Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan antara Idealisme, Profesionalisme


dengan Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Dharmasraya

OLEH
Despariyentita NIM.2020322005
Putri Srikartika NIM.2020322009
Winda Dwi Saputri NIM.2020322008

PRODI S2 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan antara Idealisme, Profesionalisme dengan
Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya”. Adapun
tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Organisasi dan Manajemen Kesehatan .
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya, sekiranya dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas pengertian dan perhatiannya.

Padang, Desember 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kepemimpinan ................................................................................................. 3
2.2 Pendekatan Teori Kepemimpinan ...................................................................................... 3
2.3 Tipe atau Gaya Kepemimpinan ......................................................................................... 4
2.4 Peranan Kepemimpinan ..................................................................................................... 7
2.5 Fungsi Kepemimpinan ....................................................................................................... 8
2.6 Pemimpin Ideal di Era Milenial ......................................................................................... 9
2.7 Profesionalisme Kepemimpinan ........................................................................................ 11
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pemilihan Kepemimpinan .................................................................................................. 14
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 18
4.2 Saran ................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor terpenting dalam organisasi karena
menjadi kunci kesuksesan organisasi di masa sekarang maupun mendatang. Dalam sebuah
organisasi diperlukan peran kepemimpinan yang baik ( Rusmitasari, 2020 ) Kepemimpinan
merupakan seni dan keterampilan seseorang dalam memanfaatkan seseorang dalam
memanfaatkan kekuasaannya untuk memengaruhi orang lain, agar melaksanakan aktivitas
tertentu yang diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menghadapi berbagai
situasi dan kondisi tertentu, seseorang pemimpin harus melakukan upaya perubahan karakter.
Hal ini dikarenakan perubahan karakter merupakan strategi memecahkan permasalahan yang
dihadapi. Tanpa perubahan karakter integritas yang kukuh, daya tahan menghadapi kesulitan
dan tantangan, visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin
(Thoha, 2013)
Dalam pencapaian tujuan kesehatan banyak unsur-unsur yang menjadi hal penting
dalam pemenuhannya, diantaranya adalah unsur kepemimpinan. Sumber daya yang telah
tersedia jika tidak dikelola dengan baik maka tidak akan memperoleh tujuan yang telah
direncanakan, sehingga peranan pemimipin sangat penting yang dapat mempergunakan
wewenang dan kepemimpinannya untuk mencapai suatu tujuan. Dasarnya kepemimpinan
merupakan gaya seorang pemimpin memengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama dan
bekerja efektif sesuai dengan perintahnya, dengan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin ini yang akan digunakan untuk bisa mengarahkan sumber daya manusia
dapat menggunakan semua kemampuannya dalam mencapai motivasi kerja yang baik
(Wahab, 2014).
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain. Masingmasing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang
pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya.
Pemimpin sebagai pemegang jabatan tertinggi dalam sebuah organisasi merupakan faktor
penentu dalam mencapai tujuan demi keberhasilan sebuah organisasi. Oleh karena itu,
seorang pemimpin dituntut memiliki kualitas kepemimpinan yang handal untuk menjawab
berbagai tantangan dan hambatan yang akan dihadapi oleh organisasinya. Berkaitan dengan
1
hal tersebut, maka seorang pemimpin diharapkan mampu mengerakkan orang-orang yang ada
dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan bersama.
Kepemimpinan tersebut merupakan upaya untuk merealisasikan pelaksanaan manajemen
sumberdaya bawahan, yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi (
Silulu, 2015 )
Pemilihan Kepemimpinan dalam bidang kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Dharmasraya adalah berdasarkan pelantikan oleh Bupati terpilih, dimana pemilihan
kepemimpinan di Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya berjumlah 16 orang, yaitu terdiri
dari : 1 orang Kepala Dinas Kesehatan, 1 Orang sekretaris Dinas Kesehatan, 1 orang Kasubag
umum, Kepegawaian dan Keuangan, 1 orang Kasubag perencanaan, I orang Kepala Bidang
Kesehatan Masyarakat, 1 orang Kepala Bidang Pelayanan Sumber Daya Kesehatan, 1 orang
Kepala Bidang Pengendalian dan pemberantasan penyakit. Dimana 3 orang kepala seksi
dimasing-masing bidang yang SK nya akan dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Pelatihan
Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik menulis makalah yang
berjudul ‘’ Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan antara Idealisme,
Profesionalisme dengan Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Dharmasraya ‘’.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang
dibahas adalah Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan antara Idealisme,
Profesionalisme dengan Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Dharmasraya

1.3 Tujuan
Untuk diketahuinya bagaimana Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan
antara Idealisme, Profesionalisme dengan Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Dharmasraya

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepemimpinan


Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan
sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Kepemimpinan dan nilai
kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat alamnya dan pengalaman saja, tetapi pada
penyiapan secara analisis, perencanaan, penyelidikan, percobaan, supervisi dan
pengembangan secara sistematis yang diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan
(Kartono, 2010). Dalam organisasi, pemimpin terbagi dalam tiga strata utama yakni:
1. Top manager: yang tekanan tugasnya pada pelaksanaan administrasi dalam menyusun
rencana, policy dan laporan terdiri dari pada direksi.
2. Middle Manager: eksekutif pelaksanaan rencana dan policy organisasi terdiri dari para
kepala bagian.
3. Low Manager: eksekutif di lapangan yang terdiri dari kepala-kepala unit pelaksana, para
pengawas di lapangan.

2.2 Pendekatan Teori kepemimpinan


Ada 3 macam pendekatan teori kepemimpinan, yaitu:
1. Pendekatan teori sifat kepemimpinan
Teori sifat kepemimpinan juga berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan
bukan diciptakan artinya seseorang telah membawa bakat kepemimpinan sejak
dilahirkan bukan dididik atau dilatih. Pemimpin yang dilahirkan tanpa pendidikan
dan latihan sudah dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pelatihan kepemimpinan
hanya bermanfaat bagi mereka yang memang telah memiliki sifat-sifat
kepemimpinan.
2. Pendekatan teori perilaku atau gaya/tipe kepemimpinan.
Menurut Sulaiman (2011), gaya kepemimpinan adalah pola prilaku spesifik
yang ditampilkan oleh pemimpin dalam upaya mempengaruhi orang lain guna
mencapai tujuan organisasi atau kelompoknya.
3. Pendekatan teori kepemimpinan kontingensi/situasional.

3
Dalam suatu kenyataan berorganisasi tidak dapat digunakan prilaku atau gaya
kepemimpinan tunggal untuk segala situasi. Oleh karena itu muncul pendekatan
yang disebut contingency approach yang apabila diterjemahkan secara harfiah
berarti pendekatan kemungkinan. Di atas telah dikemukakan bahwa situasi yang
berbeda harus dihadapi dengan prilaku atau gaya kepemimpinan yang berbeda pula,
maka pendekatan tersebut dinamakan pula situational approach (pendekatan
situasioanal).

2.3 Tipe atau Gaya Kepemimpinan


1. Gaya Kepemimpinan Autokratik
a. Mempunyai orientasi pada tujuan, struktur dan tugas-tugas dengan
pengawasan yang ketat, hubungan baik dengan staf diabaikan yang
penting staf harus bekerja keras, produktif, dan bekerja tepat waktu.
b. Menganggap organisasi hanya sebagai milik sendiri, merajai situasi,
pemimpinnya berperan a one- man show (pemain tunggal).
c. Menyamakan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
d. Menganggap staf sebagai alat semata.
e. Tidak mau menerima kritik, setiap perintah dan kebijakan ditetapkan
tanpa berkonsultasi dengan bawahannya dan bawahan tidak pernah
diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang
harus dilakukan.
f. Selalu mengandung unsur paksaan dan hukuman, sikap dan prinsip-
prinsipnya sangat konservatif/kuno dan kaku-ketat.
g. Menggemari berbagai upacara atau seremoni yang menggambarkan
kehabatannya dalam arti gila kehormatan.
2. Gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif.
a. Selalu berorientasi pada manusia mengakui harkat dan martabat
manusia, memperhatikan kemampuan dan kepentingan staf.
b. Senang menerima saran, kritik, dan pendapat staf, aktif mencari
masukan dan saran dalam menetukan kebijakan/keputusan dan
berpendapat bahwa manusia sumber daya manusia yang merupakan
unsur paling strategik.
c. Selalu mengembangkan diri, terdapat koordinasi pekerjaan pada

4
semua bawahan, tidak ragu-ragu membiarkan para bawahan
mengambil resiko dengan catatan bahwa faktor- faktor yang
berpengaruh telah diperhitungkan dengan matang.
d. Wewenang pimpinan tidak mutlak, pemimpin bersedia melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan.
e. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan
bawahan dan prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
serta banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran,
pertimbangan, atau pendapat.
Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua prilaku atau
gaya kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada
manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas disebut juga
autocratic, sedangkan gaya kepemimpinan berorientasi pada manusia
disebut democratic.
Menurut Sulaiman (2011) yang mengutip pendapat dari Tannenbaum
mengemukan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan tiga kumpulan
kekuatan sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu:
a. Kekuatan-kekuatan dalam diri pemimpin yang mencakup : (1) sistem
nilai, ( 2) kepercayaan terhadap staf, ( 3) kecenderungan
kepemimpinannya sendiri, dan (4) perasaan aman dan tidak aman.
b. Kekuatan-kekuatan dalam diri staf, meliputi: (1) kebutuhan mereka akan
kebebasan, (2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, (3)
ketertarikan dan keahlian staf untuk penanganan masalah, (4) harapan staf
mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
c. Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup: (1) tipe organisasi, (2)
efektifitas kelompok, (3) sifat masalah itu sendiri.
3. Gaya kepemimpinan paternalistik.
a. Memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang belum
dewasa, bahkan seolah-olah mereka masih anak-anak, tipe
kepemimpinan kebapaan.
b. Sifat melindungi.
c. Sentralisasi pengambilan keputusan dan jarang memberikan
kesempatan kepada bawahan mengambil keputusan sendiri serta
berinisiatif.
5
d. Melakukan pengawasan yang ketat.
4. Gaya atau tipe kepemimpinan Laissez Faire atau delegatif atau santai
atau liberal (bebas).
a. Gaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak
menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada, selalu dapat
ditemukan penyelesainnya.
b. Sang pemimpin praktis tidak memimpin dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri, pemimpin tak
memiliki ketrampilan teknis dan pemimpin sebagai simbol saja, tidak
memiliki kewibawaan, tidak bisa mengontrol anak buahnya, hampir
tidak ada pengawasan pada sikap, tingkah laku, kegiatan bawahan.
c. Pemimpin tipe ini tidak senang mengambil resiko dan lebih
cenderung pada upaya mempertahankan status quo,rendah perhatian
pada tugas dan pegawai, lingkungan kerja, kesejahteraan pegawai.
d. Enggan menggunakan sanksi apalagi yang keras terhadap bawahan
yang menampilkan prilaku disfungsional atau menyimpang, tetapi
sebaliknya senang mengobral pujian.
5. Gaya atau tipe kepemimpinan kharismatik.
a. Mempunyai daya tarik dan kekuatan energi yang kuat yang berasal
dari latar belakang biografikal, pendidikan, kekayaan, penampilan,
sehingga pengikutnya besar, dia dianggap memiliki kekuatan gaib
(supernatural power).
b. Keyakinan yang kuat tentang tepatnya visi yang dinyatakannya
kepada para bawahan.
c. Perilaku yang tidak mengikuti perilaku stereotip. Artinya perilaku
yang lain dari yang biasa ditampilkan oleh para pemimpin tipe
lainnya, seperti perilaku yang tidak konvensional, tidak sekedar
mengikuti arus, dan sering melakukan tindakan yang berani. Jika
berhasil dalam praktek, perilaku demikian menimbulkan kekaguman
dikalangan para bawahannya yang pada gilirannya berakibat makin
tingginya tingkat kesediaan mereka menjadi pengikut pemimpin
yang bersangkutan.
d. Peranan selaku agen pengubah dalam arti siap membawa perubahan
termasuk perubahan yang radikal dan tidak sebagai pemelihara status
6
quo.
e. Pemahaman yang mendalam dan tepat tentang sifat lingkungan yang
dihadapi termasuk kendala yang ditimbulkannya serta kesiapan untuk
menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
mewujudkan perubahan itu.
f. Mampu membaca situasi organisasional yang dihadapinya dan
mampu mengenali karakteristik para bawahannya sehingga dapat
menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi
itu. Karena itulah pemimpin yang kharismatik pada satu saat
mungkin menggunakan gaya yang otoriter, pada kesempatan lain
menggunakan gaya yang paternalistik, pada waktu lain lagi mungkin
bergaya laissez faire, dan tidak menghadapi kesulitan menggunakan
gaya yang demokratik.

2.4 Peranan Kepemimpinan


Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi memainkan
peranan yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang
bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak luar organisasi yang
kesemuanya dimaksudkan untuk mengingatkan kemampuan organisasi mencapai tujuannya
(Siagian, 2009).
Peranan atau fungsi kepemimpinan dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu: yang
bersifat pengambilan keputusan, interpersonal, informasional, kemudian dijabarkan dalam
sepuluh kriteria diantaranya yaitu: pengambilan keputusan, actuating atau penggerakkan
atau arahan, motivator, pimpinan, perencanaan dan pengawasan (Siagian, 2009).
Di bawah ini akan dikemukakan peranan kepemimpinan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya, yaitu :
1. Peranan pengambilan keputusan
Seseorang yang mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan pemimpin
dituntut memiliki dalam hal pengambilan keputusan yang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan organisasi. Ada tiga proses dalam pengambilan keputusan, yaitu:
a. Inteligence activity, yaitu proses penelitian situasi dan kondisi dengan wawasan yang
inteligent.
b. Design activity, yaitu proses menemukan masalah, mengembangkan pemahaman dan
menganalisis kemungkinan pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut, jadi ada
7
perencanaan pola kegiatan.
c. Choice activity, yaitu memilih salah satu tindakan dari sekian banyak alternatife atau
kemungkinan pemecahan masalah (Kartono, 2010).

2.5 Fungsi Kepemimpinan


Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau
kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan
berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi
masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam dan bukan
diluar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan
dalam situasi sosial suatu kelompok/ organisasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dua
dimensi seperti :
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam
tindakan atau aktivitas pemimpin.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-
orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/ organisasi.
Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu :
a. Fungsi Instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana , dan dimana perintah itu dikerjakan
agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif
memerlukan kemapuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau
melaksanakan perintah.
b. Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah.Pada tahap pertama dalam usaha
menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang
mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya untuk memperoleh
berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya
konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah
keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk
memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.Dengan
menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan
mendapat dukungan dan lebih mugah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan
8
berlangsung efektif.
c. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya , baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara
terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas
pokok orang lain.Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan
bukan pelaksana.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/
menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan.
Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu
harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi
dan aspirasi.
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses dan efektif
mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif,
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi
pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan
pengawasan.

2.6 Pemimpin Ideal di Era Milineal


Praktek kepemimpinan berkembang mengikuti perkembangan zaman. Kepemimpinan
pada era milenial memiliki pendekatan yang khas karena digitalisasi yang merambah dunia
kerja tidak lagi memungkinkan pemimpin untuk bertindak secara konvensional. Di samping
itu, dibutuhkan karakter kepemimpinan yang mampu mereduksi berbagai sikap negatif dan
mampu mengeluarkan semua potensi positif dari kaum milenial seperti melek teknologi,
cepat, haus ilmu pengetahuan, dan publikasi. Di bawah ini terdapat 6 (enam) karakter
kepemimpinan yang dibutuhkan pada era generasi milenial sebagai berikut:
1. Digital Mindset
Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan smartphone, maka akses
komunikasi antar individu pun sudah tidak bersekat lagi. Ruang pertemuan fisik beralih ke
ruang pertemuan digital. Pemimpin pada era milenial harus bisa memanfaatkan kemajuan
teknologi ini untuk menghadirkan proses kerja yang efisien dan efektif di lingkungan
9
kerjanya. Misalnya dengan mengadakan rapat via WA ataupun Anywhere Pad, mengganti
surat undangan tertulis dengan undangan via email ataupun Telegram, dan membagi product
knowledge via WA.
Jika seorang pemimpin tidak berupaya mendigitalisasi pekerjaannya pada era saat ini,
maka dia akan dianggap tidak adaptif. Seperti yang dilansir oleh DDI (Development
Dimensions International) dalam penelitiannya di tahun 2016, mayoritas millenial leader
menyukai sebuah perusahaan yang fleksibel terhadap jam kerja dan tempat mereka bekerja.
Hal ini tentu saja disebabkan karena kecanggihan teknologi yang membuat orang bisa
bekerja dimana saja dan kapan saja. Dapat disaksikan bahwa hari ini banyak sekali
coffeeshop yang berfungsi sebagai co-working space bertebaran di tempat kita dan sebagian
besar pengunjungnya adalah millenials.
2. Observer dan Active Listener
Pemimpin pada era milenial harus bisa menjadi observer dan pendengar aktif yang
baik bagi anggota timnya. Apalagi jika mayoritas timnya adalah kaum milenial. Hal ini
dikarenakan kaum milenial tumbuh beriringan dengan hadirnya media sosial yang membuat
mereka kecanduan untuk diperhatikan. Mereka akan sangat menghargai dan termotivasi jika
diberikan kesempatan untuk berbicara, berekspresi, dan diakomodasi ide-idenya. Mereka
haus akan ilmu pengetahuan, pengembangan diri dan menyukai untuk berbagi pengalaman.
3. Agile
Pemimpin yang agile dapat digambarkan sebagai pemimpin yang cerdas melihat
peluang, cepat dalam beradaptasi, dan lincah dalam memfasilitasi perubahan. Seperti yang
disampaikan oleh motivator Jamil Azzaini, pemimpin yang agile adalah pemimpin yang open
minded dan memiliki ambiguity acceptance, yakni bersedia menerima ketidakjelasan.
Pemimpin yang agile mampu mengajak organisasinya untuk dengan cepat mengakomodasi
perubahan.
4.Inclusive
Di dalam bahasa Inggris, inclusive diartikan “termasuk di dalamnya”. Secara istilah,
inclusive diartikan sebagai memasuki cara berpikir orang lain dalam melihat suatu masalah.
Pemimpin yang inclusive dibutuhkan pada era milenial dikarenakan perbedaan cara pandang
antar individu yang semakin kompleks. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya informasi yang
semakin mudah diakses oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun sehingga membentuk pola
pikir yang berbeda antar individunya. Pemimpin yang inclusive diharapkan dapat menghargai
setiap pemikiran yang ada dan menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin juga harus memberikan pemahaman akan pentingnya nilai, budaya, dan visi
10
organisasi kepada anggota timnya secara paripurna karena kaum milenial akan bertindak
secara antusias jika tindakannya memiliki meaning.
5. Brave to be Different
Pada zaman sekarang, masih banyak orang yang tidak berani untuk mengambil
sebuah langkah atau keputusan penting dalam pencapaian cita-citanya karena hal tersebut
bertentangan dengan kebiasaan orangorang di sekitarnya. Hal semacam ini jika dibiarkan,
akan menjadi hambatan seseorang bahkan sebuah organisasi untuk lebih maju. Acapkali
tradisi di sebuah organisasi membuat orang lebih suka membenarkan yang biasa daripada
membiasakan yang benar. Ini adalah tantangan bagi para pemimpin milenial dalam
mengubah kondisi tersebut dan menanamkan nilai bahwa berbeda itu boleh asalkan dengan
perencanaan dan tujuan yang jelas.
6. Unbeatable (Pantang Menyerah)
Mindset pantang menyerah tentu harus dimiliki oleh semua pemimpin. Apalagi
memimpin anak-anak pada era milenial yang lekat dengan sikap malas, manja, dan merasa
paling benar sendiri. Pemimpin milenial wajib memiliki sikap positive thinking dan semangat
tinggi dalam mengejar goals-nya. Hambatan yang muncul seperti kurangnya respect dari
pegawai senior maupun junior harus bisa diatasi dengan sikap ulet dan menunjukkan kualitas
diri. Kondisi persaingan kerja pada era globalisasi harus memicu pemimpin untuk
meningkatkan soft skills misalnya kemampuan bernegosiasi, menginspirasi, dan critical
thinking, dan hardskills-nya. Maka dari itu, wajib bagi pemimpin untuk menjadi sosok yang
unbeatable yang memiliki kemampuan bangkit dari kegagalan dengan cepat dan pantang
menyerah dalam menggapai tujuannya.

2.7 Profesionalisme Kepemimpinan


Profesionalisme merupakan paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus
dilakukan oleh orang yang profesional. Orang profesional adalah orang yang memiliki
profesi. Cece wijaya mengatakan bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para anggotanya. Artinya bahwa pekerjaan itu tidak dapat dikerjakan
oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak dipersiapkan secara khusus untuk
melakukan pekerjaan tersebut. Sementara menurut Nana Sujana bahwa pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan oleh mereka yang secara
khusus dipersapkan untuk itu.
Sebagai seorang profesional, tenaga kesehatan mempunyai komitmen untuk
memelihara kesehatan individu dan masyarakat melalui kompetensi, praktik yang otonom
11
dan beretika, mematuhi peraturan, dan standar personal yang tinggi. Jim Collins, seorang
pakar manajemen yang terkenal dengan bukunya ”Good to Great”, melakukan riset yang
mendalam untuk melihat bagaimana perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat sanggup
mentransformasikan dirinya dari baik (good) menjadi luar biasa (great) dengan segala
kriterianya. Hasil riset selama hampir 6 tahun tersebut menyimpulkan ada 3 komponen utama
yang menyebabkan hal itu terjadi, yaitu discipline people, discipline thought, dan discipline
actions. Salah satu dari komponen discipline people adalah kepemimpinan tingkat kelima
atau level 5 leadership.
Lima tingkat kepemimpinan dalam model kepemimpinan yang dipaparkan oleh Jim
Collins tersebut, dengan kepemimpinan tingkat ke-5 yang paling tinggi adalah:
a. Tingkat 1: Individu yang kompeten, membangun produktifitas kerja yang tinggi melalui
pengetahuan, ketrampilan, bakat, dan motivasi kerja yang tinggi;
b. Tingkat 2: Mampu bekerja sama dengan orang lain di dalam sebuah kelompok kerja, dan
mampu berkontribusi secara positif demi kemajuan bersama;
c. Tingkat 3: Manajer yang kompeten, mampu memimpin sebuat tim, mendefinisikan
sasaran dengan jelas, dan mampu menggerakkan orang dan sumber daya lainnya untuk
mencapai sasaran tersebut dengan baik;
d. Tingkat 4: Pemimpin yang efektif, mampu membangun visi ke depan dengan baik dan
jelas, mampu membangun komitmen manusia yang dipimpinnya dan menerapkan suatu
standar kinerja yang tinggi;
e. Tingkat 5: Membangun keberhasilan yang luar biasa dengan sikap rendah hati dan
profesionalisme yang tinggi.
Dari model kepemimpinan ini, Jim Collins menekankan dua unsur yang penting
dalam tingkat kepemimpinan yang tertinggi yaitu sikap rendah hati dan professional. Model
kepemimpinan lain yang patut disimak adalah yang dihasilkan dari riset yang dilakukan oleh
Zenger dan Folkman15 . Zenger dan Folkman kelihatan sangat dipengaruhi oleh riset yang
dilakukan oleh Jim Collins mengenai Level 5 Leadership dan juga oleh pendekatan
kompetensi yang dikembangkan oleh David McClelland dan Lyle M. Spencer. Dalam model
yang mereka sebut sebagai Extraordinary Leadership tersebut, mereka mengemukakan ada 4
(empat) hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu:
a. Kemampuan atau kapabilitas personal (personal capability). Seorang pemimpin yang
hebat itu memiliki kemampuan personal yang luar biasa, mulai dari kemampuan berpikir,
berbagai soft competency, sampai dengan kemampuan teknis tertentu. Karena kemampuan
yang tinggi ini, maka dia akan dihormati dan disegani oleh bawahannya;
12
b. Fokus kepada hasil (focus on results). Seorang pemimpin yang hebat itu tidak akan
mendiktekan segala sesuatunya kepada bawahannya. Dia akan melakukan pemberdayaan,
mulai dengan mengembangkan kompetensi bawahan, sehingga mampu mencari jalan
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kinerja tinggi. Dia hanya akan mengendalikan
bawahannya melalui hasil akhir, bukan pada proses. Ini berarti pemberdayaan, sekaligus
sikap mempercayai bawahan;
c. Memimpin perubahan organisasi (leading organizational change). Seorang pemimpin yang
hebat itu sanggup membawa perubahan terhadap organisasi sesuai dengan perubahan
tuntutan situasi. Dia tidak terjebak di dalam zona nyaman, yang mampu “membunuh”
organisasi secara perlahan-lahan. Perubahan dilakukan bukan asal berubah, melainkan
perubahan yang bertujuan untuk kebaikan bersama, perubahan yang terstruktur rapi
dengan suatu manajemen perubahan yang baik, dan sedapat mungkin menekan dampak
negatif yang timbul akibat perubahan tersebut; d. Keterampilan antar manusia atau
interpersonal (interpersonal skills). Seorang pemimpin yang hebat itu memiliki
kemampuan interpersonal yang baik, mulai dari memahami orang lain, menyampaikan
pesan, mengayomi, memberikan pujian kepada bawahan, bersikap tegas, dan tidak
mengutamakan popularitas pribadi.

13
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemilihan Kepemimpinan


Pemilihan Kepemimpinan dalam bidang kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Dharmasraya adalah berdasarkan pelantikan oleh Bupati terpilih, dimana pemilihan
kepemimpinan di Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya berjumlah 16 orang, yaitu terdiri
dari : 1 orang Kepala Dinas Kesehatan, 1 Orang sekretaris Dinas Kesehatan, 1 orang Kasubag
umum, Kepegawaian dan Keuangan, 1 orang Kasubag perencanaan, I orang Kepala Bidang
Kesehatan Masyarakat, 1 orang Kepala Bidang Pelayanan Sumber Daya Kesehatan, 1 orang
Kepala Bidang Pengendalian dan pemberantasan penyakit. Dimana 3 orang kepala seksi
dimasing-masing bidang. Setelah pelantikan oleh bupati terpilih, SKnya akan dikeluarkan
oleh Badan Kepegawaian Pelatihan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
Pemilihan kepemimpinan di Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya tersebut, masing-
masing struktural di Dinas Kesehatan diberi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan uraian
tugas. Dari uraian tugas tersebut, pejabat struktural Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya
akan bekerja dan membagi tugas kepada bawahannya sesuai proporsi dan uraian tugas
bawahannya.
Adapun Uraian Tugas dari Kepala Bidang kesehatan masyarakat diantaranya :
1. Merencanakan operasional kegitan bidang kesehatan keluarga sesuai dengan rencana kerja
dan anggaran yang tersedia agar kegiatan di bidang kesga dapat berjalan dengan baik
2. Mendistribusikan tugas kepada bawahan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-
masing untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
3. Memberikan petunjuk pelaksanaan pekerjaan sesuai SPM, Juknis dan Jukplak kepada
bawahan agar pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan
4. Menyelia bawahan berdasarkan aturan yang berlaku sebagai pedoman dalam
melaksanakan tugas sehari-hari
5. Melaksanakan pemantauan/pengawasan kerja di bidang kesehatan keluarga secara berkala
sebagai bahan evaluasi tugas
6. Mengevaluasi pelaksanaan tugas di bidang kesehatan keluarga dengan cara
mengidentifikasi masalah yang ada dalam rangka perbaikan kinerja.
7. Melaporkan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan keluarga sesuai dengan hasil kinerja
untuk pertanggungjawaban tugas.

14
8. Menilai prestasi kerja bawahan sesuai kinerjannya sebagai bahan pengingkatan karir
nantinya.
9. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan baik lisan maupun tulisan
sesuai bidang tugas dan permasalahannya.
Dari uraian tugas diatas, dalam pelaksanaan tugasnya kepala bidang kesehatan
masyarakat belum menjalankan uraian tugasnya secara keseluruhan karena didalam bidang
kesehatan masyarakat ada tiga seksi diantaranya ada seksi kesehatan lingkungan, kesehatan
kerja dan olahraga dan seksi promosi dan pemberdayaan masyaraka sementara Dari uraian
tugas diatas yang ada baru seksi kesehatan keluarga.
Gaya kepemimpinan kepala bidang kesehatan masyarakat tipe kepemimpinan bebas,
Tipe kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasinya mampu
mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan
sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok
masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.
Sehubungan dengan itu Jenning dan Golembiewski ( 1992, p.103 ) mengatakan
bahwa pemimpin membiarkan kelompoknya memantapkan tujuan dan keputusannya.
Pemimpin memberikan sedikit dukungan untuk melakukan usaha secara keseluruhan.
Kebebasan anggota kadang-kadang dibatasi oleh pemimpin dengan menetapkan
tujuan yang harus dicapai disertai parameter-parameternya. Sedang yang paling ektrim dalam
tipe free-rein ini adalah pemberian kebebasan sepenuhnya pada anggota organisasi untuk
bertindak pada anggota organisasi untuk bertindak tanpa pengarahan dan kontrol, kecuali jika
diminta. Dampaknya sering terjadi kekacauanya karena tipe kepemimpinan itu memberikan
setiap anggota organisasi tipe berbeda kepentingan dan kemampuannya untuk bertindak ke
arah yang berbeda-beda.
Pemimpin hanya menyediakan diri sendiri sebagai penasihat apabila diperlukan atau
diminta. Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter,
meskipun tidak sama atau bukan kepemimpinan yang demokratis pada titik ekstrimnya yang
paling rendah. Kepemimpinan dijalankan tanpa memimpin atau tanpa berbuat sesuatu dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasinya.
Pemimpin seperti itu pada umumnya merupakan seseorang yang berusaha mengelak
atau menghindar dari tanggung jawab, sehingga apabila terjadi kesalahan atau
penyimpangan, dengan mudah dan tanpa beban mengatakan bukan kesalahan atau tanggung
jawabnya karena bukan keputusannya dan tidak pernah memerintahkan pelaksanaanya.

15
Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang
tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan birokrasi. Dengan
gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat, tujuan birokrasi akan tergangu
dan pegawai-pegawai dapat merasa kesal, gelisah, konflik dan tidak puas. Oleh karena gaya
kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahanya.
Gaya atau tipe kepemimpinan Laissez Faire atau delegatif atau santai atau liberal
(bebas) Kepemimpinan Laissez Faire dalam kepemimpinan merupakan cara dan irama
seseorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai
metode pemberian keleluasaan pada bawahan seluas-luasnya dengan begitu setiap bawahan
bersaing dalam berbagai strategi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Jadi pemimpin
memberi peluang besar pada kegiatan bawahanya. kepala bidang kesehatan masyarakat
menggunakan gaya laissez faire atau kendali bebas, hal ini ditunjukkan dengan kebebasan
yang diberikan kepada bawahan untuk memegang kendali penuh dalam suatu tanggung jawab
memegang penuh kegiatan, dan pimpinan tinggal memantau perkembangan yang terjadi
dilapangan atau menanyakan hal-hal yang teknis saja, tetapi tetap di perhatikan dari jauh.
Adapun kelebihan dari kepemimpinan gaya laissez faire atau kendali bebas adalah :
Keputusan ada di tangan bawahan sehingga bawahan bisa bersikap mandiri dan memiliki
inisiatif, pemimpin tidak memiliki dominasi besar, bawahan tidak akan merasa tertekan
dalam menjalankan tugas.
Sedangkan kekurangan dari kepemimpinan gaya laissez faire atau kendali bebas
adalah pemimpin membiarkan bawahan untuk bertindak sesuka hati karena tidak terkontrol,
mudah terjadi kekacauan dan bentrokan, tujuan akan sulit tercapai apabila bawahan tidak
memiliki inisiatif yang tepat dan dedikasi tinggi.
pencapaian yang telah ditetapkan Seorang pemimpin dengan gaya Laissez Faire
cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut
temponya sendiri tanpa banyak peran untuk mencampuri arah dan perkembangan organisasi.
Dengan demikian seharusnya gaya kepemimpinan kepala bidang kesehatan
masyarakat kabupaten Dharmasraya adalah gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif
keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan dan prakarsa dapat
datang dari pimpinan maupun bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau
pendapat.
Gaya kepemimpinan berdasarkan pemecahan masalah, dalam kemampuan kerja dan
hubungan sosial Kepala bidang kesehatan masyarakat lebih sering saling tukar menukar
ide/pendapat dalam hal pemecahan masalah. Bila dilihat dari situasi dan jumlah tenaga
16
kesehatan yang ada di bidang kesehatan masyarakat, merupakan suatu hal yang wajar jika
gaya kepemimpinan partisipasi ini diterapakan. Dikarenakan bidang kesehatan masyarakat ini
memungkinkan untuk melakukan diskusi atau saling bertukar ide/pendapat baik itu antara
pimpinan dan bawahan maupun antara bawahan dengan bawahan. Akan tetapi, sebaiknya
kepala bidang kesehatan masyarakat di sini harus menerapkan gaya kepemimpinan yang
fleksibel, karena tidak menutup kemungkinan dengan adanya kebebasan yang diberikan
kepada bawahan akan mengakibatkan bawahan menjadi seenaknya dalam bertindak dan
mengeluarkan pendapat. Karena tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik, artinya
pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya agar sesuai
dengan situasi yang dihadapi (Thoha, 2010)
Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua perilaku atau gaya
kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia. Seseorang yang
menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat
penting tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam
menghadapi pihak luar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk mengingatkan
kemampuan organisasi mencapai tujuannya.
Dalam menjalankan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif seorang
pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik keikutsertaan
mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipatif tidak berarti bebas
berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan
tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus
tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan,
karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-
masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter,
walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh
karena itu dalam aplikasinya, tinggal menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan dalam organisasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya
gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.
Pemilihan kepemimpinan dalam kehidupan organisasi semestinya bisa memerankan
dirinya sebagai motivator, eksekutor, fasilitator, mediator, katalisator, kreator, stabilisator
dan dinamisator atas berbagai kepentingan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal
yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan
birokrasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat,
tujuan birokrasi akan tergangu dan pegawai-pegawai dapat merasa kesal, gelisah,
konflik dan tidak puas. Oleh karena gaya kepemimpinan adalah suatu cara
pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya
2. Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua perilaku atau gaya
kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia.
Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi memainkan
peranan yang sangat penting tidak hanya secara internal bagi organisasi yang
bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi pihak luar organisasi yang
kesemuanya dimaksudkan untuk mengingatkan kemampuan organisasi mencapai
tujuannya

4.2 Saran
1. Pemilihan kepemimpinan dalam kehidupan organisasi semestinya bisa
memerankan dirinya sebagai motivator, eksekutor, fasilitator, mediator,
katalisator, kreator, stabilisator dan dinamisator atas berbagai kepentingan orang-
orang yang menjadi tanggung jawabnya
2. Gaya kepemimpinan kepala bidang kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan
Kabupaten Dharmasraya sebaiknya bisa menjadi dirinya sebagai motivator,
eksekutor, fasilitator, mediator, katalisator, kreator, stabilisator dan dinamisator
atas berbagai kepentingan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Agar
tidak terjadi kekacauan dalam organisasi yang dipimpin.

18
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong M. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan oleh Sofyan Cikmat dan
Haryanto. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013.
Bencsik, A., & Machova, R. Knowledge Sharing Problems from the Viewpoint of
Intergeneration Management. In ICMLG2016 - 4th International Conferenceon
Management, Leadership and Governance: ICMLG 2016 (p.42). Academic
Conferences andpublishing limited.
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013,
h. 88.
Hasibuan, N. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo. 2010 Kadarusman D.
Natural Intelligence Leadership: Cara Pandang Baru Terhadap Kecerdasa dan Karakter
Kepemimpinan. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012.
Jumhur Salam, Muhammad Ikhtiar , Nurhayani, “Hubungan gaya kepemimpinan terhadap
kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas Wara Selatan kota Palopo” Jurnal AKK, Vol 2
No 2, Mei 2013, hal 29-34
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kota Yogyakarta Heni
Rusmitasari1. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h.
50-51.
Peramesti. Kepemimpinan Ideal Pada Era Generasi Milenial, Jurnal Manajemen
Pemerintahan \ Vol. 10 No. 1 \ Maret 2018: 73 – 84
Rivai, A. Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2007
Srilulu, Analisis gaya kepemimpinan kepala dinas kesehatan provinsi sulawesi tengah 191 e-
Jurnal Katalogis, Volume 3 Nomor 8, Agustus 2015 hlm 188-194 ISSN: 2302-2019
Sunarto, Memilih pemimpin dalam praktik kepemimpinan organisasi sekolah di era global,
informasi no 1, XXXIX th 2013
Thoha, M. (2013). Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers
Wahab, A. A. (2014). Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta

19

Anda mungkin juga menyukai