Pemeriksaan Fisik
TD: 138/94 N:72x/m , RR: 18x/m, Tax: 36.2º C, Skala Nyeri : 0, KU : Sakit Ringan, SpO2 : 96%
K/L: a/i/c/d -/-/-/-, Pembesaran KGB (-), Hipertiroid (-), bruit (-), JVP +3 cm, torticolis (-)
/-/+
/+/-), Wh(-)
Motorik: kekuatan : 5 ] 5
5]5
normal normal
Atrofi -/-/-/-
Status neurologi
GCS 456 MS: KK (-), Brud I/II/III/IV (-),Kernig (-), Edelman (-), Bikele (-), Afasia (-) FL : dBN
Nervus kranialis: PBI diameter 3mm/3mm , RC+/+,RK+/+
N.III,IV,VI : Normal
N.VII : Normal
N.XII: Normal
Sensoris: dbN
Refleks Fisiologis : BPR +2 /+2, KPR: +2/+2,
TPR: +2/+2, APR: +2/+2
Refleks Patologis: Babinski -/-Chaddock-/-, Oppenheim -/-, Schaeffer-/-, Hoffman -/- Tromner
-/-
Tes cerebelum : dismetria -, disdiadokokinesia –, Fukuda (-), Romberg Mata terbuka (-),
Romber Mata tertutup (+), Finger Point Test (+).
Valsava manouver : -
ANS: incontinentia uri (-)
Incontinentia alvi (-)
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
KATA SULIT
1. Pusing berputar
Rasa berputar yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
2. Hipotensi ortostatik :
Hipotensi ortostatik merupakan kondisi ketika seseorang merasakan pusing pada
saat beranjak dari duduk atau berbaring yang dikarenakan oleh tekanan darah yang
menurun, sehingga respons tubuh dalam mengembalikan tekanan darah menjadi normal
mengalami gangguan. Hipotensi ortostatik ringan umumnya hanya berlangsung beberapa
menit. Namun, jika terjadi lebih lama, hal ini dapat menjadi tanda dari penyakit lain, seperti
penyakit jantung. Penyebabnya bisa : (a) dehidrasi, (b) gangguan pada kelenjar endokrin,
seperti penyakit Addison atau hipoglikemia, (c) gangguan sistem saraf, seperti pada penyakit
Parkinson atau multiple system atrophy (d)Fungsi jantung yang tidak normal, seperti
bradikardia, penyakit jantung koroner, atau gagal jantung. Atau penggunaan obat-obatan
tertentu.
3. Edelmann test :
Merupakan pemeriksaan rangsang meningens dengan cara memfleksikkan tungkai
atas (di sendi panggul) sedangkan lutut diluruskan secara pasif. Hasil interpretasi (+)
dorsofleksi dari ibu jari kaki secara spesifik.
4. Bikele
Merupakan pemeriksaan rangsang meningens dengan cara lengan pasien diluruskan
di atas bahu. Hasil pemeriksaan (+) pasien menahan articulatio cibitinya (siku) tetap fleksi.
5. Nystagmus unidirectional
Nistagmus adalah gangguan penglihatan yang ditandai dengan gerakan bola mata
yang tidak terkendali dan berulang. Nistagmus bisa terjadi pada salah satu mata atau
keduanya. Selain menyebabkan gangguan pada gerakan bola mata, penderita nistagmus
juga bisa mengalami beberapa gejala lain, seperti penglihatan kabur atau buram, terlalu
peka terhadap rangsangan cahaya atau mudah merasa silau, serta sulit melihat dalam
kondisi gelap. Adapun beberpa penyebab nistagmus yaitu : cacat lahir, gangguan pada mata,
kelaianan syaraf, cedera kepala, vertigo. Nystagmus undirectional merupakan adanya
penanda lesi perifer, tapi tidak menutup kemungkinan muncul pada lesi central.
7. Corrective saccade
Tes saccade, juga disebut tes kalibrasi, mengevaluasi sistem pergerakan mata.
Sistem ini bertanggung jawab atas gerakan mata yang cepat dan refixasi target di fovea.
Untuk pengujian saccade, seseorang dapat menempatkan titik-titik di dinding atau langit-
langit pada jarak tertentu dari satu sama lain (biasanya pusat dan 10, 20, dan 30 derajat dari
pusat) dan kemudian menginstruksikan pasien untuk melihat bolak-balik di antara titik-titik,
menjaga kepala tetap. Hasil tes saccade dipengaruhi oleh kerjasama pasien dan ketajaman
visual. Berbagai obat juga dapat memengaruhi kinerja. Akurasi, latensi, dan kecepatan
semuanya harus dipertimbangkan saat menafsirkan saccades.
8. Tes cerebellum
Cerrebelum atau otak kecil berfungsi untuk membantu mempertahankan
keseimangan dan bertanggung jawab bagi respon otot rangka halus ehingga mengahsilkan
gerakan volunter yang baik dan terarah. Adapun tes cerebellum antara lain : (a) post
pointining test (b) tes rombberg (c) tes disatri (d) test adiodokokinesis (e) tes intensi tremor
(f) tes rebound
9. Disdiadiokokinesia
Disdiadochokinesia (DDK) adalah istilah medis untuk gangguan kemampuan untuk
melakukan gerakan cepat dan bergantian (yaitu, diadochokinesia ). Ketidakmampuan
lengkap disebut adiadochokinesia. Disdiadochokinesia merupakan gambaran ataksia
serebelar dan mungkin disebabkan oleh lesi pada belahan otak atau lobus frontal
(serebrum), juga bisa merupakan kombinasi keduanya. Hal ini diduga disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menghidupkan dan mematikan kelompok otot yang berlawanan
secara terkoordinasi karena hipotonia , sekunder dari lesi sentral.
10. Fukuda
Pemeriksaan bearada di belakang pasien, lalu tangan di luruskan ke depan, mata
pasien ditutup, pasien diminta berjalan di tempat 50 langkah.Tes fukuda di anggap normal
jika deviasi ke satu sisi >30 derajat atau maju/mundur >1 meter.Tes fukuda menunjukkan
lokasi kelainan di sisi kanan atau kiri.
1. Apa yang menyebabkan pasien mengeluh pusing berputar-putar yang hilang timbul dengan
durasi serangan 8-10 menit ?
Penyebab : vertigo, darah rendah, dehidrasi, kurang kadar gula dalam darah atau
hipoglikemia, anemia atau kurang darah, ataupun disebabkan faktor lain seperti
gangguan keseimbangan, alergi obat, infeksi telinga dan gangguan psikis. Mabuk
perjalanan juga bisa menjadi pemicunya.
Ketidakseimbangan cairan telinga dalam aparatus vestibularis pembengkakan
rongga endolimfatikus keseimbangan tubuh (vestibuler) terganggu vertigo
gejala primer (pusing berputar-putar) dan gejala sekunder (mual).
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibular atau pada
serabut-serabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibular dengan pusat-pusat di
cerebellum dan korteks cerebri. Vertigo ini akan timbul bila terdapat ketidakcocokan
dalam informasi yang oleh susunan-susunan aferen disampaikan kepada kesadaran
kita. Sususnan aferen yang terpenting dalam hal ini adalah susunan vestibular atau
keseimbangan yang secara terus menerus menyampaikan impuls-impuls ke
serebellum. Namun demikian susunan-susunan lain, seperti misalnya susunan optik
dan susunan proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang sangat
penting. Penting pula sususnan yang mrnghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan vestibulospinalis dll.
2. Etiologi vertigo
Etiologi vertigo dapat dibagi menjadi (Kelompok studi vertigo PERDOSSI ,2012)
a. Otologi merupakan 24-61% kasus vertigo (paling sering),dapat disebabkan oleh BPPV
(benign paroxysmal positional Viertigo) penyakit Miniere, Parese N.VIII (vestibulokoklearis),
maupun otitis media.
b. Neurologis merupakan 23-61% kasus, berupa : Gangguan serebrovaskular, batang otak,
serebelum, Ataksia karena neuropati, Gangguan visus, Gangguan serebelum, Sklerosis
multipel, Vertigo servikal
c. Interna kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena gangguan
kardiovaskuler. Penyebabnya bisa berupa tekanan darah yang naik atau turun, aritma
kordis, penyakit jantung koroner, infeksi, hipoglikemi, serta intoksikasi obat, misalnya:
nifedipin, benzodiazepine dan xanax.
d. Psikiatrik terdapat pada lebih dari 50 % kasus vertigo. Biasanya pemeriksaan klinis dan
laboratoris menunjukan dalam batas normal. Penyebabnya bisa berupa depresi, fobia,
anxietas, serta psikosomatis
e. Fisiologis misalnya, vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat kita berada di
tempat tinggi.
3. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke
pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler
atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampai kan impulsnya ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro prioseptik, jaras-jaras yang
menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
dan vestibulospinalis.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak
normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di
samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi
oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi vertigo :
a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau
ketidakseimbangan/asimetri sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda
dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan
sentral sebagai penyebab.
c. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola 3 gerakan yang telah tersimpan,
timbul reaksi dari susunan saraf otonom. (Gb.2). Jika pola gerakan yang baru tersebut
dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.
d. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan. (Gb.3)
e. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo. Gambar 3.
Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis Keterangan : STM (Sympathic Nervous
System), PAR (Parasympathic Nerbous System).
f. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi,
belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan 4 stres yang akan memicu sekresi
CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala
penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.