Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN

PENCERNAAN

“GASTROENTERITIS”

DISUSUN OLEH :

CINDY NURUL FARADILLA


202001006

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU TAHUN
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROENTERITIS

A. Definisi
Gastroenteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan ("-itis") pada
saluran pencernaan yang melibatkan lambung ("gastro"-) dan usus kecil ("entero"-), sehingga
mengakibatkan kombinasi diare, muntah, dan sakit serta kejang perut. Gastroenteritis juga sering
disebut sebagai gastro, stomach bug, dan stomach virus. Walaupun tidak berkaitan dengan
influenza, penyakit ini juga sering disebut flu perut dan flu lambung.
Secara global, sebagian besar kasus pada anak-anak disebabkan oleh rotavirus. Pada
orang dewasa, norovirus dan Campylobacter menjadi penyebab yang lebih umum. Penyebab lain
yang lebih jarang ditemukan yakni bakteri lain (atau racun bakteri) dan parasit. Penularannya
bisa terjadi karena konsumsi makanan yang dimasak secara tidak benar atau air yang
terkontaminasi atau melalui persinggungan langsung dengan orang yang terinfeksi.

Yang paling utama dalam penanganan penyakit ini adalah hidrasi yang cukup. Untuk
kasus ringan atau sedang, ini bisa dilakukan melalui pemberian larutan rehidrasi oral. Untuk
kasus yang lebih berat, pemberian cairan melalui infus mungkin diperlukan. Gastroenteritis
paling banyak terjadi pada anak-anak dan masyarakat di negara berkembang.

Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mattaqin & Kumala, 2011). Gastroenteristis
akut yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat
kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit
(Betz & Linda, 2009).
B. Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kumankuman patogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus yang datang disarana
kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.

Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory.

Hampir sekitar 70%-90% penyebab dari diare sudah dapat dipastikan. Secara garis besar
penyebab diare dikelompokkan menjadi penyebab langsung atau faktor-faktor yang dapat
mempermudah atau mempercepat terjadinya diare. Penyebab diare akut dapat dibagi menjadi
dua golongan, diare sekresi (secretory diarrhoea) dan diare osmotis (osmotic diarrhea).

Diare sekresi dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain (Sodikin, 2011):

a. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen, atau penyebab lainnya (seperti keadaan gizi / gizi
buruk, hygiene atau sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, sosial budaya, dan sosial
ekonomi).

b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (seperti
keracunan makanan, makanan yang pedas atau terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan,
gugup), gangguan saraf, hawa dingin atau alergi, dan sebagainya.

c. Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipat


gandanya bakteri atau flora usus dan jamur (terutama Candida).

d. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori
protein (KKP), bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan bayi baru lahir
C. Manisfestasi klinik

Gejala gastroenteritis berlangsung dalam waktu yang pendek (2-5 hari, tetapi terkadang
ada beberapa hari tambahan), gejala yang muncul pada gastroenteritis antara lain: diare tidak
berdarah, mual, muntah (kadang-kadang kurang dar 48 jam), nyeri perut (hilang timbul, karena
pergerakan usus). Gejala lain yang dapat muncul antara lain demam ringan (sekitar 37,7 0C),
terkadang nyeri kepala, nyeri otot dan perasaan lelah. Semua gejala tersebut dapat berkembang
menjadi gastroenteritis yang berat seperti dehidrasi yang dapat mengancam jiwa, terutama pada
anak-anak (Daldiyono 2006).

Tabel 4.Jalur dari gejala utama penyebaran gastroenteritis akut


Tanda dan Gejala

Kriteria
Demam Secara umum berhubungan dengan
patogen invasive
Tinja Berdarah Invasif dan cytotoxin yang dihasilkan oleh
patogen
terinfeksi EHEC dengan
ddisertai adanya leukosit pada tinja tidak
berhubungan
dengan agen virus dan
enterotoxin bakteri.
Muntah Sering terjadi padavirus diare disebabkan
oleh racun bakteri.
Sumber: WGO (2008).

Infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja meningkatkan sekresi usus
dan penurunan absorbs diusus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare infeksi atau gastroenteritis. Infeksi bakteri yang invasif
mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses atau akibat garam magnesium.
Mekanisme gastroenteritis terjadi akibat bakteri Enteropagen meliputi penempelan bakteri pada
sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus. (Zein et al 2004).
a. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
gram atau 200 ml dalam 24 jam. Pada kasus gastroenteritis, diare secara umum
terjadi karena adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit (Simadibrata et al 2009).

b. Nyeri Perut. Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut
banyak jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul
ada hubungannya dengan makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah
penjalaran tempat lain, bagaimana sifat nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan kualitas
nyeri perut dari berbagai organ berbeda, misalnya pada lambung dan duodenum akan
timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat pada garis tengah
epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri disekitar umbilukus yang
mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila rangsangannya sampai
berat. Bila pada usus besar maka nyeri yang timbul disebabkan kelainan pada kolon
jarang bertempat diperut bawah (Hadi 2002).

c. Mual dan Muntah. Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi
lambung melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya
muntah. Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata yang
berdekatan dengan pusat-pusat lain yang meregulasi pernapasan, vasomotor, dan
fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya muntah
(Hasler 2012).
Muntah dikoordinasikan oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari usus,
faring, dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri
belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks serebri karena
mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar (Hasler 2012).

d. Demam. Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu tubuh normal
sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu (set point) di
hipotalamus (Dinarello dan Porat 2012). Temperatur tubuh dikontrol oleh
hipotalamus. Neuron-neuron baik di preoptik anterior hipotalamus dan Posterior
hipotalamus menerima dua jenis sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim
informasi dari reseptor hangat/dingin dikulit yang lain dari temperatur darah. Kedua
sinyal ini diintegrasikan oleh termoregulatory centre dihipotalamus yang
mempertahankan temperatur normal. Pada lingkungan dengan suhu netral, metabolic
ratemanusia menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan kita untuk
mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5 C (Dinarello dan Porat 2012).
0

Pusat pengaturan suhu terletak dibagian anterior hipotalamus. Ketika vascular bed
yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen tertentu (bakteri) atau
pirogen endogen, zat metabolik asam arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel
jaringan pembuluh darah ini.

Zat metabolik ini seperti prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan menyebar ke
daerah termogulator hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang meningkatkan sel
point hipotalamus. Dengan adanya set point yang pesat sampai osmolaritas cairan usus sama
dengan darah. Larutan ORS-beras atau sering disebut juga dengan air tajin dapat mengurangi
kuantitas tinja dan lamanya fase diare dengan rata-rata 20% pada diare non kolera dan pada diare
kolera dapat menurunkan lamanya fase diare sebesar 30% (Tan & Rahardja 2007). ORS-beras
atau air tajin sebaiknya diberikan sebagai ORS standar untuk dewasa dan anak pada kolera, dan
dapat digunakan sebagai terapi kepada pasien dimana sediaannya tersedia. Air tajin sebaiknya
tidak diberikan sebagai standar ORS sebagai terapi dengan diare non-koler akut, khususnya
ketika makanan segera diberikan setelah rehidrasi, seperti direkomendasikan untuk mencegah
malnutrisi (WGO 2008).

D. Patofisiologi

Patofisiologi gastroenteritis yang paling banyak adalah melalui infeksi rotavirus. Zat
enterotoksin yang dikeluarkan virus ini akan menyebabkan terj adinya lisis sel enterosit traktus
gastrointestinal.

Transmisi penyakit ini umumnya adalah melalui rute fekal-oral dari makanan dan
minuman yang terkontaminasi agen kausal penyakit. Rotavirus yang masuk ke dalam mulut akan
menginfeksi lapisan mukosa usus kecil, bereplikasi, kemudian virions akan dilepaskan ke dalam
lumen usus, dan melanjutkan replikasi pada area lebih distal dari usus kecil. Masa inkubasi
rotavirus adalah sekitar dua hari.

Widagdo (2011) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekaloral bersama
makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airborne yaitu norovirus, Virus
penyebab diare secara selektif menginfeksi dan merusak sel-sel di ujung jonjot yang rata disertai
adanya sebukan sel radang mononuclear pada lamina propania sedang pada mukosa lambung
tidak terdapat perubahan walaupun penyakit dikenal sebagai gastroenteristis. Gambaran patologi
tidak berkorelasi dengan gejala klinik, dan terlihat perbaikan proses sebelum gejala klinik hilang.

Kerusakan akibat virus tersebut mengakibatkan adanya adanya absorpsi air dan garam
berkurang dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi dan absorpsi dari cairan usus, serta
aktivitas disakaridase menjadi berkurang dan terjadilah malabsorpsi karbohidrat terutama
laktosa. Faktor penyebab gastroenteristis virus lebih banyak mengenai bayi dibandingkan dengan
anak besar adalah fungsi usus berkurang, imunitas spesifik kurang, serta menurunnya
mekanisme pertahanan spesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus juga
meningkatkan permiabilitas terhadap makromolekul di dalam usus dan ini diperkirakan sebagai
penyebab meningkatnya resiko terjadinya alergi makanan.

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut mekanismennya
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi

2. Pembagian diare menurut lamanya diare


a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Kejadian secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling tumpang
tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal : Diare akibat gangguan absorbsi yaitu volume
cairan yang berada di kolon lebih besar dari kapasitas absorbsi menurun atau sekeresi
bertambah.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.

a. Gangguan absorbsi atau diare osmotik


Secara umum terjadi penurunan fungsi absropsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
1. Mengkonsumsi magnesium hidroksida.
2. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar.

3. Adanya bahan yang tidak diserap, meneyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah
maka pada segmem jejenum yang bersifat permeable, air akan mengalir ke arah
lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen jejenum
sehingga air akan banyak terkumpul, air dalam lumen usus. Na akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan mitraluminal yang
besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsropsi
kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang
tidak dapat diserab seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose, di segmen illeum
dan melebihi kemampuan absropsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dari jusbuah, atau bahan yang , mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.

E. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan pununjang Gastroenteritis menurut Suriadi (2001) adalah :
1. Riwayat alergi pada obat - obatan atau makanan

2. Pemeriksaan intubasi duodenum.


Yaitu pemeriksaan untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara kualitatif
dan kuantitatif terutama dilakukan pada pasien diare kronik.

3. Pemeriksaan elektrolit dan creatinin.

4. Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah

b. Adapun Pemeriksaan penunjang yang lain menurut Mansjoer (2000 ) :


1. Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula juga ada
intoleransi gula, biakkan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji retensi
terhadap berbagai antibiotik.
2. Pemeriksaan darah : perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD), elektrolit terutama
Na, K, Ca, P Serum pada GE yang disertai kejang

3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

4. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan


kualitatif terutama pada GE kronik.

F. Penatalaksanaan

Menurut kemenkes RI 2011 (dalam Tami,2011) prinsip tatalaksana gastroenteritis pada


balita adalah Lintas Gastroenteritis (Lima Langkah Tuntaskan Gastroenteritis), yang di dukung
oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu- satunya
cara untuk mengatasi gastroenteritis tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan gastroenteritisdan mencegah anak kekurangan gizi akibat
gastroenteritis juga menjadi cara untuk mengobati gastroenteritis. Adapun program lintas
gastroenteritis yaitu : Rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah, zinc diberikan selama
10 hari berturut-turut, teruskan pemberian minum dan makanan, antibiotic selektif, nasihat
kepada orang tua/pengasuh.

1. Rehidrasi oral

Gastroenteritis cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat


etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit
secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti kekurangan cairan yang hilang sampai
diarenya berhenti (terapi rumatan). Keuntungan dari rehidrasi oral di Rumah Sakit pada
gastroenteritis akut dapat menghemat cairan intravena. Penggunaan cairan oral (oralit) yang
diberikan mulai di rumah mempunyai keuntungan, diantaranya gastroenteritis dapat dicegah
secara dini dan kunjungan ke pelayanan kesehatan akan berkurang. Keuntungan ditemukanya
cairan oral glukosa elektrolit (ORS) yang sederhana, efektif, dan murah. Cairan ORS dapat
diberikan secara menyeluruh terhadap penyakit gastroenteritis (Departemen Kesehatan
RI,2011).
2. Pemberian Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh, zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide synthase), dimana eksresi enzim ini
meningkat selama gastroenteritis dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian gastroenteritis (Kemenkes RI, 2011).

Pemberian zinc selama gastroenteritis terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan gastroenteritis, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian gastroenteritis pada 3 bulan berikutnya, berdasarkan
bukti ini semua anak gastroenteritis harus diberi zinc segera saat anak mengalami
gastroenteritis, dosis pemberian zinc pada balita :

Umur < 6 bulan : U tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.

Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun gastroenteritis sudah berhenti, cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah
larut berikan pada anak gastroenteritis (Kemenkes RI,2011).

3. Pemberian dietetic dan meneruskan ASI

Makanan harus di teruskan bahkan ditingkatkan selama gastroenteritis untuk


menghindarkan efek buruk pada status gizi, agar pemberian diet pada anak dengan
gastroenteritis akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi gizi anak, maka di perlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien
segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup
energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan
yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering
(Ngastiyah,2014).

Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan,
pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, beri makanan yang mengandung
protein yang akan membantu dalam menyerap air dalam tubuh anak, makanan yang
mengandung protein seperti apel, kentang, pisang, dan wortel. Ibu dapat mengolahnya
menjadi sayur dengan tambahan bahan- bahan yang lain yang disukai anak untuk membantu
meningkatkan nafsu makan (Ngastiyah,2014).

4. Medikmentosa

Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk
kebanyakan kasus, termasuk gastroenteritis berat dengan panas (Ngastiyah,2014), kecuali
pada :

A. Disentri, bila tidak berespon pikirkan kemungkinan amoebiasis.

B. Suspek kolera dengan dehidrasi berat.

C. Gastroenteritis persisten.

D. Obat-obatan anti gastroenteritis meliputi antimotilitas (missal loperamid, difenoksilat,


opium), adsorben (missal norit, kaolin, attapulgit). Anti muntah termasuk prometazin
dan klorpromazin, tidak satu pun obat-obatan ini terbukti mempunyai efek yang nyata
untuk gastroenteritis akut dan beberapa mempunyai efek yang membahayakan, obat-
obatan ini tidak boleh diberikan pada anak < 5 tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, psikal
assesment. Kaji data menurut Ambarwati Fitri Respati dan Nasution Nita (2012) adalah :

1. Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,pekerjaan dan No telpon

2. Keluhan utama
Keluhan utama yaitukeluhan yang dirasakan oleh klien Bab 4-10 kali dan cair ,yang
menyebabkan klien datang untuk berobat kerumah sakit.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya keluhan yang dikatakan ibu pasien yaitu bab 4-10 kali dalam sehari,
badan terasa lemas dan mata terlihat cowong. Bab pada pasien dialami sejak 4
hari yang lalu.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya pasien An.Y tidak pernah sakit apapun.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya didalam anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien.
4. Pengkajian pola kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism
Pasien akan mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami dehidrasi ringan.
b. Pola akttifitas

Pola aktifitas klien akan terganggu karena klien mengalami bab yang sering,
dehidrasi.
c. Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat dan tidur akan terganggu karena klien merasa tidak nyaman dengan
gejala gejala yang dialaminya.
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urine karena kurangnya asupan nutrisi yang
masuk dalam tubuh klien.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadi kecemasan terhadap diri sendiri, pasien ingin cepat sembuh dari
penyakitnya dan bisa bermain seperti biasa.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, penglihatan, perabaan, perasaan dan pendengaran umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan dengan klien dirawat
dirumah sakit dan harus bed rest.
h. Pola penanggulangan stress
Pasien tampak cemas, gelisah, rewel dan menangis terus.

5. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan tingkat kesadaran, dengan cara memeriksa tanda - tanda vital :
a. Kesadaran : Composmentis
b. Tanda vital :
Suhu tubuh :38
Nadi : 90x/menit
RR : 24x/menit
2. Pemeriksaan fisik Head to toe

1. Kepala
Inspeksi: Kepala simetris, warna rambut normal, kondisi rambut normal,
kondisi kepala normal, tidak ada lesi.
Palpasi: Ubun-ubun besar cekung pada bayi yang dehidrasi.

2. Wajah
Inspeksi: Muka simetris, pucat, kondisi muka normal, tidak ada lesi.
Palpasi: Tidak nyeri tekan.

3. Mata
Inspeksi: Simetris, sklera putih, pupil isokor, konjungtiva merah muda, diare
tanpa dehidrasi: kelopak mata cekung
Palpasi: Tidak nyeri tekan.

4. Telinga
Inspeksi: Simetris, kondisi telinga normal, kebersihan telinga normal, tidak ada
lesi.
Palpasi: Tidak nyeri tekan.

5. Hidung
Inspeksi: Simetris, kebersihan tidak ada lesi.
Palpasi: Tidak nyeri tekan.

6. Mulut dan Faring


Inspeksi: Simetris, kebersihan mulut normal, jumlah gigi normal, mulut dan
lidah kering, tidak ada stomatitis.
Palpasi: Tidak nyeri tekan.

7. Leher
Inspeksi: Simetris, warna kulit normal, tidak ada lesi.
Palpasi: Tidak ada pembesaran vena jugularis, kelenjar getah bening dan
kelenjar tiroid.

8. Thorax (dada)
Inspeksi: simetris, bentuk dada normal, pernapasan normal hingga cepat
Palpasi: Vocal fremitus sama. Perkusi: Sonor.
Auskultasi: Tidak ada suara tambahan.

9. Abdomen
Inspeksi: Simetris, terdapat distensi abdomen, tidak ada lesi.
Auskultasi: Bising usus meningkat (normal anak: 5- 15x/menit).
Perkusi: Hipertimpani.
Palpasi: Supel, pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.

10. Sistem Integumen


Inspeksi: Warna kulit sianosis pada dehidrasi berat,dehidrasi berat kering, tidak
ada lesi.
Palpasi: Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral
dingin.

11. Ekstremitas
Kekuatan otot normal, tidak edema, tidak fraktur.
12. Genitalia dan Anus
Inspeksi: Anus dan area sekitarnya menjadi lecet karena seringnya defekasi.
Palpasi: Tidak nyeri tekan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan yang timbul dari diri
sendiri maupun luar (lingkungan) (Nursalam, 2015). Diagnosa keperawatan yang lazim
muncul menurut SDKI:
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Diare berhubungan dengan proses infeksi dan inflamasi diusus
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan.
d. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
e. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik.
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan asuhan


dengan kehilangan cairan aktif keperawatan 3x8jam 1.1 Monitor status dehidrasi
diharapkan masalah (kelembaban membran
hipovolemia teratasi mukosa, nadi adekuat,
dengan kriteria hasil: tekanan darah ortostatik)
1. Mempertahankan urine jika diperlukan.
output sesuai dengan 1.2 Monitor vital sign.
usia,BB. 1.3 Monitor status cairan
2. Nadi, suhu tubuh dan termasuk intake dan
tekanan darah normal. output cairan.
3. Tidak ada tanda-tanda 1.4 Monitor tingkat hb dan
dehidrasi, elastisitas hematokrit.
turgor kulit baik, 1.5 Monitor berat badan
membran mukosa 1.6 Dorong orangtua pasien
lembab, tidak ada rasa untuk meningkatkan
haus yang berlebihan. intake Oral

2. Risiko ketidakseimbangan
1. 1 Monitor status hidrasi
Elektrolit berhubungan • Fluid balance.
(kelembaban membran
Dengan ketidakseimbangan • Hydration.
mukosa, nadi kuat) jika
cairan yang ditandai dengan • Nutrition status.
diperlukan.
dehidrasi, muntah, dan diare • Intake.
1. 2 Monitor vital sign.
lebih 3-6x sehari.
1. 3 Monitor masukan
Batasan Karakteristik: Setelah dilakukan asuhan
• Penurunan tekanan nadi. keperawatan selama 6 hari makanan atau cairan dan
• Penurunan turgor kulit. masalah resiko hitung intake kalori.
• Membran mukosa kering. ketidakseimbangan 1. 4 Kolabirasi pemberian
• Peningkatan suhu tubuh. elektrolit menjadi efektif. cairan IV.
• Penurunan berat badan. Kriteria hasil: 1. 5 Monitor status nutrisi.
• Haus. 1. Elastisitas turgor kulit 1. 6 Dorong masukan oral.
• Kelemahan baik, membran mukosa 1. 7 Kolaborasi dengan
lembab, tidak ada rasa dokter dalam
haus yang berlebihan. kemungkinan tranfusi.
2. Frekuensi muntah atau
mual berkurang.
3. Tidak ada tanda
dehidrasi.
4. Tekanan nadi dan suhu
tubuh dalam batas
normal.
3. Defisit Nutrisi berhubungan
dengan kurangnya asupan • Status nutrisi.
makanan yang ditandai • Pemasukan nutrisi. 2.1 Kaji adanya alergi.

dengan berat badan menurun • Berat badan terkontrol. 2.2 Kolaborasi dengan ahli

minimal 10% dibawah gizi untuk menentukan

rentang ideal. Setelah dilakukan asuhan jumlah kalori dan nutrisi

Batasan karakteristik: keperawatan selama 6 hari yang dibutuhkan.

• Nyeri abdomen. masalah defisit nutrisi 2.3 Beri diet tinggi serat

• Berat badan 20% atau teratasi. untuk mengurangi

lebih dibawah berat Kriteria Hasil: konstipasi.

badan ideal. 1. Adanya peningkatan 2.4 Monitor jumlah nutrisi

• Diare. berat badan sesuai dan kandungan kalori.

• Bising usus hiperaktif. dengan tujuan. 2.5 Kaji kemampuan pasien

• Kurang asupan makanan. 2. Berat badan sesuai dalam pemenuhan

• Kesalahan konsepsi. dengan usia anak. kebutuhan nutrisi sesuai.

• Kesalahan informasi. 3. Tidak ada tanda 2.6 Berat badan dalam batas

• Membran mukosa pucat. malnutrisi. normal.

• Tonus otot menurun. 4. Tidak terjadi


penurunan berat badan 2.7 Monitor adanya mual dan
yang berarti. muntah.

4. Hipertermi berhubugan 4.1 Monitor suhu tubuh.


dengan dehidrasi, proses • Pengaturan suhu 4.2 Lakukan kolaborasi
penyakit. Batasan dalam pemberian anti
Karakteristik: Setelah dilakukan asuhan piretik.
• Konvulsi keperawatan selama 3x8jam 4.3 Lakukan kompres hangat
• Kulit kemerahan masalah hipertermi dapat saat anak mengalami
• Peningkatan suhu tubuh teratasi dengan kriteria hasil: demam.
diatas kisaran normal. 1. Suhu tubuh dalam
• Kejang.
• Takikardi. rentang normal. 4.4 Anjurkan untuk
• Takipnea. 2. Nadi dan respirasi dalam meningkatkan intake
• Kulit terasa hangat. rentng normal. cairan dan nutrisi.
3. Tidak ada perubahan
warna kulit.
5. Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera • Kontrol nyeri.
fisiologi hiperpristaltik yang • Skala nyeri. 3. 1 Kaji skala nyeri.
ditandai dengan anak tampak Setelah dilakukan asuhan 3. 2 Monitor status
gelisah, sulit tidur dan keperawatan selama 6 hari pernafasan.
menangis. masalah nyeri akut 3. 3 Monitor vital sign.
Batasan Karakteristik: berkurang. 3. 4 Observasi reaksi
• Perubahan selera makan. Kriteria hasil: nonverbal dari
• Mengekspresikan perilaku. 1. Merasa nyaman setelah ketidaknyamanan.
• Gangguan tidur. nyeri berkurang. 3. 5 Bantu keluaga
• Dilatasi pupil. 2. Wajah lebih tenang. memberikan rasa
• Perubahan posisi untuk 3. Frekuensi menangis anak nyaman pada anak.
menghindari nyeri. berkurang. 3. 6 Kontrol lingkungan yang
4. Tidak ada nyeri tekan dapat mempengaruhi
pada abdomen. nyeri seperti suhu
ruangan dan kebisingan.
3. 7Lakukan kolaborasi
pemberian analgesik
untuk meredakan nyeri.
D. Implementasi Keperawatan
Implemetasi keperawatan merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
klien yang di dasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun untuk mencapai
tujuan yang di inginkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemukihan penyakit dan memfasilitasi koping. Implementasi keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan selama tahap implementasi keperawatan/
perawatterus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
paling sesui dengan kebutuhan klien.

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi Keperawatan Adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah di
susun tercapai atau tidak Menurut Friedman (dalam harmoko ,2016) evaluasi
didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang di lakukan oleh
keluarga, perawat dan yang lainya . ada beberapa metode evaluasi yang di pakai dalam
perawatan. Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus di sesuikan
dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi.

.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N. M.
Sumarwati, Terj.). Edisi 3. Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan pada
tahun 1993)

Sudoyo, W. Aru, dkk., Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 Edisi IV, Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006.

Anda mungkin juga menyukai