Anda di halaman 1dari 11

ISLAM DAN SAINS

Sebuah Penjelajahan Wacana


Relasi Sains dan Agama

i
.S
Dalam Spektrum Luas

M
Oleh:
Imansyah Putra, S.Si, M.Si

i,
S .S
a,
tr
Pu
ah
sy
an
tIm
af
Dr

Kelompok Studi Filsafat dan Sains Lanjut


Ocu Madani
Bangkinang Kota
2020
i
.S
M
i,
.S
S
a,
Diperuntukkan buat
tr
Pu
Istriku; Kasma Reni,
Anakku; Naznen Mahya Imani
ah
sy
an
t Im
af
Dr

i
Sekapur Sirih

i
.S
M
i,
S .S
a,
tr
”Karena sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan. Sesung-
Pu
guhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain. Dan hanya kepada Rabbmu (Tuhanmu) sajalah hendaknya kamu
ah

berharap.”(Alam Nasyrah : 5-8)

Di tengah usaha penulis untuk menulis sebuah buku sains fisika dasar yang bernu-
sy

ansa spirit ilmiah islam terutama spirit alquran, maka penulis sering terdorong kepada
sebuah pemikiran untuk turut juga menulis sebuah buku yang membahas isyu waca-
an

na sains dan islam ini secara tersendiri. Sebuah buku yang mengurai aneka spektrum
persoalan ini sehingga memberikan pijakan definitif bagi penulis untuk membangun ar-
Im

gumentasi kokoh mengapa harus ditulis dalam spirit islam buku fisika dasar tersebut.
Hingga hari ini penulis belum menemukan dunia pendidikan menyentuh secara baik
isyu relasi antara sains dan agama ini, terutama dengan agama islam yang merupakan
t

agama mayoritas yang dipeluk oleh bangsa indonesia. Sering muncul wacana-wacana
af

ganjil yang bersifat populer seperti isyu bumi datar, isyu matahari mengelilingi bumi
dan lain sebagainya yang seolah ingin membenturkan antara penafsiran agama dengan
Dr

penafsiran sains dalam mengkaji alam. Isyu ini jika tidak dikelola secara baik bisa
memunculkan sikap anti sains dan berbagai sikap negatif lainnya.
Hal tersebut tentu akan memberikan dampak berarti bagi kemajuan pendidikan
sains di tanah air. Situasi ini juga memberikan pemahaman kepada kita, bahwa sa-
ins tidak hanya membutuhkan metode kurikulum dan aneka asfek pedagogik lainnya
untuk dapat di ajarkan di sekolah, namun juga melibatkan pemahaman kultural komp-
rehensif dari masyarakat dan sikap masyarakat umum dalam menilai posisi sains dalam
pandangan dunianya. Sisi ini hemat penulis belum digarap secara baik.

ii
iii

Memang banyak buku-buku yang telah diterbitkan untuk menggali isyu relasi an-
tara sains dan agama ini. Namun buku yang ada masih bersifat memaparkan dan
berisi pandangan berbagai tokoh tentang relasi sains dan agama. Buku-buku tersebut
juga kurang memberikan solusi yang baik bagai mana kiranya sikap orang beragama
yang tetap dalam menghadapi situasi dunia modern yang juga syarat dengan sains dan

i
teknologi tanpa harus membenturkannya dengan keyakinan agamanya.

.S
Mendudukkan hubungan yang sehat antara cara pikir sains dengan cara pikir agama
membutuhkan wawasan yang luas dengan spektrum persoalan yang kaya. Sebuah buku

M
yang akan memperkaya bacaan soal isyu ini amat penting di dunia pendidikan. Ketika
wawasan soal ini cukup memadai maka diharapkan posisi sains dan pandangan agama
tidak perlu menjadi berbenturan sehingga proses pendidikan sains tetap berlangsung

i,
tanpa ada suatu gangguan keseimbangan cara pandang kepada peserta didik.

.S
Situasi sebaliknya yang lebih berbahaya juga bisa terjadi dan bahkan dalam skala
kecil telah terjadi. Kultur saintifik dengan pengagungan berlebihan kepada sains dan

S
metode ilmiah yang diajarkan dalam dunia pendidikan justru menjadi bumerang balik.

a,
Di mana berkembang pula di sebagian kecil generasi muda kecendrungan belebihan
kepada orientasi ilmiah sains ini dan memandang remeh semua yang tidak bersifat
tr
sains. Muaranya adalah ateisme, sikap ateistik agnostik atau bahkan kecendrungan
Pu
untuk menganggap semua kearifan keagmaan sebagai takhayyul kuno dan berbagai
omong kosong. Sikap ini sangat berbahaya karena bertentangan secara diametral de-
ngan kesejatian dasar pendirian bangsa kita yang berdasarkan kepada pancasia yang
berketuhanan kepada Tuhan yang maha Esa.
ah

Bangkinang, Oktober 2020


sy

Imansyah Putra
an
t Im
af
Dr
Daftar Isi

i
.S
M
I Islam dan Kelahiran Sains Modern 1

i,
1 Sains dan Islam 2

.S
1.1 Kelahiran Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

S
2 Tradisi Saintifik dalam Islam 3

a,
Daftar Pustaka 4

tr
Pu
ah
sy
an
t Im
af
Dr

iv
Dr
af
t Im
an
sy
Daftar Gambar

ah

v
Pu
tr
a,
S .S
i,
M
.S
i
i
.S
M
i,
S .S
Bagian I

a,
tr
Islam dan Kelahiran Sains Modern
Pu
ah
sy
an
tIm
af
Dr

1
Bab 1

i
.S
M
Sains dan Islam

i,
.S
Sejarah hubungan antara Islam dan sains dapat dipaparkan dari berbagai sudut pan-
dang, mulai dari yang bersifat sosiologis hingga historikal dan dari metafisikal hingga

S
saintifik. Metodologi yang digunakan untuk narasi ini bergantung kepada bagai mana

a,
persefsi yang digunakan dalam mengkaji sifat hubungan antara islam dan sains.
Pertanyaan pertama yang menarik dalam menggali relasi antara sains dan islam
tr
adalah bersifat Historiografik. Pertanyaan tersebut adalah sejauh mana akar sejarah
Pu
dari sains yang berpunca dari kebudayaan islam. Tinjauan historis terhadap isyu ini
hemat penulis akan lebih memberi dasar pijakan kokoh bagi kekayaan wacana yang
akan hadir. Tinjauan historikal akan memberikan afirmasi cukup bagi klaim-klaim
selanjutnya tentang akar mendalam sains modern dari rahim jantung peradaban islam.
ah

Namun sebelum masuk ke latar historis sejarah sains Islam, akan berharga sekali
jika sejarah Islam itu sendiri dirunut terlebih dahulu. Karena sejarah sains islam
sy

adalah sebuah cabang dari anak sungai besar sejarah islam itu sendiri. Dan memahami
sejarah sains islam tanpa memberi gambaran luas sejarah islam akan membahayakan
an

penafsiran yang tepat terhadap sejarah sains islam itu sendiri.


Im

1.1 Kelahiran Islam


Islam lahir di kota Mekah. Kota Mekah ini tidak berlokasi di titik persimpangan jalan
t

berbagai kebudayaan besar yang utama di zaman itu.


af
Dr

2
Bab 2

i
.S
M
Tradisi Saintifik dalam Islam

i,
.S
Banyak pendapat dan perdebatan yang berkembang tentang peranan sejati kebudayaan
Islam dalam kelahiran sains modern. Pendapat tersebut terbentang luas spektrumnya

S
mulai dari kalangan pemikir muslim sendiri hingga banyak tokoh pemikir maupun

a,
saintis yang non muslim. Sebagian memandang bahwa kebudayaan islam telah begitu
berperan besar dalam kelahiran sains modern dan sebagian lagi membantahnya. Dalam
tr
bab ini akan kita simak sebuah spketrum luas dari berbagai pendapat tersebut dan
Pu
melihat benang merahnya yang akan menjadi sebuah titik tolak bagi kita untuk lebih
masuk ke dalam wacana relasi sains dan islam ini.
Menurut Saliba[Sa] nyaris tidak ada buku tentang sejarah kebudayaan Islam atau
sejarah sains secara umum yang tidak menganggap penting tradisi saintifik islam serta
ah

perannya bagi perkembangan kebudayaan manusia secara umum. Para penulis sejarah
sains berbeda-beda dalam hal alokasi ruang yang sesuai bagi kebudayaan Islam untuk
sy

perannya ini. Secara umum paparan banyak buku soal peran sejati kebudayaan Islam
dalam perkembangan sains punya nada yang sama yang disebut oleh Saliba sebagai
an

narasi klasik. Garis besar dari narasi klasik ini adalah kembali ke masa abad per-
tengahan dan masa Renaissance. Narasi ini terus di ulang-ulang oleh banyak penulis
sejarah sains dan agama.
Im

Narasi tersebut dimulai dengan sebuah asumsi bahwa kebudayaan Islam adalah
kebudayaan gurun, jauh dari kebudayaan kota, yang mempunyai peluang kecil untuk
bisa mengembangkan sains sendiri yang akan menarik bagi kebudayaan lain. Narasi
t

ini juga menekankan bahwa kebudayaan Islam mulai mengembangkan pemikiran sain-
af

tifiknya hanya ketika terjadi kontak dengan kebudayaan lebih kuno, yang diasumsikan
lebih maju. Kebudayaan kuno yang diasumsikan lebih “maju” tersebut adalah ke-
Dr

budayaan Greeko-Helenistik yang mana kebudayaan tersebut berbatasan bahkan


tumpang tindih secara geografis dengan domain kebudayaan Islam. Begitu juga dengan
kebudayaan lain seperti Sasania Persia, seterusnya lagi India dan lain-lain.
Kebudayaan-kebudayaan yang mengelilingi ini biasanya disertai oleh kekayaan ke-
antikan, dengan produktivitas tinggi saintifik1 . Kebudayaan tersebut juga memiliki
tingkat vitalitas yang tidak akan eksis dalam kebudayaan gurun Islam.
1
Setidaknya dalam beberapa masa sejarahnya.

3
BAB 2. TRADISI SAINTIFIK DALAM ISLAM 4

Di penghujung abad ke 12, banyak karya-karya yang masih tersisa dari sains Yunani
telah diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin, disertai juga dengan ulasan
atau syarahan maupun karya asli dari banyak sarjana dan ilmuwan Islam, Kristen
Yahudi dan kalangan Sabi’in. Asimilasi lanjutan dari sains dan filsafat Yunani-Arab di
universitas-universitas pertama Eropa telah memantik kebudayaan renaissance yang

i
dimulai di abad ke dua belas dan berlangsung hingga pertengahan abad berikutnya.

.S
Hal ini kemudian membawa kepada berseminya apa yang kita kenal sebagai sains Eropa
modern. Bermula dari kajian Robert Grosseteste (1168-1253) dan para pengikutnya

M
di Universitas Oxford dan Paris. 2
Grosseteste, yang telah dididik di Oxford dan belakangan kemudian menjadi Kan-
selir universitas, adalah tokoh penting bagi bangkitnya falsafah alam eropa baru, mes-

i,
kipun berdasar kepada karya Aristoteles, namun berbeda dalam beberapa hal dengan

.S
doktrin Aristoteles bahkan semenjak awal dikembangkan. Meskipun karya Aristote-
les membentuk basis bagi sebagain besar kajian non-medical di universitas-universitas

S
baru Eropa, beberapa dari ideanya dalam falsafah alam dan kekekalan alam semesta,

a,
terkhusus sebagai mana di tafsirkan oleh Ibnu Rusyid ditolak keras oleh para teolog
Katolik3 .
tr
Grosseteste percaya bahwa kajian optika adalah kunci untuk memahami alam. Ke-
Pu
yakinan ini berkembang dan berperan dalam metafisika Neoplatoniknya. Beliau per-
caya bahwa cahaya adalah substansi jasmaniah dari benda-benda material yang
menghasilkan dimensi keruangannya, juga adalah prinsip pertama gerak dan sebab
efisiennya.
ah

By the end of the twelfth century many of the important extant works of Greek
science had been translated from Arabic to Latin, along withcommentaries and original
sy

works of many Islamic, as well as Christian,Jewish and Sabian scholars and scientis-
ts. The assimilation of Graeco-Arabic science and philosophy at the first European
an

universities sparkeda cultural renaissance that began in the twelfth century and lasted
untilthe middle of the following century. This led to the flowering of what werecogni-
se as modern European science, beginning with the studies ofRobert Grosseteste (ca.
Im

1168–1253) and his followers at the universities ofOxford and Paris.Grosseteste, who
had been educated at Oxford and later becamechancellor of the university, was the
leading figure in the rise of the newEuropean philosophy of nature, which although
t

primarily based uponAristotelianism, differed from some of Aristotle’s doctrines right


af

fromthe beginning. Although Aristotle’s works formed the basis for most non-medical
studies at the new European universities, some of his ideasin natural philosophy and
Dr

the eternity of the cosmos, particularly asinterpreted in commentaries by Averroës (Ibn


Rushd), were stronglyopposed by Catholic theologians
2
Robert Grosteste (1168-1253) adalah seorang negarawan Inggris, Pilosof Skolastik, teolog. Be-
liau juga disebut-sebut sebagai perintis bagi tradisi pemikiran Saintifik Oxford di abad pertengahan
dan dalam banyak segi juga tradisi intelektual modern Inggris.

3
Ibnu Rusyid meyakini sebagai mana Aristoteles keabadian dari alam semesta pada akhirnya, tesis
yang banyak dianut para pilosof islam kala itu adalah satu pertimbangan pertama bagi bagi teolog
Hambali dan Asyariah seperti imam Ghazali mengkafirkan para Pilosof.
Daftar Pustaka

i
.S
M
[Quan1] Wolchover, N., Quanta Magazine, United Nations, di akses pada 6 Oktober
2020, http://www.quantamagazine.org

i,
S .S
a,
tr
Pu
ah
sy
an
t Im
af
Dr

Anda mungkin juga menyukai