Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HIPOTERMIA DENGAN

PERTOLONGAN PERTAMA HIPOTERMIA PADA MAHASISWA UKM MAPALA

DI LAMONGAN

BELLA SRI ALVIANTI


NIM 18.02.01.2636

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mendaki gunung atau mountaineering sering disebut sebagai aktivitas yang banyak

diminati dari berbagai kalangan. Mendaki gunung memiliki resiko yang besar dan dapat

membahayakan keselamatan dan juga mengancam nyawa pendaki. Salah satunya yang

dialami pendaki adalah hipotermia (Iryani 2013). Hipotermia merupakan keadaan dimana

terjadinya penurunan suhu tubuh dari batas normal menjadi <35ºC atau 95ºF secara

involunter (Hardisman, 2014). Hipotermia terjadi karena pelepasan panas melalui konduksi,

konveksi, radiasi atau evaporasi. Gejala awal yang dapat terjadi hanya gejala ringan,

penyebab ini banyak menyebabkan kematian. Faktor resiko hipotermia semakin meningkat

pada orang tua, anak-anak, pecandu alkohol dan pendaki gunung (Setiati, 2014).

Hipotermia mempunyai dampak negatif tergantung dalam kategori dan waktu

seseorang yang terpapar langsung oleh suhu udara dingin. Kategori hipotermia dibagi

menjadi 3 antara lain hipotermia ringan, hipotermia sedang dan hipotermia berat. Hipotermia

ringan terjadi pada rentang suhu tubuh antara 32-35°C yang bisa menyebabkan penderita

mengalami tanda dan gejala seperti pucat, terasa dingin saat disentuh, mati rasa terutama

pada bagian ekstermitas, respon melambat, mengantuk, mengigil, lesu, mengamali

peningkatan detak jantung dan pernafasan. Hipotermia sedang terjadi pada rentang 28-32°C

yang bisa menyebabkan penderita mengalami tanda dan gejala seperti penurunan tingkat

kesadaran, disorientasi, inkontinensia urin dan reflek menjadi melambat. Sedangkan

hipotermia berat dapat terjadi pada rentang suhu dibawah 28°C yang dapat menyebabkan

penderita mengalami detak jantuk lemah, tidak ada respon pupil, tidak sadar, dan tidak
merespon. Sehingga penderita hipotermia sangat dibutuhkan penanganan yang cepat dan

tepat (Setiati, 2014).

Kondisi suhu udara dingin juga dapat mengakibatkan kematian karena dapat

memperberat kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya (seperti penyakit kardiovaskuler dan

penyakit pernapasan) dan juga yang menjalani pengobatan lebih rentan terdapat cuaca dingin

(Berko et. all, 2014). Kurangnya pengetahuan dan sikap diantara pendaki tentang hipotermia

juga menjadi penyebab meningkatnya kasus hipotermia. Salah satu mitos tentang hipotermia

di kalangan pendaki adalah kehilangan panas jauh lebih besar pada bagian kepala

dibandingkan bagian tubuh yang lain. Sehingga banyak pendaki yang menggunakan topi atau

penutup kepala yang bertujuan untuk menjaga kehangatan bagian kepala, namun kurang

memperhatikan bagian tubuh yang lain. Hal ini tidak dibenarkan, karena panas tubuh hilang

melalui semua bagian yang terpapar lingkungan dingin. Pengeluaran panas pada bagian

kepala orang dewasa hanya sebesar 10% dari bagian tubuh yang lain (Betterhealth, 2015).

Hipotermia dapat terjadi pada pecinta alam di Indonesia yang sedang melakukan

pendakian di gunung. Hal ini diperkuat dengan data jumlah pendaki gunung yang ditanyakan

terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Balai Besar Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango pada tahun 2013 jumlah pengunjung sebanyak 82.577

orang serta jumlah pengunjung ditahun 2014 meningkat menjadi 96.587 orang. Sedangkan

jumlah pengunjung di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Lombok Timur pada tahun

2014 pendaki mancanegara maupun nusantara mencapai 58.000 orang, serta jumlah pandaki

tahun 2015 meningkat menjadi 70.000 orang (Mandiri, 2016). Serta data dari Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 jumlah

pendaki mencapai 50-100 orang setiap hari. Jumlah tersebut meningkat pada 2014 sebanyak

500-1000 orang setiap hari (Purnomo, 2014).


Saat melakukan pendakian para pendaki dapat terserang penyakit gunung yang dapat

mengancam jiwa yaitu seperti hipotermia, hipoksia, dehidrasi dan kram. Angka kejadian

hipotermia pada pendaki gunung di Indonesia pada tahun 2016-2018 terdapat 5 orang

pendaki yang harus dirawat di rumah sakit dan terdapat 9 orang meninggal. Sebagian besar

korban meninggal di gunung disebabkan oleh hipotermia. Pada bulan Februari 1 orang

meninggal karena hipotermia di Gunung Lawu 1 orang harus dirawat intensif karena

hipotermia (Setiadi, 2016). Sampai saat ini kejadian hipotermia pada pendaki gunung belum

disebutkan secara detail (Setiawan, 2016).

Dari hasil studi pendahuluan terhadap pengetahuam pertolongan pertama hipotermia

mahasiswa MAPALA di Lamongan (UMLA, UNISDA dan UNISLA) didapatkan hasil data

15 dari 100%. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan MAPALA, mahasiswa tidak mengetahui

tentang pertolongan pertama hipotermia yang paling mendominasi yaitu sebanyak 13 atau

87%, mahasiswa yang mengetahui tentang pertolongan pertama hipotermia yaitu sebanyak 2

atau 13% dan 13 dari 15 mahasiswa mengatakan bahwa pertolongan pertama hipotermia

belum bisa sepenuhnya benar, seperti menghangatkan tubuh korban secara instan yaitu

dengan mandi dengan air panas. Pengetahuan masyarakat atau mahasiswa mengenai

pertolongan pertama hipotermia yang masih sangat kurang tentu menjadi perhatian.

Pertolongan pertama hipotermia ini apabila tidak dilakukan maka akan menyebabkan

terjadinya komplikasi, bahkan kematian. Komplikasi yang dapat muncul adalah Frostbite,

yaitu cedera pada kulit dan jaringan di bawahnya karena membeku, Chilblains yaitu

peradangan pembuluh darah kecil dan saraf pada kulit. Trench foot, yaitu rusaknya pembuluh

darah dan saraf pada kaki akibat terlalu lama teredam air, Gangrene atau kerusakan jaringan

(Willy, 2019). Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan kepada masyarakat awam atau

kepada mahasiswa melalui unit kegiatan mahasiswa yang berfokus pada mahasiswa pecinta

alam (mapala) yang berisiko ketika melakukan kegiatan alam bebas pendakian gunung lebih
dari 3000 Mdpl. Mapala merupakan organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang

mempunyai kesamaan minat serta kepedulian terhadap alam bebas yaitu salah satunya adalah

pendakian gunung lebih dari 3000 Mdpl (Papilaya dkk, 2016).

Pendidikan kesehatan merupakan priorotas utama dan sebagai salah intervensi

keperawatan yang efektif untuk meningkatkan tingkat kesadaran maupun pengetahuan akan

pentingnya pemahaman. Pendidikan kesehatan juga memiliki berbagai metode yang bisa

digunakan untuk menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan. Namun demikian,

efektifitas pendidikan kesehatan belum sepenuhnya diketahui dan belum sepenuhnya dapat

diberikan di seluruh kalangan masyarakat baik juga mahasiswa (Ainal Mardhial, 2016).

Pengetahuan tentang penatalaksanaan hipotermia pada pecinta alam yang melakukan

kegiatan di gunung perlu ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan

merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi individu maupun

kelompok, sehingga mampu melakukan apapun yang diharapkan seperti perilaku untuk

memelihara maupun meningkatkan kesehatan secara kondusif (Notoatmojo, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Hipotermia dalam Melakukan

Pertolongan Pertama Hipotermia Pada Mahasiswa Pecinta Alam (UKM MAPALA) di

Lamongan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka dapat rumuskan masalah pada

peneliti ini adalah “Adakah Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Tentang Hipotermia dengan

Pertolongan Pertama Hipotermia Pada Mahasiswa UKM MAPALA di Lamongan ?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu umtuk mengetahui pengetahuan dan sikap

tentang hipotermia dengan pertolongan pertama hipotermia pada mahasiswa UKM MAPALA

di Lamongan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan mahasiswa UKM MAPALA tentang pertolongan

pertama hipotermia

2. Mengidentifikasi sikap mahasiswa UKM MAPALA dalam pertolongan pertama

hipotermia

3. Menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap tentang hipotermia dengan

pertolongan pertama hipotermia pada mahasiswa UKM MAPALA di Lamongan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Praktisi

1. Bagi Institusi

Diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah keputustakaan, sehingga

dapat dijadikan sumber referensi khususnya dalam pertolongan pertama hipotermia

2. Bagi Responden

Memberikan masukan atau informasi bagi mahasiswa mengenai melakukan

pertolongan pertama hipotermia dengan baik dan benar.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan dan

pengalaman dalam penanganan dalam pertolongan pertama hipotermia dan juga salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana keperawatan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian atau referensi

pembelajaran dan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama

dalam meningkatkan pengetahuan pertolongan pertama pada kasus hipotermia.

Anda mungkin juga menyukai