Anda di halaman 1dari 86

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP

PENGALAMAN, SIKAP, DAN KEHIDUPAN


PRAKTIK DOKTER GIGI DI KOTA
MEDAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

GLENNYS GIOVANNA THASLIM


NIM : 170600103

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2022

Glennys Giovanna Thaslim


Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pengalaman, Sikap, dan Kehidupan
Praktik Dokter Gigi di Kota Medan
xii + 60 halaman
Penyakit COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
SARS-CoV-2. Dampak dari pandemi COVID-19 sangat berpengaruh bagi dokter gigi
yang berpraktik selama masa pandemi COVID-19, dimana dokter gigi adalah salah
satu tenaga kesehatan yang paling berisiko terinfeksi COVID-19 karena kontak dekat
dengan pasien dan prosedur perawatan yang menimbulkan aerosol. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dampak pandemi COVID-19 terhadap pengalaman,
sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi di Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling
dan jumlah sampel sebanyak 355 dokter gigi praktik di Kota Medan. Pengambilan
data dilakukan secara daring dengan menggunakan kuesioner online. Hasil penelitian
menunjukkan sebanyak 52,11% hanya menangani kasus darurat saja, dan 56,90%
dokter gigi mengubah jam kerja sampai fase waspada COVID-19 berakhir. Dalam
menjalankan praktik selama pandemi, 31,27% dokter gigi menyatakan konsultasi via
telepon tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan pasien, 10,42% dokter gigi
tidak setuju untuk menjadikan pengambilan tes COVID-19 sebagai rutinitas dalam
praktik, 14,08% dokter gigi tidak setuju untuk terus mengikuti berita terbaru tentang
COVID-19, 14,37% dokter gigi menyatakan bahwa mengikuti berita terbaru dari
pandemi COVID-19 menyebabkan timbulnya perasaan depresi dan cemas. Dampak
pandemi COVID-19 juga berpengaruh terhadap kehidupan praktik dokter gigi,
dimana berdasarkan kehidupan pribadi, sebanyak 56,90% dokter gigi mengalami
peningkatan jumlah pasien yang melakukan konsultasi/ perawatan melalui telepon,
dan 93,80% dokter gigi memilih untuk tidak menangani pasien berisiko tinggi selama
pandemi. Dalam memberikan pelayanan, 61,41% dokter gigi mengubah waktu kerja
dan hanya menangani kasus mendesak dan darurat saja. Dokter gigi juga mengalami
masalah pada bidang finansial selama pandemi, dimana 80,28% dokter gigi
mengalami penurunan pendapatan selama masa pandemi, dan 59,15% dokter gigi
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi.

Daftar Rujukan : 57 (2004-2021)


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji

TIM PENGUJI
KETUA : Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D
ANGGOTA : 1. Darmayanti Siregar, drg., M.KM
2. Siska Ella Natassa Mtd, drg., MDSc
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga skripsi ini dengan judul “Dampak Pandemi COVID-19
Terhadap Pengalaman, Sikap, dan Kehidupan Praktik Dokter Gigi di Kota Medan”,
yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam proses penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan serta doa
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara yang memberikan izin dan mempermudah peneliti dalam
menjalankan penelitian ini.
2. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran
Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat yang memberikan izin dan
mempermudah peneliti dalam menjalankan penelitian ini.
3. Siska Ella Natassa Mtd, drg., MDSc selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi serta senantiasa memberikan
bimbingan dan masukan yang sangat berarti kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Prof Sondang Pintauli, drg., Ph.D, dan Darmayanti Siregar, drg., M.KM
selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini.
5. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan
akademis.
6. Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SP.PD, KGEH selaku Ketua Komisi
Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan persetujuan pelaksaan penelitian ini.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Kesehatan Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat atas bantuan yang diberikan
sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.
8. Ayah tercinta Endra Thaslim, S.H., ibu tercinta Annabella Ohary, S.E.,
abang tercinta, Andre Giovanni Thaslim, S.H., dan adik tercinta Amanda Geraldine
Thaslim yang senantiasa mengasihi, mendoakan, dan memberi saran dan bantuan,
serta mendukung penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
9. Sahabat-sahabat terkasih dari penulis, yaitu Winna, Livita, Cindy, teman-
teman kelompok belajar ‘Insisivus’ atas dukungan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat dan teman-teman sejawat angkatan 2017 dan teman
seperjuangan di Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi
Masyarakat atas dukungan, saran dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilm
dalam skripsi ini. Namun, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga
skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas,
pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 19 Januari 2022


Penulis,

(Glennys Giovanna Thaslim)


NIM : 170600103
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Coronavirus Disease 19 (COVID-19) ..................................... 6
2.2 Epidemiologi COVID-19 di Indonesia .................................... 7
2.3 Cara Penularan COVID-19 ...................................................... 8
2.4 Tes Diagnostik COVID-19 ....................................................... 11
2.5 Pencegahan COVID-19 ............................................................ 13
2.6 Risiko Transmisi COVID-19 pada Praktik Dokter Gigi .......... 15
2.7 Kontrol Infeksi COVID-19 pada Praktik Dokter Gigi ............. 17
2.8 Dampak COVID-19 pada Praktik Dokter Gigi ........................ 23
2.9 Sikap ......................................................................................... 24
2.10 Kerangka Konsep ................................................................... 25

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 26
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 26
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................ 26
3.3.1 Populasi ................................................................................. 26
3.3.2 Sampel ................................................................................... 26

vi
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 27
3.4.1 Kriteria Inklusi ...................................................................... 27
3.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................... 27
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian .......................... 28
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................... 30
3.7 Pengelolahan dan Analisis Data ............................................... 31
3.8 Etika Penelitian ........................................................................ 31
3.8.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance) ..................................... 31
3.8.2 Lembar Persetujuan ............................................................... 31
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality) ............................................... 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Karakteristik Responden .......................................................... 33
4.2 Pengalaman Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19
di Kota Medan .......................................................................... 34
4.3 Sikap Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di
Kota Medan .............................................................................. 36
4.4 Kehidupan Praktik Dokter Gigi Akibat Pandemi COVID-19
di Kota Medan .......................................................................... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................. 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan............................................................................... 53
6.2 Saran ......................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 55

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Karakteristik responden dokter gigi praktik di Kota Medan (N=355) .... 33
2. Pengalaman Dokter gigi praktik akibat pandemi COVID-19 di Kota
Medan (N=355) ....................................................................................... 35
3. Sikap dokter gigi praktik akibat pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355) .................................................................................................... 37
4. Kehidupan praktik dokter gigi akibat pandemi COVID-19 di Kota
Medan (N=355) ....................................................................................... 40

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Usia Pasien Positif COVID-19 di Indonesia ........................................... 8
2. A. Aerosol yang terlihat yang diproduksi oleh scaler ultrasonik........... 10
B. Aerosol yang terlihat yang diproduksi oleh air polisher ................... 10
3. Dinamika transmisi SARS-CoV-2 dalam lingkungan perawatan gigi .... 17
4. High volume evacuator ........................................................................... 23

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Surat persetujuan komisi etik pelaksanaan penelitian
2. Surat keterangan telah melakukan penelitian
3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian
4. Lembar persetujuan subjek penelitian (informed consent)
5. Kuesioner penelitian

x
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada Desember 2019, terjadi wabah pneumonia yang penyebabnya tidak
diketahui di Wuhan, provinsi Hubei di Cina. Sumber penularan kasus ini masih
belum diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.1
Awalnya penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel coronavirus (2019n-
Cov), kemudian pada tanggal 11 Februari 2020, WHO menamai virus pneumonia
baru ini sebagai “Corona Virus Disease 19 (COVID-19)”, dan International
Committee on Taxonomy of Virus (ICTV) menyarankan nama virus corona ini
sebagai “SARS-CoV-2” karena virus tersebut secara genetik terkait dengan virus
korona yang bertanggung jawab atas wabah SARS pada tahun 2003. Severe Acute
Respiratory Syndrome-Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) adalah virus corona yang
menyebabkan terjadinya sindrom pernapasan akut, yang seringkali asimtomatik tetapi
berpotensi mematikan, yaitu Corona Virus Disease 19 (COVID-19).2 Pada 12 Maret
2020, WHO mengakui penyakit tersebut sebagai masalah kesehatan masyarakat dan
harus meresmikannya menjadi status pandemi, dan menurut data yang dirilis oleh
WHO hingga 1 November 2020, penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) telah
menjangkiti lebih dari 200 negara, dengan total 45.678.440 kasus yang dikonfirmasi
dan 1.189.945 kematian di seluruh dunia.3,4
Jalur transmisi yang umum dari SARS-CoV ini termasuk penularan secara
langsung melalui batuk, bersin, dan inhalasi droplet dan penularan secara kontak,
melalui kontak dengan mulut, hidung, dan membran mukosa mata. COVID-19 juga
dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung melalui saliva. Penelitian juga
menunjukkan bahwa COVID-19 mungkin ditularkan dari udara melalui aerosol yang
terbentuk selama prosedur medis.2 Di antara berbagai jenis tenaga profesional
kesehatan, dokter gigi merupakan yang paling terdampak risiko terinfeksi COVID-19,
2

karena bekerja dalam kontak dekat dengan pasien,juga pada lingkungan dokter gigi
melalui penggunaan instrumen rotary dan bedah, seperti handpiece atau scaler
ultrasonik dan jarum suntik dapat menghasilkan droplet air, saliva, darah,
mikroorganisme, aerosol dan debris lainnya. Hal ini menyebabkan praktik dokter gigi
berisiko menjadi lokasi infeksi silang yang tinggi yang berpotensial menjadi risiko
bagi perawatan gigi.2,5,6 Di Indonesia, tingkat kematian COVID-19 adalah sebesar
3,4% dengan tingkat kesembuhan sebanyak 341.942 kasus, yaitu sebesar 82,08%.7
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menyatakan bahwa hingga Senin, 8 Februari
2021, jumlah dokter gigi yang dinyatakan positif COVID-19 sebanyak 338 dokter,
dimana 33 orang di antaranya meninggal dunia.8
American Dental Association (ADA) menyarankan dokter gigi untuk membatasi
perawatan pada praktik menjadi perawatan yang mendesak dan darurat saja karena
prosedur dental biasanya menghasilkan darah dan saliva dapat menjadi salah satu
jalur penyebaran virus. Irish Dental Association menyebutkan bahwa sekitar 75%
dokter gigi praktik mengalami penurunan finansial sebesar lebih dari 70% selama
masa pandemi COVID-19 karena penutupan klinik gigi akibat pandemi COVID-19.9
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ADA Health Policy Institute, pada bulan
April 2020, selama pandemi COVID-19, 79% dokter gigi menutup kliniknya kecuali
untuk pasien darurat, 18% menutup total, dan 3% tetap buka meskipun jumlah pasien
berkurang.10 Penelitian yang dilakukan oleh Bawa dkk pada tahun 2020 menunjukkan
68,8% dokter gigi menunda pengobatan pasien dengan gejala yang mencurigakan.
Hanya sedikit dokter gigi, yaitu sebesar 21,9%, yang memutuskan untuk menutup
klinik gigi mereka hingga jumlah kasus COVID-19 mulai menurun, sementara 68,8%
lebih memilih untuk memberikan perawatan darurat.11
Penelitian yang dilakukan Ahmadi dkk tahun 2020 tentang dampak pandemi
COVID-19 pada praktik dokter gigi di Iran dengan jumlah sampel sebanyak 240
responden menunjukkan bahwa sebesar 7% responden pernah mengalami gejala
COVID-19, 1% responden pernah terinfeksi COVID-19, dan sebanyak 3% asisten
dari responden pernah mengalami gejala COVID-19. Sejak wabah COVID-19,
sebanyak 93,38% responden mengalami peningkatan panggilan telepon dari pasien
3

untuk perawatan masalah gigi mereka. Sebesar 70% responden tidak melakukan
perawatan non-darurat selama pandemi, 95% mengubah waktu kerja mereka, dan
12% fokus pada perawatan pencegahan, 87% tidak melakukan perawatan yang tidak
perlu dan 37% mengurangi sesi perawatan serendah mungkin. Selain itu, sebesar 87%
responden menyatakan bahwa mereka kesulitan mencari dan menyediakan APD (Alat
Pelindung Diri) selama pandemi, hampir seluruh responden, yaitu sebesar 98%
responden menyatakan bahwa mereka harus membeli alat pelindung diri dengan
harga yang jauh lebih tinggi, dan sebagian besar responden, yaitu sebesar 97%
melaporkan adanya penurunan pendapatan finansial sejak terjadinya pandemi.12
Penelitian yang dilakukan Mahdee dkk tahun 2020 tentang dampak ekonomi
pada dokter gigi selama masa pandemi COVID-19 dengan jumlah sampel sebanyak
435 responden menunjukkan bahwa sekitar 27% responden menyatakan bahwa harga
APD (Alat Pelindung Diri) telah meningkat >75% dari harga sebelum pandemi.
Sementara itu, 32% dokter gigi menyatakan bahwa angka pasien telah menurun
sebesar 25-50%. Pengaruh COVID-19 terhadap pendapatan dokter gigi selama masa
pandemi sangat terlihat, dimana >75% dokter gigi menyatakan bahwa pendapatan
mengalami penurunan sebesar 25-50%. Pandemi COVID-19 juga mempengaruhi
aktivitas klinis responden dimana terdapat penurunan sebesar 25-50%. Namun,
mayoritas responden tidak mengalami penurunan dalam jumlah staf.13
Penelitian yang dilakukan Izzeti dkk tahun 2020 tentang aktivitas klinis di
praktik dokter gigi selama masa pandemi COVID-19 pada 3254 responden
menunjukkan bahwa sebesar 99,7% responden mengurangi aktivitas klinis menjadi
hanya melakukan perawatan mendesak atau menutup total kliniknya. Perawatan
mendesak yang paling sering dilakukan di klinik adalah: pengobatan pulpitis, de-
sementasi prostesis dan abses. Sementara 60% responden menyatakan terdapat
peningkatan dalam penggunaan APD (Alat Pelindung Diri), dan 90,4% responden
mengalami kesulitan dalam mendapatkan APD (Alat Pelindung Diri) dan adanya
kenaikan harga APD (Alat Pelindung Diri).14
Penelitian yang dilakukan oleh Stangvaltaite-Mouhat dkk tahun 2020 tentang
pelayanan kesehatan gigi terhadap COVID-19 di Norway dengan jumlah sampel
4

sebesar 1237 responden secara cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan


sebelum janji temu, 96% responden selalu atau sering menanyakan informasi via
telepon apakah pasien mengalami gejala COVID-19, 89% menanyakan riwayat
perjalanan ke daerah yang terpapar, dan rata-rata jumlah pasien yang dirawat melalui
telepon dua kali lebih banyak per minggu dibandingkan perawatan langsung di
klinik.15
Kota Medan merupakan zona merah dan kasus COVID-19 di kota Medan saat
ini terus meningkat, dimana menurut data Dinas Kesehatan Kota Medan, hingga
tanggal 9 Februari 2021 terdapat 10969 orang dikonfirmasi positif COVID-19, 9393
sembuh, 384 meninggal, dan 1182 sedang dirawat. Berdasarkan uraian tersebut,
peneliti tertarik untuk meneliti mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap
pengalaman, sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi di Kota Medan.16

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana dampak pandemi COVID-19
terhadap pengalaman, sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui dampak pandemi COVID-19 terhadap pengalaman dokter
gigi praktik di Kota Medan.
2. Untuk mengetahui dampak pandemi COVID-19 terhadap sikap dokter gigi
praktik di Kota Medan.
3. Untuk mengetahui dampak pandemi COVID-19 terhadap kehidupan praktik
berdasarkan kehidupan pribadi, kualitas pelayanan, dan status finansial dokter gigi
praktik di Kota Medan.
5

1.4 Manfaat Penelitian


1. Dapat menjadi referensi dan pedoman bagi praktisi medis, khususnya dokter
gigi, dalam memberikan pelayanan perawatan selama masa pandemi COVID-19.
2. Dapat memberikan informasi bagi bidang kedokteran gigi mengenai dampak
pandemi COVID-19 terhadap pengalaman, sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi
di Kota Medan.
3. Dapat menjadi landasan teori bagi penelitian berikutnya.
4. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai dampak
pandemi COVID-19 terhadap pengalaman, sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi
di Kota Medan.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Coronavirus Disease 19 (COVID-19)


Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120 hingga 160 nm.
Coronavirus mengandung RNA untai positif, dengan genom RNA terbesar (sekitar
27-32 kb) yang dilaporkan saat ini.1,17,18 Corona Virus Disease (COVID-19) adalah
sebuah nama baru yang diberikan oleh World Health Organization (WHO) bagi
pasien dengan infeksi virus novel corona 2019 yang pertama kali dilaporkan dari kota
Wuhan, Cina pada akhir 2019. Etiologi penyakit ini diketahui pasti yaitu termasuk
dalam virus ribonucleid acid (RNA) yaitu virus corona jenis baru, betacoronavirus
dan satu kelompok dengan virus corona penyebab Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV).19 Terdapat
6 virus corona yang diketahui dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yaitu:
alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43,
betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Syndrome-Coronavirus (SARS-
CoV), dan Middle East respiratory syndrome-coronavirus (MERS-CoV).18 COVID-
19 merupakan strain ketujuh dari human coronavirus (HCoV), yaitu virus korona
yang diketahui dapat menginfeksi manusia dan pertama kali terdiagnosis pada tahun
2019.20 SARS-CoV-2 memiliki perkiraan masa inkubasi 1 hingga 14 hari, dimana hal
ini juga merupakan durasi observasi medis dan karantina pada pasien yang terpapar.
Manifestasi klinis COVID-19 termasuk batuk, demam, dan sesak napas. Namun,
gejala dapat bervariasi mulai dari adanya demam dan batuk kering hingga gejala non
spesifik seperti sesak napas, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, muntah,
kelelahan, dannyeri otot. Pada beberapa kasus, COVID-19 dapat menyebabkan
masalah pernapasan yang parah, gagal ginjal, dan kematian. Namun, penularan virus
juga terjadi tanpa adanya gejala klinis.21
7

2.2 Epidemiologi COVID-19 di Indonesia


Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020.
Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian
bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China. Tanggal 30 Januari
2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain
dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal,
Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India,
Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.22,23
Data yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga tanggal 16
November 2020, melaporkan sebanyak 54.075.995 positif COVID-19 kasus dan
1.313.919 meninggal, tersebar di 219 negara. Kasus di beberapa negara
menunjukkan, dari kasus terbanyak: di USA terdapat 10.797.432 kasus positif, dan
243.758 meninggal, India terdapat 8.845.127 kasus positif, dan 130.070 meninggal,
Brazil terdapat 5.848.959 kasus positif, dan 165.658 meninggal, Rusia terdapat
1.925.825 kasus positif, dan 33.186 meninggal, dan Prancis terdapat 1.918.345 kasus
positif, dan 43.913 meninggal.24
Pada tanggal 11 November 2020, Pemerintah Indonesia mengumumkan
448.118 (3.770 kasus baru) yang dikonfirmasi positif COVID-19, 14.836 (75 baru)
kasus kematian dan 378.982 mengalami kesembuhan dari 503 distrik di seluruh 34
provinsi. Sebanyak 3770 kasus baru dan 448188 kasus kumulatif terkonfirmasi
COVID-19 juga dilaporkan secara nasional di Indonesia. Selama seminggu,
daritanggal 2 sampai 8 November, terdapat 24.932 kasus baru, dengan rata-rata 3.562
kasus baru per hari. Sebaran wilayah kasus COVID-19 terjadi hampir di seluruh
provinsi di Indonesia, dimana jumlah tertinggi adalah dari DKI Jakarta, dan dari
tanggal 11 November 2020, dilaporkan 59,2% dari jumlah kumulatif yang
dikonfirmasi positif COVID-19 terdapat di Jawa, yaitu DKI Jakarta memiliki jumlah
tertinggi kasus terkonfirmasi COVID-19 per satu juta penduduk, diikuti oleh Papua
Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan. Angka kematian
di DKI Jakarta dikonfirmasi 226 kematian akibat COVID-19 per satu juta populasi,
8

dimana hal itu merupakan angka yang tertinggi di Indonesia, yang kemudian disusul
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi
Utara.23Usiapasien di Indonesia yang didiagnosis COVID-19 sebagian besar
merupakan usia 31-45 tahun (30,6%), terlihat pada Gambar 1.24

Gambar 1. Usia Pasien Positif COVID-19 di Indonesia

2.3 Cara Penularan COVID-19


Kemungkinan moda transmisi SARS-CoV-2, termasuk transmisi kontak,
droplet (percikan), melalui udara (airborne), fomit, fekal-oral, melalui darah, ibu ke
anak, dan binatang ke manusia. Infeksi SARS-CoV-2 umumnya menyebabkan
penyakit pernapasan ringan hingga berat dan kematian, sedangkan sebagian orang
yang terinfeksi virus ini tidak pernah menunjukkan gejala.25
1. Transmisi kontak atau droplet
Virus COVID-19 menyebar terutama melalui droplet dari saliva atau cairan
hidung ('droplet mukosaliva') yang dikeluarkan saat orang yang terinfeksi batuk,
bersin, berbicara atau bernapas. Data epidemiologis menunjukkan bahwa droplet
yang dihasilkan selama paparan tatap muka, seperti saat berbicara, batuk, atau bersin
adalah jalur transmisi yang paling sering terjadi. Paparan yang lama dengan orang
9

yang terinfeksi (berada dalam jarak 6 kaki atau selama minimal 15 menit) dan
paparan yang singkat dengan individu yang simptomatik, seperti batuk, dikaitkan
dengan risiko penularan yang lebih tinggi, sementara paparan yang singkat dengan
kontak asimptomatik, lebih kecil kemungkinan dalam terjadinya penularan.26
Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet
yang berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau aerosol.
Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak erat
(berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala
pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi;
dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat
mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi.
Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi kontak antara inang yang rentan
dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat
terjadi.25
2. Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen infeksius yang
diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat
melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh.25 Penularan juga dapat
terjadi melalui aerosol (droplet kecil yang tetap tersuspensi di udara), tetapi tidak
jelas apakah ini merupakan sumber infeksi yang signifikan pada manusia di luar
lingkungan laboratorium.26 Transmisi SARS-CoV-2 melalui udara dapat terjadi
selama pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan aerosol.25
Banyak tindakan dalam kedokteran gigi juga sangat berisiko menghasilkan
aerosol, seperti perawatan pembuangan karies, scaling supragingiva periodontal, dan
preparasi gigi prostodontik.27 Tindakan perawatan gigi yangmenggunakan scaler
ultrasonik, air polishing, air-water syringe, prosedur preparasi gigi dengan air
turbine handpiece, preparasi gigi dengan abrasi udara juga dapat menghasilkan
aerosol, seperti yang terlihat pada Gambar 2a dan Gambar 2b.28 Salah satu penelitian
eksperimental yang menghasilkan sampel aerosol infeksius menggunakan nebulisator
jet berdaya tinggi dalam kondisi laboratorium yang terkontrol menemukan adanya
10

RNA virus SARS-CoV-2 di dalam aerosol pada sampel udara yang bertahan hingga 3
jam.25,29

Gambar 2a. Aerosol yang terlihat yang diproduksi oleh scaler ultrasonik. b. Aerosol
yang terlihat yang diproduksi oleh air polisher.28

3. Transmisi fomit
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang yang
terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga terbentuk fomit
(permukaan yang terkontaminasi, benda-benda seperti gagang pintu, alat makan, atau
pakaian yang mungkin terkontaminasi dengan SARS-CoV-2).25,26 Virus dan/atau
SARS-CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RT-PCR dapat ditemui di
permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung
lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan.
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan SARS-
CoV.29
SARS-CoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72 jam)
dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam).Virus telah diidentifikasi berada
pada permukaan yang tidak dapat ditembus hingga 3 hingga 4 hari setelah inokulasi.
Namun, diperkirakan jumlah virus yang terdeteksi pada permukaan melambat dengan
cepat dalam waktu 8 hingga 72 jam.29 Meskipun terdapat bukti-bukti yang konsisten
atas kontaminasi SARS-CoV-2 pada permukaan dan bertahannya virus ini pada
permukaan-permukaan tertentu, tidak ada laporan spesifik yang secara langsung
11

mendemonstrasikan penularan fomit. Orang yang berkontak dengan permukaan yang


mungkin infeksius sering kali juga berkontak erat dengan orang yang infeksius,
sehingga transmisi droplet saluran napas dan transmisi fomit sulit dibedakan. Namun,
transmisi fomit dipandang sebagai moda transmisi SARS-CoV-2 yang mungkin
karena adanya temuan-temuan yang konsisten mengenai kontaminasi lingkungan
sekitar kasus-kasus yang terinfeksi dan karena transmisi jenis-jenis coronavirus lain
dan virus-virus saluran pernapasan lain dapat terjadi dengan cara ini.25
4. Cara penularan lain
RNA SARS-CoV-2 juga telah dideteksi di sampel-sampel biologis, termasuk
urine dan feses beberapa pasien.Namun, hingga saat ini belum ada laporan yang
diterbitkan tentang transmisi SARS-CoV-2 melalui feses atau urine. Beberapa
penelitian melaporkan deteksi RNA SARS-CoV-2 di dalam plasma atau serum darah;
virus ini dapat bereplikasi di sel darah. Namun, peran transmisi melalui darah masih
belum dipastikan; dan rendahnya konsentrasi virus di plasma dan serum
mengindikasikan bahwa risiko transmisi melalui rute ini mungkin rendah.25Beberapa
peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun, transmisi secara
vertikal dari ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi. Bila memang
dapat terjadi, data menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil.18,26

2.4 Tes Diagnostik COVID-19


Terdapat beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis COVID-19, yaitu:
1. RT-PCR
WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang
terduga terinfeksi COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah metode deteksi
molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan Reverse
Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).30 RT-PCR adalah tes
diagnostik yang menggunakan spesimen swab nasal, aspirasi trakea atau
bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan standar untuk diagnosis. Metode utama
dan pilihan untuk diagnosis adalah kumpulan sampel dari saluran pernapasan atas
melalui swab nasofaring dan orofaringeal.31
12

RT-PCR dapat menghasilkan hasil positif palsu atau negatif palsu. 31,32 Hasil
positif palsu dapat menyebabkan konsekuensi karantina dan pelacakan kontak yang
tidak diperlukan. Walaupun sensitivitas tes RT-PCR tampaknya sangat tinggi, tetap
mungkin terjadi hasil positif palsu karena kontaminasi swab, terutama pada pasien
asimtomatik. Tingkat sensitivitas tidak jelas, tetapi diperkirakan sekitar 66–80%.31
Hasil negatif palsu lebih berisiko, karena individu yang terinfeksi, yang mungkin
asimptomatik, tidak diisolasi dan akan menginfeksi orang lain.32 Selain itu, karena
masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 6 hari, dan viral load meningkat secara
signifikan selama periode ini, pengujian yang dilakukan di awal periode gejala
mungkin menyebabkan hasil negatif palsu. Demikian pula, hasil RT-PCR
kemungkinan positif palsu pada masa pemulihan infeksi ketika pasien masih mungkin
menular, sekali lagi karena fitur kinetika penyakit yang sama.33
Faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya hasil negatif-palsu adalah
ketidakcukupan pada teknik pengumpulan spesimen, waktu pemaparan, dan sumber
spesimen.Tes negatif tunggal tidak mengecualikan infeksi SARS-CoV-2, terutama
pada orang yang sangat terpajan, jika tes dilakukan dengan menggunakan spesimen
swab nasofaring dan pada awal terjadinya infeksi. Pada kasus seperti ini, mungkin
disarankan untuk mengulang tes atau mengumpulkan sampel dari saluran pernapasan
yang lebih dalam, seperti BAL. Menurut penelitian yang dilakukan di Cina dari 205
pasien dengan jumlah spesimen sebanyak 1070, spesimen dari BAL memilikitingkat
positif tertinggi dari hasil tes PCR SARS-CoV-2 (93%), diikuti oleh sputum (72%),
swab nasal (63%), dan swab faring (32%). Maka sampel dari saluran pernapasan
bawah, seperti BAL, lebih sensitif daripada sampel dari saluran pernapasan atas.26
2. Pencitraan
Diagnosis COVID-19 biasanya dibuat Polymerase Chain Reaction
Testingmelalui swab nasal. Namun, karena tingkat false negative pada hasil tes swab
nasal PCR SARS-CoV-2, temuan klinis, laboratorium, dan pencitraan juga dapat
digunakan untuk membuat diagnosis.26 Modalitas pencitraan utama yang menjadi
pilihan adalah foto toraks dan Computed Tomography Scan (CT-scan) toraks. Pada
13

foto toraks dapat ditemukan gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat,


penebalan peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis.18
Karakteristik CT imaging abnormal yang khas pada individu dengan COVID-
19 adalah opasifikasi ground-glass yang difus, terutama di perifer dan lobus bawah,
opasifikasi ground-glass memiliki margin yang tidak jelas, bronkogram udara,
irregular interlobular yang halus atau penebalan septal, dan penebalan dari pleura
yang berdekatan, dan lobular bilateral multipel, dan beberapa konsolidasi
subsegmental, terutama pada pasien ICU.26,31
3. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan laboratorium yang paling umum ditemukan pada pasien COVID-19 adalah
leukopenia (9-25%), leukositosis (24-30%), limfopenia (63%), peningkatan kadar
alanin aminotransferase dan aspartat aminotransferase (37%). Trombositopenia
ringan, hipertransaminasaemia dan peningkatan laktat dehidrogenase juga telah
dilaporkan. Peningkatan indeks peradangan, penurunan prokalsitonin dan
peningkatan C-Reactive Protein (CRP) biasanya berhubungan dengan tingkat
keparahan penderita COVID-19. Peningkatan D-dimer dan feritin juga dapat
ditemukan pada pasien rawat inap.31

2.5 Pencegahan COVID-19


Pencegahan COVID-19 dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1. Menjaga Kebersihan Tangan
Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol
(handsanitizer) minimal 20-30 detik. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut
dengan tangan yang tidak bersih.30
2. Tetapkan Etika Batuk dan Bersin
Menerapkan etika batuk dan bersin meliputi:30
a. Jika memiliki gejala batuk bersin, pakailah masker medis.
14

Gunakan masker dengan tepat, tidak membuka tutup masker dan tidak
menyentuh permukaan masker. Bila tanpa sengaja menyentuh segera cuci tangan
dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol.
b. Jika tidak memiliki masker, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu langsung
buang tisu ke tempat sampah tertutup dan segera cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol.
c. Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas bagian
dalam.
3. Pemakaian Masker
Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan masker
saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini, karenanya
harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus
dikombinasikan dengan kebersihan tangan dan usaha-usaha pencegahan lainnya.30
Berikut dasar-dasar cara memakai masker:30
- Bersihkan tangan sebelum mengenakan masker, serta sebelum dan sesudah
melepasnya, dan setelah menyentuh masker kapan saja.
- Pastikan masker menutupi hidung, mulut, dan dagu.
- Setelah melepas masker, simpan di dalam kantong plastik bersih, dan cuci
masker setiap hari jika itu adalah masker kain, dan apabila merupakan masker medis,
masker dapat dibuang di tempat sampah.
- Jangan gunakan masker dengan katup.
4. Menjaga jarak
Menghindari kontak langsung dengan orang sehat (kemungkinan pasien tanpa
gejala) atau orang yang terinfeksi, menghindari perjalanan yang tidak penting,
mengamati aturan social distancing seperti menghindari tempat umum yang ramai
dan menjaga jarak setidaknya dua meter dengan orang lain, terutama jika mereka
batuk atau bersin, dan menghindari berjabat tangan saat menyapa orang lain.30
15

2.6 RisikoTransmisi COVID-19 pada Praktik Dokter Gigi


Setelah COVID-19 diumumkan sebagai pandemi oleh WHO, majalah The New
York Times menerbitkan artikel yang memeringkatkan profesi kesehatan berdasarkan
risiko tertinggi terinfeksi COVID-19, dimana praktisi dental menduduki peringkat
teratas.34 Rongga mulut memainkan peran penting dalam penularan COVID-19 dan
membawa potensi infeksi silang yang berisiko tinggi dalam perawatan gigi.35 Akibat
kontak tatap muka yang dekat dengan pasien dan penggunaan yang sering dari alat
tajam, dokter gigi seringkali terpapar sekresi saluran pernapasan, darah, saliva, dan
cairan tubuh yang terkontaminasi lainnya sehingga berisiko terinfeksi SARS-CoV-2.
Transmisi SARS-CoV-2 dalam lingkungan praktik dokter gigi terjadi melalui empat
jalur besar, yaitu:17
1. Paparan langsung pada sekresi pernapasan yang mengandung droplet, darah,
saliva, dan cairan tubuh yang terkontaminasi lainnya.
2. Kontak tidak langsung dengan permukaan dan/ atauinstrumen yang
terkontaminasi
3. Menghirup virus yang ada di udara
4. Kontak mukosa (hidung, mulut, dan konjungtiva) dengan droplet dan aerosol
daripasien yang terinfeksisaat batuk dan berbicara tanpa memakai masker.
Transmisi SARS-CoV-2 paling banyak terjadi melalui droplet dan aerosol
karena terlepas dari semua tindakan pencegahan yang diambil, hampirtidak mungkin
untuk mengurangi produksi droplet dan aerosol menjadi nol selama prosedur
perawatan gigi. Handpiece gigi memanfaatkan gas berkecepatan tinggi untuk
berputar dengan air mengalir,yang menyebabkan produksi droplet dan aerosol yang
bercampur dengan saliva pasien dan/atau darah dalam jumlah yang cukup besar. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa SARS-CoV-2 mampu ditularkan melalui praktik
kedokteran gigi; penularan ini dapat terjadi dari pasien ke staf klinik atau ke pasien
lain di klinik. Penelitian telah menunjukkan bahwa virus korona dapat tetap
hiduppermukaan logam, kaca, dan plastik selama beberapa hari. Oleh karena itu,
permukaan di klinik gigi dapat berfungsi menjadi tempatuntuk droplet dan aerosol
16

bercampur dengan saliva pasien dan/ atau darah, sehingga secara efektif dapat
membantu dalam penyebaran infeksi.17
Selama prosedur perawatan gigi, aerosol dan percikan dapat diproduksi oleh
pasien, saluran air dental unit (Dental Unit Water Line/ DUWL) atau instrumen yang
digunakan. Pada pasien, mikroorganisme yang ada di dalam mulut dan saluran
pernapasan dapat diangkut pada aerosol yang dihasilkan. Kontaminasi melalui
saluran air dental unit yang mengandung organisme mungkin disebabkan oleh desain
saluran air yang sempit, genangan air, pemanas kursi dental unit dan kegagalan pada
katup anti-retraksi. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam rongga mulut selama
penggunaan saluran air dental unit pada prosedur perawatan gigi dan dapat
menyebabkan penyebaran infeksi.36 Instrumen juga dapat menghasilkan aerosol, yaitu
pada tindakan yang menggunakan scaler ultrasonik dan sonik, air polishing, air water
syringe, dan preparasi gigi dengan air turbine handpiece atau air abrasion.28,36
Aerosol didefinisikan sebagai kombinasi cairan danpartikel padat (berdiameter
kurang dari 50 μm) dan saat cairan menguap, partikel padat membentuk droplet
nuclei 0,5 sampai 10 μm yang terdiri dari saliva, serum kering dan mikroorganisme.
Droplet nuclei ini dapat membawa bakteri, virus, serta penularan berbagai penyakit
menularseperti SARS-COV-2, mencapai alveoli paru, atau droplet nuclei ini dapat
tetap mengapung di udara selama beberapa jam. Percikan terdiri dari campuran udara,
air dan/ atau benda padat zat, yang berukuran 50 μm hingga beberapa milimeter dan
dapat terlihat dengan mata telanjang. Karena massanya, percikan memiliki energi
kinetik untuk bergerak secara balistik dan menetap di atas objek karena tekanan
gravitasi.36
17

Gambar 3. Dinamika transmisi SARS-CoV-2 dalam lingkungan perawatan


gigi.17

2.7 Kontrol Infeksi COVID-19 pada Praktik Dokter Gigi


1. Evaluasi Pasien
Dalam evaluasi pasien, hal terpenting adalah patient triage. Ikatan Dokter Gigi
Indonesia telah mengusulkan beberapa pedoman perawatan yang harus dilakukan
selama pandemi. Disarankan juga untuk menunda pengobatan elektif dan melakukan
teledentistry. Teledentistry dapat digunakan untuk melakukan anamnesis, membuat
diagnosis bahkan untuk meresepkan obat. Setelah ditentukan bahwa pasien
membutuhkan perawatan darurat yang mendesak, kemudian dapat dilakukan skrining
terhadap pasien. Skrining dapat dilakukan pada pasien saat pasien tiba. Beberapa
pertanyaan telah dikembangkan untuk pra-skrining pasien20,37:
1) Apakah Anda mengalami demam selama 14 hari terakhir?
2) Apakah Anda mengalami kesulitan bernapas seperti batuk dalam 14 hari
terakhir?
3) Apakah dalam 14 hari Anda pernah melakukan perjalanan di kawasan zona
merah COVID-19 sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah Indonesia?
18

4) Apakah Anda, dalam waktu 14 hari, pernah berhubungan dengan orang yang
demam, batuk atau kesulitan bernapas atau orang dicurigai mengidap COVID-19?
5) Apakah Anda pernah berpartisipasi dalam pertemuan atau pertemuan sosial
apa pun dan berhubungan dengan banyak peserta yang belum mengenal Anda baru-
baru ini?
Jika pasien menjawab 'ya' untuk pertanyaan apa pun, sarankan mereka untuk
tidak melanjutkan perawatan gigi, mereka harus dikarantina sendiri, dan dirujuk ke
rumah sakit atau fasilitas kesehatan umum terdekat.Dokter gigi hanya dapat
melanjutkan pengobatan jika pasien menjawab 'tidak' untuk semua pertanyaan dan
suhu tubuh di bawah 37,3°C sebelum masuk klinik.20 Selanjutnya, kondisi gigi pasien
dan urgensi kebutuhan pengobatan perawatan gigi pasien dinilai. Keadaan darurat
gigi, menurut ADA, adalah yang berpotensi mengancam nyawa dan memerlukan
perawatan segera untuk menghentikan perdarahan jaringan yang sedang berlangsung,
atau untuk mengurangi rasa sakit atau infeksi yang parah. Kondisi termasuk
perdarahan yang tidak terkontrol; selulitis atau infeksi bakteri jaringan lunak yang
menyebar dengan pembengkakan intraoral atau ekstraoral yang berpotensi
mengganggu jalan napas pasien; atau trauma yang melibatkan tulang wajah yang
berpotensi mengganggu jalan napas pasien, dan ADA juga menambahkan perawatan
gigi mendesak yang berfokus pada pengelolaan kondisi yang memerlukan perhatian
segera untuk menghilangkan rasa sakit yang parah dan/ atau risiko infeksi dan untuk
meringankan beban bagian gawat darurat rumah sakit. Contoh perawatan perawatan
gigi yang mendesak, yang harus ditangani seminimal invasif mungkin, termasuk38,39:
a. Sakit gigi yang parah akibat peradangan pulpa.
b. Perikoronitis atau nyeri molar ketiga.
c. Osteitis pasca operasi bedah atau penggantian dressing soket kering.
d. Abses atau infeksi bakteri lokal yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan
lokal.
e. Fraktur gigi yang menyebabkan nyeri atau trauma jaringan lunak.
f. Trauma gigi dengan avulsi / luksasi.
19

g. Sementasi perawatan gigi jika restorasi sementara hilang, rusak atau


menyebabkan iritasi gingiva.
h. Karies yang luas atau restorasi yang rusak yang menyebabkan nyeri.
i. Pelepasan jahitan.
j. Penyesuaian gigi tiruan pada pasien radiasi/ onkologi.
k. Penyesuaian atau perbaikan gigi tiruan apabila fungsi terganggu.
l. Mengganti pengisian sementara pada bukaan akses endo pada pasien yang
mengalami nyeri.
m. Pemotongan atau penyesuaian kawat ortodontik atau peralatan yang
menusuk atau melukai mukosa mulut.
Penggunaan termometer dahi non-kontak untuk skrining suhu tubuh dianjurkan
sebelum pasien dapat memasuki klinik gigi.20 Saat tiba, pasien harus diminta untuk
mendesinfeksi tangan mereka dengan pembersih berbasis alkohol dan pasien juga
diharuskan untuk memakai masker sebelum masuk ke dalam klinik, apabila tidak ada,
maka klinik harus menyediakannya. Protokol physical distancing di ruang tunggu
klinik juga perlu diatur sedemikian rupa agar terdapat jarak antar pasien minimal 1
meter, protokol kebersihan tangan untuk pasien dapat diedukasikan kepada pasien.
Pemasangan poster juga disarankan di pintu masuk dan di ruang tunggu tentang etika
batuk, physical distancing, dan pemakaian masker sepanjang waktu. Dokter gigi juga
harus mengeliminasi barang yang dapat dipakai bersama, melakukan ventilasi secara
benar, dan mengurangi jumlah pasien di ruang tunggu dan memaksimalkan perawatan
dalam satu kali kunjungan untuk mengurangi paparan berulang.40,41
2. Alat Pelindung Diri (APD)
Berdasarkan kemungkinan penyebaran infeksi SARS-CoV-2, tindakan
perlindungan tiga level alat pelindung diri yang direkomendasikan untuk dokter gigi
pada situasi tertentu dalam praktik kedokteran gigi.
a. Level 1, yaitu proteksi standar untuk staf klinik menggunakan penutup
kepala, masker bedah, jas putih, goggle atau face shield, sarung tangan lateks atau
nitrile, dan pelindung kaki.
20

b. Level 2, yaitu untuk proteksi dokter menggunakan alat pelindung diri seperti
pada level 1 ditambah dengan gown/pakaian bedah sekali pakai.
c. Level 3 digunakan untuk melakukan tindakan pada pasien suspek atau
terkonfirmasi COVID-19. APD level 3 yang digunakan yaitu penutup kepala,
pelindung mata dan wajah (face shield), masker N95 atau ekuivalen,baju/ pakaian
jaga, sarung tangan bedah lateks, boots/ sepatu karet dengan pelindung sepatu.
Meskipun pasien yang infeksi SARS-CoV-2 tidak diharapkan untuk dirawat di
klinik gigi, namun apabila hal ini terjadi terjadi,dokter gigi memerlukan pakaian
proteksi (hazmat), jika hazmat tidak tersedia, maka dapat menggunakan jas putih
yang dilapisi dengangown atau jubah sekali pakai, serta ditambah dengan, sarung
tangan lateks sekali pakai dan pelindung sepatu yang kedap air.2,42
3. Kebersihan Tangan
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan yang paling sering ditekankan oleh
WHO dan otoritas perawatan kesehatanuntuk membatasi penyebaran virus corona.
Kebersihan tangan yang baik untuk pasiendan dokter gigi sangat penting karena
protokol mencuci tangan yang tepat mungkin tidak diikuti oleh beberapa
orangsehingga menimbulkan tantangan yang tidak perlu untuk pengendalian infeksi
selama pandemi. Disarankan bahwa dokter gigi harus mencuci tangan dengan
pedoman kebersihan tangan 2-sebelum dan 3-setelah, yaitu sebelum pemeriksaan
pasien, sebelum prosedur gigi, setelah menyentuh pasien, setelah menyentuh
lingkungan dan peralatan tanpa desinfeksi, dan setelah menyentuh mukosa mulut,
kulit yang rusak atau luka, darah, cairan tubuh, saliva, dan kotoran. Dokter gigi juga
harus menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut mereka sendiri hingga aman
untuk dilakukan.2
WHO selalu menganjurkan untuk mencuci tangan di fasilitas kesehatan.
Prosedur kebersihan tangan telah tersebar luas, gunakan air bersih dan mengalir untuk
membersihkan tangan. Gunakan dan oleskan sabun secukupnya untuk menutupi
semua permukaan, diperkirakan 40-60 detik cukup untuk membersihkan semua
permukaan. Penggunaan handuk sekali pakai lebih dianjurkan.20 Dalam keadaan di
mana tidak ada sabun dan air yang tersedia, antiseptik berbasis alkohol dengan
21

setidaknya 80% etanol atau 75% isopropanol juga telah dibuktikan sebagai teknik
pengendalian infeksi silang yang sederhana dan efektif yang dapat menonaktifkan
enveloped virus, termasuk virus corona.36
4. Pemberian Obat Kumur
Obat kumur antimikroba sebelum perawatan dental umumnya diyakini dapat
mengurangi jumlah mikroba di rongga mulut. Namun, chlorhexidine, yang biasa
digunakan sebagai obat kumur dalam praktik kedokteran gigi, tidak efektif untuk
membunuh SARS-CoV-2. Karena SARS-CoV-2 rentan oksidasi, maka obat kumur
sebelum perawatan dental yang mengandung agen oksidatif seperti Hidrogen
Peroksida 1% atau PovidoneIodine 0,2% direkomendasikan, karena dapat
mengurangi jumlah mikroba oral, termasuk potensi carrier SARS-CoV-2.2
5. Isolasi Rubber Dam
Penggunaan rubber dam dapat secara signifikan meminimalkan produksi
aerosol atau percikan yang tercemar saliva dan darah, khususnya dalam kasus ketika
handpiece berkecepatan tinggi dan perangkat ultrasonik gigi digunakan. Jika rubber
dam diterapkan, alat suction bervolume tinggi untuk aerosol dan percikan harus
digunakanselama prosedur bersama dengan suction biasa. Pada kasus ini,
implementasi operasi four-hand juga diperlukan.2 Jika isolasi rubber dam tidak
memungkinkan dalam beberapa kasus, prosedur invasif minimal dipilih sebagai
alternatif untuk prosedur yang menghasilkan aerosol, seperti penggunaan CariSolv
untuk membuang karies, radiografi ekstraoral, yang dipilih sebagai pengganti
radiografi intraoral, dan penggunaan scaler manual.40
6. Sterilisasi Ruangan Praktik Dokter Gigi
Desinfeksi pada lingkungan praktik dokter gigi harus dilakukan dengan baik
secara rutin untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Mengingat kemampuan SARS-
CoV-2 yang dapat bertahan hidup pada permukaan selama setidaknya beberapa jam,
sangat penting untuk melakukan sanitasi yang layak pada lingkungan yang berpotensi
terkontaminasi. Beberapa formulasi yang mampu menonaktifkanvirus (seperti
natrium hipoklorit 0,5% -5%, atau Povidone-Iodine 10%), dan banyak di antaranya
sudah biasa digunakan dipraktik dokter gigi. Jika formulasi ini kurang, European
22

Center for Disease Prevention and Control (ECDC) menyarankan penggunaan sabun
netral, atau untuk permukaanyang dapat dirusak oleh zat ini, dapat digunakan solusi
alkohol 70%.43 Pembersihan lingkungan kerja, dengan melakukan desinfeksi pada
ruang tunggu pasien, gagang pintu, meja, kursi, dental unit. Lantai dapat dibersihkan
menggunakan benzalkonium klorida 2% yang sudah banyak dijual dalam produk
pasaran pembersih lantai.44
7. Aerosol Suction dan High Vacuum Evacuator
Pengurangan kontaminasi mikroorganisme dari aerosol yang dihasilkan pada
saat menggunakan high speed handpiece, air syringe, dan ultrasonic scaler dapat
dilakukan dengan menggunakan high volume evacuator (HVE), seperti yang terlihat
pada Gambar 4.27,28 HVE adalah suction yang dapat menghisap udara sampai dengan
2,83 m3 per menit. Dengan menggunakan HVE, aerosol dapat terhisap sehingga
kontaminasi dapat berkurang sampai 90%. Tetapi ketika menggunakan HVE, dokter
gigi harus dibantu oleh asisten atau perawat gigi.45 Penggunaan High Volume
Evacuator (HVE) telah terbukti mengurangi kontaminasi yang timbul pada situs
operasi sebanyak lebih dari 90%. Perlu ditekankan bahwa untuk sebuah sistem
suction untuk diklasifikasikan sebagai HVE, harus dapat menghilangkan volume
udara yang besar dalam waktu singkat. Evakuator dengan vakum tinggi tetapi tidak
menghilangkan volume udara yang besar, seperti digunakan secara rutin
untuksuctionpada rumah sakit, tidak dianggap sebagai HVE.28
Sistem vakum dilaporkan lebih efektif dalam mengurangi paparan aerosol pada
praktik dokter gigi daripada penggunaan menyaring respirator saja. Studi lain juga
menekankan penggunaan high vacuum evacuator dapat mengurangi paparan partikel
yang sangat kecil pada pasien dan dokter gigi sebanyak lebih dari 80% dibandingkan
dengan dental suction konvensional.20
23

Gambar 4. High volume evacuator.27

2.8 Dampak COVID-19 pada Praktik Dokter Gigi


Setelah COVID-19 diumumkan sebagai pandemi oleh WHO, majalah The New
York Times menerbitkan artikel yang memeringkatkan profesi kesehatan berdasarkan
risiko tertinggi terinfeksi COVID-19 dimana para penyedia layanan kesehatan gigi
menduduki peringkat teratas.9 Risiko penularan COVID-19 terhadap penyedia
layanan gigi sangat signifikan, dan dapat berpotensi menjangkiti pasien selama
perawatan gigi darurat. Data dari lima negara teratas yang terpengaruh COVID-19
memperkirakan bahwa 15-20% petugas kesehatan terinfeksi COVID-19.36 Perawatan
kesehatan gigi secara signifikan dipengaruhi oleh pandemi COVID-19. Praktik dokter
gigi mengalami kerugian finansial yang signifikan karena mereka disarankan untuk
membatasi perawatan yang diberikan dengan hanya menyediakan perawatan gigi
yang darurat. Rekomendasi ini merupakan langkah yang positif, namun hal tersebut
telah menyebabkan masalah finansial yang serius bagi praktik dokter gigi.9Dampak
signifikan COVID-19 yang dilaporkan antara lain penurunan jumlah pasien, dimana
hanya 38% pasien yang mendatangi klinik gigi saat terjadi pandemi COVID-19.
Kasus tersebut didominasi oleh trauma gigi dan infeksi rongga mulut. Laporan lain
menunjukkan bahwa kunjungan rutin berkurang lima persen selama pandemi yang
pada gilirannya membawa dampak finansial pada praktik kedokteran gigi di seluruh
dunia.20
24

2.9 Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons
Pengukuran sikap dapat dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melalui
pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung
dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.46
Menurut Notoatmodjo, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Menurut Gerungan, sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang
suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum
mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek. sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan, yaitu:46
1. Menerima (receiving), terjadi jika individu tersebut memiliki kemauan untuk
memperhatikan stimulus yang diterima.
2. Merespons (responding), terjadi jika individu telah memberikan reaksi yang
tampak pada perilakunya terhadap stimulus
3. Menghargai (valuing), terjadi jika individu mulai memberikan penghargaan
pada stimulus yang diterima dan meneruskan stimulus tersebut pada orang yang
lainnya.
4. Bertanggung jawab (responsible), terjadi jika individu telah menerima segala
konsekuensi dari pilihannya dan bersedia untuk bertanggung jawab yang diterima.
25

2.10 Kerangka Konsep

Dokter Gigi Praktik di Kota Medan

Pengalaman Sikap Kehidupan Praktik


1. Kehidupan Pribadi
2. Kualitas Pelayanan
3. Status Finansial
26

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, yaitu untuk
mendeskripsikan dampak pandemi COVID-19 terhadap pengalaman, sikap, dan
kehidupan praktik dokter gigi di Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di praktik dokter gigi yang berlokasi di Kota Medan.
Waktu penelitian dilakukan selama bulan September 2021 sampai November 2021.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah para dokter gigi yang praktik di Kota Medan,
yaitu sebanyak 1381 dokter gigi.

3.3.2 Sampel
Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus
penelitian yaitu:
Z 2 (1−α/2) × P × (1 − P)
n=
d2

Z 2 (1−α/2) × P × (1 − P)
n=
d2
(1,96)2 × 0,70 × (1 − 0,70)
n=
0,052

n = 322,6944

n ≈ 323
27

Keterangan:
n : jumlah subjek penelitian
𝑍 2 (1−𝛼/2) : nilai kepercayaan 95% = 1,96
P : proporsi dampak pandemi COVID-19 terhadap praktik dokter gigi
pada penelitian sebelumnya (70%)12
d : presisi ditetapkan sebesar 5%

Maka besar sampel pada penelitian ini adalah 323 orang. Untuk mencegah
kemungkinan drop out, jumlah sampel ditambah 10%. Dengan demikian, besar
sampel adalah 355 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple
random sampling. Simple random sampling adalah teknik sampling dimana setiap
individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.
Cara sampling dengan simple random sampling, yaitu memberikan kesempatan
yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel.
1. Peneliti mendapatkan data dokter gigi yang praktik di Kota Medan dari PDGI
Cabang Medan dalam bentuk file excel melalui email.
2. Kemudian masing-masing anggota populasi diberi nomor.
3. Kemudian peneliti menggunakan aplikasi “random.org” untuk mengacak
nomor dengan maksimal nomor yang dapat dipilih adalah sebanyak jumlah populasi
dokter gigi pada data PDGI Medan.
4. Pengambilan nomor dari aplikasi “random.org” dilakukan satu per satu
sampai diperoleh jumlah sampel yang diperlukan.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusinya adalah:
1. Dokter gigi yang bekerja di praktik pribadi di Kota Medan.
2. Dokter gigi yang bersedia menjadi subjek penelitian.
28

3.4.2 Kriteria eksklusi


Kriteria eksklusinya adalah:
1. Dokter gigi yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

3.5 Variabel dan Definisi Operational Penelitian


Cara/ Skala
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Alat Ukur Ukur
Pengalaman Peristiwa yang dialami oleh Kuesioner Persentase Nominal
dokter gigi dalam kegiatan sebanyak
berpraktik selama masa 6
pandemi COVID-19 pertanyaan
meliputi perubahan rencana
perawatan, prosedur non
darurat, perubahan jam
kerja, upaya menjalankan
kembali klinik,
perlengkapan praktik yang
sulit didapatkan selama
pandemi COVID-19, dan
kegiatan dokter gigi di
waktu luang.
Sikap Pandangan dokter gigi Kuesioner Persentase Nominal
mengenai dampak COVID- sebanyak
19 terhadap praktik dokter 15
gigi meliputi keefektifan pertanyaan
konsultasi melalui telepon,
pemeriksaan COVID-19
pada pasien, pembukaan
kembali klinik, masalah
29

Tabel Lanjutan. Variabel dan Definisi Operasional


Cara/ Skala
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Alat Ukur Ukur
finansial, kecemasan dan
depresi, berita terbaru
COVID-19, pedoman
praktik gigi selama
pandemi, dan keefektifan
penggunaan APD.
Kehidupan Kehidupan praktik dokter Kuesioner 0 = tidak Nominal
praktik gigi yang termasuk: sebanyak 1= ya
1. Kehidupan pribadi 23
(personnal life) yang pertanyaan
meliputi peningkatan
jumlah pasien yang
melakukan konsultasi/
perawatan melalui telepon,
praktisi yang pernah
menangani pasien berisiko
tinggi, praktisi yang pernah
mengalami gejala COVID-
19, praktisi yang pernah
terinfeksi COVID-19.
2. Kualitas pelayanan yang
meliputi perubahan waktu
kerja, penanganan kasus
darurat/ non darurat,
perubahan standar praktik
dental, penerapan pedoman
30

Tabel Lanjutan. Variabel dan Definisi Operasional


Cara/ Skala
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Alat Ukur Ukur
praktik kedokteran gigi
yang terbaru.
3. Status finansial yang
meliputi penyediaan APD,
peningkatan harga APD,
bantuan APD dari
pemerintah, peningkatan
penggunaan APD,
penurunan pendapatan,
bantuan finansial dari
pemerintah, pendapatan
klinik, masalah finansial,
pengurangan staf,
keputusan staf untuk tidak
bekerja, pembiayaan staf,
dan bantuan finansial/ BLT
untuk staf.

3.6 Prosedur Penelitian


Prosedur pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan ethical clearance dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) dan surat izin penelitian dari Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
2. Setelah memperoleh surat izin, penelitian dilakukan dengan membagikan
kuesioner secara online menggunakan media google form kepada dokter gigi praktik
di Kota Medan.
31

3. Peneliti mengirim link google form yang berisi penjelasan mengenai


penelitian, persetujuan, dan kuesioner kepada subjek yang dipilih. Setelah membaca
penjelasan mengenai penelitian, responden diminta persetujuan untuk berpartisipasi
pada penelitian melalui google form. Apabila responden menyetujui, maka dilakukan
pengisian kuesioner oleh responden.
4. Setelah kuesioner terkumpul, maka peneliti melakukan pengolahan data
kemudian peneliti melakukan penyusunan hasil penelitian.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


Data-data yang terkumpul selanjutnya dilakukan editing, coding, dan entry
data. Pengolahannya dilakukan dengan komputerisasi yaitu data dimasukkan ke
dalam program komputer untuk dianalisis. Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui dampak pandemi COVID-19 terhadap pengalaman, sikap, dan kehidupan
praktik dokter gigi di Kota Medan yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
Analisa data dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian sesuai dengan teori yang
ada.

3.8 Etika Penelitian


3.8.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance)
Peneliti mengajukan surat permohonan atas kelayakan etik disertai dengan
proposal penelitian yang ditujukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
di Fakultas Kedokteran USU.

3.8.2 Lembar Persetujuan


Peneliti telah menyediakan lembar persetujuan untuk menjadi sampel
penelitian (informed consent) yang disertai dengan penjelasan mengenai penelitian
yang akan dilakukan untuk dibaca dan disetujui oleh sampel sebelum mengisi
kuesioner penelitian
32

3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)


Sampel pada penelitian ini diberi jaminan atas data yang diberikan agar
identitas subjek pada sampel penelitian ini dapat dirahasiakan dan tidak
dipublikasikan tanpa izin dari subjek penelitian.
33

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden


Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 74,1% dan laki-laki sebanyak 25,9%. Berdasarkan usia, usia
24-35 tahun memiliki persentase tertinggi yaitu sebanyak 67,60%, diikuti usia 36-45
tahun sebanyak 17,46%, 45-56 tahun sebanyak 12,4%, dan usia 57-67 tahun
sebanyak 2,25%. Lebih dari separuh responden memiliki pengalaman lama praktik <
10 tahun yaitu sebanyak 61,13%, dan sebagian besar responden berpraktik pribadi di
daerah perkotaan yaitu sebanyak 85,07%. Hampir semua responden (92,96%)
merupakan dokter gigi umum, dan 7,04% merupakan dokter gigi spesialis, dimana
3,66% diantaranya merupakan Spesialis Ortodonsia, 0,85% Spesialis Prostodonsia,
0,28% Spesialis Kedokteran Gigi Anak, 0,85% Spesialis Periodonsia, 0,85%
Spesialis Bedah Mulut, dan 0,56% Spesialis Konservasi Gigi (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Responden Dokter Gigi Praktik di Kota Medan (N=355)


Karakteristik Responden n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 92 25,9
Perempuan 263 74,1
Usia
24-35 tahun 240 67,60
36-45 tahun 62 17,46
46-56 tahun 44 12,4
57-67 tahun 8 2,25
Lama Praktik
<10 tahun 217 61,13
10-20 tahun 101 28,45
20-30 tahun 32 9,01
>30 tahun 5 1,41
Letak Klinik Gigi
Perkotaan 302 85,07
Pinggiran Kota 53 14,93
34

Tabel 1. Karakteristik Responden Dokter Gigi Praktik di Kota Medan (N=355)


(Lanjutan)
Karakteristik Responden n %

Spesialisasi Dokter Gigi


Umum 330 92,96
Ortodonsia 13 3,66
Prostodonsia 3 0,85
Periodonsia 3 0,85
Konservasi Gigi 2 0,56
Kedokteran Gigi Anak 1 0,28
Bedah Mulut 3 0,85

4.2 Pengalaman Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota


Medan
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak
52,11% responden hanya menangani kasus darurat saja. Sebanyak 27,32% responden
tidak melakukan perawatan non darurat apapun selama pandemi dan memilih untuk
melakukan prosedur pemeriksaan awal sebagai perawatan non darurat yang dilakukan
selama pandemi. Sebanyak 56,90% responden mengubah jam kerja sampai fase
waspada COVID-19 berakhir. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 80%
responden menggunakan APD sebagai upaya menjalankan kembali klinik gigi selama
masa pandemi. Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 69,86% responden
memilih sarung tangan sebagai perlengkapan praktik yang sulit didapatkan selama
masa pandemi COVID-19. Sebanyak 40% responden memilih untuk berolahraga
untuk mengisi waktu luang selama masa pandemi (Tabel 2).
35

Tabel 2. Pengalaman Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355)
Pengalaman n %
Perubahan rencana perawatan
Tidak ada perubahan 125 35,21
Tidak melakukan perawatan sampai pandemi berakhir 10 2,82
Tidak melakukan perawatan sampai fase waspada
pandemi berakhir 35 9,86
Hanya menangani kasus darurat saja 185 52,11
Prosedur non darurat
Tidak boleh melakukan perawatan non-darurat apapun 97 27,32
Perawatan estetika gigi 42 11,83
Pengobatan restoratif lesi karies asimtomatik 75 21,13
Pencabutan gigi asimtomatik 44 12,39
Pemeriksaan awal 97 27,32
Perubahan jam kerja
Saat pandemi COVID-19 berakhir 80 22,54
Saat fase waspada COVID-19 berakhir 202 56,90
Saat ini 73 20,56
Upaya menjalankan kembali klinik
Tidak merawat pasien hingga pandemi COVID-19 10 2,82
berakhir
Hanya merawat pasien yang tidak memiliki gejala 37 10,42
COVID-19
Melakukan tes COVID-19 pada pasien 24 6,76
Menggunakan APD 284 80
Perlengkapan praktik yang sulit didapatkan selama pandemi
COVID-19 40 11,27
Medical gown 35 9,86
Masker 248 69,86
Sarung tangan 5 1,41
Goggles atau face shield 27 7,61
Bahan desinfektan
Kegiatan dokter gigi di waktu luang
Tidak ada waktu luang 55 15,49
Melakukan penelitian 3 0,85
Berkomunikasi dengan orang lain 56 15,77
Belajar 99 27,89
Olahraga 142 40
36

4.3 Sikap Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota


Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 46,48% responden menjawab
ragu-ragu bahwa konsultasi via telepon efektif dalam menyelesaikan permasalahan
pasien. Sebanyak 51,27% setuju bahwa pemeriksaan gejala COVID-19 pada pasien
merupakan tugas yang harus selalu dilakukan, dan menjadikan pengambilan tes
COVID-19 sebagai rutinitas dalam praktik. Sebanyak 44,79% responden menjawab
tidak setuju bahwa pembukaan kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19
akan menyebabkan penyebaran virus, dan sebanyak 53,52% responden memilih
untuk terus menjalankan praktik gigi terlepas dari situasi pandemi COVID-19 saat
ini. Sebanyak 38,87% responden menjawab ragu-ragu sedang mengalami masalah
finansial akibat pandemi, dan sebanyak 35,21% responden ragu-ragu akan segera
mengalami masalah finansial akibat pandemi. Sebanyak 55,49% responden
menjawab tidak mengalami gejala depresi dan kecemasan akibat situasi pandemi, dan
sebanyak 89,01% responden menjawab tidak setuju perlu melakukan konsultasi
dengan psikiater. Sebanyak 60% responden menjawab setuju untuk terus mengikuti
berita terbaru tentang COVID-19, dan lebih dari separuh responden yaitu sebanyak
69,58% responden setuju bahwa mengikuti berita terbaru dari pandemi COVID-19
adalah hal yang bermanfaat, dan sebanyak 61,69% responden menyatakan tidak
setuju bahwa mengikuti berita terbaru dari pandemi COVID-19 menyebkan
timbulnya perasaan depresi dan cemas. Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak
80% responden setuju bahwa pedoman praktik gigi yang dipublikasikan selama masa
pandemi COVID-19 bermanfaat, dan sebanyak 60,28% responden percaya bahwa
pedoman untuk praktik gigi selama masa pandemi COVID-19 akan berubah di masa
yang akan datang. Hampir seluruh responden, yaitu sebanyak 85,07% responden
setuju bahwa penggunaan APD efektif dalam mencegah penularan virus (Tabel 3).
37

Tabel 3. Sikap Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355)
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
Sikap
n % n % n %
Konsultasi via telepon efektif dalam 79 22,25 165 46,48 111 31,27
menyelesaikan permasalahan pasien
Memeriksa pasien untuk gejala 182 51,27 46 12,96 127 35,77
COVID-19 adalah tugas yang harus
dilakukan
Pengambilan tes COVID-19 pada 182 51,27 136 38,31 37 10,42
pasien harus dijadikan sebagai
rutinitas
Pembukaan kembali klinik gigi akan 54 15,21 142 40 159 44,79
menyebabkan penyebaran virus
Praktik gigi terus dilanjutkan 190 53,52 122 34,37 43 12,11
terlepas dari situasi pandemi
COVID-19
Saya sedang mengalami masalah 107 30,14 138 38,87 110 30,99
finansial akibat pandemi
Saya akan segera mengalami 117 32,96 125 35,21 113 31,83
masalah finansial akibat pandemi
Saya mengalami gejala kecemasan 56 15,78 102 28,73 197 55,49
dan depresi selama situasi pandemi
ini
Saya merasa perlu berkonsultasi 15 4,23 24 6,76 316 89,01
dengan psikiater
Saya terus mengikuti berita terbaru 213 60 92 25,92 50 14,08
tentang COVID-19
38

Tabel 3. Sikap Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355) (Lanjutan)
Tidak
Setuju Ragu-ragu
Sikap setuju
n % n % n %
Mengikuti berita terbaru dari pandemi 247 69,58 71 20 37 10,42
COVID-19 bermanfaat bagi saya
Mengikuti berita terbaru dari pandemi 51 14,37 85 23,94 219 61,69
COVID-19 menyebabkan saya
mengalami depresi dan kecemasan
Pedoman praktik gigi yang 284 80 51 14,37 20 5,63
dipublikasikan selama masa pandemi
COVID-19 bermanfaat
Pedoman untuk praktik gigi selama 214 60,28 101 28,45 40 11,27
masa pandemi COVID-19 akan diubah
di masa depan
Penggunaan APD efektif dalam 302 85,07 32 9,01 21 5,92
mencegah penularan virus

4.4 Kehidupan Praktik Dokter Gigi Akibat Pandemi COVID-19 di Kota


Medan
Hasil penelitian menunjukkan sebagian responden mengalami peningkatan
jumlah pasien yang melakukan konsultasi/ perawatan melalui telepon, yaitu sebanyak
56,90%, dan responden yang memilih untuk tidak menangani pasien berisiko tinggi
selama pandemi sebanyak 93,80%. Sebanyak 15,21% responden pernah mengalami
gejala COVID-19, dan sebanyak 12,39% pernah terinfeksi penyakit tersebut.
Sebanyak 22,54% perawat gigi pernah mengalami gejala COVID-19, dan sebanyak
15,77% perawat gigi pernah terinfeksi COVID-19. Sebanyak 62,61% responden tidak
mengubah waktu kerja dan tidak menangani pasien non darurat untuk alasan
finansial. Sebagian responden mengubah waktu kerja dan hanya menangani kasus
39

mendesak dan darurat saja, yaitu sebanyak 61,41%. Lebih dari separuh responden,
yaitu sebanyak 69,01% mengubah standar praktik dental menjadi perawatan yang
berfokus pada perawatan preventif, tidak melakukan perawatan yang tidak
diperlukan, dan mengurangi sesi perawatan. Hampir semua responden mengikuti
perkembangan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru, yaitu sebanyak
97,18%, dan 94,08% responden menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang
terbaru dalam menjalankan praktik. Sebanyak 81,97% responden kesulitan dalam
mendapatkan APD. Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 59,15% responden
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi selama pandemi. Hampir semua
responden, yaitu sebanyak 98,59% yang bekerja di klinik pribadi tidak mendapat
bantuan APD dari pemerintah. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 88,17%
responden menyatakan terdapat adanya peningkatan dalam penggunaan APD.
Sebanyak 80,28% responden mengalami penurunan pendapatan selama masa
pandemi, dan sebanyak 98,87% responden tidak menerima bantuan finansial dari
pemerintah. Sebanyak 59,15% responden tidak mempunyai pendapatan lain selain
dari praktik untuk pengeluaran sehari-hari. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak
83,10% responden menyatakan bahwa masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan
timbulnya masalah finansial di masa yang akan datang. Sebanyak 79,44% responden
tidak mengurangi jumlah pegawai/ perawat gigi karena alasan finansial yang
diakibatkan situasi pandemi, dan sebanyak 82,54% pegawai/ perawat gigi
memutuskan untuk tetap bekerja selama pandemi. Sebanyak 73,24% responden
menyatakan bahwa pembiayaan untuk pegawai/ perawat gigi tetap diberikan
meskipun klinik sedang ditutup selama pandemi. Hampir separuh responden, yaitu
sebanyak 58,31% responden tidak merekomendasikan pegawai/ perawat gigi untuk
mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah/ BLT (Tabel 4).
40

Tabel 4. Kehidupan Praktik Dokter Gigi Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355)
Kehidupan Praktik n %
Kehidupan Pribadi
Peningkatan jumlah pasien yang melakukan konsultasi/
perawatan melalui telepon
Ya 202 56,90
Tidak 153 43,10
Praktisi pernah menangani pasien berisiko tinggi
Ya 22 6,20
Tidak 333 93,80
Praktisi pernah terinfeksi COVID-19?
Ya 44 12,39
Tidak 311 87,61
Praktisi pernah mengalami gejala COVID-19?
Ya 54 15,21
Tidak 301 84,79
Perawat gigi pernah terinfeksi COVID-19?
Ya 56 15,77
Tidak 299 84,23
Perawat gigi pernah mengalami gejala COVID-19?
Ya 80 22,54
Tidak 275 77,46
Kualitas Pelayanan
Perubahan waktu kerja dan tetap menangani pasien non darurat
karena alasan finansial
Ya 115 32,39
Tidak 240 67,61
Perubahan waktu kerja dan hanya menangani kasus mendesak
dan darurat saja
Ya 218 61,41
Tidak 137 38,59
Perubahan standar praktik dental
Ya 245 69,01
Tidak 110 30,99
Mengikuti perkembangan pedoman praktik kedokteran gigi
yang terbaru
Ya 345 97,18
Tidak 10 2,82
Menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru
Ya 334 94,08
Tidak 21 5,92
41

Tabel 4. Kehidupan Praktik Dokter Gigi Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355) (Lanjutan)
Kehidupan Praktik n %
Status Finansial
Penyediaan APD
Ya 291 81,97
Tidak 64 18,03
Peningkatan harga APD
Ya 210 59,15
Tidak 145 40,86
Bantuan APD dari pemerintah
Ya 5 1,41
Tidak 350 98,59
Peningkatan penggunaan APD
Ya 313 88,17
Tidak 42 11,83
Penurunan pendapatan
Ya 285 80,28
Tidak 70 19,72
Menerima bantuan finansial dari pemerintah
Ya 4 1,13
Tidak 351 98,87
Mendapat pendapatan selain dari klinik
Ya 145 40,84
Tidak 210 59,15
Masalah finansial di masa yang akan datang
Ya 295 83,10
Tidak 60 16,90
Pengurangan staf karena alasan finansial
Ya 73 20,56
Tidak 282 79,44
Keputusan staf untuk tidak bekerja
Ya 62 17,46
Tidak 293 82,54
Pembiayaan staf saat klinik ditutup
Ya 260 73,24
Tidak 95 26,76
Merekomendasikan BLT dari pemerintah untuk staf
Ya 148 41,69
Tidak 207 58,31
42

BAB 5
PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak


52,11% responden hanya menangani kasus darurat saja. Sebanyak 27,32% responden
tidak melakukan perawatan non darurat apapun selama pandemi dan 27,32% memilih
prosedur pemeriksaan awal sebagai perawatan non darurat yang boleh dilakukan
selama pandemi. Sebanyak 56,90% responden menunggu sampai fase waspada
COVID-19 berakhir untuk melanjutkan kembali jam kerja normal (Tabel 2). Hasil ini
lebih tinggi dari penelitian Ahmadi dkk, dimana hanya 26% dokter gigi yang memilih
untuk menangani kasus darurat saja selama pandemi, 82% tidak melakukan
perawatan non darurat apapun, dan 46% menunggu sampai fase waspada COVID-19
berakhir untuk melanjutkan kembali jam kerja normal.12 Hasil ini mungkin
disebabkan oleh penelitian Ahmadi dilakukan pada masa awal pandemi dimana
penanganan dari pemerintah dan pengetahuan mengenai virus baru penyebab
COVID-19 masih kurang, sehingga dokter gigi di Iran memilih untuk tidak
menangani kasus darurat dan tidak melakukan perawatan non darurat apapun untuk
menghindari terinfeksi COVID-19, sedangkan penelitian di Kota Medan dilakukan
pada saat telah tersedianya vaksin COVID-19 serta penanganan dan pengetahuan
mengenai COVID-19 telah mengalami peningkatan dibandingkan saat awal pandemi,
sehingga dokter gigi dapat mulai beradaptasi dengan situasi saat ini dengan
menangani kasus darurat dan melakukan pemeriksaan awal selama masa pandemi.
Selain itu, terdapat juga surat edaran dari Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi
Indonesia (PB PDGI) untuk para dokter gigi di Indonesia agar menunda segala
bentuk tindakan perawatan gigi yang bersifat elektif dan hanya melakukan perawatan
untuk kasus-kasus darurat.44 Dokter gigi tidak melakukan perawatan non darurat
apapun selama pandemi dan memilih prosedur pemeriksaan awal sebagai perawatan
non darurat yang dapat dilakukan mungkin karena penelitian ini dilaksanakan saat
PPKM level 4 sedang diberlakukan di Kota Medan, dikarenakan terdapat angka kasus
konfirmasi positif COVID-19 lebih dari 150 orang per 100 ribu penduduk per
43

minggu, kejadian rawat inap di rumah sakit lebih dari 30 orang per 100 ribu
penduduk per minggu, serta angka kematian akibat COVID-19 lebih dari lima orang
per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.47,48 Sebagian besar responden pada
penelitian, yaitu sebanyak 80% menggunakan APD sebagai upaya menjalankan
kembali klinik gigi selama masa pandemi, lebih dari separuh responden, yaitu
sebanyak 69,86% responden memilih sarung tangan sebagai perlengkapan praktik
yang sulit didapatkan selama masa pandemi COVID-19, dan sebanyak 40%
responden memilih untuk berolahraga untuk mengisi waktu luang selama masa
pandemi (Tabel 2). Pada penelitian Ahmadi dkk, menunjukkan bahwa 45%
responden menggunakan APD sebagai upaya dalam menjalankan kembali klinik gigi,
22% kesulitan untuk mencari sarung tangan, dan 16% memilih untuk berolahraga
sebagai kegiatan pada waktu luangnya selama pandemi.12 Hasil ini mungkin karena
pada awal pandemi harga APD meningkat secara drastis dan sulit didapatkan karena
terdapat permintaan yang tinggi di berbagai negara, sehingga tidak banyak dokter gigi
di Iran yang dapat mengandalkan penggunaan APD dalam menjalankan praktiknya
selama masa pandemi. Dokter gigi memilih untuk menggunakan APD sebagai upaya
dalam menjalankan kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19 karena
APD telah terbukti menjadi salah satu cara untuk memutus rantai penularan infeksi
serta salah satu upaya perlindungan diri bagi tenaga kesehatan dalam melakukan
pelayanan kesehatan.49 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dokter gigi setuju
penggunaan APD efektif dalam mencegah penularan virus, dan PB PDGI
menganjurkan dokter gigi untuk menggunakan APD level 3 saat melakukan tindakan
gawat darurat karena tindakan dokter gigi tergolong tindakan yang menimbulkan
penyebaran droplet dan aerosol.49 Akan tetapi, situasi pandemi COVID-19
menyebabkan kelangkaan APD. APD yang paling sulit didapatkan oleh dokter gigi
selama masa pandemi di Kota Medan merupakan sarung tangan (69,86%). Hal ini
mungkin terjadi karena permintaan untuk sarung tangan tidak sebanyak masker,
dimana masker merupakan salah satu protokol kesehatan yang wajib dipakai oleh
masyarakat, sehingga penyediaan untuk masker ditingkatkan agar sesuai dengan
permintaan yang juga meningkat. Namun, dokter dan dokter gigi juga disarankan
44

untuk menggunakan sarung tangan double saat melakukan perawatan selama pandemi
COVID-19.49 Selain itu, kekhawatiran terhadap pandemi juga menyebabkan
masyarakat banyak membeli sarung tangan.50 Hal ini mungkin mengakibatkan
permintaan untuk sarung tangan meningkat dan tidak seimbang dengan
penyediaannya selama pandemi, sehingga menyebabkan dokter gigi sulit untuk
mendapatkan sarung tangan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Ahmadi dkk, yang
menunjukkan bahwa masker menjadi perlengkapan praktik yang sulit didapatkan. Hal
ini mungkin disebabkan oleh pemakaian masker yang diutamakan selama masa awal
pandemi sebagai langkah pencegahan COVID-19, sehingga terdapat peningkatan
yang signifikan dalam permintaan masker baik dari tenaga kesehatan maupun
masyarakat, tetapi tidak dapat diimbangi dengan penyediaannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas dokter gigi di Kota Medan memilih untuk berolahraga
sebagai kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, hal ini mungkin disebabkan
olahraga terbukti mampu mengurangi gejala kecemasan dan depresi, sehingga dapat
meningkatkan kesehatan mental, dimana dilihat dari hasil penelitian, hanya sedikit
dokter gigi yang mengalami gejala depresi dan kecemasan selama masa pandemi
(15,78%). Selain itu, olahraga juga memiliki pengaruh terhadap COVID-19, dimana
olahraga dapat meningkatkan sistem imunitas, kesehatan metabolik, fungsi
kardiovaskular, kekuatan otot, dan kesehatan mental. Perbedaan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dan Ahmadi dkk mungkin disebabkan waktu pelaksanaan
penelitian yang berbeda, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dkk dilakukan
pada masa awal pandemi COVID-19 sehingga pengalaman yang dialami oleh dokter
gigi di Iran pada saat itu dan dokter gigi di Medan saat ini telah berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 46,48% responden ragu-ragu
bahwa konsultasi via telepon efektif dalam menyelesaikan permasalahan pasien
(Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prajapati dkk, dimana 58,8%
responden ragu-ragu bahwa konsultasi via telepon efektif dalam menyelesaikan
permasalahan pasien.51 Hasil penelitian ini mungkin menunjukkan bahwa kurangnya
minat dokter gigi terhadap teledentistry mungkin disebabkan oleh dokter gigi merasa
kesulitan dan mungkin enggan untuk mempelajari keterampilan baru. Selain itu,
45

dokter gigi yang kurang pengalaman dalam menggunakan media telekomunikasi dan
internet, juga khawatir akan membuat diagnosis yang tidak akurat. Terdapat juga
peningkatan biaya dalam penggunaan teledentistry, dan kendala terkait infrastruktur,
seperti akses internet yang tidak baik, kekurangan alat, kurangnya pelatihan,
pengetahuan, dan pengalaman dari staf dan dokter gigi. Representasi dua dimensi dari
lesi dan ketidakmampuan dokter gigi dalam melakukan palpasi dan auskultasi juga
termasuk dalam keterbatasan dari penggunaan teledentistry. Pasien juga mungkin
kurang berminat untuk memanfaatkan penggunaan teledentistry karena pasien tidak
dapat berkomunikasi dengan dokter secara langsung sehingga khawatir bahwa
permasalahan dan keluhan tidak dapat disampaikan secara jelas kepada dokter gigi.
Dokter gigi mungkin merasa bahwa meskipun teledentistry dapat memenuhi
kebutuhan konsultasi masyarakat di era pandemi seperti ini, teledentistry tidak dapat
sepenuhnya menggantikan konsultasi tatap muka, sehingga kurang diminati dokter
gigi di Kota Medan.52
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 35,77% responden yang tidak
setuju bahwa pemeriksaan gejala COVID-19 pada pasien merupakan tugas yang
harus selalu dilakukan dan 10,42% responden tidak setuju untuk menjadikan
pengambilan tes COVID-19 sebagai rutinitas dalam praktik (Tabel 3). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Gambarini dkk, yaitu hanya 20,71% yang
tidak setuju untuk melakukan pengambilan tes COVID-19 pada pasien sebelum
perawatan. Hal ini mungkin disebabkan dokter gigi merasa bahwa pengambilan tes
COVID-19 tidak harus dijadikan hal yang rutin pada praktik karena biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan tes COVID-19 cukup mahal. Sselain itu, pengambilan
tes COVID-19 juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien, sehingga
pasien menjadi enggan datang ke praktik untuk melakukan perawatan.
Sebanyak 44,79% responden menjawab tidak setuju bahwa pembukaan
kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan penyebaran
virus, dan sebanyak 53,52% responden memilih untuk terus menjalankan praktik gigi
terlepas dari situasi pandemi COVID-19 saat ini (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Prajapati dkk, dimana sebanyak 46,9% tidak setuju bahwa
46

pembukaan kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan
penyebaran virus, dan 47,9% setuju praktik gigi dapat dijalankan kembali terlepas
dari situasi pandemi COVID-19 saat ini.51,53 Dokter gigi mungkin tidak setuju bahwa
pembukaan klinik gigi selama masa pandemi akan menyebabkan penyebaran virus
karena pencegahan dan pengendalian infeksi di klinik telah ditingkatkan. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas dokter gigi di
Kota Medan telah melaksanakan pemeriksaan gejala COVID-19 dan pengambilan tes
COVID-19 pada pasien di praktik, meningkatkan penggunaan APD, mengurangi jam
kerja, serta hanya sedikit dokter gigi dan perawat gigi yang pernah terinfeksi COVID-
19, sehingga dokter gigi berpendapat bahwa praktik gigi dapat terus dilanjutkan
terlepas dari situasi pandemi COVID-19.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 38,87% responden ragu-ragu sedang
mengalami masalah finansial akibat pandemi, dan sebanyak 35,21% responden ragu-
ragu akan segera mengalami masalah finansial akibat pandemi (Tabel 3). Hasil
penelitian lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Ahmadi dkk, dimana
sebanyak 64% responden menjawab sedang mengalami masalah finansial akibat
pandemi, 77% responden setuju akan segera mengalami masalah finansial akibat
pandemi.12 Hal ini mungkin disebabkan penelitian di Iran dilakukan pada masa awal
pandemi dimana dokter gigi mengalami perubahan drastis dengan hanya menangani
perawatan darurat saja atapun tidak memberikan perawatan sama sekali, sedangkan
dokter gigi di Kota Medan ragu-ragu sedang mengalami masalah finansial akibat
pandemi meskipun terdapat penurunan pendapatan, hal ini mungkin karena dokter
gigi sudah mulai beradaptasi dengan keadaan dan mulai menyediakan perawatan baik
darurat maupun non darurat pada pasien. Selain itu, dokter gigi juga memiliki
pendapatan lain selain dari klinik dan dari karakteristik responden penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas dokter gigi berjenis kelamin perempuan, dimana hal
ini menunjukkan bahwa dokter gigi tersebut bukan merupakan kepala keluarga
sehingga sumber pendapatan tidak hanya dari praktik dokter gigi saja.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 15,78% responden menjawab
mengalami gejala depresi dan kecemasan akibat situasi pandemi, dan sebanyak
47

4,23% responden menjawab setuju perlu melakukan konsultasi dengan psikiater


(Tabel 3). Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh
Prajapati dkk di India, dimana 38,1% responden menjawab mengalami gejala depresi
dan kecemasan akibat situasi pandemi, dan penelitian Estrich dkk di Amerika Serikat,
dimana dokter gigi yang mengalami gejala depresi adalah sebanyak 8,6% dan yang
mengalami gejala kecemasan adalah sebanyak 19,5%.51,54 Hasil ini mungkin
disebabkan jumlah kasus COVID-19 di India lebih tinggi daripada di Indonesia dan
Amerika Serikat pada saat penelitian dilaksanakan. Selain itu, dokter gigi di Kota
Medan juga berpendapat bahwa APD efektif dalam mencegah penularan virus,
sehingga rasa kecemasan yang dialami selama pandemi berkurang.55
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 14,08% responden tidak setuju
untuk terus mengikuti berita terbaru tentang COVID-19 dan sebanyak 10,42%
responden tidak setuju mengikuti berita terbaru dari pandemi COVID-19 sebagai hal
yang bermanfaat (Tabel 3). Hal ini mungkin disebabkan adanya anggapan dokter gigi
bahwa berita terbaru tentang COVID-19 dapat menimbulkan depresi dan kecemasan.
Pada penelitian ini terlihat bahwa sebanyak 14,37% responden yang menyatakan
bahwa mengikuti berita terbaru dari pandemi COVID-19 menyebabkan timbulnya
perasaan depresi dan cemas (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ahmadi dkk, dimana 28% menjawab tidak setuju untuk terus
mengikuti berita terbaru tentang COVID-19, sebanyak 15% tidak setuju mengikuti
berita terbaru dari pandemi COVID-19 sebagai hal yang bermanfaat, dan 33%
menyatakan bahwa mengikuti berita terbaru dari pandemi COVID-19 menyebabkan
timbulnya perasaan depresi dan cemas.12
Hasil penelitian menunjukkan 5,63% responden tidak setuju bahwa pedoman
praktik gigi yang dipublikasikan selama masa pandemi COVID-19 bermanfaat,
sebanyak 11,27% responden tidak setuju bahwa pedoman untuk praktik gigi selama
masa pandemi COVID-19 akan berubah di masa yang akan datang, dan sebanyak
5,92% responden tidak setuju bahwa penggunaan APD efektif dalam mencegah
penularan virus (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ahmadi dkk, dimana 11% tidak setuju bahwa pedoman praktik
48

gigi yang dipublikasikan selama masa pandemi COVID-19 bermanfaat, 8% tidak


setuju bahwa pedoman untuk praktik gigi selama masa pandemi COVID-19 akan
berubah di masa yang akan datang, dan 5% tidak setuju bahwa penggunaan APD
efektif dalam mencegah penularan virus. Hal ini mungkin karena dokter gigi merasa
pedoman yang dikeluarkan tidak diperbarui, sedangkan virus COVID-19 terus
berkembang hingga beberapa variasi virus baru. Tetapi, mungkin juga terdapat
beberapa dokter gigi yang merasa pedoman yang untuk praktik gigi yang dikeluarkan
selama masa pandemi COVID-19 sudah cukup bagus, sehingga dokter gigi percaya
bahwa pedoman tidak akan diubah lagi di masa yang akan datang. Terdapat dokter
gigi yang tidak setuju penggunaan APD efektif dalam mencegah penularan virus, hal
ini mungkin karena dokter gigi merasa bahwa penggunaan APD saja, apabila tidak
dilengkapi dengan disinfeksi ruangan dan pengendalian infeksi lainnya tidak akan
efektif dalam mencegah penularan virus di praktik gigi.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian responden mengalami peningkatan
jumlah pasien yang melakukan konsultasi/ perawatan melalui telepon, yaitu sebanyak
56,90% (Tabel 4), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dkk di Iran
tahun 2020, menyebutkan bahwa 38% dokter gigi mengalami peningkatan dalam
melalui konsultasi/ perawatan via telepon.12 Hasil ini mungkin disebabkan penelitian
Ahmadi di Iran dilakukan pada awal pandemi sehingga masyarakat merasa tidak
perlu melakukan konsultasi melalui telepon, dan dapat menunggu sampai pandemi
berakhir untuk mengunjungi praktik dokter gigi. Peningkatan pasien yang melakukan
konsultasi/ perawatan melalui telepon menunjukkan bahwa pasien memiliki keluhan
tetapi masih merasa takut untuk langsung mengunjungi praktik dokter gigi selama
pandemi COVID-19 karena tingginya risiko penularan virus yang berpotensi fatal.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 93,80% responden yang memilih
untuk tidak menangani pasien berisiko tinggi selama pandemi. Sebanyak 15,21%
responden pernah mengalami gejala COVID-19, dan sebanyak 12,39% pernah
terinfeksi penyakit tersebut. Sebanyak 22,54% perawat gigi pernah mengalami gejala
COVID-19, dan sebanyak 15,77% perawat gigi pernah terinfeksi COVID-19 (Tabel
4). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prajapati dkk di India, yang
49

menyebutkan bahwa 70% tidak melakukan perawatan terhadap pasien berisiko tinggi,
14,9% dokter gigi pernah mengalami gejala COVID-19, 9,8% dokter gigi pernah
terinfeksi COVID-19, dan pada penelitian Ahmadi dkk, yang menyebutkan bahwa
sebanyak 3% dari perawat gigi pernah mengalami gejala COVID-19.12,51 Hasil ini
mungkin disebabkan mayoritas dokter gigi di India telah memutuskan untuk mulai
kembali berpraktik seperti normal dengan mulai melakukan perawatan terhadap
semua pasien termasuk pasien berisiko tinggi, sedangkan kasus di Kota Medan
sedang meningkat saat penelitian dilakukan sehingga dokter gigi memilih untuk tidak
melakukan perawatan terhadap pasien berisiko tinggi. Praktisi yang pernah
mengalami gejala COVID-19 memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah yang positif terinfeksi. Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa
praktisi dan perawat gigi mengalami gejala COVID-19, tetapi tidak melakukan
pemeriksaan COVID-19, sehingga tidak terdiagnosis. Praktik gigi harus dijalankan
dengan meningkatkan kegiatan pengendalian infeksi, dan sebaiknya perawatan non
darurat ditunda sampai akhir pandemi, seperti yang telah diketahui bahwa praktik gigi
dapat menjadi tempat terjadinya transmisi nosokomial virus SARS-CoV-2 yang dapat
menyebabkan penularan antara pasien dan dokter gigi.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 62,61% responden tidak menangani
pasien non darurat untuk alasan finansial. Sebagian responden mengubah waktu kerja
dan hanya menangani kasus mendesak dan darurat saja, yaitu sebanyak 61,41%.
Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 69,01% mengubah standar praktik
dental menjadi perawatan yang berfokus pada perawatan preventif, tidak melakukan
perawatan yang tidak diperlukan, dan mengurangi sesi perawatan. Hampir semua
responden mengikuti perkembangan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru,
yaitu sebanyak 97,18%, dan 94,08% responden menerapkan pedoman praktik
kedokteran gigi yang terbaru dalam menjalankan praktik (Tabel 4). Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prajapati dkk, dimana 60,3% hanya
menangani kasus mendesak dan darurat saja, 91% mengubah protokol kerja dalam
berpraktik untuk meningkatkan keamanan dokter gigi dan pasien, dan 70,1%
mengikuti dan menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru dalam
50

menyediakan perawatan gigi selama masa pandemi.51 Hal ini mungkin menunjukkan
bahwa dokter gigi telah mengikuti dan menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi
terbaru dengan hanya menangani kasus yang mendesak dan darurat saja, serta dari
hasil penelitian yang menunjukkan dokter gigi menunda tindakan tanpa keluhan
simtomatik, bersifat elektif, perawatan estetis, dan tindakan yang menggunakan bur/
scaler/ suction seperti yang dianjurkan oleh PB PDGI pada surat edaran pedoman
pelayanan kedokteran gigi selama pandemi virus COVID-19.44
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 81,97% responden kesulitan dalam
mendapatkan APD. Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 59,15% responden
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi selama pandemi. Hampir semua
responden, yaitu sebanyak 98,59% yang bekerja di klinik pribadi tidak mendapatkan
bantuan APD dari pemerintah, dan sebanyak 98,87% responden tidak menerima
bantuan finansial dari pemerintah. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 88,17%
responden menyatakan terdapat adanya peningkatan dalam penggunaan APD (Tabel
4). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dkk,
dimana 87% dokter gigi kesulitan mendapatkan APD, 98% membeli APD dengan
harga yang lebih tinggi, dan pada penelitian Hamid dkk, 93,7% dokter gigi yang
bekerja di klinik pribadi tidak mendapat bantuan APD dari pemerintah, 71,2%
responden tidak menerima bantuan finansial dari pemerintah, dan 93,7%
meningkatkan penggunaan APD.57 Hal ini menunjukkan bahwa permintaan APD
yang meningkat dengan cepat mengakibatkan kekurangan persediaan APD di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia, sehingga para dokter gigi kesulitan dalam mendapatkan
APD. Kurangnya persediaan APD menyebabkan terjadinya peningkatan harga pada
APD. Namun, mayoritas praktik pribadi dokter gigi saat ini tidak menerima bantuan
APD dan finansial dari pemerintah, hal ini mungkin karena bantuan dari pemerintah
lebih diutamakan untuk diberikan kepada instansi kesehatan milik pemerintah,
sedangkan penelitian ini dilakukan di praktik pribadi milik dokter gigi.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 80,28% responden mengalami
penurunan pendapatan selama masa pandemi. Sebanyak 59,15% responden tidak
mempunyai pendapatan lain selain dari praktik untuk pengeluaran sehari-hari (Tabel
51

4). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hamid dkk, dimana 79,28% mengalami
penurunan pendapatan selama masa pandemi, 77,4% tidak mempunyai pendapatan
lain selain dari praktik.57 Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 83,10%
responden menyatakan bahwa masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan
timbulnya masalah finansial di masa yang akan datang (Tabel 4). Hasil penelitian ini
lebih tinggi dari penelitian Ahmadi dkk, dimana 57% menyatakan bahwa masa
pandemi COVID-19 akan menyebabkan timbulnya masalah finansial di masa yang
akan datang.12 Penurunan pendapatan klinik gigi yang dialami oleh dokter gigi juga
mungkin disebabkan oleh peningkatan harga dan penggunaan APD, perawatan gigi
yang disediakan terbatas, perubahan waktu kerja, dan penurunan kunjungan pasien
pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut karena kebanyakan pasien takut tertular
COVID-19. Hal-hal ini mungkin dapat menyebabkan masalah finansial di masa yang
akan datang karena melihat situasi penyebaran yang disebabkan COVID-19 saat ini,
tampaknya situasi ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 79,44% responden tidak mengurangi
jumlah pegawai/ perawat gigi karena alasan finansial yang diakibatkan situasi
pandemi, 82,54% pegawai/ perawat gigi memutuskan untuk tetap bekerja selama
pandemi (Tabel 4). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hamid dkk, dimana
82,9% tidak mengurangi jumlah pegawai/ perawat gigi, 77,5% pegawai/ perawat gigi
memutuskan untuk tetap bekerja selama pandemi.57 Pada saat ini dokter gigi tidak
mengurangi staf karena alasan finansial meskipun sedang mengalami penurunan
pendapatan, hal ini mungkin menunjukkan bahwa pembiayaan untuk staf dikurangi,
selain itu staf juga memutuskan untuk tetap bekerja selama masa pandemi COVID-19
mungkin disebabkan pekerjaan tersebut merupakan sumber penghasilan utama bagi
staf. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 73,24% responden menyatakan bahwa
pembiayaan untuk pegawai/ perawat gigi tetap diberikan meskipun klinik sedang
ditutup selama pandemi. Hampir separuh responden, yaitu sebanyak 58,31%
responden tidak merekomendasikan pegawai/ perawat gigi untuk mendapatkan
bantuan langsung dari pemerintah/ BLT. Pada penelitian Ahmadi dkk 52% dokter
gigi menyatakan bahwa pembiayaan untuk pegawai/ perawat gigi tetap diberikan
52

meskipun klinik sedang ditutup selama pandemi, dan 76% dokter gigi tidak
merekomendasikan pegawai/ perawat gigi untuk mendapatkan bantuan langsung dari
pemerintah/ BLT.12 Hal ini mungkin disebabkan pada saat penelitian dilakukan,
dokter gigi di Iran banyak yang tidak melakukan perawatan apapun selama pandemi
sehingga mengalami masalah finansial akibat pandemi COVID-19 dan tidak mampu
untuk tetap membiayai pegawai/ perawat gigi dan merekomendasikan pegawai/
perawat gigi untuk mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah/ BLT, sedangkan
penelitian yang dilakukan di Kota Medan, dokter gigi sudah mendapatkan vaksin dan
telah dapat menjalankan praktik, sehingga sebagian besar dokter gigi menyatakan
tidak sedang mengalami masalah finansial.
53

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Dampak pandemi COVID-19 terhadap pengalaman dokter gigi praktik di
Kota Medan menunjukkan 52,11% dokter gigi hanya menangani kasus darurat saja,
56,90% dokter gigi mengubah jam kerja sampai fase waspada COVID-19 berakhir,
dan 69,86% dokter gigi menyatakan kesulitan dalam mendapatkan sarung tangan.
2. Dampak pandemi COVID-19 terhadap sikap dokter gigi praktik di Kota
Medan menunjukkan 31,27% dokter gigi menyatakan konsultasi via telepon tidak
efektif dalam menyelesaikan permasalahan pasien, 10,42% dokter gigi tidak setuju
untuk menjadikan pengambilan tes COVID-19 sebagai rutinitas dalam praktik,
14,08% dokter gigi tidak setuju untuk terus mengikuti berita terbaru tentang COVID-
19, 14,37% dokter gigi menyatakan bahwa mengikuti berita terbaru dari pandemi
COVID-19 menyebabkan timbulnya perasaan depresi dan cemas, dan 5,92% dokter
gigi tidak setuju bahwa penggunaan APD efektif dalam mencegah penularan virus.
3. Dampak pandemi COVID-19 terhadap kehidupan praktik dokter gigi di
Kota Medan berdasarkan kehidupan pribadi dokter gigi menunjukkan 56,90% dokter
gigi mengalami peningkatan jumlah pasien yang melakukan konsultasi/ perawatan
melalui telepon, 93,80% dokter gigi memilih untuk tidak menangani pasien berisiko
tinggi selama pandemi. Dalam memberikan pelayanan, 61,41% dokter gigi mengubah
waktu kerja dan hanya menangani kasus mendesak dan darurat saja, dan 94,08%
dokter gigi menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru dalam
menjalankan praktik. Beberapa masalah pada bidang finansial yang dihadapi dokter
gigi dalam menjalani praktik selama pandemi menunjukkan 80,28% dokter gigi
mengalami penurunan pendapatan selama masa pandemi, 59,15% dokter gigi
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi, dan 98,59% dokter gigi tidak
mendapat bantuan APD dari pemerintah.
54

6.2 Saran
1. Dokter gigi dapat tetap menjalankan praktiknya dengan meningkatkan
pelayanan melalui teledentistry, karena dilihat dari situasi saat ini, tidak diketahui
kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.
2. Dokter gigi dapat meningkatkan protokol kesehatan dan lebih
memperhatikan kegiatan pengendalian infeksi di praktik agar dokter gigi dapat
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut selama masa pandemi COVID-19
tanpa menimbulkan perasaan depresi dan cemas.
3. Dokter gigi tidak khawatir untuk menjalankan praktik dan menerapkan tarif
APD untuk setiap pasien yang telah dikomunikasikan kepada pasien terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan perawatan gigi.

DAFTAR PUSTAKA
55

1. Pascawati NA, Satoto TBT. Public knowledge, attitudes and practices towards
COVID-19. Int J Public Health Sci. 2020; 9(4): 292-3.
2. Peng X, Xu X, Li Y, Cheng L, Zhou X, Ren B. Transmission routes of 2019-
nCoV and controls in dental practice. Int J Oral Sci. 2020; 12(1): 1-6.
3. World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the
media briefing on COVID-19. <https://www.who.int/director-
general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-
briefing-on-covid-19---11-march-2020>(1 November 2020).
4. World Health Organization. WHO Coronavirus Disease (Covid-19) Dashboard.
<https://covid19.who.int/?gclid=Cj0KCQjwufn8BRCwARIsAKzP697WhmJo4H
PW2kRs_s7VnPk0LAFUIE28qBWuvnChoqjtn7cZtBtVrSUaAmaQEALw_wcB
> (1 November 2020).
5. Odeh ND, Babkair H, Abu-Hammad S, Borzangy S, Abu-Hammad A, Abu-
Hammad O. COVID-19: Present and Future Challenges for Dental Practice. Int.
J. Environ. Res. Public. Health. 2020; 17(3151): 2.
6. Centers for Disease and Prevention. Guidance for Dental Settings: interim
infection prevention and control guidance for dental settings during the
coronavirus disease (COVID-19) pandemic. https://www.cdc.
gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/dental-settings.html. 16 Februari 2021
7. Kementerian Kesehatan Indonesia. Dashboard kasus COVID-19 di Indonesia.
2020. <https://www.kemkes.go.id/article/view/20031900002/Dashboard-Data-
Kasus-COVID-19-di-Indonesia.html> (1 November 2020).
8. Liputan 6. 338 Dokter Gigi Positif COVID-19 dan 33 Meninggal Dunia karena
Virus Corona. <https://www.liputan6.com/health/read/4478676/338-dokter-gigi-
positif-covid-19-dan-33-meninggal-dunia-karena-virus-
corona?HouseAds&campaign=VirusCorona_Health_STM>(11 Februari 2021).
9. Ali S, Farooq I, Abdelsalam M, AlHumaid J. Current clinical dental practice
guidelines and the financial impact of COVID-19 on Dental Care Providers. Eur
J Dent. 2020; 14(1): 140-3.
56

10. Kamyar N, Vujicic M. Modeling the Impact of COVID-19 on U.S. Dental


Spending. American Dental Association. 2020: 3.
11. Bawa SKS, Sharma P, Jindal V, Malhotra R, Malhotra D, Goel A, et al.
Assessing the Dental Practitioner’s Awareness, Fear, Anxiety and Practices to
Battle the Covid-19 Pandemic in Himachal Pradesh, India. Dental Res Manag.
2020; 4(1): 36.
12. Ahmadi H, Ebrahimi, Ghorbani F The impact of COVID‑19 pandemic on dental
practice in Iran: a questionnaire‑based report. BMC Oral Health. 2020; 20(354):
2, 5-6.
13. Mahdee AF, Gul SS, Abdulkareem AA, Qasim SSB. Anxiety, Practice
Modification, and Economic Impact Among Iraqi Dentists During the COVID-
19. Frontiers in Med. 2020; 7: 4-5,7
14. Izzetti R, Gennai S, Nisi M, Barone A, Giuca MR, Gabriele M, et al. .A
perspective on dental activity during COVID-19: The Italiansurvey. Oral
Diseases. 2021; 27(3): 695-6,699.
15. Stangvaltaite-Mouhat L, Uhlen MM, Skudutyte-Rysstad R, Hovden EAS,
Shabestari M, Ansteinsson VE. Dental Health Services Response to COVID-19
in Norway. Int J Environ Res Public Health. 2020; 17(5843): 1-17.
16. Dinas Kesehatan Kota Medan. Data General Terkait COVID-19 Kota Medan.
Covid19.pemkomedan.go.id. 3 November 2020.
17. Fallahi HR, Keyhan SO, Zandian D, Kim SG, Cheshmi B. Being a front-line
dentist during the COVID-19 pandemic: a literature review. Maxillofac. Plast.
Reconstr. Surg. 2020; 42(12): 1-6.
18. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan,
dkk. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. J Peny Dalam Ind.
2020; 7(1): 46-7, 50.
19. Handayani D, Hadi DR, Isbaniah F, Burhan E, Agustin H. Penyakit Virus Corona
2019. J Respir Indo. 2020; 40(2): 119.
57

20. Hudyono R, Bramantoro T, Benyamin B, Dwiandhono I, Soesilawati P, Hudyono


AP, dkk. During and post COVID-19 pandemic: prevention of cross infection at
dental practices in country with tropical climate. Dent J. 2020; 53(2): 83-86.
21. Izzetti R, Nisi M, Gabriele M, Graziani F. COVID-19 Transmission in Dental
Practice: Brief Review of Preventive Measures in Italy. J. Dent. Res. 2020;
99(9): 1030-2, 1034.
22. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and Important Lessons From the
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Outbreak in China: Summary of a
Report of 72314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and
Prevention. JAMA. 2020; 323(13): 1239.
23. World Health Organization. Situation Report. 30 Januari 2020.
<https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-
reports/20200130-sitrep-10-ncov. pdf?sfvrsn=d0b2e480_2>(1 Desember 2020).
24. Satgas Penanganan COVID-19. Peta Sebaran. <https://covid19.go.id/peta-
sebaran> (2 Desember 2020).
25. WHO. Transmisi SARS-CoV-2: implikasi terhadap kewaspadaan pencegahan
infeksi. 9 Juli 2020. <https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/transmisi-sars-cov-2---implikasi-untuk-terhadap-
kewaspadaan-pencegahan-infeksi---pernyataan-
keilmuan.pdf?sfvrsn=1534d7df_4>(8 Desember 2020).
26. Wiersinga WJ, Rhodes A, Cheng AC, Peacock SJ, Prescott HC.
Pathophysiology, Transmission, Diagnosis, and Treatment of Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19). JAMA. 2020; 324(8): 783-4, 787.
27. Matys J, Lesniak KG. Dental Aerosol as a Hazard Risk for Dental Workers.
Materials. 2020; 13(5109): 2,5.
28. Harrel SK, Molinari J. Aerosols and splatter in dentistry A brief review of the
literature and infection control implications. JADA. 2004; 135: 432, 434-5.
29. van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A,
Williamson BN, et al. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020: 1-3.
58

30. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi Ke-5. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020: 24, 40-2, 91-4, 110-3.
31. Pascarella G, Strumia A, Piliego C, Bruno F, Buono RD, Costa F. COVID-19
diagnosis and management: a comprehensive Review. J Int Med. 2020; 288: 195-
7.
32. Woloshin S, Patel N, Kesselheim AS. False Negative Tests for SARS-CoV-2
Infection Challenges and Implications. N Eng J Med. 2020: e38(1).
33. Frater JL , Zini G, d’Onofrio G, Rogers HJ. COVID-19 and the clinical
hematology laboratory. Int J Lab Hem. 2020: 12.
34. Barabari P, Moharamzadeh K. Novel Coronavirus (COVID-19) and Dentistry–
AComprehensive Review of Literature. Dent J. 2020; 8(53): 3-6.
35. Peng X, Xu X, Li Y, Cheng L, Zhou X, Ren B. Transmission routes of 2019-
nCoV and controls in dental practice. Int J Oral Sci. 2020; 12(1): 1-6.
36. Aldahlawi SA, Afifi IK. COVID-19 in Dental Practice: Transmission Risk,
Infection Control Challenge,and Clinical Implications. Open Dent J. 2020; 14:
350.
37. Bhanushali P, Katge F, Deshpande S, Chimata VK, Shetty S, Pradhan D.
COVID-19: Changing Trends and Its Impact on Future of Dentistry. 2020 Int J
Dent. 2020; 2020: 2-3.
38. American Dental Association. ADA develops guidance on dental emergency,
nonemergency care. Maret 2020. <https://www.ada.org/en/publications/ada-
news/2020-archive/march/ada-develops-guidance-on-dental-emergency-
nonemergency-care> (20 Desember 2020).
39. Alharbi A, Alharbi S, Alqaidi S. Guidelines for dental care provision during the
COVID-19 pandemic. S Dent J. 2020; 32: 184.
40. Mahdi SS, Ahmed Z, Allana R, Peretti A, Amenta F, Bijle MN, et al. Pivoting
Dental Practice Management during the COVID-19 Pandemic—A Systematic
Review. Medicina. 2020; 56(644): 10-1.
59

41. Passareli PC, Rella E, Manicone PF, Godoy FG, D’Addona A. The impact of the
COVID-19 infection in dentistry. Expr Bio Med. 2020; 245: 941-2.
42. Ketua Tim Mitigasi Dokter Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman
Standar Perlindungan Dokter di Era COVID-19. Agustus 2020.
<https://www.pdspatklin.or.id/assets/files/pdspatklin_2020_09_09_18_05_48.pdf
> (20 Desember 2020).
43. ECDC. Disinfection of environments in healthcare and non-healthcare settings
potentially contaminated with SARS-CoV-2. 18 Februari 2020.
<https://www.ecdc.europa.eu/sites/default/files/documents/coronavirus-SARS-
CoV-2-guidance-environmental-cleaning-non-healthcare-facilities.pdf> (26
Desember 2020).
44. Indonesian Dental Association (PDGI). Surat edaran Nomor: 2776/PB PDGI/III-
3/2020 tentang Pedoman pelayan kedokteran gigi selama pandemi virus COVID-
19. Jakarta; 2020.
45. Liasari I, Lesmana H. Studi Literatur: Pencegahan Penyebaran Sars-Cov-2 pada
Praktik Kedokteran Gigi. Media Kesehatan Gigi. 2020; 19(1): 44.
46. Irwan. Etika dan Perilaku Kesehatan. Gorontalo: CV Absolute Media, 2017: 118-
9.
47. PPKM Medan Masih Level 4, Ini Penyebabnya dan Langkah Walkot Bobby. 16
September 2021. <https://news.detik.com/berita/d-5727107/ppkm-medan-masih-
level-4-ini-penyebabnya-dan-langkah-walkot-bobby> (12 Desember 2021)
48. Fundrika BA, Varwati L. Pengertian PPKM Level 4 Hingga 1: Indikator dan
Cara Menentukan. 28 Juli 2021.
<https://www.suara.com/health/2021/07/28/132500/pengertian-ppkm-level-4-
hingga-1-indikator-dan-cara-menentukan?page=all> (12 Desember 2021)
49. Fatmawati SN, Ulfah AA, Rahmadhani AK. Standarisasi Penggunaan APD bagi
Dokter Gigi di Masa Pandemi COVID-19: Literature Review. Dalam: Prosiding
Dental Seminar Universitas Muhammadiyah. Surakarta, 2021: 186
50. Sadikin RA, Rahmayunita H. Sarung Tangan Mendadak Ludes di Tengah
Corona, Dokter: Gimana Kami Kerja? 21 Maret 2020.
60

<https://www.suara.com/news/2020/03/21/104545/sarung-tangan-mendadak-
ludes-di-tengah-corona-dokter-gimana-kami-kerja>. 9 November 2021.
51. Prajapati AS, Kulkarni PR, Shah HG, Shah DB, Sodani V, Doshi P. Attitude,
Practices and Experience of Dental Professionals during COVID-19 Pandemic: A
Cross-Sectional Survey from Gujarat, India. Adv Hum Biol. 2021; 11: 268-70.
52. Hervina, Nasutianto H, Astuti NKA. Konsultasi dan Edukasi Kesehatan Gigi dan
Mulut serta Protokol Kesehatan selama Masa Pandemi COVID-19 secara Online
melalui Teledentistry. JPKM. 2021; 4(2): 305.
53. Gambarini E, Galli M, Nardo DD, Miccoli G, Patil S, Bhandi S, Giovarruscio M,
et al. A Survey of Perceived COVID-19 Risk in Dentistry and the Possible Use
of Rapid Tests. J Contemp Dent Pract. 2020; 21(7): 720.
54. Estrich CG, Mikkelsen M, Morrissey R, Geisinger ML, Ioannidou E, Vujicic M,
et al. Estimating COVID-19 prevalence and infection control practices among
US dentists JADA. 2020; 151(11): 815.
55. Fadli, Safruddin, Ahmad AS, Sumbara, Baharuddin R. Faktor yang
Mempengaruhi Kecemasan pada Tenaga Kesehatan dalam Upaya Pencegahan
COVID-19. JPKI. 2020; 6(1): 59
56. Mashabi. Manfaat Keterbukaan Data Penanganan COVID-19 untuk Masyarakat.
28 April 2020. <https://nasional.kompas.com/read/2020/04/28/15151891/ini-
manfaat-keterbukaan-data-penanganan-covid-19-untuk-masyarakat?page=all>. 9
November 2021.
57. Hamid NFA, Jaafar A, Mahmod NH, Hamzah RNNRA. Financial Implication of
COVID-19: A Story of Malaysian Dental Practitioner. J Dent Indones. 2021;
28(3): 181.
Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2. Surat keterangan telah melakukan penelitian
Lampiran 3. Lembar Penjelasan

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth:

Bapak/Ibu

.............................

Bersama ini saya Glennys Giovanna Thaslim yang sedang menjalani program
pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara,
memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya
yang berjudul:

“Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pengalaman, Sikap, dan Kehidupan


Praktik Dokter Gigi di Kota Medan”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pandemi COVID-19
terhadap pengalaman, sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi di Kota Medan.
Manfaat dari penelitian ini adalah apabila Bapak/Ibu bersedia menjadi subjek
penelitian ini adalah dapat memberi informasi mengenai dampak pandemi COVID-19
terhadap pengalaman, sikap, dan kehidupan praktik dokter gigi di Kota Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, sehingga tidak ada perlakuan apapun pada subjek sebagai
responden. Subjek hanya akan diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan.
Untuk kepentingan tersebut, maka saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk
berpartisipasi menjadi responden dengan sukarela dan menjawab pertanyaan dengan
sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu ketahui dan laksanakan. Semua
jawaban dan data Bapak/Ibu akan dirahasiakan dan tidak ada maksud atau kegunaan
lain.
Demikian atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu yang telah ikut
berpartisipasi, saya mengucapkan terima kasih. Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam
penelitian ini akan menyumbang sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Glennys Giovanna Thaslim


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Telp : 085297471262

Medan,___________2021

Glennys Giovanna Thaslim


Lampiran 4. Informed Consent

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/HP :
Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini,

Judul : Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pengalaman, Sikap,


dan Kehidupan Praktik Dokter Gigi di Kota Medan
Nama Peneliti : Glennys Giovanna Thaslim
NIM : 170600103
Fakultas : Kedokteran Gigi

Dengan ini saya mengakui bahwa saya memahami sepenuhnya tentang penelitian ini,
dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela, tanpa paksaan. Saya
mengerti bahwa saya telah dijamin terhadap setiap kerugian yang timbul. Nama saya
tidak akan diumumkan dan akan diperlakukan secara rahasia oleh peneliti.
Demikianlah surat persetujuan ini dapat digunakan sepenuhnya.

Medan, 2021
Yang Menyetujui

( )
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/
KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PENGALAMAN,


SIKAP, DAN KEHIDUPAN PRAKTIK DOKTER GIGI DI KOTA
MEDAN

KUESIONER PENELITIAN
Tanggal Pemeriksaan : __/ __/ 2021 No. Responden:

KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
4. Bekerja klinis dengan pasien : 1. Ya 2. Tidak
5. Menutup praktik selama pandemi: 1. Ya 2. Tidak
6. Tempat kerja : 1. Instansi kesehatan pemerintah
2. Klinik gigi pribadi/ praktik mandiri
7. Lama praktik : < 10 tahun 10 tahun
10-20 tahun 20-30 tahun
> 30 tahun
8. Letak klinik gigi : 1. Perkotaan 2. Pinggiran kota
9. Bidang praktik dokter gigi : Dokter gigi Umum
Dokter gigi Spesialis………
PENGALAMAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan peristiwa yang Anda alami dalam
kegiatan berpraktik selama masa pandemi COVID-19!

1. Bagaimana Anda mengubah rencana perawatan Anda selama


masa pandemi COVID-19?
a. Tidak ada perubahan
b. Tidak melakukan perawatan sampai pandemi berakhir
c. Tidak melakukan perawatan sampai fase waspada pandemi berakhir
d. Hanya menangani kasus darurat saja
2. Prosedur non-darurat apa saja yang boleh dilakukan
selama pandemi?
a. Tidak boleh melakukan perawatan non-darurat apapun
b. Perawatan estetika gigi
c. Pengobatan restoratif lesi karies asimtomatik
d. Pencabutan gigi asimtomatik
e. Pemeriksaan awal
3. Kapan jam kerja klinik gigi boleh dibuka kembali seperti jam kerja
biasanya seperti saat sebelum terjadi pandemi?
a. Saat pandemi COVID-19 berakhir
b. Saat fase waspada COVID-19 berakhir
c. Saat ini
4. Bagaimana upaya Anda dalam menjalankan kembali klinik gigi
selama pandemi?
a. Tidak merawat pasien hingga pandemi COVID-19 berakhir
b. Hanya merawat pasien yang tidak memiliki gejala COVID-19
c. Melakukan tes COVID-19 pada pasien
d. Menggunakan APD
5. Manakah dari perlengkapan praktik di bawah ini yang sulit
Anda dapatkan selama pandemi?
a. Medical gown
b. Masker
c. Sarung tangan
d. Goggles atau face shield
e. Bahan desinfektan
6. Apa yang Anda lakukan untuk mengisi waktu luang selama
pandemi?
a. Tidak ada waktu luang
b. Melakukan penelitian
c. Berkomunikasi dengan orang lain
d. Belajar
e. Olahraga
SIKAP
Berilah tanda ceklis (√) pada pernyataan yang sesuai dengan pandangan Anda
mengenai dampak COVID-19 pada praktik dokter gigi di kolom SS untuk jawaban
sangat setuju, S untuk jawaban setuju, RR untuk jawaban ragu-ragu, TS untuk
jawaban tidak setuju, dan STS untuk jawaban sangat tidak setuju

Jawaban
No Pernyataan
SS S RR TS STS
1. Konsultasi via telepon efektif dalam
menyelesaikan permasalahan pasien
2. Memeriksa pasien untuk gejala
COVID-19 adalah tugas yang harus
dilakukan
3. Pengambilan tes COVID-19 pada
pasien harus dijadikan sebagai
rutinitas
4. Pembukaan kembali klinik gigi akan
menyebabkan penyebaran virus
5. Praktik gigi terus dilanjutkan terlepas
dari situasi pandemi COVID-19
6. Saya sedang mengalami masalah
finansial akibat pandemi
7. Saya akan segera mengalami
masalah finansial akibat pandemi
8. Saya mengalami gejala kecemasan
dan depresi selama situasi pandemi
ini
9. Saya merasa perlu berkonsultasi
dengan psikiater

10. Saya terus mengikuti berita terbaru


tentang COVID-19
11. Mengikuti berita terbaru dari
pandemi COVID-19 bermanfaat bagi
saya
12. Mengikuti berita terbaru dari
pandemi COVID-19 menyebabkan
saya mengalami depresi dan
kecemasan
13. Pedoman praktik gigi yang
dipublikasikan selama masa pandemi
COVID-19 bermanfaat
14. Pedoman untuk praktik gigi selama
masa pandemi COVID-19 akan
diubah di masa depan
15. Penggunaan APD efektif dalam
mencegah penularan virus
KEHIDUPAN PRAKTIK

I. KEHIDUPAN PRIBADI
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan akibat dari COVID-19 pada
kehidupan pribadi yang berdampak pada Anda alami selama masa pandemi COVID-
19!

1. Apakah jumlah pasien yang melakukan perawatan/ konsultasi


melalui telepon bertambah banyak?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda merawat pasien risiko tinggi COVID-19?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah Anda pernah terinfeksi COVID-19?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah Anda pernah mengalami gejala COVID-19?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah perawat gigi pernah terinfeksi COVID-19?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah perawat gigi pernah mengalami gejala COVID-19?
a. Ya
b. Tidak
II. KUALITAS PELAYANAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan perubahan pelayanan yang Anda
lakukan pada praktik Anda selama masa pandemi COVID-19!

1. Apakah Anda tidak mengubah waktu kerja dan tetap menangani


pasien non darurat karena alasan finansial?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda mengubah waktu kerja dan membatasi praktik
hanya untuk perawatan mendesak dan darurat saja?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah Anda mengubah standar praktik dental menjadi
perawatan yang berfokus pada perawatan preventif, tidak
melakukan perawatan yang tidak diperlukan, dan mengurangi
sesi perawatan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah Anda terus mengikuti perkembangan pedoman
praktik kedokteran gigi yang terbaru?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah Anda menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi
yang terbaru saat melakukan praktik?
a. Ya
b. Tidak
III. STATUS FINANSIAL
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan masalah finansial yang Anda alami
selama masa pandemi COVID-19!

1. Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mendapatkan APD?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda membeli APD dengan harga yang lebih tinggi?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah Anda mendapat bantuan APD dari organisasi publik?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah penggunaan APD Anda saat ini meningkat?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah penghasilan Anda mengalami penurunan pada saat ini?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah Anda menerima bantuan finansial dari pemerintah?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah Anda mendapatkan pendapatan lain selain dari praktik
dokter gigi untuk pengeluaran sehari-hari?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah masa pandemi ini akan menimbulkan masalah finansial
di masa yang akan datang?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah Anda mengurangi perawat/ pegawai Anda untuk alasan
finansial?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah terdapat perawat/ pegawai Anda yang memutuskan
untuk tidak bekerja saat ini?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah Anda tetap harus membayar gaji perawat/ pegawai
Anda pada saat Anda menutup klinik?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah Anda merekomendasikan pegawai Anda untuk
mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah/ BLT?
a. Ya
b. Tidak

Anda mungkin juga menyukai