Anda di halaman 1dari 11

MUSODIQ IBNU HOMZAH

2101110366
UTS DASAR-DASAR JURNALISTIK

PERUNDANG UNDANGAN PERS


Kebebasan pers merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun sistem
pemerintahan yang demokratis, transparan, dan transparan. Media sebagai media memonitor
penegakan hukum untuk menciptakan keseimbangan di negara ini. Integritas dan transparansi
media harus dijaga agar informasi dapat disebarluaskan dan disajikan secara jujur, tanpa rasa
takut atau risiko. Pemerintah juga memberlakukan aturan dan peraturan khusus yang
mengatur media, dengan tujuan untuk melindungi berbagai elemen yang terkait dengan
media, seperti yayasan, objek, dan lain-lain, dan meminta pertanggungjawaban mereka dalam
menyebarkan informasi tentang eksekusi. kemerdekaan rakyat.
Pekerjaan dan kedudukan media merupakan kajian yang sangat penting dalam ilmu
komunikasi. Media yang dimaksud disini tidak lain adalah organisasi atau perusahaan yang
menggunakan teknologi telekomunikasi atau teknologi informasi untuk menyampaikan pesan
secara terus menerus kepada masyarakat luas, seperti majalah, surat kabar, televisi (media
data), radio dan internet. Seiring kemajuan teknologi, pemakaman media akan menjadi lebih
pribadi. Upaya memahami kepribadian, perilaku, dan pengaruh media terus dikembangkan
oleh peneliti dan fasilitator sejalan dengan semakin berkembangnya peran media dalam
masyarakat secara keseluruhan.
Pers cukup berpengaruh dalam membentuk sikap, pemikiran dan perilaku masyarakat.
Agar praktik media berpihak pada kepentingan nasional, diperlukan suatu standar untuk
menjamin profesionalisme media. Standar adalah aturan yang harus diikuti media untuk
memenuhi peran dan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
Indonesia sedang dalam proses tanggung jawab sosial untuk pers, tetapi berbagai jenis
media nyata pada akhirnya harus ditingkatkan untuk mencerminkan etika dan etika publik.
Ada hubungan yang sangat erat antara media dan sistem hukum. Tanpa aturan, pers tumbuh
bebas. Berbagai berita, berita, ide, foto, dll. tidak diterbitkan untuk tujuan tersembunyi.
Namun, aturan tersebut juga dapat dijadikan sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk
mengikuti pers. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 menyatakan bahwa pers memiliki
hak termasuk kebebasan pers, yang menjamin hak asasi warga negaranya; Menurut media
nasional, sensor tidak tunduk pada sensor. atau melarang penyiaran; menuntut kebebasan
pers, pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi; bertanggung jawab melaporkan pelanggaran aturan, jurnalis berhak mengajukan
keberatan (Yudiantoro, 2017).
Pers tidak hanya memiliki hak, tetapi juga memiliki kewajiban untuk memenuhi
semua tanggung jawabnya, termasuk hak untuk menanggapi, menjalankan tugas pengawasan,
melaporkan secara akurat dan ringkas, dan mematuhi Kode Etik. kasar. prinsip tidak bersalah,
menghormati supremasi hukum. Kemudian, sebagai sumber informasi umum, pers harus
sangat dijamin independensinya untuk bebas menyampaikan pandangan dan memenuhi
kewajibannya. Sebuah undang-undang khusus dibuat untuk menjamin kebebasan pers, yaitu
UU No. 40 Tahun 1999. Namun, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, media telah
berulang kali melanggar Kode Etik Wartawan, dan sering disalahartikan sebagai anonim.
PEMBAHASAN

Peraturan yang mengatur media di Indonesia adalah UU Surat Kabar no. 40 Tahun
1999. Undang-undang mengatur tentang: Penyimpanan, pemrosesan, dan transmisi informasi
dalam bentuk tulisan, audio, gambar, audio, gambar, data, format grafik, atau format lain
dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan semua saluran yang tersedia. ”
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menetapkan bahwa fungsi pers
adalah sebagai sarana pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Selain itu, pers juga dapat
berfungsi sebagai institusi ekonomi. Fungsi kontrol sosial pers sangat penting untuk
mencegah terjadinya korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan seperti nepotisme dan
penyalahgunaan serta perbuatan tercela lainnya. Pengendalian sosial bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa. Pengesahan Undang-Undang Nomor 40
tentang Pers pada tahun 1999 merupakan langkah penting dalam kebangkitan kebebasan pers
setelah ditangkap di bawah pemerintahan Orde Baru.
Undang-undang pers yang baru menjamin kebebasan pers sebagai hak dasar warga
negara dan tidak menyensor, melarang, atau membatasi sarana komunikasi dalam pers
nasional (Pasal 4). Padahal, isi UU Surat Kabar, yaitu Hukum no. 11 tahun 1966 tentang
artikel liputan berita utama, hampir identik dengan Undang-Undang Surat Kabar 1999, dan
surat kabar di seluruh negeri dibebaskan dari sensor (pasal 4). Kebebasan pers menjamin
bahwa itu adalah bagian dari hak-hak dasar warga negara (pasal 5). “Pertukaran” tanpa akhir
(pasal 20) menghambat kebebasan pers.(Akil, 2014)
Masa transisi ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk menerapkan peraturan lebih
lanjut yang membatasi kebebasan pers. Selama “masa transisi” ini, penerbitan surat kabar
harus memiliki izin penerbitan (SIT) dari Kementerian Penerangan dan izin pencetakan (SIC)
dari Satuan Tugas (Kopkamtib) untuk pemulihan keamanan dan ketertiban. Penerbitan surat
kabar secara otomatis dilarang jika salah satu atau kedua otoritas berlisensi mencabut lisensi.
Kopkamtib telah menghapus SIC karena stabilitas keamanan nasional yang semakin
meningkat, dan Kementerian Tenaga Kerja telah mempromosikan media nasional, demikian
Kementerian Penerangan telah melaporkan sejak 3 Mei 1977. Ini adalah satu-satunya
lembaga yang mengizinkan publikasi.
Biasanya, pers adalah tentang media yang ada, baik cetak maupun elektronik. Namun
secara khusus, ide pers adalah media cetak. Dengan demikian, UU Pers secara tidak langsung
dapat mempengaruhi seluruh media yang ada dan khususnya media cetak. Prinsip-prinsip
administrasi media di Indonesia menurut undang-undang ini adalah:
 Kebebasan pers merupakan bentuk kemerdekaan masyarakat berdasarkan
prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
 Media nasional beroperasi di bidang media, pendidikan, hiburan dan kontrol
publik. Pers kemudian juga berperan sebagai forum ekonomi.Kemerdekaan
pers dijamin menjadi hak asasi rakyat negara.
 Kepada media nasional, agar tidak menyensor, melarang dan melanggar aturan
penyiaran.
 Untuk menegaskan kebebasan pers, pers nasional berhak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan pendapat dan informasi.
Jurnalis bebas membuat keputusan sendiri tentang mengorganisir jurnalis.
Wartawan juga memiliki Kode Etik untuk Wartawan. Dalam perjalanan
kerjanya, jurnalis menikmati supremasi hukum.
 Setiap warga negara Indonesia dan pemerintah berhak mendirikan perusahaan
pers. Setiap perusahaan media harus memiliki formulir Badan Legislasi
Indonesia. Perusahaan media mengukur aset jurnalis dan pekerja media dalam
bentuk dividen atau partisipasi dalam laba bersih dan jenis aset lainnya.
Masuknya modal asing dalam mobilisasi media dilakukan di pasar modal.
 Perusahaan media harus mengumumkan secara terbuka nama, judul dan orang
yang bertanggung jawab atas media yang sesuai, terutama yang dipublikasikan
di media massa, serta nama dan alamat penerbit.
 Sebuah forum independen didirikan untuk mempromosikan kebebasan pers
dan meningkatkan kehidupan media nasional..(Simaremare, 1999)

Sebagai bagian dari kerangka terkait UU Pers, terdapat pula Media Code of Conduct
(CEP) bagi jurnalis/organisasi media. KEJ diatur dalam Peraturan Dewan Pers
No.6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Peraturan Pers KEJ 2006. KEJ 2006, Kode
Etik Wartawan/Asosiasi, memuat 11 pasal yang ditandatangani oleh 29 Ikatan Wartawan
Indonesia. Prinsip KEJ, dan lain-lain:
 Wartawan Indonesia adalah jurnalis yang independen, akurat, seimbang, dan beritikad
baik (Pasal 1).
 Wartawan Indonesia membutuhkan profesionalisme dalam menjalankan tugas
jurnalistiknya (pasal 2).
 Wartawan Indonesia selalu memeriksa informasi, melaporkannya secara berimbang,
tidak mencampuradukkan fakta dan opini, serta menerapkan prinsip tidak bersalah
(Pasal 3).
 Wartawan Indonesia tidak menulis atau mempublikasikan informasi yang meniru atau
menularkan kepada siapa pun atas dasar ras, suku, warna kulit, agama, jenis kelamin,
atau bahasa, dan tidak mengkritik yang lemah, miskin, sakit, keterbelakangan mental,
atau cacat (Pasal delapan).

Pers dan Perkembangannya Menurut Undang Undang


Kata pers berasal dari bahasa Belanda. Mengacu pada pers Inggris. Berarti bahan
cetakan dan menunjukkan bahan cetakan atau peristiwa di mana bahan cetakan itu
diterbitkan. Mengacu pada pencetakan atau pencetakan. Kata Pressare berasal dari kata Latin
premere. Pengertian sebuah kata adalah media cetak atau media cetak. Bahasa Belanda
adalah tulang punggung dan bahasa Inggris adalah media cetak. Kata "jurnalis" sering
didefinisikan di surat kabar atau majalah dan sering kali menyertakan kata "jurnalis". Pasal 1
ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999 mendefinisikan “pelaporan” sebagai fungsi lembaga sosial dan
media untuk melakukan fungsi media seperti penelitian, akuisisi, kepemilikan, perlindungan,
penyuntingan, dan transmisi. Teks informasi, audio, video, audio dan video, data dan grafik,
media elektronik dan semua saluran yang tersedia. Mencermati pengertian kantor berita
sebagaimana diatur dalam undang-undang pers, maka dapat dipahami bahwa kantor berita
Indonesia adalah suatu badan negara atau pemerintah dan bukan merupakan aset publik,
swasta, atau institusional. Oleh karena itu, pers tidak kalah pentingnya. Sebuah kelompok,
kelompok atau partai politik. Media tidak boleh digunakan oleh individu atau kelompok
untuk keuntungan pribadi untuk menyembunyikan kebenaran. Media memiliki dua
konsekuensi umum bagi perkembangannya. Dengan kata lain, pers berarti lebih banyak dan
pers lebih dekat. Cakupan luas mencakup semua publikasi, termasuk media elektronik, radio,
televisi, dan penyiaran, sedangkan cakupan terbatas terbatas pada media cetak seperti surat
kabar, majalah, dan perusahaan telekomunikasi.
Radio dan televisi termasuk dalam ruang lingkup konferensi pers, yang menunjukkan
bahwa tidak hanya jurnalis yang bekerja untuk surat kabar, surat kabar, dan perusahaan
telekomunikasi, tetapi juga jurnalis radio dan televisi yang berpartisipasi dalam konferensi
pers. Radio dan televisi melakukan kegiatan di media, yang mengarah pada penciptaan
publikasi berita di surat kabar.
Memang, wartawan kelahiran pers sebelum UU no. 40 Tahun 1999 hanya menyebut
wartawan media cetak, dan yang mencari berita radio dan televisi tidak disebut wartawan.
Hal itu dilakukan oleh anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang beranggotakan
wartawan dari media cetak.
Sebelum dimulainya proses reformasi di Indonesia, PWI adalah satu-satunya asosiasi
jurnalis, tetapi setelah pengunduran diri Presiden Suharto, Asosiasi Jurnalis Independen
(AJI), Ikatan Jurnalis Indonesia (IWI), Himpunan Jurnalis Islam Indonesia (HIWAMI) ),
wartawan televisi Indonesia dan lain-lain. Pada saat penandatanganan surat edaran oleh
Dewan Pers pada tanggal 57 Agustus 1999, terdapat 26 asosiasi jurnalis di Indonesia.
Kelompok jurnalis ini tumbuh dan tumbuh lagi seperti jamur di musim hujan, tetapi
asosiasi jurnalistik ini juga terseleksi secara alami, seperti daun yang gugur di musim panas.
Perkumpulan wartawan ini mirip dengan perusahaan media khususnya penerbit yang tidak
memerlukan Surat Izin Penerbitan (PNL), sehingga lahir surat kabar, majalah dan majalah
dari daerah hingga pusat. kuhn. Beberapa cetakan ditampilkan hanya beberapa kali dan
beberapa tidak ditampilkan di akhir.(Syahriar, 2014)
Berikut ini, yang muncul setelah perkembangan Internet, adalah media online yang
hanya berbeda secara formal dari media cetak, dan reporter juga disebut jurnalis. Menurut
UU No. 40 Tahun 1999, semua media radio dan televisi, termasuk media online, wajib
membuat struktur redaksional, dan pemimpin redaksi bertanggung jawab atas berita yang
disiarkan.
Peran dan Fungsi Pers Menurut Undang-Undang
Tentang peran pers, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengaturnya
di dalam Pasal 6 yang kalau diperjelas terdiri dari :
 Melatih hak penonton/audiens untuk tahu
 Pelestarian nilai-nilai fundamental demokrasi
 Mempromosikan supremasi hukum dan hak asasi manusia
 Menghargai keragaman
 Mempromosikan opini publik
 Memberikan komentar, komentar, koreksi dan saran
Perjuangkan keadilan dan hakFungsi media berita juga terdapat dalam undang-undang
berita ini. Dengan kata lain, diatur tidak hanya sebagai media untuk informasi, hiburan,
Pendidikan dan kontrol sosial, tetapi juga sebagai instansi ekonomi. Masyarakat/khalayak
yang merujuk standar hidup modern tidak terlepas dari kemajuan jurnalisme. Dalam fase
transaksi ini, jurnalis merupakan agen modernisasi. Seperti yang dikatakan Herbert Passin,
modernisasi yang tepat mencakup munculnya kelas komunikator profesional, termasuk
pemimpin opini dan pemimpin inovasi (di Indonesia, yang mungkin termasuk pemimpin
politik dan insinyur). .. Menurut Widodo, ada berbagai fungsi media berita di masyarakat,
yaitu
1. Memberitahukan. Pers memiliki kemampuan untuk memberikan informasi dan
berita kepada masyarakat umum dan pembaca, menyediakan berbagai jenis informasi melalui
tulisan biasa, penyiaran, dan tayangan masyarakat umum.
2. Mulai. Media bertindak sebagai pendidik, dan melalui berbagai jenis teks dan
pesan, media dapat mendidik masyarakat umum tentang pembacanya.
3. Konfirmasi. Peran pers di tengah masyarakat adalah menjamin kontrol sosial
melalui kritik dan kontribusi yang membangun. Laporan penyimpangan dan pelanggaran
peraturan oleh beberapa kelompok masyarakat atau pihak berwenang berkontribusi pada
pengawasan masyarakat dan pejabat pemerintah.
4 menjembatani. Pers berperan sebagai penghubung atau jembatan antara masyarakat
dengan pemerintah, begitu pula sebaliknya. Keinginan yang tidak dapat dikomunikasikan
melalui saluran atau lembaga yang ada dapat dikomunikasikan melalui pers.
5. Untuk hiburan. Pers dapat memberikan hiburan kepada masyarakat luas. Hiburan di
sini tidak hanya mengacu pada kesenangan, tetapi juga dapat berupa kepuasan dan
kenikmatan dari pers.
Tergantung pada fungsinya, apakah itu individu, organisasi, lembaga, atau lembaga,
pers tidak hanya diperlukan untuk memperoleh informasi, tetapi juga untuk memungkinkan
pers membentuk opini publik. Menurut Floranger Rosario Blade, “sebagai wadah dialog
antara pemerintah (pejabat) dan rakyat, pers dapat menjadi mediator, koneksi, katalis dan
interpreter (penafsir).” .. Demikian pula, media dapat menyebabkan krisis selain
meningkatkan kesadaran publik. Ada yang menambahkan fungsi media berita sebagai fungsi
pengaruh (influence), dan media berita memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Fitur surat kabar yang berpengaruh termasuk dalam editorial dan artikel. Fungsi
penting media tampaknya diterima oleh mereka yang ingin menyebut dirinya demokrasi.
Tidak dapat disangkal bahwa media berperan penting dalam mengawal proses demokratisasi
Indonesia yang pesat pasca reorganisasi. Berdasarkan hal tersebut, media Indonesia memang
layak menyandang predikat sebagai pilar keempat demokrasi.
Pada puncak perayaan Hari Kemerdekaan Pers Nasional 2012 di Jambi, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, bagian dari misi pers adalah memantau pemerintah
dan kondisi persawahan rakyat. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul
Sembiring mengatakan media tidak boleh melupakan identitasnya sebagai pejuang yang
melindungi kepentingan rakyat. Sebagai pilar keempat demokrasi, media memiliki fungsi
kontrol sosial yang lebih banyak dibandingkan pilar lainnya.(Surbakti, 2016)

Sejarah Dan Perkembangan Undang-Undang Pers


Sejarah hukum surat kabar Indonesia sebenarnya sudah dimulai ketika masyarakat
belum mengenal istilah “Indonesia” sebagai bentuk atau cikal bakal nama negara. Hukum
yang mengatur pers telah ada sejak kependudukan Belanda sebagai penjajah melalui
undangundang yang sekarang dikenal sebagai Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Dilihat dari alasan hukum pidana mengatur kegiatan pers, jelaslah pasal-pasal yang
dimuat adalah pasal-pasal yang membatasi liputan dan cenderung dikriminalisasi demi
stabilitas pemerintahan. Untuk itu, kalangan keilmuan yang sedang berkembang dengan tegas
menolak pendapat bahwa relevansi hukum pidana masih berlaku karena hukum pidana
didasarkan pada kebencian penguasa kolonial terhadap pers. Hukum semacam ini sebenarnya
diterapkan di banyak negara terjajah. Di Amerika Serikat di bawah pendudukan Inggris, itu
dikenal sebagai Hukum Penghasutan. Di India, yang dijajah oleh Inggris, dikenal sebagai
Bagian 124a KUHP Anglo-India. Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda, ia dikenal
sebagai “Hatzaai Articleen”.
Hukum Pers
Dalam 4 amandemen UUD 1945, kebebasan pers juga dijamin oleh Pasal 28f, yang
menyatakan: Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; ia berhak
untuk mencari. Menangkap, memiliki, menyimpan, mengatur dan mendiskusikan informasi,
menggunakan semua saluran yang tersedia.
Pertama, kebebasan pers sudah dijamin jauh sebelum UU 45 disahkan oleh Amandemen
Keempat, Pasal 28, yang menekankan hak atas kebebasan berekspresi. Kebebasan ini
kemudian ditegakkan oleh UU no. 11 1966:
 Mengklarifikasi bahwa sensor dan larangan tidak berlaku untuk media nasional.
 Setiap masyarakat memiliki hak untuk mempublikasikan artikel di pers.
 Izin untuk menarik tidak diperlukan, tetapi selama masa transisi masih digunakan
sampai keputusan untuk membatalkan dibuat berdasarkan DNR dan pemerintah.

UU No.4/1967
 Ini adalah amandemen UU Lr. 11/1966. Undang-undang ini mengganti beberapa kata
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966, mengganti salah satu istilah
“peralatan revolusi” dengan “peralatan perjuangan bangsa” dsb. Alat revolusi adalah
kalimat yang dimaksud dalam UU no. 11/1966.
 Setiap siaran pers yang dikeluarkan oleh asosiasi pers memerlukan siaran pers yang
diterbitkan pemerintah (SIUPP). Pasal-pasal PSIM akan diatur oleh Pemerintah
setelah mendengarkan pandangan Dewan Pers.

UU No. 21/1982
 Mendefinisikan dan menyoroti pentingnya PSIM. SIUPP merupakan sarana
pendukung dan pengembangan media untuk mewujudkan kehidupan pers yang sehat,
mandiri dan bertanggung jawab, media yang dapat menjalankan tugasnya.
 Aturan SIUPP diatur dalam Permenpen No. 01/1984.
 Menteri Penerangan berwenang penuh untuk menangguhkan SIUPP jika siaran pers
dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
 Verschoningrecht (6) Pasal 15.

UU No. 40/1999
 Rezim telah berubah, sekarang bukan pers bebas yang bertanggung jawab, tetapi
kebebasan pers (Pasal 2). Kata terakhir ini menggarisbawahi pasal-pasal lain dan
penerapannya pada iklim Indonesia pasca Orde Baru.
 Ini perubahan yang lebih baik dari UU Pers Orde Baru.
 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Aturan Pokok Pers, diganti dengan
Undang-Undang Nomor. 4/1967 dan diganti dengan UU Lr. 21/1982, tidak lebih
sejauh ini.
 Menegaskan kembali bahwa media nasional tidak tunduk pada sensor, larangan dan
pembatasan distribusinya.
 Menjelaskan hak menjawab, hak menolak, hak mengoreksi, dan hak mengoreksi.
 Konteks Lahirnya UU Pers No. 40/99
Jika KUHP tentang Pasal-Pasal Penyebaran Kebencian (Hatzaai Articleen)
merepresentasikan semangat penguasa mempertahankan kekuasaan atas opini dan opini
kritis, maka UU Surat Kabar No. 40/99 merupakan antitesis otoriter. Mekanisme yang lahir
itu dilakukan selama tiga abad di bawah komando Jenderal Haji Muhammad Suharto.
Presiden Yusuf Habibi membuka pintu demokratisasi pers dan menghirup udara segar
dengan merespon prinsip-prinsip deregulasi dan keterbukaan informasi untuk menghapus
tudingan "mantan bawahan Suharto". Konteks sosial politik ini harus diingat jika ingin
membandingkan undang-undang pers yang direformasi dengan undang-undang pers atau
tatanan politik masa lalu.
Sebagaimana telah disebutkan pada poin sebelumnya, poin yang akan segera dicapai
dari undang-undang ini adalah kebebasan pers. Sepintas, konsep kemerdekaan begitu rapuh
sehingga bisa masuk dalam pemahaman nomenklatur pers libertarian. Oleh karena itu, sanksi
pidana bukanlah tekanan yang besar menurut ketentuan undang-undang pers ini. Hal ini dapat
dimaklumi mengingat tuntutan pers yang telah mengalami masa-masa traumatis ketika Orba
sibuk dipukuli, diculik dan dipenjarakan.(Bekti Nugroho, 2013)

Hukum Pers Di Indonesia


Hubungan antara media dan anggaran rumah tangga dapat dilihat dalam dua cara:
yang pertama didasarkan pada aturan dan peraturan yang mengatur pers, dan yang kedua
dapat dilihat sebagai peraturan yang mencari keuntungan dari sistem akuntabilitas yang sama.
diminta pers. Dalam hal penggunaan faktor-faktor tersebut, ketentuan yang mengatur pers
dapat dilihat dari dua sudut pandang: ketentuan disiplin dan ketentuan penuntutan.
Artikel tentang etika media disusun dalam Kode Etik Jurnalis, yang juga dapat ditemukan
dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber, khususnya di jejaring sosial. Peraturan pers diatur
secara ketat oleh UU Pers. Undang-Undang Penggunaan Media juga mencakup berbagai
undang-undang dan peraturan lainnya seperti Undang-Undang Keterbukaan Informasi,
Undang-Undang Informasi dan Komunikasi Elektronik, Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik dan KUHP dan KUHP.
Undangundang 40 Tahun 1999 diadopsi sebagai pengakuan atas kenyataan bahwa
kebebasan pers merupakan bagian integral dari negara bangsa dan berperan penting dalam
membentuk kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yang demokratis.Negara,
dalam arti kebebasan. berekspresi dan berekspresi merupakan dasar Pasal 28 UUD 1945 yang
harus dijamin. Selain itu, karena Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 telah memenuhi
ketentuan Pokok-pokok Publikasi, maka diganti dengan Undang-Undang Nomor. 4 Tahun
1967 plus UU No. 21 Tahun 1982, sepanjang tidak memenuhi syarat. mengubah. Peraturan
No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang disahkan dan diumumkan pada tanggal 23 September
1999 dan diterbitkan dalam Lembaga Negara 1999, nomor 166, terdiri dari 10 bab dan 21
pasal.Bab I Pasal 1 mengatur mengenai ketentuan umum.
a. Bab II Pasal 2, 3, 4, 5, dan 6 tentang asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers.
b. Bab III pasal 7, 8, tentang wartawan.
c. Bab IV Pasal 9, 10, 11, 12, 13, dan 14 tentag organisasi dan Lembaga pers.
d. Bab V Pasal 15 tentang dewan pers.
e. Bab VI Pasal 16 tentang pers asing.
f. Bab VII Pasal 17 tentang peran dan keikutsertaan masyarakat
g. Bab VIII Pasal 18 tentang ketentuan pidana
h. Bab IX Pasal 19 tentang ketentuan peralihan
i. Bab X Pasal 20 dan 21 tentang ketentuan penutup
Secara umum UU Pers no. 1999 memberlakukan 5 ketentuan utama. 40. Yang pertama
menyangkut media atau perusahaan, misalnya peran dan kerja pers, tanggung jawab pers.
Kedua, masalah yang berkaitan dengan kinerja tugas pers. Ketiga, aturan label harus dipatuhi
wartawan. Empat, tentang pengawasan wartawan. Kelima, memastikan hukuman atas
pelanggaran yang dapat dituntut sesuai dengan hukum pidana. Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 menyatakan bahwa kegiatan wartawan meliputi pemberitaan dalam
bentuk siaran audio, gambar, audio dan video serta media cetak.
Penyelesaian pasal, tetapi nomor kedua mengacu pada media, termasuk perusahaan media
elektronik, media outlet dan perusahaan media lainnya, dan semua jenis saluran yang
tersedia, tetapi pada kenyataannya, undang-undang media nomor 40 tahun 1999 secara umum
mengatur media cetak. . MEDIA. Media elektronik diatur dalam undang-undang no. 32 tahun
2002 tentang penyiaran. Aturan tersebut menerapkan maksim lex specialis derogart legi
generalis. Ini berarti bahwa aturan tertentu lebih diutamakan daripada aturan umum. Pepatah
ini sering muncul bila dilihat bahwa UU Pers no. 40 Tahun 1999 berisi ketentuan khusus
KUHAP Federasi Rusia, khususnya kejahatan terhadap pers. (Arianto, 2017)
Hal ini mungkin karena UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dimaksudkan semata-mata untuk
pengendalian dan penyelesaian masalah yang timbul dari peran dan fungsi media dalam
menyelenggarakan kegiatan pers. Di sisi lain, UU Pers no. 40 Tahun 1999 tidak memenuhi
persyaratan formal atau konkret dari undang-undang tertentu dan mungkin tidak berlaku
untuk lexspecialis. Alasan utamanya adalah UU Pers no 40 Tahun 1999 tidak mengatur
tentang delik pers. Bab 18 KUHP, yang memuat ketentuan yang mengatur bahwa satu-
satunya hukuman bagi pelanggar kebebasan pers dan hukuman perusahaan media karena
melanggar undang-undang pers, adalah menghormati tatanan agama dan moral masyarakat.
Asas praduga tak bersalah dan hak untuk dijawab.
Oleh karena itu, ketika seorang hakim memutuskan suatu perkara berita hendaknya
memperhatikan peraturan perundang-undangan selain Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999
yang berlaku bagi pers, khususnya ketentuan pidana dalam perkara ini. Hal ini diperkuat
dengan klausula komentar dalam pasal 12 yang menyatakan “Dalam terang
pertanggungjawaban pidana, kami mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.” Untuk menghindari salinan perjanjian, UU no. 40 Tahun 1999, tidak
diperkenankan menjelaskan kepada media ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Oleh karena itu, UU no. 40 Tahun 1999 bukanlah enam ahli, karena tidak sepenuhnya
mengatur ruang lingkupnya, sehingga tidak memenuhi persyaratan KUHP Federasi Rusia
pada tingkat enam ahli. Dengan demikian, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
memungkinkan berlakunya aturan lain, termasuk UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Definisi Operasional
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan :
1. Pers adalah lembaga sosial dan sarana komunikasi massa yang menyelenggarakan
kegiatan jurnalistik, meliputi pencarian, penerimaan, kepemilikan, penyimpanan,
pengolahan, dan penyampaian informasi dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara, dan gambar, serta data dan grafis, serta dalam bentuk lain dengan
menggunakan media cetak, media elektronik dan segala macam saluran yang
tersedia.
2. Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang pers,
termasuk perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita, serta
perusahaan media lain yang khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau
menyebarkan informasi.
3. Kantor berita adalah layanan pers yang melayani media cetak, elektronik, atau
media lainnya, serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara rutin melakukan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi Pers adalah organisasi jurnalis dan organisasi jasa pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan percetakan
Indonesia.
7. Pers asing - pers yang diselenggarakan oleh perusahaan percetakan asing.
8. Sensor adalah penghilangan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi
yang dimaksudkan untuk dipublikasikan atau disiarkan, atau tindakan peringatan
atau peringatan yang mengancam dari pihak manapun, dan/atau kewajiban untuk
melaporkan dan memperoleh izin dari pihak yang berwenang pada saat melakukan
kegiatan jurnalistik.
9. Larangan atau larangan penyiaran adalah penghentian publikasi dan distribusi atau
penyiaran dengan paksa atau bertentangan dengan undang-undang.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan sesuai dengan profesinya untuk menolak
mengungkapkan nama dan/atau identitas lain sumber berita yang harus
dirahasiakan.
11. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk menanggapi atau
menyanggah berita berupa fakta yang merusak nama baiknya.
12. Hak Koreksi - Hak setiap orang untuk mengoreksi atau mengoreksi informasi
yang tidak benar yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya sendiri maupun
tentang orang lain.
13. Kewajiban mengoreksi adalah kewajiban mengoreksi atau mengoreksi informasi,
data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang diberitakan oleh pers terkait.
14. Kode etik jurnalistik - seperangkat aturan etika profesi jurnalistik.. (Indonesia,
1998)

Menurut UU no. 40 Tahun 1999, Pasal 3 menyatakan bahwa karya pelaporan nasional berupa
informasi, pendidikan atau pelatihan, hiburan atau rekreasi, kontrol atau koreksi sosial, dan
mediasi. Menyebarkan informasi sebagai sumber informasi merupakan fungsi terpenting dari
media. Banyak orang membutuhkan informasi tentang apa yang terjadi dan ingin mendaftar
atau membeli surat kabar. Selain itu, media juga dituntut untuk menyediakan data, yaitu
informasi yang dibutuhkan masyarakat, terutama bagaimana meningkatkan kesadaran tentang
isu-isu pembangunan. Media informasi merupakan bagian dari kerja media dalam hal
berfikir. Salah satu fungsi reportase berita adalah proses pembelajaran, dan Pasal 3 adalah
proses pembelajaran. Untuk itu, tentu saja media harus mampu menyebarluaskan informasi
pendidikan. Media harus menjadi salah satu kegiatan yang media perlu menjadi tempat
belajar, media harus dapat membangkitkan minat membaca masyarakat khususnya siswa di
sekolah. Media adalah cara untuk mengontrol masyarakat Media adalah alat untuk
mengontrol masyarakat, menjelaskan peristiwa buruk, situasi yang tidak pantas, melanggar
aturan, dan meningkatkan kesadaran agar peristiwa tersebut tidak terjadi lagi. Patuhi aturan
ketika kebaikan naik dan naik. Menurut Undang-Undang Surat Kabar tahun 1999, 40. Pers
adalah lembaga sosial, dan didefinisikan sebagai badan netral yang terlibat dalam kegiatan
pers. Media seperti media hiburan. Ayat (1) Pasal 3 UU no. 40 Tahun 1999 menyatakan
bahwa salah satu fungsi media adalah hiburan. Hiburan media tidak boleh mengganggu apa
yang mungkin atau mungkin tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Akil, M. A. (2014). REGULASI MEDIA DI INDONESIA (Tinjauan UU Pers dan UU
Penyiaran). Jurnal Dakwah Tabligh, 15(2), 137–145.
Arianto, H. (2017). Akibat Hukum Perusahaan Pers yang Tidak Berbadan Hukum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Vol. 1, Issue 69).
Universitas Esa Unggul.
Bekti Nugroho, S. (2013). Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. In Dewan Pers.
https://dewanpers.or.id/assets/ebook/buku/822-Buku Pers berkualitas masyarakat
Cerdas_final.pdf
Indonesia, P. R. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pers. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 Tentang Jalan,
1, 1–5. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjWxrKe
if7eAhVYfysKHcHWAOwQFjAAegQICRAC&url=https%3A%2F%2Fwww.ojk.go.id
%2Fid%2Fkanal%2Fpasar-modal%2Fregulasi%2Fundang-undang%2FDocuments
%2FPages%2Fundang-undang-nomo
Simaremare, T. (1999). Prinsip Kewartawanan Mochtar Lubis yang terdapat dalam buku
Mochtar Lubis Wartawan Jihad. 1(10), 9–39.
Surbakti, D. (2016). Peran dan Fungsi Pers Menurut Undang-undang Pers tahun 1999 serta
Perkembangannya. Jurnal Hukum PRIORIS, 5(1), 77–86.
https://doi.org/10.25105/prio.v5i1.396
Syahriar, I. (2014). Penegakan Hukum Pers (A. Dakhoir (ed.); 1st ed.). CV. ASWAJA
PRESSINDO.
Yudiantoro, A. (2017). Tinjauan Umum Terhadap Pers. Jurnal Dewan Pers, 8(1817).

Anda mungkin juga menyukai