Anda di halaman 1dari 22

IV.

GAMBARAN UMUM TEMPAT MAGANG

4.1 Sejarah Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang

Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di

bawah Badan Penyuluhan dan Pengenbangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) yang

terletak di Jl. Jend. Ahmad Yani Km. 85, Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan,

Indonesia. Awal berdiri pada tahun 1952 dengan nama Balai Pendidikan Masyarakat Desa

(BPMD), kemudian pada tahun 1953 namanya diubah menjadi Pusat Kurrsus Pertanian

Kalimantan (PKPK).

Seiring dengan perkembangan pembangunan pertanian dan beban tugasnya, maka pada

tahun 1969 ditingkatkan menjadi Pusat Pengembangan Pertanian. Seiring dengan pesatnya

perkembangan pembangunan pertanian, sejak tahun 1975 ditingkatkan statusnya berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 190/Kpts/Org/1/1978 dari PLP ditingkatkan

fungsinya menjadi Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) Binuang.

Fungsi BLPP diperluas menjadi Balai Diklat Pertanian (BDP) Binuang dengan terbitnya

SK Menteri Pertanian Nomor : 84/Kpts/OT.210/2/2000 tanggal 29 Februari 2000. Dengan

maksud agar BDP Binuang juga melakukan pengembangan potensi wilayah serta menyesuaikan

dengan perkembangan arah pembangunan pertanian, maka diterbitkan SK Menteri Pertanian

Nomor : 333/Kpts/OT.210/5/2002 tanggal 8 Mei 2002 dimana BDP Binuang mendapat tugas

khusus untuk melakukan pelatihan teknis dibidang perkebunan dan teknologi lahan pasang surut,

sehingga namanya menjadi Balai Diklat Agribisnis Perkebunan dan Teknologi Pasang Surut

(BDAPTPS) Binuang.

Setelah dilakukan pembenahan dan evaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara maka melalui Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor : 18/Permetan/OT.140/2/2007


tanggal 19 Februari 2007 ditingkatkan eseloneringnya menjadi II-b dengan perubahan nama

menjadi Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang dengan tugas pokok melaksanakan dan

mengembangkan teknik pelatihan teknis, fungsional dan kewirausahaan di bidang pertanian bagi

aparatur dan non aparatur pertanian. Pada tahun 20133, tugas BBPP Binuang lebih

disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertaanian Nomor :

104/Permentan/OT.140/10/2013 tanggal 9 Oktober 2013 yaitu melaksanakan pelatihan

fungsional bagi aparatur, pelatihan teknis dan profesi, mengembangkan model dan teknik

pelatihan fungsional dan teknis bidang pertanian bagi aparatur dan non aparatur pertanian.

Wilayah kerja BBPP Binuang meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

4.2 Moto Visi dan Misi


Adapun moto visi dan misi dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang yaitu

sebagai berikut :

a. Moto

Kami berbagi. Kami mengispirasi. Kami melayani lebih baik.

b. Visi

Visi BBPP Binuang adalah “Menjadi Center of Excellence dalam menyelenggarakan pelatihan

untuk menghasilkan SDM pertanian yang professional, inovatif, mandiri dan berdaya saing’.

c. Misi

Untuk mencapai visi tersebut BBPP Binuang menetapkan misi sebagai berikut :

1. Menguatkan kapasitas kelembagaan pelatihan.

2. Mengembangkan ketenagaan diklat.

3. Mengembangkan manajemen mutu penyelenggaraan diklat.


4. Mengembangkan program dan jejaring kerjasama pelatihan pertanian dalam dan luar negeri.

4.3 Tugas dan Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana di atur dalam peraturan Menteri Pertanian

Nomor : 104/Permentan/OT.140/10/2013 di atas BBPP Binuang menyelenggarakan fungsi

sebagai berikut :

1. Penyusunan program rencana kerja anggaran dan pelaksanaan kerjasama.

2. Pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan.

3. Pelaksanaan penyusunan bahan Standar Kompetensi Kerja (SKK) di bidang pertanian.

4. Pelaksanaan pelatihan fungsional di bidang pertanian bagi aparatur.

5. Pelaksanaan pelatihan teknis di bidang perkebunan dan teknologi lahan pasang surut bagi

aparatur dan nonaparatur pertanian dalam dan luar negeri.

6. Pelaksanaan pelatihan profesi di bidang perkebunan dan teknologi lahan pasang surut bagi

aparatur dan nonaparatur.

7. Pelaksanaan unit kompetensi di bidang pertanian.

8. Pelaksanaan penyusunan paket pembelajaran dan media pelatihan fungsional dan teknis di

bidang pertanian.

9. Melaksanakan pengembangan modal dan teknik pelatihan fungsional dan teknis di bidang

perkebunan dan teknologi lahan pasang surut.

10. Pelaksanaan pengembangan kelembagaan pelatihan pertanian swadaya.

11. Pelaksanaan pemberian konsultasi di bidang pertanian.

12. Pelaksanaan bimbingan lanjutan pelatihan di bidang pertanian bagi aparatur dan nonaparatur.
13. Pelaksanaan pemberian pelayaan penyelenggaraan pelatihan fungsional bagi aparatur, pelatihan

teknis dan profesi, pengembangan model dan teknik pelatihan fungsional dan teknis di bidang

pertanian bagi aparatur dan nonaparatur pertanian.

14. Pengelolaan unit inkubator usahatani.

15. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pelatihan di bidang pertanian.

16. Pelaksanaan data dan informasi pelatihan serta pelaporan.

17. Pelaksanaan pengelolaan sarana teknis.

18. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, perlengkapan, dan instalasi BBPP

Binuang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Tahapan-tahapan dalam Perbanyakan Trichoderma sp.
Pengendalian hayati bersifat spesifik lokal yaitu mikroorganisme antagonis yang terdapat

di suatu daerah hanya akan memberikan hasil yang baik di daerah asalnya. Telah dilaporkan

bahwa isolat Trichoderma sp. yang berasal dari Kalimantan Selatan memiliki kemampuan yang

lebih baik untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun padi dibandingkan dengan isolat

Trichoderma sp. asal Yogyakarta di lahan pasang surut daerah Kalimantan Selatan (Prayudi et

al., 2000). Hal tersebut membuktikan bahwa isolat lokal (Indigenos) memiliki kemampuan

adaptasi yang tinggi dan berpotensi yang lebih baik dalam menekan patogen yang terdapat di

daerah asalnya dibanding menggunakan isolat yang berasal dari daerah lain.

Isolat Trichoderma sp. diperbanyak pada media PDA di tabung reaksi dan cawan petri.

Trichoderma sp. juga memiliki konidia yang berwarna hijau. Berdasarkan Balai Penelitian

Tanaman Pangan (2006). Trichoderma sp. merupakan jamur inperfekti (tidak sempurna).

Konidiofor tegak, bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat membentuk klamidospora,
pada umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau (Cook

and Baker, 1989 dalam Ardiant, 2009).


Eksplorasi

Tanah, daun, akar,serasah dan nasi

Dibenam
Batang Box
Tidak di benam

Kandidat Trichoderma sp.

(Warna Hijau tua – tosca)

Di pindahkan ke media PDA

Makroskopis
Murnikan Identifikasi
Mikroskopis

Perbanyakan

Padat Cair

Jagung Jagung
5.1.1 Eksplorasi Trichoderma sp

Eksplorasi yang dilakukan untuk mendapatkan isolat Trichoderma sp. yaitu metode

eksplorasi dari tanah supresif dan dari batang bambu yang diisi dengan nasi lalu dialasi dengan

daun bamboo kemudian di ikat. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan jenis

tanaman dan jenis tanah. Tanah di sekitar perakaran (rizosfer) tanaman bambu di daerah Binuang

digali sedalam 0- 30 cm. Tanah diambil sebanyak 500 gram kemudian dimasukan ke kantong

plastik dan dibawa ke laboratorium untuk diisolasi. Miselium cendawan yang tumbuh diisolasi

kembali pada media PDA dan diinkubasikan selama seminggu. Hasil dari isolasi kemudian

diidentifikasi secara makroskopis untuk memastikan isolat yang didapat.

5.1.2 Teknis-teknis Eksplorasi Trichoderma sp.

Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan biakan

murni Trichoderma sp.  dari alam dengan menggunakan sekop dan wadah. Lokasi eksplorasi

diambil dari perakaran tanaman bambu. Tanah disekitar perakaran tanaman digali menggunakan

sekop sedalam 20 – 30 cm yang kemudian ditempatkan pada wadah yang telah diberi label

lokasi dan nama tanaman. Sampel kemudan dibawa kembali ke laboratorium untuk dilakukan

pemurnian. Penulis membuat beberapa teknis eksplorasi Trichoderma sp. dari batang bambu,

akar bambu, dan tanah bambu.

5.1.3 Proses Eksplorasi Trichoderma sp.


Untuk menemukan cendawan Trichoderma sp. di lapangan dapat diambil dari tanah

supresif. Menurut Shurleff dan Averre (1997) dalam Hadiwiyono (2008) tanah supresif adalah

tanah tempat penyakit tertentu tertekan oleh mikroba antagonis. Artinya apabila dalam satu

kebun terdapat tanaman yang sehat padahal di sekitarnya banyak terdapat tanaman yang

terserang penyakit akar. Dari daerah perakaran tanaman yang sehat dikorek sedalam 20-40 cm
dan tanahnya diambil. Trichoderma dapat juga diperoleh dari tanah yang mengandung banyak

bahan organik (Darwis, 2014).

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp. di BBPP Binuang dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp.

Alat Kegunaan

Box Wadah untuk explorasi

Tissue Alat untuk alas tutup box

Kapas Alat untuk menutupi kedua ujung sisi bambu

Tali rapia Alat untuk mengikat bambu

Cangkul Alat mengambil tanah dan akar bambu

b. Bahan

Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp. BBPP Binuang

dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp. BBPP Binuang
Bahan Kegunaan

Batang bambu Bahan eksplorasi Trichoderma sp

Daun bambu segar Bahan eksplorasi Trichoderma sp

Daun bambu kering Bahan eksplorasi Trichoderma sp

Akar bambu Bahan eksplorasi Trichoderma sp

Tanah bambu Bahan eksplorasi Trichoderma sp

Nasi Bahan eksplorasi Trichoderma sp

Alcohol Bahan untuk pensterilan alat

c. Langkah kerja I

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Batang bambu dibelah menjadi 2 bagian kemudan diberi alas daun bambu dan diisi nasi lalu

kedua belah bambu dirapatkan kembali

3. Batang bambu yang dirapatkan diikat dengan tali rapia

4. Bambu dikubur, bisa juga diletakkan diruangan minim pencahayaan

5. Batang bambu siap di inkubasi di tempat inkubator selama kurang lebih 2 minggu

d. Langkah kerja II

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Box disemprot dengan alcohol 70%

3. Memasukkan akar bambu beserta tanahnya yang masih menempel

4. Nasi diletakkan diatas akar dan tanah secara merata

5. Kemudian nasi ditutup menggunakan daun kering dan daun segar bambu

6. Ketika sudah, tutup box dilapisi dengan tissue agar uap air tidak jatuh
7. Box yang sudah dilakukan eksplorasi siap di inkubasi di tempat inkubator selama kurang lebih 2

minggu

5.1.4 Sterilisasi Alat


Sterilisasi adalah proses penghilangan atau membunuh mikroorganisme (protozoa, fungi,

bakteri, mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan dilaboratorium tetap

bersih/steril, serta mencegah terjadinya kontaminasi. Peralatan laboratorium yang akan

disterilisasi memerlukan bahan pengemas. Kemasan adalah suatu benda yang digunakan sebagai

wadah/tempat yang dikemas dan dapat mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan

yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan

getaran (Nurminah, 2002).

a. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan untuk sterilisasi yaitu :

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam sterilisasi di BBPP Binuang

Bahan Kegunaan

Panci Sterilisasi tahap I

Auto clave Sterilisasi tahap II

Cawan petri Tempat media

Tabung reaksi Tempat media

Kertas Maembungkus alat yang ingin disterilisasi pada

tahap II

Staples Menyatukan kedua sisi ujung kertas


Plastic Membungkus alat yang sudah siap sterilisasi tahap II

b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan untuk sterilisasi dapat dilihat pada tabel 4 :

Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam sterilisasi di BBPP Binuang

Bahan Kegunaan

Air Merebus alat untuk sterilisasi

c. Langkah-langkah sterilisasi alat

Langkah-langkah dalam sterilisasi alat di BBPP Binuang yaitu :

1. Alat yang digunakan disterilisasi dari mikroba kontaminan yang tidak diinginkan dengan cara

dicuci bersih terlebih dahulu

2. Kemudian di rebus didalam panci

3. Setelah itu di semprotkan dengan alkohol 70 %

4. Selanjutnya dibungkus dengan kertas dan plastk tahan panas kemudian dimasukkan ke dalam

autoclave pada suhu 1200 C dengan waktu 3 x 20 menit.

5.1.6 Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA)


a. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan untuk membuat Potato Dextrose Agar (PDA) di BBPP

Binuang yaitu :

Tabel 5. Alat yang digunakan dalam membuat PDA :

Bahan Kegunaan
Gelas Erlenmeyer Tempat media

Timbangan Menimbang media PDA

Hot plate Memanaskan / memasak media PDA

Stir magnetic Mengaduk media

Kapas Menutup media sudah jadi

Plastik wrap Menutup media sudah jadi

Panci kecil Merebus kentang

b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan untuk membuat Potato Dextrose Agar (PDA) alami maupun

buatan yaitu :

Tabel 6. Bahan yang digunakan dalam pembuatan PDA di BBPP Binuang

Bahan Kegunaan

Aquadest Melarutkan media

Potato Dextrose Agar sintetis Media

Kentang Media

Gula Campuran media

Bubuk agar-agar Campuran media

c. Langkah Kerja

A. Media Potato Dextrose Agar Buatan


a. Media PDA (Potato Dextrose Agar) instan dalam bentuk granul (buatan) dengan konsentrasi 39

g/liter air.

b. PDA ditimbang sesuai kebutuhan

c. Kemudian di masukkan kedalam Erlenmeyer lalu di campur dengan aquadest

d. Dipanaskan menggunakan hot plate dan stir magnetic dimasukkan agar larutan menjadi

homogen.

e. Erlenmeyer kemudian ditutup menggunakan kapas dan plastk wrap agar uap tidak jatuh kedalam

media.

f. Media PDA kemudian dimasukkan ke dalam autoclave bersamaan dengan sterilisasi alat selama

± 1 jam.

g. Media PDA yang telah disterilkan kemudian didinginkan untuk memperkecil kontaminasi

bakteri.

h. Setelah itu media PDA dipindahkan kedalam cawan petri dan tabung reaksi, dibiarkan hingga

PDA mengeras.

i. Media PDA yang telah mengeras siap digunakan.

B. Media Potato Dextrose Agar Alami

a. Kupas kentang ½ kg dicuci bersih

b. Kentang dipotong dadu dan di rebus dengan aquadest 1 liter sampai tekstur kentang menjadi

lembek

c. Kentang diangkat jika air volume air rebusan sudah 700 ml dan berwarna kuning

d. Bubuk agar Swallow 2 sachet ditambahkan bersamaan dengan gula 60 gr

e. Kemudian media didingnkan untuk mengurangi terjadinya kontaminasi

f. Kemudian media PDA alami dipindahkan kedalam cawan petri lalu dibiarkan hingga mengeras.
g. Media PDA alami yang telah mengeras siap digunakan

5.1.7 Perbanyakan Isolat Trichoderma sp.


Kandidat Trichoderma sp. hasil eksplorasi ditanam di media PDA menggunakan spatula,

kemudian diinkubasi pada suhu 25 °C di tempat minim cahaya matahari hingga miselium

memenuhi cawan.

a. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan untuk perbanyakan isolate yaitu :

Tabel 7. Alat yang digunakan dalam perbanyakan isolate Trichoderma sp. di BBPP Binuang

Bahan Kegunaan

Laminar enkas Tempat inokulasi

Cawan petri Wadah media

Tabung reaksi Wadah media

Alcohol Sterilisasi

Bunsen Sterilisasi

Gelas ukur Wadah alcohol

Plastik wrap Membungkus wadah

Spatula Alat inokulasi


a. Adapun bahan yang digunakan untuk perbanyakan isolate yaitu :

Tabel 8. Bahan yang digunakan dalam perbanyakan isolate Trichoderma sp. Di BBPP Binuang

Bahan Kegunaan

Kandidat Trichoderma sp. Bahan inokulasi

Media PDA Bahan inokulasi

b. Langkah Kerja

Langkah-langkah dalam perbanyakan Isolate Trichoderma sp. di BBPP Binuang yaitu:

1. Laminar enkas dibersihkan menggunakan tissue lalu disemprot dengan alcohol

2. Laminar enkas dinyalakan selama 30 menit -1 jam sebelum penggunaan, laminar enkas harus

steril agar tidak terjadi kontaminasi

3. Jika sudah, alat dan bahan dimasukkan kedalam laminar enkas

4. Tangan disemprot menggunakan alkohol, kemudian tangan dimasukkan kedalam enkas

5. Spatula dicelupkan ke alkohol kemudian dibakar diatas Bunsen agar mengurangi terjadinya

kontaminasi di spatula

6. Kandidat Trichoderma sp diiambil menggunakan tangan kanan, lalu tangan kiri memegang

cawan petri atau tabung reaksi yang mana didalamnya sudah ada PDA yang sudah mengeras

7. Cawan petri atau tabung reaksi didekatkan pada Bunsen

8. Tutup can petri dibuka menggunakan jempol, dan kandidat secara perlahan dimasukkan ke PDA

9. Kemudian, cawan petri atau tabung reaksi ditutup menggunakan kapas kemudian dilapisi dengan

plastic wrap

10. Isolate Trichoderma sp sudah siap, diinkubasi kurang lebh 3-6 hari di tempat yang minim

pencahayaan
Salah satu media agar yang cocok dan mendukung pertumbuhan jamur adalah PDA (Potato

Dextrose Agar) yang memiliki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) sehingga menghambat

pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0, dan suhu

optimum untuk pertumbuhan antara 25-30 °C (Cappucino 2014). Menurut Bambang et al.

(2008), pH beras biasa 7,27. Trichoderma sp. yang terperangkap pada media nasi putih

merupakan Trichoderma sp yang dapat berkembang pada pH 7.

5.1.8 Perbanyakan Trichoderma sp. pada Media Padat


a. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma pada media padat yaitu :

Tabel 8. Alat yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma sp. pada media padat di BBPP

Binuang :

Bahan Kegunaan

Laminar enkas Tempat inokulasi

Spatula besi Wadah media

Gelas ukur Wadah media

Plastic tahan panas Sterilisasi

Staples Sterilisasi

Panci Wadah alkohol

Nampan Membungkus wadah

Bunsen Alat inokulasi

Timbangan Menimbang media


b. Bahan

Adapun bahan yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma sp pada media padat yaitu :

Tabel 9. Alat yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma sp. pada media padat di BBPP

Binuang

Bahan Kegunaan

Beras Media inokulasi

Alcohol Sterilisasi

Air Mengukus media

Jagung Media inokulasi

c. Langkah Kerja

Adapun langkah kerja yang penulis lakukan pada perbanyakan Trichoderma sp. di BBPP

Binuang yaitu :

1. Beras Jagung dicuci, bagian yang terapung dibuang dan dibilas dengan air bersih.

2. Dikukus setengah matang atau kurang lebih selama 15 menit kemudian didinginkan pada

nampan.

3. Setelah dingin dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak 200 gram kemudian dilipat.

4. Beras dan jagung dikukus kembali selama 10 menit.

5. Didinginkan pada nampan sampai benar-benar dingin.

6. Bunsen dinyalakan didalam enkas.

7. Kedua tangan disemprot dengan alkohol.

8. Sendok disterilkan dengan cara dicelupkan kedalam gelas ukur berisi alkohol kemudian dekatkan

dengan Bunsen
9. Kantong plastic dibuka sambil didekatkan dengan api.

10. Isolate Trichoderma sp dimasukkan sebanyak sepertiga sendok teh.

11. Media yang sudah di inokulasi Trichoderma sp. di guncang agar tercampur merata dengan

media jagung dan beras

12. Plastik dilipat kemudian diberikan staples

13. Media jagung dan beras yang telah selesai di inokulasi Tricoderma sp disusun pada

nampan/wadah tertentu dan diletakkan pada kondisi yang aman dari serangan semut maupun

tikus serta terhindar dari sinar matahari langsung dan didiamkan selama 5-7 hari. Biasanya hari

ke-5 sudah kelihatan jamur berwarna hijau dan hari ke-7 warna hijau sudah merata.

14. Trichoderma sp sudah siap untuk diaplikasikan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wijaya et al. 2012; Urailal et al. 2012 , perbanyakan

massal dapat dilakukan dengan menggunakan media buatan yang bernutrisi sebagai tempat

berkembangbiaknya Trichoderma sp. yang berasal dari bahan-bahan sederhana seperti; dedak,

beras, serbuk gergaji dan sekam padi. Bahan-bahan tersebut mengandung karbohidrat, serat,

nitrogen, posfat, kalium yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan menggunakan

berbagai bahan seperti; dedak, beras, serbuk gergaji dan sekam padi.

5.2 Hasil
5.2.1 Hasil Eksplorasi
Dari eksplorasi menggunakan batang bambu dan box didapatkan beberapa kandidat

Trichoderma sp. yang berwarna hijau muda, hijau tua dan tosca. Hasil eksplorasi tersebut

dilakukan peremajaan isolate dengan cara menanam kandidat Trichoderma sp. pada media PDA

kemudian di inkubasi selama 3-7 hari sampai miselium memenuhi cawan petri.

5.2.1.1 Batang Bambu

Hasil eksplorasi Trichoderma sp. asal Rizosfer bambu dengan media perangkap nasi

dapat dilihat pada Gambar dimana terlihat warna khas dari Trichoderma sp. yaitu hijau. Dalam

Prabowo et al. (2006) bahwa Trichoderma sp. termasuk cendawan yang mudah tumbuh pada

berbagai habitat dan lingkungan. Salah satu media agar yang cocok dan mendukung

pertumbuhan jamur adalah PDA (potato dextrose agar) yang memiliki pH yang rendah (pH 4,5

sampai 5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang

netral dengan pH 7,0, dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-30 °C (Cappucino 2014).

Menurut Bambang et al. (2008), pH beras biasa 7,27. Trichoderma sp. yang terperangkap pada

media nasi putih merupakan Trichoderma sp. yang dapat berkembang pada pH 7.

5.2.2 Pemurnian
Isolat Trichoderma sp. diperoleh dari Laboratorium Agensia Hayati Balai Pelatihan

Pertanian Binuang. Isolat diremajakan pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Isolat

Trichoderma sp. tersebut diperbanyak dalam media PDA pada beberapa cawan petri dan tabung

reaksi, dengan cara mengambil biakan dengan jarum ose (hyphal tips), kemudian dipindahkan ke

media PDA lalu diinkubasikan selama sepuluh hari.

Inokulasi merupakan pemindahan suatu mikroorganisme ke dalam organisme lain atau

dalam suatu substrat (Risyanto, 2014). Inokulasi dilakukan dengan mengambil cendawan

Trichoderma sp. sebanyak 1 g dan diletakkan secara tersebar dalam satu cawan petri berisi

medium PDA padat. Masa inkubasi (pertumbuhan) dari inokulum ini adalah 7 hari. Setelah

cendawan trichoderma sp. tumbuh, biakan dimurnikan dengan cara memotong miselium

trichoderma sp. kira-kira 5 mm dan ditumbuhkan kembali pada medium PDA padat dalam cawan

petri steril yang lain selama 7 hari. Stamets (2000) bahwa sebagian besar jamur saprofit pada

mulanya memiliki miselium berwarna putih, kemudian warna dapat berubah ketika miselium

tersebut dewasa

5.2.3 Perbanyakan dengan Media Padat


Pelaksanaan kegiatan perbanyakan terdiri dari: Pembuatan Media PDA sintetik sekaligus

sebagai media peremajaan Trichoderma sp, pembuatan media padat, dan inokulasi. Pembuatan

media beras Perbanyakan cendawan Trichoderma sp. dengan cara: dicuci beras sebanyak 3 liter
lalu direndam dalam baskom berisi air selama 15 menit, setelah itu dikukus selama 30 menit lalu

didinginkan, dimasukkan 25 gr media PDA ke dalam cawan petri lalu dibungkus dengan plastic

wrap, lalu disterilkan ke dalam autoklaf. Untuk pembuatan media jagungdan serbuk gergaji,

caranya sama dengan cara pembuatan media beras tersebut di atas. Sedangkan media PDA yang

digunakan adalah media PDA sintetik. Isolat awal Trichoderma sp yang digunakan sebanyak

8,5x106 konidia/mg.

4 hsi Trichoderma sp. tumbuh di atas permukaan media, sehingga media kelihatan

berubah warna menjadi hijau dan 5 hsi jamur sudah mulai menyebar ke bawah. Pada 7 hsi media

kelihatan menghijau karena Trichoderma sp sudah tumbuh merata. Pada pengamatan

mikroskopis terlihat Trichoderma sp memiliki konidia berwarna hijau dan bentuknya bulat

transparan, memiliki hifa, berdinding halus, dan bercabang banyak.

Hal tersebut sesuai pendapat Wijaya dkk (2011), Trichoderma sp berwarna hijau tumbuh

merata pada hari ke-7 setelah inkubasi pada media bekatul, media beras jagung, media sekam,

media bekatul sekam, dan media beras jagung.

5.3 Permasalahan yang dihadapi dalam Perbanyakan Trichoderma sp.


a. Permasalahan saat Sterilisasi Alat

Ada beberapa permasalahan pada sterilisasi alat yang pasti akan berdampak pada hasil

kegiatan penulis sendiri, diantaranya yaitu :


1. Kran air mati dan tidak jalan beberapa hari sehingga terhambatnya proses sterilisasi yang harus

menggunakan air

2. Air yang kadang-kadang kotor yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kontaminasi

b. Permasalahan Saat Perbanyakan Isolate Dan Perbanyakan Pada Media Padat

Beberapa permasalahan saat perbanyakan dimana permasalahan itu pengaruhnya sangat

besar terhadap hasil perbanyakan karna seringnya kontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak

dinginkan, permasalahan itu diantaranya yaitu :

1. Autoclave yang dipakai untuk sterilisasi alat maupun media sudah dibersihkan, penggunaan

autoclave bersamaan dengan sterilisasi untuk media jamur tiram, ini mungkn salahsatu factor

sering terjadinya kontaminasinya hasil perbanyakan yang penulis lakukan.

2. Enkas yang digunakan untuk inokulasi perbanyakan Trichoderma sp. juga dipakai untuk

inokulasi Jamur Tiram, laminar enkas sebelumnya juga sudah dibersihkan dan di semprot

dengan alcohol dinyalakan kurang lebih 3 jam, dan beberapa hasil perbanyakan penulis tetap

terkontaminasi.

3. Tempat penyimpanan Trichoderma sp. yang berdekatan dengan penyimpanan Jamur Tiram

4. Sulitnya mendapatkan isolate atau murnian Trichoderma sp. karena setelah inokulasi hasilnya

terkontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan

Anda mungkin juga menyukai