasarnya adalah ciri kualitas dari watak seseorang yang bersifat
utuh, lengkap, atau sempurna. The Liang Gie (2003), memberikan batasan bahwa
keutuhan watak adalah kesempurnaan akhlak pribadi seseorang dalam menjalani
hidupnya dan melaksanakan pekerjaannya. Keutuhan watak ini mencakup 3 kebajikan
utama dalam kehidupan manusia berupa 1) kejujuran; 2) kesetiaan; dan 3) pengabdian.
Kembali pada arti keutuhan watak, berikut adalah perilaku kerja yang mencerminkan
keutuhan watak dan pengabdian dari hasil pengamatan seorang ahli ekonomi Jepang
Harry Oshima terhadap tenaga kerja yang berkualitas tinggi di negara-negara Asia
Timur (dari karyawan terendah, tenaga terlatih, teknisi mahir sampai manajer atas).
Hasilnya menunjukkan terdapat 10 ciri perilaku kerja dari tenaga kerja yang baik, yaitu
sebagai berikut.
a. Kerajinan (diligence).
b. Pengabdian (dedication).
c. Keutuhan watak (integrity).
d. Rasa tanggung jawab (responsibility).
e. Kehati-hatian (carefulness).
f. Keserbabisaan (versatility).
g. Daya pembaruan (innovativeness).
h. Semangat kerja sama (cooperativeness).
i. Kemahiran (skillfulness).
j. Hasrat besar untuk belajar (eagerness to learn).
Stanley Benn dalam karangannya berjudul Justice (dalam Paul Edwards, ed., The
Encyclopedia of Philosophy), Volume V, 1967) menghubungkan keutuhan watak
dengan sifat adil pada seseorang yang adil. Ahli ini memberikan definisi orang yang
adil sebagai berikut: “One who possesses integrity, who lives according to consistent
principle and is not to be diverted from them by consideration of gain, desire, or
passion.” (Seseorang yang memiliki keutuhan watak, yang hidup sesuai dengan
asasasas yang ajek dan tidak bisa diselewengkan dari asas-asas itu oleh pertimbangan
keuntungan, keinginan atau perasaan hati).
Jadi, seorang yang adil adalah seseorang yang mempunyai keutuhan watak dan asas-
asas hidup konsisten yang tidak dikuasai oleh pertimbangan keuntungan, hasrat
pribadi, dan perasaan hati.
Integrity atau keutuhan watak pada dasarnya berarti ciri kualitas dari watak yang utuh
dan yang kuat. C.S. Chopra dalam bukunya berjudul How to Achieve Total Success in
Life (tanpa tahun) menegaskan demikian:
Selain berlandaskan 3 teori asas luhur dalam kehidupan manusia yang telah
dipaparkan diatas juga perlu sekali kita berpegang pada teori 4 nilai utama dalam
kehidupan masyarakat yang akan kita uraikan dibawah ini sebagai berikut.
Dalam kehidupan masyarakat ada 4 macam nilai utama yang mencirikan khas dari
manusia yang menyebabkannya berbeda. Ke-4 nilai utama itu adalah sebagai berikut.
1. Keluhuran
Dilihat dari segi seseorang yang melakukan perbuatan dan memiliki pengetahuan
dalam kehidupan masyarakat maka perbuatan semesta yang melahirkan nilai
kepercayaan adalah perbuatan individual yang ditunjukkan pada setiap orang lain
dengan tujuan menjadi pengetahuan intelektual yang berlandaskan akal.
2. Kebaikan
Dilihat dari segi seseorang yang berbuat baik dalam masyarakat maka perbuatan
individual yang melahirkan nilai etis adalah perbuatan yang ingin diulang-ulang
sehingga menjadi perbuatan semesta bagi semua orang dengan menimbulkan rasa
keindahan seperti halnya pengetahuan indrawi.
3. Kebenaran
Kebenaran merupakan perwujudan dari nilai ilmiah. Kebenaran yang berasal dari
pengetahuan intelektual merupakan keindahan yang menyenangkan dan dengan
demikian perlu ditingkatkan menjadi suatu bal yang luhur dan patut dimiliki oleh
semua orang.
Dilihat dari segi seseorang yang memiliki pengetahuan dalam kehidupan masyarakat
maka pengetahuan intelektual sesungguhnya pada tahap awalnya bermula dari indra
manusia untuk selanjutnya dikembangkan denga? perbuatan semesta agar bersifat
langgeng.
4. Keindahan
Keindahan merupakan perwujudan dari nilai estetis. Keindahan yang bermula pada
pengetahuan indrawi merupakan suatu kebenaran bagi yang dapat menikmatinya dan
sekaligus juga suatu hal yang baik sehingga ingi? dinikmati terus.
Jadi, dari ke-4 nilai utama yang dijelaskan diatas, bagaimana cara efektif dalam
menerapkan empat nilai utama dalam kehidupan bermasyarakat.
A. Pelayanan Publik
Kita sering sekali mendengar apa itu pelayanan publik dan juga kita sering
berurusan dengan pemerintah dalam berbagai urusan. Nah, masalah utama pelayanan
publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan
publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana pola
penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan kelembagaan.
Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan pola penyelenggaraannya
antara lain sebagai berikut:
a. Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik
tersebut.
b. Belum informatif.Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat
atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
c. Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat.Biasanya aparat
pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat.
Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu.
d. Belum responsif.Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik,
mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan
penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun
harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
e. Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan
lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain
yang terkait.
f. Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
g. Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan
dari kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri,
martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul
dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka,
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan. Dengn demikian pemakaian kode etik
tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang personalianya memiliki keahlian khusus.
Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap
pekerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung konsekuensi moral.
Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih sasaran-sasaran
akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas dan
perilaku yang baik.
Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para
aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara
atas nama rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik akan
menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas
kepentingankepentingannya akan karir dan kedudukan. Pejabat tersebut akan melihat
kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh karena itu kode etik mengandaikan
bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai pendukung nilai-nilai moral dan
sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam tindakan-tindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai
pelaksana kepentingan umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat
dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat tertentu. Dan sebagai mansuia
yang bermoral, pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan
berperilaku. Dengan perkataan lain, seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan
spiritual. Kewaspadaan profesional bearti bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah
teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan kedudukan sebagai seorang
pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual merujuk pada penerapan
nilainilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana, dan hemat, tanggung jawab,
serta akhlak dan perilaku yang baik.
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas
sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Menurut Nigro dan Nigro (dalam Joko Widodo, 2001) terdapat 8 bentuk
penyimpangan/perbuatan tidak etis yang sering dilakukan oleh para penyelenggara
negara. Kedelapan bentuk penyimpangan yang dimaksud dapat dijelaskan berikut ini.
1. Ketidakjujuran (Dishonesty)
b. Bentuk lain ketidakjujuran yang tidak secara langsung berhubungan dengan uang,
misalnya memalsu tanda tangan atau cap (stempel) kantor, mengisi presensi secara
tidak benar, melaporkan yang baik-baik saja dan menyembunyikan yang jelek-jelek.
Pejabat atau pegawai suatu instansi tetap mengikuti hukum yang berlaku, tetapi hukum
tersebut ditafsirkan untuk menguntungkan kopenungan tertentu. Misalnya, Seorang
pejabat menyatakan bahwa gubernur harus bersikap netral dalam pemilu, tetapi sebagai
kader partai A muka yang bersangkutan harus Merasa terpanggil untuk memenangkan
partai tersebut.
Tindakan tidak etis lainnya adalah memperlakukan pegawai secara tidak adil.
Contohnya, Pemimpin suatu instansi menghambat karier bawahannya yang berprestasi
karena merasa disaingi. Sebaliknya, ia memperlakukan seorang pegawai lainnya secara
istimewa karena bawahan tersebut pandai ”melayani” kemauan pemimpin tersebut. . 6.
6. Inefisiensi Bruto (Gross Inefficiency)
7. Menutupi Kesalahan
A. Kesimpulan
Etika sangat penting didalam kehidupan kita karena seseorang yang memiliki etika
baik maka dihargai oleh setiap orang. Berkaitan dengan etika jabatan dimana
pemerintah dituntut untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Setiap hari nya para pegawai atau pejabat negara di uji
kejujuran nya baik dalam etika, moral, nilai, dan lain sebagainya.
Dalam organisasi publik atau pemerintah, pola-pola sikap dan perilaku serta
hubungan antar manusia dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan pihak
luar organisasi pada umumnya diatur dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam sistem hukum negara yang bersangkutan. Bagi aparatur pemerintah,
budaya dan etika kerja merupakan hal yang penting untuk dikembangkan baik pada
tingkat pemerintahan Pusat maupun Daerah, pada tingkat Departemen atau organisasi
maupun unit-unit kerja bawahannya. Adanya etika ini diharapkan mampu
membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam melayani kepentingan
masyarakat.
Selain etika yang kita terapkan dalam bermasyarakat maupun bernegara, kita juga
perlu asas kehidupan agar seimbang etika dengan proses nya yang dimana asas ini
adalah sebuah ide umum dalam bentuk dalil yang berguna dalam memberi petunjuk
bagi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Berikut ini ada 3 asas luhur yang
wajib di anut oleh setiap orang, yaitu asas keutuhan watak, asas keadilan dan asas
kesusilaan. Agar lebih sempurna lagi selain mempelajari asas kita perlu nilai kehidupan
karena jika kurangnya keterlibatan nilai, maka tidak ada pengendalian dari luar. Oleh
sebab itu ada 4 nilai utama yang kita pelajari dan pahami serta kita terapkan
dikehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain, nilai keluhuran, nilai
kebaikan, nilai kebenaran, dan nilai keindahan.
B. Saran
Untuk setiap warga negara yang bekerja di pemerintahan sebaiknya melakukan
sosialisasi kepada pihak-pihak yang melakukan pelayanan kepada masyarakat atau
aparatur negara, atau pejabat negara yang baru, karena sebagian besar mereka belum
mengetahui dan memahami pentingnya etika. Bagaimanan seharusnya etika yang
diterapkan kepada pejabat berikanlah penghargaan jika aparatur melakukan tindakan
sesuai etika dan sebaliknya, berikanlah sanksi yang tegas kepada pelanggar etika
pelayanan apalagi yang melakukan dengan sengaja. Diharapkan dengan adanya
tindakan seperti itu para pegawai negara termotivasi untuk bekerja atau bahkan hal
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bayu Suryaningrat, Etika Administrasi Negara, Etika Pemerintahan, Etika Jabatan, Bandung :
Pustaka, 1984.
Eko Suhascaryo dalam Jurnal Praktisi Pengelolaan Dan Pengembangan SDM.
Benn, S. I. (1981). “Justice” dalam Paul Edwards, ed. The Encyclopedia of Philosophy.
Volume 4. New York: Macmillan & Free Press.
The Liang Gie. (1993) . Keadilan sebagai Landasan bagi Etika Administrasi Pemerintahan
dalam Negara Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Oshima, H. T. (1981). “ Manpower Quality in the Differential Economic Growth between East
and Southeast Asia”. Paper, August 1981. Stensil.
Isra, Saldi. (2005). Membangun Zona Bebas Korupsi. Tempo Interaktif, Jumat, 24 Juni 2005.
Supryadi Gering,2001, Modul Diktat Prajabatan Golongan III, Etika Birokrasi, Jakarta,
LANRI.
Widodo, Joko. (2001). Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi. Surabaya: Insan Cendekia.