Uts Dasar Jurnalistik - Musodiq Ibnu Homzah (2101110366)
Uts Dasar Jurnalistik - Musodiq Ibnu Homzah (2101110366)
2101110366
UTS DASAR-DASAR JURNALISTIK
Peraturan yang mengatur media di Indonesia adalah UU Surat Kabar no. 40 Tahun
1999. Undang-undang mengatur tentang: Penyimpanan, pemrosesan, dan transmisi informasi
dalam bentuk tulisan, audio, gambar, audio, gambar, data, format grafik, atau format lain
dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan semua saluran yang tersedia. ”
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menetapkan bahwa fungsi pers
adalah sebagai sarana pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Selain itu, pers juga dapat
berfungsi sebagai institusi ekonomi. Fungsi kontrol sosial pers sangat penting untuk
mencegah terjadinya korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan seperti nepotisme dan
penyalahgunaan serta perbuatan tercela lainnya. Pengendalian sosial bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa. Pengesahan Undang-Undang Nomor 40
tentang Pers pada tahun 1999 merupakan langkah penting dalam kebangkitan kebebasan pers
setelah ditangkap di bawah pemerintahan Orde Baru.
Undang-undang pers yang baru menjamin kebebasan pers sebagai hak dasar warga
negara dan tidak menyensor, melarang, atau membatasi sarana komunikasi dalam pers
nasional (Pasal 4). Padahal, isi UU Surat Kabar, yaitu Hukum no. 11 tahun 1966 tentang
artikel liputan berita utama, hampir identik dengan Undang-Undang Surat Kabar 1999, dan
surat kabar di seluruh negeri dibebaskan dari sensor (pasal 4). Kebebasan pers menjamin
bahwa itu adalah bagian dari hak-hak dasar warga negara (pasal 5). “Pertukaran” tanpa akhir
(pasal 20) menghambat kebebasan pers.(Akil, 2014)
Masa transisi ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk menerapkan peraturan lebih
lanjut yang membatasi kebebasan pers. Selama “masa transisi” ini, penerbitan surat kabar
harus memiliki izin penerbitan (SIT) dari Kementerian Penerangan dan izin pencetakan (SIC)
dari Satuan Tugas (Kopkamtib) untuk pemulihan keamanan dan ketertiban. Penerbitan surat
kabar secara otomatis dilarang jika salah satu atau kedua otoritas berlisensi mencabut lisensi.
Kopkamtib telah menghapus SIC karena stabilitas keamanan nasional yang semakin
meningkat, dan Kementerian Tenaga Kerja telah mempromosikan media nasional, demikian
Kementerian Penerangan telah melaporkan sejak 3 Mei 1977. Ini adalah satu-satunya
lembaga yang mengizinkan publikasi.
Biasanya, pers adalah tentang media yang ada, baik cetak maupun elektronik. Namun
secara khusus, ide pers adalah media cetak. Dengan demikian, UU Pers secara tidak langsung
dapat mempengaruhi seluruh media yang ada dan khususnya media cetak. Prinsip-prinsip
administrasi media di Indonesia menurut undang-undang ini adalah:
Kebebasan pers merupakan bentuk kemerdekaan masyarakat berdasarkan
prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Media nasional beroperasi di bidang media, pendidikan, hiburan dan kontrol
publik. Pers kemudian juga berperan sebagai forum ekonomi.Kemerdekaan
pers dijamin menjadi hak asasi rakyat negara.
Kepada media nasional, agar tidak menyensor, melarang dan melanggar aturan
penyiaran.
Untuk menegaskan kebebasan pers, pers nasional berhak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan pendapat dan informasi.
Jurnalis bebas membuat keputusan sendiri tentang mengorganisir jurnalis.
Wartawan juga memiliki Kode Etik untuk Wartawan. Dalam perjalanan
kerjanya, jurnalis menikmati supremasi hukum.
Setiap warga negara Indonesia dan pemerintah berhak mendirikan perusahaan
pers. Setiap perusahaan media harus memiliki formulir Badan Legislasi
Indonesia. Perusahaan media mengukur aset jurnalis dan pekerja media dalam
bentuk dividen atau partisipasi dalam laba bersih dan jenis aset lainnya.
Masuknya modal asing dalam mobilisasi media dilakukan di pasar modal.
Perusahaan media harus mengumumkan secara terbuka nama, judul dan orang
yang bertanggung jawab atas media yang sesuai, terutama yang dipublikasikan
di media massa, serta nama dan alamat penerbit.
Sebuah forum independen didirikan untuk mempromosikan kebebasan pers
dan meningkatkan kehidupan media nasional..(Simaremare, 1999)
Sebagai bagian dari kerangka terkait UU Pers, terdapat pula Media Code of Conduct
(CEP) bagi jurnalis/organisasi media. KEJ diatur dalam Peraturan Dewan Pers
No.6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Peraturan Pers KEJ 2006. KEJ 2006, Kode
Etik Wartawan/Asosiasi, memuat 11 pasal yang ditandatangani oleh 29 Ikatan Wartawan
Indonesia. Prinsip KEJ, dan lain-lain:
Wartawan Indonesia adalah jurnalis yang independen, akurat, seimbang, dan beritikad
baik (Pasal 1).
Wartawan Indonesia membutuhkan profesionalisme dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya (pasal 2).
Wartawan Indonesia selalu memeriksa informasi, melaporkannya secara berimbang,
tidak mencampuradukkan fakta dan opini, serta menerapkan prinsip tidak bersalah
(Pasal 3).
Wartawan Indonesia tidak menulis atau mempublikasikan informasi yang meniru atau
menularkan kepada siapa pun atas dasar ras, suku, warna kulit, agama, jenis kelamin,
atau bahasa, dan tidak mengkritik yang lemah, miskin, sakit, keterbelakangan mental,
atau cacat (Pasal delapan).
UU No.4/1967
Ini adalah amandemen UU Lr. 11/1966. Undang-undang ini mengganti beberapa kata
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966, mengganti salah satu istilah
“peralatan revolusi” dengan “peralatan perjuangan bangsa” dsb. Alat revolusi adalah
kalimat yang dimaksud dalam UU no. 11/1966.
Setiap siaran pers yang dikeluarkan oleh asosiasi pers memerlukan siaran pers yang
diterbitkan pemerintah (SIUPP). Pasal-pasal PSIM akan diatur oleh Pemerintah
setelah mendengarkan pandangan Dewan Pers.
UU No. 21/1982
Mendefinisikan dan menyoroti pentingnya PSIM. SIUPP merupakan sarana
pendukung dan pengembangan media untuk mewujudkan kehidupan pers yang sehat,
mandiri dan bertanggung jawab, media yang dapat menjalankan tugasnya.
Aturan SIUPP diatur dalam Permenpen No. 01/1984.
Menteri Penerangan berwenang penuh untuk menangguhkan SIUPP jika siaran pers
dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
Verschoningrecht (6) Pasal 15.
UU No. 40/1999
Rezim telah berubah, sekarang bukan pers bebas yang bertanggung jawab, tetapi
kebebasan pers (Pasal 2). Kata terakhir ini menggarisbawahi pasal-pasal lain dan
penerapannya pada iklim Indonesia pasca Orde Baru.
Ini perubahan yang lebih baik dari UU Pers Orde Baru.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Aturan Pokok Pers, diganti dengan
Undang-Undang Nomor. 4/1967 dan diganti dengan UU Lr. 21/1982, tidak lebih
sejauh ini.
Menegaskan kembali bahwa media nasional tidak tunduk pada sensor, larangan dan
pembatasan distribusinya.
Menjelaskan hak menjawab, hak menolak, hak mengoreksi, dan hak mengoreksi.
Konteks Lahirnya UU Pers No. 40/99
Jika KUHP tentang Pasal-Pasal Penyebaran Kebencian (Hatzaai Articleen)
merepresentasikan semangat penguasa mempertahankan kekuasaan atas opini dan opini
kritis, maka UU Surat Kabar No. 40/99 merupakan antitesis otoriter. Mekanisme yang lahir
itu dilakukan selama tiga abad di bawah komando Jenderal Haji Muhammad Suharto.
Presiden Yusuf Habibi membuka pintu demokratisasi pers dan menghirup udara segar
dengan merespon prinsip-prinsip deregulasi dan keterbukaan informasi untuk menghapus
tudingan "mantan bawahan Suharto". Konteks sosial politik ini harus diingat jika ingin
membandingkan undang-undang pers yang direformasi dengan undang-undang pers atau
tatanan politik masa lalu.
Sebagaimana telah disebutkan pada poin sebelumnya, poin yang akan segera dicapai
dari undang-undang ini adalah kebebasan pers. Sepintas, konsep kemerdekaan begitu rapuh
sehingga bisa masuk dalam pemahaman nomenklatur pers libertarian. Oleh karena itu, sanksi
pidana bukanlah tekanan yang besar menurut ketentuan undang-undang pers ini. Hal ini dapat
dimaklumi mengingat tuntutan pers yang telah mengalami masa-masa traumatis ketika Orba
sibuk dipukuli, diculik dan dipenjarakan.(Bekti Nugroho, 2013)
Definisi Operasional
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan :
1. Pers adalah lembaga sosial dan sarana komunikasi massa yang menyelenggarakan
kegiatan jurnalistik, meliputi pencarian, penerimaan, kepemilikan, penyimpanan,
pengolahan, dan penyampaian informasi dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara, dan gambar, serta data dan grafis, serta dalam bentuk lain dengan
menggunakan media cetak, media elektronik dan segala macam saluran yang
tersedia.
2. Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang pers,
termasuk perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita, serta
perusahaan media lain yang khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau
menyebarkan informasi.
3. Kantor berita adalah layanan pers yang melayani media cetak, elektronik, atau
media lainnya, serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara rutin melakukan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi Pers adalah organisasi jurnalis dan organisasi jasa pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan percetakan
Indonesia.
7. Pers asing - pers yang diselenggarakan oleh perusahaan percetakan asing.
8. Sensor adalah penghilangan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi
yang dimaksudkan untuk dipublikasikan atau disiarkan, atau tindakan peringatan
atau peringatan yang mengancam dari pihak manapun, dan/atau kewajiban untuk
melaporkan dan memperoleh izin dari pihak yang berwenang pada saat melakukan
kegiatan jurnalistik.
9. Larangan atau larangan penyiaran adalah penghentian publikasi dan distribusi atau
penyiaran dengan paksa atau bertentangan dengan undang-undang.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan sesuai dengan profesinya untuk menolak
mengungkapkan nama dan/atau identitas lain sumber berita yang harus
dirahasiakan.
11. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk menanggapi atau
menyanggah berita berupa fakta yang merusak nama baiknya.
12. Hak Koreksi - Hak setiap orang untuk mengoreksi atau mengoreksi informasi
yang tidak benar yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya sendiri maupun
tentang orang lain.
13. Kewajiban mengoreksi adalah kewajiban mengoreksi atau mengoreksi informasi,
data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang diberitakan oleh pers terkait.
14. Kode etik jurnalistik - seperangkat aturan etika profesi jurnalistik.. (Indonesia,
1998)
Menurut UU no. 40 Tahun 1999, Pasal 3 menyatakan bahwa karya pelaporan nasional berupa
informasi, pendidikan atau pelatihan, hiburan atau rekreasi, kontrol atau koreksi sosial, dan
mediasi. Menyebarkan informasi sebagai sumber informasi merupakan fungsi terpenting dari
media. Banyak orang membutuhkan informasi tentang apa yang terjadi dan ingin mendaftar
atau membeli surat kabar. Selain itu, media juga dituntut untuk menyediakan data, yaitu
informasi yang dibutuhkan masyarakat, terutama bagaimana meningkatkan kesadaran tentang
isu-isu pembangunan. Media informasi merupakan bagian dari kerja media dalam hal
berfikir. Salah satu fungsi reportase berita adalah proses pembelajaran, dan Pasal 3 adalah
proses pembelajaran. Untuk itu, tentu saja media harus mampu menyebarluaskan informasi
pendidikan. Media harus menjadi salah satu kegiatan yang media perlu menjadi tempat
belajar, media harus dapat membangkitkan minat membaca masyarakat khususnya siswa di
sekolah. Media adalah cara untuk mengontrol masyarakat Media adalah alat untuk
mengontrol masyarakat, menjelaskan peristiwa buruk, situasi yang tidak pantas, melanggar
aturan, dan meningkatkan kesadaran agar peristiwa tersebut tidak terjadi lagi. Patuhi aturan
ketika kebaikan naik dan naik. Menurut Undang-Undang Surat Kabar tahun 1999, 40. Pers
adalah lembaga sosial, dan didefinisikan sebagai badan netral yang terlibat dalam kegiatan
pers. Media seperti media hiburan. Ayat (1) Pasal 3 UU no. 40 Tahun 1999 menyatakan
bahwa salah satu fungsi media adalah hiburan. Hiburan media tidak boleh mengganggu apa
yang mungkin atau mungkin tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Akil, M. A. (2014). REGULASI MEDIA DI INDONESIA (Tinjauan UU Pers dan UU
Penyiaran). Jurnal Dakwah Tabligh, 15(2), 137–145.
Arianto, H. (2017). Akibat Hukum Perusahaan Pers yang Tidak Berbadan Hukum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Vol. 1, Issue 69).
Universitas Esa Unggul.
Bekti Nugroho, S. (2013). Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. In Dewan Pers.
https://dewanpers.or.id/assets/ebook/buku/822-Buku Pers berkualitas masyarakat
Cerdas_final.pdf
Indonesia, P. R. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pers. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 Tentang Jalan,
1, 1–5. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjWxrKe
if7eAhVYfysKHcHWAOwQFjAAegQICRAC&url=https%3A%2F%2Fwww.ojk.go.id
%2Fid%2Fkanal%2Fpasar-modal%2Fregulasi%2Fundang-undang%2FDocuments
%2FPages%2Fundang-undang-nomo
Simaremare, T. (1999). Prinsip Kewartawanan Mochtar Lubis yang terdapat dalam buku
Mochtar Lubis Wartawan Jihad. 1(10), 9–39.
Surbakti, D. (2016). Peran dan Fungsi Pers Menurut Undang-undang Pers tahun 1999 serta
Perkembangannya. Jurnal Hukum PRIORIS, 5(1), 77–86.
https://doi.org/10.25105/prio.v5i1.396
Syahriar, I. (2014). Penegakan Hukum Pers (A. Dakhoir (ed.); 1st ed.). CV. ASWAJA
PRESSINDO.
Yudiantoro, A. (2017). Tinjauan Umum Terhadap Pers. Jurnal Dewan Pers, 8(1817).