Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Pembimbing:
dr. Muhammad Arief Adibrata, Sp.OG., M.Ked.Klin

Oleh:
Nike Aprilia 200702110008

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI...........................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Definisi...............................................................................................................3
2.2 Klasifikasi..........................................................................................................3
2.3 Faktor Risiko......................................................................................................3
2.4 Epidemiologi......................................................................................................4
2.5 Etiologi...............................................................................................................5
2.6 Patofisiologi.......................................................................................................6
2.7 Diagnosis............................................................................................................8
2.8 Diagnosis Banding.............................................................................................9
2.9 Tatalaksana.........................................................................................................9
2.10 Komplikasi.....................................................................................................12
2.11 Prognosis........................................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS...............................................................................14
3.1 Identitas Pasien.................................................................................................14
3.2 Subjektif...........................................................................................................14
3.3 Objektif............................................................................................................15
3.4 Assesment........................................................................................................16
3.5 Planning............................................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................18
BAB V PENUTUP................................................................................................20
5.1 Kesimpulan......................................................................................................20
5.2 Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1...........................................................................................................................7
Gambar 2...........................................................................................................................7
Gambar 3.........................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) merupakan suatu keadaan dimana pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum kehamilan 37
minggu di sebut dengan kehamilan prematur. Pecahnya selaput ketuban dapat di
duga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstrasel amino dan apoptosis membran janin yang dapat meningkatkan
angkat kematian ibu dan anak (Lowing, 2015).
Menurut WHO tahun 2016, kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua
kelahiran. KPD preterm 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi
pada kehamilan aterm. Adapun 30-40% kasus ketuban pecah dini merupakan
penyebab kelahiran prematur.
KPD merupakan masalah penting dalam ilmu obstetri, karena berkaitan
dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan
maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin,
sehingga hal ini dapat meningkatkan masalah kesehatan di Indonesia
(Prawirohardjo, 2020).
Survei demografi dan kesehatan Indonesia SDKI (2017) menjelaskan
bahwa penyebab langsung kematian ibu oleh karena infeksi sebesar 40% dari
seluruh kematian. Data di Jawa Timur penyebab kematian ibu yaitu 29,35%
karena pendarahan, 27,27% karena preeklamsi, 6,06 karena infeksi dan sisanya
karena faktor yang lainnya.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada
kehamilan preterm. Pasien lain yang juga berisiko adalah pasien dengan status
sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai riwayat infeksi menular seksual,
memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan
sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan
kehamilan multipel dan polihidramnion) (POGI, 2016).
Tampaknya tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi
atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm. Penurunan

1
jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi
KPD preterm. Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat.
Manajemen KPD bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan
dan penilaian risiko relatif persalinan preterm versus manajemen ekspektatif.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan mengenai risiko serta faktor-faktor
yang mempengaruhi, diharapkan tenaga kesehatan memahami terkait KPD. Oleh
karena itu, dibuatlah referat ini untuk mengetahui secara menyeluruh tentang
definisi, klasifikasi, faktor risiko, penyebab, mekanisme terjadinya, diagnosis,
tatalaksana hingga komplikasi KPD yang dibahas dalam suatu laporan kasus.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah definisi, klasifikasi, faktor risiko, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan
prognosis KPD?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi, klasifikasi, faktor risiko, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan
prognosis KPD.

1.4 Manfaat
1.4.1 Referat ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran mengenai KPD bagi
tenaga kesehatan maupun yang lainnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of
membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau
preterm premature rupture of membranes (PPROM) (Dayal dan Hong, 2021; The
American College of Obstetricians and Gynecologists, 2016; POGI, 2016).

2.2 Klasifikasi
Menurut POGI (2016), KPD diklasifikasikan menjadi dua kelompok:
 KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada
usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah
pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34
minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34
minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada
berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering
digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu.
 KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥
37 minggu.

2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko untuk terrjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD) menurut
Prawiroharjdo (2020) adalah:
 Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;

3
 Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD menurut POGI (2016):
 Khususnya pada kehamilan preterm, pasien berkulit hitam memiliki risiko
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien kulit putih.
 Pasien dengan status sosioekonomi rendah.
 Perokok.
 Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
 Memiliki riwayat persalinan prematur.
 Riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya.
 Perdarahan pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan
kehamilan multipel dan polihidramnion).
 Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD aterm antara lain
sirklase dan amniosentesis.
 Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD
preterm.
 Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan
faktor predisposisi KPD preterm.

2.4 Epidemiologi
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi pada terjadi
pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan
kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran
prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981 (POGI, 2016).
Pada aterm, PROM mempersulit sekitar 8% kehamilan. PPROM
memperumit sekitar 1% persalinan secara keseluruhan, dan ini dua kali lipat lebih
sering terjadi pada orang Afrika-Amerika (Dayal dan Hong, 2021).

4
2.5 Etiologi
Pecahnya membran akibat dari berbagai faktor yang pada akhirnya
menyebabkan melemahnya membran dipercepat. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan sitokin lokal, ketidakseimbangan interaksi antara matriks
metaloproteinase dan penghambat jaringan matriks metaloproteinase, peningkatan
aktivitas kolagenase dan protease, dan faktor lain yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrauterin (The American College of Obstetricians and
Gynecologists, 2016).
Infeksi intraamniotik telah terbukti umumnya terkait dengan KPD
prematur, terutama pada usia kehamilan dini. Meskipun masing-masing faktor
risiko ini dikaitkan dengan KPD prematur, sering terjadi tanpa adanya faktor
risiko yang diketahui atau penyebab yang jelas (The American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2016).
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia
yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis
membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti
infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas "matrix
degrading enzym" (Prawiroharjdo, 2020).
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
urerus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya
faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina
(Prawiroharjdo, 2020).

5
2.6 Patofisiologi
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor
jaringan spesifik dan inhibitor protease (Prawiroharjdo, 2020).
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada
penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi
KPD. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah (Prawiroharjdo, 2020).
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir
terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada
kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. KPD pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar
dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta (Prawiroharjdo, 2020).

6
Gambar 1. Skema Representasi Struktur Selaput Ketuban.
Sumber: Mechanisms of Disease: Premature Rupture of The Fetal Membranes, 2014.

Gambar 2. Skema Diagram dari Berbagai Macam Mekanisme yang Dapat Menyebabkan KPD
atau KPD prematur.
Sumber: Mechanisms of Disease: Premature Rupture of The Fetal Membranes, 2014.

7
2.7 Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm
harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua
pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat
memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan yang perlu
dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan (POGI, 2016).
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi, taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya (POGI, 2016).
Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi
sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus.
Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang harus
dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya
prolaps tali pusat (POGI, 2016).
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah
janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Tentukan ada tidaknya infeksi,
seperti bila suhu ibu lebih dari 38 C serta air ketuban keruh dan berbau. Janin
yang mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan
tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang
teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan) (Prawiroharjdo, 2020).
• Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks
cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak
adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah
sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan

8
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia
gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin (POGI, 2016).
• Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis
KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin
(dengan tes lakmus merah menjadi biru) dan tes fern dapat dipertimbangkan.
Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1 (IGFBP-1)
sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi
vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga dapat
dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi infeksi
neonatus pada KPD preterm (POGI, 2016). Leukosit darah > 15.000/mm3
(Prawiroharjdo, 2020).

2.8 Diagnosis Banding


Menurut Dayal dan Hong (2021), diagnosis banding KPD yakni:
 Crohn's disease
 Lower urinary tract infection
 Rectovaginal fistula
 Urinary incontinence
 Urogenital tract trauma or surgery
 Vaginal douches
 Vaginitis
 Vesicovaginal fistula

2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (Prawiroharjdo, 2020):
 Pastikan diagnosis
 Tentukan umur kehamilan
 Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
 Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.

9
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina
yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. Diagnosis KPD
prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum uteri.
Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5; bila ada cairan ketuban
pHnya sekitar 7,1 - 7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikkan pH vagina
(Prawiroharjdo, 2020).
Dengan pemeriksaan ultrasound adanya KPD dapat dikonfirmasikan
dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya ketuban pecah
dapat diragukan serviks. Penderita dengan kemungkinan KPD harus masuk rumah
sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar,
pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif,
korioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi. Bila KPD pada kehamilan
prematur, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif (Prawiroharjdo, 2020).
Secara umum penatalaksanaan pasien KPD yang tidak dalam persalinan
serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia
kehamilan.
 Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu (Prawiroharjdo, 2020).
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin,
dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali (Prawiroharjdo, 2020).

10
 Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 pg - 50 pg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor
pelvik > 5, induksi persalinan (Prawiroharjdo, 2020).

Gambar 3. Algoritma Manajemen KPD


Sumber: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini, 2016.

11
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea,
atau gagalnya persalinan normal (Prawiroharjdo, 2020).
 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu (Prawiroharjdo, 2020).
 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada KPD
prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden
infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten (Prawiroharjdo, 2020).
 Hipoksia dan Asfiksi
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat (Prawiroharjdo, 2020).
 Sindrom Deformitas Janin
KPD yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasi pulmonar (Prawiroharjdo, 2020).

2.11 Prognosis
Menurut Mochtar (2011), prognosis KPD tergantung pada:
 Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.

12
 Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,
khususnya jika bayinya prematur.
 Infeksi intrauterin meningkatkan mortalitas janin.
 Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah, semakin
tinggi risiko infeki.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. A
Usia : 28 tahun
Alamat : Sisir, Batu
Pekerjaan : Sales sepeda
MRS/Pukul : 18 Oktober 2021/ 19.20 WIB

3.2 Subjektif
Anamnesis
Keluhan Utama: Keluar cairan disertai darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang: Keluar cairan disertai darah dari jalan lahir
sejak pukul 10.30 saat sedang bekerja di kantor sales sepeda. Cairan berwarna
jernih disertai darah, volume cairan yang keluar banyak (pasien tidak bisa
memperkirakan seberapa banyak). Saat ini pasien sedang hamil anak kedua
dengan UK 23-24 minggu. Pasien mengatakan sejak 3 hari yang lalu juga
keluar flek-flek. Pusing (-), demam (-). Riw.hamil kembar (-), riw.anyang-
anyangan (-), nyeri saat BAK (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
- HT (-), DM (-), alergi (-), asma (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat operasi (-)
- Riwayat infeksi menular seksual (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
- HT (-), DM (-), alergi (-), asma (-)
Riwayat Pengobatan:
- Tidak ada
Riwayat Haid:
- Umur menarche 14 tahun
- Jumlah darah haid 3 kali ganti pembalut
- Lama haid  8-9 hari
- HPHT 3-05-2021
- TP 10-2-2022
Riwayat Persalinan:
I. L, BBL 3000 g, spontan di RS Marthen Indey(Jayapura), 6 tahun
14
II. Hamil saat ini
Riwayat Pernikahan:
Menikah dua kali:
I. Pernikahan pertama usia 21 tahun, lama menikah 4 tahun, cerai hidup,
anak 1
II. Pernikahan kedua usia 27 tahun, lama menikah 1 tahun
Riwayat KB:
- Suntik 3 bulan, selama 3,5 tahun
Riwayat Sosial:
- Pasien bekerja sebagai sales sepeda
Kebiasaan:
Jamu (-), rokok (-), alkohol (-)

3.3 Objektif
Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan Darah : 100/60 mmHg
- Nadi : 106x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 oC
- Kepala dan Leher : anemis -/- ikterik -/-, pembesaran KGB (-)
- Thorax :
Cor S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo VES v v Rh - - Wh - -
v v - - - -
v v - - - -
- Abdomen (status lokalis) :
Inspeksi: bekas operasi (-), linea alba (+)
Palpasi: nyeri tekan (-)
Auskultasi: BU (+)
Perkusi: timpani
- Ekstremitas : edema -/-, CRT < 2 detik
b. Status Obstetri
I kepala, TFU 20 cm, TBJ 1085 g, His (-)
II Pu-Ka, DJJ 169x/menit
15
III Letak sungsang
IV belum masuk PAP
VT: Ø 1 cm, ketuban (+) sedikit, eff 25%, lendir darah (+), presentasi
bokong, hodge I

c. Pemeriksaan Penunjang
USG Abdomen: oligohidramnion

3.4 Assesment
G2P1001 UK 23-24 minggu + THIU + Letak Sungsang+ Inpartu Kala I fase
laten+ KPD preterm

3.5 Planning
- Observasi inpartu Kala I fase laten
- Observasi DJJ/3 jam
- Infus RL 30 tpm
- Misoprostol ¼ tab pervaginam  evaluasi per 6 jam
- Inj. cefotaxim 2x1 g
- Inj. dexametasone 2x6 mg
- OD jika kala I fase laten memanjang

Tanggal OD His DJJ Keterangan


19/11/21 flash
ke-1
09.00 8 tpm 2x10” dlm 10’ 165 Pembukaan 3
cm
09.15 12 tpm 2x15” dlm 10’ 168
09.30 16 tpm 2x20” dlm 10’ 170
09.45 20 tpm 3x20” dlm 10’ 167
10.00 24 tpm 3x30” dlm 10’ 154
10.15 28 tpm 3x45” dlm 10’ 148
10.30 32 tpm 3x55” dlm 10’ 142
10.45 40 tpm 3x55” dlm 10’ 138
13.30 Pembukaan lengkap

16
Bayi lahir pukul 13.45
 Jenis Kelamin: Laki-laki
 A-S: 1-3, sianosis, merintih
 BBL 645 g
 Dirawat di NICU karena membutuhkan NCPAP dan perawatan
intensif, keluarga menolak pemberian surfaktan, dan memilih
untuk tidak mempertahankan kondisi bayi sehingga dilakukan
minimal handling dan antibiotik ditunda.
 Bayi meninggal setelah lahir <24 jam

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Ketuban Pecah Dini atau KPD adalah suatu keadaan dimana pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum kehamilan 37
minggu disebut dengan kehamilan prematur. Dari hasil anamnesis, pasien wanita
usia 28 tahun mengeluhkan keluar cairan disertai darah dari jalan lahir pukul
10.30 saat sedang bekerja di kantor sales sepeda. Cairan berwarna jernih volume
cairan yang keluar banyak (pasien tidak bisa memperkirakan seberapa banyak).
Berdasarkan dasar teori, KPD dapat didiagnosis secara klinis pada
anamnesis pasien dan visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik.
Pada kasus ini, telah diketahui waktu dan dan kuantitas dari cairan yang keluar,
usia gestasi, taksiran persalinan, riwayat KPD sebelumnya, dan faktor risikonya.
Cairan keluar dari jalan lahir pukul 10.30, berwarna jernih dengan volume
cairan yang keluar banyak (pasien tidak bisa memperkirakan seberapa banyak).
Pasien hamil UK 23-24 minggu dengan TP 10-2-2022, tidak ada riwayat KPD
sebelumnya. Setelah dianamnesis untuk mencari faktor risiko KPD dari pasien ini,
tidak didapatkan riwayat merokok yang dapat mengakibatkan kekurangan
tembaga dan asam askorbik (komponen kolagen) yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal, tidak ada infeksi menular seksual, gemeli (-), riw. ISK (-).
Namun, kami belum dapat menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
atau inflamasi koriodesidua yang dapat menyebabkan KPD preterm. Pada
pemeriksaan status obstetri, didapatkan leopold I kepala, TFU 20 cm, TBJ 1085
g, His (-), leopold II Pu-Ka, DJJ 169x/menit (takikardi), III Letak sungsang, IV
belum masuk PAP. Lalu akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)
sehingga dilakukan pemeriksaan dalam, didapatkan pembukaan 1 cm, ketuban (+)
sedikit, eff 25%, lendir darah (+), presentasi bokong, hodge I. Ketuban tidak
berbau, suhu ibu juga dalam batas normal. Namun, DJJ mengalami takikardi,
curiga terjadi infeksi intrauterin.
Kemudian dilakukan pemeriksaan USG untuk melengkapi diagnosis. Dari
USG didapatkan hasil oligohidramnion, cairan amnion yang berkurang mengarah
kepada kecurigaan akan ketuban yang sudah pecah. Pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan tes nitrazin (dengan tes lakmus merah menjadi biru)
karena keterbatasan alat yang ada.
Selain itu, pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1
(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion,
atau infeksi vagina juga tidak dilakukan karena terbukti memiliki sensitivitas yang
18
rendah. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain
itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina
tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.
Kemudian, pasien direncanakan untuk persalinan pervaginam karena
terdapat pembukaan 1 cm (inpartu kala I fase laten). Pasien diobservasi inpartu
kala I fase laten, observasi DJJ/3 jam, dipasang IV line untuk Infus RL 30 tpm,
diberikan antibiotik inj.cefotaxim 2x1 g dan steroid inj. dexametasone 2x6 mg
untuk memacu kematangan paru janin, dan diberi misoprostol (uterotonik) ¼ tab
pervaginam evaluasi per 6 jam karena skor pelvik <5 untuk induksi persalinan.
Setelah ditunggu selama 13,5 jam inpartu tidak masuk kala I fase aktif
atau kala I fase laten memanjang sehingga dilakukan drip oksitosin. Kemudian
bayi lahir dengan BBL 645 g (BBLSR) dan AS 1-3 (asfiksia berat) sehingga
memerlukan resusitasi bayi dan perawatan yang intensif. Terjadinya persalinan
prematur dan asfiksia berat pada bayi merupakan komplikasi dari terjadinya KPD
preterm yang dialami ibu.
Hal tersebut sesuai dengan dasar teori yang mengatakan bahwa setelah
ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Dengan pecahnya ketuban
terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau
hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, semakin gawat kondisi janin. Dari
kasus ini, manajemen pada KPD preterm dirasakan sudah tepat dan sesuai dengan
dasar teori yang ada.

19
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of
membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau
preterm premature rupture of membranes. Faktor risiko terjadinya KPD antara
lain kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok, riwayat infeksi menular seksual, riwayat
persalinan prematur, riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya, distensi uterus
(misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion), infeksi atau
inflamasi koriodesidua. Faktor risiko pada pasien dalam laporan kasus ini belum
diketahui secara pasti, namun tetap diberikan tatalaksana yang sesuai yakni
induksi persalinan dengan oksitosin, serta antibiotik cefotaxim. Steroid juga
diberikan untuk pematangan paru janin. Bayi lahir dengan BBLSR dan asfiksia
berat. Hal tersebut merupakan komplikasi dari terjadinya KPD preterm yang
dialami ibu. Dari kasus ini, manajemen pada KPD prematur dirasakan sudah tepat
dan sesuai dengan dasar teori yang ada.

5.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika referat diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis menyarankan beberapa hal
untuk penyusunan referat mengenai KPD:
1) Sebaiknya menggunakan sumber tidak lebih dari 5 tahun.
2) Adanya ilmu pengetahuan yang terus berkembang terutama di bidang
kedokteran, disarankan agar selalu mengupdate literature terutama
mengenai KPD.
3) Sebaiknya penulisan lebih tesusun secara sistematis kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dayal, S., Hong, P.L. 2021. Premature Rupture Of Membranes. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; Jan.
Epstein, F.H. 2014. Mechanisms of Disease: Premature Rupture of The Fetal
Membranes. The New England Journal of Medicine, Volume 338 Number
10, Pg.663-670.
Lowing J., Rudy L., Maya M. Gambaran Ketuban Pecah Dini di RSUP Prof DR. R
D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). Vol 3 No 3 SeptemberDesember
2015
Mochtar, R. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Indonesia: POGI.
Prawirohardjo, Sarwono. 2020. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ke-6.
Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). (2017). Jakarta : BKKBN, BPS,
Kementerian Kesehatan, dan ICF International.
The American College of Obstetricians and Gynecologists. 2016. Premature Rupture
of Membranes. Practice Bulletin, Number 172, October, Pg.165-177.
World Heath Organization (WHO). 2016. Newborn: Reducing Mortality.

21

Anda mungkin juga menyukai