Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
bawah Badan Penyuluhan dan Pengenbangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) yang
terletak di Jl. Jend. Ahmad Yani Km. 85, Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan,
Indonesia. Awal berdiri pada tahun 1952 dengan nama Balai Pendidikan Masyarakat Desa
(BPMD), kemudian pada tahun 1953 namanya diubah menjadi Pusat Kurrsus Pertanian
Kalimantan (PKPK).
Seiring dengan perkembangan pembangunan pertanian dan beban tugasnya, maka pada
tahun 1969 ditingkatkan menjadi Pusat Pengembangan Pertanian. Seiring dengan pesatnya
Fungsi BLPP diperluas menjadi Balai Diklat Pertanian (BDP) Binuang dengan terbitnya
maksud agar BDP Binuang juga melakukan pengembangan potensi wilayah serta menyesuaikan
Nomor : 333/Kpts/OT.210/5/2002 tanggal 8 Mei 2002 dimana BDP Binuang mendapat tugas
khusus untuk melakukan pelatihan teknis dibidang perkebunan dan teknologi lahan pasang surut,
sehingga namanya menjadi Balai Diklat Agribisnis Perkebunan dan Teknologi Pasang Surut
(BDAPTPS) Binuang.
menjadi Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang dengan tugas pokok melaksanakan dan
mengembangkan teknik pelatihan teknis, fungsional dan kewirausahaan di bidang pertanian bagi
aparatur dan non aparatur pertanian. Pada tahun 20133, tugas BBPP Binuang lebih
fungsional bagi aparatur, pelatihan teknis dan profesi, mengembangkan model dan teknik
pelatihan fungsional dan teknis bidang pertanian bagi aparatur dan non aparatur pertanian.
sebagai berikut :
a. Moto
b. Visi
Visi BBPP Binuang adalah “Menjadi Center of Excellence dalam menyelenggarakan pelatihan
untuk menghasilkan SDM pertanian yang professional, inovatif, mandiri dan berdaya saing’.
c. Misi
Untuk mencapai visi tersebut BBPP Binuang menetapkan misi sebagai berikut :
sebagai berikut :
5. Pelaksanaan pelatihan teknis di bidang perkebunan dan teknologi lahan pasang surut bagi
6. Pelaksanaan pelatihan profesi di bidang perkebunan dan teknologi lahan pasang surut bagi
8. Pelaksanaan penyusunan paket pembelajaran dan media pelatihan fungsional dan teknis di
bidang pertanian.
9. Melaksanakan pengembangan modal dan teknik pelatihan fungsional dan teknis di bidang
12. Pelaksanaan bimbingan lanjutan pelatihan di bidang pertanian bagi aparatur dan nonaparatur.
13. Pelaksanaan pemberian pelayaan penyelenggaraan pelatihan fungsional bagi aparatur, pelatihan
teknis dan profesi, pengembangan model dan teknik pelatihan fungsional dan teknis di bidang
18. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, perlengkapan, dan instalasi BBPP
Binuang
di suatu daerah hanya akan memberikan hasil yang baik di daerah asalnya. Telah dilaporkan
bahwa isolat Trichoderma sp. yang berasal dari Kalimantan Selatan memiliki kemampuan yang
lebih baik untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun padi dibandingkan dengan isolat
Trichoderma sp. asal Yogyakarta di lahan pasang surut daerah Kalimantan Selatan (Prayudi et
al., 2000). Hal tersebut membuktikan bahwa isolat lokal (Indigenos) memiliki kemampuan
adaptasi yang tinggi dan berpotensi yang lebih baik dalam menekan patogen yang terdapat di
daerah asalnya dibanding menggunakan isolat yang berasal dari daerah lain.
Isolat Trichoderma sp. diperbanyak pada media PDA di tabung reaksi dan cawan petri.
Trichoderma sp. juga memiliki konidia yang berwarna hijau. Berdasarkan Balai Penelitian
Tanaman Pangan (2006). Trichoderma sp. merupakan jamur inperfekti (tidak sempurna).
Konidiofor tegak, bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat membentuk klamidospora,
pada umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau (Cook
Dibenam
Batang Box
Tidak di benam
Makroskopis
Murnikan Identifikasi
Mikroskopis
Perbanyakan
Padat Cair
Jagung Jagung
5.1.1 Eksplorasi Trichoderma sp
Eksplorasi yang dilakukan untuk mendapatkan isolat Trichoderma sp. yaitu metode
eksplorasi dari tanah supresif dan dari batang bambu yang diisi dengan nasi lalu dialasi dengan
daun bamboo kemudian di ikat. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan jenis
tanaman dan jenis tanah. Tanah di sekitar perakaran (rizosfer) tanaman bambu di daerah Binuang
digali sedalam 0- 30 cm. Tanah diambil sebanyak 500 gram kemudian dimasukan ke kantong
plastik dan dibawa ke laboratorium untuk diisolasi. Miselium cendawan yang tumbuh diisolasi
kembali pada media PDA dan diinkubasikan selama seminggu. Hasil dari isolasi kemudian
murni Trichoderma sp. dari alam dengan menggunakan sekop dan wadah. Lokasi eksplorasi
diambil dari perakaran tanaman bambu. Tanah disekitar perakaran tanaman digali menggunakan
sekop sedalam 20 – 30 cm yang kemudian ditempatkan pada wadah yang telah diberi label
lokasi dan nama tanaman. Sampel kemudan dibawa kembali ke laboratorium untuk dilakukan
pemurnian. Penulis membuat beberapa teknis eksplorasi Trichoderma sp. dari batang bambu,
supresif. Menurut Shurleff dan Averre (1997) dalam Hadiwiyono (2008) tanah supresif adalah
tanah tempat penyakit tertentu tertekan oleh mikroba antagonis. Artinya apabila dalam satu
kebun terdapat tanaman yang sehat padahal di sekitarnya banyak terdapat tanaman yang
terserang penyakit akar. Dari daerah perakaran tanaman yang sehat dikorek sedalam 20-40 cm
dan tanahnya diambil. Trichoderma dapat juga diperoleh dari tanah yang mengandung banyak
Alat yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp. di BBPP Binuang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Alat Kegunaan
b. Bahan
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp. BBPP Binuang
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktik eksplorasi Trichoderma sp. BBPP Binuang
Bahan Kegunaan
c. Langkah kerja I
2. Batang bambu dibelah menjadi 2 bagian kemudan diberi alas daun bambu dan diisi nasi lalu
5. Batang bambu siap di inkubasi di tempat inkubator selama kurang lebih 2 minggu
d. Langkah kerja II
5. Kemudian nasi ditutup menggunakan daun kering dan daun segar bambu
6. Ketika sudah, tutup box dilapisi dengan tissue agar uap air tidak jatuh
7. Box yang sudah dilakukan eksplorasi siap di inkubasi di tempat inkubator selama kurang lebih 2
minggu
bakteri, mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan dilaboratorium tetap
disterilisasi memerlukan bahan pengemas. Kemasan adalah suatu benda yang digunakan sebagai
yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan
a. Alat
Bahan Kegunaan
tahap II
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan untuk sterilisasi dapat dilihat pada tabel 4 :
Bahan Kegunaan
1. Alat yang digunakan disterilisasi dari mikroba kontaminan yang tidak diinginkan dengan cara
4. Selanjutnya dibungkus dengan kertas dan plastk tahan panas kemudian dimasukkan ke dalam
Adapun alat-alat yang digunakan untuk membuat Potato Dextrose Agar (PDA) di BBPP
Binuang yaitu :
Bahan Kegunaan
Gelas Erlenmeyer Tempat media
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan untuk membuat Potato Dextrose Agar (PDA) alami maupun
buatan yaitu :
Bahan Kegunaan
Kentang Media
c. Langkah Kerja
g/liter air.
d. Dipanaskan menggunakan hot plate dan stir magnetic dimasukkan agar larutan menjadi
homogen.
e. Erlenmeyer kemudian ditutup menggunakan kapas dan plastk wrap agar uap tidak jatuh kedalam
media.
f. Media PDA kemudian dimasukkan ke dalam autoclave bersamaan dengan sterilisasi alat selama
± 1 jam.
g. Media PDA yang telah disterilkan kemudian didinginkan untuk memperkecil kontaminasi
bakteri.
h. Setelah itu media PDA dipindahkan kedalam cawan petri dan tabung reaksi, dibiarkan hingga
PDA mengeras.
b. Kentang dipotong dadu dan di rebus dengan aquadest 1 liter sampai tekstur kentang menjadi
lembek
c. Kentang diangkat jika air volume air rebusan sudah 700 ml dan berwarna kuning
f. Kemudian media PDA alami dipindahkan kedalam cawan petri lalu dibiarkan hingga mengeras.
g. Media PDA alami yang telah mengeras siap digunakan
kemudian diinkubasi pada suhu 25 °C di tempat minim cahaya matahari hingga miselium
memenuhi cawan.
a. Alat
Tabel 7. Alat yang digunakan dalam perbanyakan isolate Trichoderma sp. di BBPP Binuang
Bahan Kegunaan
Alcohol Sterilisasi
Bunsen Sterilisasi
Tabel 8. Bahan yang digunakan dalam perbanyakan isolate Trichoderma sp. Di BBPP Binuang
Bahan Kegunaan
b. Langkah Kerja
2. Laminar enkas dinyalakan selama 30 menit -1 jam sebelum penggunaan, laminar enkas harus
5. Spatula dicelupkan ke alkohol kemudian dibakar diatas Bunsen agar mengurangi terjadinya
kontaminasi di spatula
6. Kandidat Trichoderma sp diiambil menggunakan tangan kanan, lalu tangan kiri memegang
cawan petri atau tabung reaksi yang mana didalamnya sudah ada PDA yang sudah mengeras
8. Tutup can petri dibuka menggunakan jempol, dan kandidat secara perlahan dimasukkan ke PDA
9. Kemudian, cawan petri atau tabung reaksi ditutup menggunakan kapas kemudian dilapisi dengan
plastic wrap
10. Isolate Trichoderma sp sudah siap, diinkubasi kurang lebh 3-6 hari di tempat yang minim
pencahayaan
Salah satu media agar yang cocok dan mendukung pertumbuhan jamur adalah PDA (Potato
Dextrose Agar) yang memiliki pH yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0, dan suhu
optimum untuk pertumbuhan antara 25-30 °C (Cappucino 2014). Menurut Bambang et al.
(2008), pH beras biasa 7,27. Trichoderma sp. yang terperangkap pada media nasi putih
Adapun alat-alat yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma pada media padat yaitu :
Tabel 8. Alat yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma sp. pada media padat di BBPP
Binuang :
Bahan Kegunaan
Staples Sterilisasi
Adapun bahan yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma sp pada media padat yaitu :
Tabel 9. Alat yang digunakan untuk perbanyakan Trichoderma sp. pada media padat di BBPP
Binuang
Bahan Kegunaan
Alcohol Sterilisasi
c. Langkah Kerja
Adapun langkah kerja yang penulis lakukan pada perbanyakan Trichoderma sp. di BBPP
Binuang yaitu :
1. Beras Jagung dicuci, bagian yang terapung dibuang dan dibilas dengan air bersih.
2. Dikukus setengah matang atau kurang lebih selama 15 menit kemudian didinginkan pada
nampan.
3. Setelah dingin dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak 200 gram kemudian dilipat.
8. Sendok disterilkan dengan cara dicelupkan kedalam gelas ukur berisi alkohol kemudian dekatkan
dengan Bunsen
9. Kantong plastic dibuka sambil didekatkan dengan api.
11. Media yang sudah di inokulasi Trichoderma sp. di guncang agar tercampur merata dengan
13. Media jagung dan beras yang telah selesai di inokulasi Tricoderma sp disusun pada
nampan/wadah tertentu dan diletakkan pada kondisi yang aman dari serangan semut maupun
tikus serta terhindar dari sinar matahari langsung dan didiamkan selama 5-7 hari. Biasanya hari
ke-5 sudah kelihatan jamur berwarna hijau dan hari ke-7 warna hijau sudah merata.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wijaya et al. 2012; Urailal et al. 2012 , perbanyakan
massal dapat dilakukan dengan menggunakan media buatan yang bernutrisi sebagai tempat
berkembangbiaknya Trichoderma sp. yang berasal dari bahan-bahan sederhana seperti; dedak,
beras, serbuk gergaji dan sekam padi. Bahan-bahan tersebut mengandung karbohidrat, serat,
nitrogen, posfat, kalium yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan menggunakan
berbagai bahan seperti; dedak, beras, serbuk gergaji dan sekam padi.
5.2 Hasil
5.2.1 Hasil Eksplorasi
Dari eksplorasi menggunakan batang bambu dan box didapatkan beberapa kandidat
Trichoderma sp. yang berwarna hijau muda, hijau tua dan tosca. Hasil eksplorasi tersebut
dilakukan peremajaan isolate dengan cara menanam kandidat Trichoderma sp. pada media PDA
kemudian di inkubasi selama 3-7 hari sampai miselium memenuhi cawan petri.
Hasil eksplorasi Trichoderma sp. asal Rizosfer bambu dengan media perangkap nasi
dapat dilihat pada Gambar dimana terlihat warna khas dari Trichoderma sp. yaitu hijau. Dalam
Prabowo et al. (2006) bahwa Trichoderma sp. termasuk cendawan yang mudah tumbuh pada
berbagai habitat dan lingkungan. Salah satu media agar yang cocok dan mendukung
pertumbuhan jamur adalah PDA (potato dextrose agar) yang memiliki pH yang rendah (pH 4,5
sampai 5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang
netral dengan pH 7,0, dan suhu optimum untuk pertumbuhan antara 25-30 °C (Cappucino 2014).
Menurut Bambang et al. (2008), pH beras biasa 7,27. Trichoderma sp. yang terperangkap pada
media nasi putih merupakan Trichoderma sp. yang dapat berkembang pada pH 7.
5.2.2 Pemurnian
Isolat Trichoderma sp. diperoleh dari Laboratorium Agensia Hayati Balai Pelatihan
Pertanian Binuang. Isolat diremajakan pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Isolat
Trichoderma sp. tersebut diperbanyak dalam media PDA pada beberapa cawan petri dan tabung
reaksi, dengan cara mengambil biakan dengan jarum ose (hyphal tips), kemudian dipindahkan ke
dalam suatu substrat (Risyanto, 2014). Inokulasi dilakukan dengan mengambil cendawan
Trichoderma sp. sebanyak 1 g dan diletakkan secara tersebar dalam satu cawan petri berisi
medium PDA padat. Masa inkubasi (pertumbuhan) dari inokulum ini adalah 7 hari. Setelah
cendawan trichoderma sp. tumbuh, biakan dimurnikan dengan cara memotong miselium
trichoderma sp. kira-kira 5 mm dan ditumbuhkan kembali pada medium PDA padat dalam cawan
petri steril yang lain selama 7 hari. Stamets (2000) bahwa sebagian besar jamur saprofit pada
mulanya memiliki miselium berwarna putih, kemudian warna dapat berubah ketika miselium
tersebut dewasa
sebagai media peremajaan Trichoderma sp, pembuatan media padat, dan inokulasi. Pembuatan
media beras Perbanyakan cendawan Trichoderma sp. dengan cara: dicuci beras sebanyak 3 liter
lalu direndam dalam baskom berisi air selama 15 menit, setelah itu dikukus selama 30 menit lalu
didinginkan, dimasukkan 25 gr media PDA ke dalam cawan petri lalu dibungkus dengan plastic
wrap, lalu disterilkan ke dalam autoklaf. Untuk pembuatan media jagungdan serbuk gergaji,
caranya sama dengan cara pembuatan media beras tersebut di atas. Sedangkan media PDA yang
digunakan adalah media PDA sintetik. Isolat awal Trichoderma sp yang digunakan sebanyak
8,5x106 konidia/mg.
4 hsi Trichoderma sp. tumbuh di atas permukaan media, sehingga media kelihatan
berubah warna menjadi hijau dan 5 hsi jamur sudah mulai menyebar ke bawah. Pada 7 hsi media
mikroskopis terlihat Trichoderma sp memiliki konidia berwarna hijau dan bentuknya bulat
Hal tersebut sesuai pendapat Wijaya dkk (2011), Trichoderma sp berwarna hijau tumbuh
merata pada hari ke-7 setelah inkubasi pada media bekatul, media beras jagung, media sekam,
Ada beberapa permasalahan pada sterilisasi alat yang pasti akan berdampak pada hasil
menggunakan air
besar terhadap hasil perbanyakan karna seringnya kontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak
1. Autoclave yang dipakai untuk sterilisasi alat maupun media sudah dibersihkan, penggunaan
autoclave bersamaan dengan sterilisasi untuk media jamur tiram, ini mungkn salahsatu factor
2. Enkas yang digunakan untuk inokulasi perbanyakan Trichoderma sp. juga dipakai untuk
inokulasi Jamur Tiram, laminar enkas sebelumnya juga sudah dibersihkan dan di semprot
dengan alcohol dinyalakan kurang lebih 3 jam, dan beberapa hasil perbanyakan penulis tetap
terkontaminasi.
3. Tempat penyimpanan Trichoderma sp. yang berdekatan dengan penyimpanan Jamur Tiram
4. Sulitnya mendapatkan isolate atau murnian Trichoderma sp. karena setelah inokulasi hasilnya