DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya dan tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Konsep Dasar dan
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Fraktur Femur ” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat Musculo skeletal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan baik tulisan
maupun informasi yang ada di dalamnya. Kami berterima kasih kepada Bapak Ismansyah,
S.Kep., M.Kep atas bimbingannya dalam menulis dan menyusun makalah ini, sehingga
penulis dapat membuat makalah sesuai dengan kaidah dalam membuat makalah.
Makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, kami sangat mengharapkan
kepada para pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kebaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat selalu
bermanfaat bagi pembaca dan atas kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf.
Terakhir tidak lupa kami mengucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keseimbangan cairan tubuh sangat tergantung dari asupan air melalui
rangsang haus dan pengeluarannya melalui urin, secara hormonal hal ini diatur oleh
arginin vasopresin (AVP) sebagai ‘hormon anti diuretik’. SIADH (Syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone secretion) adalah sindrom yang mekanismenya
berlawanan dengan hal tersebut, karena gagalnya keluaran air bebas melalui urin,
kepekatan urin terganggu, hiponatremia, hipoosmolalitas dan natriuresis. Dari
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan pengertian SIADH adalah suatu keadaan
dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135 mEq/L.
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang, survey NIH,
AS) yang berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari
200.000 penduduk AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak sering menyertai
kondisi pasien dengan hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka insiden
yang pasti sulit diketahui, karena penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada
kondisi lain berhubungan dengan gejala efek samping obat atau lesi pada paru atau
sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung
memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan
hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia.
Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau
bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia.
Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang
berkorelasi dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi
cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah
asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion (SIADH)?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasara dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian SIADH
b. Untuk mengetahui Algoritma
c. Untuk mengetahui Etiologi
d. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis
e. Untuk mengetahui Patofisiologi
f. Untuk mengetahui Pathway
g. Pemeriksaan diagnostic
h. Untuk mengetahui Komplikasi
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan dan menambahkan pengetahuan serta
wawasan baru mengenai Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion
(SIADH). Selain itu juga dapat menjadi sumber baru untuk penulisan makalah
selanjutnya.
2. Manfaat praktis
Makalah ini ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan praktik klinik gawat darurat
khususnya jika menemui pasien darurat dengan Syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion (SIADH).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) adalah keadaan
yang disebabkan oleh skeresi hormone antidiuretic (ADH) berlebih atau sering juga disebut
syndrome yang mempengaruhi keseimbangan air dan mineral pada tubuh khususnya sodium.
ADH adalah substansi yang diproduksi secara alami oleh hypothalamus dan
dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. Hormone ini menggontrol jumlah air dalam tubuh yang
dibuang melalui urine.
Hiponatermia merupakan kondisi dimana kadar natrium serum kurang dari normal
(kurang dari 135 mEq/L atau 135 mmol/L). Konsentrasi natrium plasma menggambarkan
rasio natrium tubuh total terhadap air tubuh total. Penurunan rasio ini dapat terjadi dari
kuantitas natrium tubuh total yang rendah dengan penurunan yang lebih sedikit pada air
tubuh total, kandungan natrium tubuh total yang normal dengan air tubuh total yang
berlebihan dan natrium tubuh total yang jauh lebih berlebihan dengan air tubuh total yang
jauh lebih berlebihan. Meskipun demikian keadaan hiponatermia dapat menyertai kekurangan
volume cairan atau kelebihan volume cairan (Smeltzer dan Bare, 2010).
2. Algoritma
Pemeriksaan fisik :
1. B1 (breathing) : Takipnea
2. B2 (Blood) : Inspeksi :distensi Pemeriksaan penunjang :
vena jugularis,vena leher penuh ,
1. Natrium serum menurun (<
twitching pada otot auskultasi :
135mEq/L)
Kardiovaskuler : takikardi
2. Osmolalitas serum >275 mOsm/kg
3. B3 (brain) : kekacauan mental,
3. Osmolalitas urine > 100 mOsm/kg
kejang, sakit kepala,
4. Meninggkatnya kadaar Na+ >20
kebingungaan
mmol/L
4. B4 (Blader) : penurunan volume
5. Klorida/bikarbonat serum
urin dan frekuensi berkemih
6. Kalium serum menurun
5. B5 (Bowel) : Mobilitas
7. Berat jenis urin : meninggkat (>1020)
Gastrointestinal menurun (mual
muntah)
6. B6 ( Bone ) : Kelemahan , letargi
Gejala ringan :
Gejala sedang : Gejala berat :
1. Anoreksia
2. Sakit kepala 1. Kram otot 1. Kejang
3. Letargi 2. Kebingungan 2. Hemiplegai
4. Kebingungaan 3. Kelemahan otot 3. Somnolen
4. Mual muntah 4. Koma
Gejala ringan Akut <48 Kronis
Dan sedang jam >48 jam
Gejala
1. Pembatasan cairan dengan berat
restriksi cairan 500 ml lebih
rendah dari urine output
termasuk cairan yang
berasal dari makanan
2. Perbatasan cairan yang 1. Demcclocycline diberikan secara
mamapu meninggkatkan oral dengan dosis 150-300 mg.
natrium serum 3-4x sehari
2. Fludocortison diberikan secara
oral dengan dosis 0,05-0,2 mg.
1. Berikan infus hypertonic saline = 0.05 mL/kgBB/jam.
2x sehari
2. Jika disertai gejala yang berat segera berikan infus hipertonik salin
(5%),sebanyak 200-300 ml, selama 3-4 jam
3. Hati-hati resiko infus salin menyebabkan CPM (Central Pontine
Myelinolysis)
4. Untuk meminimalisasi resiko CPM berikan infus hipertonik salin
(3%) dengan kecepatan < 0,05 mL/kgBB/menit,bersamaan
penggunaan furesemide 20mg IV
5. Monitor natrium serum setiap 2 jam, tujuan terapi untuk
meningkatkan natrium serum
6. Stop infus hipertonik salin jika natrium serum sudah meninggkat.
Jika memburuk
Kadar natrium plasma normal emergency medikasi
Penyuluhan Kesehatan
Discharge planing
Pada pasien SIADH
3. Etiologi
SIADH dapat disebabkan oleh banyak hal. Penyebab langsung adalah :
1. penggaruh dari hypothalamus otak, yang membuat fungsi hormone ADH.
2. Beberapa tipe tumor ganas seperti kanker paru-paru dan penyakit paru kronis dapat
menyebabkan tubuh untuk memproduksi lebih banyak ADH.
3. Penyakit jantung seperti tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan SIADH
Dan kasus lainnya seperti dibawah ini:
1. Kelebihan vasopressin
2. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.
3. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan
ocytocin)
4. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
5. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat
mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
6. Cidera Kepala
7. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
8. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
c. Tricilyc (antidepresan)
9. Meningitis
10. Kelebihan ADH
Faktor Pencetus :
1. Trauma Kepala
2. Meningitis.
3. Ensefalitis.
4. Neoplasma.
5. Cedera Serebrovaskuler.
6. Pembedahan.
7. Penyakit Endokrin.
Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik seperti
pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjangan, berhubungan dengan
penurunan volume ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara
berlebihan. Hiponatermia juga disebabkan karena beberapa penyakit ginjal yang
menyebabkan glomerulus dan tubulus ginjal, penyakit Addison, serta retensi air yang
berlebihan over-hidrasi (hipo-osmotik) akibat hormone anti diuretic (Yaswir dan Ferawati,
2012).
4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2010) Penatalaksanaan medis hiponatermia terdiri
dari :
1. Penggantian Natrium
Pengobatan yang paling nyata dari hiponatermia adalah pemberian natrium yang hati-
hati. Pemberian ini mungkin diberikan melalui oral dengan nasogastrik atau secara
parentral. Bagi pasien yang mampu makan atau minum penggantian natrium dapat
dengan mudah dilakukan, karena natrium banyak terdapat dalam diet normal. Untuk
pasien yang tidak mampu menerima natrium pernormal, Larutan Ringer Laktat atau
saline isotonis (0,9% natrium klorida) mungkin diberikan.
Pada SIADH, saline yang hipertonis saja tidak dapat merubah konsentrasi natrium
plasma. Natrium yang berlebihan akan dieksresikan dengan cepat dalam urin yang sangat
pekat. Dengan tambahan furosemid (Lasix) urin tidak pekat dan urin isotonis
dieksresikan dan mencapai suatu perubahan dalam keseimbangan air.
2. Pembatasan air
Jika hiponatermia terjadi pada pasien dengan volume cairan normal atau berlebihan,
pengobatan pilihannya adalah pembatasan air. Hal ini jauh lebih aman dibandingkan
pemberian natrium dan biasanya cukup efektif.
5. Patofisiologi
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk
meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air
tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan
menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.Dimana
akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam
urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum
menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan
mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan
osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme patofisiologi yang
bertanggung jawab akan SIADH , yaitu
1. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh
kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien yang
mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya
tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis ,
yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan . bermacam-macam
obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH . obat-obat tersebut termasuk
nikotin , transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid , obat-
obat hipoglikemia, asetominofen , isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin,
siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.
6. Pathway
Sakit kepala, Demam, Mual dan Muntah dan Kejang (kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah, sifat
timbulnya dan hal yang menyebabkan kejang)
Gejala Sedang :
Gejala Ringan : Gejala berat :
Kebingungan
Anoreksia Kram otot Kejang
Sakit kepala Kelemahan otot Hemiplegia
Letargi Ataksia Samnolen
Kebingungan Mual
Koma
Muntah
Halusinasi
Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH
tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan
pemeriksaan tingka osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan
tes kapasitas pengisian cairan:
9. Komplikasi
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal urea
dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah. Penurunan kadar urea sering
dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah
asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone
antidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload tipe hipotonik
Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak mirip.
Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas dan sulit
dibedakan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
b. Riwayat penyakit dahulu.
adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,serta riwayat
radiasi pada kepala.
c. Riwayat penyakit sekarang,
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam,
dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk,
bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
d. Riwayat penyakit keluarga
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
e. Pantau status cairan dan elektrolit.
f. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera
lakukan tindakan untuk mengatasinya.
g. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada
dokter).
h. Pengkajian Fisik:
1. Inspeksi: Vena leher penuh.
2. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
3. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
B1 (Breathing) :
Takhipnea
B2 (Blood) :
Inspeksi : Distensi vena jugularis.
Auskultasi : Takikardia.
B3 ( Brain ) :
Kekacauan mental.
Kejang.
Sakit kepala
Confusion
Disorientasi
Seizure
B4 ( Bladder )
Penurunan volume urine
Penurunan frekuensi berkemih
B5 ( Bowel )
Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
Mual dan muntah
Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
Kelemahan
Letargi
Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
Twiching pada otot
1. Pengkajian Keperawatan.
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma
parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
1) General Impressions
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi.
Agitasi (hipoksia)
(3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi palsu
Trauma wajah
(4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
(5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
Chin lift / jaw thrust
(2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
(3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
(4) Penilaian kembali status mental pasien.
(6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
c) Pengkajian Circulation
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain:
(1) Cek nadi
Regularity
Hipervolemia
Monitor MAP
Pengkajian
a) Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
b) Riwayat penyakit dahulu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita
menular.
e) Pantau status cairan dan elektrolit.
f) Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi
Pemeriksaan Diagnostik
2. Diagnosa Keperawatan
volume cairan
d. Risiko perfusi serebral tidak efektif
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
dibuktikan dengan kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun,
membran mukosa pucat.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
(SLKI) (SIKI)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Definisi : keperawatan ..x.. jam (I.01014)
Kelebihan atau kekurangan diharapkan Pertukaran Gas Observasi
oksigenasi dan/atau eleminasi Pasien Meningkat □ Monitor frekuensi, irama,
karbondioksida pada membrane (L.01003) kedalaman dan upaya nafas
alveolus – kapiler. Dengan kriteria hasil : □ Monitor pola napas (seperti
Penyebab : □ PaO2 dalam batas normal bradipnea, takipnea,
□ Ketidakseimbangan
(80-100 mmHg) hiperventilasi, kussmaul,
ventilasi-perfusi □ PaCO2 dalam batas cheyne-stokes, biot, ataksik)
□ Perubahan membrane normal (35-45 mmHg) □ Monitor kemampuan batuk
alveolus – kapiler □ pH normal (7,35-7,45) efektif
Gejala dan Tanda
Mayor Subjektif □ Tidak ada dyspnea □ Monitor adanaya produksi
□ Dispnea sputum
□ Tidak ada bunyi napas
Objektif
□ PCO2 meningkat/menurun tambahan □ Monitor adanya sumbatan
□ PO2 menurun □ Tidak ada sianosis jalan napas
□ Takikardia
□ pH arteri meningkat / □ Tidak ada penurunan □ Palpasi kesimetrisan
kesadaran ekspansi paru
menurun
□ Bunyi napas tambahan □ Auskultasi bunyi napas
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif □ Monitor saturasi oksigen
□ Pusing □ Monitor nilai AGD
□ Penglihatan kabur
Objektif Terapeutik
□ Sianosis □ Atur interval pemantuan
□ Diaforesis respirasi sesuai kondisi
□ Gelisah
□ Napas cuping hidung pasien
□ Pola napas abnormal □ Dokumentasikan hasil
(cepat/lambat, pemantauan
regular/ireguler, Edukasi
dalam/dangkal) □ Jelaskan tujuan dan
□ Warna kulit abnormal
prosedur pemantauan
(mis.pucat, kebiruan)
□ Kesadaran menurun □ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Hipervolemia Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipervolemia
Definisi : keperawatan selama …..x…. (I.03114)
Peningkatan volume cairan jam diharapkan Obversasi
intravascular, interstisial, dan / Keseimbangan Cairan □ Periksa tanda dan gejala
atau intraselular Pasien Meningkat hypervolemia (mis.
Penyebab : (L.02009) Ortopnea, dyspnea, edema,
□ Gangguan mekanisme Dengan kriteria hasil : JVP/CVP meningkat, suara
regulasi □ Tekanan darah dalam napas tambahan)
□ Kelebihan asupan cairan batas normal
□ Identifikasi penyebab
□ Tidak terjadi konfusi hypervolemia
□ Kelebihan asupan natrium
□ Gangguan aliran balik vena □ Denyut nadi radial □ Monitor status hemodinamik
□ Efek agen farmakologis dalam batas normal (mis. Frekuensi jantung,
(mis. kortikosteroid, □ Edema berkurang tekanan darah, MAP, CVP,
chiorpropamide, □ Tidak terjadi ascites PAP, PCWP, CO, CI) jika
tolbutamide, vincristine, □ Turgor kulit dalam batas tersedia
□ Monitor intake dan output
tryptilinescarbamazepine) normal
cairan
Gejala dan Tanda Mayor
□ Monitor kecepatan infus
Subjektif
secara ketat
□ Ortopnea □ Monitor tanda
□ Dispnea hemokonsentrasi (mis. Kadar
□ Paroxysmal nocturnal natrium, BUN, hematocrit,
dyspnea (PND) berat jenis urine)
Objektif Terapeutik
□ Edema anasarka dan / atau □ Timbang berat badan setiap
edema perifer hari pada waktu yang sama
□ Batasi asupan cairan dan
□ Berat badan meningkat
garam
dalam waktu singkat
□ Tinggikan kepala tempat
□ Jugular Venous
tidur 30-40o
Pressure (JVP) dan /
Edukasi
atau Cental Venous
□ Anjurkan melapor jika
Pressure (CVP)
haluaran urin <0,5
meningkat
mL/kg/jam dalam 6 jam
□ Refleks hepatojugular □ Anjurkan melapor jika BB
positif bertambah >1 kg dalam
Gejala dan Tanda Minor sehari
Objektif □ Ajarkan cara mengukur dan
□ Oliguria diuretic
□ Kolaborasi penggantian
□ Intake lebih banyak dari
kehilangan kalium akibat
output (balans cairan
diuretic
positif)
□ Kongesti paru
3. Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Electrolyte Management
elektrolit keperawatan selama ...x... (I.03102)
Definisi : diharapkan Keseimbangan □ Identifikasi tanda dan gejala
Berisiko mengalami perubahan Elektrolit Pasien ketidakseimbangan kadar
kadar serum elektrolit Meningkat (L.03021) elektrolit
Faktor Risiko : □ Identifikasi penyebab
Dengan kriteri hasil :
ketidakseimbangan
□ Ketidakseimbangan cairan □ Nilai pemeriksaan
elektrolit
(mis. dehidrasi dan natrium dalam batas
□ Identifikasi kehilangan
intoksikasi air) normal
elektrolit melalui cairan
□ Kelebihan volume cairan □ Nilai pemeriksaan klorida □ Monitor kadar elektrolit
□ Gangguan mekanisme
dalam batas normal □ Monitor efek samping
regulasi (mis. diabetes)
pemberian suplemen
□ Efek samping prosedur (mis. □ Nilai pemeriksaan
kalsium dalam batas elektrolit
pembedahan)
Terapeutik
□ Diare normal
□ Berikan diet yang tepat
□ Muntah □ Nilai pemeriksaan
□ Disfungsi ginjal (mis. Tinggi kalium, rendah
□ Disfungsi regulasi endokrin magnesium dalam batas
natrium)
normal □ Pasang akses intravena
□ Nilai pemeriksaan fosfor □ Anjurkan pasien dan
4. Implementasi
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi
( Bodansky & Latner, 1975).
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan
cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai
konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala- gejala dapat
diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan
hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
Rencana non farmakologi
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus
menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi
tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang
dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian
tujuan jangka panjang. Komponen
tahapan evaluasi :
a. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan
datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum
tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan
keperawatan.
b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil
tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
a. Introduction
SIADH, tes darah dan urin perlu dilakukan untuk mengukur natrium, kalium, dan
Memahami etiologi dari hyponatremia ini sangat penting bagi pasien Covid-19
karena mereka membutuhkan resusitasi cairan yang hati-hati dan konservatif untuk
anosmia, dan kelemahan umum. Terdapat danda dan gejala Covid 19. Swab
normal 4-11) dengan leukositosis neutrofilik 89,9% (40-75) dan limfopenia dari
menunjukkan kelainan yang berarti. CT scan kepala biasa-biasa saja. Natrium urin
c. Diskusi kasus
kebingungan, lesu, sakit kepala, kejang dan koma (dalam kasus yang parah). Padahal,
pasien dengan stroke hadir umumnya dengan kelemahan dan tanda-tanda neurologis
fokal defisit.
seluruh dunia. Dalam salah satu studi kasus seorang laki-laki paruh baya, 58 tahun,
didiagnosis dengan SIADH yang membaik dengan pembatasan cairan saja. Dalam
studi ini tiga kasus dibahas di antara yang satu memiliki presentasi dengan sakit perut
sebagai keluhan utama sisanya memiliki kesamaan gejala konstitusional. Studi kasus
lain juga dibahas sekitar 80 tahun wanita yang memiliki beberapa malaise dan
dyspnea dan seorang laki-laki berusia 62 tahun dengan batuk dan demam. Keduanya
d. Hasil
asosiasi / komplikasi yang baru muncul dari infeksi virus ini. SIADH mungkin
menjadi salah satu penyebab hiponatremia pada pasien yang dirawat di rumah sakit
durasi tinggal di rumah sakit dan mencegah kematian. Studi lebih lanjut diperlukan
e. Sumber
Shamarukh, K., Rahman, S., Chy, U. K., Sultana, A., & Faruq, M. O. (2020). SIADH
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita dalam memahami
penanganan kegawatdaruratan pada kasus Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
secretion (SIADH) . Sehingga kedepan nanti kita bisa bekerja dengan baik, dan dapat
menerapkan asuhan keperawatan ini. Sehingga kita bisa memberikan keperawatan yang baik
kepada pasien.
Daftar Pustaka
Shamarukh, K., Rahman, S., Chy, U. K., Sultana, A., & Faruq, M. O. (2020). SIADH in COVID 19
infection, an association or cause: A case report. Bangladesh Critical Care Journal, 8(2), 126–
128. https://doi.org/10.3329/bccj.v8i2.50033