Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

AIK II

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

Di Susun Oleh :

ALBINUS BAUW

147420121009

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL HUMANIORA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MUHAMMAADIYAH (UNIMUDA) SORONG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Etika Bisnis Dalam Islam" dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah AIK II. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang manusia Kemuhamadiyaa bagi para pembaca dan juga
bagipenulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk Dosen selaku guru Mata Kuliah AIK II.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannyamakalahini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Sorong, 13, Juni 2022

Penul
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MAKALAH

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI ETIKA
B. ETIKA ATASAN DAN BAWAAN
C. KEJUJURAN , DAPAT DIPERCAYA, DAN SALING RIDHA

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Etika bisnis Islam merupakan suatu bidang ilmu ekonomi yang terkadang dilupakan
banyak orang, padahal melalui etika bisnis inilah seseorang dapat memahami suatu bisnis
persaingan yang sulit sekalipun, bagaimana bersikap manis, menjaga sopan santun, berpakaian
yang baik sampai bertutur kata, semua itu ada “meaning‟nya. Bagaimana era global ini dituntut
untuk menciptakan suatu persaingan yang kompetitif sehingga dapat terselesaikannya tujuan
dengan baik, kolusi, korupsi, mengandalkan koneksi, kongkalikong menjadi suatu hal yang
lumrah, padahal pada etikanya tidak begitu.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus dapat diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika
bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting
mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada
hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai
hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur,
pemakai dan lain-lain.
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk akan tetapi secara moral
keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama, secara moral keuntungan
memungkinkan perusahaan bertahan (survei) dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa
memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan
karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif dalam memacu
pertumbuhan ekonomi. Ketiga, keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan survei
melainkan dapat menghidupi karyawannya kearah tingkat 1 Irham Fahmi, Etika Bisnis hidup
lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai perkembangan (expansi) perusahaan
sehingga hal itu akan membuka lapangan kerja baru. Dalam mitos bisnis amoral diatas sering
dibayangkan bisnis sebagai ssebuah medan pertempuran. Terjun kedunia bisnis berarti siap untuk
bertempur habishabisan dengan sasaran akhir yakni meraih keuntungan, bahkan keuntungan
sebesar-besarnya secara konstan. Ini lebih berlaku lagi dalam bisnis global yang
mengandalkan persaingan ketat.
Sikap atau etika disini meliputi sopan santun dalam melayani pembeli yang sesuai dengan
yang dibenarkan Islam, menjaga sikap agar pembeli senang dan nyaman dalam memilih sesuatu
yang ingin dibelinya, seperti tidak menunjukkan sikap curiga dan lain sebagainya. Secara
sederhana istilah service mungkin bisa diartikan sebagai “ melakukan sesuatu bagi orang lain”,
akan tetapi tidaklah mudah mencari padanan kata dalam bahasa indonesia yang pass untuk istilah
tersebut. Setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu pada istilah tersebut, yakni jasa, layanan,
dan servis. Sebagai jasa service umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik
(intangible) atau sektor industri spesifik, seperti pendidikan, kesehatan, telekomunikasi,
transportasi, asuransi, perbankan, perhotelan, kontruksi, pedagangan, rekreasi, dan seterusnya.
Dalam ajaran Islam, kegiatan bisnis sangat dianjurkan, tetapi harus sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan baik itu oleh al-Qur‟an maupun sunnah Nabi. Keduanya menjadi pedoman
bagi kaum muslim dalam melakukan kegiatan bisninya. Di antara pedoman tersebut terdapat
pula beberapa kode etika dalam perdagangan menurut Islam diantaranya adalah sidiq (jujur).
Amanah (tanggung jawab), tidak melakukan riba, menepati janji, tidak melakukan penipuan,
tidak tahfif (curang dalam timbangan), Teori Mikro Ekonomi menjelek-jelekan pedagang lain,
tidak menimbun barang dan hal ini yang dapat merugikan orang lain.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan etika bisnis dalam Islam ?
2. Bagaimana upaya melayani konsumen dengan menerapkan etika bisnis dalam
Islam ?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin penulis capai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana Penerapan Etika Bisnis dalam Islam
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya melayani Konsumen dengan Menerapkan
Etika Bisnis dalam Islam .
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Etika

Pengertian etika adalah suatu aturan ataupun norma yang digunakan sebagai suatu pedoman
dalam berperilaku di masyarakat untuk bertindak dan berperilaku terkait sifat baik ataupun
buruknya.

Ada juga yang mengatakan bahwa pengertian etika adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan
juga perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesamanya yang berhubungan dengan
aturan dan prinsip yang benar.

Itu artinya, etika adalah suatu tanggungjawab dan kewajiban moral dari setiap orang dalam
berperilaku dikehidupan masyarakat.

Kata etika sendiri diambil dari bahasa Yunani kuno, yaitu “ethikos” yang artinya adalah
muncul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini, ketika mempunyai sudut pandang normatif, yang
mana objeknya adalah manusia dan perbuatan manusia tersebut.

B. Etika Atasan Dan Bawaan

Ada banyak faktor yang memengaruhi kesuksesan seseorang. Tidak hanya faktor internal
saja, namun juga faktor eksternal. Karyawan adalah salah satu faktor internal yang akan ambil
bagian dalam sukses atau tidaknya sebuah perusahaan. Maka dari itu, jangan pernah menganggap
remeh seorang karyawan. Jika mereka tidak ada, suksesnya perusahaan akan terhambat.

Beruntunglah jika perusahaan Anda dipenuhi oleh karyawan yang gigih, ulet, dan memiliki
skill yang mumpuni dalam bekerja. Apalagi jika karyawan tersebut memiliki loyalitas yang
tinggi, bukan tidak mungkin jika karyawan tersebut akan melakukan yang terbaik untuk
mencapai tujuan perusahaan.
Namun tidak semua karyawan memiliki sifat dan kepribadian yang sama. Sebagian karyawan
ada yang sudah merasa jenuh bekerja. Selaku pimpinan, Anda tidak boleh membiarkan hal ini
terjadi. Apalagi jika karyawan tersebut sampai resign dari perusahaan. Untuk itu, lakukan hal di
bawah ini agar karyawan termotivasi kembali untuk bekerja.
1. Jaga Hubungan Baik Antara Atasan dan Bawahan
Atasan dan bawahan ibaratkan garis vertikal. Di mana atasan memiliki wewenang yang
lebih tinggi dan memiliki kuasa untuk memerintah apapun kepada bawahannya. Namun jabatan
bukanlah hal yang membatasi hubungan baik seorang pimpinan dengan bawahan.

Agar karyawan menjadi nyaman, jadilah seorang bos yang ramah dan mau membantu.
Ketika karyawan mengalami kesulitan kerja, sebaiknya Anda mengulurkan tangan untuk
membantu mereka. Jadilah partner kerja yang baik dengan karyawan. Jangan terlalu membangun
jarak karena ini akan membuat hubungan pimpinan dan bawahan menjadi renggang.

2. Berikan Penghargaan Bagi Mereka yang Berprestasi


Memberikan penghargaan bagi mereka yang berprestasi sudah wajib hukumnya, terutama untuk
karyawan. Jika mereka mampu bekerja secara maksimal dan mencapai target, berilah
penghargaan. Jenis penghargaannya tidak perlu berlebihan. Misalnya, mengumumkan nama
karyawan berprestasi selama satu bulan.

Dengan adanya pengakuan di depan karyawan lainnya, karyawan tersebut akan semakin
bersemangat bekerja. Selain mendapat pujian dari pimpinan, ia juga akan mendapat pujian dari
rekan kerjanya.

3. Lakukan Promosi Kerja


Seorang karyawan yang memiliki prestasi lebih di perusahaan sudah selayaknya
mendapat promosi kerja. Misalnya, kenaikan jabatan. Promosi kerja yang Anda lakukan sebagai
bukti kalau Anda menghargai usaha yang dilakukannya selama ini. Dengan demikian, ia akan
semakin gigih bekerja karena merasa kalau perjuangannya selama ini tidak sia-sia.
4. Naikan Insentif
Menaikan insentif kerja merupakan salah satu cara ampuh untuk membuat karyawan lebih
termotivasi. Pemberian insentif tentu saja hanya diberikan pada mereka yang berprestasi. Jumlah
insentif yang diberikan tidak perlu terlalu besar. Mulailah dari insentif kecil-kecilan terlebih
dahulu. Seiring berjalannya waktu, Anda dapat menaikan insentif jika pekerjaan karyawan
tersebut semakin meningkat dari waktu ke waktu.

5. Ciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman dan Inspirasional


Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan inspirasional bukanlah hal yang terlalu sulit.
Anda dapat memulainya dari cara yang paling sederhana. Misalnya, membuat konsep atau tata
letak peralatan kantor, dan pemilihan warna terhadap dinding kantor. Konsep dan pilihan yang
sesuai akan menambah kenyamanan bekerja.

Lingkungan yang nyaman tak hanya berasal dari konsep dan warna dinding saja, namun juga
dari orang yang bekerja di kantor tersebut. Ciptakanlah lingkungan yang asik dengan suasana
yang aman dan tenteram. Jangan ragu untuk menyediakan tempat diskusi dan makan siang bagi
karyawan. Dengan demikian, Anda dan karyawan dapat membangun komunikasi di sela-sela
bekerja.

6. Bersikap Adil dan Tidak Pilih Kasih


Seorang pimpinan harus bersikap adil terhadap semua karyawannya. Jika seorang karyawan
berprestasi, berikanlah sebuah penghargaan. Apabila karyawan melanggar aturan perusahaan,
berikanlah hukuman yang setimpal agar karyawan tersebut jera dan tidak mengulang kesalahan
yang sama.

Sebagai seorang bos, Anda tidak boleh mengistimewakan salah satu karyawan. Jika hal ini
diketahui oleh karyawan yang lain, mereka akan cemburu. Sehingga etos kerjanya juga akan
menurun. Untuk itu, bersikaplah adil dan jadilah bos yang profesional.

7. Jadilah Pemimpin yang Baik


Saat Anda melihat karyawan sudah jenuh bekerja, lakukan tindakan cepat. Bangun lingkungan
perusahaan yang nyaman agar para karyawan betah di perusahaan Anda. Selain itu, jaga
hubungan antara atasan dan bawahan agar selalu harmonis. Jadilah pemimpin yang baik yang
akan disegani para karyawan, bukan malah ditakuti.
C. Kejujuran , Dapat dipercaya Dan Saling Ridha

 Definisi Kejujuran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kejujuran berasal dari kata “jujur” yang
berimbuhan ke- dan -an, dan mempunyai arti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang dan tulus
atau ikhlas. Dalam Bahasa Arab, Tabrani Rusyan mengatakan bahwa jujur merupakan
terjemahan dari kata shidiq yang berarti benar, dapat dipercaya. Itu berarti bahwa jujur adalah
kesesuaian dan kebenaran dari perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan kenyataan.

Jujur adalah sebuah upaya perbuatan untuk menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya baik ucapan, perbuatan dan tindakan.

Selain itu, Sawitri Supardi Sadarjoen mengatakan bahwa jujur merupakan sebuah kepribadian
sifat yang ada pada diri seseorang. Jujur ditunjukkan dengan perilaku dan perkataan tanpa
menipu dan disembunyikan untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Dan jujur
merupakan sebuah energi positif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa jujur adalah sebuah perilaku positif yang apabila kita
berkata dan berbuat sesuatu, keduanya selalu berkesinambungan. Tidak melakukan kecurangang-
kecurangan itu juga merupakan bentuk kejujuran. Jujur menyebabkan kita menjadi orang yang
dapat dipercaya

Ayat- Ayat tentang Kejujuran dan Tafsirnya

Qs. Al- Maidah: 8

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Diperintahkan kepada orang- orang beriman agar membiasakan diri untuk selalu
menegakkan kebenaran dalam melakukan perkara dunia maupun akhirat (agama) dengan penuh
rasa ikhlas. Yaitu jika beramal dilakukan dengan baik dan benar tanpa berbuat dzalim terhadap
yang lain. Melakukan „amr ma‟ruf dan nahyi munkar adalah salah satu bentuk menegakkan
kebenaran untuk mengharap ridha Allah.

Dalam ayat ini diterangkan bahwa bentuk kejujuran adalah menyatakan kebenaran dalam
persaksian secara adil, tanpa didasari unsur apapun, kepada siapapun sekalipun terhadap musuh.
Karena apabila terjadi ketidak adilan maka akan timbul perpecahan di masyarakat karena telah
hilangnya rasa percaya.

Keadilan adalah salah satu jalan untuk mendapat ridho Allah, dan menunjukkan bahwa
kita adalah orang yang bertaqwa. Dengan berlaku adil, kita menghindarkan diri dari murka
Allah. Setiap perbuatan tentu ada balasannya, termasuk berlaku adil. Jika seseorang
meninggalkan keadilan makan balasan yang ia dapat di dunia adalah kehinaan dan kenistaan.
Sedangkan balasan di akhirat adalah murka Allah.

Salah satu dari bentuk kejujuran adalah adil dalam persaksian. Memberikan keterangan
yang benar dalam persaksian secara adil dan ikhlas terhadap siapapun sekalipun terhadap musuh,
menunjukkan bahwa kita benar orang yang bertaqwa. Memberikan kesaksian yang adil adalah
suatu bentuk kejujuran agar kita senantiasa mendapatkan ridho dari Allah swt.

Qs At Taubah: 119

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.”

Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang beriman akan memenuhi perintah Allah
untuk bertaqwa dan merasa takut kepadaNya. Dan meninggalkan segala larangannya. Termasuk
larangan untuk tidak Bersama- sama dengan orang munafik melakukan dosa yaitu dengan
berdusta dan bersumpah untuk kedustaan itu.
Kebohongan itu hanya boleh dilakukan (rukhsohnya) dalam 3 hal:

 Tipu daya dalam berperang (beradu strategi)


 Mendamaikan dua pihak yang bersengketa
 Seorang suami yang berbohong bertujuan untuk menyenangkan hati sang istri.[6]

Sebagai orang yang beriman kita harus selalu taat terhadap perintah dan larangan Allah swt.
Dan Allah melarang kita untuk menjauhi perbuatan dusta agar kita tidak temasuk orang yang
munafik. Kita harus senantiasa jujur dalam hal apapun. Karena tidak jujur adalah perbuatan dosa.

Kebohongan hanya boleh dilakukan atas dasar 3 hal diatas, itu merupakan sebuah keringanan
yang diberikan oleh Allah swt.

Qs Al- Ahzab: 35

……

“…laki-laki dan perempuan yang benar,…”

Allah swt menjelaskan dalam ayat ini tentang sifat- sifat hambanya yang akan masuk surga
dan diampuni segala salah dan dosanya, yaitu:

 Tunduk dan taat terhadap hukum Islam, baik perbuatan ataupun ucapan.
 Mempercayai dan membenarkan ajaran Allah dan RasulNya.
 Selalu khusyu dan tenang dalam menjalankan perintah agama.
 Menunjukkan tanda keimanan dengan berucap dan berbuatan kebenaran.[7]

Allah akan mengampuni dan memasukkan hambanya ke dalam surga jika ia beriman dengan
selalu menjalankan perintah Allah, juga berlaku dan berkata yang benar.

Qs Az- Zumar: 33

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa.”
Dalam ayat ini yang dimaksud dengan kebenaran adalah agama Islam dan yang
membawanya adalah Nabi Muhammad. Kaum mu‟min yaitu orang yang mempercayai
kebenaran. Dan orang- orang yang bertaqwa adalah Rosul dan semua kaum mu‟min ini.[8]

Rosul dan kaum mu‟min merupakan orang yang bertaqwa. Dan salah satu ciri orang mu‟min itu
ialah mempercayai ajaran Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, dan berbuat kebenaran
itu sendiri.

Qs Muhammad: 21

“Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah
tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya)
terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”

Untuk orang munafik dijelaskan dalam ayat ini adalah daripada takut dan gentar
menghadapi musuh lebih baik taat kepada Allah dan Nabi Muhammad saw dan berkata dengan
ucapan yang ma‟ruf. Itu jika mereka mengaku benar- benar beriman.[9]

Untuk menujukkan keimanan kita, kita harus menjauhi sifat orang munafik yang kebih
takut terhadap musuh daripada kepada Allah. Dan kita harus selalu mengucapkan perkataan yang
baik.

Qs Al- Ankabut: 3

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta”.

Dalam ayat ini Allah menunjukkan perbedaan antara orang yang benar- benar beriman
dan orang yang imannya dusta yaitu dengan cara menimpakan kepada mereka sesuatu yang
menyerupai sebuah ujian dan cobaan. Dan Allah akan membalas masing- masing sesuai
haknya.[10]
Jadi, orang yang berdusta dalam keimanannya akan Allah timapakan ujian kepadanya. Setiap
perbuatan akan Allah berikan balasannya sesuai hak nya, yang berdusta Allah timpakan cobaan
kepadanya dan yang benar dalam keimanannya Allah membalas sesuai haknya atas
kejujurannya.

QS Al- Anfal: 58

“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat”.

Ketika mengadakan perjanjian dengan suatu kaum tetapi kamu mengkhawatirkan kaum
tersebut mengkhianati perjanjian itu karena kamu melihat jelas tanda- tandanya, maka sebelum
pengkhianatan itu terjadi hendaklah untuk segera menutup pintu pengkhianatan itu. Yaitu dengan
cara memberi tahu kepada mereka dengan cara terang- terangan, tanpa menipu dan tidak tertutup
dihadapan mereka dengan sebuah peringatan bahwa kalian tidak akan terikat lagi dengan mereka
dan tidak akan lagi mengurusi urusan mereka.

Segala bentuk pengkhianatan sangat dilarang dalam Islam. Ringkasnya dalam ayat ini
diterangkan bahwa kita tidak boleh memerangi lawan tanpa memberi tahu terlebih dahulu jika
perjanjian tersebut telah dibatalkan. Hal itu bertujuan agar kita tidak dituduh sebagai pelanggar
janji.

Segala bentuk pengkhianatan dibenci. Tidak ada jalan lain ketika telah mengetahui tanda-
tandanya untuk melemparkan perjanjian tersebut kepada secara terang- terangan kepada mereka
agar terhindar dari bahaya orang-orang kafir.

Agar kita terhindar dari bahaya orang kafir, jika kita mengadakan sebuah perjanjian
dengan suatu kaum dan kita melihat tanda- tanda pengkhianatan maka kita harus segera menutup
pintu pengkhianatan tersebut. Dan kita harus memberikan peringatan secara terang- terang
kepada mereka dengan tidak lagi terikat dan mengurusi urusan mereka.
 Saling Ridha

Dasar utama jual beli adalah saling ridha. Asal usul ditetapkannya khiyar (hak memilik)
adalah untuk memastikan terbitnya rasa saling ridha ini. Hujjah harus adanya saling ridha dalam
jual beli ini, didasarkan pada hadits riwayat Ibnu Hibban:
‫ض‬

Artinya: "Sesungguhnya jual beli itu berangkat dari saling ridha." (Lihat: Syekh Abu
Yahya Zakaria al Anshory, Fathul Wahab bi Syarhi Manhaji al Thullab, Kediri: Pesantren Fathul
Ulum,

Karena ridha adalah urusan hati dan bersifat samar (khafy), sementara manusia hanya
bertugas mengenal dhahirnya, maka ditetapkanlah batas-batas diketahuinya ridha dua orang yang
sedang bertransaksi ini secara fiqih, yaitu dengan "lafadh" yg menunjuk makna ridha. Tanpa
keberadaan lafadh yang menunjuk ke pengertian ridha, maka jual beli bisa dianggap tidak sah.
Misalnya adalahjual beli mu'athah, yaitu jual beli yang saling mengulurkan barang tanpa disertai
lafadh jual beli apalagi makna lahiriah saling ridha. Konsekuensi hukum bila terjadi jual beli
mu'athah, adalah: pihak pembeli berhak untuk mengembalikan barang yang diambilnya bila
ditemui adanya kerusakan atau bahkan meminta ganti kerusakan. Dan ini yang kerap
menimbulkan perselisihan di belakang harinya antara kedua pihak penjual dan pembeli karena
ketiadaan keridhaan. Oleh karena itu, dalam fiqih muamalah Imam Syafii, hukum bai' mu'athah
ini diputus sebagai tidak sah, kecuali pada jenis barang tertentu yang mudah timbul keridlaan.

Sebuah catatan berupa qaul mukhtar (pendapat pilihan) Imam Nawawi yang menjelaskan
bahwa jual beli mu'athah bisa sah asalkan terjadi pada kasus adat jual beli barang tertentu,
seperti: khubz (roti) dan lahm (daging). Namun demikian, Imam Nawawi juga menjelaskan
bahwa bai‟ mu‟âthah diputus sebagai tidak sah untuk jual beli hewan ternak (dawâb) dan kebun
('iqar). Pembedaan ini semata didasarkan atas adat yang berlaku di masyarakat untuk jual beli
barang-barang dengan harga yang sudah diketahui dan lazim. Namun, untuk barang dengan
harga jual yang tinggi, maka bai‟ mu‟âthah tetap diputus sebagai tidak sah. Syekh Zakaria Al-
Anshori menjelaskan pendapat Imam Nawawi ini dalam kitab Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji
al-Thullâb,sebagaiberikut:

‫ح‬ ‫ي ل‬ ‫ل‬ ‫ره‬ ‫ر‬ ‫ه‬ ‫غ‬ ‫ال‬


Artinya: “Dikatakan bahwa bai‟ mu‟âthah dipandang sah dalam jual beli semua barang yang
menjadi kebiasaan, seperti roti dan daging, namun tidak terhadap jenis barang lainnya seperti
hewan ternak, dan kebun. Pernyataan ini merupakan yang dipilih Imam Nawawi.” (Lihat: Syekh
Abu Yahya Zakaria al Anshary, Fathul Wahab bi Syarhi Manhaji al Thullab, Kediri: Pesantren
Fathul Ulum, tt: Jilid 1: 157) Karena ridha dalam jual beli bisa diketahui berbekal lafadh, maka
titik tekan masalah sekarang adalah pada jenis lafadh yang dipergunakan. Suatu ketika lafadh
jual beli disampaikan dengan struktur kalimat yang sharih (jelas), serta tidak menerima makna
bersayap. Namun, di lain waktu, akad disampaikan menggunakan tata cara penyampaian ber
makna kiasan (kinayah). Kedua model lafadh jelas dan kiasan ini sama-sama diperbolehkan
dalam jual beli olehs yariat dengan catatan harus memiliki makna dan kesan yang jelas bahwa
telah terjadi “jual beli”. Kejelasan makna ini penting karena merupakan bagian dari penyusun
keridhaan.

Namun, khusus untuk jual beli yang memakai jasa wakil, ada perbedaan pendapat seiring
penggunaan lafadh kinayah guna menerbitkan keridhaan ini. Syekh Zakaria Al-Anshory
menyatakan tidak sah jual belinya wakil yang diangkat dengan menggunakan lafadh kinayah.
Mengapa? Karena syarat seorang wakil harus menyaksikan sendiri niatandari orang yang
mewakilkan. Keberadaan saksi (syuhûd) tidakmampu berperan menggantikan keharusan itu.
Meskipun ada bukti-bukti (qarâin) yang turut disertakan oleh muwakkil kepada wakilnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian etika adalah suatu aturan ataupun norma yang digunakan sebagai suatu pedoman
dalam berperilaku di masyarakat untuk bertindak dan berperilaku terkait sifat baik ataupun
buruknya.

Karyawan adalah salah satu faktor internal yang akan ambil bagian dalam sukses atau
tidaknya sebuah perusahaan. Maka dari itu, jangan pernah menganggap remeh seorang
karyawan. Jika mereka tidak ada, suksesnya perusahaan akan terhambat.

Itu berarti bahwa jujur adalah kesesuaian dan kebenaran dari perkataan dan perbuatan yang
sesuai dengan kenyataan.

Untuk itu, lakukan hal di bawah ini agar karyawan termotivasi kembali untuk bekerja:
.
1. Jaga hubungan baik antara atasan dan bawaan

2. Berikan Penghargaan Bagi Mereka yang Berprestasi

3. Lakukan Promosi Kerja

4. Naikan Insentif

5. Ciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman dan Inspirasional

6. Bersikap Adil dan Tidak Pilih Kasih

7. Jadilah Pimpinan Yang Baik

‫ض‬

Artinya: "Sesungguhnya jual beli itu berangkat dari saling ridha." (Lihat: Syekh Abu
Yahya Zakaria al Anshory, Fathul Wahab bi Syarhi Manhaji al Thullab, Kediri: Pesantren Fathul
Ulum,
B. Saran

Semoga makalah ini dapat membantu kita dalam mengetahui berbagai hal yang berkaitan
dengan Etika Bisnis Dalam Islam. Bagi pemakalah menjadi suatu pengetahuan yang penting
karena pengetahuan tentang isi makalah ini dapat diketahui walau hanya sebatas membaca dan
menulis, dan sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menambah pengetahuan bagi
para pembaca serta harapan kepada para pembaca untuk dapat memberikan kritikan ataupun
masukan terhadap makalah karena tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan.

Anda mungkin juga menyukai