Anda di halaman 1dari 40

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT

DARURATAN SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC

HORMONE SERECTION (SIADH)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

DANDY KUSUMA SAHID (P07220221054)


GALANG TEGAS P (P07220221050)
IDRUS IRVAN (P07220221055)
MERLINSON DONIANTO G (P07220221052)
RIZKY ARIE WARDHANA (P07220221051)
SUJI HERMANTO (P07220221054)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHAP SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya dan tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Konsep Dasar dan
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Fraktur Femur ” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat Musculo skeletal.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan baik tulisan
maupun informasi yang ada di dalamnya. Kami berterima kasih kepada Bapak Ismansyah,
S.Kep., M.Kep atas bimbingannya dalam menulis dan menyusun makalah ini, sehingga
penulis dapat membuat makalah sesuai dengan kaidah dalam membuat makalah.

Makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, kami sangat mengharapkan
kepada para pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kebaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat selalu
bermanfaat bagi pembaca dan atas kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf.
Terakhir tidak lupa kami mengucapkan terima kasih.

Samarinda, 19 Maret 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal hal ini diatur oleh
arginin vasopresin (AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’. SIADH (Syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone secretion) adalah sindrom yang mekanismenya
berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya keluaran air bebas melalui urin,
kepekatan urin terganggu, hiponatremia, hipoosmolalitas dan natriuresis. Dari
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian SIADH adalah suatu keadaan
dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang, survey NIH,
AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari
200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak sering menyertai
kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka insiden
yang pasti sulit diketahui, karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada
kondisi lain berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau
sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung
memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan
hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia.
Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau
bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia.
Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang
berkorelasi dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi
cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion (SIADH)?
C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasara dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian SIADH
b. Untuk mengetahui Algoritma
c. Untuk mengetahui Etiologi
d. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis
e. Untuk mengetahui Patofisiologi
f. Untuk mengetahui Pathway
g. Pemeriksaan diagnostic
h. Untuk mengetahui Komplikasi

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan dan menambahkan pengetahuan serta
wawasan baru mengenai Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion
(SIADH). Selain itu juga dapat menjadi sumber baru untuk penulisan makalah
selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Makalah ini ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan praktik klinik gawat darurat
khususnya jika menemui pasien darurat dengan Syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion (SIADH).
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) adalah keadaan
yang disebabkan oleh skeresi hormone antidiuretic (ADH) berlebih atau sering juga disebut
syndrome yang mempengaruhi keseimbangan air dan mineral pada tubuh khususnya sodium.
ADH adalah substansi yang diproduksi secara alami oleh hypothalamus dan
dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. Hormone ini menggontrol jumlah air dalam tubuh yang
dibuang melalui urine.
Hiponatermia merupakan kondisi dimana kadar natrium serum kurang dari normal
(kurang dari 135 mEq/L atau 135 mmol/L). Konsentrasi natrium plasma menggambarkan
rasio natrium tubuh total terhadap air tubuh total. Penurunan rasio ini dapat terjadi dari
kuantitas natrium tubuh total yang rendah dengan penurunan yang lebih sedikit pada air
tubuh total, kandungan natrium tubuh total yang normal dengan air tubuh total yang
berlebihan dan natrium tubuh total yang jauh lebih berlebihan dengan air tubuh total yang
jauh lebih berlebihan. Meskipun demikian keadaan hiponatermia dapat menyertai kekurangan
volume cairan atau kelebihan volume cairan (Smeltzer dan Bare, 2010).
2. Algoritma

Keluhan pasien MRS :

Sakit kepala, demam,mual, dan muntah ,dan kejang (durasi


kejang, penyebab kejang )

Riwayat penyakit dahulu :trauma kepala

Pemeriksaan fisik :

1. B1 (breathing) : Takipnea
2. B2 (Blood) : Inspeksi :distensi Pemeriksaan penunjang :
vena jugularis,vena leher penuh ,
1. Natrium serum menurun (<
twitching pada otot auskultasi :
135mEq/L)
Kardiovaskuler : takikardi
2. Osmolalitas serum >275 mOsm/kg
3. B3 (brain) : kekacauan mental,
3. Osmolalitas urine > 100 mOsm/kg
kejang, sakit kepala,
4. Meninggkatnya kadaar Na+ >20
kebingungaan
mmol/L
4. B4 (Blader) : penurunan volume
5. Klorida/bikarbonat serum
urin dan frekuensi berkemih
6. Kalium serum menurun
5. B5 (Bowel) : Mobilitas
7. Berat jenis urin : meninggkat (>1020)
Gastrointestinal menurun (mual
muntah)
6. B6 ( Bone ) : Kelemahan , letargi

Gejala ringan :
Gejala sedang : Gejala berat :
1. Anoreksia
2. Sakit kepala 1. Kram otot 1. Kejang
3. Letargi 2. Kebingungan 2. Hemiplegai
4. Kebingungaan 3. Kelemahan otot 3. Somnolen
4. Mual muntah 4. Koma
Gejala ringan Akut <48 Kronis
Dan sedang jam >48 jam

Gejala
1. Pembatasan cairan dengan berat
restriksi cairan 500 ml lebih
rendah dari urine output
termasuk cairan yang
berasal dari makanan
2. Perbatasan cairan yang 1. Demcclocycline diberikan secara
mamapu meninggkatkan oral dengan dosis 150-300 mg.
natrium serum 3-4x sehari
2. Fludocortison diberikan secara
oral dengan dosis 0,05-0,2 mg.
1. Berikan infus hypertonic saline = 0.05 mL/kgBB/jam.
2x sehari
2. Jika disertai gejala yang berat segera berikan infus hipertonik salin
(5%),sebanyak 200-300 ml, selama 3-4 jam
3. Hati-hati resiko infus salin menyebabkan CPM (Central Pontine
Myelinolysis)
4. Untuk meminimalisasi resiko CPM berikan infus hipertonik salin
(3%) dengan kecepatan < 0,05 mL/kgBB/menit,bersamaan
penggunaan furesemide 20mg IV
5. Monitor natrium serum setiap 2 jam, tujuan terapi untuk
meningkatkan natrium serum
6. Stop infus hipertonik salin jika natrium serum sudah meninggkat.

Jika memburuk
Kadar natrium plasma normal emergency medikasi

Hentikan saline hipertonik

Keadaan pasien membaik


setelah beberapa hari
perawataan

Penyuluhan Kesehatan
Discharge planing
Pada pasien SIADH
3. Etiologi
SIADH dapat disebabkan oleh banyak hal. Penyebab langsung adalah :
1. penggaruh dari hypothalamus otak, yang membuat fungsi hormone ADH.
2. Beberapa tipe tumor ganas seperti kanker paru-paru dan penyakit paru kronis dapat
menyebabkan tubuh untuk memproduksi lebih banyak ADH.
3. Penyakit jantung seperti tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan SIADH
Dan kasus lainnya seperti dibawah ini:

1. Kelebihan vasopressin
2. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.
3. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan
ocytocin)
4. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
5. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat
mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
6. Cidera Kepala
7. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
8. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)

b. Carbamazepine (obat anti kejang)

c. Tricilyc (antidepresan)

d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).

9. Meningitis
10. Kelebihan ADH
Faktor Pencetus :

1. Trauma Kepala
2. Meningitis.
3. Ensefalitis.
4. Neoplasma.
5. Cedera Serebrovaskuler.
6. Pembedahan.
7. Penyakit Endokrin.
Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik seperti
pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjangan, berhubungan dengan
penurunan volume ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara
berlebihan. Hiponatermia juga disebabkan karena beberapa penyakit ginjal yang
menyebabkan glomerulus dan tubulus ginjal, penyakit Addison, serta retensi air yang
berlebihan over-hidrasi (hipo-osmotik) akibat hormone anti diuretic (Yaswir dan Ferawati,
2012).

4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2010) Penatalaksanaan medis hiponatermia terdiri
dari :
1. Penggantian Natrium
Pengobatan yang paling nyata dari hiponatermia adalah pemberian natrium yang hati-
hati. Pemberian ini mungkin diberikan melalui oral dengan nasogastrik atau secara
parentral. Bagi pasien yang mampu makan atau minum penggantian natrium dapat
dengan mudah dilakukan, karena natrium banyak terdapat dalam diet normal. Untuk
pasien yang tidak mampu menerima natrium pernormal, Larutan Ringer Laktat atau
saline isotonis (0,9% natrium klorida) mungkin diberikan.
Pada SIADH, saline yang hipertonis saja tidak dapat merubah konsentrasi natrium
plasma. Natrium yang berlebihan akan dieksresikan dengan cepat dalam urin yang sangat
pekat. Dengan tambahan furosemid (Lasix) urin tidak pekat dan urin isotonis
dieksresikan dan mencapai suatu perubahan dalam keseimbangan air.
2. Pembatasan air
Jika hiponatermia terjadi pada pasien dengan volume cairan normal atau berlebihan,
pengobatan pilihannya adalah pembatasan air. Hal ini jauh lebih aman dibandingkan
pemberian natrium dan biasanya cukup efektif.
5. Patofisiologi
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk
meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air
tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan
menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.Dimana
akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam
urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum
menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan
mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan
osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme patofisiologi yang
bertanggung jawab akan SIADH , yaitu

1. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh
kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien yang
mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya
tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis ,
yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan . bermacam-macam
obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH . obat-obat tersebut termasuk
nikotin , transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid , obat-
obat hipoglikemia, asetominofen , isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin,
siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.
6. Pathway

Keluhan pasien MRS :

Sakit kepala, Demam, Mual dan Muntah dan Kejang (kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah, sifat
timbulnya dan hal yang menyebabkan kejang)

Riwayat Penyakit Dahulu : Trauma Kepala

Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Penunjang :


 B1(Breathing) : Takipnea  natrium serum(<135 mEq/L)
 B2 (Blood) : Inspeksi : distensi vena jugularis, Vena
 osmolalitas serum >275 mOsm/kg
leher penuh, twitching pada otot, Auskultasi:
Kardiovaskuler (Takikardia)  Osmolalitas Urine >100 mOsm/kg
 B3 ((Brain) : Kekacauan mental, Kejang, Sakit  Kadar Na+ Urine >20 mmol/L
kepala, Kebingungan, Disorientasi  Klorida/bikarbonat serum
 B4 : (Bladder) : volume urin dan frekuensi  Kalium serum
berkemih  Berat jenis urin : meningkat (>
 B5 (Bowel) : Mobiltas gastrointestinal (anorexia), 1,020)
mual dan muntah
 B6 (Bone) : Kelemahan, letargi. Perkusi : reflex  Prosedur khusus : tes fungsi
tendon dalam, twitching pada otot ginjal adrenal

Gejala Sedang :
Gejala Ringan : Gejala berat :
 Kebingungan
 Anoreksia  Kram otot  Kejang
 Sakit kepala  Kelemahan otot  Hemiplegia
 Letargi  Ataksia  Samnolen
 Kebingungan  Mual
 Koma
 Muntah
 Halusinasi

Gejala Ringan dan


sedang Akut <48 Jam Kronik >48 Jam

 Pembatasan cairan dengan Gejala Berat  Demeclocycline diberikan secara


restriksi oral dngn dosis 150-300 mg 3-4
 cairan 500 mL lebih rendah dr kali sehari (pemberian sesuai
urin output termasuk cairan yng dengan fungsi renal)
berasal dari makanan.  Fludocortison diberikan secara
 Pembatasan cairan mampu oral dengan dosis 0,05-0,2 mg 2
meningkatkan natrium serum kali sehari
 Berikan infus Hypertonic Saline = 0.05 mL/kgBB/jam).
 Bila gejala tampak dalam 24 – 48 jam dan perlu koreksi
cepat
 Hati-hatilah risiko infuse salin menyebabkan CPM
(Central Pontine Myelinolysis)
 Jika disertai gejala yg berat (bingung hebat, kejang
atau koma) segera berikan infus hipertonik salin (5%),
sebanyak 200-300 ml, selama 3-4 jam.
 Untuk meminimalisasi resiko CPM berikan infus
hipertonik salin (3%) dengan kecepatan < 0,05
mL/kg berat badan per menit, bersamaan
penggunaan furosemide 20 mg intravena.
 Monitor natrium serum setiap 2 jam, tujuan terapi
untuk meningkatkan 1 mmol/L/jam natrium serum.
 Stop infus hipertonik salin (3%) jika natrium
serum sudah meningkat sebanyak 12 mmol/L atau
sampai 130 mmol/L.

Kadar Natrium Plasma Normal Jika Memburuk Emergensi medikasi

Hentikan Saline Hipertonik

Penyuluhan Kesehatan Pada Pasien SIADH

Keadaan Pasien membaik setelah


beberappa hari perawatan
 Pentingnya pembatasan cairan
 Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan
aman. Jika perlu, gunakan diuretic secara
kontinyu.
Discharge Planning  Timbang berat badan pasien sebagai
indicator dehidrasi.
 Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit
kepala, mual, muntah, anoreksia segera
lapor dokter.
7. Pemeriksaan Diagnostik  Obat-obatan yang meliputi nama obat,
tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping.
1. Natrium serum menurun <15  Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal
M Eq/L. dan waktu.
 Untuk kasus ringan, retreksi cairan cukup
dengan mengontrol gejala sampai sindrom
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap Na)
2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan Kalium
sedikit.
3. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang dengan
DNA.
4. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasus
ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada
SIADH.
5. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan cairan melawan
dehidrasi.
6. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium serum
menurun sampai 170 M Eq/L.
7. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
8. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
9. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia, hipokalemia,
peningkatan natrium urin (Yaswir, Ferawati, 2012).
8. Tanda dan Gejala
SIADH awalnya tidak memiliki gejala namun bila dibiarkan dapat menyebabkan :
1. Mual dan Muntah
2. Krama tau tangan dan kaki yang bergetar
3. Depresi ,ganguan inggatan
4. Perasaan tidak nyaman
5. Kejang dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan koma.
6. Hiponatremi

Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH
tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan
pemeriksaan tingka osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan
tes kapasitas pengisian cairan:

1. Na serum >125 mEq/L.


a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.
e. Edema diatas sternum.

9. Komplikasi
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal urea
dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah. Penurunan kadar urea sering
dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah
asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone
antidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload tipe hipotonik

Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh dimana seluruh


tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai dengan osmolaritas tubuh menurun.
Sehingga didalam tubuh, cairan ekstraseluler akan pindah ke kompartemen intraseluler.
Terjadi expansi air berlebihan diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit
berkurang karena dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya
cairan seperti ini, tubuh sangat sulit mengkompensasinya. Faktor penyebab tubuh
menjadi overload hipotonik adalah SIADH (kumpulan gejala karena malfungsi hormon
antidiuretik)

3. Penurunan Osmolaritas (plasma)


Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Sementara
penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon ADH yang berlebihan dan
gangguan pada ginjal dalam meekskresikan cairan.Pada keadaan ini tertjadi perpindahan
cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat
menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
4. Hipokalemia
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab utama
kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan diuretik yang juga menarik kalium
misalnya: tiazid dan furosemid) (Tamsuri anas 2009).
5. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l). Hipomagnesemia
dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam jangka waktu lama (diuretik,
siplantin) (Tamsuri anas 2009).

Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak mirip.
Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas dan sulit
dibedakan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
b. Riwayat penyakit dahulu.
adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,serta riwayat
radiasi pada kepala.
c. Riwayat penyakit sekarang,
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam,
dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk,
bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
d. Riwayat penyakit keluarga
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
e. Pantau status cairan dan elektrolit.
f. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera
lakukan tindakan untuk mengatasinya.
g. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada
dokter).
h. Pengkajian Fisik:
1. Inspeksi: Vena leher penuh.
2. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
3. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
B1 (Breathing) :
      Takhipnea
B2 (Blood) :
      Inspeksi  : Distensi vena jugularis.
      Auskultasi : Takikardia.
B3 ( Brain ) :
      Kekacauan mental.
      Kejang.
      Sakit kepala
      Confusion
      Disorientasi
      Seizure
B4 ( Bladder )
      Penurunan volume urine
      Penurunan frekuensi berkemih
B5 ( Bowel )
      Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
      Mual dan muntah
      Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
      Kelemahan
      Letargi
      Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
      Twiching pada otot

B. Konsep Asuhan Keperawatan SIADH

1. Pengkajian Keperawatan.
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma
parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection

 Breathing dan oxygenation

 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal

 Disability-pemeriksaan neurologis singkat

 Exposure dengan kontrol lingkungan.

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary


survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar
dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, breathing, circulation, dll,
sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam
keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary
survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal
manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian
yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan
sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

1) General Impressions

 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.


 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera

 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi.

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien


antara lain:
(1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
(2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling

 Stridor atau suara napas tidak normal

 Agitasi (hipoksia)

 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements


 Sianosis

(3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan

 Perdarahan

 Gigi lepas atau hilang

 Gigi palsu

 Trauma wajah

(4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
(5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
 Chin lift / jaw thrust

 Lakukan suction (jika tersedia)

 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask


Airway
 Lakukan intubasi

Pada kasus SIADH, umumnya tidak terjadi sumbatan jalan nafas


pada pasien, sehingga airay pada pasien clear.
Masalah keperawatan: -

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
(1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

(2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
(3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
(4) Penilaian kembali status mental pasien.

(5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

(6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen

 Bag-Valve Masker

 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan


yang benar), jika diindikasikan

 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway


procedures
(7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
Pada pasien dengan kasus SIADH, Pengeluaran berlebih dari ADH
menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan
ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.Dimana akan
terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan
natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan
inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi
cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi
normal. Hal ini tentunya akan sangat berdampak pada homeostasis
cairan dan asam basa dalam tubuh. Jika tubuh mengalami gangguan
asam basa, maka bagian yang terdampak adalah ginjal dan paru-paru
baik mengalami alkalosis maupun asidosis, metabolik maupun
respiratorik. Umumnya pasien dengan SIADH juga kerap mengalami
nafas cepat (takipneu).
Masalah Keperawatan :

 Gangguan pertukaran gas


Intervensi :
 Berikan posisi semifowler dan terapi O2 sesuai kebutuhan

c) Pengkajian Circulation
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain:
(1) Cek nadi

(2) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan


dengan pemberian penekanan secara langsung.
(3) Palpasi nadi radial jika diperlukan:

 Menentukan ada atau tidaknya

 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)

 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)

 Regularity

(4) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau


hipoksia (capillary refill).
(5) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

Pada kasus SIADH, Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada


sel-sel duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitas
terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa
disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan
volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES).
Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan
meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi.
Adapun masalah keperawatan yang dapat muncul adalah :

 Hipervolemia

 Risiko ketidakseimbangan elektrolit


Intervensi :
 Berikan terapi cairan sesuai kebutuhan pasien

d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU, GCS dan pemeriksaan pupil :

(1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi


perintah yang diberikan
(2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
(3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)

(4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus


nyeri maupun stimulus verbal.
Pada kasus SIADH, Pasien biasanya mengalami hiponatremi,
sehingga air menjadi mudah memasuki sel. Ketika berada dalam sel, sel
akan membengkak. Apabila hal ini sampai menuju otak, maka hal ini
akan memicu terjadinya herniasi pada otak. Herniasi otak akan menekan
atau melakukan kompresi pada batang otak, sehingga pasien bisa
berisiko mengalami gangguan perfusi jaringan di otak dan gangguan
disabilitas.
Masalah keperawatan yang muncul :

 Risiko perfusi serebral tidak efektif


Intervensi :
 Elevasi kepala: 15-30 derajat

 Monitor MAP

e) Expose, Examine dan Evaluate


Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien
dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
C. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami
syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing
Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus
diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,
usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,


makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).
2) Pengumpulan data

Pengkajian
a) Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
b) Riwayat penyakit dahulu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita

klien,serta riwayat radiasi pada kepala.


c) Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit
kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh
atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus
apa yang sering menimbulkan kejang.
d) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit

menular.
e) Pantau status cairan dan elektrolit.
f) Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi

dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.


g) Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg

laporkan pada dokter).


h) Pengkajian Fisik:

 Inspeksi: Vena leher penuh.


 Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.

 Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia. (Doengoes, Marilyn C. 2003)

Pemeriksaan Diagnostik

 Natrium serum menurun <135 M Eq/L.


 Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi ginjal

terhadap Na. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.


 Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat

Na dan Kalium sedikit.


 Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun
 Osmolalitas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi
 Berat jenis urin : meningkat (> 1,020) bila ada SIADH.
 Prosedur khusus : tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid normal.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi – perfusi dibuktikan dengan dispnea


b. Hipervolemia beruhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

dibuktikan dengan dispnea


c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan kelebihan

volume cairan
d. Risiko perfusi serebral tidak efektif
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
dibuktikan dengan kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun,
membran mukosa pucat.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
(SLKI) (SIKI)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Definisi : keperawatan ..x.. jam (I.01014)
Kelebihan atau kekurangan diharapkan Pertukaran Gas Observasi
oksigenasi dan/atau eleminasi Pasien Meningkat □ Monitor frekuensi, irama,
karbondioksida pada membrane (L.01003) kedalaman dan upaya nafas
alveolus – kapiler. Dengan kriteria hasil : □ Monitor pola napas (seperti
Penyebab : □ PaO2 dalam batas normal bradipnea, takipnea,
□ Ketidakseimbangan
(80-100 mmHg) hiperventilasi, kussmaul,
ventilasi-perfusi □ PaCO2 dalam batas cheyne-stokes, biot, ataksik)
□ Perubahan membrane normal (35-45 mmHg) □ Monitor kemampuan batuk
alveolus – kapiler □ pH normal (7,35-7,45) efektif
Gejala dan Tanda
Mayor Subjektif □ Tidak ada dyspnea □ Monitor adanaya produksi
□ Dispnea sputum
□ Tidak ada bunyi napas
Objektif
□ PCO2 meningkat/menurun tambahan □ Monitor adanya sumbatan
□ PO2 menurun □ Tidak ada sianosis jalan napas
□ Takikardia
□ pH arteri meningkat / □ Tidak ada penurunan □ Palpasi kesimetrisan
kesadaran ekspansi paru
menurun
□ Bunyi napas tambahan □ Auskultasi bunyi napas
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif □ Monitor saturasi oksigen
□ Pusing □ Monitor nilai AGD
□ Penglihatan kabur
Objektif Terapeutik
□ Sianosis □ Atur interval pemantuan
□ Diaforesis respirasi sesuai kondisi
□ Gelisah
□ Napas cuping hidung pasien
□ Pola napas abnormal □ Dokumentasikan hasil
(cepat/lambat, pemantauan
regular/ireguler, Edukasi
dalam/dangkal) □ Jelaskan tujuan dan
□ Warna kulit abnormal
prosedur pemantauan
(mis.pucat, kebiruan)
□ Kesadaran menurun □ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Hipervolemia Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipervolemia
Definisi : keperawatan selama …..x…. (I.03114)
Peningkatan volume cairan jam diharapkan Obversasi
intravascular, interstisial, dan / Keseimbangan Cairan □ Periksa tanda dan gejala
atau intraselular Pasien Meningkat hypervolemia (mis.
Penyebab : (L.02009) Ortopnea, dyspnea, edema,
□ Gangguan mekanisme Dengan kriteria hasil : JVP/CVP meningkat, suara
regulasi □ Tekanan darah dalam napas tambahan)
□ Kelebihan asupan cairan batas normal
□ Identifikasi penyebab
□ Tidak terjadi konfusi hypervolemia
□ Kelebihan asupan natrium
□ Gangguan aliran balik vena □ Denyut nadi radial □ Monitor status hemodinamik
□ Efek agen farmakologis dalam batas normal (mis. Frekuensi jantung,
(mis. kortikosteroid, □ Edema berkurang tekanan darah, MAP, CVP,
chiorpropamide, □ Tidak terjadi ascites PAP, PCWP, CO, CI) jika
tolbutamide, vincristine, □ Turgor kulit dalam batas tersedia
□ Monitor intake dan output
tryptilinescarbamazepine) normal
cairan
Gejala dan Tanda Mayor
□ Monitor kecepatan infus
Subjektif
secara ketat
□ Ortopnea □ Monitor tanda
□ Dispnea hemokonsentrasi (mis. Kadar
□ Paroxysmal nocturnal natrium, BUN, hematocrit,
dyspnea (PND) berat jenis urine)
Objektif Terapeutik
□ Edema anasarka dan / atau □ Timbang berat badan setiap
edema perifer hari pada waktu yang sama
□ Batasi asupan cairan dan
□ Berat badan meningkat
garam
dalam waktu singkat
□ Tinggikan kepala tempat
□ Jugular Venous
tidur 30-40o
Pressure (JVP) dan /
Edukasi
atau Cental Venous
□ Anjurkan melapor jika
Pressure (CVP)
haluaran urin <0,5
meningkat
mL/kg/jam dalam 6 jam
□ Refleks hepatojugular □ Anjurkan melapor jika BB
positif bertambah >1 kg dalam
Gejala dan Tanda Minor sehari
Objektif □ Ajarkan cara mengukur dan

□ Distensi vena jugularis mencatat asupan dan

□ Terdengar suara haluaran cairan


□ Ajarkan cara membatasi
napas tambahan
cairan
□ Hepatomegaly Kolaborasi
□ Kadar Hb/Ht turun □ Kolaborasi pemberian

□ Oliguria diuretic
□ Kolaborasi penggantian
□ Intake lebih banyak dari
kehilangan kalium akibat
output (balans cairan
diuretic
positif)
□ Kongesti paru
3. Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Electrolyte Management
elektrolit keperawatan selama ...x... (I.03102)
Definisi : diharapkan Keseimbangan □ Identifikasi tanda dan gejala
Berisiko mengalami perubahan Elektrolit Pasien ketidakseimbangan kadar
kadar serum elektrolit Meningkat (L.03021) elektrolit
Faktor Risiko : □ Identifikasi penyebab
Dengan kriteri hasil :
ketidakseimbangan
□ Ketidakseimbangan cairan □ Nilai pemeriksaan
elektrolit
(mis. dehidrasi dan natrium dalam batas
□ Identifikasi kehilangan
intoksikasi air) normal
elektrolit melalui cairan
□ Kelebihan volume cairan □ Nilai pemeriksaan klorida □ Monitor kadar elektrolit
□ Gangguan mekanisme
dalam batas normal □ Monitor efek samping
regulasi (mis. diabetes)
pemberian suplemen
□ Efek samping prosedur (mis. □ Nilai pemeriksaan
kalsium dalam batas elektrolit
pembedahan)
Terapeutik
□ Diare normal
□ Berikan diet yang tepat
□ Muntah □ Nilai pemeriksaan
□ Disfungsi ginjal (mis. Tinggi kalium, rendah
□ Disfungsi regulasi endokrin magnesium dalam batas
natrium)
normal □ Pasang akses intravena
□ Nilai pemeriksaan fosfor □ Anjurkan pasien dan

dalam batas normal keluarga untuk


modifikasi Edukasi
□ Nilai pemeriksaan klorida □ Jelaskan jenis, penyebab dan
dalam batas normal penanganan
□ Nilai pemeriksaan kalium kedidakseimbangan
dalam batas normal elektrolit
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit sesuai
indikasi

4. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan


efektif keperawatan selama ...x... Tekanan Intrakranial
Definisi : jam diharapkan Perfusi (I.06194)
Berisiko mengalami penurunan
Serebral pasien Meningkat Observasi
sirkulasi darah ke otak
Faktor Risiko: (L.02014) □ Identifikasi penyebab
□ Keabnormalan masa □ Tekanan darah (sistolik peningkatan TIK (mis.
protrombin dan/atau masa dan diastolik) dalam Lesi, gangguan
tromboplastin parsial batas normal metabolism, edema
□ Penurunan kinerja □ MAP dalam batas normal serebral)
□ Sakit kepala Monitor tanda dan
ventrikel kiri □
□ Aterosklerosis aorta berkurang/hilang gejala/peningkatan TIK
□ Diseksi arteri □ Tidak gelisah
□ Fibrilasi atrium □ Tidak mengalami (mis. Tekanan darah
□ Tumor otak meningkat, tekanan nadi
□ Stenosis karotis penurunan kesadaran
□ Miksoma atrium melebar, bradikardi, pola
□ Aneurisma serebri napas ireguler, kesadaran
□ Koagulopati (mis. anemia
menurun)
sel sabit)
□ Dilatasi kardiomiopati □ Monitor MAP, CVP,
□ Koagulasi intravaskuler PAWP, PAP, ICP, CPP
diseminata □ Monitor status
□ Embolisme
□ Cedera kepala pernapasan
□ Hiperkolesteronemia □ Monitor intake dan
□ Hipertensi
□ Endoskarditis infektif output cairan
□ Katup prostetik mekanis Terapeutik
□ Stenosis mitral
□ Neoplasma otak □ Berikan posisi semi
□ Infark miokard akut fowler
□ Sindrom sick sinus
□ Penyalahgunaan zat □ Cegah teejadinya kejang
□ Terapi tombolitik □ Hindari pemberian
□ Efek samping tindakan
cairan IV hipotonik
(mis. tindakan operasi by
pass)

5. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (I03119)


Definisi : □ Kaji adanya alergi makanan
keperawatan selama … x
□ Identifikasi status nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup … jam, diharapkan Status
□ Monitor berat badan
untuk memenuhi kebutuhan
Nutrisi Pasien Membaik □ Monitor asupan makanan
metabolism □ Monitor hasil pemeriksaan
(L.03030):
Penyebab : laboratorium
Dengan kriteria hasil :
□ Ketidakmampuan menelan □ IMT pasien dalam Terapeutik
makanan □ Berikan makanan tinggi serat
batas normal
□ Ketidakmampuan untuk mencegah konstipasi
□ Nafsu makan paasien
□ Berikan makanan tinggi
mencerna makanan membaik kalori dan protein
□ Ketidakmampuan □ Frekuensi makan
mengabsorbsi nutrient pasien meningkat
□ Peningkatan kebutuhan □ Bising usus pasien
metabolism dalam batas normal
 Factor ekonomi (mis.  Porsi makanan yang
finansial tidak mencukupi) dihabiskan meningkat
 Factor psikologis (mis.
stress, keengganan untuk
makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Objektif :
 Berat badan menurun
minimal 10% di bawah
rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
 Cepat kenyang setelah
makan
 Kram / nyeri abdomen
 Nafsu makan menurun
Objektif :
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare

4. Implementasi
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi
( Bodansky & Latner, 1975).
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang


ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan
adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.

Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan
cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai
konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala- gejala dapat
diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan
hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
Rencana non farmakologi

a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)

b. Pembatasan sodium Rencana farmakologi.


c. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah

d. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin

e. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun

f. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik


saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan
peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload)
cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif.
5. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan
keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.

Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus
menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi
tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang
dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian
tujuan jangka panjang. Komponen
tahapan evaluasi :
a. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan
datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum
tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan
keperawatan.
b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil

dapat terjadi di seluruh proses keperawatan.


1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap

tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan

tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.

c. Evaluasi dengan method SOAP


- S: subjektif, berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien
- O: Objektif, apa yang tampak dan dapat diamati
- A: Assesment, masalah keperawatan yang muncul
P: Planning, rencana keperawatan yang akan diberikan
selanjutnya.

D. Tren Dan Isu SIADH


1. SIADH pada Covid 19

a. Introduction

Hiponatremia adalah gangguan hidro elektrolitik yang paling umum dalam

praktek klinis. Koeksistensi hiponatremia dan Infeksi Covid-19 telah dilaporkan

dalam penelitian terbaru, tetapi kemungkinan mekanisme patofisiologis yang

mendasarinya belum dijelaskan dengan jelas.

SIADH merupakan penyebab penting hiponatremia. Sebagai tambahannya

riwayat kesehatan lengkap dan pemeriksaan fisik, untuk mengkonfirmasi diagnosis

SIADH, tes darah dan urin perlu dilakukan untuk mengukur natrium, kalium, dan

osmolalitas (konsentrasi larutan dalam darah dan urin).

Memahami etiologi dari hyponatremia ini sangat penting bagi pasien Covid-19

karena mereka membutuhkan resusitasi cairan yang hati-hati dan konservatif untuk

menghindari memperburuk distres pernapasan yang mendasari dan peradangan.

b. Kasus yang di temukan

Seorang laki-laki berusia 66 tahun dengan riwayat penyakit Diabetes,

Hipertensi, Penyakit Jantung Iskemik dan Hipotiroidisme ditandai dengan demam,

anosmia, dan kelemahan umum. Terdapat danda dan gejala Covid 19. Swab

nasofaring PCR SARS-CoV-2 didapatkan positif.


Temuan laboratorium mengungkapkan natrium serum 105mmol/L (136-

145mmol/L), kreatinin serum adalah 1,07mg/dl (0,72-1,25mg/dl), urea darah

40mg/dl (17-43mg/dl), peningkatan jumlah sel darah putih 16.910^3/µl (rentang

normal 4-11) dengan leukositosis neutrofilik 89,9% (40-75) dan limfopenia dari

4,6% (20-50), hormon perangsang tiroid ditemukan normal. Rontgen dada

mengungkapkan infiltrasi merata pada keduanya paru-paru (Gbr:A). EKG tidak

menunjukkan kelainan yang berarti. CT scan kepala biasa-biasa saja. Natrium urin

38.0mEq/L, osmolalitas serum 200mOsm/kg dan osmolalitas urin 287,0 mOsm/kg.

Karena semua pemeriksaan lain untuk hiponatremia tidak signifikan, ia didiagnosis

sebagai SIADH karena Covid Pneumonia

c. Diskusi kasus

Pasien dengan hiponatremia biasanya datang dengan mual, malaise,

kebingungan, lesu, sakit kepala, kejang dan koma (dalam kasus yang parah). Padahal,

pasien dengan stroke hadir umumnya dengan kelemahan dan tanda-tanda neurologis

fokal defisit.

Ada beberapa laporan kasus tentang pneumonia Covid-19 terkait SIADH di

seluruh dunia. Dalam salah satu studi kasus seorang laki-laki paruh baya, 58 tahun,

didiagnosis dengan SIADH yang membaik dengan pembatasan cairan saja. Dalam

studi ini tiga kasus dibahas di antara yang satu memiliki presentasi dengan sakit perut

sebagai keluhan utama sisanya memiliki kesamaan gejala konstitusional. Studi kasus

lain juga dibahas sekitar 80 tahun wanita yang memiliki beberapa malaise dan

dyspnea dan seorang laki-laki berusia 62 tahun dengan batuk dan demam. Keduanya

pasien positif Covid-19 dan kemudian dikonfirmasi ke memiliki SIADH. Seorang


pria berusia 37 tahun memiliki presentasi serupa dijelaskan dalam studi kasus lain,

dia dikonfirmasi untuk memiliki SIADH.

d. Hasil

Hiponatremia terkait dengan SIADH pada Covid-19 pneumonia adalah

asosiasi / komplikasi yang baru muncul dari infeksi virus ini. SIADH mungkin

menjadi salah satu penyebab hiponatremia pada pasien yang dirawat di rumah sakit

selama Pneumonia Covid-19. Namun perlu untuk mendiagnosis penyebab pasti

hiponatremia untuk mengobatinya dengan benar kelompok pasien, mengurangi

durasi tinggal di rumah sakit dan mencegah kematian. Studi lebih lanjut diperlukan

untuk menentukan keterkaitan Covid-19 dengan SIADH.

e. Sumber

Shamarukh, K., Rahman, S., Chy, U. K., Sultana, A., & Faruq, M. O. (2020). SIADH

in COVID 19 infection, an association or cause: A case report. Bangladesh

Critical Care Journal, 8(2), 126–128. https://doi.org/10.3329/bccj.v8i2.50033


BAB III

A. KESIMPULAN

Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) adalah keadaan


yang disebabkan oleh skeresi hormone antidiuretic (ADH) berlebih atau sering juga disebut
syndrome yang mempengaruhi keseimbangan air dan mineral pada tubuh khususnya sodium.
ADH adalah substansi yang diproduksi secara alami oleh hypothalamus dan
dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. Hormone ini menggontrol jumlah air dalam tubuh yang
dibuang melalui urine.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki
gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi
idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri
sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian
SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada
anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit dan
kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesembuhannya

B. SARAN

Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita dalam memahami
penanganan kegawatdaruratan pada kasus Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
secretion (SIADH) . Sehingga kedepan nanti kita bisa bekerja dengan baik, dan dapat
menerapkan asuhan keperawatan ini. Sehingga kita bisa memberikan keperawatan yang baik
kepada pasien.
Daftar Pustaka

Shamarukh, K., Rahman, S., Chy, U. K., Sultana, A., & Faruq, M. O. (2020). SIADH in COVID 19
infection, an association or cause: A case report. Bangladesh Critical Care Journal, 8(2), 126–
128. https://doi.org/10.3329/bccj.v8i2.50033

Anda mungkin juga menyukai