OLEH
Despariyentita NIM.2020322005
Putri Srikartika NIM.2020322009
Winda Dwi Saputri NIM.2020322008
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
“Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan antara Idealisme, Profesionalisme dengan
Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya”. Adapun
tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Organisasi dan Manajemen Kesehatan .
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya, sekiranya dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas pengertian dan perhatiannya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk diketahuinya bagaimana Pemilihan Kepemimpinan dalam Bidang Kesehatan
antara Idealisme, Profesionalisme dengan Kepentingan Kelompok dan Golongan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Dharmasraya
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Dalam suatu kenyataan berorganisasi tidak dapat digunakan prilaku atau gaya
kepemimpinan tunggal untuk segala situasi. Oleh karena itu muncul pendekatan
yang disebut contingency approach yang apabila diterjemahkan secara harfiah
berarti pendekatan kemungkinan. Di atas telah dikemukakan bahwa situasi yang
berbeda harus dihadapi dengan prilaku atau gaya kepemimpinan yang berbeda pula,
maka pendekatan tersebut dinamakan pula situational approach (pendekatan
situasioanal).
4
semua bawahan, tidak ragu-ragu membiarkan para bawahan
mengambil resiko dengan catatan bahwa faktor- faktor yang
berpengaruh telah diperhitungkan dengan matang.
d. Wewenang pimpinan tidak mutlak, pemimpin bersedia melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan.
e. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan
bawahan dan prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
serta banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran,
pertimbangan, atau pendapat.
Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua prilaku atau
gaya kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada
manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas disebut juga
autocratic, sedangkan gaya kepemimpinan berorientasi pada manusia
disebut democratic.
Menurut Sulaiman (2011) yang mengutip pendapat dari Tannenbaum
mengemukan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan tiga kumpulan
kekuatan sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu:
a. Kekuatan-kekuatan dalam diri pemimpin yang mencakup : (1) sistem
nilai, ( 2) kepercayaan terhadap staf, ( 3) kecenderungan
kepemimpinannya sendiri, dan (4) perasaan aman dan tidak aman.
b. Kekuatan-kekuatan dalam diri staf, meliputi: (1) kebutuhan mereka akan
kebebasan, (2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, (3)
ketertarikan dan keahlian staf untuk penanganan masalah, (4) harapan staf
mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
c. Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup: (1) tipe organisasi, (2)
efektifitas kelompok, (3) sifat masalah itu sendiri.
3. Gaya kepemimpinan paternalistik.
a. Memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang belum
dewasa, bahkan seolah-olah mereka masih anak-anak, tipe
kepemimpinan kebapaan.
b. Sifat melindungi.
c. Sentralisasi pengambilan keputusan dan jarang memberikan
kesempatan kepada bawahan mengambil keputusan sendiri serta
berinisiatif.
5
d. Melakukan pengawasan yang ketat.
4. Gaya atau tipe kepemimpinan Laissez Faire atau delegatif atau santai
atau liberal (bebas).
a. Gaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak
menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada, selalu dapat
ditemukan penyelesainnya.
b. Sang pemimpin praktis tidak memimpin dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri, pemimpin tak
memiliki ketrampilan teknis dan pemimpin sebagai simbol saja, tidak
memiliki kewibawaan, tidak bisa mengontrol anak buahnya, hampir
tidak ada pengawasan pada sikap, tingkah laku, kegiatan bawahan.
c. Pemimpin tipe ini tidak senang mengambil resiko dan lebih
cenderung pada upaya mempertahankan status quo,rendah perhatian
pada tugas dan pegawai, lingkungan kerja, kesejahteraan pegawai.
d. Enggan menggunakan sanksi apalagi yang keras terhadap bawahan
yang menampilkan prilaku disfungsional atau menyimpang, tetapi
sebaliknya senang mengobral pujian.
5. Gaya atau tipe kepemimpinan kharismatik.
a. Mempunyai daya tarik dan kekuatan energi yang kuat yang berasal
dari latar belakang biografikal, pendidikan, kekayaan, penampilan,
sehingga pengikutnya besar, dia dianggap memiliki kekuatan gaib
(supernatural power).
b. Keyakinan yang kuat tentang tepatnya visi yang dinyatakannya
kepada para bawahan.
c. Perilaku yang tidak mengikuti perilaku stereotip. Artinya perilaku
yang lain dari yang biasa ditampilkan oleh para pemimpin tipe
lainnya, seperti perilaku yang tidak konvensional, tidak sekedar
mengikuti arus, dan sering melakukan tindakan yang berani. Jika
berhasil dalam praktek, perilaku demikian menimbulkan kekaguman
dikalangan para bawahannya yang pada gilirannya berakibat makin
tingginya tingkat kesediaan mereka menjadi pengikut pemimpin
yang bersangkutan.
d. Peranan selaku agen pengubah dalam arti siap membawa perubahan
termasuk perubahan yang radikal dan tidak sebagai pemelihara status
6
quo.
e. Pemahaman yang mendalam dan tepat tentang sifat lingkungan yang
dihadapi termasuk kendala yang ditimbulkannya serta kesiapan untuk
menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
mewujudkan perubahan itu.
f. Mampu membaca situasi organisasional yang dihadapinya dan
mampu mengenali karakteristik para bawahannya sehingga dapat
menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi
itu. Karena itulah pemimpin yang kharismatik pada satu saat
mungkin menggunakan gaya yang otoriter, pada kesempatan lain
menggunakan gaya yang paternalistik, pada waktu lain lagi mungkin
bergaya laissez faire, dan tidak menghadapi kesulitan menggunakan
gaya yang demokratik.
13
BAB III
PEMBAHASAN
14
8. Menilai prestasi kerja bawahan sesuai kinerjannya sebagai bahan pengingkatan karir
nantinya.
9. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan baik lisan maupun tulisan
sesuai bidang tugas dan permasalahannya.
Dari uraian tugas diatas, dalam pelaksanaan tugasnya kepala bidang kesehatan
masyarakat belum menjalankan uraian tugasnya secara keseluruhan karena didalam bidang
kesehatan masyarakat ada tiga seksi diantaranya ada seksi kesehatan lingkungan, kesehatan
kerja dan olahraga dan seksi promosi dan pemberdayaan masyaraka sementara Dari uraian
tugas diatas yang ada baru seksi kesehatan keluarga.
Gaya kepemimpinan kepala bidang kesehatan masyarakat tipe kepemimpinan bebas,
Tipe kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasinya mampu
mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan
sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok
masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.
Sehubungan dengan itu Jenning dan Golembiewski ( 1992, p.103 ) mengatakan
bahwa pemimpin membiarkan kelompoknya memantapkan tujuan dan keputusannya.
Pemimpin memberikan sedikit dukungan untuk melakukan usaha secara keseluruhan.
Kebebasan anggota kadang-kadang dibatasi oleh pemimpin dengan menetapkan
tujuan yang harus dicapai disertai parameter-parameternya. Sedang yang paling ektrim dalam
tipe free-rein ini adalah pemberian kebebasan sepenuhnya pada anggota organisasi untuk
bertindak pada anggota organisasi untuk bertindak tanpa pengarahan dan kontrol, kecuali jika
diminta. Dampaknya sering terjadi kekacauanya karena tipe kepemimpinan itu memberikan
setiap anggota organisasi tipe berbeda kepentingan dan kemampuannya untuk bertindak ke
arah yang berbeda-beda.
Pemimpin hanya menyediakan diri sendiri sebagai penasihat apabila diperlukan atau
diminta. Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter,
meskipun tidak sama atau bukan kepemimpinan yang demokratis pada titik ekstrimnya yang
paling rendah. Kepemimpinan dijalankan tanpa memimpin atau tanpa berbuat sesuatu dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasinya.
Pemimpin seperti itu pada umumnya merupakan seseorang yang berusaha mengelak
atau menghindar dari tanggung jawab, sehingga apabila terjadi kesalahan atau
penyimpangan, dengan mudah dan tanpa beban mengatakan bukan kesalahan atau tanggung
jawabnya karena bukan keputusannya dan tidak pernah memerintahkan pelaksanaanya.
15
Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang
tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan birokrasi. Dengan
gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat, tujuan birokrasi akan tergangu
dan pegawai-pegawai dapat merasa kesal, gelisah, konflik dan tidak puas. Oleh karena gaya
kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahanya.
Gaya atau tipe kepemimpinan Laissez Faire atau delegatif atau santai atau liberal
(bebas) Kepemimpinan Laissez Faire dalam kepemimpinan merupakan cara dan irama
seseorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai
metode pemberian keleluasaan pada bawahan seluas-luasnya dengan begitu setiap bawahan
bersaing dalam berbagai strategi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Jadi pemimpin
memberi peluang besar pada kegiatan bawahanya. kepala bidang kesehatan masyarakat
menggunakan gaya laissez faire atau kendali bebas, hal ini ditunjukkan dengan kebebasan
yang diberikan kepada bawahan untuk memegang kendali penuh dalam suatu tanggung jawab
memegang penuh kegiatan, dan pimpinan tinggal memantau perkembangan yang terjadi
dilapangan atau menanyakan hal-hal yang teknis saja, tetapi tetap di perhatikan dari jauh.
Adapun kelebihan dari kepemimpinan gaya laissez faire atau kendali bebas adalah :
Keputusan ada di tangan bawahan sehingga bawahan bisa bersikap mandiri dan memiliki
inisiatif, pemimpin tidak memiliki dominasi besar, bawahan tidak akan merasa tertekan
dalam menjalankan tugas.
Sedangkan kekurangan dari kepemimpinan gaya laissez faire atau kendali bebas
adalah pemimpin membiarkan bawahan untuk bertindak sesuka hati karena tidak terkontrol,
mudah terjadi kekacauan dan bentrokan, tujuan akan sulit tercapai apabila bawahan tidak
memiliki inisiatif yang tepat dan dedikasi tinggi.
pencapaian yang telah ditetapkan Seorang pemimpin dengan gaya Laissez Faire
cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut
temponya sendiri tanpa banyak peran untuk mencampuri arah dan perkembangan organisasi.
Dengan demikian seharusnya gaya kepemimpinan kepala bidang kesehatan
masyarakat kabupaten Dharmasraya adalah gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif
keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan dan prakarsa dapat
datang dari pimpinan maupun bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau
pendapat.
Gaya kepemimpinan berdasarkan pemecahan masalah, dalam kemampuan kerja dan
hubungan sosial Kepala bidang kesehatan masyarakat lebih sering saling tukar menukar
ide/pendapat dalam hal pemecahan masalah. Bila dilihat dari situasi dan jumlah tenaga
16
kesehatan yang ada di bidang kesehatan masyarakat, merupakan suatu hal yang wajar jika
gaya kepemimpinan partisipasi ini diterapakan. Dikarenakan bidang kesehatan masyarakat ini
memungkinkan untuk melakukan diskusi atau saling bertukar ide/pendapat baik itu antara
pimpinan dan bawahan maupun antara bawahan dengan bawahan. Akan tetapi, sebaiknya
kepala bidang kesehatan masyarakat di sini harus menerapkan gaya kepemimpinan yang
fleksibel, karena tidak menutup kemungkinan dengan adanya kebebasan yang diberikan
kepada bawahan akan mengakibatkan bawahan menjadi seenaknya dalam bertindak dan
mengeluarkan pendapat. Karena tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik, artinya
pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya agar sesuai
dengan situasi yang dihadapi (Thoha, 2010)
Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua perilaku atau gaya
kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia. Seseorang yang
menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat
penting tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam
menghadapi pihak luar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk mengingatkan
kemampuan organisasi mencapai tujuannya.
Dalam menjalankan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif seorang
pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik keikutsertaan
mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipatif tidak berarti bebas
berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan
tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus
tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan,
karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-
masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter,
walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh
karena itu dalam aplikasinya, tinggal menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan dalam organisasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya
gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.
Pemilihan kepemimpinan dalam kehidupan organisasi semestinya bisa memerankan
dirinya sebagai motivator, eksekutor, fasilitator, mediator, katalisator, kreator, stabilisator
dan dinamisator atas berbagai kepentingan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal
yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan
birokrasi. Dengan gaya kepemimpinan atau teknik memotivasi yang tidak tepat,
tujuan birokrasi akan tergangu dan pegawai-pegawai dapat merasa kesal, gelisah,
konflik dan tidak puas. Oleh karena gaya kepemimpinan adalah suatu cara
pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya
2. Gaya kepemimpinan pada hakikatnya memperlihatkan dua perilaku atau gaya
kepemimpinan yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi pada manusia.
Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dalam suatu organisasi memainkan
peranan yang sangat penting tidak hanya secara internal bagi organisasi yang
bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi pihak luar organisasi yang
kesemuanya dimaksudkan untuk mengingatkan kemampuan organisasi mencapai
tujuannya
4.2 Saran
1. Pemilihan kepemimpinan dalam kehidupan organisasi semestinya bisa
memerankan dirinya sebagai motivator, eksekutor, fasilitator, mediator,
katalisator, kreator, stabilisator dan dinamisator atas berbagai kepentingan orang-
orang yang menjadi tanggung jawabnya
2. Gaya kepemimpinan kepala bidang kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan
Kabupaten Dharmasraya sebaiknya bisa menjadi dirinya sebagai motivator,
eksekutor, fasilitator, mediator, katalisator, kreator, stabilisator dan dinamisator
atas berbagai kepentingan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Agar
tidak terjadi kekacauan dalam organisasi yang dipimpin.
18
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong M. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan oleh Sofyan Cikmat dan
Haryanto. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013.
Bencsik, A., & Machova, R. Knowledge Sharing Problems from the Viewpoint of
Intergeneration Management. In ICMLG2016 - 4th International Conferenceon
Management, Leadership and Governance: ICMLG 2016 (p.42). Academic
Conferences andpublishing limited.
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013,
h. 88.
Hasibuan, N. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo. 2010 Kadarusman D.
Natural Intelligence Leadership: Cara Pandang Baru Terhadap Kecerdasa dan Karakter
Kepemimpinan. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012.
Jumhur Salam, Muhammad Ikhtiar , Nurhayani, “Hubungan gaya kepemimpinan terhadap
kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas Wara Selatan kota Palopo” Jurnal AKK, Vol 2
No 2, Mei 2013, hal 29-34
Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kota Yogyakarta Heni
Rusmitasari1. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h.
50-51.
Peramesti. Kepemimpinan Ideal Pada Era Generasi Milenial, Jurnal Manajemen
Pemerintahan \ Vol. 10 No. 1 \ Maret 2018: 73 – 84
Rivai, A. Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2007
Srilulu, Analisis gaya kepemimpinan kepala dinas kesehatan provinsi sulawesi tengah 191 e-
Jurnal Katalogis, Volume 3 Nomor 8, Agustus 2015 hlm 188-194 ISSN: 2302-2019
Sunarto, Memilih pemimpin dalam praktik kepemimpinan organisasi sekolah di era global,
informasi no 1, XXXIX th 2013
Thoha, M. (2013). Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers
Wahab, A. A. (2014). Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan. Bandung: Alfabeta
19