Anda di halaman 1dari 44

SERI GENRE

REMAJA &
KOMUNIKASI
REMAJA &
KOMUNIKASI

Drs. Danny I. Yatim, M.A., Ed.M.


Laurike Moeliono, M.A., M.Si.
Agatha N. Ardhiati, M.Psi.
Remaja & Komunikasi
SERI GENRE - Buku 3

Tim Penulis:
Drs. Danny I. Yatim, M.A., Ed.M.
Laurike Moeliono, M.A., M.Si.
Agatha N. Ardhiati, M.Psi.

Penyunting: Prof. Irwanto


Ilustrasi: Bisri Mustova
Tata Letak: Agatha N. Ardhiati
Penanggung Jawab: Drs. Temazaro Zega, M.Kes.
Penasihat: Dr. Sudibyo Alimoeso, M.A.

Hak Cipta © 2015 Direktorat Bina Ketahanan Remaja - BKKBN

Diterbitkan oleh:
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Jl. Permata No. 1 Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur
(+62-21) 800 9029, 800 8548
ceria.bkkbn.go.id
Daftar Isi
Bab 1.
Hidup Bersama Orang Lain 6

Bab 2.
Remaja & Sahabat 16

Bab 3.
Menyelesaikan Konflik 24

Bab 4.
Remaja & Teknologi 32

Referensi 41

5
Bab 1.
Hidup Bersama
Orang Lain
Bersosialisasi dengan orang
lain di luar keluarga mulai
disadari seutuhnya ketika
seseorang memasuki masa
remaja.

6
Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi
dan saling membutuhkan antar sesamanya.

Pada masa remaja inilah saat kita belajar banyak tentang


cara hidup bersama orang lain.

Ada kalanya kita merasa harus


selalu mengalah dengan orang
lain. Ada kalanya kita mera-
Hidup bersama sa orang lain harus mengi-
orang lain tidak kuti apa yang kita mau.
mudah, karena kita
harus pandai menye- Ada kalanya pula kita
suaikan diri dengan harus selalu melakukan
orang lain. kesepakatan bersama ten-
tang apa yang baik menurut
semua pihak.

Hidup bersama orang lain


berarti kita perlu belajar
berkomunikasi dengan
baik pula.

Kita perlu belajar mengobrol,


bercakap-cakap, bertanya,
bercerita, berdiskusi, dan sa-
ling mendengarkan, sehingga
kita memahami satu sama lain.

7
Mengobrol dengan Orangtua
Dengan orangtua, kita bisa
membicarakan apa
saja dalam kehidupan
Idealnya, sehari-hari.
orangtua adalah
teman mengobrol
Mulai dari soal makan,
yang paling dibu-
apa yang kita lakukan
tuhkan remaja.
di sekolah, siapa teman-
teman kita, guru yang kita
sukai, film, lagu, acara televisi
yang kita sukai.

Bisa saling bertukar pendapat tentang tipe remaja yang disu-


kai oleh orangtua, dan tipe orangtua yang disukai remaja.

Namun, mungkin ada topik-topik yang agak sulit


diobrolkan bersama orangtua, soal seks misalnya.

Remaja pasti merasa sungkan, malu atau ti-


dak pantas bertanya soal seks kepa-
da orangtua. Sebaliknya, orangtua mungkin
merasa malu membicarakan hal-hal yang du-
lunya juga tidak dibicarakan dengan orangtua
mereka ketika mereka remaja.

8
Masa kini adalah saatnya
orangtua dan remaja
mulai belajar membuat Keterbukaan
diri nyaman membica- orangtua anak
rakan hal apa saja, akan memban-
termasuk isu sensitif. tu perkembangan
anak remaja mereka
Topik-topik sensitif ini menjadi orang de-
seperti seksualitas, kese- wasa yang sehat.
hatan reproduksi, penyakit
menular seksual, HIV dan
AIDS, narkoba, dan pernikahan.

Cara membuka obrolan yang sensitif

• Berbagi pengalaman tentang teman di sekolah


yang baru mengalami menstruasi
• Kabar seorang anggota keluarga yang baru
saja melahirkan
• Berbagi pengalaman saat ayah bertemu
dengan ibu
• Berbagi pengalaman ketika ayah dan
ibu berkenalan, pacaran dan menikah
• Obrolan tentang teman atau anggota
keluarga yang sedang pacaran

9
• Berbagi pengalaman ketika ayah atau ibu sedang
remaja
• Berbagi pengalaman apa yang sedang dirasakan si
remaja saat ini
• Remaja menanyakan suatu hal terkait seks yang diba-
ca dalam buku dan ingin tahu pendapat ayah dan ibu
• Orangtua menanyakan suatu hal terkait seks yang
dibaca dalam buku dan ingin tahu pendapat remaja

Bila obrolan pembuka sudah bisa dilakukan dengan enak


dan nyaman, maka remaja dan orangtua bisa mulai mening-
katkan obrolan dengan hal-hal yang lebih berat dan
serius.

Topik yang lebih serius:


• Seksualitas
• Ppakah sudah boleh pacaran?
• Penundaan usia pernikahan
• Jenis-jenis kontrasepsi
• Penyakit menular seksual
• HIV dan AIDS
• Narkoba

10
Carilah waktu ketika semua pihak sedang santai di ru-
mah atau ketika sedang bepergian. Bila merasa
nyaman, topik-topik ini bisa dijadikan bahan obrolan dengan
seluruh keluarga: ayah, ibu, kakak, dan adik.

Bila merasa sulit atau malu berbicara secara terbuka dengan


semuanya, remaja boleh memilih berbicara dengan ibu saja
dulu, atau dengan ayah saja dulu. Kedua orangtua perlu
bersikap penuh perhatian kepada remaja. Tidak
selalu berarti bahwa anak perempuan hanya mau berbicara
dengan ibu, atau anak laki hanya mau bicara dengan ayah.

Perlu diingat bahwa semua perubahan yang sedang dialami


remaja, pernah dialami ayah dan ibu juga.

Orangtua tidak harus merasa


tahu tentang segala hal.

Orangtua dan remaja bisa bersama-sa-


ma mencari sumber in-
formasi yang tepat dan
sesuai melalui buku
bacaan, media massa
atau internet.

11
Mengobrol dengan Orang Dewasa
Lainnya
Tidak hanya orangtua saja yang bisa dijadikan teman mengo-
brol bagi remaja. Dalam keluarga besar di Indonesia, ke-
mungkinan ada anggota keluarga lain yang tinggal
satu rumah, seperti kakek dan nenek, paman dan bibi, atau
saudara sepupu yang lebih dewasa.

Mereka dapat juga dijadikan teman mengobrol


bagi remaja.

Kalau pun tidak serumah, bukan ber-


arti remaja juga tidak bisa mengobrol
dengan mereka.

Remaja bisa mengunjungi rumah


mereka, atau mengajak bertemu di
luar, atau mengobrol melalui tele-
pon dan media sosial lainnya.

Luangkan waktu agar bisa membi-


carakan hal-hal yang sudah disebutkan tadi.

Sama seperti ketika terjadi obrolan antara anak remaja den-


gan orangtua mereka, mengobrol dengan orang dewasa lain
juga perlu memperhatikan sejumlah hal.

12
Dalam Mengobrol dengan
Orang Dewasa:

1. Yang terpenting adalah saling mendengarkan;


2. Kedua belah pihak punya hak untuk men-
yampaikan pendapatnya;
3. Mungkin saja pendapat orang-
orang dewasa ini berbeda den-
gan pendapat orangtua;
4. Mungkin saja apa yang dicer-
itakan remaja akan disam-
paikan kepada orangtua. Bila
remaja tidak ingin demikian,
katakan terus terang menga-
pa. Tetapi pikirkan kembali,
mengapa ada hal yang masih
harus ditutupi;
5. Pertimbangkan semua pendapat
sebelum remaja mengambil
keputusan. Di sini remaja bisa
belajar bahwa tidak semua orang
harus punya pendapat sama.
6. Biasanya dengan membicarakan hal-hal yang
lebih pribadi, hubungan dengan orang dewasa
itu pun menjadi lebih dekat.

13
Mengobrol dengan Guru
Walau bukan anggota keluarga, guru juga adalah orang dewa-
sa yang pernah mengalami masa remaja.

Remaja dan guru dapat memulai obrolan dengan topik-topik


sama yang disebutkan sebelumnya mengenai remaja dan
orangtua.

Apabila di sekolah ada pendidikan


seksualitas atau pendidikan keseha-
tan reproduksi, ini merupakan sara-
na tepat bagi remaja untuk bertanya
lebih lanjut.

14
Tentu ada baiknya membuat janji dulu dengan guru terse-
but, agar bisa melakukan obrolan di luar jam pelajaran.

Guru yang diajak ngobrol bisa


siapa saja, seperti:

* Wali kelas
* Guru yang sudah dikenal lebih dulu
* Guru yang disukai dan dipercaya
* Guru bimbingan dan konseling
* Guru olahraga
* Guru ekstra-kurikuler

15
Bab 2.
Remaja &
Sahabat
Sekalipun berteman dengan
siapa saja, biasanya remaja
akan menemukan sejumlah
kecil teman yang lebih akrab
dibanding yang lainnya. Ini
yang disebut sebagai sahabat.

16
Sahabat itu biasanya adalah
teman yang:

* Bisa dipercaya
* Enak diajak ngobrol
* Membuat kita nyaman bila berada
bersamanya
* Mendengarkan bila kita berbicara
* Bisa menjaga rahasia pribadi kita
* Bisa diajak bepergian bersama
* Bisa diajak melakukan kegiatan
bersama
* Mempunyai beberapa perbedaan,
tetapi tidak berarti kita ti-
dak bisa terus berteman
dengan dia

Agar remaja dapat mempertahan-


kan persahabatan, dia juga harus
menjadi sahabat bagi sa-
habatnya.

Artinya, semua butir yang


disebutkan di atas sifatnya timbal
balik.

17
Pertengkaran dengan Sahabat
Tidak jarang kita akan saling
mengejek mengenai hal-hal
Perbedaan kecil.
pendapat, yang
kemudian beru- Ejekan kecil itu misalnya
jung pada perteng- membicarakan penampi-
karan, adalah hal lan fisik, seperti, “Kamu
yang tidak jarang gendut,” “Kamu kurus,”
terjadi dengan “Potongan rambut kamu
sahabat. jelek,” atau “Muka kamu
jerawatan.”

Ejekan lainnya adalah membicarakan sifat, seperti, “Dasar


kamu pemalu sih!” ““Kamu orangnya cerewet,” atau “Pena-
kut amat sih kamu!”

Kadang-kadang juga kita memberikan julukan kepada


sahabat kita, seperti Si Ndut, Si Kurus, atau Si Jelek.

Remaja perlu berhati-hati, karena ejekan yang tadinya bersi-


fat “biasa saja” atau sepele bisa saja menyinggung perasaan
sahabat itu dan lama-kelamaan menjadi pertikaian.

Kita perlu tahu batas kapan sebuah ejekan boleh


diberikan. Bila perlu, obrolkan hal itu dengan
sahabat tersebut.

18
Geng (Gank) atau Klik
Ada kalanya remaja menemukan beberapa teman dekat
yang mempunyai kesamaan. Misalnya sama-sama senang
cara berpakaian tertentu, atau sama-sama senang bermain
musik, atau sama-sama suka berolahraga basket, atau sa-
ma-sama suka nongkrong bersama-sama.

Mereka selalu berkumpul bersama, seakan-akan tidak


ada yang bisa memisahkan mereka. Hal ini wajar saja,
karena kita mendapatkan kesenangan dalam kelompok atau
geng tersebut.

19
Yang sering menjadi masalah adalah
apabila geng atau klik itu menjadi
eksklusif, di mana orang lain tidak
diperbolehkan bergabung karena
mereka dianggap berbeda.

Bila remaja mempunyai geng di sekolah, atau ingin menjadi


bagian sebuah geng, wajar saja.

Hanya saja, remaja perlu sadar bahwa menjadi bagian


dari geng bisa membatasi diri kita sehingga kita tidak
lagi bergaul dengan orang lain. Bergaul dengan banyak orang
akan memperluas pengalaman kita.

Hal lain yang juga tidak mengenak-


kan adalah apabila remaja
merasa gengnya yang
paling baik dan rema-
ja lain yang tidak berada
dalam geng itu kurang
pantas atau kurang oke.

20
Tekanan Kelompok
Seringkali kita dengar istilah bahwa remaja itu terpengaruh
tekanan kelompok. Remaja itu sukanya ikut-ikutan dan se-
nang mencoba-coba bersama teman.

Remaja memang saling memengaruhi diri satu sama


lainnya dan ini adalah hal yang wajar dan sehat. Misalnya, sa-
ling mendukung dalam mengerjakan pekerjaan rumah, ikut
kegiatan olahraga bersama-sama, atau ikut kegiatan positif
bersama-sama.

Remaja yang ingin diterima


oleh teman-temannya, merasa
Yang tidak baik ingin dianggap sama he-
adalah bila remaja batnya atau sama seperti
saling memengaruhi teman-temannya, biasanya
temannya untuk hal
cenderung ikut-ikutan.
yang kurang baik, sep-
erti merokok, menggu-
nakan narkoba, atau Bila remaja ingin sekali
membolos sekolah. diterima teman-temannya
tetapi takut menolak aja-
kan, mereka perlu belajar
menahan diri.

Hal ini memang tidak mudah.

Bila remaja merasa takut tidak diterima teman-temannya,


ada baiknya berbagi ketakutan itu dengan sahabat,
orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya.

21
Bullying
Bullying biasanya terjadi bila
remaja yang merasa
dirinya lebih kuat atau Umumnya
lebih hebat meman- pelaku bullying
dang rendah remaja sebenarnya adalah
yang lebih lemah. orang yang lemah,
tetapi ingin menun-
jukkan kekuasaan
Bullying bisa dilakukan
melalui tindakan-
dalam bentuk ejekan, me- nya.
ngusir dari tempat, ancaman,
pemerasan sampai pada ke-
kerasan fisik seperti pemukulan
dan penyiksaan. Bagi remaja yang menjadi korban bullying
tentu sangat tidak enak rasanya.

Yang perlu dilakukan rema-


ja bila mereka merasa
menjadi korban bullying,
antara lain adalah memberita-
hukan kepada orangtua, kepada
sahabat dan teman, atau kepada
guru dan pihak sekolah.

Remaja yang menjadi korban


bullying membutuhkan dukungan
dari semua pihak tadi.

22
Remaja sebaiknya tidak mengabaikan hal tersebut. Bila
seorang teman menjadi korban bullying, berilah dukungan
kepadanya. Korban bully tersebut perlu teman dalam meng-
hadapi ketakutannya.

Bila seorang teman menjadi pelaku bullying, katakan saja ke-


padanya bahwa hal itu tidak baik dan merugikan orang lain.
Kritiklah perbuatannya, bukan pribadinya.

Tanpa sadar, kita bisa menjadi


pelaku bullying. Tanyakanlah
pada diri sendiri:

* Apakah kita suka mengejek orang lain?


* Apakah kita suka menertawakan perilaku
orang lain?
* Apakah kita telah mengucilkan remaja lain?
* Apakah kita telah menyebarkan gosip tentang
remaja lain?
* Apakah kita merasa puas dan senang melaku-
kan semua itu?

23
Bab 3.
Menyelesaikan
Konflik
Konflik terjadi bila ada
perbedaan pendapat antar dua
pihak, dan hal ini wajar saja
terjadi dalam kehidupan,
termasuk dalam kehidupan
remaja.

24
Sangat wajar bila orang berbeda pendapat
karena kita semua adalah manusia yang mempunyai keingi-
nan, minat, dan kebutuhan yang berbeda-beda pula. Kadang-
kadang kita tidak memahami orang lain dan apa yang diing-
inkan, atau ada kalanya orang lain tidak memahami kita.

Konflik bisa terjadi pada hubungan remaja dengan


orangtua, dengan kakak dan adik, dengan teman, dengan sa-
habat, dengan guru, dengan pacar, dan teman lainnya seperti
perkumpulan dan kepanitiaan misalnya.

Konflik dapat juga terjadi pada pihak yang


lebih luas, seperti antara warga masyarakat, etnis, agama,
bangsa, partai politik dan juga regu olahraga.

Banyak contoh tentang hal ini yang


bisa kita pikirkan terjadi.

Konflik juga terjadi


bila kita belajar
sesuatu yang
baru atau meng-
hadapi hal baru,
karena berarti kita
harus meninggalkan
kebiasaan lama.

25
Bila konflik terus-menerus terjadi, maka dari segi positifnya,
konflik dapat menambah pemahaman kita akan
sudut pandang pihak lain sehingga terjadi saling
pengertian.

Namun demikian, konflik bisa menjadi berbahaya


bila seseorang bertambah agresif dan bertindak dengan
kekerasan.

Di sisi lain, ada kalanya seseorang justru berdiam diri bila


menghadapi konflik, tetapi ini tidak menyelesaikan
persoalan.

Akibat buruk dari konflik yang


tidak diselesaikan:

* menyimpan amarah terpendam


* kebingungan
* konflik bertambah parah
* terjadi perpisahan dan permusuhan
* merasa sakit hati
* bertambah agresif

26
Akibat positif dari konflik:

* hidup menjadi lebih sehat dan


bahagia
* hubungan yang lebih erat
* belajar memahami diri sendiri dan
orang lain
* belajar menerima perubahan
* perasaan nyaman

27
Cara Menghadapi Konflik
Cara terbaik adalah dengan ber-
negosiasi dengan orang yang
menimbulkan konflik.
Salah satu
cara adalah Bersikap marah atau
yang disebut
win-win approach, agresif hanya mem-
yaitu keadaan ke- buat keadaan sema-
tika semua pihak kin memburuk. Memang
merasa dirinya hal ini tidak mudah kare-
menang. na kita terbiasa berusaha
mendapatkan yang kita
inginkan.

Yang perlu dilakukan:


1. Mencari tahu apa yang diinginkan masing-masing
dan mencoba mencapai hal tersebut
2. Memecahkan masalah sebagai mitra, bukan musuh
3. Belajar saling menghargai sampai menemukan jalan
keluar terbaik
4. Belajar menyampaikan pandangan tanpa menyerang
pribadi pihak lain
5. Menyatakan perasaan kita yang sesungguhnya (mar-
ah, kesal, kecewa, sedih) tetapi tidak dengan meny-
alahkan pihak yang lain
6. Memberi kesempatan bagi pihak yang berkonflik juga
untuk menyampaikan perasaannya

28
Menjadi Pendengar yang Baik
Ketika Berkonflik

* Lihatlah orang yang diajak bicara


* Dengarkan tanpa memotong pembicaraan

* Tetap tenang

* Menggunakan nada suara biasa

* Agar bisa memahami apa yang dikatakan pi-


hak tersebut, ulangilah apa yang dikatakan-
nya. Misalnya: “Jadi maksudnya kamu tidak
suka bila saya melakukan hal tersebut. Betul
ya?”
* Bersikap positif, tidak saling menyerang
atau menuduh

* Cari tahu apa yang diinginkan keduanya

Bila diperlukan, remaja juga bisa meminta bantuan


orang lain agar bisa menjadi penengah.

29
Konseling

Adakalanya sulit bagi remaja men-


emukan teman bicara untuk men-
yampaikan perasaannya. Bila hal ini
dirasakan, mungkin remaja perlu
mendapatkan konseling.

Konseling adalah sebuah proses dialog dengan seo-


rang konselor (bisa psikolog, psikiater) yang akan mem-
bantu remaja menyelesaikan persoalan dalam dirinya.

30
Mendapatkan konseling tidak berarti kita se-
dang mengalami penyakit jiwa tertentu,
tetapi meruapkan usaha bantuan agar hidup kita men-
jadi lebih nyaman.

Di hampir semua kota di Indonesia sekarang sudah ada psi-


kolog dan psikiater yang berpraktik.

Carilah informasi mengenai hal ini. Remaja bisa menanya-


kan kepada orangtua atau guru, bila memang merasa perlu
mendapatkan bantuan konseling.

31
Bab 4.
Remaja &
Teknologi
Remaja merupakan kalangan
yang akrab dengan teknologi,
khususnya yang berfungsi
sebagai media komunikasi.

32
Kemajuan teknologi sangat memengaruhi kehidupan
kita sehari-hari. Kadang-kadang semua pembaruan te-
knologi kita terima tanpa dipikirkan lagi, padahal teknologi
tersebut mungkin sepuluh tahun yang lalu belum lama ada.

Beberapa kategori teknologi dalam kehidupan se-


hari-hari remaja antara lain elektronika rumah tangga,
media massa, telekomunikasi dan teknologi informatika,
transportasi, serta media hiburan.

Umumnya perubahan teknologi - atau munculnya teknolo-


gi baru - dianggap mempunyai dampak buruk bagi
remaja, padahal tidak selamanya demikian. Anggapan ini
muncul dari mereka yang lebih tua, yang mungkin tidak
sempat merasakan kemudahan teknologi itu ketika muda.

33
Ada ahli yang berpendapat bahwa
media massa justru membantu
mendewasakan remaja karena:

* Remaja mendapat hiburan


* Remaja mendapat informasi
* Remaja belajar menghadapi persoalan
kehidupan dan cara mengatasinya (dengan
menonton film cerita, misalnya)
* Remaja merasakan solidaritas dengan
sesama remaja secara global

Remaja dan Televisi


Di negara maju seperti Amerika Serikat, remaja mengha-
biskan waktu 28 jam seminggu, atau rata-rata 4 jam sehari,
untuk menonton TV.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Sulit dijawab, karena belum banyak penelitiannya.

34
Sejumlah kritik terhadap dampak televisi pada
remaja antara lain adalah karena televisi dianggap mendidik
remaja menjadi pasif. Selain itu, adegan seks, kekerasan,
serta gaya hidup asing juga seringkali ditampilkan.

Aspek positif dari menonton


televisi yang jarang dibahas:

1. Remaja belajar bahasa dengan lebih cepat


2. Remaja bisa melihat dunia yang lebih luas dari-
pada lingkungan sekitarnya saja
3. Panutan yang dilihatnya jauh lebih banyak dari-
pada panutan yang ditemui secara langsung
4. Remaja juga secara tidak langsung belajar atur-
an dan tatacara pergaulan dalam masyarakat
melalui acara televisi

35
Remaja dan Media Digital
Remaja yang lahir sesudah ta-
hun 1990an sering mendapat
Penggunaan julukan generasi digital.
media digital
pada remaja se- Artinya, sejak mereka
ring dikritik kare- dilahirkan, mereka sudah
na ada kasus-ka- tumbuh dengan adanya
sus negatif komputer, televisi, telepon
genggam, serta internet da-
lam kehidupan sehari-hari.

Menurut seorang ahli, generasi digital


ini justru memiliki sejumlah ciri positif, yang membantu
mereka dapat berkembang secara pribadi.

Ciri-ciri ini diharap-


kan juga ada dan
dipertahankan oleh
remaja Indonesia.

Dengan demikian, me-


reka bisa diharapkan
akan menjadi orang de-
wasa yang lebih matang
dalam menghadapi du-
nia global dewasa ini.

36
Ciri-ciri Positif Remaja Digital

1. Mereka lebih mandiri


2. Mereka penuh gagasan kreatif
3. Mereka lebih punya rasa percaya diri
lebih tinggi
4. Mereka lebih terbuka secara intelektual
5. Mereka lebih terbuka secara emosional
6. Mereka lebih mampu mengeluarkan
pendapat
7. Mereka senang pembaharuan
8. Mereka senang menyelidiki
9. Mereka senang cepat menyelesaikan
sesuatu
10. Mereka belajar membangun rasa per-
caya (atau tidak percaya) pada pihak lain
yang baru dikenal; dengan kata lain,
juga lebih berhati-hati
11. Mereka nyaman dengan perbedaan dan
keragaman manusia

37
Remaja dan Media Sosial
Media sosial juga ikut memengaruhi kehidupan rema-
ja, dan masyarakat umumnya. Media sosial dapat diartikan
sebagai interaksi antar manusia yang sama-sama
saling menciptakan komunitas maya (virtual) untuk
saling berbagi dan saling bertukar informasi.

Yang membedakan media


sosial dengan media lainnya:

• kualitas medianya lebih bervariasi


• jangkauan lebih luas
• frekuensi penggunaan lebih sering
• cara penggunaan (usability) lebih
bervariasi
• sifat yang relatif
tetap atau perma-
nen

38
Media sosial di Indonesia mulai digemari pada 2004
dengan adanya Friendster, yang perlahan digantikan oleh
Facebook, Path, dan Twitter. Di samping itu, remaja juga
sering berkomunikasi melalui pesan pendek (SMS, BBM,
Line, dan sebagainya).

Indonesia termasuk negara yang cukup tinggi dan aktif


menggunakan media sosial. Misalnya, pada tahun 2013
statistik menunjukkan bahwa Jakarta dan Bandung
termasuk di antara lima kota di seluruh dunia yang
paling banyak menggunakan twitter.

Semua topik obrolan bisa dilakukan melalui


media sosial dengan siapa saja, di mana
saja, dan kapan saja. Ada baiknya apa yang
ditemukan dan dibahas di media sosial dan inter-
net juga menjadi pembuka obrolan antara remaja
dan orangtua.

39
Remaja akan lebih mudah beradaptasi dengan dunia kerja di
masa mendatang, karena justru sudah dipersiapkan kare-
na “pergaulan teknologi.”

Orangtua dan orang dewasa penting lainnya perlu men-


dorong remaja melakukan hal ini dengan positif.

40
Referensi
Arnett, J. J. (1995). Adolecents uses of media for self-social-
ization. Journal of Youth and Adolescence, 24, 5, pg 5-19.

Chen, M. (1996). Television as a tool; Talking with kids about


television. Menlo Park, CA: Henry Kaiser Family Foundation.

Darvill, W. & Powell. K. (2000). The puberty book: Panduan


bagi Remaja. Jakarta: PT Gramedia.

Dugan, L. (2013, November, 7). What are the top twitter-lov-


ing countries? Diunduh dari http://www.mediabistro.com.

Gustin, M., Klein, G. & Rosenberg, S. (1999). Raised on the


net: The effects of computerization on the next generation.
Diunduh dari www.unts.muohio.edu/psybersite.

Lipman, V. (2012). The World’s Most Active Twitter City? You


Won’t Guess It. Diunduh dari http://www.forbes.com/sites.

Middleman, A. B. & Pfeifer, K. G. (2006). Boy’s Guide to be-


coming a teen. San Francisco: American Medical Associa-
tion.

Middleman, A. B. & Pfeifer, K. G. (2006). Girl’s Guide to be-


coming a teen. San Francisco: American Medical Associa-
tion.

Ramadhan, A. S., Hana, F., Raviola, M., Amrie, M.H. (2014).


Semua yang mau kamu tahu tapi tabu. Jakarta: Perkumpu-
lan Pamflet Generasi.

41
Sarwono, S.W. (1989). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Tapscott, D. (1988). Growing up digital: The rise of the net


generation. New York: McGraw-Hill.

Tapscott, D. (2009). Grown Up Digital: How the net generation


is changing your world. New York: McGraw-Hill.

Women’s and Children’s Health Network. (2004). Teen Health.


Diunduh dari http://www.cyh.com/HealthTopics/Health-
TopicDetails.aspx?p=243&np=291&id=218

42
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Direktorat Bina Ketahanan Remaja

Anda mungkin juga menyukai