Disusun Oleh :
KELOMPOK VII
1. NURMAYA SARI (P07220222077)
2. EMILIANA DEVUNG (P072202220
3. OKTAVIANUS LUNG (P072202220
4. FRANSISKA HARING BAYAU (P072202220
5. BENIDIKTA ANGELA HUSUN (P07220222054)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas Rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang Kebijakan
Kesehatan Nasional(Pinsip Dasar MTBS-M, Paket Intervensi dalam MTBS-M,
Kerangka Berpikir Pelaksanaan MTBS-M, Ruang lingkup Penerapan MTBS-M
DAN Analisis Pengembangan MTBS-M)
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Kebijakan Kesehatan
Nasional, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami dengan materi tentang
Kebijakan Kesehatan Nasional(Pinsip Dasar MTBS-M, Paket Intervensi dalam
MTBS-M, Kerangka Berpikir Pelaksanaan MTBS-M, Ruang lingkup Penerapan
MTBS-M DAN Analisis Pengembangan MTBS-M). Pembahasan di dalamnya
kami dapatkan dari buku elektronik, Internet, diskusi anggota, dll.
Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang
sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman,
dan kami pada khususnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cakupan pelayanan MTBS merupakan prosentase anak sakit yang
mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar MTBS dari jumlah kunjungan
anak balita sakit di suatu Puskesmas. Sebagian besar Puskesmas tidak
mencapai cakupan MTBS yaitu tidak terpenuhinya kriteria sudah
terlaksananya atau melakukan pendekatan minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut (Depkes RI, 2008).
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) merupakan suatu bentuk
pengelolaan balita yang mengalami sakit, tujuannya untuk meningkatkan
derajat kesehatan anak serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Sasaran
manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah anak usia 2 bulan – 5 tahun,
karena pada usia tersebut tahapan perkembangan anak yang cukup rentan
terhadap berbagai serangan penyakit yang disebabkan oleh sistem imunnya
yang masih rendah yang mengakibatkan anak lebih cukup rentan untuk
terkena penyakit (Depkes RI, 2008).
Menurut WHO apabila manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dapat
dijalankan dengan baik, akan mampu mencegah kematian dan kesakitan pada
bayi dan balita di negara berkembang, dan mampu mencegah kematian balita
sebesar 60-80%. WHO juga telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat
cocok untuk diterapkan di negara berkembang dalam upaya menurunkan
angka kematian, kesakitan, dan kecacatan pada bayi dan balita bila
dilaksanakan dengan lengkap dan baik (Wijaya, 2009).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 32/1000 kelahiran
hidup tahun 2012. Bila angka ini dikonversikan secara matematis, maka
setidaknya terjadi 400 kematian bayi perhari atau 17 kematian bayi setiap 1
jam di seluruh Indonesia, sedangkan Angka Kematian Balita (AKABA)
sebesar 40/1000 kelahiran hidup yang berarti terjadi 529 kematian/hari atau
22 kematian balita setiap jamnya. Bila kita mencoba menghitung lebih jauh
4
lagi, berarti terjadi lebih dari 15.000 kematian balita setiap bulannya. 36%
dari kematian balita di Indonesia disebabkan oleh masalah bayi baru lahir
(neonatal) diantaranya asfiksia, Berat Badan Lahir Rendah, kelahiran
prematur, infeksi bayi baru lahir, diikuti oleh diare 17,2%, pneumonia 13,2%.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prinsip dasar MTBS-M?
2. Bagaimana paket intervensi dalam MTBS-M?
3. Bagaimana kerangka berpikir pelaksanaan MTBS-M?
4. Apa saja ruang lingkup penerapan MTBS-M?
5. Bagaimana analisis situasi pengembangan MTBS-M?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi tentang system manajemen terpadu balita sakit-
berbasis masyarakat.
2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang prinsip dasar MTBS-M
5
2. Menjelaskan tentang paket intervensi dalam MTBS-M
3. Menjelaskan kerangka berpikir pelaksanaan MTBS-M
4. Menjelaskan ruang lingkup penerapan MTBS-M
5. Menjelaskan tentang bagaimana menganalisis situasi
pengembangan MTBS-M
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Dosen :
a. Sebagai referensi bahan ajar mahasiswa.
b. Sebagai referensi pertimbangan penilaian mahasiswa.
2. Bagi Penulis :
a. Menambah wawasan serta pengetahuan tentang Ilmu keperawatan
3. Bagi Mahasiswa :
b. Mahasiswa memahami konsep system manajemen MTBS-M
sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah.
c. Mahasiswa mengetahui konsep system manajemen MTBS-M
yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik
di rumah sakit dan Puskesmas
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika makalah ini disusun atas 3 bab yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan dari rumusan masalah yang terdiri dari
beberapa sub pokok
BAB III PENUTUP
Bagian ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil pengolahan data dan
pembahasan mengenai keperawatan sebagai ilmu.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
i. Pemberian salep antibiotika untuk infeksi pada bayi baru lahir.
j. Pemberian oralit dan zink untuk balita yang menderita diare.
k. Pemberian antibiotika yang tepat untuk pneumonia (kotrimoksazol sebagai
pilihan pertama).
l. Pemberian terapi kombinasi berbasis artemisinin untuk malaria.
8
III. Kerangka Berpikir Pelaksanaan MTBS-M
Dalam pelaksanaan MTBS-M diperlukan strategi-strategi dan program untuk
mencapai hasil-hasil antara lain :
9
IV. Ruang Lingkup Penerapan MTBS-M
Perencanaan dan penyelenggaraan MTBS-M didaerah kabupaten/kota
merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M
diterapkan pada daerah sulit akses di Kabupaten/kota. Dengan fokus kegiatan
untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan, perawatan
balita dirumah dan pelatihan kepada anggota masyarakat yaitu kader untuk
melakukan pengobatan sederhana kasus bayi muda dan balita sakit ( diare,
pneumonia, demam untuk malaria, dan masalah bayi baru lahir ). Kader tersebut
harus dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perorangan atau masyarakat serta bekerja dalam hubungan yang amat
dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan.
Penetuan wilayah dengan keterbatasan pelayanan kesehatan ditetapkan
melalui surat keputusan Bupati dan Walikota yang mengacu pada kriteria
kelompok masyarakat umum sebagai berikut :
a. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan sumber daya kesehatan yang
berkesinambungan.
10
b. Kelompok masyarakat dengan kendala sosial budaya.
Kelompok masyarakat yang memiliki akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan namun tidak memanfaatkan, karena :
Masalah sosial ekonomi dan sosial kultural, misalnya adanya budaya
bahwa bayi yang belum berumur 40 hari tidak boleh keluar rumah,
sehingga orang tua tidak mau membawa bayinya ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan.
Ketidaktahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan, manfaat
serta akibat yang timbul bila anak tidak mendapatkan pertolongan
kesehatan.
Kelompok masyarakat yang hidup secara berpindah-pindah.
Kelahiran anak yang tidak terdaftar atau tidak diinginkan.
11
Di beberapa daerah sulit ini, mungkin terdapat fasilitas pelayanan
kesehatan tapi tanpa tenaga profesional, sarana dan prasarana yang sangat
minim atau memang lokasinya sangat jauh dari tempat tinggal penduduk.
Untuk masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan maupun pegunungan,
tenaga kesehatan dapat saja kesulitan menjangkau daerah tersebut untuk
memberikan pelayanan kesehatan pada musim-musim tertentu akibat cuaca
buruk.
12
V. Analisis Situasi Pengembangan MTBS-M
Dalam pengembangan pelayanan MTBS-M, sangat diperlukan pemetaan
ketersediaan pelayanan kesehatan dan pembentukan kelompok kerja MTBS-M di
tingkat nasional, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Hasil pemetaan sangat diperlukan dalam rangka memastikan bahwa daerah yang
bersangkutan merupakan daerah sulit akses terhadap pelayanan kesehatan.
Analisis situasi yang dilakukan meliputi:
a. Pemetaan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan
13
Pemetaan Tingkat Kabupaten/Kota
Pemetaan Tingkat Kecamatan/Puskesmas
Pemetaan Tingkat Desa dan Kelurahan
b. Membentuk Kelompok Kerja MTBS-M
Berdasarkan hasil pemetaan mitra kerja di atas, perlu dibentuk
kelompok kerja di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dengan
penanggung jawabnya adalah sektor kesehatan.
Tingkat Nasional
Tingkat Provinsi
Tingkat Kabupaten/Kota
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan pelayanan kesehatan dengan Manajemen Terpadu Balita
Sakit berbasis Masyarakat dilaksanakan dengan prinsip dasar yaitu: menjalin
kemitraan antara fasyankes tingkat pertama dengan masyarakat, meningkatkan
akses ketersediaan pelayanan dan informasi kesehatan yang memadai,
memadukan promosi perilaku sehat dalam keluarga yang penting demi
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Pendekatan pelayanan
kesehatan untuk kelangsungan hidup anak ini diharapkan akan mendukung
peningkatan cakupan intervensi-intervensi promotif dan kuratif seperti:
promosi perilaku sehat dan pencarian pertolongan kesehatan, IMD dan ASI
eksklusif, menjaga kehangatan semua bayi baru lahir, perawatan metoda
kanguru pada BBLR, perawatan tali pusat pada bayi baru lahir, CTPS (Cuci
Tangan Pakai Sabun), pemakaian kelambu dan pemberian ASI hingga 2 tahun
atau lebih disertai MPASI.
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian balita
diperlukan beberapa strategi dan program berupa peningkatan cakupan
intervensi inti kelangsungan hidup balita untuk tercapainya hasil yang
diharapkan sesuai dengan yang ada dalam kerangka berpikir diatas.
Ruang lingkup penerapan MTBS-M ini adalah pada daerah sulit akses
di Kabupaten/kota. Dengan fokus kegiatan untuk mempromosikan perilaku
pencarian pertolongan kesehatan, perawatan balita dirumah dan pelatihan
kepada anggota masyarakat yaitu kader untuk melakukan pengobatan
sederhana kasus bayi muda dan balita sakit (diare, pneumonia, demam untuk
malaria, dan masalah bayi baru lahir).
Analisis situasi pengembangan pelayanan MTBS-M, sangat
diperlukan pemetaan ketersediaan pelayanan kesehatan dan pembentukan
15
kelompok kerja MTBS-M di tingkat nasional, pemerintah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota. Hasil pemetaan sangat diperlukan dalam
rangka memastikan bahwa daerah yang bersangkutan merupakan daerah sulit
akses terhadap pelayanan kesehatan.
B. Saran
1. Bagi Pembaca/Mahasiswa
Pembaca dapat menambah wawasan pengetahuan dan mampu
mengaplikasikan dimasyarakat terkait prinsip dasar MTBS-M, paket
intervensi, kerangka berpikir pelaksanaan, ruang lingkup penerapan dan
analisis situasi pengembangan MTBS-M.
2. Bagi Pemerintah Kab/Kota
Menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan saat ini maupun yang
akan datang dalam upaya menurunkan jumlah angka kematian balita yang
ada di kabupaten/kota.
3. Bagi Dosen
Menambah refrensi dalam bahan mata ajar, juga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pemberian nilai secara individu maupun kelompok.
16
DAFTAR PUSTAKA
Link: https://peraturanpedia.id/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-70-tahun-2013/
17