DI LAMONGAN
PENDAHULUAN
Mendaki gunung atau mountaineering sering disebut sebagai aktivitas yang banyak
diminati dari berbagai kalangan. Mendaki gunung memiliki resiko yang besar dan dapat
membahayakan keselamatan dan juga mengancam nyawa pendaki. Salah satunya yang
dialami pendaki adalah hipotermia (Iryani 2013). Hipotermia merupakan keadaan dimana
terjadinya penurunan suhu tubuh dari batas normal menjadi <35ºC atau 95ºF secara
involunter (Hardisman, 2014). Hipotermia terjadi karena pelepasan panas melalui konduksi,
konveksi, radiasi atau evaporasi. Gejala awal yang dapat terjadi hanya gejala ringan,
penyebab ini banyak menyebabkan kematian. Faktor resiko hipotermia semakin meningkat
pada orang tua, anak-anak, pecandu alkohol dan pendaki gunung (Setiati, 2014).
seseorang yang terpapar langsung oleh suhu udara dingin. Kategori hipotermia dibagi
menjadi 3 antara lain hipotermia ringan, hipotermia sedang dan hipotermia berat. Hipotermia
ringan terjadi pada rentang suhu tubuh antara 32-35°C yang bisa menyebabkan penderita
mengalami tanda dan gejala seperti pucat, terasa dingin saat disentuh, mati rasa terutama
peningkatan detak jantung dan pernafasan. Hipotermia sedang terjadi pada rentang 28-32°C
yang bisa menyebabkan penderita mengalami tanda dan gejala seperti penurunan tingkat
hipotermia berat dapat terjadi pada rentang suhu dibawah 28°C yang dapat menyebabkan
penderita mengalami detak jantuk lemah, tidak ada respon pupil, tidak sadar, dan tidak
merespon. Sehingga penderita hipotermia sangat dibutuhkan penanganan yang cepat dan
Kondisi suhu udara dingin juga dapat mengakibatkan kematian karena dapat
memperberat kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya (seperti penyakit kardiovaskuler dan
penyakit pernapasan) dan juga yang menjalani pengobatan lebih rentan terdapat cuaca dingin
(Berko et. all, 2014). Kurangnya pengetahuan dan sikap diantara pendaki tentang hipotermia
juga menjadi penyebab meningkatnya kasus hipotermia. Salah satu mitos tentang hipotermia
di kalangan pendaki adalah kehilangan panas jauh lebih besar pada bagian kepala
dibandingkan bagian tubuh yang lain. Sehingga banyak pendaki yang menggunakan topi atau
penutup kepala yang bertujuan untuk menjaga kehangatan bagian kepala, namun kurang
memperhatikan bagian tubuh yang lain. Hal ini tidak dibenarkan, karena panas tubuh hilang
melalui semua bagian yang terpapar lingkungan dingin. Pengeluaran panas pada bagian
kepala orang dewasa hanya sebesar 10% dari bagian tubuh yang lain (Betterhealth, 2015).
Hipotermia dapat terjadi pada pecinta alam di Indonesia yang sedang melakukan
pendakian di gunung. Hal ini diperkuat dengan data jumlah pendaki gunung yang ditanyakan
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Balai Besar Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango pada tahun 2013 jumlah pengunjung sebanyak 82.577
orang serta jumlah pengunjung ditahun 2014 meningkat menjadi 96.587 orang. Sedangkan
jumlah pengunjung di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Lombok Timur pada tahun
2014 pendaki mancanegara maupun nusantara mencapai 58.000 orang, serta jumlah pandaki
tahun 2015 meningkat menjadi 70.000 orang (Mandiri, 2016). Serta data dari Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 jumlah
pendaki mencapai 50-100 orang setiap hari. Jumlah tersebut meningkat pada 2014 sebanyak
mengancam jiwa yaitu seperti hipotermia, hipoksia, dehidrasi dan kram. Angka kejadian
hipotermia pada pendaki gunung di Indonesia pada tahun 2016-2018 terdapat 5 orang
pendaki yang harus dirawat di rumah sakit dan terdapat 9 orang meninggal. Sebagian besar
korban meninggal di gunung disebabkan oleh hipotermia. Pada bulan Februari 1 orang
meninggal karena hipotermia di Gunung Lawu 1 orang harus dirawat intensif karena
hipotermia (Setiadi, 2016). Sampai saat ini kejadian hipotermia pada pendaki gunung belum
mahasiswa MAPALA di Lamongan (UMLA, UNISDA dan UNISLA) didapatkan hasil data
15 dari 100%. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan MAPALA, mahasiswa tidak mengetahui
tentang pertolongan pertama hipotermia yang paling mendominasi yaitu sebanyak 13 atau
87%, mahasiswa yang mengetahui tentang pertolongan pertama hipotermia yaitu sebanyak 2
atau 13% dan 13 dari 15 mahasiswa mengatakan bahwa pertolongan pertama hipotermia
belum bisa sepenuhnya benar, seperti menghangatkan tubuh korban secara instan yaitu
dengan mandi dengan air panas. Pengetahuan masyarakat atau mahasiswa mengenai
pertolongan pertama hipotermia yang masih sangat kurang tentu menjadi perhatian.
Pertolongan pertama hipotermia ini apabila tidak dilakukan maka akan menyebabkan
terjadinya komplikasi, bahkan kematian. Komplikasi yang dapat muncul adalah Frostbite,
yaitu cedera pada kulit dan jaringan di bawahnya karena membeku, Chilblains yaitu
peradangan pembuluh darah kecil dan saraf pada kulit. Trench foot, yaitu rusaknya pembuluh
darah dan saraf pada kaki akibat terlalu lama teredam air, Gangrene atau kerusakan jaringan
(Willy, 2019). Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan kepada masyarakat awam atau
kepada mahasiswa melalui unit kegiatan mahasiswa yang berfokus pada mahasiswa pecinta
alam (mapala) yang berisiko ketika melakukan kegiatan alam bebas pendakian gunung lebih
dari 3000 Mdpl. Mapala merupakan organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang
mempunyai kesamaan minat serta kepedulian terhadap alam bebas yaitu salah satunya adalah
keperawatan yang efektif untuk meningkatkan tingkat kesadaran maupun pengetahuan akan
pentingnya pemahaman. Pendidikan kesehatan juga memiliki berbagai metode yang bisa
efektifitas pendidikan kesehatan belum sepenuhnya diketahui dan belum sepenuhnya dapat
diberikan di seluruh kalangan masyarakat baik juga mahasiswa (Ainal Mardhial, 2016).
kelompok, sehingga mampu melakukan apapun yang diharapkan seperti perilaku untuk
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Lamongan”.
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka dapat rumuskan masalah pada
peneliti ini adalah “Adakah Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Hipotermia dengan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu umtuk mengetahui pengetahuan dan sikap
tentang hipotermia dengan pertolongan pertama hipotermia pada mahasiswa UKM MAPALA
di Lamongan
pertama hipotermia
hipotermia
1. Bagi Institusi
2. Bagi Responden
3. Bagi Peneliti
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan dan
pengalaman dalam penanganan dalam pertolongan pertama hipotermia dan juga salah