Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komplementer
DOSEN PENGAMPU
Sismeri Dona, M.Keb
KELOMPOK 4
NAMA MAHASISWA:
FAKULTAS KESEHATAN
2022
SKENARIO 4: Kehadiran Sang Buah Hati
Bidan Lisa, seorang bidan PTT di Desa Suka Menanti sedang memberikan asuhan pada
klien berusia 28 tahun G3P1A1 yang akan bersalin .Jam 09.00 WIB dilakukan pemantauan
selanjutnya, his semakin kuat 3-4x/10 menit lamanya 40 detik. Pengeluaran lendir bercampur
darah bertambah banyak. VT : efficement 100%, kepala Hodge +3, UUK kiri depan,
pembukaan lengkap. Bidan menyampaikan kepada pasien bahwa ia berada pada kala II
persalinan dan akan segera bersalin. Bidan memimpin ibu untuk mengedan dan kepala
membuka pintu. Bidan terus melanjutkan pimpinan mengedan sampai kepala engagement.
Pukul 09.20 WIB ibu mengatakan merasa ingin BAB, Bidan Lisa melihat adanya
tekanan pada anus, perineum menonjol dan vulva membuka. Bidan melakukan persiapan
pertolongan persalinan sesuai dengan langkah-langkah asuhan persalinan normal dengan
melakukan pemecahan ketuban.
Setelah 10’ memimpin persalinan, pada saat memeriksa denyut jantung janin diantara
kontraksi diperoleh hasil frekuensi 180x/menit, irama teratur. Bidan Lisa melakukan tindakan
resusitasi intrauterin untuk mencegah fetal distress pada janin. Seiring dengan bertambah his
Bidan Lisa memimpin persalinan pada saat kepala tampak dengan diameter 3-4 cm di depan
vulva, bidan melakukan episiotomi karena perineum terlihat kaku. Bidan Lisa menolong
kelahiran kepala, bahu dan badan janin. Pada pukul 09.35 WIB bayi lahir spontan, segera
menangis, warna kemerahan dengan aktivitas baik, jenis kelamin perempuan sesuai dengan
yang diharapkan ibunya.
Perubahan fisiologi terjadi akibat kontinuitas kekuatan serupa yang telah bekerja sejak
jam-jam awal persalinan. Perubahan tersebut terjadi pada :
Kerja uterus
Kontraksi semakin kuat dan lama, tetapi juga semakin jarang, sehinggga menjadi
periode pemulihan yang teratur bagi ibu dan janin. Membrane sering ruptur secara
spontan di akhir kala I atau selama transisi ke kala II. Mengalirnya cairan ketuban
menyebabkan kepala janin bersentuhan langsung dengan jaringan vagina sehinggga
menimbulkan tekanan dan tekanan ini membantu terjadinya distensi. Tekanan aksis
janin menambah fleksi kepala yang menyebabkan diameter presentasi menjadi lebih
kecil, kemajuan persalinan jadi lebih cepat dan lebih sedikit trauma pada ibu dan
janin. Jika ibu berdiri tegak pada masa ini, proses tersebut akan optimal.
Kontraksi menjadi ekspulsif pada saat janin turun lebih jauh ke dalam vagina.
Tekanan dan bagian janin yang berpresentasi menstimulasi reseptor saraf di dasar
pelvik (disebut refleks ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengedan.
Refleks ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas tertentu, tetapi menjadi
semakin kuat dan involunteer pada setiap kontraksi. Respon ibu adalah menggunakan
kekuatan ekspulsif sekundernya dengan mengontraksikan otot abdomen dan
diafragma.
Pergeseran jaringan lunak
Saat kepala janin turun, jaringan lunak pelvis mengalami pergeseran. Kandung
kemih bergeser dari anterior kemudian terdurung ke atas kedalam abdomen dimana
disanan risiko cedera lebih sedikit selama penurunan janin. Akibatnya terjadi
peregangan dan penipisan uretra sehingga lumen uretra mengecil. Dari posterior,
rectum menjadi rata dengan kurva sacrum dan tekanan kepala menyebabkan
keluarnya materi fekal residual. Otot levator ani berdilatasi dan menipis, bergeser kea
rah lateral dan badan perineal menjadi datar, tergang dan tipis. Kepala janin terlihat
di vulva, maju pada setiap kontraksi dan mundur diantara kontraksi sampai
terjadinya crowning. Kala II berpuncak pada kelahiran bayi.
Durasi kala II
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kala II sangat bervariasi pada setiap
individu. Observasi yang akurat terhadap setiap kemajuan persalinan dan respon ibu
merupakan hal yang sangat penting, karena hal yang tidak terduga selalu dapat
terjadi.
Kemajuan persalinan kala II
Pada nulipara, engagement biasanya terjadi ketika awitan persalinan sejati dan lebih
lama daripada saat fase aktif kala I persalinan. Pada multipara tidak adanya
engagement pada awitan kala II persalinan adalah tanda abnormal. Bagian presentasi
janin mulai turun selama kala I dan mencapai kecepatan maksimal dalam dilatasi
serviks.
a) Fase I, periode tenang : dari dilatasi lengkap sampai desakan untuk mengedan atau
awitan usaha mengedan yang sering dan berirama.
b) Fase II, periode mengedan aktif : dari awitan upaya mengedan yang berirama atau
desakan untuk mendorong sampai dengan presentasi tidak lagi mundur diantara
usaha mengedan (crowning).
c) Fase III, periode perineal : dari crowning bagian presentasi sampai pelahiran semua
tubuh bayi.
Kontraksi selama kala II terjadi secara sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu sekitar 2
menit dan berlangsung selama 60 – 90 detik, intensitas kuat dan ekspulsif secara alamiah.
Penonjolan rectum, penonjolan perineum dan kemajuan kepala janin yang dapat terlihat
pada introitus vagina merupakan indikasi pelahiran akan terjadi sebentar lagi.
Pengeluaran bayi, pada tahap kedua ini baru dimulai setelah dilatasi serviks lengkap.
Tahap ini lebih singkat yaitu berlangsung 30 sampai 90 menit. Prosesnya dimulai ketika bayi
bergerak melewati serviks dan vagina dimana reseptor-reseptornya mengaktifkan suatu
refleks saraf sehingga dapat memicu kontraksi dinding abdomen yang sinkron dengan
kontraksi uterus
1. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm, meletakan
handuk bersih diatas perut untuk mengeringkan bayi.
2. Meletakan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong ibu.
3. Membuka tutup partus set dan memastikan kembali kelengkapan alat
4. Memakai sarung tangan DTT atau sterril pada kedua tangan
Menolong Kelahiran Bayi
Lahirnya kepala
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing –
masing sisi muka bayi Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya. Dengan lembut menariknya kea rah bawah dan kearah keluar hingga
bahu anterior muncul dibawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik
kearah atas dan ke arah luar untuk melahirka bahu posterior.
Lahir Badan Tungkai
1. Setelah kedua bahu dilahirkan , menelusurkan tangan muali kepala bayi yang
berada dibagian bawah kearah perineum tangan membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir Mengendelikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat
dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan
siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
2. Setelah tubuh dari lengan, menelusurkan tangan yang ada atas (anterior) dari
punggung kearah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki
lahir. Memegang kedua kaki bayi dengan hati – hati membantu kelahiran kaki
Penanganan bayi baru lahir
1. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu
dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya
2. Segera mengeringkan bayi. Ganti handuk atau kain yang kering. Biarkan
bayinya berada diatas perut.
3. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinanan adanya
bayi kedua
4. Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi
5. Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin
10 IU IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.
6. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira – kira 3 cm dari pusat bayi.
Melaukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang
klem kedua 2 cm dari klem pertama (kearah ibu)
7. Memegang talipusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.
8. Meletakan bayi tengkurap didada ibu
Ibu G3P2A0 dalam persalinan kala II dengan episiotomi. Diagnosa potensial : perdarahan
pada luka episotomi dan infeksi luka episiotomi
a. Amniotomi dapat mengurangi beban rahin sekitar 40% sehingga tenaga kontraksi
rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
b. Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira-kira 40
menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot
rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim.
c. Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana
didalamnya terdapat banyak saraf yang merangsang kontraksi rahim.
d. Bila setelah amniotomi dikerjakan, namun 6 jam kemudian belum ada tanda
permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara lain untuk merangsang
persalinan, misalnya dengan infuse oksitosin.
a. Wanita berada pada persalinan aktif dengan pola kontraksi teratur dan pembukaan
serviks 4-5 cm
b. Bayi memiliki presentasi puncak kepala dengan kepala sudah menancap.
Prinsip amniotomi
a. Lakukan amniotomi diantara kontraksi, karena jika dilakukan ketika kontraksi maka
akan menyebabkan ketuban pecah secara tiba-tiba dan berlangsung cepat sehingga
meningkatkan risiko terjadinya prolaps tali pusat.
b. Gunakan alat yang efektif dan mudah digunakan untuk tindakan cepat.
c. Setelah memecah ketuban, biarkan jari-jari anda didalam vagina sampai kontraksi
berikutnya untuk mengevaluasi dampak amniotomi pada serviks (pembukaan) dan
pada janin (penurunan dan rotasi) serta memastikan bahwa tidak terjadi prolaps tali
pusat.
d. Evaluasi bunyi denyut jantung janin selama dan setelah amniotomi untuk mengkaji
dampak yang timbul pada kesejahteraan janin segera setelah amniotomi.
Teknik amniotomi
a. Persiapkan alat: bengkok, klem setengah kocher, sarung tangan, kapas DTT
b. Persiapkan pasien: atur posisi, memberitahu dan meminta persetujuan tentang
Tindakan
c. Dengarkan DJJ dan catat di partograph
d. Cuci tangan dan keringkan serta gunakan sarung tangan
e. Lakukan pemeriksaan dalam diantara kontraksi dan palpasi selaput ketuban untuk
memastikan bahwa kepala telah masuk ke dalam panggul.
f. Dengan menggunakan tangan yang lain, tempatkan klem setengah kocher dengan
lembut kedalam vagina dan pandu klem dengan jari dari tangan yang digunakan
untuk pemeriksaan sehingga mencapai selaput ketuban.
g. Pegang ujung klem diantara jari yang digunakan untuk pemeriksaan dalam, gerakkan
jari dan dengan lembut gosokkan klem ke selaput ketuban lalu pecahkan.
h. Biarkan air ketuban membasahi jari tangan.
i. Gunakan tangan yang lain untuk mengambil klem setengah kocher dan tempatkan di
larutan klorin untuk di dekontaminasi. Biarkan jari tangan pemeriksa tetap didalam
vagina untuk mengetahui penurunan presentasi janin dan memastikan bahwa tali
pusat atau bagian-bagian kecil dari janin tidak teraba, setelah memeriksa hal tersebut
lalu keluarkan tangan secara lembut dari dalam vagina.
j. Evaluasi warna ketuban, periksa apakah ada mekonium atau darah.
k. Celupkan tangan ke larutan klorin lalu lepaskan sarung tangan dengan keadaan
terbalik dan biarkan direndam selama 10 menit.
l. Cuci kedua tangan
m. Segera periksa ulang denyut jantung janin
n. Catat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput ketuban, warna air
ketuban dan denyut jantung janin.
10. Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan berupa sayatan pada perineum meliputi selaput
lendir vagina,cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia
perineum serta kulit depan perineum. Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk
memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perineum totalis. Perineum harus
dievaluasi sebelum waktu pelahiran untuk mengetahui panjangnya, ketebalan dan
distensibilitasnya. Perineum yang sangat tebal dapat ditemukan pada atlet yang meruakan
hasil perkembangan otot yang berlebihan dan cenderung kaku serta resistensi terhadap
distensi, sehinggga perlu dilakukan episiotomi.
a. Gawat janin dan janin akan segera dilahirkan dengan tindakan. Episiotomi
memungkinkan ibu melahirkan bayinya lebih cepat agar dapat mengkaji dan
melakukan tindakan resusitasi yang tepat.
b. Persalinan pervaginam dengan penyulit seperti letak sungsang, distosia bahu,
pelahiran dengan menggunakan forceps atau vakum.
c. Tanda integritas jaringan buruk yang dapat menjadi predisposisi laserasi yang luas
serta adanya jaringan parut pada perineum atau perineum kaku sehingggs
memperlambat kemajuan persalinan.
4 Macam episiotomi :
1) Episiotomi medialis : arah guntingan dibuat di garis tengah
2) Episiotomi mediolateralis : dari garis tengah ke samping menjauhi anus
3) Episiotomi lateralis : 1 – 2 cm diatas commisura posteriror ke samping
4) Episiotomi sekunder : jika terlihat ruptur perineum spontan atau episiotomi medialis
yang melebar sehingga mungkin terjadi ruptur perineum totalis, maka dilakukan
pengguntingan kesamping.
Tipe insisi :
a. Mediolateralis : dimulai dari titik tengah fourchette dan diarahkan 45˚ dari garis
tengah menuju titik tengah antara tuberositas iskia dan anus. Garis ini dibuat untuk
menghindari kerusakan sfingter anal dan kelenjar bartolini, tapi lebih sulit diperbaiki.
b. Medial : merupakan insisi garis tengah yang mengikuti garis alami insersi otot
perineal, kerusakan sfingter anal lebih tinggi, perdarahan lebih sedikit, insisi mudah
diperbaiki, hanya menimbulkan sedikit nyeri dan dispareunia.
Beberapa faktor yang harus di pertimbangkan dalam mebuat keputusan dalam episotomi
yaitu :
Jika untuk mencegah laserasi, maka besar ruang yang didapatkan dari melakukan
episiotomi mediolateral tidak diperlukan dan jenis episiotomi medial dapat
merupakan pilihan yang baik.
Kurang nyeri karena terdapat sedikit cabang saraf dan pemotongan dilakukan
pada lokasi yang bertendon dibagian tengah perineum dan hanya memisahkan dua
sisi dari pasangan otot bukan memotong silang otot-otot tersebut.
Lebih mudah diperbaiki dan tidak terlalu nyeri pada hari pertama nifas.
Prosedur episiotomi
Perineum lalu dibersihkan dengan cairan aseptik. Dua jari dimasukkan ke dalam
vagina sepanjang aris insisi yang dituju untuk melindungi kepala janin. Jarum
diinjeksikan ke bawah kulit sekitar 4-5 cm mengikuti garis yang sama, sebelum
menginjeksikan lidokain lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa jarum tidak berada
dipembuluh darah. Jika sudah di pastikan tidak berada di pembuluh darah maka
injeksikan lidokain secara kontinu sambil perlahan menarik jarum keluar.
Gunakan gunting episiotomi, dua jari dimasukkan ke dalam vagina. Insisi terbaik
dilakukan ketika kontraksi saat jaringan meregang sehingga area tersebut terlihat dengan
jelas dan perdarahan cenderung jarang menjadi berat. Satu potongan sepanjang 4-5 cm
secara hati-hati dbuat pada sudut yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Fraser, Diane. 2011. Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta: EGC.
Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Normal. Diterbutkan Oleh Kerjasama
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi Perkumpulan Obstetri
Ginekologi Indonesia (JNPK-KR/POGI) dan IDAI Dengan Dukungan dari USAID
Indonesia
Kala 2 persalinan | catatan kuliah lenteraimpian (wordpress.com) di akses tanggal 7 april 2022
ADAPTASI FISIOLOGI PSIKOLOGI PERSALINAN | Nurul J Wahidah - Academia.edu di
akses tanggal 7 April 2022
noor_aminah_G2A009142_BAB_II_KTI.pdf (undip.ac.id) di akses tanggal 7 April 2022