Pembimbing:
dr. Hesty Duhita Permata Sp.OG
Disusun Oleh:
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................4
KATA PENGANTAR..............................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................6
1.3 Manfaat.............................................................................................................................7
1.3.1 Manfaat Teoritis.........................................................................................................7
1.3.2 Manfaat Praktis..........................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................8
2.6 1. Definisi.......................................................................................................................22
2.6.2 Indikasi.....................................................................................................................22
1
2.6.3 Kontraindikasi..........................................................................................................23
2.6.4 Jenis, dosis dan durasi..............................................................................................24
2.6.5 Komplikasi...............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. HPA Axis.................................................................................................................9
Gambar 2. Fase reproductive aging..........................................................................................10
Gambar 3. Gejala yang berhubungan dengan transisi menopause...........................................11
Gambar 4. Terapi gejala vasomotor.........................................................................................13
Gambar 5. Gejala pada perubahan genitourinaria....................................................................14
Gambar 6. Faktor risiko osteoporosis......................................................................................16
Gambar 7. Rekomendasi untuk menurunkan risiko jatuh dan fraktur.....................................18
Gambar 8. Preventif dan terapi osteoporosis...........................................................................19
Gambar 9. Preventif dan terapi osteoporosis (lanjutan)...........................................................19
Gambar 10. Kontraindikasi dan peringatan administrasi estrogen sistemik............................24
Gambar 11. Efek terapi hormon...............................................................................................25
3
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cara terapi hormon pengganti....................................................................................24
Tabel 2. Jenis dan dosis estrogen yang dianjurkan..................................................................25
Tabel 3. Jenis dan dosis progresteron yang dianjurkan............................................................25
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini. Shalawat dan salam penulis haturkan
pada nabi akhir zaman Muhammad SAW yang senantiasa menuntun seluruh umat manusia ke
jalan Allah SWT.
Setelah menempuh beberapa proses, akhirnya penulis telah menyelesaikan tugas
referat yang berjudul “Menopause dan Permasalahan Sehari-hari”. Dalam penyusunan tugas
ini tidak sedikit masalah yang penulis alami, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini
baik langsung maupun tidak langsung. Terutama kepada pembimbing kami dr. Hesty Duhita
Permata, Sp.OG. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ismu Setyo
Djatmiko, SP.OG, dr. Mutawakkil J. Paransa, Sp.OG, dan dr. Candra Novi Ricardo Sibarani,
Sp.OG.
Dalam penyusunan referat ini, penulis menyadari bahwa sepenuhnya masih banyak
kekurangan sehingga penulis mengharapkan masukan dan saran dalam perbaikan referat ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap agar referat ini dapat diterima dan
memberikan manfaat kepada siapapun yang membacanya terutama pihak-pihak yang terkait
dan berhubungan dengan referat ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT meridhoi segala aktivitas kita dan senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga Allah SWT membalas
segala kebaikan seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini.
Tim Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
Menopause merupakan suatu kondisi yang akan dialami oleh setiap wanita
sebagai bagian dari proses menua. Menopause adalah fase peralihan dari masa
reproduktif menuju ke masa non reproduktif yang ditandai dengan berhentinya
menstruasi. Wanita umumnya mengalami menopause pada usia rata-rata 52 tahun,
dengan kisaran 40-58 tahun.1
6
sehari – hari atau bahkan dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Penelitian
mengatakan mayoritas wanita menopause (90,32%) mengeluhkan rasa tidak nyaman
pada tulang, persendian, dan otot. Keluhan lainnya berupa hot flashes (83,87%),
keringat berlebih di malam hari (57,69%), serta kelelahan secara fisik dan mental
(74,19%) padahal tidak sedang mengalami persoalan yang memicu stress atau
kecemasan. Sebanyak 37% wanita menopause memiliki kualitas tidur yang buruk
akibat hot flashes yang sering membangunkan mereka dari tidurnya. Selain itu, wanita
yang telah menopause lebih rentan terserang penyakit kardiovaskuler dan
osteoporosis.5
1.3 Manfaat
Manfaat dari referat ini yaitu:
7
BAB II
PEMBAHASAN
9
produksi hormon hormon tersebut saat tahun-tahun reproduktif tetapi setelah
menopause, hanya kelenjar adrenal yang berlanjut melakukan sintesis hormon.7
Pada masa transisi menopause (MT), penurunan jumlah folikel terus menerus
dan mencapai fase krisis saat konsentrasi inhibin B di fase folikuler mulai turun serta
FSH mulai naik. Di balik adanya penurunan dari folikel ovarium saat masa transisi
menopause, peningkatan FSH menstimulasi ovarium dan mempertahankan kadar
serum E2 hingga masa reproduksi akhir. Adanya peningkatan FSH merefleksikan
menurunnya kemampuan folikel untuk menghasilkan inhibin. Produksi progesteron
semakin rendah. Perubahan kadar gonadotropin dapat menyebabkan ovulasi
intermitten dan menyebabkan variabilitas lamanya siklus, yang merupakan
karakteristik dari transisi menopause.8
Early menopause transition/Early MT (Stage -2) dimulai dari akhir 40 tahun,
ditandai dengan naiknya FSH untuk menstimulasi folikel ovarian agar meningkatkan
level estrogen. Selain itu, FSH naik untuk menurunkan sekresi inhibin di ovarium.
Pada tahap ini kadar progesteron mulai menurun. Pada Late Menopause
Transition/Late MT (Stage -1) terjadi impaired folliculogenesis, anovulasi, serta
deplesi folikel ovarium. Pada tahun pertama setelah periode menstruasi terakhir,
10
Progesteron berhenti diproduksi, level estrogen fluktuasi dan perlahan menurun. Pada
Stage +1b terjadi ovarian failure dan menyebabkan negative feedback sehingga
GnRH akan disekresikan maksimal. Hal tersebut menyebabkan sirkulasi FSH dan LH
tinggi 4x dibandingkan tahun reproduktif. Pada Stage 2+ postmenopausal estrogen
dibuat dari konversi androgen di jaringan adiposa.8
11
peningkatan konversi adrenal androgens menjadi esterogen oleh enzim aromatase
yang ditemukan di jaringan adiposa.8
12
wanita muda dengan menopause dini yang disebabkan oleh sindrom Turner
akan memiliki kadar FSH yang sangat tinggi dan kadar estrogen yang rendah,
tetapi tidak akan mengalami hot flashes sampai ia diobati dengan estrogen dan
terapi itu dihentikan. MRI fungsional otak telah menunjukkan bahwa jaringan
kortikal subkortikal otak terlibat dalam termoregulasi dan khususnya pada hot
flush.1,4 Perbedaan gejala hot flashes yang dirasakan tiap wanita berbeda. Hal
ini bergantung pada faktor lain seperti status sosial ekonomi yang rendah,
merokok, obesitas dan aktivitas fisik. Wanita dalam transisi menopause dini
dengan tingkat kecemasan sedang, stres yang dirasakan lebih tinggi dan
riwayat keluhan pra menstruasi lebih mungkin untuk melaporkan hot flushes.4
Intervensi gaya hidup dapat dengan aman mengurangi gejala
vasomotor. Berada di lingkungan yang sejuk dikaitkan dengan lebih sedikit
kejadian hot flashes, sehingga wanita yang mengalami gejala harus disarankan
untuk menjaga suhu ruangan tetap rendah dan mengenakan pakaian berlapis
yang ringan. Wanita dengan berat badan berlebih dan merokok seringkali
memiliki gejala vasomotor yang lebih parah. Temuan ini memberikan alasan
bagi wanita untuk menurunkan berat badan dan berhenti merokok.4
13
2.5.2 Gejala Genitourinaria
Sindrom Genitourinaria Menopause (SGM) menggambarkan
perubahan anatomi dan gejala sekunder dari defisiensi estrogen yang
mempengaruhi labia, vagina, uretra, dan kandung kemih. Gejalanya meliputi
iritasi genital yang mengganggu, kekeringan, dan rasa terbakar; urgensi kemih,
disuria, dan infeksi saluran kemih berulang (ISK); dan kekeringan dan nyeri
dengan aktivitas seksual. Atrofi vulvovaginal (AVV) adalah komponen SGM
(30). Gejala AVV yang mengganggu sangat lazim, mempengaruhi setidaknya
50% wanita menopause, dengan dampak buruk yang signifikan pada kualitas
hidup. SGM biasanya memburuk tanpa adanya pengobatan. Banyak terapi
efektif tersedia untuk SGM/AVV simtomatik. Produk vagina nonhormonal
yang dijual bebas seringkali merupakan intervensi pengobatan awal. Pelumas
vagina (berbasis air, silikon, atau minyak) mengurangi gesekan dan
meningkatkan kenyamanan dengan aktivitas seksual penetrasi, termasuk
hubungan seksual. Pelembab vagina long-acting digunakan dua hingga tiga
kali seminggu untuk melapisi vagina, mempertahankan kelembaban dan
mengurangi gejala.1
14
Aktivitas yang meregangkan, merangsang, dan memperkuat area genital
meningkatkan kesehatan vulvovaginal. Jika diindikasikan, aktivitas genital,
dengan atau tanpa pasangan, harus didorong setelah menopause. Terapi fisik
panggul (physical therapy, PT) dan penggunaan dilator vagina secara efektif
mengobati dispareunia berat. Jika terapi non hormonal tidak efektif, Estrogen
terapi (ET) disetujui untuk pengobatan kekeringan vagina, dispareunia, dan
gejala terkait. Estrogen dosis rendah yang diberikan melalui vagina lebih baik
daripada ET sistemik tanpa adanya gejala vasomotor karena penyerapan
minimal dan tingkat keamanan yang tinggi. Beberapa formulasi tersedia,
termasuk tablet dan krim estradiol vagina, dan cincin. Krim estrogen vagina
dosis rendah (0,5g) efektif bila digunakan hanya dua atau tiga kali seminggu.
Tablet vagina estradiol (10g, 4g) yang dimasukkan dua kali seminggu. Cincin
vagina yang mengandung estradiol (7,5 g per hari) adalah formulasi lain yang
nyaman, yang ditempatkan di vagina setiap 3 bulan dan perlahan melepaskan
estradiol dosis rendah. ET vagina mengurangi masalah kencing tertentu pada
wanita menopause, termasuk frekuensi, urgensi, dan ISK berulang (41).
Inkontinensia tampaknya tidak membaik dengan ET vagina, dan kemungkinan
diperburuk oleh terapi hormon sistemik.1,4
15
perannya dalam mengobati gejala menopause..1 Berbeda dengan ET, terapi
androgen dapat meningkatkan fungsi seksual pada populasi tertentu dari
wanita menopause. Potensi risiko dari terapi androgen termasuk hirsutisme,
jerawat, dan perubahan pada fungsi hati dan lipid. Kelebihan androgen di
aromatisasi menjadi estrogen, ada potensi peningkatan risiko kejadian
kardiovaskular dan kanker payudara.Meskipun VVA dan dispareunia
merespon dengan baik terhadap ET sistemik atau lokal, ospemifene, dan
DHEA vagina, sebagian besar masalah seksual lainnya mungkin efektif diobati
tanpa hormon. Kualitas hubungan dan konflik, stres, dan kelelahan dapat
mengurangi kepuasan seksual, sehingga pasangan dapat melakukan konseling,
perubahan gaya hidup, dan terapi seks..1,7,8
2.5.4 Osteoporosis
Massa tulang yang rendah dan osteoporosis mempengaruhi sekitar 35
juta wanita di US, atau sekitar 66% wanita yang lebih tua dari usia 50 tahun.
Karena terapi memiliki manfaat bagi mereka yang berisiko tinggi, penting
untuk meninjau faktor risiko wanita untuk osteoporosis. Massa tulang rendah
dan osteoporosis adalah faktor risiko utama untuk patah tulang, yang terkait
dengan biaya ekonomi yang sangat besar, rasa sakit, kecacatan, dan bahkan
meningkat kematian. Faktor risiko dari osteoporosis terbagi menjadi faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi.1,6
16
Gambar 6. Faktor risiko osteoporosis
17
obatan yang digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis pada
prinsipnya adalah agen antiresorptif yang mengurangi keropos tulang dan obat
anabolik yang merangsang pembentukan tulang. HT efektif mencegah dan
mengobati osteoporosis dan disetujui FDA untuk pencegahan osteoporosis.1,7
Dalam studi observasional, penggunaan ET saat ini, terutama jika
dimulai segera setelah menopause dan digunakan dalam waktu yang lama,
mengurangi patah tulang terkait osteoporosis. Uji coba WHI mengkonfirmasi
secara signifikan (34%) pengurangan patah tulang pinggul pada wanita sehat
secara acak HT (CE 0,625 mg per hari) setelah tindak lanjut rata-rata 5-6
tahun. Gabungan dengan kalsium dan vitamin D, bahkan ET dosis sangat
rendah (CE 0,3 mg per hari; transdermal estradiol 0,014 mg per hari)
menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam BMD dibandingkan dengan
plasebo. Kompleks estrogen selektif jaringan (BZA/CE) untuk pencegahan
osteoporosis pada wanita pascamenopause. Agonis estrogen/antagonis
raloxifene (60 mg per oral setiap hari) mencegah patah tulang pada wanita
dengan massa tulang rendah dan osteoporosis, meskipun tampaknya tidak
mengurangi risiko fraktur non vertebral. Bifosfonat secara khusus
menghambat resorpsi tulang dan sangat efektif untuk pencegahan dan
pengobatan osteoporosis. Banyak obat-obatan tersedia, termasuk alendronate
(35 mg dan 70 mg secara oral mingguan), risedronate (35 mg per oral setiap
minggu, 150 mg per oral setiap bulan), ibandronate (150 mg per oral setiap
bulan, 3 mg intravena setiap 3 bulan), dan asam zoledronat (5 mg intravena
setiap 1 sampai 2 tahun). Wanita harus minum bifosfonat oral saat perut
kosong dengan segelas besar air dan tetap tegak tanpa ada makanan atau
minuman lain selama setidaknya 30 menit. Denosumab (60 mg subkutan setiap
6 bulan) adalah antibodi monoklonal terhadap aktivator reseptor ligan faktor-
κB nuklir. Itu disetujui untuk pengobatan osteoporosis pasca menopause dan
mengurangi patah tulang belakang dan pinggul. Tidak seperti kebanyakan
perawatan untuk osteoporosis yang menghambat reabsorpsi tulang, hormon
paratiroid (PTHrP 1-34) (teriparatide 20 lg dan abaloparatide 80 lg subkutan
setiap hari) merangsang pembentukan tulang baru, menghasilkan pengurangan
yang signifikan pada fraktur vertebral dan nonvertebral. Durasi pengobatan
biasanya adalah 18 hingga 24 bulan.1
18
Gambar 7. Rekomendasi untuk menurunkan risiko jatuh dan fraktur
19
Gambar 9. Preventif dan terapi osteoporosis (lanjutan)
2.5.5 Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler aterosklerotik menjadi penyebab kematian
terbesar pada wanita dengan usia diatas 50 tahun. Resiko dari penyakit
kardiovaskuler ini meningkat pada wanita setelah menopause akibat turunnya
kadar estrogen. Pada wanita muda dengan siklus menstruasi yang masih
berlangsung, profil lipoprotein terjaga oleh kadar estrogen yang fisiologis.
Estrogen memiliki efek terhadap hepar dalam menurunkan Low-Density
Lipoprotein (LDL) dan meningkatkan High-Density Lipoprotein (HDL).
Setelah menopause, kadar estrogen dalam tubuh seorang wanita akan menurun
drastis, sehingga kadar LDL menjadi tinggi. Wanita pun akan memiliki risiko
terkena penyakit kardiovaskuler setelah menopause yang akan semakin
meningkat dengan bertambahnya usia. Pada wanita dengan menopause lebih
awal, risiko penyakit kardiovaskuler pun akan meningkat.1,7,8
Perubahan metabolisme yang terjadi berawal dari LDL yang
mengalami oksidasi menjadi LDL-termodifikasi. LDL akan menghambat
motilitas makrofag, menyebabkan kerusakan dan kematian sel endotelium.
Penempelan dari makrofag ke endotelium yang menstimulasi proses inflamasi
akan mengakibatkan terbentuknya foam cells, monosit yang dipenuhi lipid.
Kumpulan dari foam cells akan membentuk lapisan lemak pada pembuluh
arteri yang disebut dengan fatty streak. Sementara itu, kerusakan endotel akan
20
menstimulasi sitokin, molekul adhesi, dan agen inflamasi lainnya dalam
menyebabkan proliferasi dan migrasi sel otot polos. Peristiwa ini akan
membentuk lesi aterosklerosis yaitu fibrous plaque. Saat plak bertambah besar
dan tidak terkontrol, sifatnya menjadi tidak stabil, dapat pecah dan terjadi
peristiwa trombogenik.1,7
Penyakit kardiovaskuler memiliki dua macam faktor risiko: modifiable
risk factors dan non-modifiable risk factors. Non-modifiable risk factors
berupa usia dan riwayat keluarga. Sementara, modifiable risk factors berupa
hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas, merokok, pola makan tidak
seimbang dan kurang latihan fisik. Wanita yang telah mengalami menopause
dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dengan mengurangi
modifiable risk factors dengan mengubah pola hidup. Tambahan terapi
estrogen juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh.1,7
21
2.5.7 Disfungsi Kognitif
Penurunan fungsi kognitif dan demensia adalah hal umum terjadi pada
orang lanjut usia. Penyakit Alzheimer adalah bentuk paling umum dari
demensia dan wanita berada pada risiko yang lebih besar untuk
mengembangkan penyakit ini daripada pria. Pada wanita setelah menopause,
fungsi kognitif akan mengalami penurunan disebabkan turunnya kadar
estrogen dalam tubuh. Estrogen memiliki reseptor di otak, tepatnya berada di
hipokampus dan korteks prefrontal. Estrogen menginduksi spinogenesis dan
sinaptogenesis di otak dan juga memulai serangkaian jalur transduksi sinyal
yang kompleks melalui reseptor estrogen. Estrogen juga meningkatkan
konsentrasi enzim yang diperlukan untuk sintesis asetilkolin. Kerja dari
estrogen ini berpengaruh dalam pembentukan memori.1,7,9
Menurunnya kadar estrogen setelah menopause akan menurunkan
proses sinaptogenesis pada wanita, sehingga fungsi kognitif secara
keseluruhan akan mengalami penurunan. Sebuah penelitian dilakukan pada
dua kelompok wanita, yaitu wanita premenopause dan postmenopause, dengan
usia yang sama. Hasil penelitian didapatkan kelompok wanita postmenopause
mengalami penurunan fungsi kognitif dan masalah memori yang lebih
signifikan dibanding wanita premenopause.1,7,9
Proses disfungsi kognitif tentu tidak terlepas dari proses penuaan,
berbagai penyakit dan faktor risiko lainnya. Faktor risiko demensia dapat
diturunkan dengan rutin berolahraga, tidak merokok, membatasi konsumsi
alkohol, manajemen stres, aktif bersosialisasi, memiliki kualitas tidur yang
baik, dan mengontrol penyakit hipertensi, dislipidemia serta diabetes.1,7
2.6.2 Indikasi
Hormone Replacement Therapy (HRT) atau terapi pengganti hormone
dapat melengkapi wanita dengan hormon yang hilang selama transisi
menopause. Untuk meredakan gejala yang berkaitan dengan menopause, saat
ini HRT terdiri dari komponen estrogen dan progesteron yang meniru hormon
yang dibuat oleh ovarium.12
Terapi estrogen sangat banyak, termasuk yang dibuat oleh tubuh
manusia, yaitu estradiol dan estriol. Senyawa estrogenik lainnya adalah
conjugated equine estrogen (CEE). Terapi estrogen digunakan untuk
tatalaksana dari hipoestrogenisme yang disebabkan oleh hipogonadism,
surgical menopause, atau adanya insufisiensi ovarium prematur. Selain itu,
terapi estrogen berguna untuk permasalahan menopause. Indikasinya
meliputi:8,12
● Pengobatan gejala vasomotor
● Pengobatan sindrom genitourinari
● Pencegahan osteoporosis
Untuk terapi progesteron, tidak hanya progesteron yang dibuat oleh
ovarium manusia tetapi juga zat yang menyerupai progesteron yaitu progestin.
seorang wanita yang menginginkan HRT dan memiliki rahim yang utuh harus
memiliki progesteron dengan estrogen untuk melindungi rahimnya dari
hiperplasia endometrium atau keganasan. Estrogen saja akan menyebabkan
lapisan endometrium tumbuh. Progestogen menstabilkan lapisan agar tidak
berkembang biak secara tidak normal. Diasumsikan bahwa jika seorang wanita
telah menjalani histerektomi maka dia tidak lagi membutuhkan progestin.
Progesteron, bagaimanapun, berbeda karena dapat memberikan bantuan gejala
dari gangguan tidur dan ketidakstabilan suasana hati, dan meningkatkan bukti
dukungan bahwa ia menawarkan perlindungan jaringan ke payudara. Indikasi
progesteron yang disetujui oleh FDA meliputi12
● Amenore, baik primer atau sekunder
● Perawatan teknologi reproduksi berbantuan
● Hiperplasia endometrium
23
● Perdarahan uterus disfungsional
2.6.3 Kontraindikasi
Tidak semua wanita dengan menopause dapat diberikan Hormone
Replacement Therapy (HRT). Ada beberapa kondisi kesehatan yang menjadi
kontraindikasi dari HRT, seperti riwayat kanker payudara, Deep Vein
Thrombosis (DVT), penyakit tromboemboli seperti stroke dan infark
miokardial, emboli paru, gangguan pembekuan darah, dan penyakit hepar.8,12
Kontraindikasi dari pemberian HRT secara lengkap terdapat pada Gambar 10.
24
Tabel 1. Cara terapi hormon pengganti
Terapi hormon dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk (tablet, krim,
patch), dalam modalitas beda (kontinyu vs siklik) dan tersedia dalam estrogen
sistemik, estrogen-progestin, estrogen-bazedoxifene, progestin atau kontrasepsi oral
kombinasi. Beberapa terapi hormon serta manfaatnya dapat dilihat pada Gambar 11.
25
Gambar 11. Efek terapi hormon
2.6.5 Komplikasi
Penggunaan estrogen tanpa indikasi dapat menyebabkan hiperplasia uterus dan
harus dihindari pada wanita yang masih memiliki uterus. Administrasi dari kombinasi
estrogen-progesteron direkomendasikan untuk wanita dengan uterus yang intak.
Secara signifikan terapi hormon dapat menurunkan keparahan dan frekuensi dari hot
flashes serta memperbaiki gangguan urogenital dan tidur. Hormon terapi hanya boleh
diberikan dalam durasi yang pendek dan pada dosis efektif terendah, karana
berhubungan dengan peningkatan kanker payudara, kanker ovarium, serta penyakit
jantung koroner. Terdapat peningkatan risiko kanker payudara setelah penggunaan 3
atau 5 tahun estrogen-progestin dan 7 tahun dengan estrogen. Untuk atrofi vagina,
dapat menggunakan estrogen sistemik maupun lokal. Jika tidak ada gejala sistemik,
terapi estrogen terlokalisasi (dengan ring vagina, krim atau tablet) dengan dosis
rendah dapat diberikan. Penggunaan terapi lokal menunjukan pengaruh terhadap
aliran darah dan memperbaiki atrofi vagina. Walaupun begitu, hal tersebut juga tetapi
memiliki risiko kecil terhadap tromboemboli vena.10
Women’s Health Initiative telah melakukan percobaan randomized trials dari
terapi hormon post-menopause termasuk dengan cara double-blind dan placebo-
controlled. CEE dengan 0.625 mg/hari dengan medroxyprogesterone acetate (MPA)
2.5 mg perhari diberikan dan dibandingkan dengan pasien yang sudah histerektomi
dan diberikan CEE 0.625 mg. CEE/MPA dihentikan lebih dini dikarenakan
meningkatnya insidensi dari kanker payudara sekitar 24%, sedangkan CEE tidak
diberhentikan terlebih dahulu. Penggunaan CEE selama 5-9 tahun berhubungan
dengan penurunan kanker payudara sebanyak 23%. Tetapi hal tersebut berbeda
dengan yang dilaporkan oleh pengkajian di Eropa dimana biasanya penggunaan
26
derivat estradiol transdermal justru meningkatkan risiko kanker payudara 10%,
sedangkan estradiol dengan progesteron menurunkan risiko dari kanker payudara
sebanyak 10%. Pada penggunaan WHI CEE/MPA insidensi dari penyakit jantung
koroner meningkat sebanyak 24% dalam penggunaan lebih dari 5 tahun. Tetapi hal
tersebut juga harus digarisbawahi bahwa rata-rata usia pada studi tersebut yaitu 62
tahun. Pada wanita yang emmulai terapi menopaus dalam 10 tahun awal menopause
memiliki reduksi PJK sebesar 11% tetapi tidak signifikan. Studi ilmu dasar
menunjukan adanya beberapa mekanisme dari estradiol (bukan CEE) yang
menunjukan efek kardioprotektif. Hal tersebut diantaranya stabilisasi plak
arterosklerosis, penurunan ketebalan tunika intima-media, dan penurunan skor
kalsium arteri. Banyak studi baik di Eropa maupun di US memperlihatkan bahwa
penyakit kardiovaskular dan kematian berkurang ketika terapi hormon.13
27
BAB III
KESIMPULAN
Menopause merupakan suatu kondisi yang akan dialami oleh setiap wanita
sebagai bagian dari proses penuaan. Menopause didefinisikan sebagai kondisi
reproduksi setelah 12 bulan berturut-turut tidak mengalami haid, sehingga diagnosis
menopause dibuat setelah berhenti menstruasi kurang lebih satu tahun. Berhentinya
menstruasi dapat didahului oleh siklus menstruasi yang panjang dengan pendarahan
yang berkurang. Menopause terjadi pada semua wanita yang sedang menstruasi
karena defisiensi estrogen non-patologis. Adanya penurunan dari jumlah folikel
ovarium yang disebabkan oleh atresia atau ovulasi merupakan dasar utama dari proses
menopause. Beberapa hal yang dapat terjadi pada post menopause antara lain adalah
adanya peningkatan gejala vasomotor, terganggunya sistem genitourinari, munculnya
osteoporosis, disfungsi seksual, menurunnya risiko kanker payudara, meningkatnya
risiko penyakit kardiovaskular, serta disfungsi kognitif. Dalam periode singkat, terapi
hormon dapat dipertimbangkan sebagai terapi gejala menopause yang dipilih atas
pertimbangan yang bersifat individu.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Berek JS. Berek & Novak’s Gynecology 16th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2020.
2. World Health Organization (2019) Menopause.
3. Kemenkes RI (2019) Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.
4. Suparni, I. E., & Astutik, R. Y. Menopause masalah dan penanganannya. Yogyakarta:
Deepublish. 2016.
5. Widjayanti Y, Gambaran keluhan akibat penurunan kadar hormon estrogen pada masa
menopause. Adi Husada Nurs J . 2016;2(1):96–101.
6. Harlow SD, Gass M, Hall JE, et al. Executive summary of the stages of reproductive
aging workshop + 10: addressing the unfinished agenda of staging reproductive aging.
J Clin Endocrinol Metab 2012; 97:1159–1168
7. O’Neil S, Eden J. The Pathophysiology of menopausal symptoms. Obstetrics,
Gynecology & Reproductive Medicine. 2012 Mar;22(3):63-9.
8. Hoffman BL, Schorge JO, Bradshaw KD, Halvorson LM, et al. Williams Gynecology
3th Edition. McGraw-Hill Education. 2016.
9. Honigberg MC, Zekavat SM, Aragam K, et al. Association of Premature Natural and
Surgical Menopause With Incident Cardiovascular Disease. JAMA.
2019;322(24):2411–2421. doi:10.1001/jama.2019.19191.
10. Hara Y, Waters EM, McEwen BS, Morrison JH. Estrogen Effects on Cognitive and
Synaptic Health Over the Lifecourse. Physiol Rev. 2015 Jul;95(3):785-807.
11. Peacock K, Ketvertis KM. Menopause. [Updated 2022 Feb 2]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507826/
12. Harper-Harrison G, Shanahan MM. Hormone Replacement Therapy. [Updated 2022
Feb 17]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493191/
13. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP Dr.
Hasan Sadikin. Panduan Praktik Klinis Obstetri & Ginekologi 2021
29