Disusun Oleh :
Nama :
NISN :
Kelas :
Absen :
Penulis
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Muhammad Malik Purnama, S.Pd. pada mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan mengenai upaya penegakan Hak Asasi
Manusia bagi para pembaca dan juga penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan ini.Saya menyadari, laporan yang saya tulis ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saya meminta maaf dan berharap para pembaca
memberikan kritik dan saran mengenai makalah yang saya buat.
.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
SURAT KEORISINILITAS..........................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG........................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH...................................................................................5
3. TUJUAN.............................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
1. Penerapan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Proses
Pemeriksaan Tersangka Di Tingkat Penyidikan........................................................6
2. Hak-Hak yang Dimiliki oleh Tersangka Dalam Proses Penyidikan.................15
3. Pengaturan HAM pelaku tindak pidana dalam perundangan–undangan di
Indonesia..................................................................................................................17
BAB III........................................................................................................................21
PENUTUP...................................................................................................................21
A. KESIMPULAN.............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perlindungan terhadap hak asasi manusia adalah suatu bentuk yang
utama dalam pilar demokrasi saat ini. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang penyidikan
kepada tersangka pidana, terkhusus dalam proses introgasi tersangka pidana.
Perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan, 1.)
Bagaimanakah Implementasi perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM)
dalam proses pemeriksaan tersangka di tingkat Penyidikan? Dan 2) Hak-Hak
Apa Saja Yang Dimiliki Oleh Tersangka Dalam Proses Penyidikan. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian empiris. Kedudukan tersangka dan
terdakwa. Di ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang
diatur khusus tentang proses penyidikan tersangka pidana telah mengatur
tentang hak-hak tersangka yang ada terkat dengan proses penyidikan dalam
tahap introgasi tersangka pidana sehingga yang bermasalah sesungguhnya ada
pada struktur penegak hukum. Ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan telah memang banyak dan fokus dalam perlindungan hak-hak asasi
manusia sesuai dengan konstitusi. Namun masih saja ada tindakan-tindakan
yang merugikan tersangka dalam proses penyidikan, hal ini sesungguhnya
terdapat pada tahap introgasi sehingga menyulitkan dalam pembuktiannya.
Peningkatan suatu sistematis hukum yang bisa menyongsong
perkembangan zaman serta memperbaharui peraturan perundang-undangan
sisa masa penjajahan dan hukum nasional yang masih mendikriminasi,
melalui pelaksanaan legislasi. Pengembangan hukum dilaksanakan dengan
tujuan untuk pengembangan hukum, dengan melihat bahwa adanya pluralitas
perkembangan hukum yang berlaku,yang mencakup upaya keadilan hukum,
1
kepastian hukum, kemanfaatan hukum yang berdasarkan kebenaran, dan
keadilan dalam penyelenggaraan supremasi hukum, yang tertib,
Konsep mengenai Hukum Acara Pidana Indonesia sudah dirumuskan
kepada bentuk peraturan perundang-undangan, melalui Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). KUHAP
adalah bentuk berbagai macam norma yang dirumuskan secara terkodifikasi,
yang disusun atas dasar nilai hukum yang bersifat umum di masyarakat.
Perkembangan sesuai dengan perubahan di lapisan masyarakat. Pertumbuhan
norma hukum acara pidana sangat dipengaruhi oleh kebutuhan nilai-nilai
khusus acara pidana dari hukum penyimpangan yang bersifat fleksibelitas.
Dengan memberikan penghormatan serta perlindungan kepada hak
asasi manusia merupakan pilar utama dalam pengembangan demokratis suatu
negara. Hal ini bertindak positif kepada hukum Indonesia terkhusus tentang
hukum acara pidana di peradilan Indonesia.
Untuk memberikan perlindungan dan pengakuan HAM kepada
seorang tersangka pelaku tindak pidana, maka KUHAP harus dilaksanakan,
khususnya dalam proses penyidikan perkara pidana oleh kepolisian, khusus
pada tahap menggali kebenaran materiil dari pelaku banyak bentuk-bentuk
sewenangwenang oleh penyidik yang dilakukan kepada tersangka tindak
pidana sehingga sering menimbulkan kekerasan baik fisik atau mental.
2
Bila bentuk yang dilakukan penyidik dalam proses penyidikan tidak
mengindahkan HAM tersebut, maka akan menyebabkan luka fisik. Hal ini
menyebabkan banyaknya upaya mencari kebenaran keadilan, yang telah
dilakukan oleh pelaku, untuk menjamin legalitasnya sebuah penangkapan dan
penahanan tersangka. Hal ini semakin memberi bukti lemahnya pengetahuan
dan keahlian penyidik kepolisian tentang keberadaan HAM. KUHAP
memberikan kewenangan hukum kepada pejawab yang berwenang, melalui
aparat penegak hukum agar melakukan tindakan yang diperlukan. Bentuk
melanggar HAM pelaku, dilakukan dengan penuh kekerasan dan penyiksaan.
Beberapa penelitan terkait dengan penelitian sekarang ini tleah dikaji
sbelum oleh beberapa peneliti, seperti (Endri, 2014) yang mengkaji tentang
“Implementasi Pengaturan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia”.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hak asasi manusia (HAM) adalah
hak yang melekat pada pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Allah SWT yang harus dihormati, dijaga
dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat dan negara. Oleh karena itu,
sejumlah perangkat peraturan antara lain Undang-Undang No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Azasi Manusia serta Komnas HAM sebagai upaya
perlindungan HAM, namun dalam impelentasinya masih ada hakhak korban
yang seharusnya didapatkan oleh korban belum terimplementasi, seperti
sampai saat ini belum ada satupun korban maupun keluarga pelanggaran
HAM yang mendapatkan antara lain hak reparasinya yang sudah diatur dalam
UU No. 26 Tahun 2000. Selanjutnya, juga mengkaji penelitian serupa tentang
“Implementasi Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak Pelaku Kejahatan Dalam
Proses Penyidikan Perkara Tindak Pidana Anak (Studi Di Polres Metro
Jakarta Utara)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum
hakhak tersangka anak, yang dapat diimplementasikan dalam proses
penyidikan perkara tersebut di atas oleh unit PPA Polres Metro Jakarta Utara,
antara lain: a) Tersangka anak dapat diperiksa dengan segera dan diperiksa
3
oleh Penyidik Khusus Anak; b) Terhadap tersangka anak tersebut penyidik
melakukan penyidikan dengan suasana kekeluargaan, penyidik melakukan
penyidikan dengan tidak memakai pakaian dinas; c) Terhadap tersangka anak
tersebut penyidik meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing
Kemasyarakatan (BIPAS); d) Tersangka anak tersebut mendapat bantuan
hukum, yaitu Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan; e) Tersangka anak tersebut dapat member keterangan dalam
keadaan bebas. f) Terhadap tersangka anak tersebut penyidik memberikan
kebutuhan jasmani dan rohaninya selama proses juga mengkaji penelitian
serupa berjudul “Implementasi Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang (1)
Bagaimana Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam peraturan perundang -
undangan Indonesia dan (2) Bagaimanakah Bentuk Perlindungan dan
Penerapan Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana Menurut
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Landasan pengaturan Hak Asasi Manusia telah dirumuskan dalam Kitab
Udang Undang Hukum Acara Pidana. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981
telah menghadirkan pembaharuan-pembaharuan dalam mengatur HAM
sebagaimana diatur dalam pasal-pasal atas hak-hak tersangka/terdakwa dan
mengatur juga Asas-asas yang menopang Hak Asasi Manusia seperti Asas
Praduga Tak Bersalah, dan juga mengisyaratkan suatu asas hukum yang
sangat fundamental yaitu asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum atau
dikenal dengan istilah Equality Before the Law. Secara teoritis sejak tahap
penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan di depan sidang pengadilan, telah
menjamin dan memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia, Penerapan Hak
Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana secara umum sudah
dilaksanakan pada proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan
sidang pengadilan. Namun masih saja terdapat pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh oknum-oknum aparat Penegak hukum yang bersifat personal.
4
2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penerapan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam
proses pemeriksaan tersangka di tingkat Penyidikan?
2. Hak-Hak Apa Saja Yang Dimiliki Oleh Tersangka Dalam Proses
Penyidikan?
3. Bagaimanakah pengaturan HAM pelaku tindak pidana dalam
perundangan–undangan di Indonesia saat ini?
3. TUJUAN
Untuk dapat mengetahui secara rinci tentang penegakan hukum pelanggaran
dalam upaya penegakan hak asasi manusia di indonesia
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
yang dilakukan oleh peneliti kepada anggota kepolisian penyidik reserse
kriminal di Polres Gianyar yang sempat menangani beberapa kasus
pelanggaran HAM pelaku tindak pidana memberikan keterangan yang
secara bebaspemeriksaan pada tingkat proses penyidikan.
IPTU A.A.Gd.Alit Sudarma,S.H, menjelaskan dalam wawancara
yang dilakukan peneliti, ada beberapa hal yang harus dipastikan, berupa:
a. Pelaku dibberikan kesempatan untuk mengetahui tentang hak dan
kewenangannya selama proses penyidikan;
b. Pelaku tetap diberikan kesempatan dan keutuhannya sebagai manusia
(HAM) yang wajib dijunjung dan dilindungi setiap orang, dalam
kasus ini penyidik kepolisian;
c. Menjunjung asas praduga tidak bersalah kepada tersangka.
7
terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang hak-haknya sebagai
tersangka sehingga masyarakat akan merasa terintimidasi. Adapun
beberapa hambatan dari masyarakat dalam proses penyidikan di
kepolisian yaitu:
a. Pelaku tindak pidana tidak mengetahui mengenai ketentuan-ketentuan
yang terdapat dan mengatur dalam KUHAP;
b. Masyarakat yang tidak mengetahui aturan dalam KUHAP akan sulit
adanya diharapkan pelaku memahami tentang hak-haknya dan
kewajibannya tersangka dalam KUHAP;
c. Masyarakat yang telah sadar akan hak-hak dan kewenangannya
dalam proses pemeriksaaan beberapa ada saja yang tidak mematuhi
atau mentaati peraturan tersebut.
8
terlebih dahulu tentang hal itu. Waktu untuk bertemu dengan
pengacara pembela tidak boleh kurang dari dua jam;
4. Untuk diinterogasi dihadapan pengacaranya. Terdakwa memiliki hak
untuk mengajukan keberatannya dimasukan dalam catatan;
5. Untuk bersaksi atau menolak untuk memberikan kesaksian;
6. Untuk membiarkan kerabat dekatnya tahu tentang tempat penahanan
dan alasan mengapa ia ditahan, tetapi selambat-lambatnya dalam
waktu 12 jam;
7. Tersangka juga memiliki hak-hak lain yang ditentukan oleh hukum.
9
seperti itu. Tanpa mengesampingkan aturan-aturan hukum untuk
melindungi kebebasan individu atau menentukan prosedur untuk
diperhatikan sehubungan dengan tawanan yang belum diadili, tahanan
ini akan mendapatkan keuntungan dengan rezim yang khusus yang
digambarkan dalam sumber aturan dalam persyaratan yang penting
saja.
2. Tahanan yang belum diadili akan ditahan terpisah dari tahanan
narapidana. Tahanan belum diadili yang lebih muda akan ditahan
terpisah dari orang dewasa dan pada dasarnya akan akan ditahan
dalam lembaga yang terpisah.
3. Tahanan yang belum diadili boleh tidur di ruang masing-masing yang
terpisah, dengan syarat untuk mematuhi kebiasaan yang berbeda di
tempat itu.
4. Dalam batas-batas kompatibel dengan ketentraman lembaga yang
baik, tahanan yang belum diadili mungkin, jika mereka inginkan,
mendapat makanan dari luar yang diperoleh dari pengeluaran sendiri,
baik melalui administrasi atau melalui keluarga atau teman-teman
mereka. Jika tidak, administrasi harus menyediakan makanan mereka.
5. Seorang tahanan yang belum diadili akan diperbolehkan untuk
mengenakan pakaian sendiri jika bersih dan cocok. Jika dia memakai
pakaian penjara, itu akan berbeda dari yang dipakai oleh tahanan
narapidana.
6. Seorang tahanan yang belum diadiliakan selalu ditawarkan
kesempatan untuk bekerja, tetapi tidak akan diharuskan untuk bekerja.
Jika dia memilih untuk bekerja, dia akan dibayar untuk itu.
7. Seorang tahanan yang belum diadili akan diizinkan untuk
mendapatkan dengan biayanya sendiri atau dibiayai oleh pihak ketiga
seperti buku, surat kabar, alat tulis dan alat kerja lainnya yang
diperbolehkan dengan kepentingan pelaksanaan peradilan dan
keamanan dan ketentraman lembaga yang baik.
10
8. Seorang tahanan yang belum diadili akan diizinkan untuk menerima
kunjungan dan dirawat oleh dokter atau dokter gigi pribadinya jika
ada alasan yang jelas untuk permintaannya itu dan ia mampu
membayar segala pengeluaran yang ada.
9. Seorang tahanan yang belum diadili harus diperbolehkan untuk
segera memberitahu keluarganya atas penahanannya dan akan
diberikan semua fasilitas yang diperlukan untuk berkomunikasi
dengan keluarga dan teman, dan untuk menerima kunjungan dari
mereka, kepadanya hanya akan ada pembatasan dan pengawasan
sebagaimana diperlukan dalam kepentingan pelaksanaan peradilan
dan keamanan dan ketentraman lembaga yang baik.
10. Untuk keperluan pembelaannya, seorang tahanan yang belum diadii
harus diperbolehkan untuk menggunakan bantuan hukum secara cuma
cuma dimana bantuan tersebut tersedia, dan untuk menerima
kunjungan dari penasihat hukumnya dengan maksud untuk
pembelaannya dan untuk mempersiapkan dan memberikannya
petunjuk-petunjuk rahasia. Untuk tujuan ini, jika ia menginginkannya
dia akan diberikan materi tertulis. Wawancara antara tahanan dan
penasihat hukumnya mungkin dalam pengawasan tetapi tidak sampai
didengar polisi atau petugas lembaga.
11
- Tidak boleh dijadikan sasaran kekerasan, paksaan atau ancaman,
siksaan atau terhadap setiap bentuk perlakuan atau hukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabatnya;
- Kalau diperiksa dalam suatu bahasa lain selain bahasa yang
dipahami, jika tidak harus mendapat bantuan, secara cuma-cuma
dari seorang penerjemah yang kompeten sehingga yang
bersangkutan mengerti, sehingga dapat terpenuhi syarat keadilan;
- Tidak boleh ada penangkapan atau penahanan sewenang-wenang,
dan tidak boleh tersangka kehilangan kebebasannya kecuali atas
dasar dan sesuai dengan acara yang ditentukan dalam Statua ini.
b. Apabila ada alasan untuk percaya bahwa seseorang telah melakukan
suatu kejahatan dalam jurisdiksi Pengadilan dan orang tersebut
hendak diperiksa oleh jaksa, atau oleh para pejabat nasional sesuai
dengan permintaan yang diajukan berdasarkan Kerja Sama
Internasional dan Bantuan Hukum, maka orang tersebut mempunyai
hak-hak sebagai berikut :
- Untuk diberi tahu, sebelum diperiksa, bahwa ada alasan kuat
bahwa ia telah melakukan suatu kejahatan dalam jurisdiksi
International Criminal Court (ICC);
- Untuk tetap diam, sikap diam tersebut dijadikan suatu
pertimbangan dalam menentukan salah atau tidak bersalah
- Untuk mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan pilihannya,
atau, tersangka tidak mempunyai penasehat hukum, minta agar
pembela disediakan baginya, dalam setiap hal dimana kepentingan
keadilan mengharuskannya, dan tanpa bayaran bila tersangka
tidak mempunyai dana untuk membayarnya;
- Untuk diperiksa dengan didampingi penasehat hukum kecuali
kalau ia tidak memanfaatkan haknya untuk didampingi penasehat
hukum.
12
Indonesia juga telah meratifikasi dan mengadopsi CAT dalam
UU No. 5 Tahun 1998 tentang Konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat manusia. Tujuan konvensi ini adalah
menentang segala bentuk “Penyiksaan’ baik yang dilakukan dengan
sengaja atau tidak. UU ini juga meminta kepada negara pihak untuk
mengambil langkah-langkah legislative, administrasi, hukum, atau
langkah-langkah efektif lainnya untuk mencegah tindak penyiksaan
di dalam wilayah hukumnya. Serta harus menjamin bahwa
pendidikan dan informasi mengenai larangan terhadap penyiksaan
seluruhnya dimasukan dalam pelatihan bagi para petugas penegak
hukum, sipil atau militer, petugas kesehatan, pejabat publik, dan
orang-orang lain yang ada kaitannya dengan penahanan, interogasi,
atau perlakuan terhadap, setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau
dipenjara. Dalam hal ini pejabat penyidik yang memilki tugas untuk
menegakkan hukum, hukum pidana yang berada dalam ranah hukum
publik. Upaya paksa seperti penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan tetap, harus memperhatikan hak-hak seorang yang di
geledah, ditangkap, dan ditahan.
Praperadilan sebagai upaya hukum tersangka dalam tingkat
penyidikan, yang di mana Lembaga Praperadilan ini lahir dari
inspirasi yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam
sistem peradilan Anglo-saxon, yang memberikan jaminan
fundamental terhadap HAM khususnya hak kemerdekaan. Habeas
Corpus Act memberikan hak kepada seorang untuk melalui suatu
surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melakukan
penahanan atas dirinya. Hal itu untuk menjamin bahwa perampasan
atau pembatasan kemerdekaan terhadap ketentuan hukum yang
berlaku maupun jaminan HAM.
13
Tetapi dalam praktek dialami bahwa putusan hakim dalam
perkara praperadilan adalah putusan yang bersifat deklaratoir, yaitu
menyatakan bahwa penghentian penuntutan oleh Kejaksaan/penuntut
umum adalah tidak sah dan memerintahkan Kejaksaan untuk
meneruskan penuntutan.
Berbeda dengan praperadilan yang diajukan kepada
penyidik/polisi mengenai penangkapan atau penahanan yang tidak
sah, dimana pihak ketiga yang dirugikan dapat meminta ganti rugi
atas kebebasannya yang dirampas secara tidak sah, maka para
gugatan praperadilan yang ditujukan terhadap penghentian
penuntutan, tujuan atau maksud saksi pelapor/penggugat bukanlah
untuk meminta ganti rugi, tetapi untuk memperoleh keadilan yang
sebenarbenarnya. Praperadilan sebagai upaya hukum yang
memberikan hak kepada tersangka, kuasa hukum atau keluarganya
dalam kaitannya dengan fungsi hukum acara pidana dan tujuan
praperadilan yakni untuk melindungi para tersangka dan terdakwa
dari tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.
Selain diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, diatur pula
dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dan juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan ICCPR, mengatur tentang hak bebas dari rasa takut
temasuk bebas dari penyiksaan, telah diratifikasi oleh Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi anti
Penyiksaan, serta KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana), yang sebagian isinya adalah mengatur tentang hak-hak
tersangka. Sebagaimana yang dinyatakan oleh ErniWidhayanti
(dalam,gendovara.com), yaitu jaminan dan perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia dalam pengaturan hukum acara pidana
mempunyai arti yang sangat pentng sekali, karena sebagian besar
dalam rangkaian proses dari hukum acara pidana ini menjurus kepada
14
pembatasanpembatasan Hak Asasi Manusia seperti penangkapan,
penahanan, penyitaan, penggeledahan dan penghukuman, yang pada
hakekatnya adalah pembatasanpembatasan Hak Asasi Manusia.
Prosedural hukum acara pidana terlalu berat memberikan penekanan
kepada hak-hak pejabat negara untuk menyelesaikan perkara atau
menemukan kebenaran, daripada memperhatikan hak-hak seorang
warga negara untuk membela dirinya terhadap kemungkinan
persangkaan atau pendakwaan yang kurang atau tidak benar ataupun
palsu.
15
g. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan,
diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
h. Setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan
yang damai, aman dan tentram, yang menghormati, melindungi dan
melaksanankan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar
mausia sebagaimana diatur dalam UndangUndang
16
3. Pengaturan HAM pelaku tindak pidana dalam perundangan–
undangan di Indonesia
Hak-hak tersangka dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia telah
secara resmi mendapatkan pengakuan hukum sebagaimana diatur dalam
Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Selain dari Pasal 50 sampai
dengan Pasal 68 KUHAP tersebut, secara implisit beberapa hak lainnya
juga diatur dalam beberapa pasal dalam KUHAP. Hak-hak tersangka yang
tercantum dalam KUHAP dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan dengan segera
(Pasal 50 ayat (1));
2. Hak tersangka perkaranya segera diajukan ke pengadilan (Pasal 50
ayat (2));
3. Hak tersangka untuk mempersiapkan pembelaan dan diberitahu
dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tentang apa yang
disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51
huruf a)
4. Pada tingkat penyidikan tersangka berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik (Pasal 52)
5. Hak tersangka untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa
(Pasal 53 ayat (1)), dan dalam hal tersangka bisu atau tuli (Pasal 53
ayat (2));
6. Hak mendapat bantuan hukum dari penasihat hukumnya selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54);
7. Hak tersangka untuk memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55);
8. Hak tersangka untuk mendapat penasihat hukum yang ditunjuk, dalam
hal tidak mempunyai penasihat hukum sendiri dengan
disangka/didakwa melakukan tindak pidana yang diancam hukuman
mati, pidana lima belas tahun atau lebih, tersangka tidak mampu yang
diancam dengan pidana lima tahun atau lebih (Pasal 56 ayat (1), dan
9. Hak mendapat bantuan hukum secara cuma-cuma Pasal 56 ayat (2);
17
10. Hak tersangka yang ditahan untuk menghubungi penasihat hukumnya
(Pasal 57 ayat (1);Hak untuk menerima kunjungan dokter pribadi
(Pasal 58);
11. Hak untuk diberitahukan tentang penahanan atas dirinya pada semua
tingkat pemeriksaan kepada keluarganya (Pasal 59);
12. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarga guna
mendapatkan jaminan bagi penangguhan atau usaha mendapatkan
bantuan hukum (Pasal 60);
13. Hak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan keluarga dalam kaitan
kepentingan pekerjaan (Pasal 61);
14. Hak mengirim surat kepada penasihat hukum dan menerima surat dari
penasihat hukum atau sanak keluarganya (Pasal 62 ayat (1));
15. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan (Pasal
63);
16. Hak untuk mengusahakan atau mengajukan saksi dan atau seseorang
yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
dapat menguntungkannya (Pasal 65);
17. Hak tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66);
18. Hakttersangka untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi
(Pasal 68);
18
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. (Satjipto Rahardjo, 1992:167-
168).
Berdasarkan ketentuan di atas, maka seseorang yang menjadi
tersangka harus diberikan hak-hak sebagai bentuk perlindungan dan
jaminan terhadap hak asasi yang dimiliki. Prinsip ini ditinjau dari segi
teknis juridis atau teknis penyidikan dinamakan “Prinsip akusatoir”, yaitu
menempatkan kedudukan tersangka sebagai subjek dan bukan sebagai
objek dalam setiap tingkat pemeriksaan. Sehingga ia harus diperlakukan
dan dilindungi dari tindakan kesewenang-wenangan yang menjurus pada
pengabaian kedudukannya sebagai manusia yang mempunyai harkat,
martabat, dan harga diri.
19
atau merendahkan martabat manusia. Pasal 50 KUHAP telah secara
jelas memberikan hak kepada tersangka untuk segera mendapatkan
pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya diajukan kepada penuntut
umum, tetapi jika dicermati kenyataannya tidak cukup memberikan
jaminan terhadap keselamatan diri tersangka dari tindakan yang
bertentangan dengan prinsip HAM.
Pengaturan HAM pelaku tindak pidana dalam perundangan–
undangan di Indonesia saat ini secara normatif telah mendapatkan
jaminan dan perlindungan hukum. Pengaturan HAM ditegaskan dalam
Perubahan Kedua UUD 1945 Tahun 2000, yang diatur dalam bab
tersendiri yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 10
Pasal mulai Pasal 28A-28J. Selain di dalam UUD 45, perlindungan
terhadap hak warga negara dijamin di dalam Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dikenal dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Implementasi perlindungan HAM pelaku tindak pidana pada
pemeriksaan tingkat penyidikan masih belum dilaksanakan dengan
maksimal karena masih ada sejumlah hak yang dilanggar dan tidak sesuai
sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Perlindungan bagi tersangka pelaku tindak pidana dalam prosesnya
penyidikan di kepolisian yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
dalam praktiknya, pada dasarnya sudah terlaksana berdasarkan KUHAP,
namun belum dilakukan dengan baik oleh setiap personil kepolisian.
Masih dijumpai adanya penyimpangan dari KUHAP, pemeriksaan dengan
cara kekerasan dan ancaman kekerasan yang dilakukan oleh oknum
penyidik kepolisian, selain itu masih diabaikannya pemberian hak-hak
yuridis berdasarkan HAM yang dimiliki oleh tersangka;
2. Kedudukan tersangka dan terdakwa dalam KUHAP adalah sebagai subjek
bukan lagi sebagai objek seperti halnya dahulu, dimana dalam setiap
pemeriksaan harus ditetapkan dan diperlakukan sejajar dalam kedudukan
manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri berdasarkan
HAM yang berlaku.
3. Dalam proses penyidikan, penyidik sebaiknya memandang HAM
tersangka dan terdakwa tidak hanya menggunakan asas-asas yang terdapat
dalam hukum acara pidana saja, seperti asas persamaan dihadapan hukum,
asas praduga tak bersalah dan asas pemberian bantuan hukum, tetapi
diharapkan penyidik juga harus memandang hak asasi manusia yang
diperoleh tersangka dan terdakwa berdasarkan hati nurani dari penyidik
tersebut;
4. maupun terdakwa yang dimuat dalam Pasal 50 – Pasal 68 serta Pasal 196
Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bukan hanya
pasal-pasal tertentu saja yang dipahami
21
DAFTAR PUSTAKA
22