Anda di halaman 1dari 2

Nama : Taupik hamdani

Nim : 21030802191093
Kelas : PAI 2 B
Matkul : al islam
Dosen : Dr. Hj. Mumung Mulyati. M.ag

1. Amaliah adalah berkenaan dengan amal. bisa d sebut juga proses atau tindakan yang
menghantarkan kita kpda suatu kemuliaan , sedangkan Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-
Sunnah wal Jama'ah (Bahasa Arab: ‫نة والجماعة‬777‫ل الس‬777‫ )أه‬atau lebih sering disingkat Ahlul-
Sunnah (bahasa Arab: ‫)أهل السنة‬, Aswaja atau Sunni adalah firkah Muslim terbesar yang disebut
dengan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah atau golongan yang menjalankan sunnah (Muhammad) dengan
penekanan pada peneladanan peri kehidupan nabi Muhammad saw. Jadi amaliah aswaja adalah
tradisi yang di lakukan oleh orang2 aswaja , antara lain :
- ziarah kubur
- tahlilal
- talqin kepada mayat
- solawatan
- Istigosah
- membaca barjanzi
2. Lafadz al Bid’ah (‫ )البِ ْدعَة‬menurut Syaikh Zaruq dalam kitab “Uddatu al Murid” dari sudut
pandang terminologi syara’ adalah: “Menciptakan hal baru dalam perkara agama yang seolah-
olah ia merupakan bagian dari perkara agama. Padahal, sebenarnya bukan, baik dalam tataran
wacana, penggambaran maupun hakikatnya. Karena Nabi Muhammad SAW. bersabda:
َ ‫َث فِي َأ ْم ِرنَا هَ َذا َما لَي‬
‫ْس ِم ْنهُ فَه َُو َر ٌّد‬ َ ‫َم ْن َأحْ د‬
“Barangsiapa menciptakan suatu hal baru dalam urusan kami ini (urusan agama), yang bukan
bagian dari agama, maka ia tertolak.”
Dan bid'ah terbagi menjadi 3 bagian di antaranya :
1. ah Sharihah (bid’ah yang nyata). Yaitu bid’ah yang ditetapkan tanpa dalil syar’i dan
berseberangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan oleh dalil syar’i, baik wajib, sunnah,
mandub maupun lainnya, sehingga bid’ah itu mematikan sunnah Nabi SAW atau membatalkan
perkara yang benar. Ini adalah bid’ah yang paling buruk. Meskipun bid’ah ini memiliki seribu
sandaran dari dalil-dalil pokok (ushul) maupun dalil-dalil cabang (furu’) tetap tidak dapat diakui
keabsahannya.
2. Bid’ah Idlofiyah (bid’ah yang ditambahkan). Yaitu bid’ah yang disandarkan kepada suatu
perkara yang jika perkara tersebut dapat diterima maka tidak sah mempertentangkan statusnya
sebagai sunnah atau bukan bid’ah tanpa khilaf atau menurut khilaf yang telah disebutkan di
muka.
3. Bid’ah Khilafiyah (bid’ah yang diperselisihkan). Yaitu perkara yang didasarkan pada dua
dalil yang saling tarik-menarik. Bagi yang memegang teguh dalil yang ini, perkara itu adalah
bid’ah. Sebaliknya, bagi yang memegang teguh dalil lain yang berseberangan, perkara itu adalah
sunnah. Seperti pembuatan kantor administrasi dan dzikir berjamaah yang telah disebutkan di
muka.”
Begitupula Menurut pendapat lain , bid'ah terbagi 5 , berikut beserta contohnya :
- Bid’ah Wajibah: seperti mempelajari ilmu nahwu dan mempelajari lafadz-lafadz yang gharib
baik yang terdapat di dalam al-Quran ataupun as-Sunnah, dimana pemahaman terhadap sy ari‟ah
menjadi tertangguhkan pada sejauhmana seseorang dapat memahami maknanya.
-. Bid’ah Muharramah: seperti aliran Qadariyah, Jabariyah dan Mujassimah.
- Bid’ah Mandubah: seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren dan madrasah-
madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak dikenal pada zaman generasi pertama Islam.
- Bid’ah Makruhah: seperti berlebih-lebihan menghiasai masjid, menghiasi mushaf dan lain
sebagainya.
-. Bid’ah Mubahah: seperti bersalaman selesai shalat Shubuh dan Ashar, membuat lebih dalam
makanan dan minuman, pakaian dan lain sebagainya.”
3. Najis mughalladhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali
basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum dibasuh dengan air mesti
dihilangkan terebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut
maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum
(hukmiyah) najisnya masih ada di tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh
dengan air. Untuk benar-benar menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh
dengan air sebanyak tujuh kali basuhan dimana salah satunya dicampur dengan debu.
Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:
1. mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan pada tempat yang
terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebi utama dibanding cara lainnya.
2. meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya,
baru kemudian dibasuh.
3. memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya debu dan
mencampur keduanya, baru kemudian di basuh.
Yang di maksud dua qullah adalah ukuran air yang menjadi syarat suci dan menyucikan , adapun
ukurannya sbb:
- Versi keterangan dalam kitab Fathul Qodir karya KH M Makshum Ali, volume air 2 kulah adalah
174,58 liter
- Menurut keterangan dalam kitab Ghoyatul Muna Syarah Safinatun Naja karya Syaikh
Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba ‘Athiyyah Ad-Du’ani, volume air 2 kulah adalah 216 liter.
-. Menurut keterangan dalam kitab At-taqrirot As-Sadidah, volume air 2 kulah adalah 217 liter.
4. Memakai kata sayyidina dalam solawat ibrahimiyah dalam tahiyyat akhir lebih baik , karena
bertujuan mengeedepankan tatakrama dan yang paling utama yaitu memuliakan dabaginda nabi
muhammada saw. Karena di sebutkan bahwasannya , mengedepankan tatakrama itu lebih baik dari
pada ittiba'.
Dan jika tidak memakai sayyidina pun tidak apa - apa sesuai dengan hadits yang berbunyi "
jangan membaca sayyidina kepadaku ketika solat ".
5. Kafaroh yang harus dikeluarkan ataupun yang di lakukan bagi pasangan suami istri yang
melakukan jima' di siang hari dengan urutan sebagai berikut :
1. Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat.
2. Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
3. Jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan
satu mud.

Anda mungkin juga menyukai