Anda di halaman 1dari 13

MAKLAH FIQH MUAMALAH

LUQATHAH
( BARANG TEMUAN )

Dosen Pembimbing : Ahmad Muti, Lc., M.Si.

Disusun Oleh : Ali Imran


Ahmad Marzuki
Alan Setiawan

SEKOLAH TINGGI AL WAFA’


FAKULTAS SYARI’AH
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul LUQOTHAH ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ust.
Ahmad Muti, Lc., M.Si.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang hukum-hukum yang ada disekitar masyarakat bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ust. Ahmad Muti Lc, M. Si selaku dosen
mata kuliah Fiqih muamalah 2 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Bogor, 20 oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN.................................................................................................................................ii
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................ii
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................iii
C. TUJUAN......................................................................................................................................iii
BAB II..................................................................................................................................................iv
PEMBAHASAN...................................................................................................................................iv
A. Luqathah (Barang Temuan) dalam Hukum Islam........................................................................iv
1. Pengertian Luqathah.................................................................................................................iv
2. Hukum Memungut Luqathah.....................................................................................................v
3. Macam – macam Luqathah.......................................................................................................vi
4. Rukun dan Persyaratan luqathah..............................................................................................vii
5. Mekanisme dan Prosedur.......................................................................................................viii
6. Mekanisme Pemeliharaan Barang Hilang...............................................................................viii
7. Hikmah Luqathah......................................................................................................................ix
BAB III..................................................................................................................................................x
PENUTUP.............................................................................................................................................x
A. Kesimpulan...................................................................................................................................x
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan dengan peristiwa yang tidak
terduga, salah satunya adalah terkait dengan barang temuan. Mendengar istilah barang
temuan tentu saja pemikiran kita tertuju kepada sebuah tindakan yang mendapatkan barang
milik orang lain secara tidak sengaja, sebab barang yang ditemukan tersebut tidak diketahui
siapakah pemiliknya.
Berkaitan dengan istilah barang temuan ini, hal ini berarti bahwa sesuatu yang
ditemukan tersebut tidak terletak pada suatu tempat yang pada umumnya sesuatu tersebut
disimpan. Hal ini dapat terjadi karena sifat manusia yang lupa dan lalai atau juga dapat
disebabkan karena musibah seperti banjir, gempa bumi, longsor tau bencana alam lainnya
yang dapat menyebabkan benda tersebut lepas dari pemiliknya.
Barang temuan merupakan penyebutan yang bersifat umum, bukan dikhususkan
kepada suatu jenis barang tertentu. Barang temuan dapat terkait dengan suatu benda yang
biasa disimpan di suatu tempat tertentu, atau materi yang biasa dipakai dan digunakan seperti
perhiasan atau bahkan juga bisa berlaku untuk hewan peliharaan yang hilang. Lalu
bagaimanakah dengan status barang temuan tersebut khususnya bagi penemunya, apakah
boleh diklaim sebagai hak milik, dimanfaatkan atau juga diperjualbelikan. Terkait dengan hal
ini hukum Islam secara jelas telah mengatur mengenai bagaimana barang temuan itu harus
diperlakukan.
Terdapat berbagai istilah terkait dengan penyebutan barang temuan, ulama Hanafiyah
membedakan istilah untuk menyebut barang temuan berdasarkan kepada jenisnya, jika
sesuatu itu ditemukan adalah anak kecil maka digunakan istilah al-laqith, jika sesuatu yang
ditemukan tersebut berupa hewan maka digunakan istilah al-dhalah, sedangkan untuk jenis
benda selain dari dua hal di atas digunakan istilah al-luqathah.
Secara umum istilah untuk menyebut barang temuan dalam Islam istilah yang
dipergunakan adalah luqathah. Luqathah (barang temuan) merupakan benda yang tertinggal
dan didapati tidak diketahui siapa yang punya. Jelasnya luqathah merupakan barang tercecer
yang ditemukan di suatu tempat yang tidak diketahui siapa pemiliknya, benda tersebut
terletak pada tempat yang bukan tempat penyimpanan barang.
Aturan tentang barang temuan dalam Islam diatur secara spesifik dan khusus, di mana
pembahasannya dirincikan spesifik mungkin dan dapat dilihat sebagai wacana keilmuan yang
mengandung nilai substantif, baik dari segi hukum maupun tingkat analogi yang bersifat
deskriptif. Meskipun demikian bukan berarti peluang analisa telah tertutup,
pengembangannya telah dipakai, dan kajian keilmuan terhadap pembahasan barang temuan
dihentikan. Karena dalam Islam kajian ini dibahas sebatas pada tataran normatif saja, padahal
keberadaan harta semacam ini memberi peluang untuk dikembangkan atau dibelanjakan oleh
orang yang menemukannya, dengan syarat penemu mempunyai kesanggupan dan waktu
untuk mengurus harta yang dimaksud.
Terkait dengan uraian di atas, maka sejumlah aturan yang berlaku untuk barang
temuan pun ditetapkan, yang menjadi substansi atas unsur ini adalah adanya kemampuan
untuk memelihara. Kemampuan memelihara harta, mulai tahapan penyimpanan, menjaganya
dengan baik, atau mampu memberitahukan dan mengumumkan kepada masyarakat umum
tentang penemuan barang tersebut dalam satu tahun, serta mampu menyerahkan barang
temuan tersebut kepada pemiliknya, dengan syarat pengaku milik barang tersebut dapat
menunjukkan bukti-bukti yang tepat dan sesuai.

B. RUMUSAN MASALAH
1. apa itu luqathah ?
2. apa hukumnya luqathah ?
3. bagimana menyikapi jika bertemu dengan barang temuan ( luqathah ) ?

C. TUJUAN
1. memahami arti luqathah
2. memahami hukum luqathah
3. memahami sikap yang harus diambil dengan barang temuan

BAB II

PEMBAHASAN
A. Luqathah (Barang Temuan) dalam Hukum Islam

1. Pengertian Luqathah
Al-luqaṭah (barang temuan) adalah suatu barang yang hilang dari pemiliknya lalu
ditemukan dan diambil orang lain. Hilangnya sebuah barang dari pemiliknya tidak
mengakibatkan kepemilikannya terhadap barang tersebut juga hilang. Masyarakat
bertanggung jawab untuk merawat menyimpan dan menyampaikan barang tersebut kepada
pemiliknya semampu mereka.
Menurut istilah fiqh barang temuan itu sama dengan “luqathah”. Mendengar barang
temuan/luqathah tersebut maka hal ini tertuju kepada bentuk suatu tindakan yang
mendapatkan sesuatu milik orang lain secara tidak sengaja, sedangkan benda tersebut tidak
diketahui siapa pemiliknya. Ini berarti bahwa benda yang ditemukan itu bukanlah kepunyaan
penemu, melainkan milik orang lain.2
Luqathah secara Etimologi berarti “barang temuan”. Kata barang ini bersifat umum, bukan
dikhususkan pada barang tertentu saja. Al-Luqathah juga berarti sesuatu yang diperoleh
setelah diusahakan, atau sesuatu yang dipungut dikemukakan Ulama Fiqh, yaitu:
a. Abu Hanifah
“Harta yang ditemukan seseorang tidak diketahui pemiliknya dan harta tidak termasuk harta
yang boleh dimili (mubah), seperti harta milik kafir harbi (kafir yag memusuhi orang
Islam)”.
b. Ibnu Rusyd
“Sesungguhnya yang dilakukan Luqathah adalah tiap-tiap harta orang Muslim yang ditemui
karena sia-sia baik di negeri yang sunyi, baik benda/hewan sama saja, kecuali unta”.
c. Ibnu Qudaimah
“Barang temuan adalah tiap-tiap harta yang terpelihara oleh seseorang pada suatu tempat
karena hilang dan tidak tahu pemiliknya”.
Secara syara‟, luqathah adalah harta yang hilang dan ia termasuk barang yang
dinginkan oleh orang-orang secara umum. Menurut Sudarsono, SH, barang temuan adalah
menemukan harta seorang di jalan, yang hilang karena jatuh, terlupa dan sebagainya.
Beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa yag
dikatakan Luqathah adalah barang yang tercecer di jalan dan ditemukan oleh orang lain.
Barang temuan di sini bisa termasuk kepada harta, binatang dan manusia.

2. Hukum Memungut Luqathah


Mengambil barang temuan hukumnya sunnah. Ada yang mengatakan wajib dan ada
yag mengatakan bahwa apabila barang tersebut berada di tempat yang dianggap aman oleh
penemuannya ketika ditinggalkannya maka dianjurkan baginya untuk mengambilnya. Akan
tetapi, apabila barang tersebut berada ditempat yang tidak dianggapnya aman ketika
ditinggalkannya maka ia wajib mengambilnya. Dan, apabila dia mengetahui adanya
ketamakan dalam dirinya terhadap barang tersebut maka haram baginya untuk
mengambilnya.
Perselisihan ini berlaku bagi orang yang merdeka, baligh, dan berakal, meskipun dia
bukan muslim. Sementara orang yang tidak merdeka, belum baligh, dan tidak berakal tidak
dibebani untuk memungut barang temuan.
Terdapat perbedaan pendapat ulama fiqh tentang hukum memungut barang temuan di
jalanan. Pendapat pertama dikemukakan ulama Malikiyah dan Hanabilah. Menurut mereka,
apabila seseorang menemukan barang di tengah jalan, maka makruh hukumnya memungut
barang itu, karena perbuatan itu boleh menjerumuskannya untuk memanfaatkan atau
memakan barang yang haram. Di samping itu, apabila orang bersangkutan mengambil barang
itu berniat untuk mengumumkannya dan mengembalikannya kepada pemiliknya apabila telah
diketahui, menurut mereka, mungkin saja ia lalai mengumumkanya. Oleh sebab itu,
memungut barang itu lebih banyak bahayanya dibanding membiarkannya saja.
Pendapat kedua, dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan Syafi‟iyah. Menurut
mereka, jika seseorang menemukan barang atau harta di suatu tempat sedang pemiliknya
tidak diketahui, barang itu lebih baik dipungut atau diambil, apabila orang yang menemukan
khawatir barang itu akan hilang atau ditemukan oleh orang- orang yang tidak bertanggung
jawab. Apabila kekhawatiran ini tidak ada, maka hukum memungutnya menurut mereka
boleh saja.
Alasan mereka adalah karena seorang muslim berkewajiban memelihara harta
saudaranya, sedangkan sabda Rasulullah SAW. dalam hadis Abi Hurairah yang diriwayatkan
oleh Muslim:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Abdurrazzaq] telah mengabarkan
kepada kami [Ma'mar] dari [Muhammad bin Wasi'] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah],
dia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Barangsiapa melapangkan
kesulitan orang yang diterpa kesulitan di dunia maka Allah akan melapangkan kesulitannya
kelak di hari kiamat, dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim di dunia maka Allah
akan menutupi aibnya kelak di hari kiamat, dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama
hamba-Nya menolong saudaranya.”
Di samping itu, Rasulullah SAW. dalam hadis lain menyatakan bahwa seseorang
dilarang menyia-nyiakan harta (HR al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah). Oleh sebab
itu, menurut mereka, lebih baik barang itu dipungut dan harta itu menjadi amanah
ditangannya, dan harus dia pelihara sampai diserahkan kepada pemiliknya.
Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan
tempat dan kemampuan penemunya. Hukum pengambilan barang temuan antara lain sebagai
berikut:
a. Wajib
Wajib mengambil barang temuan bagi penemunya apabila orang tersebut percaya
kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya
dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau
diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.12
b. Sunnah
Sunnat mengambil benda-benda temuan bagi penemunya, apabila penemu percaya
pada dirinya bahwa ia akan mampu memelihara benda-benda temuan itu dengan sebagaimana
mestinya, tetapi bila tidak diambilpun barang- barang tersebut tidak dikhawatirkan akan
hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh orang-orang yang tidak dapat dipercaya.
c. Makruh
Bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian masih ragu-ragu apakah dia akan
mampu memelihara benda- benda tersebut atau tidak dan bila tidak diambil benda tersebut
tidak dikhawatirkan akan terbengkalai, maka bagi orang tersebut makruh untuk mengambil
benda-benda tersebut.
d. Haram
Bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya
sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara
harta tersebut sebagaimana mestinya, maka dia haram untuk mengambil benda-benda
tersebut.
Jadi hukumnya, bagi yang merasa dirinya amanah, mampu mengumumkannya dan
sanggup mencari pemiliknya maka yang terbaik bagi orang itu adalah mengambilnya. Sebab
dengan mengambilnya, dia telah berusaha melindungi harta orang lain dari kesia-siaan dan
tidak membiarkannya diambil oleh orang yang tidak mampu bertanggung jawab
melindunginya atau tidak sanggup mencari pemiliknya.
Bagi mereka yang mengetahui dirinya cendrung tidak memegang amanah dan tidak
mampu mengumumkannya serta tidak mampu mencari pemiliknya maka mereka dilarang
mengambilnya. Sebab dengan mengambilnya dia telah mendekatkan dirinya dengan sesuatu
yang diharamkan serta menghalangi pemiliknya untuk menemukannya.
Mengambil barang temuan (atau barang hilang) sangat serupa dengan wilayah
(menguasai). Jika ia mampu melakukannya dan menunaikan hak Allah atas barang itu maka
ia diberi pahala. Sebaiknya jika dia melakukan tugasnya terhadap barang milik orang lain
yang ditemukan dan diambilnya maka ia telah menawarkan dirinya agar jatuh dalam hal yang
dilarang.

3. Macam – macam Luqathah


Para ulama fiqh membagi Luqathah menjadi dua macam, yaitu berbentuk harta selain
binatang dan berbentuk binatang ternak yang tersesat dari pemiliknya. Apabila yang
ditemukan itu hewan ternak, menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah, penemunya boleh
memungut hewan ternak itu dan hewan itu menjado amanah di tangannya dan wajib
dikembalikan kepada pemiliknya jika telah diketahui. Demikina juga hukumnya terhadap
harta temuan selain hewan ternak.
Terdapat macam-macam benda yang dapat ditemukan oleh manusia, macam-macam
benda temuan itu adalah sebagai berikut:
a) Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama
seperti emas, perak, dan jenis barang berharga dan kekayaan lainnya. Barang semacam ini
wajib diumumkan dengan menerangkan enam macam perkara, wadah, tutup, tali pengaman,
jenis barang, jumlah dan berat barang, serta dia harus menaruhnya di tempat penyimpanan
yang layak. Sewaktu memberitahukannya nanti hendaklah sebagian dari sifat-sifat itu
diterangkan dan jangan semuanya agar tidak tidak terambil orang-orang yang tidak berhak.
b) Benda-benda yang tidak bertahan lama dan tidak dapat diawetkan, seperti makanan sejenis
kurma basah yang tidak dapat dikeringkan, sayuran, berbagai jenis makanan siap saji,buah-
buahan dan sebagainya. Penemu diperkenenkan memilih antara mempergunakan barang itu,
asal dia sanggup menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang ; atau ia jual,
uangnya hendaklah di simpan agar kelak dapat diberikan kepada pemiliknya bila bertemu.
c) Binatang yang kuat ; berarti dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas,
misalnya unta, kerbau, atau kuda. Binatang seperti lebih baik dibiarkan saja.
d) Binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang buas.
Bintang seperti ini hendaklah diambil. Sesudah diambil diharuskan melakukan salah satu dari
tiga cara : Pertama disembelih, lalu dimakan, dengan syarat sanggup membayar harganya
apabila bertemu dengan pemiliknya”. Kedua Dijual dan uangnya disimpan agar dapat
diberikannya kepada pemiliknya . Ketiga Dipelihara dan diberi makan dengan maksud
menolong semata-mata. Sewaktu-waktu penemu bertemu dengan pemilik hewa tersebut,
penemu bisa mengembalikan/mengganti hewan tersebut.

4. Rukun dan Persyaratan luqathah


Rukun– rukun luqathah itu orang yang menemukan (latif) dan benda yang ditemukan
(malqut) dan penemuannya (luqat).
Berikut adalah syarat-syarat dari Luqathah:
1. Persyaratan yang berhubungan dengan orang yang menemukan barang luqathah
a. Menurut Ar-Syarqawi (As-syarqawi ala at-Tahrir, Jus II, h. 154), Syaratnya ialah
orang islam, mukallaf, adil, merdeka, tidak dalam pengampunan dengan sebab ketidak
tahuannya (bodoh).
b. Menurut Ar-Ramli (Nihayah al-Muhtaj ila syarh al-Minhaj, Jus V, h.449), orang
yang boleh menemukan barang temuan itu bagi mukallaf, merdeka, orang kaya, atau
fakir, orang islam, adil, cerdas, maka jika orang yang menemukan luqathah itu anak-
anak atau orang gila atau orang fasiq atau orang di bawah pengampuan dengan sebab
bodoh sekalipun orang kafir menjadi islam maka hakim harus mengambil darinya.
Menganalisa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa syarat yang berhubungan
dengan orang yang menemukan luqathah adalah :
1. Muslim
2. Mukallaf
3. Adil
4. Merdeka
5. Tidak di bawah pengampuan karena bodoh.
2. Persyaratan Yang Berhubungan Dengan Benda Yang Ditemukan
Persyaratan yang berhubungan dengan benda yang ditemukan tersebut tidak menjadi
masalah karena benda yang ditemukan tidak ditentukan jenis bendanya seperti hewan
ataupun yang lainnya, namun persyaratan yang dimaksud adalah melihat kepada keadaan
menemukannya, dengan demikian tidak ditentukan jenis benda yang ditemukannya.

5. Mekanisme dan Prosedur


Berikut merupakan prosedur dari Luqathah antara lain:
1) Penemu menemukan sebuah barang temuan atau hewan ternak yang tersesat.
2) Penemu wajib memberitahukan atau mengumumkan bahwa ada barang yang
ditemukannya. Caranya: yang pertama adalah mengenali atau mengamati tanda-tanda yang
membedakan dengan barang lain dan mengamati jenis dan ukurannya. Setelah itu, dengan
mengumumkan kemasan (tempat) dan pengikatnya. Dengan hanya memberi tahu kemasan
atau tempatnya saja, orang yang mengaku pemilik dapat dimintai keterangannya mengenai
barangnya yang hilang. Hal ini mungkin untuk menjaga jatuhnya barang tersebut kepada
yang bukan pemiliknya.Jika dalam satu tahun pemiliknya tidak kunjung ditemukan, maka
barang atau hewan tersebut dapat dimanfaatkan dengan syarat diganti apabila pemiliknya
datang.
3) Apabila pemiliknya datang dan ia dapat menyebutkan tanda atau ciri-ciri barang tersebut
dengan pas dan sesuai dengan yang ditemukan, maka penemu harus menyerahkannya kepada
orang tersebut.
4) Jika pemiliknya tidak datang juga, waktu maksimal untuk mengumumkannya selama satu
tahun. Setelah satu tahun tidak ada yang mengaku sebagai pemilik, maka penemu dapat
memanfaatkannya untuk dirinya atau orang lain. Namun jika pemilik yang sebenarnya datang
setelah lewat waktu yang telah diumumkan, namun ia tidak lagi mengenal ciri-ciri barang
atau benda yang dicari, maka barang tersebut tidak boleh diberikan kepadanya.

6. Mekanisme Pemeliharaan Barang Hilang


Dalam hal ini, maka unsur pemeliharaan harus ditempuh dengan cara atau sesuai atas
apa yang diatur dengan sistem wadi'ah. Menyangkut wadi'ah itu sendiri adalah sesuatu benda
yang dikategorikan kepada hal-ihwal penitipan. Atau suatu perintah dimana seseorang
mendapat kepercayaan untuk menjaga harta yang ditinggalkan.
Dikarenakan status hukum barang temuan itu dibolehkan untuk diambil, maka anjuran
atasnya juga dituntut untuk memeliharanya. Dengan demikian, identitas kepercayaan
seseorang untuk menerima tanggungan dalam rangka memelihara barang temuan menjadi
tindakan yang tidak boleh disia-siakan. Meski demikian, oleh sebagian ulama menjelaskan
bahwa barang temuan itu memiliki kebebasan untuk dipergunakan oleh si penemunya.
Adapun bentuk tanggungan yang dibebankan kepada si penemu, sekiranya ia telah
menyedekahkan dan atau memanfaatkan barang tersebut kepada hal lain, maka ulama juga
berbeda paham dalam hal ini; perlu diganti dengan uang atau menjadi tanggungan dalam
bentuk apapaun, tergantung permintaan si pemilik barang tersebut.
Dalam pandangan imam Malik, bahwa barang temuan itu tetap menjadi tanggungan
(ganti rugi; biaya) bagi si penemu sekiranya ia telah melakukan tindakan, baik dengan cara
menyedekahkan dan atau memanfaatkan. Alasan imam Malik lantaran barang temuan itu
adalah serupa dengan wadi'ah (barang titipan), sehingga bagaimana pun keadaan barang
tersebut tentu tidak berpindah status kepemilikan kepada orang lain (si penemu); karenanya
jika rusak perlu mengganti atau membayarkannya.

7. Hikmah Luqathah
Luqathah atau barang temuan, mendatangkan berbagai hikmah diantaranya adalah:
a. Bagi pemilik barang
1) Lebih berhati-hati dalam memelihara barang milik pribadi
2) Menjaga barang dengan baik sebagai bentuk amanah dari Allah SWT.
b. Bagi penemu
1) Mendapatkan pahala yang besar karena menjaga barang milik
muslim lainnya merupakan kewajiban bagi sesama umat muslim.
2) Mengingatkan seseorang untuk bersyukur atas perbuatan baik dan memegang teguh amanah
sampai batas waktu tertentu yang ditentukan oleh syara‟.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Luqathah adalah penemuan barang yang hilang dari pemiliknya baik karena lupa
maupun jatuh tercecer dijalan. Bagi Muslim, saat melihat barang yang memiliki nilai tersebut
harus diambil atau diselamatkan dengan tujuan untuk membantu sesama.
Ketika orang itu menemukannya, dia bisa menimbang keadaannya dan
lingkungannya. Jika dia sanggup bertindak amanah, dia berhak mengambilnya. Terlebih
ketika dia yakin barang ini bisa terancam keselamatannya jika jatuh ke tangan orang lain.
Penemu wajib mengumumkannya selama setahun. Jika ada yang datang mengaku
memilikinya, dia bisa minta dirinya untuk menyebutkan ciri-cirinya. Jika ternyata tidak
sesuai, tidak boleh dia serahkan, kecuali jika dia memiliki bukti yang lain.
Jika pemiliknya tidak datang setelah diumumkan selama setahun, dia bisa
memanfaatkannya. Dengan komitmen, jika pemiliknya datang, dia akan serahkan ke
pemiliknya / mengganti yang sudah dimanfaatkannya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN.................................................................................................................................ii
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................ii
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................iii
C. TUJUAN......................................................................................................................................iii
BAB II..................................................................................................................................................iv
PEMBAHASAN...................................................................................................................................iv
A. Luqathah (Barang Temuan) dalam Hukum Islam........................................................................iv
1. Pengertian Luqathah.................................................................................................................iv
2. Hukum Memungut Luqathah.....................................................................................................v
3. Macam – macam Luqathah.......................................................................................................vi
4. Rukun dan Persyaratan luqathah..............................................................................................vii
5. Mekanisme dan Prosedur.......................................................................................................viii
6. Mekanisme Pemeliharaan Barang Hilang...............................................................................viii
7. Hikmah Luqathah......................................................................................................................ix
BAB III..................................................................................................................................................x
PENUTUP.............................................................................................................................................x
A. Kesimpulan...................................................................................................................................x

Anda mungkin juga menyukai