“Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas EAS Pendidikan agama islam”
Pembimbing :
DINI ULUWIYAH, S.AG.,M.PD
Disusun Oleh :
Cici Azzahra Putri (10120858)
Dwi Cahya Lestari (10120859)
Golan Ramadhan (10120869)
M. Dandi fadil S. (1010864)
Shayshay Salma Salsabilla (10120855)
Tharisya Inda Vardellina (10120870)
Jl. Buah Batu No.26,RT,03 / RW 07, Burangrang ,Kota Bandung, Jawa Barat 40262
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak pernah dapat terhitung. Berkat kuasa dan
ijin-Nya pula makalah ini dapat dikerjakan dan diselesaikan sebagaimana mestinya. Tak lupa
shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan alam dan suri tauladan umat
muslim yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah mengajarkan kita semua bagaimana cara
menjalani kehidupan yang baik dan cara beribadah yang baik.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas EAS Pendidikan agama islam, dan untuk menambah
ilmu wawasan untuk kami yang mengerjakan dan untuk pembaca. Dan atas amanah yang telah
diberikan kepada kami tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
Dan kepeda semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terima
kasih banyak atas bantuan dan dukungannya, semoga Allah Swt. Membalas kebaikan dengan
balasan yang berlipat ganda dan tidak terhingga.
Bandung,Mei 29
Kelompok 5
DAFTAR ISI
Contents
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A Latar belakang.....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
2.1 Jiwa Manusia Diberi Dua Jalan.............................................................................................................2
2.1.1 Jalan benar (takwa): Membersihkan jiwa.......................................................................................3
2.1.1.1 Bersysukur...............................................................................................................................5
2.1.1.2 Bersabar...............................................................................................................................6
2.1.1.3 Berhati Lembut (Awwah)........................................................................................................8
2.1.1.4 Kasih Sayang (Rahiimun)........................................................................................................9
2.1.1.5 Suka Bertaubat (Awwah)...................................................................................................9
2.1.1.6 Bersikap Lemah lembut.........................................................................................................10
2.1.1.7 Selalu bersikap Jujur ( Shadiqun)..........................................................................................11
2.1.1.8 Terpercaya (Aminun )............................................................................................................12
2.1.2 Jalan Salah (Fujur): Mengotori Jiwa.....................................................................................14
2.1.2.1 Memperturutkan sifat Tergesa-Gesa (‘Ajulan).......................................................................15
2.1.2.2 Berkeluh kesah.......................................................................................................................15
2.1.2.3 Tidak Mau Berbuat Baik (Kikir)...........................................................................................16
2.1.2.4 Kufur.....................................................................................................................................17
2.1.2.5 Pendebatan.............................................................................................................................18
2.1.2.6 Pembentah............................................................................................................................18
2.1.2.7 Zalim......................................................................................................................................19
2.1.2.8 Melampaui batas (thaghiyan).................................................................................................19
KESIMPULAN.........................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................22
BAB 1
PENDAHULUAN
A Latar belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang terbentuk dari banyak sifat yang
membentuknya, secara umum sifat manusia terbagi dalam 2 kelompok besar yaitu sifat
kebaikan dan sifat keburukan. Kedua sifat ini selalu menyertai manusia dalam
kehidupan manusia yang akan membawa manusia kedalam kebenaran ataupun
kesesatan, kebahagiaan atau kesedihan.
Sifat manusia sangat ditentukan oleh intensitas dan efektivitas usahanya dalam
melakukan tadzkiyatun nafs. Mengapa? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
manusia diciptakan dengan membawa dua potensi yang berseberangan. Allah telah
mengilhamkan ke dalam jiwanya yaitu fujur /dosa dan ketakwaan. Dalam dua jalan
tersebut tentunya tidak terlepas dari jalan kebaikan dan keburukan yang pastinya akan
berakhir pada kesuksesan atau kerugian, semoga dari sifat sifat yang timbul selalu
berorientasi kepada penyucian jiwa Oleh karena itu manusia ditutut untuk bisa
mensucikan jiwanya karena dengan kesucian jiwanya manusia akan mencapai kepada
kesuksesan dunia dan akhirat.
Tujuan intruksi umum
1. Memahami dua jalan yang diberikan Allah kepada manusia melalui jiwanya.
2. Memahami bahwa untuk meningkatkan kualitas taqwa ia harus beribadah
dengan senantiasa mensucikan jiwa.
3. Termotivasi untuk meninggalkan sifat buruk yang membawa kepada maksiat.
Tujuan intruksi khusus
1 Dengan mempelajari sifat-sifat manusia dapat memahami dan membedakan
jalan kebaikan dan keburukan
2 Manusia dapat mengetahui sifat sifat manusia yang menjadi jalan kesuksesan
dan kegagalan.sehingga bisa menentukan langkah hidupnya
BAB II
PEMBAHASAN
Di dalam pembahasan madah Nafsul Insan, kita sudah mengetahui bahwa Allah Ta’ala
telah mengilhamkan kepada jiwa manusia jalan-jalan kefasikan (al-fujur) dan jalan ketakwaan
(at-taqwa).
س َو َما َسوَّاهَا فََأ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا
ٍ َونَ ْف
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya
(jalan) kejahatan dan ketakwaannya…” (QS. As-Syams, 91: 7 – 8)
Buya Hamka menjelaskan makna ayat di atas sebagai berikut.
“Diberilah setiap diri itu ilham oleh Tuhan, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan
membawa celaka supaya janganlah ditempuh, dan bersamaan dengan itu diberinya pula
petunjuk mana jalan yang baik, yang akan membawa selamat dan bahagia dunia dan akhirat.
Artinya, bahwa setiap orang diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima
Ilham dan petunjuk. Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka dan mana yang akan
selamat. Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya Ayat selanjutnya menegaskan,
َ َقَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا َوقَ ْد خ
اب َم ْن َدسَّاهَا
“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang
mengotorinya.” (QS. As-Syams, 91: 9-10)
Dari ayat-ayat Allah Ta’ala di atas kita mengetahui bahwa manusia terbagi menjadi dua
kelompok. Pertama, mereka yang senantiasa melakukan tazkiyah (penyucian jiwa). Kedua,
mereka yang senantiasa melakukan tadsiyah (pengotoran jiwa).
Artinya : maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya
Ibn Abbas menafsirkan kata “fa alhamaha fujuraha wa taqwaha,” bahwa Allah mengajarkan
manusia (‘arrafaha) tentang jalan fasik, dan jalan takwa. Tidak jauh berbeda, Mujahid
juga menafsirkan kata alhamaha sebagai ‘arrafaha; bahwa Allah memperkenalkan jalan taat
dan jalan maksiat bagi manusia. Penafsiran serupa juga dinyatakan oleh al- Farra’, namun ada
juga ulama yang melakukan penafsiran berbeda. Diriwayatkan dari Muhammad ibn Ka‘ab, ia
berkata: “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka diilhamkan
kebaikan baginya sehingga ia berbuat baik. Sebaliknya, jika Allah menghendaki keburukan
terhadap seseorang, maka diilhamkan lah keburukan dalam jiwanya sehingga ia berbuat
jahat.” Pendapat yang serupa juga diriwayatkan oleh al-Dhahhak, menurutnya bersumber
dari Ibn Abbas
2.1.1.1 Bersysukur
Bersyukur adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk berterima kasih atas segala
limpahan nikmat yang telah Allah SWT berikan.
Hal ini tiada lain karena kita menyadari bahwa seluruh kenikmatan yang dirasakan selama ini
adalah berasal dari Allah Ta’ala.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Hal ini tiada lain karena kita menyadari bahwa seluruh kenikmatan yang dirasakan selama ini
adalah berasal dari Allah Ta’ala.
2.1.1.2 Bersabar
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada dua sikap yang tidak bisa lepas dari kehidupan
seorang mu’min, yaitu syukur dan sabar, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Oleh karena itu sikap sabar menjadi sebuah keniscayaan
bagi seorang mu’min. Syaikh Yusuf Al Qaradawi dalam bukunya As-Shabru fil Quran membagi
sabar menjadi enam macam, yaitu :
1. Sabar Menerima Cobaan Hidup. Seperti lapar, haus, rasa sakit dan kerugian harta.
Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman,
صابِ ِرينَ الَّ ِذينَ ِإ َذا َّ ش ِر ال ِّ َت َوب ِ ُص ِّمنَ اَأل َم َوا ِل َواألنف
ِ س َوالثَّ َم َرا ِ َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم ِبش َْي ٍء ِّمنَ ا ْل َخوفْ َوا ْل ُج
ٍ وع َونَ ْق
َصيبَةٌ قَالُوا ِإنَّا هَّلِل ِ َوِإنَّا ِإلَ ْي ِه َرا ِجعُون َ َأ
ِ صابَ ْت ُه ْم ُم
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun’” (QS. Al-Baqarah, 2: 155 – 156)
2. Sabar dari Keinginan Hawa Nafsu. Yakni keinginan kepada segala macam kenikmatan
hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Segala keinginan tersebut harus kita kendalikan
dengan kesabaran agar tidak menyebabkan lalai dari mengingat Allah Ta’ala,
ِ م عَنْ ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َمنْ يَ ْف َع ْل َذلِكَ فَُأولَِئكَ ُه ُم ا ْل َخاRْ يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ْل ِه ُك ْم َأ ْم َوالُ ُك ْم َواَل َأ ْواَل ُد ُك
َسرُون
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang
yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun, 63: 9)
3. Sabar dalam Taat Kepada Allah Ta’ala.Yakni bersungguh-sungguh menghadapi
rintangan yang menggoda, baik dari dalam maupun dari luar diri kita, seperti rasa malas,
mengantuk dan kesibukan yang menyita waktu untuk beribadah.
س ِميًّا ِ ت َواَأْل ْر
ْ ض َو َما بَ ْينَ ُه َما فَا ْعبُ ْدهُ َو
َ ُاصطَبِ ْر لِ ِعبَا َدتِ ِه َه ْل تَ ْعلَ ُم لَه ِ س َما َوا
َّ َر ُّب ال
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya,
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam,
19: 65)
4. Sabar dalam Berdakwah. Hal ini sebagaimana dinasihatkan oleh Luqman kepada anaknya
yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,
صابَ َك ِإنَّ َذلِ َك ِمنْ ع َْز ِم اُأْل ُمو ِر
َ اصبِ ْر َعلَى َما َأ ِ صاَل ةَ َوْأ ُم ْر بِا ْل َم ْع ُر
ْ وف َوا ْنهَ َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر َو َّ يَا بُنَ َّي َأقِ ِم ال
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).” (QS. Luqman, 31: 17)
5. Sabar dalam Perang. Allah Ta’ala berfirman,
َم تُ ْفلِ ُحونRْ صابِ ُروا َو َرابِطُوا َواتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْ يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا
َ اصبِ ُروا َو
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 200)
6. Sabar dalam Pergaulan. Salah satu prinsip yang diajarkan Islam dalam pergaulan
disebutkan di dalam ayat berikut,
َ سى َأنْ تَ ْك َرهُوا
ش ْيًئا َويَ ْج َع َل هَّللا ُ ِفي ِه َخ ْي ًرا َكثِي ًرا َ وف فَِإنْ َك ِر ْهتُ ُموهُنَّ فَ َع
ِ َاش ُروهُنَّ ِبا ْل َم ْع ُر
ِ َوع
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa’, 4: 19)
ِ تَال ًء لِ ْلقُ ْر: “ َر ِح َم َك هَّللا ُ ِإنْ كنتَ َأَل َّواهًا”! يَ ْعنِي: فَقَا َل،سلَّ َم َدفَنَ َميِّتًا
آن َ َأنَّ النَّبِ َّي
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengubur jenazah seseorang, lalu beliau
bersabda: ‘Semoga Allah merahmati engkau, sesungguhnya engkau adalah orang yang awwah.’
Yakni banyak membaca Al-Qur’an.”
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-
Taubah: 114) Yang dimaksud dengan awwah ialah faqih (memahami agama).
Berkaitan dengan konteks surat At-Taubah ayat 114 di atas, Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir
mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah yang mengatakan bahwa al-awwah artinya
banyak berdoa, ini sesuai dengan konteks, karena Allah Ta’ala telah menyebutkan bahwa
Ibrahim tidak sekali-kali memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, melainkan karena
dia telah berjanji akan melakukannya buat bapaknya.
Makna yang manapun yang kita pilih, sungguh semuanya adalah sifat-sifat yang baik yang
menjadi ciri orang-orang yang melakukan tazkiyah.
Artinya : dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (Qs Asyams : 10)
Demikian berita yang Allah sampaikan didalam kitabNya. Merugilah orang yang mengotori
jiwanya dengan noktah-noktah hitam berbagai bentuk dosa dan maksiat kepada Allah
subhanahu wata’ala. Allah mendahului pernyataan ini sebelumnya dengan bersumpah
dengan jiwa, ini merupakan indikasi yang menunjukkan akan pentingnya perkara jiwa itu,
yang semestinya seorang hamba memiliki perhatian yang ekstra terhadap kondisi jiwanya.
Menjaga jiwanya agar jernih tidak menjadi keruh oleh karena kemaksiatan dan
pelanggaran terhadap rambu-rambu kehidupan yang telah ditetapkan oleh Rabb alam
semesta. sungguh kemaksiatan merupakan sebab terbesar yang akan menjadikan hati
ternoda sehingga sifat kejernihannya berubah menjadi keruh. Bila jiwa telah keruh, maka ia
akan mendorong pemiliknya untuk melakukan berbagai keburukan perilaku dan tindakan.
Setan pun tidak tinggal diam melihat kondisi jiwa manusia yang demikian ini. Setan
semakin bersemangat dalam membantu pemilik jiwa tersebut untuk terus menyambung
kekeruhan jiwa yang melahirkan tindakkan buruk yang juga akan semakin menambah
kekeruhannya. Bahkan, bukan hanya setan yang ikut andil dalam membatu dirinya namun
juga dari kalangan manusia yang memiliki jiwa-jiwa yang sama-sama kotornya pun ikut
serta menambah semakin kotornya jiwa. Ketika jiwa-jiwa yang kotor yang saling
membantu untuk meningkatkan kekeruhannya telah berkumpul, maka akan melahirkan
seabreg kemaksiatan yang serupa atau dalam bentuk tindakan dan perilaku buruk yang
lainnya.
Berkenaan dengan sifat tergesa-gesa ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َّ التََّأن ِّي ِمنَ هللاِ َو ال ُع ْجلَةُ ِمنَ ال
ش ْيطَا ِن
“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal
dari setan.” (HR. Abu Ya’la dan Baihaqi).
2.1.2.4 Kufur
Kufur artinya mengingkari atau menduakan allah sebagaimana
fieman allah Qs.Ibrahim :34
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari(nikmatAllah).
(Qs.Ibrahim:34)
2.1.2.5 Pendebatan
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini
bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
2.1.2.6 Pembentah
sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. Al-Kahfi, 18:54)
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini sebagai berikut, “Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
dan menerangkan di dalam Al-Qur’an ini berbagai perkara secara rinci, agar mereka tidak sesat
dari perkara yang hak dan agar mereka tidak menyimpang dari jalan petunjuk. Akan tetapi,
sekalipun dengan adanya keterangan dan penjelasan ini yang membedakan antara perkara yang
hak dan perkara yang batil, manusia itu banyak membantah, suka menentang, dan bersikap oposisi
terhadap perkara yang hak dengan mengikuti perkara yang batil, kecuali orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah memperlihatkan kepadanya jalan menuju keselamatan.”
Salah satu contoh perilaku jadalan adalah apa yang ditunjukkan oleh seorang Quraisy
bernama Abdullahbin Az-Zab’ari.
Sewaktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan di hadapan orang Quraisy
surat Al-Anbiya ayat 98 yang artinya: “Sesungguhnya kamu dan yang kamu sembah selain Allah
adalah kayu bakar Jahannam.”, bertanyalah ia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang keadaan Isa yang disembah orang Nasrani, apakah beliau juga menjadi kayu bakar
neraka Jahannam seperti halnya sembahan-sembahan mereka? Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam terdiam dan merekapun mentertawakannya; lalu mereka menanyakan lagi
mengenai mana yang lebih baik antara sembahan-sembahan mereka dengan
Isa ‘alaihissalam. Pertanyaan-pertanyan mereka ini hanyalah mencari perbantahan saja,
bukan untuk mencari kebenaran.
2.1.2.7 Zalim
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmatAllah).
Manusia menyanggupi amanat yang ditawarkan kepadanya - apabila dikerjakan akan
mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan akan disiksa- karena itulah ia disebut jahula,
karena tidak mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Berkata Ibnu Abbas tentang makna
dzaluman jahulan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa moral menurut pandangan islam
yang dalam membentuk insan kamil merupakan suatu manusia yang mempunyai kepribadian
seorang muslim yang diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas
keseluruhan tingkah laku baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun
sikap batinya. Insan kamil sendiri merupakan suatu sosok manusia yang mempunyai kepribadian
muslim yang sempurna. Insan berarti menunjukkan pada arti manusia secara totalitas yang secara
langsung mengarah pada totalitas, bukan berarti fisiknya namun dari segi sifatnya. Sedangkan
kata yang berarti sempurna, hal ini digunakan untuk menunjukkan pada zat dan sifat.
Dalam hal ini kepribadian muslim merupakan suatu yang lebih abstrak atau suatu yang
terlihat lagi dari pada kedewasaan rohaniah. Dan dijelaskan pula tentang konsep moral menurut
islam, ciri-ciri Insan kamil, proses pembentukan Insan kamil, penerapan moral menurut islam
untuk membentuk insan kamil, hanya ditujukan supaya manusia bisa belajar akan penting prilaku
yang baik dan bisa membentuk kepribadian yang lebih bai
DAFTAR PUSTAKA
AR, M. Y. (2005). Keagungan Sifat Manusia Dibawah Tuntunan Al-Qur'an. Pejuang, Bekasi: Tsaqafah.
Harun, D. A. (1994). MENGENAL FASE FASE KEJADIAN KEHIDUPAN DAN SIFAT SIFAT MANUSIA MENURUT
AL-QUR'AN. Jakarta Pusat: KALAM MULIA.