Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Low back pain merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal akibat dari ergonomi yang salah. Gejala utama low back pain adalah rasa nyeri di daerah tulang

belakang bagian punggung. Secara umum nyeri ini disebabkan karena peregangan otot dan bertambahnya usia yang akan menyebabkan intensitas olahraga dan

gerak semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan otot-otot punggung dan perut akan menjadi lemah.

Berdasarkan diagnosis yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan, prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia sebesar 11,9% dan berdasarkan gejala

prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia mencapai 24,7%. Sedangkan, prevalensi penyakit muskuloskeletal di Lampung mencapai 18,9%. Penyebab

low back pain yang paling sering adalah duduk terlalu lama, sikap duduk yang salah, dan aktivitas yang berlebihan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan

hubungan lama dan posisi duduk dengan kejadian low back pain

Faktor risiko yang dapat mempengaruhi timbulnya low back pain antara lain umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), masa kerja, dan kebiasaan

olahraga. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dituntut untuk bekerja lebih aktif, namun sering sekali seseorang tidak memperhatikan posisi yang benar

ketika menjalankan pekerjaan dan hal tersebut dapat menyebabkan keluhan low back pain (LBP).

Sebagai contoh pekerjaan yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah penjaga kasir. Di Indonesia, penjaga kasir merupakan pekerjaan yang telah

banyak dilakukan di setiap usaha. Dalam melakukan pekerjaan, pekerja beresiko mendapat kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Hal ini dapat terjadi karena

pekerja sering mengalami posisi duduk dan lama duduk yang tidak sesuai sehingga terjadi keadaan postur yang kaku dan beban otot yang statis. Aktivitas yang

terlalu menggunakan gerak ke depan maupun membungkuk, mengangkat beban berat secara tidak tepat, maupun bekerja dengan posisi duduk dalam jangka

waktu yang lama kemungkinan merupakan faktor yang dapat menyebabkan nyeri pada bagian anggota badan, punggung, lengan, bagian persendian, dan jaringan

otot lainnya.

1.2 Tujuan Praktik Belajar Lapangan Kedokteran Okupasi

1.2.1.1 Tujuan Umum


Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan kegiatan evaluasi hygiene perusahaan.

1.2.1.2 Tujuan Khusus


a. Mampu mengidentifikasi bahaya potensial/faktor resiko terhadap kesehatan dan keselamtan pekerja di suatu perusahaan/tempat kerja.

b. Mampu mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul dengan adanya bahaya potensial tertentu di suatu tempat kerja.

1.2.1.3 Manfaat Praktik Belajar Lapangan


A. Bagi Mahasiswa

1) Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan tidak hanya secara teoritis tetapi juga praktik dalam kegiatan di lapangan.

2) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan pemecahan masalah yang terdapat di lapangan.
3) Memperoleh wawasan tentang materi Kedokteran Okupasi, terutama dalam pelaksanaan Plant Survey dan penerapannya dalam

pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

B. Bagi Pekerja

1) Mendapatkan informasi mengenai keluhan yang sering dirasakan

2) Mendapatkan informasi mengenai posisi ergonomis yang baik, sehingga dapat memperbaiki posisi kerja, dan pentingnya

penggunaan APD

1.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam kegiatan ini digunakan metode observasional dan wawancara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani

maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan

pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat

kerja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri.

 Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat

kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki sifat sebagai berikut.

1. Sasarannya adalah lingkungan kerja.

2. Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada yang

menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and

Health.

 Kesehatan Kerja

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan

kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan

mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,
perhatian utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal

mungkin. Status kesehatan ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.

 Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme), dan sosial

budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan)

 Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

 Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi.

 Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat

pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,

terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-

penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah

kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).

Keselamatan kerja sama dengan hygene perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut.

1. Sasarannya adalah manusia.

2. Bersifat medis.

Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau material-material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing

terhadap kesehatan pekerja. menyatakan bahwa kita harus memahami karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap

material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap kesehatan. Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara

substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi

tubuh terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi timbulnya penyakit. menjabarkan ada beberapa jalur untuk substansi berbahaya dapat

masuk ke tubuh seperti berikut.

1. Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.

2. Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ pernafasan menuju paru-paru.

3. Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.

4. Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.

Berdasarkan jalur masuk substansi memberikan beberapa contoh tindakan pencegahan sederhana untuk mencegah masuknya substansi

berbahaya ke dalam tubuh pekerja:

o Asupan makanan

1. Dilarang makan di tempat kerja.

2. Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.


3. Dilarang merokok di tempat kerja.

o Hirupan pernafasan

1. Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-substansi

tertentu.

2. Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).

3. Ekstraksi uap dan debu.

o Penyerapan

1. Menggunakan sarung tangan.

2. Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.

3. Menggunakan krim pelindung kulit.

o Masukkan langsung

1. Mengobati seluruh luka dan sayatan.

2. Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.

Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti hati, usus, ginjal, dan lain-lain. Setiap organ tersebut memiliki fungsinya masing-masing,

dan setiap fungsi tersebut sangat rentan apabila organ diserang oleh substansi kimia tertentu.

keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko

keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo,

patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Pendapat lainnya, kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko

kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres

emosi atau gangguan fisik.

Agar dapat melaksanakan pekerjaan terutama pada jenis pekerjaan yang menggunakan fisik lebih dominan seperti pekerja pengumpul

sampah, maka kesehatan pekerja merupakan salah satu faktor yang dominan. Kesehatan pekerja merupakan salah satu asset yang berharga dan menjadi

syarat mutlak untuk dapat membantu menyelesaikan pengelolaan sampah di negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan rendah. Akan tetapi,

perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerja pada negara-negara berpenghasilan rendah belum optimal dimana ketersediaan dan

pemanfaatan Alat Pelindung Diri yang tepat serta pengawasan yang sangat terbatas juga menjadi salah satu faktor meningkatnya angka kecelakaan kerja.

Program jaminan pemeriksaan kesehatan secara rutin bagi seluruh pekerja pengumpul sampah harus dilakukan untuk menjamin kondisi kesehatan.

Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan

K3 adalah :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.


d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi,

suara dan getaran.

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Potensi bahaya (Hazard) banyak ditemukan di tempat kerja yang dapat menyebabkan kejadian penyaki akibat kerja, dapat digolongkan

menjadi:

a. Hazard fisik

Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang

mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak

diinginkan.

b. Hazard biologi

Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya, seperti virus, parasite, jamur, bakteri, dll.

c. Hazard ergonomi

Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma

ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk: sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang

tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.

d. Hazard Psiko-sosial

Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang

mendapatkan perhatian seperti: penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya

sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

e. Hazard kimia

Potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi, seperti debu, gas, uap, asap.

2.2 Pengendalian Resiko

Pengendalian risiko dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi beberapa pilihan pengendalian

2. Evaluasi dari option-option pengendali yang didasarkan pada biaya, resources (internal) yang dimiliki dan faktor eksternal misalnya pertimbangan

politik, ekonomi dan sosial.

3. Menetapkan pilihan option pengendalian yang akan digunakan.

4. Persiapan dan perencanaan option pengendalian

5. Pelaksanaan pengendalian.

6. Evaluasi tingkat risiko setelah pengendalian

7. Bila sisa risiko masih tinggi dilakukan lagi tindakan pengendalian yang tahapannya sama (retain).

Pengendalian dapat dilakukan dengan hirarki pengendalian risiko sebagai berikut:

a. Eliminasi

Hirarki teratas adalah eliminasi dimana bahaya yang ada harus dihilangkan pada saat proses pembuatan desain. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya

merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari resiko namun demikian penghapusan

benar-benar terhadap bahay tidak selalu praktis dan ekonomis. Misal bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya bising, bahaya kimia. Semua ini harus

dieliminasikan jika berpotensi bahaya.

b. Substitusi

Tahap ini merupakan tahap penggantian bahan, proses, tatacara ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih aman. dengan

pengendalian ini dapat menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui desain sistem ataupun desain ulang.

c. Engineering Control

Engineering control atau pemisahan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang

dalam suatu unit sistem atau peralatan. Biasanya mesin atau sumber bahay tersebut dimodifikasi sedemikian rupa agar potensi bahaya berkurang atau

hilang sama sekali.

d. Administration control

Pengendalian administrasi adalah pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan

orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman.
e. Alat Pelindung Diri

Metode ini dilakukan sebagai pelengkap atau langkah terakhir dari hirarki pengendalian. Tujuannya untuk melindungi tenaga kerja apabila

usaha rakayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik, meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja, dan menciptakan

lingkungan kerja yang nyaman.

2.3 Posture Janggal (Awkward Position)

Salah satu penyebab utama gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkward posture). Postur janggal adalah posisi tubuh yang

menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan. Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang

dibutuhkan untuk bekerja. Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana perpindahan tenaga dariotot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah

menimbulkan lelah.

Termasuk ke dalam postur janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar (twisting), memiringkan badan,

berlutut, jongkok, memegang dalam kondisi statis, dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan

lutut, karena bagian inilah yang paling sering mengalami cidera. Pekerjaan-pekerjaan dan postur kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat

timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini berlangsung setiap hari dan dalam waktu yang lama (kronis) bisa

menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain. Selain itu, bekerja dengan rasa sakit dapat

mengurangi produktivitas serta efisiensi kerja dan apabila bekerja dengan kesakitan ini diteruskan maka akan berakibat pada kecacatan yang akhirnya

menghilangkan pekerjaan bagi pekerjanya. Terdapat lebih dari sepertiga dari seluruh waktu kerja yang hilang (lost time injuries) karena hal ini.

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh:

kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan. Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya

menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan

kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua

pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job.

Sikap ergonomi dalam bekerja dengan pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik, misalnya saat mengangkat dan memindahkan sampah

dari bak sampah ke alat transportasi yang digunakan. Terdapat keluhan yang sering terjadi pada pengumpul sampah dimana terjadinya peningkatan risiko

gangguan muskuloskeletal, punggung bawah merupakan daerah tubuh yang paling sering terkena dampak. Sementara bagian tubuh lainnya antara lain,

bahu, lutut dan leher. Pada Studi lain menjelaskan bahwa pengumpulan sampah menggunakan kekuatan fisik sehingga menyebabkan risiko gangguan

muskuloskeletal. Prevalensi cidera pada pekerja pengumpul sampah lebih besar dari pekerja kantor. Hal ini disebabkan karena selama proses pengumpulan

sampah, bagian-bagian tubuh yang paling rentan mengalami risiko muskuloskelatal adalah punggung, lengan dan kaki. Keluhan yang sering terjadi pada

pekerja laundry adalah nyeri pada bahu serta pergelangan tangan, kesemutan pada tangan serta kaku, telapak tangan terasa panas serta kemerahan, dan

terdapat plenting berisi air air pada tangan.


BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 Proses Kegiatan dari Awal Sampai Akhir

Kegiatan dimulai pada pukul 06.00. Pekerjaan dilakukan oleh 3 orang, yaitu Ny. Nur, Ny. Wati dan Ny. Ririn. Pertama pekerja membuka toko

dengan membersihkan bagian dalam, luar dan samping toko, kemudian menyalakan komputer kasir dan pegawai membagi tugas dalam pekerjaannya. Ny. Nur

dan Ny. Ririn melayani pembeli di kasir dan Ny. Wati input barang. Pada pukul 09.00 para pekerja bergantian istirahat untuk sarapan, lalu salah satu dari pekerja

pergi untuk kulakan di tempat grosir. Pada jam 12.00 -13.00 istirahat makan dan sholat, lalu dilanjutkan untuk menjaga kasir. Pada jam 15.00 – 16.00 istirahat

mandi dan sholat, lalu dilanjutkan menjaga toko sampai tiba pada waktu sholat maghrib dan makan malam pukul 18.00-18.30, lalu dilanjutkan menjaga kasir

sampai jam 21.30.

3.2 Pekerja kasir

3.2.1 Potensial Bahaya (Hazard)

Tabel 3.1 Potensial Hazard

No Sumber Hazard Hasil

1. Fisik -

2 Kimia -

3 Biologi -

Posisi kerja yang tidak sesuai berupa Gerakan tangan dan posisi bahu yang salah
4 Ergonomi
Sikap badan yang kurang baik dalam waktu lama

5 Psikologi Beban kerja karena bekerja selama 12 jam/hari senin hingga minggu.
1. Faktor Resiko

1. Faktor risiko kecelakaan dan kesehatan kerja

a) Posisi statis

b) Posisi janggal

c) Beban kerja

d) Masa kerja

e) Lama kerja

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Risk Assesment

Risk assesment yaitu Menentukan seberapa besar kontribusi faktor konsekuensi, kemungkinan dan pajanan bahaya terhadap terjadinya

insiden.

2. Kemungkinan (likelihood)

Tabel 4.1 Kemungkinan (likelihood)

Rating Keterangan

1 Mungkin terjadi / tercatat kasus di literature

2 Jarang terjadi / pernah ada kasus di tempat kerja

3 Bisa terjadi / terjadi beberapa kasus di tempat kerja

4 Seringkali terjadi / banyak kasus di tempat kerja

5 Sangat sering terjadi / terjadi beberapa kali per tahun di tempat kerja yang sama

3. Konsekuensi/severity

Tabel 4.2 Konsekuensi (severity)

Rating Keterangan

1 Sangat ringan

2 Ringan
3 Berat

4 Kematian individual/cacat permanen

5 Kematian massal

Tabel 4.3 Skor Likelihood x Severity

Severity

Likelihood 1 2 3 4 5

1 5 10 15 20 25

2 4 8 12 16 20

3 3 6 9 12 15

4 2 4 6 8 10

5 1 2 3 4 5

Keterangan:

15-25 : resiko tinggi

5-12 : resiko sedang

1-4 : resiko rendah

Pada kasus ini, untuk kemungkinan (likelihood) pada pekerja terletak pada rating 3, yakni Bisa terjadi / terjadi beberapa kasus di tempat kerja, dan untuk

konsekuensi atau severity pada pekerja ini terletak pada rating 2, yakni ringan. Dan dilihat dari hasil perkalian, maka pekerja memiliki skor 12, yang

artinya memiliki resiko sedang.

4.2 Risk Control

Kendali kontrol terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakan tindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi resiko

kecelakaan kerja melalui eliminasi, substitusi, engineering control warning system, administratif control,  dan alat pelindung diri.
4.3 Hazard

A. Hazard Ergonomi

1. Substitusi

Tahap ini dapat dilakukan dengan mendesain peralatan kerja, mesin, lingkungan kerja, cara kerja dengan baik dan benar

2. Administration control

Pada kasus ini dapat dilakukan dengan memperbaiki posisi serta postur

3. PPE (Personal Protective Equipment)

Pada kasus ini bisa diberikan kursi dengan sandaran dengan tinggi bangku yang sesuai saat menyetrika pakaian. Serta memodifikasi alat

bantu terutama meja.

B. Hazard Psikologi

1. Eliminasi

Mengurangi waktu kerja dengan hanya bekerja maksimal 6 hari dengan durasi kerja maksimal selama 7-8 jam sehari, dengan

istirahat minimal 1 jam setiap hari nya.

2. Administration control

Langkah ini dapat dilakukan dengan menambah jam istirahat pada pekerja.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan wawancara pada pekerja kasir, yang dapat penulis simpulkan yaitu:

1. Penulis mengetahui bahaya potensial yang ada pada pekerja kasir, dan mengerti dari dampak hazard tersebut.

2. Penulis mengetahui penyakit atau gangguan kesehatan yang timbul akibat bahaya potensial pada pekerja kasir.

3. Penulis mengetahui cara melindungi diri dan mencegah dari paparan bahaya potensial pada pekerja kasir.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis kepada pihak pekerja pengepul sampah, yaitu:

1. Setiap pekerja diharapkan dapat memperhatikan faktor ergonomis saat bekerja, agar terlindung dari bahaya potensial.

2. Diharapkan pekerja kasir dapat mengetahui bahaya potensial secara rinci dan bagaimana cara menanggulangi bahaya potensial.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai