Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahi Rabbi karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, dengan didorong semangat dan daya upaya penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Perencanaan dan Strategi
Pemberdayaan Kader dan Dukun.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Dalam makalah ini penulis
membahas mengenai strategi pemberdayaan kader dan dukun, materi pembinaan
kader dan dukun, pendampingan sosial kader dan dukun, bidang tugas
pendampingan, serta peran sebagai pendamping.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan acuan
sebagai bahan pembelajaran. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menghasilkan yang terbaik dalam penulisan makalah ini, tetapi penulis menyadari
masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Cirebon, April 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 Perencanaan dan Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun Bayi............5
2.1.1 Pengertian Kader....................................................................................... 5
2.1.2 Pengertian Dukun Bayi..............................................................................6
2.1.3 Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun.................................................7
2.2 Materi Pembinaan Kader dan Dukun........................................................ 8
2.3 Pendampingan Sosial Kader dan Dukun................................................. 19
2.4 Bidang Tugas Pendampingan..................................................................21
2.5 Peran sebagai Pendamping......................................................................22
BAB III..................................................................................................................30
KESIMPULAN......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan
di suatu negara. Bila angka kematian tersebut masih tinggi artinya pelayanan
kesehatan ibu belum optimal, begitu juga sebaliknya. Tinggi atau rendahnya
angka kematian tersebut sangat terkait dengan optimalisasi peran pemerintah
dalam menyediakan layanan kesehatan yang layak dan partisipasi masyarakat
dalam meningkatkan derajat kesehatan di lingkungannya.
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, tercatat 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Hasil ini jauh
lebih buruk dari hasil SDKI tahun 2007 yang mencatat 228 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup, walaupun bisa saja pencatatan kasus AKI di survei
tahun 2012 lebih komprehensif dan akurat juga.
Pertolongan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan yang terlatih
merupakan cara yang efektif untuk menurunkan AKI. Meskipun demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat Indonesia, khususnya yang
tinggal di desa-desa dan daerah terpencil, yang mempercayakan pertolongan
persalinan pada dukun bayi yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan
dan kebudayaan masyarakat. Oleh karenanya, peranan dukun bayi tidak dapat
dihilangkan begitu saja, tetapi mereka dapat diajak untuk bermitra dan
mengalihkan sebagian perannya sebagai penolong persalinan kepada bidan.
Satu elemen di masyarakat yang sangat penting dilibatkan dalam
kemitraan bersama bidan dan dukun bayi adalah kader kesehatan. Kader
merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat sehingga departemen kesehatan membuat kebijakan mmengenai
latihan untuk kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan
serta ikut berpartisipasi dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Berdasarkan masalah tersebut maka diperlukan suatu perencanaan dan
strategi pemberdayaan kader dan dukun dalam meningkatkan kompetensi
yang
3
harus dimiliki oleh kader dan dukun. Dengan tujuan kader dan dukun sebagai
mitra bidan dapat membantu dalam menangani permasalahan kesehatan
khususnya kesehatan ibu dan anak di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah pada latar belakang diatas maka rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah bagaimanakah perencanaan dan strategi
pemberdayaan kader dan dukun?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan malah ini adalah mahasiswa
mampu memahami dan mendeskripsikan perencanaan dan strategi
pemberdayaan kader dan dukun.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a) Mahasiswa mampu memahami dan mendeskripsikan aras mikro,
aras mezzo, dan aras makro dalam strategi pemberdayaan kader dan
dukun.
b) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan materi pembinaan
kader dan dukun.
c) Mahasiswa mampu memahami dan mendeskripsikan pendampingan
sosial kader dan dukun.
d) Mahasiswa mampu memahami dan mendeskripsikan bidang tugas
pendampingan.
e) Mahasiswa mampu memahami dan mendeskripsikan peran sebagai
pendamping.

4
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 Perencanaan dan Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun Bayi


2.1.1 Pengertian Kader
Kader pemberdayaan masyarakat adalah anggota masyarakat
Desa dan Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan
kemampuan untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif.
Kader pemberdayaan masyarakat mempunyai tugas membantu
Pemerintah Desa atau Lurah dan Lembaga Kemasyarakatan dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif, yang
meliputi:
a. Menggerakkan dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif
dalam kegiatan pembangunan diwilayahnya;
b. Membantu masyarakat dalam mengartikulasikan kebutuhannya dan
membantu mengidentifikasi masalahnya;
c. Membantu masyarakat mengembangkan kapasitas agar dapat
menangani masalah yang dihadapi secara efektif;
d. Mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan untuk benar-
benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan
masyarakat;
e. Melakukan pekerjaan purna waktu untuk menghadiri pertemuan/
musyawarah, membantu kelompok masyarakat dalam memperoleh
akses terhadap berbagai pelayanan yang dibutuhkan.

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang


dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat untuk bekerja dalam
hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan.
5
Tugas-tugas mereka meliputi pelayanan kesehatan dan
pembangunan masyarakat, tetapi hanya terbatas pada bidang-bidang
atau tugas-tugas yang pernah diajarkan kepada mereka. Mereka harus
benar- benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki.
Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang
dihadapinya. Namun, mereka diharapkan mampu dalam menyelesaikan
masalah umum yang terjadi di masyarakat dan mendesak untuk
diselesaikan.
Perlu ditekankan bahwa para kader kesehatan masyarakat itu tidak
bekerja dalam sistem yang tertutup, tetapi mereka bekerja dan berperan
sebagai seorang pelaku sistem kesehatan. Oleh karena itu, mereka harus
dibina, dituntun, serta didukung oleh pembimbing yang terampil dan
berpengalaman.

2.1.2 Pengertian Dukun Bayi


Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya
oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan
anak sesuai kebutuhan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap
keterampilan dukun bayi berkaitan dengan sistem nilai budaya
masyarakat. Dukun bayi diperlakukan sebagai tokoh masyarakat
setempat sehingga memiliki potensi dalam pelayanan kesehatan.
Pembinaan dukun bayi ada 2 macam, yaitu pembinaan
keterampilan dukun bayi dan pembinaan hasil kegiatan yang
dilaksanakan oleh dukun bayi. Pembinaan dukun bayi ini dilaksanakan
secara teratur, terus menerus, dan berkesinambungan untuk mencapai
tujuan. Tujuan pembinaan secara tradisional agar dukun bayi dapat
terampil dalam menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak.
Diharapkan, keterampilan tersebut dapat dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat setempat dan pelayanan kesehatan.
Pelaksana pembinaan dukun bayi adalah dokter, bidan, perawat,
pembantu bidan, petugas imunisasi, petugas gizi, dan tenaga kesehatan
lain sesuai pelimpahan tugas oleh pimpinan puskesmas. Pembinaan ini
6
dilakukan dalam satuan desa sesuai dengan konsep pembinaan wilayah.
Pemuka masyarakat desa diharapkan berfungsi sebagai pendukung.
Dibawah tanggung jawab pimpinan puskesmas, bidan bertindak sebagai
koordinator pelaksanaan pembinaan dukun bayi.

2.1.3 Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun


Ife dalam Oos M. Anwas (2013:49) menyatakan bahwa
pemberdayaan adalah menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber
daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan
kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka,
serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas
masyarakat itu sendiri.
Agar suatu pencapaian dapat maksimal maka diperlukan strategi
yang tepat. Begitu pula dengan pemberdyaan, perlu adanya strategi
yang dapat mendukung tercapainya tujuan dari program pemberdayaan
secara maksimal. Keberhasilan pemberdayaan tidak hanya menekankan
pada hasil melainkan pada proses, dimana masyarakat dapat
berpartisipasi secara menyeluruh yang berbasis pada kebutuhan dan
potensi masyarakat, sehingga masyarakat dapat memperoleh
pengalaman kerja yang dapat ia terapkan dikemudian hari.
Didalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting)
mikro, mezzo, dan makro sebagai berikut (Adi, 2003) :
1) Aras Mikro
Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual
melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis
intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih
klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini
sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task
centered approach).

7
2) Aras Mezzo
Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3) Aras Makro (Large System Strategi)


Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar
karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang
lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, dan
aksi sosial. Lobbying, pengorganisasian masyarakat, dan manajemen
konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang
memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri
dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk
bertindak.

2.2 Materi Pembinaan Kader dan Dukun


2.2.1 Survey Kebutuhan Kader
Jumlah kebutuhan kader dan dukun setiap wilayah berbeda pada
setiap wilayah. Hal itu terjadi karena kebutuhan dan atau keberadaan
kader serta dukun bayi tiap wilayah berbeda disesuaikan dengan kondisi
keadaan di masyarakatnya.
Mekanisme pembentukan kader membutuhkan kerjasama tim. Hal
ini disebabkan karena kader yang akan dibentuk terlebih dahulu harus
diberikan pelatihan kader. Pelatihan kader ini diberikan kepada para
calon kader didesa yang telah ditetapkan. Sebelumnya telah
dilaksanakan kegiatan persiapan tingkat desa berupa pertemuan desa,
pengamatan dan adanya keputusan bersama untuk terlaksanakan
acara tersebut. Calon
8
kader berdasarkan kemampuan dan kemauan berjumlah 4-5 orang untuk
tiap posyandu. Persiapan dari pelatihan kader ini adalah:
 Calon kader yang akan dilatih
 Waktu pelatihan sesuai kesepakatan bersama
 Tempat pelatihan yang bersih, terang, segar dan cukup luas
 Adanya perlengkapan yang memadai
 Pendanaan yang cukup
 Adanya tempat praktik (lahan praktik bagi kader)
Tim pelatihan kader melibatkan dari beberapa sector. Camat
otomatis bertanggung jawab terhadap pelatihan ini, namun secara teknis
oleh kepala puskesmas. Pelaksanaan harian pelatihan ini adalah staf
puskesmas yang mampu melaksanakan. Adapun pelatihannya adalah
tanaga kesehatan, petugas KB (PLKB), pertanian, agama, pkk, dan
sector lain.
Waktu pelatihan ini membutuhkan 32 jam atau disesuaikan.
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi, simulasi, demonstrasi,
pemainan peran, penugasan, dan praktik lapangan.
Setelah kader posyandu terbentuk, maka perlu adanya strategi
agar mereka dapat selalu eksis membantu masyarakat dibidang
kesehatan. Startegi yang diperlukan untuk menjaga eksistensi kader
adalah sebagai berikut :
1) Refresing kader posyandu pada saat posyandu telah selesai
dilaksanakan oleh bidan desa maupun petugas lintas sector yang
mengikuti kegiatan posyandu.
2) Adanya perubahan kader posyandu tiap desa dan dilaksanakan
pertemuan rutin tiap bulan secara bergilir disetiap posyandu.
3) Revitalisasi kader posyandu baik tingkat desa maupun kecamatan.
Dimana semua kader di undang dan diberikan penyegaran materi
serta hiburan dan bisa juga diberikan rewards.

9
4) Pemberian rewards rutin misalnya berupa kartu berobat gratis ke
Puskesmas untuk kader dan keluarganya dan juga dalam bentuk
materi yang lain yang diberikan setiap tahun

2.2.2 Penyusunan Kompetensi Kader dan Dukun


A. Kompetensi Kader
1. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa bertugas untuk
menumbuhkan dan mengembangkan, serta menggerakkan
prakarsa, partisipasi, dan swadaya gotong royong.
2. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melibatkan unsur
masyarakat, yang meliputi kelompok tani, kelompok nelayan,
kelompok pengrajin, kelompok perempuan, kelompok pemerhati
dan perlindungan anak, kelompok masyarakat miskin, serta
kelompok-kelompok masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat Desa
3. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa mendampingi Kepala
Desa dalam hal pengorganisasian pembangunan Desa.
4. Dalam hal pengorganisasian, Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa melakukan pengorganisasian terhadap:
a. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan
lingkungan Desa antara lain:
 Tambatan perahu;
 Jalan pemukiman;
 Jalan Desa antar permukiman ke wilayah pertanian;
 Pembangkit listrik tenaga mikrohidro;
 Lingkungan permukiman masyarakat Desa;
 Infrastruktur dan lingkungan Desa lainnya sesuai kondisi
Desa.
b. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana kesehatan antara lain:
 Air bersih berskala Desa;

10
 Sanitasi lingkungan;
 Pelayanan kesehatan Desa dalam bentuk Pos Pelayanan
Terpadu atau bentuk lainnya; dan
 Sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
c. Pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pendidikan dan kebudayaan yang meliputi:
 Taman bacaan masyarakat;
 Pendidikan anak usia dini;
 Balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat;
 Pengembangan dan pembinaan sanggar seni;
 Sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya
sesuai kondisi Desa.
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi
yang meliputi :
 Pasar Desa;
 Pembentukan dan pengembangan BUM Desa;
 Penguatan permodalan BUM Desa;
 Pembibitan tanaman pangan;
 Penggilingan padi;
 Lumbung Desa;
 Pembukaan lahan pertanian;
 Pengelolaan usaha hutan Desa;
 Kolam ikan dan pembenihan ikan;
 Sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi Desa.
e. Pelestarian lingkungan hidup yang meliputi :
 Penghijauan;
 Pembuatan terasering;
 Pemeliharaan hutan bakau;
 Perlindungan mata air;

11
 Pembersihan daerah aliran sungai;
 Perlindungan terumbu karang;
 Kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa.

B. Kompetensi Dukun
a) Periode Kehamilan
1. Memotivasi ibu hamil untuk periksa ke Bidan
2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke Bidan
3. Membantu Bidan pada saat pemeriksaan ibu hamil
4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga tentang
 Tanda-tanda Persalinan
 Tanda bahaya kehamilan Kebersihan pribadi & lingkungan
 Kesehatan & Gizi
 Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan
transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya,
menyiapkan calon donor darah)
5. Memotivasi ibu hamil dan keluarga tentang :
 KB setelah melahirkan
 Persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran partus
6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai
tradisi setempat bila keluarga meminta
7. Melakukan motivasi pada waktu rujukan diperlukan
8. Melaporkan ke Bidan apabila ada ibu hamil baru

b) Periode Persalinan
1. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan
2. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transport untuk pergi
ke Bidan/memanggil Bidan
3. Mempersiapkan sarana prasaran persalinan aman seperti :
 Air bersih

12
 Kain bersih
4. Mendampingi ibu pada saat persalinan
5. Membantu Bidan pada saat proses persalinan
6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai
tradisi setempat
7. Membantu Bidan dalam perawatan bayi baru lahir
8. Membantu ibu dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam
9. Memotivasi rujukan bila diperlukan
10. Membantu Bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah
persalinan

c) Periode Nifas
1. Melakukan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan
tentang :
 Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas
 Tanda-tanda bayi sakit
 Kebersihan pribadi & lingkungan
 Kesehatan & Gizi
 ASI Ekslusif
 Perawatan tali pusat
 Perawatan payudara
2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk ber-KB setelah melahirkan
3. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai
tradisi setempat
4. Memotivasi rujukan bila diperlukan
5. Melaporkan ke bidan apabila ada calon akseptor KB baru

2.2.3 Penyusunan Materi Pelatihan Kader dan Dukun


Para kader kesehatan yang bekerja dipedesaan membutuhkan
pembinaan atau pelatihan dalam rangka menghadapi tugas-tugas mereka

13
serta masalah yang dihadapinya. Pembinaan atau pelatihan tersebut
dapat berlangsung selama 6-8 minggu atau bahkan lebih lama lagi.
Salah satu tugas bidan dalam upaya menggerakkan peran serta
masyarakat adalah melaksanakan pembinaan kader dan dukun. Adapun
hal-hal yang perlu disampaikan dalam pembinaan kader dan dukun
adalah sebagai berikut:
1) Pemberitahuan ibu hamil untuk bersalin ditenaga kesehatan (promosi
bidan siaga)
Pembinaan kader yang dilakukan bidan didalamnya berisi
tentang peran kader dalam daur kehidupan wanita dari mulai
kehamilan sampai dengan masa perawatan bayi.
Adapun hal-hal yang perlu disampaikan dalam persiapan
persalinan adalah sebagai berikut :
a) Sejak awal, ibu hamil dan suami menentukan persalinan ditolong
oleh bidan atau dokter.
b) Suami atau keluarga perlu menabung untuk biaya persalinan.
c) Ibu dan suami menanyakan ke bidan atau ke dokter kapan
perkiraan tanggal persalinan
d) Jika ibu bersalin dirumah, suami atau keluarga perlu menyiapkan
penerangan yang baik, tempat tidur dengan alas kain yang bersih,
air bersih dan sabun untuk cuci tangan, handuk kain, pakaian kain
yang bersih dan kering serta pakaian ganti ibu.
Salah satu cara untuk melakukan promosi bidan siaga, yaitu
dengan melakukan pendekatan kepada dukun bayi yang ada di desa
untuk bekerja sama dalam pertolongan persalinan. Bidan dapat
memberikan imbalan jasa yang sasuai apabila dukun menyerahkan
ibu hamil untuk bersalin ke tempat bidan. Dukun bayi dapat di
libatkan dalam perawatan bayi baru lahir. Apabila cara tersebut
dapat di lakukan dengan baik, maka dengan kesadaran, dukun akan
memberitaukan ibu hamil untuk melakukan persalinan di tenaga

14
kesehatan (bidan). Ibu dan bayi selamat, derajat kesehatan ibu dan
bayi di wilayah tersebut semakin meningkat.

2) Pengenalan tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta


rujukannya.
Kader perlu mengetahui tanda bahaya kehamilan, persalinan,
dan nifas yaitu tanda/gejala yang menunjukkan ibu dan bayi yang
dikandungnya dalam keadaan bahaya.
10 tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas diantaranya :
1) Ibu tidak mau makan dan muntah terus
2) Berat badan ibu hamil tidak bertambah
3) Perdarahan
4) Bengkak di tangan dan wajah, pusing, serta diikuti kejang
5) Gerakan janin berkurang atau tidak ada
6) Kelainan letak janin dalam rahim
7) Ketuban pecah sebelum waktunya
8) Persalinan lama
9) Penyakit ibu yang memengaruhi kehamilan
10) Demam tinggi pada masa nifas

Kehamilan yang perlu diwaspadai yaitu


1) Usia ibu <20 tahun
2) Usia ibu >35 tahun
3) Jumlah anak 4 orang atau lebih
4) Jarak dengan anak yang sebelumnya kurang dari 2 tahun
5) Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm
6) Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
7) Ibu pernah mengalami kehamilan dan persalinan dengan salah
satu keadaan berikut diantaranya perdarahan, kejang, demam
tinggi, persalinan lama (lebih dari 12 jam), melahirkan dengan
cara operasi, serta bayi yang dilahirkan meninggal.

15
3) Pengenalan Dini Tetanus Neonatorum, BBLR, serta
rujukannya Tanda-tanda Tetanus Neonatorum :
a) Bayi baru lahir yang semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba
tidak bisa menetek
b) Mulut mencucu seperti mulut ikan
c) Kejang terutama bila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
d) Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru
Penyebab terjadinya Tetanus Neonatorum :
a) Pemotongan tali pusat pada waktu pemotongan tidak bersih
b) Perawatan tali pusat setelah lahir sampai saat puput tidak bersih
atau diberi bermacam-macam ramuan
c) Ibu pada waktu hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap
sehingga ibu maupun bayinya tidak kebal terhadap kuman tetanus
Akibat tetanus neonaturum sebagian besar bayi yang menderita
akan meninggal dunia dalam beberapa hari saja.
Jika dukun bayi menemukan bayi baru lahir yang terkena tetanus
segera :
a) Membawanya ke Puskesmas atau Rumah Sakit agar mendapat
pertolongan secepatnya. Semakin lambat pengobatan diberikan
akan semakin besar kemungkinan bayi meninggal.
b) Bila orang tua menolak membawa bayinya ke Puskesmas atau
Rumah Sakit, adanya kejadian tetanus neonatorum itu perlu
dilaporkan ke Puskesmas.

4) Penyuluhan gizi dan keluarga berencana.


a) Penyuluhan Gizi
 Gizi untuk Ibu Hamil
1) Ibu hamil makan makanan yang bergizi seimbang.
2) Makan dengan porsi lebih banyak dari sebelum hamil.

16
3) Untuk menambah tenaga, makan makanan selingan pagi
dan sore hari seperti kolak, kacang hijau, kue-kue dan lain-
lain.
4) Tidak ada pantangan makan selama hamil
5) Minum 1 tablet tambah darah selama hamil dan nifas.
 Gizi untuk Bayi
1) Menyusu eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
2) MPASI berkualitas sejak usia 6 bulan
3) Menyusu tetap dilanjutkan hingga 2 tahun lebih

b) Penyuluhan KB
Program KB adalah bagian yang terpadu dalam program
pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta
menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial
penduduk Indonesia. Tujuan program KB adalah memperkecil
angka kelahiran, menjaga kesehatan ibu dan anak, serta
membatasi kehamilan jika jumlah anak sudah mencukupi. Peserta
KB akan mendapat pelayanan dengan cara sebagai berikut :
1. Pasangan usia subur yang istrinya mempunyai keadaan “ 4
terlalu” yaitu terlalu muda, terlalu banyak anak, terlalu sering
hamil, dan terlalu tua akan mendapat prioritas pelayanan KB.
2. Peserta KB diberikan pengertian mengenai metode kontrasepsi
de•ngan keuntungan dan kelemahan masing-masing sehingga
ia dapat : menentukan pilihannya.
3. Harus mendapat informasi mengenai metode kontrasepsi
dengan keuntungan dan kelemahannya sehingga ia dapat
menentukan pilihannya
4. Harus dilakukan pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB
diberikan kepada klien agar dapat ditentukan metode yang
paling cocok dengam hasil pemeriksaannya.
5. Harus mendapatkan informasi tentang kontraindikasi pemakai.
berbagai metode kontrasepsi.
17
Melalui penyuluhan gizi dan KB yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan kepada kader dan dukun diharapkan dapat
ditindaklanjuti dengan menyebarkannya kepada masyarakat.

5) Pencatatan kelahiran dan kematian bayi atau ibu


Pemberian materi pencatatan kelahiran dan kematian ditujukan
untuk mempermudah dalam pendataan jumlah kelahiran dan
kematian di suatu wilayah atau desa, serta bermanfaat dalam
pelaksanaan proses audit apabila ada kematian baik ibu maupun
bayi.

6) Promosi kesehatan lain


a) Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan atau
memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan
melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan sehat. Sasaran
promosi kesehatan adalah individu, keluarga, masyarakat, dan
petugas pelaksana program.
b) Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin)
Tabulin merupakan institusi masyarakat dengan anggota para
ibu hamil atau PUS (pasangan usia subur) yang belum hamil, dengan
bentuk kegiatan berupa pengumpulan dana di lingkungan
anggotanya, masyarakat, atau subsidi dari pemerintah.
c) Donor darah berjalan
Donor darah berjalan merupakan pendonoran darah secara
bertahap, beberapa kali, atau secara berangsur-angsur selama 3 bulan
sekali agar mendonorkan darahnya ke PMI. Tujuan utama
diadakannya donor darah adalah untuk membantu PMI dalam
ketersediaan stok darah di PMI yang berkurang sejak terjangkitnya
penyakit demam berdarah.

18
d) Ambulans Desa
Ambulans desa merupakan sistem yang dikembangkan oleh
pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mengangkut ibu bersalin
yang perlu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas.
e) Suami Siaga
Pada program ini diharapkan :
Siap :
1. Secara mental. Ketika ibu menghadapi persalinan, suami
mempersiapkan mentalnya untuk memberikan dukungan atau
semangat kepada istri
2. Secara fisik, suami mempersiapkan dirinyya untuk menjaga dan
melindungi istrinya
3. Secara materil, suami mempersiapkan dana untuk persalinan
istrinya.
Antar :
Suami mengantarkan istri ketika ia merasakan adanya tanda-tanda dan
gejala persalinan.
Jaga :
Suami menjaga istri ketika ia menghadapi persalinan.

2.3 Pendampingan Sosial Kader dan Dukun


Pendampingan sebagai suatu strategi yang umum digunakan oleh
pemerintah dan lembaga non profit dalam upaya meningkatkan mutu dan
kualitas dari sumber daya manusia, sehingga mampu mengindentifikasikan
dirinya sebagai bagian dari permasalahan yang dialami dan berupaya untuk
mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Kemampuan sumber
daya manusia sangat dipengaruhi oleh keberdayaan dirinya sendiri. Oleh
karena itu sangat dibutuhkan kegiatan pemberdayaan disetiap kegiatan
pendampingan.

19
Pendamping adalah petugas yang ditunjuk untuk memfasilitasi dan
melakukan aktifitas bimbingan kepada masyarakat untuk melalui tahapan-
tahapan dalam sebuah program pembangunan.
Peran bidan sebagai fasilitator adalah memberikan bimbingan teknis
dan memberdayakan pihak yang sedang didampingi (dukun bayi, kader,
tokoh masyarakat) untuk tumbuh dan berkembang kearah pencapaian tujuan
yang diinginkan.
Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses
pemberdayaan juga dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif
masyarakat. Fasilitator harus terampil mengintegritaskan tiga hal penting
yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi
partisipasi masyarakat.
Pendampingan sosial berpijak pada paradigma generalis (Johnson,
1989; DuBois dan Miley, 1992) yang memfokuskan pada konsultasi
pemecahan masalah, manajemen sumber dan pendidikan.
1) Konsultasi Pemecahan Masalah
Merupakan proses yang ditujukan untuk memperoleh pemahaman
yang lebih baik mengenai pilihan-pilihan dan mengidentifikasi prosedur-
prosedur bagi tindakan-tindakan yang diperlukan. Konsultasi dilakukan
sebagai bagian dari kerjasama yang saling melengkapi antara sistem klien
dan pekerja sosial dalam proses pemecahan masalah.
Dalam proses pemecahan masalah, pendampingan sosial dapat
dilakukan melalui serangkaian tahapan yang biasa dilakukan dalam
praktek pekerjaan sosial pada umumnya, yaitu: pemahaman kebutuhan,
perencanaan dan penyeleksian program, penerapan program, evaluasi dan
pengakhiran.
2) Manajemen Sumber
Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan klien dan
pekerja sosial dalam proses pemecahan masalah. Pengertian manajemen di
sini mencakup pengkoordinasian, pensistematisasian, dan pengintegrasian,
bukan pengawasan (controlling) dan penunjukkan (directing).

20
Dengan demikian, tugas utama pekerja sosial dalam manajemen
sumber adalah menghubungkan klien dengan sumber-sumber sedemikian
rupa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri klien maupun
kapasitas pemecahan masalahnya.

3) Pendidikan
Semua pertukaran informasi pada dasarnya merupakan bentuk
pendidikan. Sebagai fungsi dalam pendampingan sosial, pendidikan lebih
menunjuk pada sebuah proses kegiatan, ketimbang sebagai sebuah hasil
dari suatu kegiatan. Pendidikan sangat terkait dengan pencegahan berbagai
kondisi yang dapat menghambat kepercayaan diri individu serta kapasitas
individu dan masyarakat.

2.4 Bidang Tugas Pendampingan


Sehubungan dengan hal ini Suharto (2005) mengatakan proses
pendampingan berpusat pada empat bidang tugas atau fungsi, yaitu :
1) Pemungkinan (enabling) atau Fasilitasi
Merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan
kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas pekerja sosial yang berkaitan
dengan fungsi ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan
negosiasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan manajemen
sumber.
2) Penguatan (empowering)
Fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna
memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building). Pendamping
berperan aktif sebagai agen yang memberikan masukan positif dan direktif
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan
dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya,
membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi,
melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat
adalah beberapa tugas yang berkaitan fungsi penguatan.

21
3) Perlindungan (Protecting)
Fungsi ini berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan
lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat
dampingannya. Dalam kaitan dengan fungsi ini seorang pendamping
bertugas mencari sumber-sumber melakukan pembelaan, menggunakan
media, meningkatkan hubungan masyarakat dan membangun jaringan
kerja, sebagai konsultasi.
4) Pendukungan (supporting)
Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis yang dapat
mendukung terjadinya perubahan positif pada masyarakat. Dalam hal ini
pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang
mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-
tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti melakukan
analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana.

2.5 Peran sebagai Pendamping


2.5.1 Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering
disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering
dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen
dan Hernandez (1994:188), “The traditional role of enabler in social
work implies education, facilitation, and promotion of interaction and
action.” Selanjutnya Barker (1987) memberi definisi pemungkin atau
fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi
mampu menangani tekanan situasional atau transisional.
Peran pendamping sebagai fasilitator dapat dikatakan pula
sebagai pemercepat perubahan (enabler), yaitu membantu masyarakat
untuk mengidentifikasi masalah, mengembangkan kapasitas agar dapat
menangani masalah yang dihadapi secara lebih efektif dan

22
mengembangkan hubungan di antara pemeran/stakeholders
pembangunan dengan baik
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi,
pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan
pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial,
pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah
dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara
pencapaiannya (Barker, 1987:49).
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap
perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha
klien sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau
memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah
ditetapkan dan disepakati bersama (Parsons, Jorgensen dan Hernandez,
1994). Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:190-203) memberikan
kerangka acuan mengenai tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh
pekerja sosial:
 Mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan kegiatan.
 Mendefinisikan tujuan keterlibatan.
 Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman
dan perbedaan-perbedaan.
 Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem:
menemukan kesamaan dan perbedaan.
 Memfasilitasi pendidikan: membangun pengetahuan dan
keterampilan.
 Memberikan model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan
masalah bersama: mendorong kegiatan kolektif.
 Mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan.
 Memfasilitasi penetapan tujuan.
 Merancang solusi-solusi alternatif.

23
 Mendorong pelaksanaan tugas.
 Memelihara relasi sistem.
 Memecahkan konflik.

2.5.2 Mediator
Perantara (mediator), yaitu melakukan mediasi individu atau
kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan atau
pelayanan masyarakat atau kelompok masyarakat dengan stakeholder
lainnya, dan individu atau kelompok masyarakat apabila terjadi konflik
dalam masyarakat.
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma
generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat
perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai
pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa pekerja
sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk
menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang
menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran
mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga,
serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya
yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi
menang-menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan peran
sebagai pembela dimana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk
memenangkan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya
sendiri.
Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik
dan keterampilan yang dapat digunakan dalam melakukan peran
mediator:
 Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.

24
 Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak
lain.
 Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi
kepentingan bersama.
 Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan
kalah.
 Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat
yang spesifik.
 Membagi konflik kedalam beberapa isu.
 Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka
lebih memiliki manfaat jika melanjutkan sebuah hubungan
ketimbang terlibat terus dalam konflik.
 Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau
berbicara satu sama lain.
 Gunakan prosedur-prosedur persuasi.

2.5.3 Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual
saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang beroker
berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut
sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada
saat klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker
tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan
yang diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari.
Dalam konteks PM, peran pekerja sosial sebagai broker tidak
jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di
pasar modal, dalam PM terdapat klien atau konsumen. Namun
demikian, pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni
jaringan pelayanan sosial. Pemahaman pekerja sosial yang menjadi
broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya
menjadi

25
sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh
“keuntungan” maksimal.
Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam
melakukan peranan sebagai broker:
 Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber
kemasyarakatan yang tepat.
 Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara
konsisten.
 Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhan klien.

Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah


dijelaskan di muka. Peranan sebagai broker mencakup
“menghubungkan klien dengan barang-barang dan jasa dan mengontrol
kualitas barang dan jasa tersebut. Dengan demikian ada tiga kata kunci
dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan
(linking), barang-barang dan jasa (goods and services) dan
pengontrolan kualitas (quality control). Parsons, Jorgensen dan
Hernandez (1994:226-227) menerangkan ketiga konsep di atas satu per
satu:
 Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-
lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber
yang diperlukan. Linking juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk
kepada orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia
juga meliputi memperkenalkan klien dan sumber referal, tindak
lanjut, pendistribusian sumber, dan meenjamin bahwa barang-barang
dan jasa dapat diterima oleh klien.
 Goods meliputi yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian,
perumahan, obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran
pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
hidup klien, semisal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan,
konseling, pengasuhan anak.

26
 Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin
bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring
yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan
untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan setiap saat.

Dalam proses pendampingan sosial, ada dua pengetahuan dan


keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial:
 Pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan
masyarakat (community needs assessment), yang meliputi: (a) jenis
dan tipe kebutuhan, (b) distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan
pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan, dan (e) hambatan-
hambatan dalam menjangkau pelayanan (lihat makalah penulis
mengenai metode dan teknik pemetaan sosial untuk mengetahu cara-
cara mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat).
 Pengetahuan dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan
antar organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk: (a) memperjelas
kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) mendefinisikan peranan
lembaga-lembaga, (c) mendefinisikan potensi dan hambatan setiap
lembaga, (d) memilih metode guna menentukan partisipasi setiap
lembaga dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, (e)
mengembangkan prosedur guna menghindari duplikasi pelayanan,
dan (f) mengembangkan prosedur guna mengidentifikasi dan
memenuhi kekurangan pelayanan sosial.

2.5.4 Pembela
Dalam praktek PM, seringkali pekerja sosial harus berhadapan
sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang
diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan
pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit

27
dijangkau oleh klien, pekeja sosial harus memainkan peranan sebagai
pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah
satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik.
Peran kader pemberdayaan masyarakat menurut permendagri
No.7 tahun 2007 salah satunya adalah advokasi (advocation), yaitu
memberikan advokasi dan atau mewakili kelompok masyarakat yang
membutuhkan bantuan ataupun pelayanan dan mendorong para
pembuat keputusan / Kepala Desa / Lurah untuk mau mendengar,
mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan masyarakat.
Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case
advocacy) dan advokasi kausal (cause advocacy) (DuBois dan Miley,
1992; Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Apabila pekerja sosial
melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka
ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala
klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan
sekelompok anggota masyarakat.
Rothblatt (1978) memberikan beberapa model yang dapat
dijadikan acuan dalam melakukan peran pembela dalam PM:
 Keterbukaan – membiarkan berbagai pandangan untuk didengar.
 Perwakilan luas – mewakili semua pelaku yang memiliki
kepentingan dalam pembuatan keputusan.
 Keadilan – memiliki sesuah sistem kesetaraan atau kesamaan
sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan
perbandingan.
 Pengurangan permusuhan – mengembangkan sebuah keputusan yang
mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan.
 Informasi – menyajikan masing-masing pandangan secara bersama
dengan dukungan dokumen dan analisis.
 Pendukungan – mendukung patisipasi secara luas.

28
 Kepekaan – mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar
mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan
posisi-posisi orang lain.

2.5.5 Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung
oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja
sosial untuk menjadi pelindung (protector) terhadap orang-orang yang
lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian
role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon
korban, dan populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung
mencakup penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut: (a)
kekuasaan, (b) pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial.
Prinsip-prinsip peran pelindung meliputi:
 Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama.
 Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses
perlindungan.
 Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan
sesuai dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional praktek
pekerjaan sosial.

29
BAB III
KESIMPULAN

Kader merupakan tenaga masyarakat yang paling dekat dengan


masyarakat, departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai pelatihan untuk
kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian bayi. Dukun bayi merupakan seseorang yang
dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan
dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan
anak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kader pemberdayaan masyarakat adalah anggota masyarakat Desa dan
Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk
menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan partisipatif.
Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat merupakan kegiatan pelatihan
yang digunakan untuk meningkatkan kompetensi masayarakat dalam hal
pemberdayaan dan sebagai fasilitator masyarakat yang dekat dengan masyarakat
lingkungannya. Adanya pelatihan kader pemberdayaan masyarakat seseorang
yang mengikuti pelatihan diharapkan seseorang tersebut mampu melatih oranglain
apabila menjadi seorang fasilitator dalam masyarakat.

30
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan


Intervensi Komunitas. Jakarta : Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Kader


Pemberdayaan Masyarakat. Available at
http://binapemdes.kemendagri.go.id [diakses tanggal 28/04/2018]

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi


Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa .
Available at https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2016/08/pm-desa-
no-3-ta-2015-tentang-pendampingan-desa.pdf [diakses tanggal 28/04/2018]

Suharto, Edi. 2002. Pendampingan Sosial Dalam Pengembangan Masyarakat.


Jakarta: Pusdiklat Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat. Available at
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_31.htm [diakses tanggal
05/04/2018]

Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung :


Refika Aditama

Syafrudin. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

Tim BASICS. 2014. Panduan Penerapan Praktik Cerdas Kemitraan Bidan,


Dukun Bayi dan Kader Posyandu. Available at www.basicsproject.or.id
[diakses tanggal 28/04/2018]

31

Anda mungkin juga menyukai