Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Al Qur’an dan Hadits Sebagai Pedoman Hidup

Guru Pembimbing:
Abdul Karim, S. Pd. I.
Disusun oleh:
Nadia Tazkiyyah Mufidah
X TKJ 2

Sekolah Menengah Kejuruan Telkom Lampung


Gadingrejo
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya, hingga penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Al Qur’an dan Hadits
Sebagai Pedoman Hidup”. Makalah ini dibuat dan diajukan untuk menyelesaikan tugas kedua
pada semester genap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Dalam proses
penyusunan karya ilmiah ini penulis mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak terkait.
Ucapan terima kasih penulis diperuntukkan terutama kepada Ayah dan Ibu, kedua orang tua
penulis yang tidak henti-hentinya memberikan semangat serta motivasi dalam penyelesaian
karya tulis ini. Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Abdul Karim, S.Pd selaku guru mata pelajaran terkait yang telah memberikan materi
seputar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
2. Orang tua beserta keluarga penulis yang telah memberikan motivasi, saran, dan doa
dalam proses penyelesaian makalah ini.
3. Kalingga Swinata, Naszwa Fitriani, Nurdin dan Ahmad Maulana Shidiq selaku teman
satu kelompok yang sudah ikut serta membantu saya dalam penyusnunan makalah ini.
4. Dan seluruh pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena adanya keterbatasan
ilmu dan Pangilinan yang dimiliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang bersifat
membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap, semoga karya tulis ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Gadingrejo, 28 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 1
I.3 Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2
II.1 Al Qur’an sebagai pedoman hidup dan sumber hukum
II.1.1 Pengertian Al Qur’an
II.1.2 Kedudukan Al Qur’an
II.1.3 Fungsi Al Qur’an
II.2 Hadits sebagai pedoman hidup dan sumber hukum.
II.2.1 Pengertian Hadits
II.2.2 Kedudukan Hadits
II.2.3 Fungsi Hadits

BAB III PENUTUP


III.1 Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ushul fiqh (bahasa Arab: ‫ الفقه أصول‬dalam adalah ilmu hukum )Islam yang mempelajari
kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan
hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut. Mekanisme pengambilan hukum dalam
Islam harus berdasarkan sumbersumber hukum yang telah dipaparkan ulama. Sumber-sumber
hukum islam terbagi menjadi 2: sumber primer dan sumber sekunder. Al-Qur’an dan sunnah
merupakan sumber primer. Hukum-hukum yang diambil langsung dari Alquran dan Sunnah
sudah tidak bertambah dan disebut sebagai syariah.
Adapun sumber hukum sekunder yaitu ijma, qiyas, dan sumber hukum lain. Hukum-hukum yang
diambil dari sumber sekunder disebut fikih. Ijma dan qiyas merupakan sumber hukum yang
disepakati oleh empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Sumber hukum lain
seperti kebiasaan masyarakat, perkataan sahabat, dan istihsan diperselisihkan kevalidannya di
antara mazhab-mazhab yang ada.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Al-Qur‟an dan apa itu Hadits?
2. Bagaimana kedudukan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam?
3. Apa fungsi Al-Qur‟an dan Hadits?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan deinisi Al-Qur‟an dan Al-Hadits
2. Menjelaskan kedudukan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber hukum dalam Islam
3. Menjelaskan fungsi Al-Qur‟an dan Hadits
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Al Qur’an sebagai pedoman hidup dan sumber hukum


II.1.1. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur‟an dari segi bahasa merupakan bentuk mashdar dari kata qaraa, yang terambil
dari wazan fu‟lan, yang berarti “bacaan” atau apa yang tertulis padanya, maqru, seperti
terungkap dalam surah al-Qiyaamah (75) ayat 17-18.2 Abdul Wahab Khallaf menyatakan
bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril
ke dalam hati Rasulullah SAW, Muhammad ibn Abdullah, dalam bahasa Arab berikut
maknanya yang benar, untuk menjadi hujah (dalil) bagi Rasulullah, bahwa beliau itu
utusan-Nya, sebagai undangundang manusia, sebagai petunjuuk, sebagai pendekatan diri
kepada Allah dengan membacanya, dan dikodifikasi dalam satu mushaf, dimulai dari
surah Al-Faatihah dan diakhiri dengan surah An-Naas, diriwayatkan secara mutawatir,
secara tulisan, maupun lisan, terjaga dari perubahan dan pergantian, dan sebagai
pembenar
Al-Qur’an dalam kajian ushul fiqh merupakan objek pertama dan utama pada kegiatan
peneliatan dalam memecahkan suatu hukum. Al-Qur’an menurut bahasa berarti “bacaan”,
dan menurut istilah ushul fiqh berarti “kalam )perkataan) Allah yang diturunkan-Nya
dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab
serta dianggap beribadah membacanya.
Ayat pertama yang diturunkan adalah ayat 1-5 surah al-„Alaq. Adapun ayat yang terakhir
diturunkan ulama berbeda pendapat, dan dari sekian pendapat ulama, pendapat yang lebih
dipilih oleh Jalaluddin al-Suyuti (w. 911 H) seorag ahli ilmu Al-Qur’an, dalam kitabnya
al-Itqan fi Ulum Al-Qur‟an yang dinukilkan dari Ibn Abbas adalah ayat 281 surah al-
Baqarah:5. Al-Qur‟an diturunkan di Mekkah, tepatnya di Gua Hira pada 611 M, dan
berakhir di Madinah pada 633 M, dalam waktu yang cukup panjang, yaitu selama 22
tahun, 2 bulan dan 22 hari.

II.1.2 Kedudukan Al-Qur’an


Sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Al-
Qur’an merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus merujuk
dan berpedoman kepadanya.Sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an juga
membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang
terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya
Allah SWT. Menurunkan Al-Qur’an itu, gunanya untuk dijadikan dasar hukum, dan
disampaikan kepada ummat manusia untuk diamalkan segala perintahnya dan
ditinggalkan segala larangannya, sebagaimana firman Allah :

“maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”.


(Q.S. Az-Zukhruf : 43)
Sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama, Al-Qur’an berperan penting
dalam rangka penetapan hukum Islam terutama setelah meninggalnya Rasulullah SAW.
Seperti kita ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan buku petunjuk (hidayah) bagi orang-
orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang percaya kepada hal ghaib, yang mendirikan
shalat, yang menginfakkan sebagian rizki mereka, dan yang meyakini adanya akhirat.

II.1.3 Fungsi Al-Qur’an


Menurut Ahmad Hasan Al-Quran bukanlah suatu undang-undang hukum dalam
pengertian modern ataupun sebuah kumpulan etika. Tujuan utama Al-Quran adalah
meletakkan suatu way of life yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan
hubungan manusia dengan Allah. Al-Quran memberikan arahan bagi kehidupan sosial
manusia maupun tuntunan berkomunikasi dengan penciptanya. Hukum perkawinan dan
perceraian, hukum waris, ketentuan perang dan damai, hukuman bagi pencurian,
pelacuran, dan pembunuhan, semuanya dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara
manusia dengan sesamnya. Selain aturan-aturan hukum yang khusus itu Al-Quran juga
mengandung ajaran moral yang cukup banyak.
Bila ditelusuri ayat-ayat yang menjelaskan fungsi turunnya Al-Qur’an kepada umat
manusia, terlihat dalam beberapa bentuk ungkapan yang diantaranya adalah:
1. Sebegai hudan atau petunjuk bagi kehidupan umat. Fungsi hudan ini banyak sekali
terdapat dalam Al-Qur’an, lebih dari 79 ayat menyebutkan perihal fungsi dari hudan.

2. Sebagai rahmat atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih
sayangnya. Al-Qur’an sebagai rahmat untuk umat ini, tidak kurang dari 15 kali
disebutkan dalam Al-Qur’an.

3. Sebagai furqan, yaitu pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal
dengan yang haram; yang salah dengan yang benar; yang indah dengan yang jelek;
yang dapat dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan. Fungsi Al-Qur’an sebagai
alat pemisah ini terdapat dalam 7 ayat Al-Qur’an.
4. Sebagai mau’izhah atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing umat
dalam kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Fungsi
mau’izhah ini terdapat setidaknya dalam 5 ayat Al-Qur’an.

5. Sebagai busyra’, yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada
Allah dan sesama manusia. Fungsi busyra’ itu terdapat dalam sekitar 8 ayat Al-
Qur’an.

6. Sebagai Syifau al-shudur atau obat bagi rohani yang sakit. Al-Qur’an untuk pengobat
rohani yang sakit ini adalah dengan petunjuk yang terdapat di dalamnya; terdapat
dalam 3 ayat Al-Qur’an.

7. Sebagai nur atau cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam menempuh
jalan menuju keselamatan

II.2. Hadits sebagai pedoman hidup dan sumber hukum.


II.2.1 Pengertian Hadits
Hadits mengandung beberapa makna, seperti jadid, qarib dan khabar.8 Kata jadid
merupakan lawan dari kata qadim, berarti yang baru. Qarib berarti yang dekat, atau yang
belum lama terjadi. Adapun khabar berarti warta, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang pada orang lain.
Adapun firman Allah Ta‟ala,

“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah
mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini” (Al-Kahfi:6).
Hadits menurut istilah ahli hadits adalah: Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik
sebelum kenabian atau sesudahnya. Kalangan ulama memiliki perbedaan pendapat terkait
makna hadist.
- Menurut para ahli hadist
Hadist merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa,
masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.
- Menurut jumhur ulama

Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan,
dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para
sahabat, dan para tabiin.Secara garis besar, hadist mempunyai makna segala perkataan
(sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
hokum syariat islam selain Al-Qur‟an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits.
Namun yang paling terkemuka ada 7 orang, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam
Nasa‟i.
- Menurut ahli ushul fiqh
Hadits adalah perkataan, perbuatan, penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap
sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa yang
menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi
setelah kenabian.

II.2.2 Kedudukan Hadits


Hadits adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran
Islam, hadits mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci
dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu
dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.Ada tiga peranan
al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai
berikut :
a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran.
Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara
pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran.
Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam
kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat.
Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun
dan syarat mendirikan shalat.
c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar
ketentuannya di dalam Al-Quran.
Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan
ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun,
kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau
putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama
Islam.

II.2.3 Fungsi Hadits


Di atas telah disinggung bahwa fungsi utama hadits adalah untuk menjelaskan isi
kandungan Al-Qur'an. Oleh karena sebagian besar ayatayat hukum dalam Al-Qur'an
masih dalam bentuk garis besar yang --secara amaliah-- belum bisa dilaksanakan, maka
dalam hal ini penjelasan hadis dapat dibutuhkan. Dengan demikian fungsi hadits yang
utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur'an. Bila Al-Qur'an disebut sebagai sumber asli
bagi hukum fiqih maka sunnah/hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya
sebagai bayani, dalam hubungannya dengan Al-Qur'an maka hadis menjalankan fungsi
sebagai berikut:
1. Menguatkan dan menjelaskan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an yang
dikenal dengan istilah fungsi ta'kid dan taqrir.
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksuud dalam Al-Qur'an dalam hal:
a) Menjelaskan arti yang masih samar atau ijmal seperti kata shalat, karena dapat saja
shalat itu berarti do'a sebagaimana dipakai secara umum pada waktu itu. Kemudian Nabi
melakukan serangkaian perbuatan yang terdiri dari ucapan dan perbuatan dalam rangka
menjelaskan apa yang dimaksud shalat pada ayat tersebut.
b) Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur'an disebutkan secara garis besar misalnya
menentukan waktu-waktu salat yang disebutkan dalam Al-Qur'an.
c) Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur'an disebutkan secara umum, misalnya hak
kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan.
d) Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur'an misalnya Allah
melarang seorang laki-laki memadu dua orang wanita yang bersaudara, diperluas Nabi
bahwa bukan saja saudara ayah tapi juga saudara ibunya.
3. Menetapkan sesuatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak ada dalam Al-Qur'an.
Fungsi sunnah dalam bentuk ini dikenal dengan istilah Itsbat.
Pada prinsipnya hadits nabi yang berfungsi sebagai penjelas (bayan) terhadap Al-Qur’an.
Akan tetapi dalam melihat berbagai macam penjelasan nabi dan berbagai ragam
ketentuan yang dikandung oleh suatu ayat, maka interpretasi tentang bayan tersebut oleh
ulama yang satu berbeda dengan ulama lainnya. Sebagai contoh, Abu Hanifah
mengklasifikasikan bayan hadits tersebut menjadi : bayan taqrir, bayan tafsir, dan bayan
tafdil (nasakh); imam Malik membagi menjadi : bayan taqrir, bayan taudhih (tafsir),
bayan tafsil, bayan bashthi (tasbth dan ta’wil), dan bayan tasyri’; Imam Syafi’i
mengkategorikannya menjadi : bayan tafsil, bayan takhsish, bayan ta’yin bayan tasyri’
dan bayan naskh.
Sebenarnya bila dicermati secara teliti, akan jelas bahwa apa yang ditetapkan oleh hadis
itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung oleh Al-Qur'an
secara terbatas. Umpamanya Nabi mengharamkan daging babi dan bangkai, kemudian
Nabi menyebutkan haramnya binatang buas. Secara lahiriah ketetapan Nabi itu adalah hal
yang baru dan tidak disebutkan secara jelas dalam Al-Qur'an, tapi larangan itu bisa
dipahami sebagai penjelas terhadap larangan Allah memakan sesuatu yang kotor. Jadi
secara sepintas sepertinya pelarangan memakan binatang buas adalah lanjutan atau
tambahan oleh nabi, namun hal itu hal itu tidak lain adalah penjelasan dari ayat lain yang
mengharuskan memakan hanya dari makanan yang baik-baik saja (tidak kotor)

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Hukum Islam adalah syariat yang diadakan oleh Allah swt untuk umatnya yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw. Hukum Islam harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena
jika tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maka akan banyak ditemukan perbedaan-
perbedaan dalam beragama.
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sumber hukum
Islam yang pertama dan utama karena Al-Qur’an langsung berasal dari Allah swr melalui
malaikat Jibril yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an berisi perintah,
larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan lainnya yang menjadi pedoman hidup
manusia untuk menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah dan menjadi manusia yang
berakhlak mulia. Al-Qur’an sebagai sumber yang baik dan sempurna, Al-Qur’an memiliki sifat
dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah dapat berlaku dimana saja, kapan saja,
kepada siapa saja. Benar maksudnya Al-Qur’an mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan
fakta dan kejadian yang sebenarnya. Sementara mutlak artinya Al-Qur’an tidak diragukan lagi
kebenarannya serta tidak akan terbantahkan
Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadits. Menurut bahasa Al-Hadits
mempunyai beberapa arti, yaitu: Jadid yang berarti baru, Qarib yang berarti dekat, Khabar yang
berarti warta/berita. Sedangkan menurut istilah, AlHadits adalah segala berita yang bersumber
dari Nabi Muhammad saw, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun pengakuan
Fungsi Al-Hadits :
- Sebagai pengukuh atau penguat dari hukum-hukum yang telah ditetapkan
di dalam Al-Qur’an.
- Sebagai penjelas dari hal-hal yang sudah disebutkan di dalam Al-Qur’an.
- Sebagai penjelas dari hal-hal yang tidak/belum dibicarakan di dalam AlQur’an.

III.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber, Penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

Anda mungkin juga menyukai