SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Tahun 2022
TIM PENGUJI
KETUA : Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D
ANGGOTA : 1. Darmayanti Siregar, drg., M.KM
2. Siska Ella Natassa Mtd, drg., MDSc
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga skripsi ini dengan judul “Dampak Pandemi COVID-19
Terhadap Pengalaman, Sikap, dan Kehidupan Praktik Dokter Gigi di Kota Medan”,
yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam proses penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan serta doa
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara yang memberikan izin dan mempermudah peneliti dalam
menjalankan penelitian ini.
2. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran
Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat yang memberikan izin dan
mempermudah peneliti dalam menjalankan penelitian ini.
3. Siska Ella Natassa Mtd, drg., MDSc selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan motivasi serta senantiasa memberikan
bimbingan dan masukan yang sangat berarti kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Prof Sondang Pintauli, drg., Ph.D, dan Darmayanti Siregar, drg., M.KM
selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini.
5. Siti Salmiah, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan
akademis.
6. Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SP.PD, KGEH selaku Ketua Komisi
Etik penelitian di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan persetujuan pelaksaan penelitian ini.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Kesehatan Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat atas bantuan yang diberikan
sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.
8. Ayah tercinta Endra Thaslim, S.H., ibu tercinta Annabella Ohary, S.E.,
abang tercinta, Andre Giovanni Thaslim, S.H., dan adik tercinta Amanda Geraldine
Thaslim yang senantiasa mengasihi, mendoakan, dan memberi saran dan bantuan,
serta mendukung penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
9. Sahabat-sahabat terkasih dari penulis, yaitu Winna, Livita, Cindy, teman-
teman kelompok belajar ‘Insisivus’ atas dukungan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat dan teman-teman sejawat angkatan 2017 dan teman
seperjuangan di Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi
Masyarakat atas dukungan, saran dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilm
dalam skripsi ini. Namun, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga
skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas,
pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 5
vi
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 27
3.4.1 Kriteria Inklusi ...................................................................... 27
3.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................... 27
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian .......................... 28
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................... 30
3.7 Pengelolahan dan Analisis Data ............................................... 31
3.8 Etika Penelitian ........................................................................ 31
3.8.1 Kelayakan Etik (Ethical Clearance) ..................................... 31
3.8.2 Lembar Persetujuan ............................................................... 31
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality) ............................................... 32
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik responden dokter gigi praktik di Kota Medan (N=355) .... 33
2. Pengalaman Dokter gigi praktik akibat pandemi COVID-19 di Kota
Medan (N=355) ....................................................................................... 35
3. Sikap dokter gigi praktik akibat pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355) .................................................................................................... 37
4. Kehidupan praktik dokter gigi akibat pandemi COVID-19 di Kota
Medan (N=355) ....................................................................................... 40
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Usia Pasien Positif COVID-19 di Indonesia ........................................... 8
2. A. Aerosol yang terlihat yang diproduksi oleh scaler ultrasonik........... 10
B. Aerosol yang terlihat yang diproduksi oleh air polisher ................... 10
3. Dinamika transmisi SARS-CoV-2 dalam lingkungan perawatan gigi .... 17
4. High volume evacuator ........................................................................... 23
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat persetujuan komisi etik pelaksanaan penelitian
2. Surat keterangan telah melakukan penelitian
3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian
4. Lembar persetujuan subjek penelitian (informed consent)
5. Kuesioner penelitian
x
1
BAB 1
PENDAHULUAN
karena bekerja dalam kontak dekat dengan pasien,juga pada lingkungan dokter gigi
melalui penggunaan instrumen rotary dan bedah, seperti handpiece atau scaler
ultrasonik dan jarum suntik dapat menghasilkan droplet air, saliva, darah,
mikroorganisme, aerosol dan debris lainnya. Hal ini menyebabkan praktik dokter gigi
berisiko menjadi lokasi infeksi silang yang tinggi yang berpotensial menjadi risiko
bagi perawatan gigi.2,5,6 Di Indonesia, tingkat kematian COVID-19 adalah sebesar
3,4% dengan tingkat kesembuhan sebanyak 341.942 kasus, yaitu sebesar 82,08%.7
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menyatakan bahwa hingga Senin, 8 Februari
2021, jumlah dokter gigi yang dinyatakan positif COVID-19 sebanyak 338 dokter,
dimana 33 orang di antaranya meninggal dunia.8
American Dental Association (ADA) menyarankan dokter gigi untuk membatasi
perawatan pada praktik menjadi perawatan yang mendesak dan darurat saja karena
prosedur dental biasanya menghasilkan darah dan saliva dapat menjadi salah satu
jalur penyebaran virus. Irish Dental Association menyebutkan bahwa sekitar 75%
dokter gigi praktik mengalami penurunan finansial sebesar lebih dari 70% selama
masa pandemi COVID-19 karena penutupan klinik gigi akibat pandemi COVID-19.9
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ADA Health Policy Institute, pada bulan
April 2020, selama pandemi COVID-19, 79% dokter gigi menutup kliniknya kecuali
untuk pasien darurat, 18% menutup total, dan 3% tetap buka meskipun jumlah pasien
berkurang.10 Penelitian yang dilakukan oleh Bawa dkk pada tahun 2020 menunjukkan
68,8% dokter gigi menunda pengobatan pasien dengan gejala yang mencurigakan.
Hanya sedikit dokter gigi, yaitu sebesar 21,9%, yang memutuskan untuk menutup
klinik gigi mereka hingga jumlah kasus COVID-19 mulai menurun, sementara 68,8%
lebih memilih untuk memberikan perawatan darurat.11
Penelitian yang dilakukan Ahmadi dkk tahun 2020 tentang dampak pandemi
COVID-19 pada praktik dokter gigi di Iran dengan jumlah sampel sebanyak 240
responden menunjukkan bahwa sebesar 7% responden pernah mengalami gejala
COVID-19, 1% responden pernah terinfeksi COVID-19, dan sebanyak 3% asisten
dari responden pernah mengalami gejala COVID-19. Sejak wabah COVID-19,
sebanyak 93,38% responden mengalami peningkatan panggilan telepon dari pasien
3
untuk perawatan masalah gigi mereka. Sebesar 70% responden tidak melakukan
perawatan non-darurat selama pandemi, 95% mengubah waktu kerja mereka, dan
12% fokus pada perawatan pencegahan, 87% tidak melakukan perawatan yang tidak
perlu dan 37% mengurangi sesi perawatan serendah mungkin. Selain itu, sebesar 87%
responden menyatakan bahwa mereka kesulitan mencari dan menyediakan APD (Alat
Pelindung Diri) selama pandemi, hampir seluruh responden, yaitu sebesar 98%
responden menyatakan bahwa mereka harus membeli alat pelindung diri dengan
harga yang jauh lebih tinggi, dan sebagian besar responden, yaitu sebesar 97%
melaporkan adanya penurunan pendapatan finansial sejak terjadinya pandemi.12
Penelitian yang dilakukan Mahdee dkk tahun 2020 tentang dampak ekonomi
pada dokter gigi selama masa pandemi COVID-19 dengan jumlah sampel sebanyak
435 responden menunjukkan bahwa sekitar 27% responden menyatakan bahwa harga
APD (Alat Pelindung Diri) telah meningkat >75% dari harga sebelum pandemi.
Sementara itu, 32% dokter gigi menyatakan bahwa angka pasien telah menurun
sebesar 25-50%. Pengaruh COVID-19 terhadap pendapatan dokter gigi selama masa
pandemi sangat terlihat, dimana >75% dokter gigi menyatakan bahwa pendapatan
mengalami penurunan sebesar 25-50%. Pandemi COVID-19 juga mempengaruhi
aktivitas klinis responden dimana terdapat penurunan sebesar 25-50%. Namun,
mayoritas responden tidak mengalami penurunan dalam jumlah staf.13
Penelitian yang dilakukan Izzeti dkk tahun 2020 tentang aktivitas klinis di
praktik dokter gigi selama masa pandemi COVID-19 pada 3254 responden
menunjukkan bahwa sebesar 99,7% responden mengurangi aktivitas klinis menjadi
hanya melakukan perawatan mendesak atau menutup total kliniknya. Perawatan
mendesak yang paling sering dilakukan di klinik adalah: pengobatan pulpitis, de-
sementasi prostesis dan abses. Sementara 60% responden menyatakan terdapat
peningkatan dalam penggunaan APD (Alat Pelindung Diri), dan 90,4% responden
mengalami kesulitan dalam mendapatkan APD (Alat Pelindung Diri) dan adanya
kenaikan harga APD (Alat Pelindung Diri).14
Penelitian yang dilakukan oleh Stangvaltaite-Mouhat dkk tahun 2020 tentang
pelayanan kesehatan gigi terhadap COVID-19 di Norway dengan jumlah sampel
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
dimana hal itu merupakan angka yang tertinggi di Indonesia, yang kemudian disusul
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi
Utara.23Usiapasien di Indonesia yang didiagnosis COVID-19 sebagian besar
merupakan usia 31-45 tahun (30,6%), terlihat pada Gambar 1.24
yang terinfeksi (berada dalam jarak 6 kaki atau selama minimal 15 menit) dan
paparan yang singkat dengan individu yang simptomatik, seperti batuk, dikaitkan
dengan risiko penularan yang lebih tinggi, sementara paparan yang singkat dengan
kontak asimptomatik, lebih kecil kemungkinan dalam terjadinya penularan.26
Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet
yang berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau aerosol.
Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak erat
(berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala
pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi;
dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung virus dapat
mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan infeksi.
Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi kontak antara inang yang rentan
dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat
terjadi.25
2. Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen infeksius yang
diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat
melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh.25 Penularan juga dapat
terjadi melalui aerosol (droplet kecil yang tetap tersuspensi di udara), tetapi tidak
jelas apakah ini merupakan sumber infeksi yang signifikan pada manusia di luar
lingkungan laboratorium.26 Transmisi SARS-CoV-2 melalui udara dapat terjadi
selama pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan aerosol.25
Banyak tindakan dalam kedokteran gigi juga sangat berisiko menghasilkan
aerosol, seperti perawatan pembuangan karies, scaling supragingiva periodontal, dan
preparasi gigi prostodontik.27 Tindakan perawatan gigi yangmenggunakan scaler
ultrasonik, air polishing, air-water syringe, prosedur preparasi gigi dengan air
turbine handpiece, preparasi gigi dengan abrasi udara juga dapat menghasilkan
aerosol, seperti yang terlihat pada Gambar 2a dan Gambar 2b.28 Salah satu penelitian
eksperimental yang menghasilkan sampel aerosol infeksius menggunakan nebulisator
jet berdaya tinggi dalam kondisi laboratorium yang terkontrol menemukan adanya
10
RNA virus SARS-CoV-2 di dalam aerosol pada sampel udara yang bertahan hingga 3
jam.25,29
Gambar 2a. Aerosol yang terlihat yang diproduksi oleh scaler ultrasonik. b. Aerosol
yang terlihat yang diproduksi oleh air polisher.28
3. Transmisi fomit
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang yang
terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga terbentuk fomit
(permukaan yang terkontaminasi, benda-benda seperti gagang pintu, alat makan, atau
pakaian yang mungkin terkontaminasi dengan SARS-CoV-2).25,26 Virus dan/atau
SARS-CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RT-PCR dapat ditemui di
permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung
lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan.
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan SARS-
CoV.29
SARS-CoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72 jam)
dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam).Virus telah diidentifikasi berada
pada permukaan yang tidak dapat ditembus hingga 3 hingga 4 hari setelah inokulasi.
Namun, diperkirakan jumlah virus yang terdeteksi pada permukaan melambat dengan
cepat dalam waktu 8 hingga 72 jam.29 Meskipun terdapat bukti-bukti yang konsisten
atas kontaminasi SARS-CoV-2 pada permukaan dan bertahannya virus ini pada
permukaan-permukaan tertentu, tidak ada laporan spesifik yang secara langsung
11
RT-PCR dapat menghasilkan hasil positif palsu atau negatif palsu. 31,32 Hasil
positif palsu dapat menyebabkan konsekuensi karantina dan pelacakan kontak yang
tidak diperlukan. Walaupun sensitivitas tes RT-PCR tampaknya sangat tinggi, tetap
mungkin terjadi hasil positif palsu karena kontaminasi swab, terutama pada pasien
asimtomatik. Tingkat sensitivitas tidak jelas, tetapi diperkirakan sekitar 66–80%.31
Hasil negatif palsu lebih berisiko, karena individu yang terinfeksi, yang mungkin
asimptomatik, tidak diisolasi dan akan menginfeksi orang lain.32 Selain itu, karena
masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 6 hari, dan viral load meningkat secara
signifikan selama periode ini, pengujian yang dilakukan di awal periode gejala
mungkin menyebabkan hasil negatif palsu. Demikian pula, hasil RT-PCR
kemungkinan positif palsu pada masa pemulihan infeksi ketika pasien masih mungkin
menular, sekali lagi karena fitur kinetika penyakit yang sama.33
Faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya hasil negatif-palsu adalah
ketidakcukupan pada teknik pengumpulan spesimen, waktu pemaparan, dan sumber
spesimen.Tes negatif tunggal tidak mengecualikan infeksi SARS-CoV-2, terutama
pada orang yang sangat terpajan, jika tes dilakukan dengan menggunakan spesimen
swab nasofaring dan pada awal terjadinya infeksi. Pada kasus seperti ini, mungkin
disarankan untuk mengulang tes atau mengumpulkan sampel dari saluran pernapasan
yang lebih dalam, seperti BAL. Menurut penelitian yang dilakukan di Cina dari 205
pasien dengan jumlah spesimen sebanyak 1070, spesimen dari BAL memilikitingkat
positif tertinggi dari hasil tes PCR SARS-CoV-2 (93%), diikuti oleh sputum (72%),
swab nasal (63%), dan swab faring (32%). Maka sampel dari saluran pernapasan
bawah, seperti BAL, lebih sensitif daripada sampel dari saluran pernapasan atas.26
2. Pencitraan
Diagnosis COVID-19 biasanya dibuat Polymerase Chain Reaction
Testingmelalui swab nasal. Namun, karena tingkat false negative pada hasil tes swab
nasal PCR SARS-CoV-2, temuan klinis, laboratorium, dan pencitraan juga dapat
digunakan untuk membuat diagnosis.26 Modalitas pencitraan utama yang menjadi
pilihan adalah foto toraks dan Computed Tomography Scan (CT-scan) toraks. Pada
13
Gunakan masker dengan tepat, tidak membuka tutup masker dan tidak
menyentuh permukaan masker. Bila tanpa sengaja menyentuh segera cuci tangan
dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol.
b. Jika tidak memiliki masker, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu langsung
buang tisu ke tempat sampah tertutup dan segera cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol.
c. Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas bagian
dalam.
3. Pemakaian Masker
Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan masker
saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini, karenanya
harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus
dikombinasikan dengan kebersihan tangan dan usaha-usaha pencegahan lainnya.30
Berikut dasar-dasar cara memakai masker:30
- Bersihkan tangan sebelum mengenakan masker, serta sebelum dan sesudah
melepasnya, dan setelah menyentuh masker kapan saja.
- Pastikan masker menutupi hidung, mulut, dan dagu.
- Setelah melepas masker, simpan di dalam kantong plastik bersih, dan cuci
masker setiap hari jika itu adalah masker kain, dan apabila merupakan masker medis,
masker dapat dibuang di tempat sampah.
- Jangan gunakan masker dengan katup.
4. Menjaga jarak
Menghindari kontak langsung dengan orang sehat (kemungkinan pasien tanpa
gejala) atau orang yang terinfeksi, menghindari perjalanan yang tidak penting,
mengamati aturan social distancing seperti menghindari tempat umum yang ramai
dan menjaga jarak setidaknya dua meter dengan orang lain, terutama jika mereka
batuk atau bersin, dan menghindari berjabat tangan saat menyapa orang lain.30
15
bercampur dengan saliva pasien dan/ atau darah, sehingga secara efektif dapat
membantu dalam penyebaran infeksi.17
Selama prosedur perawatan gigi, aerosol dan percikan dapat diproduksi oleh
pasien, saluran air dental unit (Dental Unit Water Line/ DUWL) atau instrumen yang
digunakan. Pada pasien, mikroorganisme yang ada di dalam mulut dan saluran
pernapasan dapat diangkut pada aerosol yang dihasilkan. Kontaminasi melalui
saluran air dental unit yang mengandung organisme mungkin disebabkan oleh desain
saluran air yang sempit, genangan air, pemanas kursi dental unit dan kegagalan pada
katup anti-retraksi. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam rongga mulut selama
penggunaan saluran air dental unit pada prosedur perawatan gigi dan dapat
menyebabkan penyebaran infeksi.36 Instrumen juga dapat menghasilkan aerosol, yaitu
pada tindakan yang menggunakan scaler ultrasonik dan sonik, air polishing, air water
syringe, dan preparasi gigi dengan air turbine handpiece atau air abrasion.28,36
Aerosol didefinisikan sebagai kombinasi cairan danpartikel padat (berdiameter
kurang dari 50 μm) dan saat cairan menguap, partikel padat membentuk droplet
nuclei 0,5 sampai 10 μm yang terdiri dari saliva, serum kering dan mikroorganisme.
Droplet nuclei ini dapat membawa bakteri, virus, serta penularan berbagai penyakit
menularseperti SARS-COV-2, mencapai alveoli paru, atau droplet nuclei ini dapat
tetap mengapung di udara selama beberapa jam. Percikan terdiri dari campuran udara,
air dan/ atau benda padat zat, yang berukuran 50 μm hingga beberapa milimeter dan
dapat terlihat dengan mata telanjang. Karena massanya, percikan memiliki energi
kinetik untuk bergerak secara balistik dan menetap di atas objek karena tekanan
gravitasi.36
17
4) Apakah Anda, dalam waktu 14 hari, pernah berhubungan dengan orang yang
demam, batuk atau kesulitan bernapas atau orang dicurigai mengidap COVID-19?
5) Apakah Anda pernah berpartisipasi dalam pertemuan atau pertemuan sosial
apa pun dan berhubungan dengan banyak peserta yang belum mengenal Anda baru-
baru ini?
Jika pasien menjawab 'ya' untuk pertanyaan apa pun, sarankan mereka untuk
tidak melanjutkan perawatan gigi, mereka harus dikarantina sendiri, dan dirujuk ke
rumah sakit atau fasilitas kesehatan umum terdekat.Dokter gigi hanya dapat
melanjutkan pengobatan jika pasien menjawab 'tidak' untuk semua pertanyaan dan
suhu tubuh di bawah 37,3°C sebelum masuk klinik.20 Selanjutnya, kondisi gigi pasien
dan urgensi kebutuhan pengobatan perawatan gigi pasien dinilai. Keadaan darurat
gigi, menurut ADA, adalah yang berpotensi mengancam nyawa dan memerlukan
perawatan segera untuk menghentikan perdarahan jaringan yang sedang berlangsung,
atau untuk mengurangi rasa sakit atau infeksi yang parah. Kondisi termasuk
perdarahan yang tidak terkontrol; selulitis atau infeksi bakteri jaringan lunak yang
menyebar dengan pembengkakan intraoral atau ekstraoral yang berpotensi
mengganggu jalan napas pasien; atau trauma yang melibatkan tulang wajah yang
berpotensi mengganggu jalan napas pasien, dan ADA juga menambahkan perawatan
gigi mendesak yang berfokus pada pengelolaan kondisi yang memerlukan perhatian
segera untuk menghilangkan rasa sakit yang parah dan/ atau risiko infeksi dan untuk
meringankan beban bagian gawat darurat rumah sakit. Contoh perawatan perawatan
gigi yang mendesak, yang harus ditangani seminimal invasif mungkin, termasuk38,39:
a. Sakit gigi yang parah akibat peradangan pulpa.
b. Perikoronitis atau nyeri molar ketiga.
c. Osteitis pasca operasi bedah atau penggantian dressing soket kering.
d. Abses atau infeksi bakteri lokal yang menyebabkan nyeri dan pembengkakan
lokal.
e. Fraktur gigi yang menyebabkan nyeri atau trauma jaringan lunak.
f. Trauma gigi dengan avulsi / luksasi.
19
b. Level 2, yaitu untuk proteksi dokter menggunakan alat pelindung diri seperti
pada level 1 ditambah dengan gown/pakaian bedah sekali pakai.
c. Level 3 digunakan untuk melakukan tindakan pada pasien suspek atau
terkonfirmasi COVID-19. APD level 3 yang digunakan yaitu penutup kepala,
pelindung mata dan wajah (face shield), masker N95 atau ekuivalen,baju/ pakaian
jaga, sarung tangan bedah lateks, boots/ sepatu karet dengan pelindung sepatu.
Meskipun pasien yang infeksi SARS-CoV-2 tidak diharapkan untuk dirawat di
klinik gigi, namun apabila hal ini terjadi terjadi,dokter gigi memerlukan pakaian
proteksi (hazmat), jika hazmat tidak tersedia, maka dapat menggunakan jas putih
yang dilapisi dengangown atau jubah sekali pakai, serta ditambah dengan, sarung
tangan lateks sekali pakai dan pelindung sepatu yang kedap air.2,42
3. Kebersihan Tangan
Mencuci tangan adalah salah satu tindakan yang paling sering ditekankan oleh
WHO dan otoritas perawatan kesehatanuntuk membatasi penyebaran virus corona.
Kebersihan tangan yang baik untuk pasiendan dokter gigi sangat penting karena
protokol mencuci tangan yang tepat mungkin tidak diikuti oleh beberapa
orangsehingga menimbulkan tantangan yang tidak perlu untuk pengendalian infeksi
selama pandemi. Disarankan bahwa dokter gigi harus mencuci tangan dengan
pedoman kebersihan tangan 2-sebelum dan 3-setelah, yaitu sebelum pemeriksaan
pasien, sebelum prosedur gigi, setelah menyentuh pasien, setelah menyentuh
lingkungan dan peralatan tanpa desinfeksi, dan setelah menyentuh mukosa mulut,
kulit yang rusak atau luka, darah, cairan tubuh, saliva, dan kotoran. Dokter gigi juga
harus menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut mereka sendiri hingga aman
untuk dilakukan.2
WHO selalu menganjurkan untuk mencuci tangan di fasilitas kesehatan.
Prosedur kebersihan tangan telah tersebar luas, gunakan air bersih dan mengalir untuk
membersihkan tangan. Gunakan dan oleskan sabun secukupnya untuk menutupi
semua permukaan, diperkirakan 40-60 detik cukup untuk membersihkan semua
permukaan. Penggunaan handuk sekali pakai lebih dianjurkan.20 Dalam keadaan di
mana tidak ada sabun dan air yang tersedia, antiseptik berbasis alkohol dengan
21
setidaknya 80% etanol atau 75% isopropanol juga telah dibuktikan sebagai teknik
pengendalian infeksi silang yang sederhana dan efektif yang dapat menonaktifkan
enveloped virus, termasuk virus corona.36
4. Pemberian Obat Kumur
Obat kumur antimikroba sebelum perawatan dental umumnya diyakini dapat
mengurangi jumlah mikroba di rongga mulut. Namun, chlorhexidine, yang biasa
digunakan sebagai obat kumur dalam praktik kedokteran gigi, tidak efektif untuk
membunuh SARS-CoV-2. Karena SARS-CoV-2 rentan oksidasi, maka obat kumur
sebelum perawatan dental yang mengandung agen oksidatif seperti Hidrogen
Peroksida 1% atau PovidoneIodine 0,2% direkomendasikan, karena dapat
mengurangi jumlah mikroba oral, termasuk potensi carrier SARS-CoV-2.2
5. Isolasi Rubber Dam
Penggunaan rubber dam dapat secara signifikan meminimalkan produksi
aerosol atau percikan yang tercemar saliva dan darah, khususnya dalam kasus ketika
handpiece berkecepatan tinggi dan perangkat ultrasonik gigi digunakan. Jika rubber
dam diterapkan, alat suction bervolume tinggi untuk aerosol dan percikan harus
digunakanselama prosedur bersama dengan suction biasa. Pada kasus ini,
implementasi operasi four-hand juga diperlukan.2 Jika isolasi rubber dam tidak
memungkinkan dalam beberapa kasus, prosedur invasif minimal dipilih sebagai
alternatif untuk prosedur yang menghasilkan aerosol, seperti penggunaan CariSolv
untuk membuang karies, radiografi ekstraoral, yang dipilih sebagai pengganti
radiografi intraoral, dan penggunaan scaler manual.40
6. Sterilisasi Ruangan Praktik Dokter Gigi
Desinfeksi pada lingkungan praktik dokter gigi harus dilakukan dengan baik
secara rutin untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Mengingat kemampuan SARS-
CoV-2 yang dapat bertahan hidup pada permukaan selama setidaknya beberapa jam,
sangat penting untuk melakukan sanitasi yang layak pada lingkungan yang berpotensi
terkontaminasi. Beberapa formulasi yang mampu menonaktifkanvirus (seperti
natrium hipoklorit 0,5% -5%, atau Povidone-Iodine 10%), dan banyak di antaranya
sudah biasa digunakan dipraktik dokter gigi. Jika formulasi ini kurang, European
22
Center for Disease Prevention and Control (ECDC) menyarankan penggunaan sabun
netral, atau untuk permukaanyang dapat dirusak oleh zat ini, dapat digunakan solusi
alkohol 70%.43 Pembersihan lingkungan kerja, dengan melakukan desinfeksi pada
ruang tunggu pasien, gagang pintu, meja, kursi, dental unit. Lantai dapat dibersihkan
menggunakan benzalkonium klorida 2% yang sudah banyak dijual dalam produk
pasaran pembersih lantai.44
7. Aerosol Suction dan High Vacuum Evacuator
Pengurangan kontaminasi mikroorganisme dari aerosol yang dihasilkan pada
saat menggunakan high speed handpiece, air syringe, dan ultrasonic scaler dapat
dilakukan dengan menggunakan high volume evacuator (HVE), seperti yang terlihat
pada Gambar 4.27,28 HVE adalah suction yang dapat menghisap udara sampai dengan
2,83 m3 per menit. Dengan menggunakan HVE, aerosol dapat terhisap sehingga
kontaminasi dapat berkurang sampai 90%. Tetapi ketika menggunakan HVE, dokter
gigi harus dibantu oleh asisten atau perawat gigi.45 Penggunaan High Volume
Evacuator (HVE) telah terbukti mengurangi kontaminasi yang timbul pada situs
operasi sebanyak lebih dari 90%. Perlu ditekankan bahwa untuk sebuah sistem
suction untuk diklasifikasikan sebagai HVE, harus dapat menghilangkan volume
udara yang besar dalam waktu singkat. Evakuator dengan vakum tinggi tetapi tidak
menghilangkan volume udara yang besar, seperti digunakan secara rutin
untuksuctionpada rumah sakit, tidak dianggap sebagai HVE.28
Sistem vakum dilaporkan lebih efektif dalam mengurangi paparan aerosol pada
praktik dokter gigi daripada penggunaan menyaring respirator saja. Studi lain juga
menekankan penggunaan high vacuum evacuator dapat mengurangi paparan partikel
yang sangat kecil pada pasien dan dokter gigi sebanyak lebih dari 80% dibandingkan
dengan dental suction konvensional.20
23
2.9 Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons
Pengukuran sikap dapat dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melalui
pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung
dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.46
Menurut Notoatmodjo, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Menurut Gerungan, sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang
suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum
mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek. sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan, yaitu:46
1. Menerima (receiving), terjadi jika individu tersebut memiliki kemauan untuk
memperhatikan stimulus yang diterima.
2. Merespons (responding), terjadi jika individu telah memberikan reaksi yang
tampak pada perilakunya terhadap stimulus
3. Menghargai (valuing), terjadi jika individu mulai memberikan penghargaan
pada stimulus yang diterima dan meneruskan stimulus tersebut pada orang yang
lainnya.
4. Bertanggung jawab (responsible), terjadi jika individu telah menerima segala
konsekuensi dari pilihannya dan bersedia untuk bertanggung jawab yang diterima.
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus
penelitian yaitu:
Z 2 (1−α/2) × P × (1 − P)
n=
d2
Z 2 (1−α/2) × P × (1 − P)
n=
d2
(1,96)2 × 0,70 × (1 − 0,70)
n=
0,052
n = 322,6944
n ≈ 323
27
Keterangan:
n : jumlah subjek penelitian
𝑍 2 (1−𝛼/2) : nilai kepercayaan 95% = 1,96
P : proporsi dampak pandemi COVID-19 terhadap praktik dokter gigi
pada penelitian sebelumnya (70%)12
d : presisi ditetapkan sebesar 5%
Maka besar sampel pada penelitian ini adalah 323 orang. Untuk mencegah
kemungkinan drop out, jumlah sampel ditambah 10%. Dengan demikian, besar
sampel adalah 355 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple
random sampling. Simple random sampling adalah teknik sampling dimana setiap
individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.
Cara sampling dengan simple random sampling, yaitu memberikan kesempatan
yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel.
1. Peneliti mendapatkan data dokter gigi yang praktik di Kota Medan dari PDGI
Cabang Medan dalam bentuk file excel melalui email.
2. Kemudian masing-masing anggota populasi diberi nomor.
3. Kemudian peneliti menggunakan aplikasi “random.org” untuk mengacak
nomor dengan maksimal nomor yang dapat dipilih adalah sebanyak jumlah populasi
dokter gigi pada data PDGI Medan.
4. Pengambilan nomor dari aplikasi “random.org” dilakukan satu per satu
sampai diperoleh jumlah sampel yang diperlukan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tabel 2. Pengalaman Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355)
Pengalaman n %
Perubahan rencana perawatan
Tidak ada perubahan 125 35,21
Tidak melakukan perawatan sampai pandemi berakhir 10 2,82
Tidak melakukan perawatan sampai fase waspada
pandemi berakhir 35 9,86
Hanya menangani kasus darurat saja 185 52,11
Prosedur non darurat
Tidak boleh melakukan perawatan non-darurat apapun 97 27,32
Perawatan estetika gigi 42 11,83
Pengobatan restoratif lesi karies asimtomatik 75 21,13
Pencabutan gigi asimtomatik 44 12,39
Pemeriksaan awal 97 27,32
Perubahan jam kerja
Saat pandemi COVID-19 berakhir 80 22,54
Saat fase waspada COVID-19 berakhir 202 56,90
Saat ini 73 20,56
Upaya menjalankan kembali klinik
Tidak merawat pasien hingga pandemi COVID-19 10 2,82
berakhir
Hanya merawat pasien yang tidak memiliki gejala 37 10,42
COVID-19
Melakukan tes COVID-19 pada pasien 24 6,76
Menggunakan APD 284 80
Perlengkapan praktik yang sulit didapatkan selama pandemi
COVID-19 40 11,27
Medical gown 35 9,86
Masker 248 69,86
Sarung tangan 5 1,41
Goggles atau face shield 27 7,61
Bahan desinfektan
Kegiatan dokter gigi di waktu luang
Tidak ada waktu luang 55 15,49
Melakukan penelitian 3 0,85
Berkomunikasi dengan orang lain 56 15,77
Belajar 99 27,89
Olahraga 142 40
36
Tabel 3. Sikap Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355)
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
Sikap
n % n % n %
Konsultasi via telepon efektif dalam 79 22,25 165 46,48 111 31,27
menyelesaikan permasalahan pasien
Memeriksa pasien untuk gejala 182 51,27 46 12,96 127 35,77
COVID-19 adalah tugas yang harus
dilakukan
Pengambilan tes COVID-19 pada 182 51,27 136 38,31 37 10,42
pasien harus dijadikan sebagai
rutinitas
Pembukaan kembali klinik gigi akan 54 15,21 142 40 159 44,79
menyebabkan penyebaran virus
Praktik gigi terus dilanjutkan 190 53,52 122 34,37 43 12,11
terlepas dari situasi pandemi
COVID-19
Saya sedang mengalami masalah 107 30,14 138 38,87 110 30,99
finansial akibat pandemi
Saya akan segera mengalami 117 32,96 125 35,21 113 31,83
masalah finansial akibat pandemi
Saya mengalami gejala kecemasan 56 15,78 102 28,73 197 55,49
dan depresi selama situasi pandemi
ini
Saya merasa perlu berkonsultasi 15 4,23 24 6,76 316 89,01
dengan psikiater
Saya terus mengikuti berita terbaru 213 60 92 25,92 50 14,08
tentang COVID-19
38
Tabel 3. Sikap Dokter Gigi Praktik Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355) (Lanjutan)
Tidak
Setuju Ragu-ragu
Sikap setuju
n % n % n %
Mengikuti berita terbaru dari pandemi 247 69,58 71 20 37 10,42
COVID-19 bermanfaat bagi saya
Mengikuti berita terbaru dari pandemi 51 14,37 85 23,94 219 61,69
COVID-19 menyebabkan saya
mengalami depresi dan kecemasan
Pedoman praktik gigi yang 284 80 51 14,37 20 5,63
dipublikasikan selama masa pandemi
COVID-19 bermanfaat
Pedoman untuk praktik gigi selama 214 60,28 101 28,45 40 11,27
masa pandemi COVID-19 akan diubah
di masa depan
Penggunaan APD efektif dalam 302 85,07 32 9,01 21 5,92
mencegah penularan virus
mendesak dan darurat saja, yaitu sebanyak 61,41%. Lebih dari separuh responden,
yaitu sebanyak 69,01% mengubah standar praktik dental menjadi perawatan yang
berfokus pada perawatan preventif, tidak melakukan perawatan yang tidak
diperlukan, dan mengurangi sesi perawatan. Hampir semua responden mengikuti
perkembangan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru, yaitu sebanyak
97,18%, dan 94,08% responden menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang
terbaru dalam menjalankan praktik. Sebanyak 81,97% responden kesulitan dalam
mendapatkan APD. Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 59,15% responden
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi selama pandemi. Hampir semua
responden, yaitu sebanyak 98,59% yang bekerja di klinik pribadi tidak mendapat
bantuan APD dari pemerintah. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 88,17%
responden menyatakan terdapat adanya peningkatan dalam penggunaan APD.
Sebanyak 80,28% responden mengalami penurunan pendapatan selama masa
pandemi, dan sebanyak 98,87% responden tidak menerima bantuan finansial dari
pemerintah. Sebanyak 59,15% responden tidak mempunyai pendapatan lain selain
dari praktik untuk pengeluaran sehari-hari. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak
83,10% responden menyatakan bahwa masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan
timbulnya masalah finansial di masa yang akan datang. Sebanyak 79,44% responden
tidak mengurangi jumlah pegawai/ perawat gigi karena alasan finansial yang
diakibatkan situasi pandemi, dan sebanyak 82,54% pegawai/ perawat gigi
memutuskan untuk tetap bekerja selama pandemi. Sebanyak 73,24% responden
menyatakan bahwa pembiayaan untuk pegawai/ perawat gigi tetap diberikan
meskipun klinik sedang ditutup selama pandemi. Hampir separuh responden, yaitu
sebanyak 58,31% responden tidak merekomendasikan pegawai/ perawat gigi untuk
mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah/ BLT (Tabel 4).
40
Tabel 4. Kehidupan Praktik Dokter Gigi Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355)
Kehidupan Praktik n %
Kehidupan Pribadi
Peningkatan jumlah pasien yang melakukan konsultasi/
perawatan melalui telepon
Ya 202 56,90
Tidak 153 43,10
Praktisi pernah menangani pasien berisiko tinggi
Ya 22 6,20
Tidak 333 93,80
Praktisi pernah terinfeksi COVID-19?
Ya 44 12,39
Tidak 311 87,61
Praktisi pernah mengalami gejala COVID-19?
Ya 54 15,21
Tidak 301 84,79
Perawat gigi pernah terinfeksi COVID-19?
Ya 56 15,77
Tidak 299 84,23
Perawat gigi pernah mengalami gejala COVID-19?
Ya 80 22,54
Tidak 275 77,46
Kualitas Pelayanan
Perubahan waktu kerja dan tetap menangani pasien non darurat
karena alasan finansial
Ya 115 32,39
Tidak 240 67,61
Perubahan waktu kerja dan hanya menangani kasus mendesak
dan darurat saja
Ya 218 61,41
Tidak 137 38,59
Perubahan standar praktik dental
Ya 245 69,01
Tidak 110 30,99
Mengikuti perkembangan pedoman praktik kedokteran gigi
yang terbaru
Ya 345 97,18
Tidak 10 2,82
Menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru
Ya 334 94,08
Tidak 21 5,92
41
Tabel 4. Kehidupan Praktik Dokter Gigi Akibat Pandemi COVID-19 di Kota Medan
(N=355) (Lanjutan)
Kehidupan Praktik n %
Status Finansial
Penyediaan APD
Ya 291 81,97
Tidak 64 18,03
Peningkatan harga APD
Ya 210 59,15
Tidak 145 40,86
Bantuan APD dari pemerintah
Ya 5 1,41
Tidak 350 98,59
Peningkatan penggunaan APD
Ya 313 88,17
Tidak 42 11,83
Penurunan pendapatan
Ya 285 80,28
Tidak 70 19,72
Menerima bantuan finansial dari pemerintah
Ya 4 1,13
Tidak 351 98,87
Mendapat pendapatan selain dari klinik
Ya 145 40,84
Tidak 210 59,15
Masalah finansial di masa yang akan datang
Ya 295 83,10
Tidak 60 16,90
Pengurangan staf karena alasan finansial
Ya 73 20,56
Tidak 282 79,44
Keputusan staf untuk tidak bekerja
Ya 62 17,46
Tidak 293 82,54
Pembiayaan staf saat klinik ditutup
Ya 260 73,24
Tidak 95 26,76
Merekomendasikan BLT dari pemerintah untuk staf
Ya 148 41,69
Tidak 207 58,31
42
BAB 5
PEMBAHASAN
minggu, kejadian rawat inap di rumah sakit lebih dari 30 orang per 100 ribu
penduduk per minggu, serta angka kematian akibat COVID-19 lebih dari lima orang
per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.47,48 Sebagian besar responden pada
penelitian, yaitu sebanyak 80% menggunakan APD sebagai upaya menjalankan
kembali klinik gigi selama masa pandemi, lebih dari separuh responden, yaitu
sebanyak 69,86% responden memilih sarung tangan sebagai perlengkapan praktik
yang sulit didapatkan selama masa pandemi COVID-19, dan sebanyak 40%
responden memilih untuk berolahraga untuk mengisi waktu luang selama masa
pandemi (Tabel 2). Pada penelitian Ahmadi dkk, menunjukkan bahwa 45%
responden menggunakan APD sebagai upaya dalam menjalankan kembali klinik gigi,
22% kesulitan untuk mencari sarung tangan, dan 16% memilih untuk berolahraga
sebagai kegiatan pada waktu luangnya selama pandemi.12 Hasil ini mungkin karena
pada awal pandemi harga APD meningkat secara drastis dan sulit didapatkan karena
terdapat permintaan yang tinggi di berbagai negara, sehingga tidak banyak dokter gigi
di Iran yang dapat mengandalkan penggunaan APD dalam menjalankan praktiknya
selama masa pandemi. Dokter gigi memilih untuk menggunakan APD sebagai upaya
dalam menjalankan kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19 karena
APD telah terbukti menjadi salah satu cara untuk memutus rantai penularan infeksi
serta salah satu upaya perlindungan diri bagi tenaga kesehatan dalam melakukan
pelayanan kesehatan.49 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dokter gigi setuju
penggunaan APD efektif dalam mencegah penularan virus, dan PB PDGI
menganjurkan dokter gigi untuk menggunakan APD level 3 saat melakukan tindakan
gawat darurat karena tindakan dokter gigi tergolong tindakan yang menimbulkan
penyebaran droplet dan aerosol.49 Akan tetapi, situasi pandemi COVID-19
menyebabkan kelangkaan APD. APD yang paling sulit didapatkan oleh dokter gigi
selama masa pandemi di Kota Medan merupakan sarung tangan (69,86%). Hal ini
mungkin terjadi karena permintaan untuk sarung tangan tidak sebanyak masker,
dimana masker merupakan salah satu protokol kesehatan yang wajib dipakai oleh
masyarakat, sehingga penyediaan untuk masker ditingkatkan agar sesuai dengan
permintaan yang juga meningkat. Namun, dokter dan dokter gigi juga disarankan
44
untuk menggunakan sarung tangan double saat melakukan perawatan selama pandemi
COVID-19.49 Selain itu, kekhawatiran terhadap pandemi juga menyebabkan
masyarakat banyak membeli sarung tangan.50 Hal ini mungkin mengakibatkan
permintaan untuk sarung tangan meningkat dan tidak seimbang dengan
penyediaannya selama pandemi, sehingga menyebabkan dokter gigi sulit untuk
mendapatkan sarung tangan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Ahmadi dkk, yang
menunjukkan bahwa masker menjadi perlengkapan praktik yang sulit didapatkan. Hal
ini mungkin disebabkan oleh pemakaian masker yang diutamakan selama masa awal
pandemi sebagai langkah pencegahan COVID-19, sehingga terdapat peningkatan
yang signifikan dalam permintaan masker baik dari tenaga kesehatan maupun
masyarakat, tetapi tidak dapat diimbangi dengan penyediaannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas dokter gigi di Kota Medan memilih untuk berolahraga
sebagai kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, hal ini mungkin disebabkan
olahraga terbukti mampu mengurangi gejala kecemasan dan depresi, sehingga dapat
meningkatkan kesehatan mental, dimana dilihat dari hasil penelitian, hanya sedikit
dokter gigi yang mengalami gejala depresi dan kecemasan selama masa pandemi
(15,78%). Selain itu, olahraga juga memiliki pengaruh terhadap COVID-19, dimana
olahraga dapat meningkatkan sistem imunitas, kesehatan metabolik, fungsi
kardiovaskular, kekuatan otot, dan kesehatan mental. Perbedaan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dan Ahmadi dkk mungkin disebabkan waktu pelaksanaan
penelitian yang berbeda, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dkk dilakukan
pada masa awal pandemi COVID-19 sehingga pengalaman yang dialami oleh dokter
gigi di Iran pada saat itu dan dokter gigi di Medan saat ini telah berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 46,48% responden ragu-ragu
bahwa konsultasi via telepon efektif dalam menyelesaikan permasalahan pasien
(Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prajapati dkk, dimana 58,8%
responden ragu-ragu bahwa konsultasi via telepon efektif dalam menyelesaikan
permasalahan pasien.51 Hasil penelitian ini mungkin menunjukkan bahwa kurangnya
minat dokter gigi terhadap teledentistry mungkin disebabkan oleh dokter gigi merasa
kesulitan dan mungkin enggan untuk mempelajari keterampilan baru. Selain itu,
45
dokter gigi yang kurang pengalaman dalam menggunakan media telekomunikasi dan
internet, juga khawatir akan membuat diagnosis yang tidak akurat. Terdapat juga
peningkatan biaya dalam penggunaan teledentistry, dan kendala terkait infrastruktur,
seperti akses internet yang tidak baik, kekurangan alat, kurangnya pelatihan,
pengetahuan, dan pengalaman dari staf dan dokter gigi. Representasi dua dimensi dari
lesi dan ketidakmampuan dokter gigi dalam melakukan palpasi dan auskultasi juga
termasuk dalam keterbatasan dari penggunaan teledentistry. Pasien juga mungkin
kurang berminat untuk memanfaatkan penggunaan teledentistry karena pasien tidak
dapat berkomunikasi dengan dokter secara langsung sehingga khawatir bahwa
permasalahan dan keluhan tidak dapat disampaikan secara jelas kepada dokter gigi.
Dokter gigi mungkin merasa bahwa meskipun teledentistry dapat memenuhi
kebutuhan konsultasi masyarakat di era pandemi seperti ini, teledentistry tidak dapat
sepenuhnya menggantikan konsultasi tatap muka, sehingga kurang diminati dokter
gigi di Kota Medan.52
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 35,77% responden yang tidak
setuju bahwa pemeriksaan gejala COVID-19 pada pasien merupakan tugas yang
harus selalu dilakukan dan 10,42% responden tidak setuju untuk menjadikan
pengambilan tes COVID-19 sebagai rutinitas dalam praktik (Tabel 3). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Gambarini dkk, yaitu hanya 20,71% yang
tidak setuju untuk melakukan pengambilan tes COVID-19 pada pasien sebelum
perawatan. Hal ini mungkin disebabkan dokter gigi merasa bahwa pengambilan tes
COVID-19 tidak harus dijadikan hal yang rutin pada praktik karena biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan tes COVID-19 cukup mahal. Sselain itu, pengambilan
tes COVID-19 juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien, sehingga
pasien menjadi enggan datang ke praktik untuk melakukan perawatan.
Sebanyak 44,79% responden menjawab tidak setuju bahwa pembukaan
kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan penyebaran
virus, dan sebanyak 53,52% responden memilih untuk terus menjalankan praktik gigi
terlepas dari situasi pandemi COVID-19 saat ini (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Prajapati dkk, dimana sebanyak 46,9% tidak setuju bahwa
46
pembukaan kembali klinik gigi selama masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan
penyebaran virus, dan 47,9% setuju praktik gigi dapat dijalankan kembali terlepas
dari situasi pandemi COVID-19 saat ini.51,53 Dokter gigi mungkin tidak setuju bahwa
pembukaan klinik gigi selama masa pandemi akan menyebabkan penyebaran virus
karena pencegahan dan pengendalian infeksi di klinik telah ditingkatkan. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas dokter gigi di
Kota Medan telah melaksanakan pemeriksaan gejala COVID-19 dan pengambilan tes
COVID-19 pada pasien di praktik, meningkatkan penggunaan APD, mengurangi jam
kerja, serta hanya sedikit dokter gigi dan perawat gigi yang pernah terinfeksi COVID-
19, sehingga dokter gigi berpendapat bahwa praktik gigi dapat terus dilanjutkan
terlepas dari situasi pandemi COVID-19.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 38,87% responden ragu-ragu sedang
mengalami masalah finansial akibat pandemi, dan sebanyak 35,21% responden ragu-
ragu akan segera mengalami masalah finansial akibat pandemi (Tabel 3). Hasil
penelitian lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Ahmadi dkk, dimana
sebanyak 64% responden menjawab sedang mengalami masalah finansial akibat
pandemi, 77% responden setuju akan segera mengalami masalah finansial akibat
pandemi.12 Hal ini mungkin disebabkan penelitian di Iran dilakukan pada masa awal
pandemi dimana dokter gigi mengalami perubahan drastis dengan hanya menangani
perawatan darurat saja atapun tidak memberikan perawatan sama sekali, sedangkan
dokter gigi di Kota Medan ragu-ragu sedang mengalami masalah finansial akibat
pandemi meskipun terdapat penurunan pendapatan, hal ini mungkin karena dokter
gigi sudah mulai beradaptasi dengan keadaan dan mulai menyediakan perawatan baik
darurat maupun non darurat pada pasien. Selain itu, dokter gigi juga memiliki
pendapatan lain selain dari klinik dan dari karakteristik responden penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas dokter gigi berjenis kelamin perempuan, dimana hal
ini menunjukkan bahwa dokter gigi tersebut bukan merupakan kepala keluarga
sehingga sumber pendapatan tidak hanya dari praktik dokter gigi saja.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 15,78% responden menjawab
mengalami gejala depresi dan kecemasan akibat situasi pandemi, dan sebanyak
47
menyebutkan bahwa 70% tidak melakukan perawatan terhadap pasien berisiko tinggi,
14,9% dokter gigi pernah mengalami gejala COVID-19, 9,8% dokter gigi pernah
terinfeksi COVID-19, dan pada penelitian Ahmadi dkk, yang menyebutkan bahwa
sebanyak 3% dari perawat gigi pernah mengalami gejala COVID-19.12,51 Hasil ini
mungkin disebabkan mayoritas dokter gigi di India telah memutuskan untuk mulai
kembali berpraktik seperti normal dengan mulai melakukan perawatan terhadap
semua pasien termasuk pasien berisiko tinggi, sedangkan kasus di Kota Medan
sedang meningkat saat penelitian dilakukan sehingga dokter gigi memilih untuk tidak
melakukan perawatan terhadap pasien berisiko tinggi. Praktisi yang pernah
mengalami gejala COVID-19 memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah yang positif terinfeksi. Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa
praktisi dan perawat gigi mengalami gejala COVID-19, tetapi tidak melakukan
pemeriksaan COVID-19, sehingga tidak terdiagnosis. Praktik gigi harus dijalankan
dengan meningkatkan kegiatan pengendalian infeksi, dan sebaiknya perawatan non
darurat ditunda sampai akhir pandemi, seperti yang telah diketahui bahwa praktik gigi
dapat menjadi tempat terjadinya transmisi nosokomial virus SARS-CoV-2 yang dapat
menyebabkan penularan antara pasien dan dokter gigi.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 62,61% responden tidak menangani
pasien non darurat untuk alasan finansial. Sebagian responden mengubah waktu kerja
dan hanya menangani kasus mendesak dan darurat saja, yaitu sebanyak 61,41%.
Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 69,01% mengubah standar praktik
dental menjadi perawatan yang berfokus pada perawatan preventif, tidak melakukan
perawatan yang tidak diperlukan, dan mengurangi sesi perawatan. Hampir semua
responden mengikuti perkembangan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru,
yaitu sebanyak 97,18%, dan 94,08% responden menerapkan pedoman praktik
kedokteran gigi yang terbaru dalam menjalankan praktik (Tabel 4). Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prajapati dkk, dimana 60,3% hanya
menangani kasus mendesak dan darurat saja, 91% mengubah protokol kerja dalam
berpraktik untuk meningkatkan keamanan dokter gigi dan pasien, dan 70,1%
mengikuti dan menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru dalam
50
menyediakan perawatan gigi selama masa pandemi.51 Hal ini mungkin menunjukkan
bahwa dokter gigi telah mengikuti dan menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi
terbaru dengan hanya menangani kasus yang mendesak dan darurat saja, serta dari
hasil penelitian yang menunjukkan dokter gigi menunda tindakan tanpa keluhan
simtomatik, bersifat elektif, perawatan estetis, dan tindakan yang menggunakan bur/
scaler/ suction seperti yang dianjurkan oleh PB PDGI pada surat edaran pedoman
pelayanan kedokteran gigi selama pandemi virus COVID-19.44
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 81,97% responden kesulitan dalam
mendapatkan APD. Lebih dari separuh responden, yaitu sebanyak 59,15% responden
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi selama pandemi. Hampir semua
responden, yaitu sebanyak 98,59% yang bekerja di klinik pribadi tidak mendapatkan
bantuan APD dari pemerintah, dan sebanyak 98,87% responden tidak menerima
bantuan finansial dari pemerintah. Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 88,17%
responden menyatakan terdapat adanya peningkatan dalam penggunaan APD (Tabel
4). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dkk,
dimana 87% dokter gigi kesulitan mendapatkan APD, 98% membeli APD dengan
harga yang lebih tinggi, dan pada penelitian Hamid dkk, 93,7% dokter gigi yang
bekerja di klinik pribadi tidak mendapat bantuan APD dari pemerintah, 71,2%
responden tidak menerima bantuan finansial dari pemerintah, dan 93,7%
meningkatkan penggunaan APD.57 Hal ini menunjukkan bahwa permintaan APD
yang meningkat dengan cepat mengakibatkan kekurangan persediaan APD di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia, sehingga para dokter gigi kesulitan dalam mendapatkan
APD. Kurangnya persediaan APD menyebabkan terjadinya peningkatan harga pada
APD. Namun, mayoritas praktik pribadi dokter gigi saat ini tidak menerima bantuan
APD dan finansial dari pemerintah, hal ini mungkin karena bantuan dari pemerintah
lebih diutamakan untuk diberikan kepada instansi kesehatan milik pemerintah,
sedangkan penelitian ini dilakukan di praktik pribadi milik dokter gigi.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 80,28% responden mengalami
penurunan pendapatan selama masa pandemi. Sebanyak 59,15% responden tidak
mempunyai pendapatan lain selain dari praktik untuk pengeluaran sehari-hari (Tabel
51
4). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hamid dkk, dimana 79,28% mengalami
penurunan pendapatan selama masa pandemi, 77,4% tidak mempunyai pendapatan
lain selain dari praktik.57 Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 83,10%
responden menyatakan bahwa masa pandemi COVID-19 akan menyebabkan
timbulnya masalah finansial di masa yang akan datang (Tabel 4). Hasil penelitian ini
lebih tinggi dari penelitian Ahmadi dkk, dimana 57% menyatakan bahwa masa
pandemi COVID-19 akan menyebabkan timbulnya masalah finansial di masa yang
akan datang.12 Penurunan pendapatan klinik gigi yang dialami oleh dokter gigi juga
mungkin disebabkan oleh peningkatan harga dan penggunaan APD, perawatan gigi
yang disediakan terbatas, perubahan waktu kerja, dan penurunan kunjungan pasien
pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut karena kebanyakan pasien takut tertular
COVID-19. Hal-hal ini mungkin dapat menyebabkan masalah finansial di masa yang
akan datang karena melihat situasi penyebaran yang disebabkan COVID-19 saat ini,
tampaknya situasi ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 79,44% responden tidak mengurangi
jumlah pegawai/ perawat gigi karena alasan finansial yang diakibatkan situasi
pandemi, 82,54% pegawai/ perawat gigi memutuskan untuk tetap bekerja selama
pandemi (Tabel 4). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hamid dkk, dimana
82,9% tidak mengurangi jumlah pegawai/ perawat gigi, 77,5% pegawai/ perawat gigi
memutuskan untuk tetap bekerja selama pandemi.57 Pada saat ini dokter gigi tidak
mengurangi staf karena alasan finansial meskipun sedang mengalami penurunan
pendapatan, hal ini mungkin menunjukkan bahwa pembiayaan untuk staf dikurangi,
selain itu staf juga memutuskan untuk tetap bekerja selama masa pandemi COVID-19
mungkin disebabkan pekerjaan tersebut merupakan sumber penghasilan utama bagi
staf. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 73,24% responden menyatakan bahwa
pembiayaan untuk pegawai/ perawat gigi tetap diberikan meskipun klinik sedang
ditutup selama pandemi. Hampir separuh responden, yaitu sebanyak 58,31%
responden tidak merekomendasikan pegawai/ perawat gigi untuk mendapatkan
bantuan langsung dari pemerintah/ BLT. Pada penelitian Ahmadi dkk 52% dokter
gigi menyatakan bahwa pembiayaan untuk pegawai/ perawat gigi tetap diberikan
52
meskipun klinik sedang ditutup selama pandemi, dan 76% dokter gigi tidak
merekomendasikan pegawai/ perawat gigi untuk mendapatkan bantuan langsung dari
pemerintah/ BLT.12 Hal ini mungkin disebabkan pada saat penelitian dilakukan,
dokter gigi di Iran banyak yang tidak melakukan perawatan apapun selama pandemi
sehingga mengalami masalah finansial akibat pandemi COVID-19 dan tidak mampu
untuk tetap membiayai pegawai/ perawat gigi dan merekomendasikan pegawai/
perawat gigi untuk mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah/ BLT, sedangkan
penelitian yang dilakukan di Kota Medan, dokter gigi sudah mendapatkan vaksin dan
telah dapat menjalankan praktik, sehingga sebagian besar dokter gigi menyatakan
tidak sedang mengalami masalah finansial.
53
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Dampak pandemi COVID-19 terhadap pengalaman dokter gigi praktik di
Kota Medan menunjukkan 52,11% dokter gigi hanya menangani kasus darurat saja,
56,90% dokter gigi mengubah jam kerja sampai fase waspada COVID-19 berakhir,
dan 69,86% dokter gigi menyatakan kesulitan dalam mendapatkan sarung tangan.
2. Dampak pandemi COVID-19 terhadap sikap dokter gigi praktik di Kota
Medan menunjukkan 31,27% dokter gigi menyatakan konsultasi via telepon tidak
efektif dalam menyelesaikan permasalahan pasien, 10,42% dokter gigi tidak setuju
untuk menjadikan pengambilan tes COVID-19 sebagai rutinitas dalam praktik,
14,08% dokter gigi tidak setuju untuk terus mengikuti berita terbaru tentang COVID-
19, 14,37% dokter gigi menyatakan bahwa mengikuti berita terbaru dari pandemi
COVID-19 menyebabkan timbulnya perasaan depresi dan cemas, dan 5,92% dokter
gigi tidak setuju bahwa penggunaan APD efektif dalam mencegah penularan virus.
3. Dampak pandemi COVID-19 terhadap kehidupan praktik dokter gigi di
Kota Medan berdasarkan kehidupan pribadi dokter gigi menunjukkan 56,90% dokter
gigi mengalami peningkatan jumlah pasien yang melakukan konsultasi/ perawatan
melalui telepon, 93,80% dokter gigi memilih untuk tidak menangani pasien berisiko
tinggi selama pandemi. Dalam memberikan pelayanan, 61,41% dokter gigi mengubah
waktu kerja dan hanya menangani kasus mendesak dan darurat saja, dan 94,08%
dokter gigi menerapkan pedoman praktik kedokteran gigi yang terbaru dalam
menjalankan praktik. Beberapa masalah pada bidang finansial yang dihadapi dokter
gigi dalam menjalani praktik selama pandemi menunjukkan 80,28% dokter gigi
mengalami penurunan pendapatan selama masa pandemi, 59,15% dokter gigi
membeli APD dengan harga yang lebih tinggi, dan 98,59% dokter gigi tidak
mendapat bantuan APD dari pemerintah.
54
6.2 Saran
1. Dokter gigi dapat tetap menjalankan praktiknya dengan meningkatkan
pelayanan melalui teledentistry, karena dilihat dari situasi saat ini, tidak diketahui
kapan pandemi COVID-19 akan berakhir.
2. Dokter gigi dapat meningkatkan protokol kesehatan dan lebih
memperhatikan kegiatan pengendalian infeksi di praktik agar dokter gigi dapat
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut selama masa pandemi COVID-19
tanpa menimbulkan perasaan depresi dan cemas.
3. Dokter gigi tidak khawatir untuk menjalankan praktik dan menerapkan tarif
APD untuk setiap pasien yang telah dikomunikasikan kepada pasien terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan perawatan gigi.
DAFTAR PUSTAKA
55
1. Pascawati NA, Satoto TBT. Public knowledge, attitudes and practices towards
COVID-19. Int J Public Health Sci. 2020; 9(4): 292-3.
2. Peng X, Xu X, Li Y, Cheng L, Zhou X, Ren B. Transmission routes of 2019-
nCoV and controls in dental practice. Int J Oral Sci. 2020; 12(1): 1-6.
3. World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the
media briefing on COVID-19. <https://www.who.int/director-
general/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-media-
briefing-on-covid-19---11-march-2020>(1 November 2020).
4. World Health Organization. WHO Coronavirus Disease (Covid-19) Dashboard.
<https://covid19.who.int/?gclid=Cj0KCQjwufn8BRCwARIsAKzP697WhmJo4H
PW2kRs_s7VnPk0LAFUIE28qBWuvnChoqjtn7cZtBtVrSUaAmaQEALw_wcB
> (1 November 2020).
5. Odeh ND, Babkair H, Abu-Hammad S, Borzangy S, Abu-Hammad A, Abu-
Hammad O. COVID-19: Present and Future Challenges for Dental Practice. Int.
J. Environ. Res. Public. Health. 2020; 17(3151): 2.
6. Centers for Disease and Prevention. Guidance for Dental Settings: interim
infection prevention and control guidance for dental settings during the
coronavirus disease (COVID-19) pandemic. https://www.cdc.
gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/dental-settings.html. 16 Februari 2021
7. Kementerian Kesehatan Indonesia. Dashboard kasus COVID-19 di Indonesia.
2020. <https://www.kemkes.go.id/article/view/20031900002/Dashboard-Data-
Kasus-COVID-19-di-Indonesia.html> (1 November 2020).
8. Liputan 6. 338 Dokter Gigi Positif COVID-19 dan 33 Meninggal Dunia karena
Virus Corona. <https://www.liputan6.com/health/read/4478676/338-dokter-gigi-
positif-covid-19-dan-33-meninggal-dunia-karena-virus-
corona?HouseAds&campaign=VirusCorona_Health_STM>(11 Februari 2021).
9. Ali S, Farooq I, Abdelsalam M, AlHumaid J. Current clinical dental practice
guidelines and the financial impact of COVID-19 on Dental Care Providers. Eur
J Dent. 2020; 14(1): 140-3.
56
41. Passareli PC, Rella E, Manicone PF, Godoy FG, D’Addona A. The impact of the
COVID-19 infection in dentistry. Expr Bio Med. 2020; 245: 941-2.
42. Ketua Tim Mitigasi Dokter Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman
Standar Perlindungan Dokter di Era COVID-19. Agustus 2020.
<https://www.pdspatklin.or.id/assets/files/pdspatklin_2020_09_09_18_05_48.pdf
> (20 Desember 2020).
43. ECDC. Disinfection of environments in healthcare and non-healthcare settings
potentially contaminated with SARS-CoV-2. 18 Februari 2020.
<https://www.ecdc.europa.eu/sites/default/files/documents/coronavirus-SARS-
CoV-2-guidance-environmental-cleaning-non-healthcare-facilities.pdf> (26
Desember 2020).
44. Indonesian Dental Association (PDGI). Surat edaran Nomor: 2776/PB PDGI/III-
3/2020 tentang Pedoman pelayan kedokteran gigi selama pandemi virus COVID-
19. Jakarta; 2020.
45. Liasari I, Lesmana H. Studi Literatur: Pencegahan Penyebaran Sars-Cov-2 pada
Praktik Kedokteran Gigi. Media Kesehatan Gigi. 2020; 19(1): 44.
46. Irwan. Etika dan Perilaku Kesehatan. Gorontalo: CV Absolute Media, 2017: 118-
9.
47. PPKM Medan Masih Level 4, Ini Penyebabnya dan Langkah Walkot Bobby. 16
September 2021. <https://news.detik.com/berita/d-5727107/ppkm-medan-masih-
level-4-ini-penyebabnya-dan-langkah-walkot-bobby> (12 Desember 2021)
48. Fundrika BA, Varwati L. Pengertian PPKM Level 4 Hingga 1: Indikator dan
Cara Menentukan. 28 Juli 2021.
<https://www.suara.com/health/2021/07/28/132500/pengertian-ppkm-level-4-
hingga-1-indikator-dan-cara-menentukan?page=all> (12 Desember 2021)
49. Fatmawati SN, Ulfah AA, Rahmadhani AK. Standarisasi Penggunaan APD bagi
Dokter Gigi di Masa Pandemi COVID-19: Literature Review. Dalam: Prosiding
Dental Seminar Universitas Muhammadiyah. Surakarta, 2021: 186
50. Sadikin RA, Rahmayunita H. Sarung Tangan Mendadak Ludes di Tengah
Corona, Dokter: Gimana Kami Kerja? 21 Maret 2020.
60
<https://www.suara.com/news/2020/03/21/104545/sarung-tangan-mendadak-
ludes-di-tengah-corona-dokter-gimana-kami-kerja>. 9 November 2021.
51. Prajapati AS, Kulkarni PR, Shah HG, Shah DB, Sodani V, Doshi P. Attitude,
Practices and Experience of Dental Professionals during COVID-19 Pandemic: A
Cross-Sectional Survey from Gujarat, India. Adv Hum Biol. 2021; 11: 268-70.
52. Hervina, Nasutianto H, Astuti NKA. Konsultasi dan Edukasi Kesehatan Gigi dan
Mulut serta Protokol Kesehatan selama Masa Pandemi COVID-19 secara Online
melalui Teledentistry. JPKM. 2021; 4(2): 305.
53. Gambarini E, Galli M, Nardo DD, Miccoli G, Patil S, Bhandi S, Giovarruscio M,
et al. A Survey of Perceived COVID-19 Risk in Dentistry and the Possible Use
of Rapid Tests. J Contemp Dent Pract. 2020; 21(7): 720.
54. Estrich CG, Mikkelsen M, Morrissey R, Geisinger ML, Ioannidou E, Vujicic M,
et al. Estimating COVID-19 prevalence and infection control practices among
US dentists JADA. 2020; 151(11): 815.
55. Fadli, Safruddin, Ahmad AS, Sumbara, Baharuddin R. Faktor yang
Mempengaruhi Kecemasan pada Tenaga Kesehatan dalam Upaya Pencegahan
COVID-19. JPKI. 2020; 6(1): 59
56. Mashabi. Manfaat Keterbukaan Data Penanganan COVID-19 untuk Masyarakat.
28 April 2020. <https://nasional.kompas.com/read/2020/04/28/15151891/ini-
manfaat-keterbukaan-data-penanganan-covid-19-untuk-masyarakat?page=all>. 9
November 2021.
57. Hamid NFA, Jaafar A, Mahmod NH, Hamzah RNNRA. Financial Implication of
COVID-19: A Story of Malaysian Dental Practitioner. J Dent Indones. 2021;
28(3): 181.
Lampiran 1. Surat Persetujuan Komisi Etik Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2. Surat keterangan telah melakukan penelitian
Lampiran 3. Lembar Penjelasan
Kepada Yth:
Bapak/Ibu
.............................
Bersama ini saya Glennys Giovanna Thaslim yang sedang menjalani program
pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara,
memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya
yang berjudul:
Medan,___________2021
Dengan ini saya mengakui bahwa saya memahami sepenuhnya tentang penelitian ini,
dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela, tanpa paksaan. Saya
mengerti bahwa saya telah dijamin terhadap setiap kerugian yang timbul. Nama saya
tidak akan diumumkan dan akan diperlakukan secara rahasia oleh peneliti.
Demikianlah surat persetujuan ini dapat digunakan sepenuhnya.
Medan, 2021
Yang Menyetujui
( )
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Tanggal Pemeriksaan : __/ __/ 2021 No. Responden:
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
4. Bekerja klinis dengan pasien : 1. Ya 2. Tidak
5. Menutup praktik selama pandemi: 1. Ya 2. Tidak
6. Tempat kerja : 1. Instansi kesehatan pemerintah
2. Klinik gigi pribadi/ praktik mandiri
7. Lama praktik : < 10 tahun 10 tahun
10-20 tahun 20-30 tahun
> 30 tahun
8. Letak klinik gigi : 1. Perkotaan 2. Pinggiran kota
9. Bidang praktik dokter gigi : Dokter gigi Umum
Dokter gigi Spesialis………
PENGALAMAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan peristiwa yang Anda alami dalam
kegiatan berpraktik selama masa pandemi COVID-19!
Jawaban
No Pernyataan
SS S RR TS STS
1. Konsultasi via telepon efektif dalam
menyelesaikan permasalahan pasien
2. Memeriksa pasien untuk gejala
COVID-19 adalah tugas yang harus
dilakukan
3. Pengambilan tes COVID-19 pada
pasien harus dijadikan sebagai
rutinitas
4. Pembukaan kembali klinik gigi akan
menyebabkan penyebaran virus
5. Praktik gigi terus dilanjutkan terlepas
dari situasi pandemi COVID-19
6. Saya sedang mengalami masalah
finansial akibat pandemi
7. Saya akan segera mengalami
masalah finansial akibat pandemi
8. Saya mengalami gejala kecemasan
dan depresi selama situasi pandemi
ini
9. Saya merasa perlu berkonsultasi
dengan psikiater
I. KEHIDUPAN PRIBADI
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan akibat dari COVID-19 pada
kehidupan pribadi yang berdampak pada Anda alami selama masa pandemi COVID-
19!