Anda di halaman 1dari 30

1

MAKALAH
HADIST TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR DAN TUJUAN
PENDIDIKAN
Tugas ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Hadits Tarbawi III Dosen
Pengampu : Hj. Neni Nerlaela, Lc. M.Ag

Disusun Oleh :
Oktaviani Rizka A. P 19122229
Extention 4B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AT-TAQWA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa kita curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW,kepada keluarganya, sahabatnya,dan kepada kita
semua yang senantiasa mengikuti ajarannya.
Alhamdulillah atas izin Allah kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Hadits Tentang Kewajiban Belajar Mengajar Dan Tujuan
Pendidikan ” yang di buat untuk memenuhi salah satu tugas Hadits
Tarbawi III. Dengan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen
yang telah memberikan pengarahan.
Kami berharap dengan adanya makalah ini bermanfaat bagi semua
dan kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu kami berharap adanya saran dan kritik yang membangun
demi kebaikan kedepannya.
Akhir kata kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, karena kami
masih dalam proses belajar.

Bandung, Maret 2021

i
ii

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I............................................................................................................................................
PENDAHULUAN.......................................................................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
BAB II..........................................................................................................................................
PEMBAHASAN..........................................................................................................................
A. Hadits Kewajiban Belajar dan Mengajar....................................................................
1. Pengertian Belajar dan Mengajar..........................................................................
2. Hadits Kewajiban Belajar Mengajar.....................................................................
3. Kualitas Hadits Kewajiban Belajar dan Mengajar................................................
4. Syarh Hadits........................................................................................................
B. Hadits Tentang Tujuan Pendidikan...........................................................................
1. Pengertian Tujuan Pendidikan............................................................................
2. Hadits Tujuan Pendidikan...................................................................................
3. Kualitas Hadits Tujuan Pendidikan....................................................................
4. Syarah Hadits Tujuan Pendidikan.......................................................................
BAB III.......................................................................................................................................
A. Implikasi...................................................................................................................
B. Kesimpulan...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan peradaban manusia dewasa ini tak bisa dilepaskan dari kemajuan
ilmu pengetahuan yang menjadi warisan terbesar dari proses pendidikan yang
terjadi. Proses pendidikan itu dapat dikatakan berlangsung dalam semua lingkungan
pengalaman hidup manusia mulai dari lingkup terkecil seperti keluarga, sekolah
sampai kepada masyarakat luas. Hal ini berlangsung dalam semua tahapan
perkembangan seseorang sepanjang hayatnya yang dikenal dengan istilah longlife
education.
Dalam Islam pendidikan tidak dilaksanakan hanya dalam batasan waktu
tertentu saja, melainkan dilakukan sepanjang usia (minal mahd ilaal lahd). Islam
juga memotivasi pemeluknya untuk selalu membaca, menelaah dan meneliti segala
sesuatu yang menjadi fenomena dan gejala yang terjadi jagat alam raya ini dalam
rangka meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Dalam pandangan Islam tua atau
muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan porsi yang sama dalam
menuntut ilmu (pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan
ukhrowi saja yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait
dengan urusan duniawi juga.Karena manusia dapat mencapai kebahagiaan hari
kelak dengan melalui jalan kehidupan dunia ini.
Berbicara tentang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tentang
kegiatan belajar mengajar yang merupakan bagian tak terpisahkan dari dunia
pendidikan itu sendiri. Belajar mengajar memiliki peran yang sangat penting
karena tanpa itu proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan modern sulit untuk
diwujudkan. Pendidikan pun tidak terlepas dari beberapa komponen penting yakni
pengajar dan peserta didik.Yang dimana keduanya memiliki peran penting nya
masing-masing untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.

1
2

Maka dari itu, kali ini penulis akan membahas tentang Kewajiban Belajar dan
Mengajar serta Tujuan Pendidikan dari Perspektif Hadits berikut dengan Kualitas
Hadits itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Hadits Kewajiban Belajar Mengajar dan Kualitas nya
2. Hadits Tujuan Pendidikan dan Kualitasnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Kewajiban Belajar dan Mengajar
1. Pengertian Belajar dan Mengajar
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk belajar, karena “belajar” telah
dimulainya bahkan sebelum berbentuk sebagai manusia yaitu ketika masih
berbentuk spermatozoa yang belajar berusaha untuk mempertahankan
eksistensinya ditengah 200-600 juta spermatozoa lainnya yang berjuang untuk
survive menembus ovum untuk kemudian menjadi cikal bakal manusia yang
mendiami rahim. Banyak diantaranya yang gugur ditengah jalan dan uniknya hanya
satu atau dua sperma yang berhasil finish mencapai ovum dan terjadi konsepsi,
sementara yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi ovum yang telah dibuahi.
Secara sederhana, belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu, berusaha
memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan).Belajar adalah sesuatu
yang menarik karena sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia selalu
berusaha mengetahui sesuatu yang berada dalam lingkungannya untuk menunjukkan
eksistensi kemanusiaannya.Sedangkan mengajar adalah memberikan serta
menjelaskan kepada orang tentang suatu ilmu, memberi pelajaran. Dari definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu
aktifitas yang dikerjakan dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan
dalam proses itu sendiri ada si pelajar yang menerima ilmu dan ada guru yang
memberikan pelajaran. Maka berbicara tentang belajar mengajar, tidak bisa
dilepaskan dari ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai objek dari kegiatan ini.
Sejak awal kehadirannya, islam telah memberikan perhatian yang amat besar
terhadap kegiatan belajar dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini antara lain dapat
dilihat pada apa yang ditegaskan dalam al-Qur’an, dan pada yang secara empiris
dapat dilihat dalam sejarah. Yang dimaksud dengan belajar mengajar (pendidikan)
dalam arti yang seluas-luasnya disini adalah pendidikan yang bukan hanya berarti

3
4

formal seperti disekolah, tetapi juga yang informal dan nonformal. Yaitu
pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh siapa saja yang memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian, kepada siapa saja yang membutuhkan, dimana saja mereka
berada, menggunakan sarana apa saja, dengan cara-cara apa saja, sepanjang hayat
manusia itu.
Arti kata belajar dalam buku Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu.Perwujudan dari berusaha adalah berupa
kegiatan belajar.
Menurut Hintzman, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
manusia disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
manusia tersebut.
Menurut Wittig, belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam
segala macam/keseluruhan tingkah laku manusia sebagai hasil pengalaman.
Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam
perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut
aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.Dikatakan
belajar apabila membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.Perubahan itu
tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan,
kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri.
Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,
melainkan perubahan kelakuan.Ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah
memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan
secara otomatis, dan seterusnya.
Secara rasional semua ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui belajar.Maka,
belajar adalah ”key term” (istilah kunci) yang paling vital dalam usaha pendidikan.
Sehingga, tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.Belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
5

interaksi dengan lingkungannya.


Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan
seseorang agar lebih baik. Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik
atas dasar motif ekonomi. Akan tetapi menurutnya, seorang guru seharusnya selalu
memiliki keikhlasan dan kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga dengan
kesadaran tersebut, ia akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal.
Arti kata belajar dalam buku Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu.Perwujudan dari berusaha adalah berupa
kegiatan belajar.
Menurut Hintzman, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
manusia disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
manusia tersebut.
Menurut Wittig, belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam
segala macam/keseluruhan tingkah laku manusia sebagai hasil pengalaman.
Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam
perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut
aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.Dikatakan
belajar apabila membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.Perubahan itu
tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan,
kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri.
Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,
melainkan perubahan kelakuan.Ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah
memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan
secara otomatis, dan seterusnya.
Secara rasional semua ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui belajar.Maka,
belajar adalah ”key term” (istilah kunci) yang paling vital dalam usaha pendidikan.
Sehingga, tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.Belajar adalah
6

perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan
seseorang agar lebih baik. Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik
atas dasar motif ekonomi. Akan tetapi menurutnya, seorang guru seharusnya selalu
memiliki keikhlasan dan kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga dengan
kesadaran tersebut, ia akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal.
2. Hadits Kewajiban Belajar Mengajar

‫َع ْن َأن َ ِس ا ْب ُن َماكِل ِ َريِض َ اهّلل ُ َع ْن ُه قَا َل َر ُس ْو ُل اهّلل ِ َصىَّل اهّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َطلَ ُب الْ ِعمْل‬
) ‫ِفَ ِريْضَ ٌة عَىَل لُك ِ ّ ُم ْسمِل ٍ ( ابن ماجه‬
Artinya ;
“ Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata Rasulullah SAW telah bersabda Menuntut
ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam “ ( H.R Ibnu Majah )
3. Kualitas Hadits Kewajiban Belajar dan Mengajar
Untuk mengetahui kejelasan hadits di atas beserta sumber- sumbernya,penulis
tidak terlepas dari metode takhrij yang digunakan, sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya. Sebagai langkah awal, penulis mengawali kegiatan takhrij
dengan bantuan program Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah yang di
dalamnya mencakup Kutub al-Tis’ah (Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-
Tirmizi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad Ibn
Hanbal, Muwatta’ Malik, dan Sunan al-Darimi). Penelusuran dalam program
Mausu’ahal-Hadits tersebut menghasilkan temuan bahwa hadits di atas hanya
terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah sebanyak satu hadits dengan rangkaian
sanad dan matannya sebagai berikut (Al-Mausu’ah,1997) :

ٍ ‫ َح َّدثَنَا َك ِثرْي ُ ْب ُن ِش ْن ِظرْي‬: ‫ قَا َل‬, ‫ َح َّدثَنَا َح ْف ُص ْب ُن ُسلَ ْي َم َان‬: ‫َح َّدثَنَا ِهشَ ا ُم ْب ُن مَع َّ ٍار قَا َل‬
7

‫ َع ْن َأن َ ِس ا ْب ُن َماكِل ِ َريِض َ اهّلل ُ َع ْن ُه قَا َل َر ُس ْو ُل اهّلل ِ َصىَّل‬, ‫ َع ْن ُم َح َّم ِد ِسرْي ِ ْي َن‬,
ِ ‫ َو َو ِاض ُع الْ ِعمْل ِ ِع ْندَ غَرْي ِ َأ ْههِل‬, ٍ ‫اهّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َطلَ ُب الْ ِعمْل ِ فَ ِريْضَ ٌة عَىَل لُك ِ ّ ُم ْسمِل‬
) ‫مَك ُ َقدِّل ِ الْ َخنَ ِاز ْي ِر الْ َج ْوه ََر َواللُّْؤ لَُؤ َوا َّذله ََب ( ابن ماجه‬
‫" اخل فانه ضعيف جدا‬....‫ حصيح – دون قوهل " وواضع العمل‬: ‫حمك احلديث‬
“ Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata telah menceritakan
kepada kami Hafs bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Katsir bin
Syinzhir dari Muhammad bin Sirih dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW
telah bersabda : Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan orang
yang meletakkan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya ( orang yang enggan untuk
menerimanya dan orang yang menertawakan ilmu agama ) seperti seseorang yang
mengalungkan mutiara, intan, dan emas ke leher babi ” ( H.R Ibnu Majah ).
Selanjutnya untuk pencarian yang lebih luas terhadap keberadaan hadits tersebut
ke dalam kitab-kitab hadits lainnya (selain Kutub al-Tis’ah), penulis menelusurinya
dengan menggunakan program Maktabah al-Shamilah. Dari hasil penelusuran
ditemukan bahwa terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, hadist yang sama juga terdapat
dalam berbagai kitab hadist lainnya di antaranya :

No Mukharrij Nama Kitab Juz Jumlah Keluar

1 Al-Thabraniy Al-Mu’jam al-Shaghir 1 2 Hadis


2 Al-Thabraniy Al-Mu’jam al-Aswath 1-8 9 Hadis
3 Al-Thabraniy Al-Mu’jam al-Kabir 9,10 2 Hadis
4 Al-Baihaqiy Sya’ab al-Iman 3 15 Hadis
5 Al-Ashbahaniy Hilyah al-Auliya’ 8,10 2 Hadis
6 Abi Ya’la Musnad Abi Ya’la 5,7 3 Hadis
8

7 Al-Bazzar Musnad al-Bazzar 1,2 6 hadits


8 Al-Thabraniy Musnad al-Syamiyyin 3,4 2 hadits
9 Al-Qadha’iy Musnad al-Syahab 1 3 hadits
Berdasarkan penilaian oleh para kritikus hadis di atas terhadap masing-masing
perawi hadis, maka dapat diketahui hadis Ibn Majah yang bersanad Hisyam ibn
‘Ammar, Hafsh ibn Sulaiman, Katsir ibn Syinsir, Muhammad ibn Sirin dan Anas ibn
Malik r.a tersebut di atas sanadnya adalah dha’if. Kedha’ifannya terletak pada
“Hafsh ibn Sulaiman” karena para Muhaditisin menjarh (mencatatnya) sebagai
perawi yang tidak tsiqah dan ada salah seorang menyebutnya banyak bohong.
Bahkan menurut Bukhari ulama meninggalkannya.
Kesimpulannya kedudukan hadis ini berdasarkan sanad dari Ibnu Majah
adalah dha’if. Akan tetapi karena banyak jalur sanad hadits tersebut baik yang
bersumber dari Anas bin Malik,Ali bin Ab iThalib, Abdullah bin Mas’ud maupun
Abu Sa’id al-Hudri sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, maka hadits tersebut
dapat dinaikkan peringkatnya menjadi hadits hasan lighairihi.
Untuk mengetahui kualitas matannya maka:
1) Pertama, berdasarkan Pemetaan kata-perkata dari hadits di atas dapat

diperoleh pemahaman bahwa : kata ُ‫ طَلَب‬memiliki makna menuntut/mencari


sesuatu maksudnya ilmu itu akan kita peroleh dengan mencari bukan dengan

melamun dan berandai-andai.Kata ‫ ْال ِع ْل ِم‬bermakna ilmu yang dimaksud oleh


hadis di atas bukan saja ilmu agama,tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.

Selanjutnya kata ‫لِ ٍم‬Q‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْس‬


َ ‫ فَ ِر ْي‬memiliki makna kewajiban dalam
artikata keharusan yang harus dilakukan atas setiap muslim dan muslimah.

Kata , ‫اض ُع ْال ِع ْل ِم ِع ْن َد َغي ِْر َأ ْهلِ ِه‬


ِ ‫ َو َو‬orang meletakkan ilmu kepada selain
ahlinya maksudnya adalah dalam realita sekarang ilmu yang digunakan tidak
sesuai dengan tempatnya maka ilmu pengetahuan itu tidak akan membawa

manfaat. Dan kata ‫َب‬ َّ ‫َازي ِْر ْال َجوْ هَ َر َواللُّْؤ لَُؤ َو‬
َ ‫الذه‬ ِ ‫َك ُمقَلِّ ِد ْالخَ ن‬ maka ia seperti
9

mengalungi babi dengan permata,mutiara dan emas. Maksudnya ilmu


pengetahuan yang kita peroleh tidak akan membawa manfaat.
Dengan demikian, dari keseluruhan hadits di atas menunjukkan makna
adanya korelasi antara satu dengan yang lain. Bahwa menuntut ilmu wajib
atas setiap mulim dan muslimah, dan orang yang berilmu menempatkan
dirinya tidak sesuai dengan keahliannya maka ilmuanya tiada berguna (tidak
bermanfaat).
2) Kedua, matan hadis di atas sama sekali tidak bertentangan dengan al-Qur’an
seperti dalam QS. At-Taubah:122 :

‫َو َما اَك َن الْ ُمْؤ ِمنُ ْو َن ِل َي ْن ِف ُر ْوا آَكف َّ ًة فَلَ ْواَل ن َ َف َر ِم ْن لُك ِ ّ ِف ْرقَ ٍة ِّمهْن ُ ْم َطآِئ َف ٌة ِل ّ َي َت َفقَّهُواىف ّ ِادل ْي ِن‬
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama?”
Walaupun dalam ayat tersebut tidak tampak kata-kata wajibun yang
berarti wajib atau kata-kata faridhatun yang berarti difardukan, tetapi dalam
ayat itu terdapat fi’il mudhari’ yang telah kemasukan lamul amr, yakni lafaz
liyatafaqqahuu. Dalam ilmu Ushul Fiqih ada kaidah yang berbunyi:“Artiya
yang pokok dalam amr ialah menunjukkan wajib.” (Kitab As-Sullam: 13; dan
kitab Ushul Fiqh: 31). Dengan demikian, ayat tersebut mengandung arti
bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib.

Kata (‫وا‬QQُ‫)لِّيَتَفَقَّه‬ liyatafaqqahu terambil dari kata (‫)فقه‬ fiqh,yakni


pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan
tersembunyi.Bukan sekadar pengetahuan.Penambahan huruf(‫)ت‬ta’ pada kata
tersebut mengandung makna kesungguhan upaya,yang dengan keberhasilan
upa yaitu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya.Demikian kata
tersebut mengundang kaummuslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan.
Kata fiqh disini bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam disiplin
ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum
10

agama Islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran
terhadap dalil-dalil yang terperinci. Tetapi, kata itu mencakup segala macam
pengetahuan mendalam.Pengaitan tafaqquh (pendalaman pengetahuan itu)
dengan agama, agaknya untuk menggarisbawahi tujuan pendalaman itu,
bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama.Pembagian disiplin ilmu-
ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya al-Qur’an
bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah sawt.Al-qur’an tidak membedakan
ilmu.Ia tidak mengenal istilah ilmu agama dan ilmu umum karena semua ilmu
bersumber dari Allah swt.Yang diperkenalkan adalah ilmu yang diperoleh
dengan usaha manusia kasby(acquiredknowledge) dan ilmu yang meruapakan
anugerah Allah tanpa usaha manusia (Quraish Shihab, 2002:289)
Kesimpulannya dari uraian di atas, bahwa hadis tentang kewajiban
menuntut ilmu tidak bertentangan dengan al-Qur’an.Bahkan al-Qur’an turut
menguatkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah tersebut.
3) Ketiga,Tidak Bertentangan dengan hadis yang lebih kuat dan Sirah Nabi.
Hadis tentang kewajiban menuntut ilmu tidak bertentangan dengan hadis
yang lebih kuat.Dalam hal ini ada beberapa hadis yang berhubungan dengan
hadis yang penulis teliti.Berdasarkan penelusuran Maktabah al-Shamilah.
Hadis tentang kewajiban menuntut selain diriwayatkan oleh Anas bin Malik,
juga diriyatkan oleh sahabat lain seperti Alin bin Abi Thalib, Abu Sa’idal-
Khudri dan Abdullah binMas’ud.
Dilihat dari makna hadis diatas yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat
tersebut, mempunyai makna yang sama dengan hadis yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah yakni menuntut ilmu wajib atas setiap muslim.Ini
mengindikasikan bahwa hadis tentang kewajiban menuntut ilmu tidak
bertentangan dengan hadis lain.
4) Keempat,Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan fakta sejarah.
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini
karena manusia memiliki akal yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan Allah
11

SWT lainnya.Oleh karena itu, akal memiliki hak yang harus kita tunaikan.
Akal juga membutuhkan “makanan”,. Hal pertama yang harus kita lakukan
bagi setiap muslim terhadap akalnya adalah mengisinya dengan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat. Karena disamping sebagai suatu kewajiban,
belajar juga merupakan kemuliaan tersendiri bagi dirinya. Karena Allah SWT
senantiasa akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.DalamAl-
Qur'anAllah mengatakan (QS. Fatir: 28), yang artinya sebagaiberikut:
"Bahwasanya orang-orang yang takut kepada Allah, hanyalah para
ulama (orang yang berilmu)"
Dilihat dari fakta sejarah para sahabat rela meninggalkan kampung
halaman (merantau) demi mencari ilmu, ini membuktikan betapa giatnya
mereka mencari ilmu mereka mahami mencari ilmu bukan hanya sekedar
kewajiban semata akan tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan sehingga
lahirlah ilmuan muslim seperti ilmuan Al Khawarizmi yang
memperkenalkan “Angka Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan
sistem bilangan Romawi yang kaku. Bayangkan bagaimana ilmu Matematika
atau Akunting bisa berkembang tanpa adanya sistem “AngkaArab” yang
diperkenalkan oleh ummat Islam ke Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan
angka 3 dengan mudah memakai angka Romawi, yaitu“III” tapi coba tulis
angka 879.094.234.453.340 ke dalam angka Romawi tentu kita akan
mengalami kesulitan. Selain itu berkat Islam pulalah maka para ilmuwan
sekarang bisa menemukan komputer yang menggunakan binary digit (0 dan
1) sebagai basis perhitungannya, kalau dengan angka Romawi (yang tak
mengenal angka 0), tak mungkin hal itu bisa terjadi.
Selain itu dunia juga mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya Al
Qanun fit Thibbi diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone
(meninggal tahun 1187), yang sampai zaman Renaissance tetap jadi textbook
di fakultas kedokteran Eropa. Ar- Razi (Razes) adalah seorang jenius
multidisiplin.Dia bukan hanya dokter, tapi juga ahli fisika, filosof, ahli
12

theologi, dan ahli syair. Eropa juga mengenal Ibnu Rusyid (Averroes) yang
ahli dalam filsafat.
Sekarang semua itu tinggal sejarah. Ummat Islam sekarang tidak lagi
menghargai ilmu pengetahuan tak heran jika mereka jadi bangsa yang
terbelakang.Hanya dengan menghidupkan ajaran Islam-lah kita bisa maju
lagi.Dengan adanya hadis Ibn Majah ini harapannya agar ummat Islam harus
kembali giat menuntut ilmu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban menuntut
ilmu tidak bententangan dengan akal sehat, indera dan fakta sejarah .ilmu
pengetahuan merupakan produk dari hasil proses berpikir yang dilakukan
oleh manusia, kalu kita melihat fakta sejarah banyak sekali lahir ilmuan-
ilmuan muslim yang bermunculan diantaranya yang penulis sebutkan di
atas.Ini membuktikan bahwa menuntut ilmu menjadi sebuah bahan pokok
yang harus dipenuhi oleh manusia dalam menjalani kehidupan.
Dengan demikian, analisa dari segi matan: hadis tentang kewajiban menuntut
ilmua dalah Shahih. Karena memenuhi tolak ukur yang sesuai dengan penetapan
tolak ukur Shalahudinal-Adlabi, empat macam diantaranya:
a) Kajian linguistik, bahwa hadits tersebut mengandung perintah mencari
ilmu wajib atas setiap muslim
b) Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an, bahkan Al-Qur’an
menguatkan kewajiban menuntut ilmu dengan meninggikan derajat orang
yang berilmu, diantaranya dalam surah Al-Mujadalah ayat 11 dan At-
Taubah Ayat 122.
c) Tidak bertentangan dengan hadist yang lebih kuat,
d) Tidak bertentangan dengan akal sehat.Akal merupakan suatu kelebihan
yang tidak dimilki makhluk lainnya, oleh karena itu hendaknya kita
mengisi akal dengan ilmu yang bmanfaat baik dunia maupun alhirat. Ini
menunjukan hadis di atas tidak bertenyanga dengan akal sehat,melainkan
suatu kewajiban yang harus kita penuhi terhadap akal.
13

4. Syarh Hadits
Hadits di atas menunjukkan bahwa fardhu bagi setiap orang muslim mencari
ilmu, dan orang yang memberikan ilmu bagi selain ahlinya adalah seperti orang yang
mengalungkan babi dengan mutiara, permata dan emas. Orang yang mempunyai ilmu
agama yang mengamalkannya dan mengajarkannya orang lain seperti tanah tanah
subur yang menyerap air sehingga dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan
memberi manfaaat bagi orang lain, dan Allah juga akan memudahkan bagi orang-
orang yang selama hidupnya hanya untuk mencari, dipermudahkan baginya jalan
menuju ke surga. Dengan ilmu derajat orang tersebut tinggi dihadapan Allah
SWT,Allah pun akan meninggikan derajatnya di dunia maupun diakhirat nanti,
seorang muslim memperbanyak mengamalkan ilmu kepada orang lain, maka semakin
tinggi pula derajatnya di hadapan Allah SubḥānahuwaTa’ālā, dibawah ini salah satu
hadits yang menunjukkan bahwa seseorang yang menempuh suatu jalan dalam
hidupnya untuk mencari ilmu, maka Allah akan mempermudahkan baginya jalan
menuju surga. Selain Allah memberikan derajat / kedudukan yang tinggi di dunia
maupun di akhirat bagi orang muslim yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya
kepada orang yang belum tahu. Allah juga : Seorang yang keluar dari rumahnya
dalam mencari ilmu, maka para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya untuk
orang tersebut. Jadi sangat mulia orang yang berniat hanya untuk mencari ilmu
semasa hidupnya.
Hadist tersebut merupakan penjelasan tentang hukum mencari ilmu bagi setiap
orang Islam laki laki maupun perempuan, yang telah diriwayatkan oleh Imam Ibnu
Majah dan lain lain.Akan tetapi hadist tersebut diberi tanda lemah oleh imam
Syuyuti.
Adapun hukum menuntut ilmu menurut hadist tersebut adalah wajib.Karena
melihat betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Manusia
tidak akan bisa menjalani kehidupan ini tanpa mempunyai ilmu. Bahkan dalam kitab
taklimulmuta’allim dijelaskan bahwa yang menjadikan manusia memiliki kelebihan
diantara makhluk-makhluk Allah yang lain adalah karena manusia memilki ilmu. Dan
14

janganlah memberikan ilmu kepada orang yang enggan menerimanya, karena orang
yangenggan menerima ilmu tidak akan mau untuk mengamalkan ilmu itu bahkan
mereka akan menertawakannya.
Ilmu sebagai suatau pengetahuan, yang diperoleh melalui cara-cara tertentu.
Karena menuntut ilmu dinyatakan wajib, maka kaum muslimin menjalankannya
sebagai suatu ibadah, seperti kita menjalankan sholat,puasa. Maka orang pun mencari
keutamaan ilmu. Disamping itu, timbul pula proses belajar-mengajar sebagai
konsekuensi menjalankan perintah Rasulullah itu proses belajar mengajar ini
menimbulkan perkembangan ilmu, yang lama maupun baru, dalam berbagai
cabangnya.
Ilmu telah menjadi tenaga pendorong perubahan dan perkembangan
masyarakat.Hal itu terjadi, karena ilmu telah menjadi suatu kebudayaan.Dan sebagai
unsur kebudayaan, ilmu mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
masyarakat Muslim dan dihadapak Allah.Jadi ilmu juga bisa diartikan atau dijadikan
sebagai pusat dari perubahan dan perkembangan di dalam suatu
masyarakat.Kaitannya dengan haditsdiatas tersebut bahwasannya ilmu telah
diibaratkan dengan keutamaan atau kelebihan Nabi yg diberikan Allah
kepadanya.Begitu tingginya derajat orang yang berilmu disisi Allah dan manfaatnya
ataupun pentingnya sangat banyak untuk perubahan-perubahan dalam
masyarakat.“Sungguh mulia orang yang berilmu, dan semasa hidupnya hanya untuk
mencari ilmu adalah agar dimudahkan dalam masuk surga Allah, Allah pun juga akan
juga akan mempermudah baginya masuk surga”.
Keutamaan orang yang berilmu sehingga melebihi orang yang ahli ibadah.Karena
ibadah tanpa ilmu tidak benar dan tidak diterima, dan untuk membuktikan keutamaan
ahli ilmu ini Allah bersama malaikat dan seluruh penghuni langit dan bumi sampai
semut dan ikan bershalawat untuk orang yang mengajari kebaikan.Keutamaan ilmu
tidak terletak beberapa ilmu yang yang didapat tetapi pada pengembangan dan
pengalamannya dalam kehidupan ataupun masyarakat.tujuan akhir seorang mu’min
adalah surga.Untuk itu seluruh ilmu yang mereka miliki diamalkan. Caranya adalah
15

mencari dan mengamalkan semua kebijakan tanpa merasa lelah atau capek. Seorang
mu’min itu tak akan merasa puas dan lelah dalam mencari maupun mempelajari ilmu,
karena dengan ilmu semua kebajikan dapat diraih. Selain Allah memberikan
derajat/kedudukan yang tinggi di dunia maupun di akhirat bagi orang muslim yang
mengamalkan dan mengajarkan ilmunya kepada orang yangbelum tahu.
B. Hadits Tentang Tujuan Pendidikan
1. Pengertian Tujuan Pendidikan

Pengertian Tujuan Pendidikan adalah proses mendidik yang lebih tertuju pada
pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti. Dengan kata lain bahwa
kata al-ta'dib lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi muslim yang berakhlak
mulia.
Tujuan pendidikan menurut hadits Nabi SAW merupakan penegasan dan bentuk
penguatan tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an yakni membentuk dan membina
manusia secara pribadi dan kelompok agar mampu menunaikan fungsinya sebagai
hamba Allah dan khalifah-Nya yang merupakan tujuan penciptaan manusia.
2. Hadits Tujuan Pendidikan
Redaksi dari Sunan Ibn Majah No.Hadis 223.

‫َح َّدثَنَا نَرْص ُ ْب ُن عَيِل ٍ ّ الْ َجهْضَ ِم ُّي َح َّدثَنَا َع ْبدُ اهَّلل ِ ْب ُن د َُاو َد َع ْن عَامِص ِ ْب ِن َر َجا ِء ْب ِن َح ْي َو َة َع ْن‬
‫ ُك ْن ُت َجا ِل ًسا ِع ْندَ َأيِب ادلَّ ْردَا ِء يِف َم ْسجِ ِد ِد َم ْش َق‬:‫يل َع ْن َك ِث ِري ْب ِن قَيْ ٍس قَا َل‬ ٍ ِ ‫د َُاو َد ْب ِن مَج‬
َ ‫فََأاَت ُه َر ُج ٌل فَ َقا َل اَي َأاَب ادلَّ ْردَا ِء َأتَيْ ُت َك ِم ْن الْ َم ِدينَ ِة َم ِدينَ ِة َر ُسولِ اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل‬
‫ فَ َما َجا َء ب َِك جِت َ َار ٌة ؟‬:‫ قَا َل‬، َ ‫يث بَلَ َغيِن َأن ََّك حُت َ ِّد ُث ِب ِه َع ْن النَّيِب ِ ّ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل‬ ٍ ‫ِل َح ِد‬
‫ فَ يِّن مَس ِ ْع ُت َر ُسو َل اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه‬:‫ قَا َل‬، ‫ اَل‬:‫ َواَل َج َاء ب َِك غَرْي ُ ُه ؟ قَا َل‬:‫ اَل قَا َل‬:‫قَا َل‬
‫ِإ‬
‫ول َم ْن َسكَل َ َط ِريقًا يَلْ َت ِم ُس ِفي ِه ِعلْ ًما َسهَّ َل اهَّلل ُ هَل ُ َط ِريقًا ىَل الْ َجنَّة‬
ُ ‫و َسمَّل َ ي َ ُق‬..َ
‫ِإ‬
16

Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Nasr bin ‘Aly al-Jahdamy, Telah disampaikan
kepada kami oleh Abd Allah bin Dawud, dari Asim bin Raja bin Haywah, dari
Dawud bin Jamil, dari Kathir bin Qays, dia berkata suatu ketika aku duduk bersama
Abu al-Darda’ di Masjid Damaskus, Sesorang datang kepadanya dan berkata: ‘wahai
Abu al-Darda’ aku datang kepadamu dari Madinah kota Nabi Saw untuk
(mendaptkan) sebuah hadis yang kamu dengarkan dari Rasulullah Saw’, Abu al-
Darada’ berkata : Jadi kamu datang bukan untuk berdagang? Orang itu menjawab:
Bukan, Abu al-Darda berkata: dan bukan pula selain itu ?, orang itu menjawab:
bukan, Abu al-Darda’ berkata: Sesungguhnya kau pernah mendengar Rasulullah Saw
bersabda: Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan
memudahan baginya jalan menuju surga.…
3. Kualitas Hadits Tujuan Pendidikan
a) Studi Sanad dan Matan Hadits
 Ibn Majah: dia bernama lengkap Muhammad bin Yazid al-Rub’y Abu
‘Abd Allah bin Majah al-Qazwiny al-Hafidh, pemilik karya al-Sunan dan
memiliki banyak karya tulis dia mendengarkan dan mengambil hadis dari
banyak guru di berbagai kota seperti Khurasan, ‘Iraq, Hijaz, Mesir, Sham
dan sebagainya diantara salah satu gurunya yang banyak tersebut adalah
Nashr bin ‘Aly al-Jahdamy, dia lahir pada tahun 209 H. dan wafat pada
tahun 273 H pada umur 97 tahun.
 Nashr bin ‘Aly al-Jahdhamy: dia bernama lengkap Nashr bin ‘Aly bin
Shubhan al-Azdy al-Jahdhamy Abu ‘Amr al-Bashry. Wafat tahun 250 H.
Para kritikus hadis menilainya sebaggai periwayat yang tsiqah.
 ‘Abd Allah bin Dawud: dia bernama lengkap ‘Abd Allah bin Dawud bin
‘Amir al-Hamadany Abu ‘Abd al-Rahman al-Khariby al-Kufy. Wafat
tahun 213 H pada umur .par kritikus hadis menilainya sebagai periwayat
yang tsiqah dan seorang ‘abid (ahli ibadah), dia berhenti meriwayatkan
17

hadis pada sisa umurnya. Imam al-Bukhary tidak pernah menerima hadis
darinya, menurut Ibn Hajar, al-Bukhary pernah mendengarkan darinya
ketika berada di kota Wasith.
 ‘Ashim bin Raja’ bin Haywah al-Falasthiny. Para kritikus hadis
menilainya sebagai periwayat yang shaduq, al-Daruqutny menilainya
sebagai periwayat yang dha’ifkarena selalu meriwayatkan riwayat yang
wahm (yang tidak jelas). Dawud bin Jamil dia bernama Asli al-Walid, Ibn
Hajar dan al-Daruquthny menilainya menilainya sebagai periwayat hadis
yang dha’if karena ke-majhul-annya (tidak dikenali kapasitas
intelektualnya).
 Kathir bin Qays al-Syamy, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah
Qays bin Katsir, tetapi Katsir bin Qays adalah yang lebih benar, Ibn Qani’
telah melakukan kesalahan dengan menempatkannya dalam deretan
sahabat, Ibn Hajar dan al-Daruqthny menilainya sebagai periwayat yang
dha’if meskipun Ibn Hibban menyebutkannya dalam deretan periwayat
yang tsiqah (al-Tsiqat).
 Abu al-Darda’: dia bernama lengkap ‘Uwaimir bin Zaid bin Qays al-
Anshary, para ulama berbeda pendapat tentang nama ayahnya, sementara
dia lebih dikenal dengan kunyah-nya yakni Abu al-Darda’, ada yang
bependapat bahwa nama aslinya adalah ‘Amir, sementara ‘Umair adalah
laqab (panggilan). Dia adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang ikut
pertama kali dalam perang Uhud, dia juga dikenal sebagai salah seorang
ssahabat yang ‘abid (ahli ibadah). Wafat pada tahun 32 H tepatnya pada
akhir masa pemerintahan khalifah ‘Utsman bin ‘Affan dan hidup terakhir
di kota Syam.
Setelah melakukan studi terhadap seluruh individu periwayat hadis sebagaimana
yang terdapat dalam sanad Ibn Majah sebagaimana yang termaktub dalam sunan-nya
dengan No. Hadis; 223 baik dari sisi ‘adalah (keadilan) maupun dhabth (kapasitas
18

intelektual), tampak bahwa terdapat tiga orang periwayat dengan predikat dha’if
(lemah) mereka adalah; ‘Ashim bin Raja’ (periwayat 4), Dawud bin Jamil (periwayat
5), dan Katsir bin Qays (periwayat 6).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanad Ibn Majah tersebut adalah
sanad yang dha’if disebabkan karena ke-dha’if-an tiga periwayat dalam
sanadnnya.Tetapi apabila seluruh sanad hadis dikumpulkan, maka sanad Ibn Majah
dapat naik tingkatan derajatnya menjadi hasan li ghairihi karena adanya syahid dari
riwayat Abu Hurairah dan adanya mutabi’ dari jalur sanad lainnya, terlebih lagi hadis
tersebut diriwayatkan oleh Muslim dari para periwayat dengan derajat periwayatan
tertinggi yakni tsiqat tsabt.Karena sanad hadis yang diteliti terangkat derajatnya dari
da’if menjadi hasan li ghairihi, maka dapat dilakukan studi terhadap matan (redaksi)
hadis.
Bila studi terhadap hadis diarahkan kepada redaksinya, maka ditemukan adanya
perbedaan lafadh dimana pada lafadh awal dari riwayat Abu Dawud termaktub lafadh

ُ ُ‫ َما ِم ْن َر ُجلٍيَ ْسل‬sementara pada lafadh dari riwayat lainnya termasuk pada lafadh dari
‫ك‬
redaksi Ibn Majah yang telah diteliti sanadnya menampilkan lafal ‫سلَ َك َم ْن‬ َ , pada
bagian lain dari lafadh awal redaksi hadis dijumpai bahwa mayoritas redaksi diawali
dengan huruf ‫( و‬wawu) huruf tersebut merupakan huruf antara (yakni huruf yang
mengantarai dua kalimat atau kata), karena sesungguhnya redaksi hadis tersebut
tergolong redaksi yang panjang. Adapun kelengkapan redaksi dari hadis tersebut
adalah:

‫ َم ْن نَفَّ َس َع ْن مُْؤ ِم ٍن ُك ْرب َ ًة ِم ْن‬: َ ‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل‬
ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫َع ْن َأيِب ه َُر ْي َر َة قَا َل‬
ُ ‫ُك َر ِب ادلُّ نْ َيا نَفَّ َس اهَّلل ُ َع ْن ُه ُك ْرب َ ًة ِم ْن ُك َر ِب ي َ ْو ِم الْ ِق َيا َم ِة َو َم ْن يَرَّس َ عَىَل ُم ْعرِس ٍ يَرَّس َ اهَّلل‬
‫عَلَ ْي ِه يِف ادلُّ نْ َيا َواآْل ِخ َر ِة َو َم ْن َسرَت َ ُم ْس ِل ًما َسرَت َ ُه اهَّلل ُ يِف ادلُّ نْ َيا َواآْل ِخ َر ِة َواهَّلل ُ يِف َع ْو ِن الْ َع ْب ِد‬
‫َما اَك َن الْ َع ْبدُ يِف َع ْو ِن َأ ِخي ِه َو َم ْن َسكَل َ َط ِريقًا يَلْ َت ِم ُس ِفي ِه ِعلْ ًما َسهَّ َل اهَّلل ُ هَل ُ ِب ِه َط ِريقًا ىَل‬
‫ِإ‬
19

‫اب اهَّلل ِ َوي َ َتدَ َار ُسون َ ُه بَيْهَن ُ ْم اَّل نَ َزل َ ْت‬ َ ‫ون ِك َت‬ َ ُ‫وت اهَّلل ِ ي َ ْتل‬ِ ‫الْ َجنَّ ِة َو َما ا ْجتَ َم َع قَ ْو ٌم يِف بَيْ ٍت ِم ْن بُ ُي‬
‫ِإ‬
ُ ‫الس ِكينَ ُة َوغَ ِشيَهْت ُ ْم َّالرمْح َ ُة َو َحفَّهْت ُ ْم الْ َماَل ِئ َك ُة َو َذ َك َرمُه ْ اهَّلل ُ ِفمي َ ْن ِع ْندَ ُه َو َم ْن ب َ َّطَأ ِب ِه مَع َ هُل‬ َّ ‫عَلَهْي ِ ْم‬
‫ل َ ْم يُرْس ِ ْع ِب ِه ن َ َس ُب ُه‬.
Redaksi hadis yang lengkap tersebut terdapat dalam riwayat Muslim dengan
No.Hadis; 38 (2699), al-Tirmidhy dengan No.Hadis; 2945, dan Ibn Majah dengan
No.Hadis; 225.Kemudian al-Tirmidhy dengan No. Hadis; 2682 meringkasnya dengan

mememulainya dari lafadz َ َ‫َسل‬


‫ك َم ْن‬ dengan jalur sanad yang sama dengan miliknya
sebagaimana yang terdapat pada hadis No. 2945.
Adapun pada pertengahan lafal perbedaan terjadi antara lafadh dari riwayat selain
Abu Dawud dengan lafadh dari riwayat Abu Dawud dimana pada lafadh dari riwayat

lain tidak mencantumkan kata َّ‫ِإال‬ (kecuali). Kata tersebut tercantum dalam lafadh
pada redaksi riwayat Abu Dawud disebabkan kerena struktur redaskinya
menggunakan lafadh al-nafyu (peniadaan) dan al-itsbat (penetapan).
Berdasarkan analisis redaksional di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam
periwayatan redaksi dari hadis tentang tujuan pendidikan tersebut telah terjadi proses
periwayatan secara makna dimana perkara tersebut tidak mempengaruhi ke-shahih-an
redaksi hadis selama tidak keluar dari makna dan ide pokok (mine idea) dari redaksi
dan kandungan hadis.
Dari hasil studi baik sanad maupun matan di atas penulis menyimpulkan bahwa
hadis yang diteliti bila ditinjau dari sisi sanadnya adalah sanad dengan kualitas hasan
li ghairihi, sementara dari sisi matan atau redaksinya adalah hadis dengan kualitas
shahih baik lafadh maupun maknanya.
4. Syarah Hadits Tujuan Pendidikan
Pada hadis tersebut terkandung anjuran dan pahala yang sangat besar bagi mereka
yang meniti jalan untuk mencari ilmu melalui berbagai media pendidikan, bahkan
20

Rasulullah Saw memberikan garansi kemudahan mencapai surga bagi mereka yang
meniti jalan untuk mencari ilmu.
Tujuan pendidikan secara filosofis berdasarkan pehaman dari hadis Rasulullah
SAW yang sedang dikaji memberikan penjelaskan bahwa manusia sejatinya adalah
makhluk yang disempurnakan dengan akal oleh Allah Swt yang merupakan potensi
dasar manusia, dengan potensi dasar tersebut manusia diharuskkan untuk menuntut
ilmu melalui proses pendidikan. Oleh karena itu tujuan meniti jalan ilmu pada
hakikatnya adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian
memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.
Nilai penting lainnya dari memahami hadis di atas adalah bahwa dalam meniti
jalan menuntut ilmu terdapat proses pendewasaan jasmani dan rohaniyakni bahwa
selain tujuan filosofis terdapat pula tujuan insidental yaitu meningkatkan kecerdasan
motorik, emosional, intelektual dan spiritual, sebab dalam meniti jalan menuntut ilmu
dibutuhkan ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan-
kesulitan dalam belajar, Sebab kesuksesan seorang penuntut ilmu terletak dalam
kesabarannya menghadapi berbagai bentuk kesulitan, kesusahan, dan keletihan dalam
mengarungi proses pendidikan. Seluruh bentuk kesulitan yang dihadapioleh penuntut
ilmu merupakan proses pendewasaan jasmani dan rohani.
Adapun tentang gambaran dimudahkannya seorang peniti jalan dalam menuntut
ilmu menuju ke surga, an-Nawawy menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan
hal itu adalah hendaknya seseorang menyibukkan dirinya menuntut ilmu-ilmu yang
disyari’atkan (al-‘ulum al-syar’iyyah) dengan syarat dia menuntut ilmu hanya
mengharap ridho Allah SWT, para ulama mempersyaratkan adanya niat yang ikhlas
karena Allah SWT dalam menempuh proses pendidikan yang melelahkan sebab
mayortitas manusia meremehkan keikhlasan dalam belajar utamanya para
pemula.Sebab kemudahan meniti jalan ke surga bagi para peniti jalan menuntut ilmu
diukur berdasarkan kadar keikhlasannya dalam menjalani proses pendidikan yang
melelahkan tersebut.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa makna dari kata thariqan dan ilman
21

dalam hadis tersebut adalah bahwa setiap manusia hendaknya memanfaatkan seluruh
media pendidikan yang dapat membantu untuk mendapatkan ilmu utamanya ilmu
agama secara bertahap dan berkesinambungan dengan tetap mengedepankan
keikhlasan dan kesabaran dalam meniti proses pendidikan baik formal maupun non-
formal, dan kemudahan meniti jalan menuju surga dapat dipahami bahwa ilmu dapat
membantu memberikan kemudahan dalam mengamalkan amal-amal sholeh yang
dapat dengan mudah pula menghantarkan menuju surga Allah SWT.
22

BAB III
PENUTUP

A. Implikasi
Berdasarkan apa yang sudah di jelaskan diatas, bahwasanya menuntut ilmu itu
adalah perkara yang wajib yang harus kita jalankan. Karena bagaimana kita bisa
hidup dengan bahagia sesuai ajaran Allah jika semuanya tidak dilakukan atas dasar
ilmu yang kita miliki.
Namun di era globalisasi dan moderniasasi ini, rasanya banyak masyarakat awam
yang tidak paham terhadap wajibnya menuntut ilmu sehingga banyak kita temui
kebodohan yang merajalela di Indonesia ini yang berakibat pada kejahatan yang
sering kita temui dikarenakan minimnya ilmu pengetahuan yang dimiliki sehingga
tujuan pendidikan pun tidak tercapai.Walaupun sebetulnya ada pula yang sadar akan
kewajiban menuntut ilmu tapi terkendala akan masalah biaya. Sehingga perlu adanya
kesadaran dari seluruh elemen masyarakat mulai dari pemerintah sampai kepada
masyarakat terpencil untuk bisa melek akan ilmu pengetahuan dan menanamkan
keyakinan bahwa menuntut ilmu itu wajib. Karena pada dasanya banyak kita temui
dijalanan banyak anak anak yang seharusnya mereka fokus untuk menuntut ilmu tapi
mereka malah fokus bekerja ataupun menjadi anak yang tidak baik di lingkungannya.
Namun ada pula anak didik kita yang sekolah pun mampu, orang tua masih
lengkap namun masih kurang bertanggung jawab terhadap apa yang harusnya dia
lakukan. Maka dari itu tugas seorang guru yang sangat penting dimana harus
menanamkan etos belajar yang tinggi dengan landasan menuntut ilmu itu
wajib.Karena hakikat belajar sesungguhnya tujuannya adalah adanya perubahan
tingkah laku dari hal yang buruk kepada suatu hal yang baik yang terjadi di dalam diri
seseorang.Yang bahkan kegiatan belajar mengajar sudah dimulai sejak di dalam
lingkungan keluarga yang diperankan oleh orang tua dan anak sehingga lingkungan
keluarga lah yang menjadi pondasi utama yang membentuk perilaku dan sikap
seorang anak untuk akhirnya terjun di masyarakat.
23

Maka dari itu perlu adanya upaya dari setiap lapisan masyarakat untuk sama sama
membangun kesadaran melek ilmu pengetahuan demi mewujudkan tujuan pendidikan
yakni terciptanya masyarakat yang memiliki perilaku atau tingkah laku yang baik
yang bisa menjadi salah satu komponen dalam pembangunan nasional.
B. Kesimpulan
Hadits Kewajiban Belajar dan Mengajar yang diriwayatkan Ibnu Majah
berkualitas Hasan lighairihi karena banyak jalur sanad hadits tersebut baik yang
bersumber dari Anas bin Malik,Ali bin Abi Thalib,Abdullah bin mas’ud maupun Abu
Sa’id al-Hudri sebagaimana telah disebutkan. Padahal sebelumnya berkualitas dhaif
karea Hafs Ibnu Sulaiman bukan orang yang Tsiqah dan anyak berbohong menurut
para ulama.
Tujuan Pendidikan sebagaimana dibalik pemahaman hadis Nabi SAW yang dikaji
secara filosofis adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian
memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.
Adapun tujuan insidentalnya adalah untuk dapat meningkatkan kecerdasan
motorik, emosional, intelektual dan spiritual yang diitandai dengan kedewasaan
jasmani dan rohani.
Dalam pendidikan terjadi proses tahapan yang menuntut kesabaran dalam
menghadapinya sehingga keikhlasan menjadi tuntutan utama sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh para ‘Ulama Islam.
Dengan ilmu, seseorang dapat beramal sholeh dengan mudah yang dapat dengan
mudah pula menghantarkannya menuju surga Allah SWT.
Wallahu a’lam bisshowab
24
25

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur-an al-Karim.
http://tahseeniat.com/2018/11/23/hadis-tentang-menuntut-ilmu/
http://rohmahsyaidatur.blogspot.com/2015/11/kewajiban-belajar-mengajar.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/yrsholihin.wordpress.com/2015/08/22/18-negara-
bebas-hutang-penghapusan-hutang/amp/
Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ash’ath al-Sijistany al-Azdy. Sunan Abu Dawud.
Beirut: Dar Ibn Hazm, 1418 H / 1997 M.
al-‘Asqalany,Ahmad bin 'Aly bin Hajar. Taqrib al-Tahdhib. Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1415 H /1994 M.
al-‘Ikry, Abu al-Falah ‘Abd al-Hayyi bin Ahmad bin Muhammad. Shadhara>t al-
Dhahab fi Akhbar man Dhahab. Beirut: Dar Ibn Kathir, 1408 H / 1988 M.
al-Bukhary, Muhammad bin Isma’il. Sahih al-Jami’. Kairo: Maktabah al-Salafiyyah,
1400 H.
Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset, 1993.
Ibn Majah, Abu ‘Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Qazwiny. Sunan Ibn Majah.
Riyad: Maktabah al-Ma’arif, T.Th.
________, Sunan Ibn Majah.Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th.
Langgulung, Hasan. Asas-asa Pendidikan Islam.Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21.
Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003.
al-Mizzy, Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf (654-742 H). Tahzib al-Kamal fi Asma’
al-Rijal. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413 H / 1992 H.
al-Nawawiy, Yahya bin Sharaf. al-Minhaj Sharh Shahih Muslim bin al-Hajjaj. Kaoro:
Matba’ah al-Misriyyah, 1349 H / 1930 M.
al-Qardawy, Yusuf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. terj. Abad
Badruzzaman. Yogya karta:Tiara Wacana, 2001.
al-Qushairy, Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Naisabuty. Sahih Muslim. Kairo: Dar
26

al-Hadith, 1412 H / 1991 M.


Suharsono. Melejitkan IQ, IE & IS. Jakarta: Insani Press, 2001.
al-Tirmidhy, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa. Sunan al-Tirmidhy. Riyad: Maktabat al-
Ma’arif, T.Th.
Wensink, A. J. al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-faz al-Hadith al-Nabawiy. Leiden: E. J.
Brill, 1967.
[1] Hasan Langgulung, Asas-asa Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1987), h. 3
[2] Al-Qur-an 9 (al-Taubah) : 122.
[3] Muh}ammad bin Yazid al-Qazwiny Ibn Majah, Sunan Ibn Ma>jah, vol. 1
(Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), 81.
[4] A. J. Wensink, al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-faz al-Hadith al-Nabawiy, vol. 2
(Leiden: E. J. Brill, 1967), 506.
[5] Ibid., vol. 6, 147.
[6] Muh}ammad bin Isma’il al-Bukhary, Sahih al-Jami’, vol. 1 (Kairo: Maktabah al-
Salafiyyah, 1400 H), 41
[7] Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qushaity al-Naisabuty, Sahih Muslim, vol. 4
(Kairo: Dar al-Hadith, 1412 H / 1991 M), 2074.
[8] Sulaiman bin al-Ash’ath al-Sijistany al-Azdy, Sunan Abu Dawud, vol. 4 (Beirut:
Dar Ibn Hazm, 1418 H / 1997 M), 4

Anda mungkin juga menyukai