Pelayanan Resiko tinggi adalah pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks
untuk pengobatan penyakit yang mengancap jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat yang beresiko tinggi
Triase adalah sistem seleksi pasien untuk pengelompokkan korban dalam menentukan
tingkat kegawatan serta prioritas dan kecepatan penanganan serta pemindahan.
Bencana adalah Peristiwa / rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian, harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum, serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pembangunan
nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan
Kecelakaan.
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulkna cidera (fisik, mental, sosial).
Cidera.
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup panduan ini adalah, pelayanan pasien risiko tinggi pada layanan :
1. Emergensi di IGD
2. Pasien gangguan jiwa di pelayanan Intensif Psikiatri
3. Pasien dengan Resusitasi
4. Pasien lansia di unit Pelayanan Psikogeriatri
5. Pasien anak di unit pelayanan Psikiatri anak
6. Pasien penurunan daya tahan tubuh di unit pelayanan HIV-AIDs
7. Pasien penyakit menular di ruang isolasi
8. Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma di ruang
ICU
9. Pelayanan penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk darah
BAB III
TATA LAKSANA
TRANSPORTASI PASIEN.
Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan gawat darurat.
Melalui transportasi kita dapat membantu penanganan penderita gawat darurat. Dalam
memberikan pelayanan transpotasi kepada penderita gawat darurat, perlu diperhatikan
beberapa petujuk dibawah ini :
1. Persiapan alat
a. Ambulans
b. Kursi roda.
c. Brankard.
d. Alat – alat penunjang hidup yang diperlukan.
2. Cara kerja
a. Ketempat pemeriksaan x – ray, diantar minimal 1 orang perawat.
b. Ke ruang perawatan, diantar minimal oleh 1 orang perawat.
c. Ke ICU / Kamar Bedah. Bila ada masalah ABC (gangguan jalan nafas dan sirkulasi),
pasien diantar minimal 2 orang petugas termasuk dokter dan ventilasi harus tetap
diperthankan dalam perjalanan.
d. Ke Rumah Sakit lain :
– Bila tidak ada masalah ABC, pasien boleh tidak diantar petugas dan membawa surat
rujukan.
– Bila ada masalah ABC, pasien harus diantar 1 orang perawat dengan membawa
surat rujukan dan memakai ambulans.
e. PELAYANAN FALSE EMERGENCY.
Pasien tidak akut dan gawat adalah pasien yang mengalami sakit lama, tidak mengan-
cam nyawa (false emergency). Langkah – langkah dalam memberikan pelayanan false
emergency adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan diberikan terlebih dahulu kepada pasien yang mengalami penyakit akut
dan gawat ”True Emergency” bukan berdasarkan urutan kedatangan pasien.
2. Kasus-kasus yang tidak tergolong akut dan gawat ”False Emergency” akan mendap-
atkan pelayanan setelah kasus gawat darurat terlayani.
3. Pada jam kerja (07.00-14.00) setiap hari Senin – Jumat, kasus-kasus
false emergency akan dialihkan ke poliklinik, atau
4. Dokter poliklinik dimintakan bantuannya untuk melayani pasien false emergency di
IGD bila Dokter IGD sedang menangani pasien true emergency.
B. Pelayanan Resusitasi
1. Pasien datang ke UGD atau rujukan Poli Rawat Jalan
2. Pemberikan informasi kepada keluarga pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan
3. Atur posisi pasien ditempat datar atau alas keras
4. Mengecek kesadaran pasien dengan cara memanggil nama, menanyakan keadaan,
menggoyangkan bahu/ mencubit pasien
5. Jika pasien tidak sadar maka aktifkan SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu)
6. Buka jalan nafas dan bersihkan dari sumbatan
7. Menilai pernafasan dengan cara melihat pergerakan dada/ perut, mendengar suara
keluar masuknya udara dari hidung dan merasakan adanya udara dari mulut/ hidung
8. Jika pasien tidak bernafas berikan nafas buatan sebanyak 2x secara perlahan
9. Periksa denyut janung dengan cara merab nadi carotis, jika nadi carotis teraba
cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali selama 1 menit
10. Jika nadi carotis tidak teraba segera lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi
jantung dengan perbandingan 30:2 (30 pijat jantung, 2 nafas buatan) dengan
kecepatan 100-120x/menit selama 5-7 siklus
11. Cek nadi carotis tiap 2 menit dan cek pernafasan setiap 5 siklus
12. Jika nafas tetap belum ada lanjutkan lagi dengan kompresi
13. Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran:
4. Pasien anak :
a. Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa kondisi anak berbeda dengan
dewasa, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya, misalnya pengobatan
dengan menggunakan dosis anak, dan lain-lain.
b. Anak sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses
pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang pelayanannya. Jadi
pasien anak termasuk pasien yang belum kompeten sehingga membutuhkan wali
sah, terutama dalam mebuat keputusan persetujuan atau penolakan tindakan
medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate (DNR).
c. Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya juga dibedakan dengan
resusitasi pada pasien dewasa. Termasuk penggunaan alat banuan hidup,
disesuaikan dengan kebutuhan pasien anak.
d. Ruang perawatan pasien anak dibedakan dengan ruang perawatan pasien dewasa.
e. Pada pasien anak harusn menggunakan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
f. Pemantauan pasien anak dibedakan dengan pasien dewasa.
g. Penggunaan side rails dianggap berisiko, terutama untuk pasien geriatri dan
disorientasi. Pasien geriatri yang rentan berisiko terjebak diantara kasur dan side
rails.
Pasien disorientasi dapat menganggap side rails sebagai penghalang untuk dipanjati
dan dapat bergerak keujung tempat tidur. Saat pasien berusaha turun dari tempat
tidur dengan menggunakan segala cara, pasien berisiko terjebak, tersangkut, atau
jatu dari tempat tidur dengan kemungkinan mengalami cidera yang lebih berat
diandingkan tanpa menggunakan side rails.
Namun, jika pasien seara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur, peggunaan side
rails bukan merupakan restrain karena penggunaan side rails tidak berdampak pada
kebebasan pasie.
h. Pemantauan pasien usia lanjut dibedakan dengan pasien dewasa, karena secara
fisiologis sudah mengalami perubahan.
8. Pasien Koma :
a. Menentukan pasien dengan kondisi koma, sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter
yang kompeten (2 orang diantaranya adalah 1 dokter spesialis
anestesiologi/intensifis dan dokter spesialis syaraf.
b. Pasien koma termasuk pasien yang tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak
mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang
pelayanannya. Jadi pasien koma membutuhkan wali sah, terutama dalam membuat
keputusan persetujuan atau penolakan tindakan medis/operasi, termasuk tindakan
do not resuscitate (DNR) kecuali jika ada keputusan dini tentang DNR,
c. Ruang perawatan pasien koma disesuaikan dengan kondisi pasien.
d. Penggunaaan side rails bukan merupakan restrain karena penggunaaan side rails
tidak berdampak pada kebebasan bergerak pasien.
e. Pada pasien koma, membutuhkan asuhan keperawatan dasar yang tergantung pada
bantuan perawat atau keluarga pasien.
f. Kualifikasi dan kemampuan untuk dokter dan perawat yaitu tersertifikasi Cardian Life
Support, Trauma Life dan Critical Care.
10. Pasien dengan imunosupresi HIV disertai Infeksi oportunisitik dan atau wasting
syndrome
a. Berdasarkan hasil pengkajian dapat diidentifikasi pasien dengan penyakit HIV
disertai infeksi oportunistik dan atau wasting syndrome
b. Jika diperlukan maka perlu pemeriksaan penunjang saat pengkajian ulang untuk
menunjang penegakkan diagnosis.
c. Ruang perawatan pasien dengan imunosupressi HIV disertai infeksi oportunistik dan
atau wasting syndrome ditempatkan di ruang khusus
d. Jika rumah sakit tidak mempunyai fasilitas dan sarana untuk perawatan pasien
infeksi oportunistik khusus maka dirujuk ke rumah sakit rujukan.
e. Dokter atau perawat harus mempunyai keilmuan dam keterampilan tentang penyakit
imunosupressi HIV disertai Infeksi oportunistikdan atau wasting syndrome terutama
dalam hal cara penularan, penatalaksanaan, pencatatan dan pelaporan, dan lain-lain.
BAB IV
DOKUMENTASI