Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan modern sekarang yang dimana setiap orang memiliki

akses yang luas dalam berkarir, Karir menurut Soetjipto dkk adalah bagian dari

perjalanan hidup seseorang bahkan bagi sebagian orang merupakan suatu tujuan

hidup (dalam Riadi, 2018). Sehingga seseorang hidup untuk menjalankan karier

yang dipilihnya dan menjadi bagian dari kehidupan hingga akhir hayat. Dengan

perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, memudahkan seseorang untuk

memilih dan menentukan arah karirnya dikarenakan mudahnya kita untuk

mengakses dunia hanya dalam hitungan detik untuk mengetahui banyak informasi

yang berguna untuk menambah asumsi dalam menentukan karier yang selaras

dengan minat dan bakat kita yang sesuai perkembangan zaman.

Ditunjang dengan pendidikan yang semakin menjadi bagian terpenting dan

wajib dalam kehidupan, Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang

harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan

Pemerintah Daerah (INDONESIA, 2008), yang mewajibkan setiap warga

Republik Indonesia untuk melaksanakan pendidikan dari tingkat dasar hingga

menengah. Dalam hal ini termasuk peserta didik SMA yang menjadi bagian dari

sistem pendidikan yang wajib untuk dilaksanakan oleh setiap warga Indonesia.
Peserta didik yang menjalankan pendidikan pada tingkat SMA ialah sudah

memasuki masa-masa remaja yakni rentang usia remaja dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu bagian pertama pada usia 12 atau 13 tahun sampai dengan 17 tahun

atau 18 tahun dinamakan dengan remaja awal, selanjutnya, untuk usia 17 tahun

atau 18 sampai dengan 21 tahun/22 tahun dinamakan dengan tingkat remaja akhir

menurut Ali dan Asrori dalam (Dewinta, 2022). Sehingga seorang yang sedang

menempuh pendidikan dibangku SMA termasuk kategori remaja akhir.

Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek

yang bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat psikologis, sehingga dapat

dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah

berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan

lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja(Ajhuri &

K.F., 2019). Sehingga masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan

karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan

fisiknya. Sehingga seringkali pada fase ini seseorang akan dilanda kebingungan

dan kecemasan pada dirinya yang sebelumnya belum pernah dialami, hal ini

disebabkan bahwa fase remaja akhir merupakan masa berkembangnya identitas

dirinya. dimana Identitas adalah suatu pengorganisasian dorongan-dorongan,

kemampuan-kemampuan, keyakinan-keyakinan, dan pengalaman-pengalaman

individu kedalam citra diri yang konsisten. munculnya sebuah tuntutan dan

tanggung jawab yang lebih banyak dari dirinya dibandingkan masa sebelumnya

yang berasal dari sistem sosial dan norma-norma yang berlaku pada dirinya (Erik

Erickson).
Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri

harus di dukung oleh orang terdekat, menurut pandangan teori psikososial

Erikson, faktor sosial dan budaya berperan dalam perkembangan manusia,

termasuk di dalamnya perkembangan kemandirian anak (Sa’diyah, 2017). Dan

menjadi mandiri adalah hal yang harus dan wajib dimiliki oleh seseorang yang

sudah memasuki masa-masa akhir remaja dan hendak menempuh masa dewasa.

Dikarenakan semakin banyaknya tanggungjawab dan kewajiban yang diberikan

oleh sistem masyarakat dan norma-norma yang melakat pada dirinya

membutuhkan kemandirian untuk mampu bertahan dari segala dinamika

kehidupannya.

Pada masyarakat muncul sebuah stigma negatif terhadap perempuan yang

dimana perempuan identik sebagai sosok yang lemah dan berpangku tangan pada

sosok pria. Ketergantungan yang ditunjukkan dengan ketakutan akan kemandirian

ini disebut oleh Dowling sebagai cinderella complex, yakni ketergantungan

perempuan secara psikologis dimana terdapat keinginan yang kuat untuk dirawat

dan dilindungi orang lain yaitu laki-laki serta keyakinan bahwa sesuatu dari

luarlah yang akan menolongnya. Istilah Cinderella Complex ini diambil dari salah

satu tokoh cerita dongeng Cinderella yang terbaring dipeti kaca menanti sang

pangeran untuk membangkitkannya.

Stigma sosial yang telah membudaya ini membawa pengaruh yang sangat

kuat dalam tataran masyarakat. cinderella complex membawa persepsi pada

masyarakat luas bahwa perempuan itu adalah sosok yang harus dilindung dan
tidak mandiri secara fisik dan pasikis, hal ini didukung oleh patriarki yang

melekat pada masyarakat hingga saat ini, Patriarki adalah sebuah sistem sosial

yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam

organisasi sosial. Posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala

aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Menurut Pinem (dalam Israpil,

2017).

Dari budaya patriarki ini menjadi faktor eksternal yang menimbulkan efek

stereotip pada masyarakat bahwa perempuan setelah melewati masa remaja adalah

bertugas dirumah saja yakni merawat anak, membersihkan rumah, dan lain-lain

yang berhubungan dengan urusan rumah, sehingga sangat bergantung pada

suaminya. Perempuan dibesarkan untuk tergantung pada laki-laki dan merasa

lemah tanpa kehadiran laki-laki. Masyarakat diajarkan untuk percaya bahwa

perempuan tidak bisa mandiri diatas kakinya sendiri, bahwa perempuan

terlalu rapuh, terlalu delikatif, membutuhkan perlindungan (Fauzan, 2021).

Salah satu faktor lain munculnya cinderella complex ialah pola asuh yang

selama ini disematkan oleh orangtua dalam mendidik dan mengajarkan anak

perempuannya untuk dimanja dan dituruti segala hal yang diinginkan dan tidak

dibiarkan untuk memilih dan melakukan apa-apa yang diinginkan dan tidak

dibatasi segala keinginannya, hal ini menimbulkan pola pikir bahwa segala yang

diinginkan harus dituruti dan disediakan. Jika pola asuh ini diteruskan maka

memunculkan ketidakmandirian pada diri anak perempuan tersebut dan akan

selalu bergantung pada orang lain.


Cinderella complex ini mampu untuk menimbulkan pola pikir pada peserta

didik perempuan SMA dalam memilih jalan karier selanjutnya. Karena kita

dibesarkan oleh lingkungan dan pendidikan yang berbeda-beda tegantung

bagaimana kita dibentuk, namun budaya cinderella complex masih banyak

melekat pada pola pikir masyarakat kita. Menimbulkan perspektif yang dalam

terhadap pilihan karir siswi SMA. Karena hal inilah peneliti ingin meneliti

seberapa jauh dampak dari cinderella complex terhadap pilihan karier siswi SMA

dalam menempuh jalan karier selanjutnya.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat

diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Stereotip cinderella complex bahwa perempuan adalah sosok yang

lemah dan tidak mandiri sehingga bergantung pada pria

2. Cinderella complex memunculkan pemahaman dimasyarakat bahwa

perempuan tidak lebih baik dari laki-laki terutama dalam pembahasan

ini adalah bidang karier.

3. Pola pikir pada sebagian perempuan karena pola asuh yang cenderung

membuatnya menjadi ketergantungan dan manja sehingga

mempengaruhi pemilihan karier saat SMA.

C. PEMBATASAN MASALAH

Cinderella complex memberikan dampak pada pemilihan karir siswi SMAN

50 Jakarta, maka peneliti membatasi penelitian hanya pada :


1. Analisis munculnya cinderella complex yang terjadi pada siswi kelas

12 SMAN 50 Jakarta dalam menentukan karier.

2. Mencari keterkaitan antara cinderella complex dengan konsep diri

yang dibangun oleh siswi kelas 12 SMAN 50 Jakarta.

3. Mencari keterkaitan antar pola pikir cinderella complex dengan

pilihan karier setelah lulus SMA

D. RUMUSAN MASALAH

Dari beberapa uraian yang penulis kemukakan pada bagian latar belakang

tersebut, penulis dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana pilihan siswi kelas 12 SMAN 50 Jakarta dalam memilih

karier setelah lulus SMA?

2. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua dan lingkungan sekitar dalam

membentuk pilihan karier peserta didik siswi kelas 12 di SMAN 50

Jakarta?

3. Adakah hubungan cinderella complex dengan pilihan karier siswa kelas

12 SMAN 50?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami faktor yang membentuk pola pikir cinderella complex

pada peserta didik.


2. Untuk mengetahui adakah hubungan antara pola pikir cinderella

complex dengan pilihan karier siswi di SMAN 50 Jakarta.

F. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan

wawasan, informasi, pemikiran, dan ilmu pengetahuan kepada pihak

lain

yang berkepentingan.

b. Sebagai acuan dan pertimbangan bagi penelitian yang selanjutnya

khususnya yang berkaitan dengan pola pikir cinderella complex

terhadap pendidikan khususnya karier

2. MANFAAT PRAKTIS

a. Bagi pihak sekolah mampu menjadi pengetahuan dan wawasan

terhadap mengenal peserta didiknya khususnya perempuan bahwa

terdapat pengalaman psikis yang memicu timbulnya pertimbangan

karier yang dilandasi pada ketidakmandirian siswi disekolah

tersebut.

b. Bagi penulis, diharapkan mampu untuk menerapkan ilmu yang telah

dipelajari dan berguna bagi kelangsungan ilmu pengetahuan

kedepannya.

3. Manfaat Sosial
a. Memberikan pemahaman terhadap masyarakat akan isu cinderella

complex yang ada pada perempuan.

b. Menjadi bahan landasan akan kesadaran bersama terhadap isu ini

dan menjadikannya pelajaran dalam mendidik dan memberikan pola

asuh terhadap anak terkhusus anak perempuan.

c. Pentingnya perencanaan yang matang pada peserta didik dalam

menentukan karier yang dipilih.

G. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI

Struktur organisasi skripsi berisi mengenai keseluruhan isi skripsi dan

pembahasannya. Struktur organisasi skripsi dapat dijabarkan dan dijelaskan

dengan sistematika penulisan yang runtun. Struktur organisasi skripsi berisi

tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab. Struktur organisasi

skripsi di mulai dari bab I sampai bab V.

Bab I berisi uraian mengenai pendahuluan. Bagian awal dari skripsi ini

menjelaskan dan memaparkan mengenai latar belakang, identifikasi masalah,

rumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

struktur organisasi skripsi.

Bab II berisi tentang kajian teori-teori yang terdiri dari hakekat cinderella

complex, faktor-faktor munculnya cinderella complex, dampak nya muncul dari

cinderella complex, dampak dan pengaruh dari cinderella complex, bentuk-

bentuk pencegahan dan mengatasi cinderella complex, dan pemahaman

mengenai karier yang berisi (pengertian, jenis-jenis, cara dan langkah-langkah


membentuk karier, dan perencanaan karier) penelitian terdahulu yang relevan,

kerangka pemikirin, asumsi, dan hipotesis.

Bab III bagian ini membahas mengenai komponen dari metode penelitian. Bab

ini berisi tentang metode penelitian, desain penelitian, subjek dan objek

penelitian, operasionalisasi variabel, rancangan pengumpulan data, instrumen,

prosedur penelitian dan rancangan analisis data.

Bab IV bagian ini membahas mengenai pencapaian hasil penelitian dan

pembahasannya. Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dicapai meliputi

pengolahan data serta analisis temuan dan pembahasannya.

Bab V menjadikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis

temuan penelitian. Bab ini menyajikan simpulan terhadap hasil analisis temuan

dari penelitian, ada dua alternatif cara penulisan kesimpulan, yakni dengan cara

butir demi butir atau dengan uraian padat. dan saran penulis sebagai bentuk

pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.


BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN

HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Cinderella Complex

1.1 Pengertian Cinderella Complex

Cinderella complex adalah sebuah gejala psikologi yang pada

umumnya terjadi pada sebagian besar perempuan pada masyarakat yang

telah membudaya sejak dahulu. Awalnya istilah cinderella complex

pertama kali dikemukakan Dowling oleh Pada tahun 1981, dalam

bukunya yang berjudul "The Cinderella Complex; Womans Hidden

Fear From Independence. ". Dalam bukunya Dowling berbagi

pengalaman hidupnya setelah melakukan penelitian dan penyelidikan

terhadap pasien-pasien yang melakukan konseling terhadapnya, dimana

dalam buku tersebut menjelaskan bahwa terdapat sebuah sindrom yang

melekat pada perempuan yakni kecenderungan perempuan untuk


tergantung secara psikis, yang ditunjukan dengan adanya keinginan

yang kuat untuk dirawat dan dilindungi orang lain terutama laki-laki,

serta keyakinan bahwa suatu dari luarlah yang akan menolongnya.

Sindrom ini yang menyebabkan bahwa perempuan tidak bisa mandiri

dalam memutuskan kehendak dirinya, yang menurut Dowling bahwa

sindrom ini telah membudaya dan mendarah daging hampir diseluruh

dunia, tidak sedikit perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya

memiliki ketergantungan yang besar terhadap faktor diluar dirinya

dalam hal ini adalah bergantung pada laki-laki. Hal ini didukung oleh

pernyataan dari Symonds (dalam Syarif, 2016) menyatakan bahwa

masalah Cinderella Complex merupakan masalah dari hampir semua

perempuan yang pernah ditemuinya. Dimana para perempuan yang

tampak dari luar sangat berhasil juga cenderung menjadi tergantung dan

tanpa sadar mengabdikan sebagian besar energi mereka untuk

mendapatkan cinta, pertolongan dan perlindungan terhadap apa yang

kelihatannya sulit dan menantang di dunia. Karena keterbatasan yang

diciptakan oleh perempuan itu sendiri, menyebabkan dirinya tidak

secara penuh menggunakan dan memanfaatkan otak dan fisiknya dalam

memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi

pada hidupnya.

Dowling (dalam Hapsari, A. D., Mabruri, M. I. & Hendriyani, 2014)

menjelaskan bahwa cinderella complex biasanya menyerang gadis-gadis

enam belas tahun atau tujuh belas tahun, kerap kali menghalangi
mereka dari pergi melanjutkan pendidikan, mempercepat mereka

memasuki pernikahan usia muda. Maka dari itu sindrom cinderella

complex menjadi pertimbangan perempuan untuk menentukan masa

depannya atau dalam menentukan karir yang hendak dipilih dan

direncakan. Karena ketidakmandirian inilah perempuan merasa ragu

dan takut dalam memilih jalan karir dan masa depannya.

Ketidakmandirian inilah yang menjadi kekhawatiran perempuan dalam

menentukan masa depannya hal ini ditunjang dari penelitian yang

dilakukan psikolog Elizabeth Douvan, bahwa sampai usia delapan belas

tahun (dan kadang-kadang lebih) para gadis sungguh-sungguh tidak

memperlihatkan gerak ke arah kemandirian menurut Dowling (dalam

Hapsari, A. D., Mabruri, M. I. & Hendriyani, 2014).

Di era yang mengalami kemajuan dan perkembangan dibidang

IPTEK dan informasi, tidak membatasi seseorang untuk mendapatkan

pengetahuan baru dan lebih luas, karena secara perangkat teknologi

telah menucukupi untuk kita dapat mengakses segala hal yang telah

terjadi di seluruh dunia dalam hitungan detik.dan ini yang dinamakan

globalisasi, menurut Martono (dalam Redaksi, 2022)bahwa “Globalisasi

dapat didefinisikan sebagai penyebaran kebiasaan-kebiasaan yang

mendunia, ekspansi hubungan yang melintasi benua, organisasi

kehidupan sosial pada skala global, dan pertumbuhan sebuah kesadaran

global bersama”. Maka dari pengertian globalisasi diatas tidak mungkin

perkembangan budaya kita tidak berubah, namun karena sudah begitu


mengakarnya budaya cinderella complex diseluruh dunia maka akan

menjadi hambatan tersendiri untuk merubah budaya tersebut secara

signifikan serta ditambah dengan menguatnya budaya patriarki yakni

begitu kuat dalam kehidupan sehari-hari, (dalam You, 2019)

menjelaskan bahwa patriarkal menetapkan kriteria bagi posisi

perempuan yang tidak setara secara struktural dalam keluarga dan

masyarakat dengan menetapkan hak-hakyang berbeda di antara laki-laki

dan perempuan. Dalam budaya patriarki ini sangat melekat bahwa

kekuasaan laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga

laki-laki akan berusaha untuk mengendalikan perempuan sesuai dengan

kehendaknya. Maka muncul ketergantungan dan ketidakmandirian yang

terjadi pada perempuan walau teknologi dan informasi semakin canggih

namun masih terbatasi oleh pola pikir yang telah membudaya dan

benturan ideologi dalam memahami hak dan kewajiban gender.

Selain itu peran keluarga dan masyarakat juga memberikan pengaruh

yang besar terhadap kemandirian perempuan disekitarnya. Cara orang

tua mendidik yang mengikuti budaya yang ada maka tidak jarang cara

mendidik anak perempuan mereka dengan penuh hati-hati dan

memberikan apapun yang diinginkan atau memanjakannya, sehingga

sering kali menimbulkan ketergantungan yang terjadi saat masa-masa

dewasanya. Dan norma yang berlaku pada masyarakat juga memiliki

adil besar terhadap menjelaskan identitas seorang perempuan

dimasyarakat yakni sebegai sosok yang harus dilindungi, dianggap


sebagai sosok yang lemah, serta menomorduakan kepentingan

perempuan diatas laki-laki. Namun faktor intenal dirinya pun juga

mempengaruhi seorang perempuan untuk mampu menjadi sosok yang

mandiri dan tidak lepas dari pengalaman dirinya yang dialami selama

hidupnya, memberikan kepribadian yang ketergantungan dan tidak

mandiri.

1.2 Aspek-aspek Cinderella Complex

Cinderela complex merupakan sindrom yang dialami oleh

perempuan yang merasa bahwa dirinya adalah pribadi yang lemah,

bergantung, dan tidak berdaya. Ketidakberdayaan ini yang oleh

sebagian besar perempuan menjadi alasan dirinya untuk

menggantungkan dirinya kepada orang lain dan tidak berusaha untuk

menjadi pribadi yang mandiri, oleh Dowling (1981) (dalam

Oktaviyanti, 2013) digambarkan sebagai ketidakberdayaan perempuan

karena ketergantungan yang sudah dilatih sejak anak-anak.

Ketergantungan ini ditunjukkan dengan tidak adanya kemandirian pada

dirinya. Menurut Watson (dalam Budiman, n.d.) “kemandirian berarti

kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan

sesuatu dengan tepat, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala

sesuatu tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain.” Maka dengan

adanya kemandirian seseorang akan terbebas dari kekangan atau

tekanan dari pihak yang bisa jadi merugikan dirinya. Dan konsep
kemandirian ini diperjelas lebih rinci lagi ole, Beller menyebutkan

beberapa tanda kemandinan yaitu adanya pengambilan inisiatif,

mencoba mengatasi riutangan-rintangan dalam lingkungan, mencoba

mengarahkan penlakunya menuju kesempumaan, memperoleh kepuasan

dari bekerja dan mencoba mengerjakan tugas rutinnva ( Rianty dalam

Anggriany, 2015).

Perempuan yang mengalami Cinderella Complex menunjukkan

rendahnya kemandirian. Aspek-aspek Cinderella Complex menurut

Dowling (Hapsari dalam Ananda, 2021):

a. Keinginan untuk dirawat Keinginan untuk mendapatkan

perhatian yang lebih dari orang lain (khususnya laki-laki) dan

merasa dirinya penting. Adanya keinginan wanita 15 tahun

keatas untuk mendapatkan perhatian yang berlebih dari orang

lain seperti orang tua, teman dan pasangan serta berharap

semua perhatian hanya tertuju padanya.

b. Keinginan untuk dilindungi dan disayangi Keinginan untuk

mendapatkan kasih sayang yang memuaskan dari orang tua

dan pasangannya. Adanya keinginan seorang wanita untuk

selalu dimanjakan oleh orang lain baik itu orang tua, teman

maupun pasangan seperti selalu ingin ditemani saat pergi dan

dijemput saat pulang sekolah atau pulang kerja.

c. Keyakinan yang kuat akan adanya sesuatu dari luar yang

akan menolongnya wanita yakin bahwa orang terdekat yang


menjadi tempat dia bergantung akan menolongnya ketika dia

mendapatkan masalah. Adanya keyakinan seorang wanita

bahwa ia tidak sendirian saat menghadapi suatu

permasalahan dan akan selalu meminta pendapat orang lain

mengenai masalahnya.

Dari aspek yang telah dijelaskan Dowling menjadi landasan peneliti

dalam membuat instrument alat ukur dalam penelitian yang akan

dilakukan.

1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Cinderella Complex

Cinderella complex memberikan pengaruh yang besar terhadap

tumbuhkembang perempuan dimasyarakat, keluarga, sekolah, dan

tempat kerja. Hal ini ditunjang dari pernyataan Santoso, dkk. (2008:12)

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi cinderella complex

antara lain: pola asuh orang tua, media komunikasi massa, pekerjaan

atau tugas yang menuntut pribadi, dan agama. Sehingga faktor

seseorang perempuan memiliki pola pikir cinderella complex tidak lepas

dari bagaimana pola asuh orang tua dalam mendidik anak

perempuannya hingga besar namun jika begitu kita tidak bisa

menyalahkan sepenuhnya kepada pola asuh orang tua dalam mendidik

karena pola asuh orang tua akan bergantung pada budaya yang ada pada

keluarga tersebut, dan pada media-media masa yang menjadi sumber

informasi pengetahuan dalam mendidik anak perempuannya, karena


media masa juga terpengaruh dari budaya tersebut, karena media masa

membuat gambaran bahwa perempuan harus didik sesuai dengan

budaya yang ada. Bahkan sejak dini masyarakatpun telah membuat

norma tingkah laku baik dan buruk terhadap perempuan yang lebih

banyak mengajarkan anak harus feminim, bersikap lemah lembut,

menuruti apa-apa yang dikatakan orang tua dan lain-lainnya. Hal ini

diperjelas dengan pendapat dari Wulansari

Wulansari (2010:7) mengatakan bahwa cinderella complex

dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor

eksternal meliputi peran penting lingkungan pada tumbuh kembangnya

cinderella complex di dalam diri perempuan, seperti :

a. Budaya Budaya patriarki yang masih lekat di dalam masyarakat

Indonesia menyebabkan ketergantungan (Anggriany dan Astuti,

2003:41).

b. Pola asuh orang tua Orang tua dalam mendidik anak memberi nilai

bahwa ciri-ciri sifat yang secara stereotipe diasosiasikan dengan laki-

laki lebih bernilai dibandingkan perempuan sehingga perempuan

merasa inferior.

c. Media massa Media menyajikan standar nilai kecantikan atau

keindahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi terjadinya

kecenderungan cinderella complex pada diri perempuan.

Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi cinderella complex

ialah harga diri. Harga diri yang dibangun dengan sebuah konsep
pemikiran yang telah dibentuk sejak kecil hingga dewasa, yang

membuat perempuan merasa bahwa dirinya harus dijadikan nomor satu

untuk dilayani dan dikasihi sehingga menjauhi kemandirian dan selalu

merasa lemah karena butuh untuk dilindungi. Menurut penjelasan

Dowling (1995:103) yaitu kepercayaan diri serta harga diri yang rendah

menghalangi perempuan untuk mandiri karena perempuan merasa tidak

kompeten dengan dirinya sendiri. Perempuan yang tergantung memiliki

harga diri yang rendah sehingga seringkali menekan inisiatifnya dan

membuang aspirasinya (Dowling, 1995:25-29).

2. Perencanaan Karir

2.1 Pengertian Perencanaan Karir

Karir adalah pilihan dari kehidupan kita, setiap dari manusia

memiliki karirnya yang dipilih masing-masing seperti yang dijelaskan

dalam KBBI karir adalah perkembangan dan kemajuan dalam

kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya, sehingga karena

kehidupan ini yang selalu berubah menuntun setiap manusia untuk

mengembangkan dirinya menuju pribadi yang memiliki kehidupan yang

lebih baik lagi.

Sedangkan menurut John J. Pietrofesi dan Howard Splete (dalam

Manrihu, 1988) menyatakan bahwa karir adalah suatu proses yang

berjalan terus menerus dan berlangsung sepanjang tahap kehidupan

serta mencakup pengalaman-pengalaman rumah tangga sekolah dan

masyarakat yang berkaitan dengan konsep diri individu serta


implementasinya dalam gaya hidup ketika orang itu hidup senang dan

mendapat penghasilan. Hal ini didukung oleh pendapat Hornby (dalam

Walgito, 2010) karir ialah suaru pekerjaan atau profesi. Lalu menurut

Bruce (dalam Sukardi, 1987) menyatakan bahwa karier adalah suatu

runtutan dari pekerjaan, jabatan, dan kedudukan yang dijalankan oleh

individu selama masa hidupnya.

Dari pengertian karir diatas menjelaskan bahwa karir adalah sebuah

perjalan dalam kehidupan manusia yang terus-menerus mengalami

peningkatan dalam kehidupannya baik dalam rumah tangga,

pendidikan, pekerjaan, dan segala aktifitas dalam kehidupannya selama

dia hidup didunia.

Selanjutnya definsi perencanaan, menurut KBBI, perencanaan

memiliki arti sebagai sebuah proses, cara, atau perbuatan merencanakan

(merancangkan), lalu dari definisi para ahli menurut William G.

Chunningham (dalam Andi (2011)) menjelaskan bahwa perencanaan

adalah suatu proses kegiatan untuk memilah dan menelaborasikan

wawasan, fakta, imajinasi, dan pendapat untuk masa depan yang

memiliki tujuan untuk memadukan hasil yang diharapkan.

Jadi perencanaan adalah sebuah proses merancang yang dilakukan

seseorang dalam memadukan segala pengalaman, wawasan, fakta dan

data serta pendapat, guna mencapai hasil yang menjadi tujuan yang

diharapkan.
Super (dalam Sharf, 1992: 156) memaparkan bahwa perencaan karir

adalah suatu proses dimana individu dapat mengidentifikasi dan

mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya.

Perencanaan karir membutuhkan interpretasi diri terhadap membuat

langkah-langkah perencanaan yang akan diambil.

Lalu menurut Dillard (1985: 24), menjelaskan bahwa perencanaan

karir merupakan proses pencapaian tujuan karir individu, yang ditandai

dengan adanya : tujuan yang ditandai dengan adanya tujuan yang jelas

setelah menyelesaikan pendidikan, cita-cita yang jelas terhadap

pekerjaan, dorongan untuk maju dalam bidang pendidikan dan

pekerjaan yang dicita-citakan, persepsi yang realistis terhadap diri dan

lingkungan, kemampuan mengelompokkan pekerjaan yang diminati,

memberikan penghargaan yang positif terhadap pekerjaan dan nilai-

nilai, kemandirian dalam proses pengambilan keputusan, kematangan

dalam mengambil keputusan, dan menujukkan cara-cara realistis dalam

mencapai cita-cita pekerjaan.

Setelah memahami definisi yang telah dijelaskan diatas maka dapat

disimpulkan bahwa perencanaan karir adalah sebuah langkah mandiri

yang dilakukan seseorang dalam merangkai, menghubungkan dan

menyeleksi data-data berbentuk informasi mengenai dirinya dan

pekerjaan atau jabatan guna mencapai kesiapan yang terarah dalam

mewujudkan cita-cita yang menjadi pilihan karir hidupnya.

Perencanaan yang matang ialah perencanaan yang terarah menuju


pilihan karirnya dimasa depan, namun perencanaan karir yang matang

juga bersifat fleksibel yakni memiliki pilihan alternatif terhadap pilihan

karirnya.

2.2 Tujuan Perencanaan Karir

Secara umum tujuan perencanaan karir untuk peserta didik terdapat

pada (Salahudin, 2010:117) yakni peserta didik mendapatkan

pengetahuan tentang dunia kerja serta informasi karir untuk menunjang

keterampilan kerja, memiliki kapasitas untuk membuat identitas karir

diri sendiri (cara yang dapat dilakukan yakni mengidentifikasi ciri-ciri

dari suatu pekerjaan, mengetahui persyaratan yang dibutuhkan,

mengenali aspek sosio-psikologis dari suatu pekerjaan, mengenali

peluang dari pekerjaannya, serta mengetahui kesejahteraan dalam

bekerja), memiliki keahlian untuk merencanakan masa depan,

mengenali minat dan bakat yang dimiliki karena berpengaruh untuk

karir kedepannya, serta memiliki kematangan untuk mengambil

keputusan karir.

Lalu menurut Dillard (dalam khairun, 2016:19) dijelaskan bahwa

tujuan karir sebagai berikut

a. Memperolah kesadaran dan pemahaman diri (acquiring self

awerness and understanding). Dalam hal ini, kesadaran dan

pemahaman diri merupakan penilaian dari kelebuhan dan

kelemahan yang dimiliki individu.Langkah ini penting dalam

memberikan panilaian yang realistis tentang dirinya sendiri untuk


dipergunakan dalam perencanaan karirnya agar diperoleh arah yang

efesien dalam kehidupan.

b. Mencapai kepuasan pribadi (attaraining personal satisfaction).

Melalui karir yang direncanakan terlebih dahulu, diharapkan

individu tersebut akan mendapatkan kepuasaan pribadi dari karir

yang ditekuninya dalam kehidupannya.

c. Mempersiapkan diri untuk memperolah penempatan dan

penghasilan yang sesuai (preparing for adequate placement).

Rencana karir ditunjukan untuk mempersiapkan penempatan yang

memadai dan menghindarkan penempatan yang tidak diharapkan.

d. Efektivitas usaha dan penggunaan waktu (efficiently and effort).

Tujuannya untuk memilih secara sistematis, sehingga

menghindarkan individu dari usaha coba-coba, sehingga

membentuk dalam penggunaan waktu secara efesien.

Maka dapat diambil kesimpulan tujuan dari perencanaan karir untuk

peserta didik adalah untuk mencapai pemahaman mengenai informasi

seputar peluang kerja dan kebutuhan akan keterampilan yang

dibutuhkan saat ini, lalu untuk mempersiapkan peserta didik untuk

membangun keterampilan yang dibutuhkan didunia kerja saat ini, dan

yang terakhir adalah menyesuaikan bakat dan minat peserta didik

dengan kebutuhan dunia kerja.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Karir


Menurut Parson dan Williamson (dalam Suherman, 2007: 57) faktor

yang mempengaruhi perencanaan karir adalah kemampuan (abilities),

minat (interest) dan prestasi (achievement). Adapun penjelasan dari

ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kemampuan, yaitu kepercayaan diri terkait dengan bakat yang

menonjol disuatu bidang usaha kognitif, bidang keterampilan, atau

bidang kesenian. Sekali terbentuk suatu kemampuan dapat menjadi

bekal yang memungkinkan untuk memasuki berbagai bidang

pekerjaan atau saat memasuki jenjang perguruan tinggi pada suatu

bidang tertentu. Seseorang yang memiliki kemampuan atau bakat

yang menonjol biasanya memiliki tingkat kepercayaan diri yang

cukup tingi dalam mengaktualisasikan dirinya.

b. Minat, yaitu kecenderungan yang agak menetap kepada seseorang

untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang

bergaul atau bergabung dalam berbagai kegiatan yang berkaitan

dengan bidang tersebut.

c. Prestasi, yaitu suatu hasil belajar (prestasi belajar), yang didapatkan

dari suatu kemampuan individu yang didapatkan siswa dari usaha

belajar.

2.4 Aspek Perencanaan Karir

Menurut Super (Sharf, 1992: 156 dalam Nisa) dijelaskan bahwa

terdapat dua aspek dalam perencanaan karir, yaitu pengetahuan dan

sikap. Aspek pengetahuan mencakup informasi mengenai individu


mengetahui dirinya dan aspek sikap mencakup penggunaan berbagai

pengetahuan yang telah dimiliki serta informasi tentang pekerjaan.

Lalu menurut pendapat dari Parsons (dalam Winkel, 1997) yaitu

menyatakan bahwa terdapat tiga aspek dalam menyusun perencanaan

karir yakni :

a. Pengetahuan dan pemahaman diri sendiri.

Pengetahuan dan pemahaman yang dimaksud adalah

memiliki wawasan akan minat, bakat diri, kepribadian, kecakapan,

prestasi bidang akdemis, dan kekurangan diri, dan kelebihan diri

(sumber yang dimiliki)

b. Pengetahuan dan pemahaman dunia kerja.

Pengetahuan dan pemahaman ini berupa wawasan mengenai

berbagai persyaratan dan limitasi yang diperlukan untuk

menjadikan seseorang berhasil dalam pekerjaannya, untung-rugi,

imbalan, peluang, serta prospek suatu pekerjaan di berbagai

bidang.

c. Penalaran yang realisitis akan hubungan pengetahuan dan

pemahaman diri sendiri dengan pengetahuan dan pemahaman dunia

kerja.

Aspek ini adalah sebuah kemampuan untuk menghubung-

hubungkan secara realistis dalam membuat rencana atau memilih

jenis pekerjaan atau pendidikan lanjutan dengan pertimbangan

yang ada, yaitu berbagai pengetahuan dan pemahaman diri individu


dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai dunia kerja yang

ada.

Maka dari pendapat para ahli mengenai aspek dari perencanaan karir

maka dapat disimpulkan bahwa dalam merencanakan karir maka

dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman mengenai diri sendiri baik

dari segala aspek diri, lalu dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai informasi dunia kerja yang diminati, dan yang terakhir adalah

mempertimbangkan dengan logis dan realistis mengenai hubungan

antara kemampuan diri dengan dunia kerja.

3. Penelitian Yang Terkait

Penelitian ini mengenai pengaruh cinderella complex terhadap

perencanaan karir siswi kelas 12 SMAN 50 Jakarta Timur Berdasarkan

eksplorasi peneliti, ditemukan beberapa tulisan yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Yang pertama penelitian dari Nani Prasetyani tahun 2012 yang berjudul

“Hubungan Antara Kecenderungan Cinderella Complex Dengan Prestasi

Belajar pada Mahasiswi Jurusan PGMI angkatan 2012 UIN Maliki Malang”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan

cinderella complex dengan prestasi belajar pada mahasiswi jurusan PGMI

angkatan 2012 UIN Maliki Malang. Menghasilkan kesimpulan bahwa

hubungan antara kecenderungan cinderella complex dengan prestasi belajar


adalah hubungan negatif yang significant antara kecenderungan cinderella

complex dengan prestasi belajar.

Kedua adalah penelitian dari Indra Bangkit Komara tahun 2016 yang

berjudul “Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Prestasi Belajar dan

Perencanaan Karir Siswa”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar dan perencanaan

karir siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bantul. Hasil penelitian dapat

disimpulkan ada hubungan positif antara kepercayaan diri dan prestasi belajar

dengan perencanaan karir siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bantul.

4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian Menurut Priyono (2016:66) hipotesis merupakan

proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan suatu jawaban

sementara atas pertanyaan peneliti. Adapun hipotesis yang penulis

kemukakan adalah sebagai berikut :

Pengaruh cinderella complex (X1), terhadap perencanaan karir (Y)

Ha : Terdapat pengaruh antara cinderella complex (X1), terhadap

perencanaan karir (Y).

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara cinderella complex (X1), terhadap

perencanaan karir (Y)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada tanggal 15 Oktober sampai tanggal 23

November 2022. Penelitian ini dilukukan di SMAN 50 Jakarta. Pemilihan

lokasi ini didasari atas alasan bahwa permasalahan-permasalahan yang diteliti

ada di lokasi ini dan kebetulan SMAN 50 merupakan lokasi peneliti PPL.

B. Desain Penelitian

C. Populasi dan Sampel

D. Metode Pengumpulan Data

E. Instrumen Penelitian

Anda mungkin juga menyukai