Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

RS. Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR


Jl. Dr. Sumeru No.114 Bogor 16111 PO BOX 178, Telp/Fax. (0251) 8324025 –
8324026, E-mail : rsmm_bgr@gmail.com
BAB I
DEFINISI

Pelayanan Resiko tinggi adalah pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks
untuk pengobatan penyakit yang mengancap jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi yang
membahayakan pasien atau efek toksik dari obat yang beresiko tinggi

Pasien Resiko tinggi adalah:


1. Pasien usia anak-anak
2. Pasien Usia Lanjut
3. Pasien Cacat
4. Pasien dengan Resiko disiksa
5. Pasien dengan transfusi darah
6. Pasien Hemodialisa
7. Pasien dengan indikasi masuk ICU
8. Pasien dengan penyakit menular atau infeksi
9. Pasien emergensi
10. Pasien dengan restrain
11. Pasien dengan immunosuppresed
12. Pasien dengan resiko bunuh diri
13. Pasien dengan perilaku kekerasan

Yang termasuk pelayanan resiko tinggi adalah :


1. Kasus Emergensi
2. Kasus resusitasi
3. Penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk darah
4. Penggunaan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma
5. Perawatan penyakit menular
6. Perawatan pasien dengan penurunan daya tahan tubuh
7. Restrain
8. Perawatan pasien Lansia
9. Perawatan pasien Anak
10. Pasien cacat
11. Populasi yang beresiko disiksa
12. Perawatan intensif psikiatri

Triase adalah sistem seleksi pasien untuk pengelompokkan korban dalam menentukan
tingkat kegawatan serta prioritas dan kecepatan penanganan serta pemindahan.

Bencana adalah Peristiwa / rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian, harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum, serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pembangunan
nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan

Kecelakaan.
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulkna cidera (fisik, mental, sosial).

Cidera.
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan ini adalah, pelayanan pasien risiko tinggi pada layanan :
1. Emergensi di IGD
2. Pasien gangguan jiwa di pelayanan Intensif Psikiatri
3. Pasien dengan Resusitasi
4. Pasien lansia di unit Pelayanan Psikogeriatri
5. Pasien anak di unit pelayanan Psikiatri anak
6. Pasien penurunan daya tahan tubuh di unit pelayanan HIV-AIDs
7. Pasien penyakit menular di ruang isolasi
8. Pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma di ruang
ICU
9. Pelayanan penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk darah
BAB III
TATA LAKSANA

Prinsip - prinsip umum pelayanan terhadap pasien risiko tinggi :


1. Setiap pasien yang datang ke rumah sakit dilakukan pengkajian awal, yaitu
pengkajian yang dilakukan saat pasien datang ke rumah sakit.
2. Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dalam proses pengkajian awal, maka
dapat diidentifikasikan pasien dengan risiko tinggi.
3. Melakukan analisis informasi dan data untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
kesehatan pasien dengan risiko tinggi.
4. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien risiko tinggi
yang telah diidentifikasi.
5. Pasien dengan risiko tinggi dilakukan pengkajian ulang, yaitu pengkajian yang
dilakukan pada pasien selama proses pelayanan pada interval tertentu berdasarkan
kebutuhan dan rencana pelayanan pasien tersebut.
6. Pelayanan pasien risiko tinggi dilakukan secara kolaboratif oleh dokter, perawat, dan
para pemberi asuhan yang lain.
7. Pertimbangan persetujuan khusus bila diperlakukan.
Persetujuan khusus, misalnya pesetujuan tindakan medis yang diserahkan kepada
wali sah atau keluarga pasien karena pasien tidak kompeten.
8. Pesyaratan pemantauan pasien.
Pasien yang risiko tinggi membutuhkan pemantauan atau monitoring yang lebih
spesifik dibandingkan pasien pada umumnya.
9. Kualifikasi dan kemampuan yang khusus untuk staf yang terlibat dalam proses.
Staf yang memberikan pelayanan untuk pasien-pasien risiko tinggi harus memiliki
kualifikasi dan kemampuan tertentu. Misalnya untuk penanganan kegawatdaruratan,
dokter harus tersertifikasi ATLS, ACLS dan Kegawatdaruratan Psikiatri.
10. Keberadaan dan penggunaan peralatan khusus. Misalnya untuk aplikasi restrain fisik
digunakan tali khusus yang minimal menimbulkan cidera.
11. Dokumentasi untuk pengkajian awal di lembar pengkajian, sedangkan pengkajian
ulang dicatat pada catatan perkembangan pasien terintegrasi.
A. Pelayanan Emergensi
1. Pelayanan Triase
Pasien diseleksi berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya dengan kategori :
a. Pasien gawat darurat (kasus Prioritas 1 (P1)).
Pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya serta anggota badannya (akan menjadi cacat) bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Pasien gawat tidak darurat (prioritas 2 (P2)).
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya penyakit kanker stadium lanjut.
c. Pasien darurat tidak gawat (prioritas 2 (P2)).
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba, tetapi tidak mengancam nyawa
dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.
d. Pasien tidak gawat tidak darurat (Prioritas 3 (P3)).
Misalnya pasien dengan ulcus tropium, TBC kulit, dll.
e. Prioritas 0 (P0): Pasien yang datang dalam keadaan sudah meninggal dunia
(death on arrival)

Setelah mendapatkan informasi pasien diklasifikasikan sesuai keadaannya


berdasarkan warna:
Merah : membutuhkan stabilisasi, misalnya Syok oleh berbagai kausa, Gangguan
pernafasan, trauma kepala dengan pupil anisokor, perdarahan eksternal masif,
gangguan jantung yang mengacam, luka bakar >50% atau luka bakar di daerah
terbakar. Semua pasien tersebut diatas disalurkan ke ruang resusitasi.
Kuning : memerlukan pengawasan ketat tetapi perawatan dapat ditunda sementara,
misalnya : Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen berat), fraktur multiple, fraktur femur / pelvis, luka bakar luas, gangguan
kesadaran / trauma kepala, korban dengan status tidak jelas. Semua pasien tersebut
diatas disalurkan ke ruang tindakan bedah.
Hijau : tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda,
misalnya : fraktur minor, luka minor, luka bakar minor, atau tanpa luka, pasien den-
gan kecelakaan disalurkan ke ruang tindakan bedah.
Hitam : Korban yang telah meninggal dunia. Pasien yang meninggal dunia dis-
alurkan ke kamar jenazah
2. Pengkajian yang dilakukan merupakan pengkajian gawat darurat.
3. Rencana tindakan perawatan pasien disesuaikan dengan tingkat kondisi
kegawatdaruratan pasien.
a. Tindakan resusitasi menyesuaikan apakah pasien dewasa, anak-anak atau
neonatus.
b. Ruang perawatan pasien disesuaikan dengan kondisi kegawatan pasien, apakah
pasien membutuhkan ruang perawatan intensif pasca resusitasi atau ruang
perawatan biasa.
c. Penggunaan dan pemilihan alat bantuan hidup dasar disesuaikan dengan
kondisi pasien.
d. Penggunaaan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
e. Pemantauan pasien dengan kegawatan disesuaikan dengan kondisi pasien,
yang tentunya membutuhkan proses pemantauan yang lebih intensife dengan
memperhatikan kegawatannya.
f. Kualifikasi dan kemampuan untuk dokter dan perawat yaitu tersertifikasi Cardiac
Life Support, Trauma Life Support dan Critical Care.
4. Pasien/keluarga datang ketempat penerimaan gawat darurat. Tempat pendaftaran
pasien sebelum jam 07.00-14.00 di tempst pendaftaran pasien (TPP), sedangkan
jam 14.00-07.00 pendaftaran pasien di IGD. Pasien ditolong terlebih dulu, baru
kemudian dilakukan penyelesaian administrasinya
5. Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada beberapa kemungkinan dari setiap
pasien :
a. Pasien boleh langsung pulang setelah diberikan edukasi.
b. Pasien dirujuk/dikirm ke rumah sakit lain
c. Pasien harus dirawat :
1) Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat
dapat langsung dibawa ke ruangan perawatan sambil menunggu tempat
tidur kosong dari ruang perawatan.
2) Jika pasien sudah sadar dan dapat diwawancarai, Petugas pendaftaran
mendatangi pasien/keluarga untuk mendapatkan identitas selengkapnya.
3) Bagian pendaftaran mengecek data identitas kebagian rekam medis untuk
mengetahui apakah pasien pernah dirawat/berobat ke rumah sakit.
4) Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera
dikirim ke ruang perawatan yang bersangkutan dan tetap memakai nomor
yang dimilikinya.
5) Bagi pasien yang pernah dirawat/berobat ke rumah sakit maka diberikan
nomor rekam medis.
6) Petugas pendaftaran harus selalu memberitahukan ruang perawatan se-
mentara mengenai situasi tempat tidur di ruang perawatan
.
SISTEM KOMUNIKASI.
Komunikasi sangat berperan penting dalam penaggulangan penderita gawat darurat ”time
saving is life limb saving”. Selain itu kondisi kegawat daruratan yang mungkin terjadi sehari –
hari atau bencana tertentu dapat menimbulkan korban individu atau korban massal.
Komunikasi sebagai subsitem penunjang penaggulangan penderita gawat darurat perlu un-
tuk menjamin kelancaran dan kecepatan. Komunikasi Instalasi Gawat Darurat RS. …. siap
24 jam menggunakan sarana komunikasi intern dan extern.
– Intern dengan ext. xxx
– Extern dengan hotline xxxxxxxxx.

TRANSPORTASI PASIEN.
Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan gawat darurat.
Melalui transportasi kita dapat membantu penanganan penderita gawat darurat. Dalam
memberikan pelayanan transpotasi kepada penderita gawat darurat, perlu diperhatikan
beberapa petujuk dibawah ini :
1. Persiapan alat
    a. Ambulans
    b. Kursi roda.
    c. Brankard.
d. Alat – alat penunjang hidup yang diperlukan.

2. Cara kerja
a. Ketempat pemeriksaan x – ray, diantar minimal 1 orang perawat.
b. Ke ruang perawatan, diantar minimal oleh 1 orang perawat.
c. Ke ICU / Kamar Bedah. Bila ada masalah ABC (gangguan jalan nafas dan sirkulasi),
pasien diantar minimal 2 orang petugas termasuk dokter dan ventilasi harus tetap
diperthankan dalam perjalanan.
d. Ke Rumah Sakit lain :
– Bila tidak ada masalah ABC, pasien boleh tidak diantar petugas dan membawa surat
rujukan.
– Bila ada masalah ABC, pasien harus diantar 1 orang perawat dengan membawa
surat rujukan dan memakai ambulans.
e. PELAYANAN FALSE EMERGENCY.
Pasien tidak akut dan gawat adalah pasien yang mengalami sakit lama, tidak mengan-
cam nyawa (false emergency). Langkah – langkah dalam memberikan pelayanan false
emergency adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan diberikan terlebih dahulu kepada pasien yang mengalami penyakit akut
dan gawat ”True Emergency” bukan berdasarkan urutan kedatangan pasien.
2. Kasus-kasus yang tidak tergolong akut dan gawat ”False Emergency” akan mendap-
atkan pelayanan setelah kasus gawat darurat terlayani.
3. Pada jam kerja (07.00-14.00) setiap hari Senin – Jumat, kasus-kasus
false emergency akan dialihkan ke poliklinik, atau
4. Dokter poliklinik dimintakan bantuannya untuk melayani pasien false emergency di
IGD bila Dokter IGD sedang menangani pasien true emergency.

PELAYANAN VISUM ET REPERTUM.


Visum Et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atau permintaan ter-
tulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat / diperiksa berdasarkan keil-
muan dan sumpah dokter untuk kepentingan peradilan.
Langkah – langkah dalam memberikan pelayanan visum et repertum
adalah sebagai berikut :
1. Penyidik (Polisi) membawa Surat Permintaan tertulis dari pihak yang berwajib (Ke-
polisian) untuk pembuatan Visum Et Repertum.
2. Identifikasi identitas pasien, apakah sesuai dengan subyek pada permintaan Visum
Et Repertum.
3. Dokter membuat Visum Et Repertum secara objektif berdasarkan pemeriksaan saat
ini atau dari catatan pada Rekam Medik jika kejadiaannya sudah lampau.
4. Visum Et Repertum diserahkan kepada penyidik (Polisi) yang memintanya. Pasien
atau keluarga pasien tidak berhak meminta atau melihatnya.

Pelayanan DOA (Death on arrival).


DOA (Death on arrival) merupakan kejadian kematian pada saat pasien sampai di IGD.
Pasien yang datang dalam keadaan DOA langsung disalurkan / ditempatkan di kamar
jenazah.
Syarat pengambilan jenazah :
1. Pengambil jenazah menyerahkan foto copy bukti diri yang syah kepada petugas.
2. Pengambil jenazah menyerahkan Surat Pengambilan Jenazah kepada petugas

B. Pelayanan Resusitasi
1. Pasien datang ke UGD atau rujukan Poli Rawat Jalan
2. Pemberikan informasi kepada keluarga pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan
3. Atur posisi pasien ditempat datar atau alas keras
4. Mengecek kesadaran pasien dengan cara memanggil nama, menanyakan keadaan,
menggoyangkan bahu/ mencubit pasien
5. Jika pasien tidak sadar maka aktifkan SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu)
6. Buka jalan nafas dan bersihkan dari sumbatan
7. Menilai pernafasan dengan cara melihat pergerakan dada/ perut, mendengar suara
keluar masuknya udara dari hidung dan merasakan adanya udara dari mulut/ hidung
8. Jika pasien tidak bernafas berikan nafas buatan sebanyak 2x secara perlahan
9. Periksa denyut janung dengan cara merab nadi carotis, jika nadi carotis teraba
cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali selama 1 menit
10. Jika nadi carotis tidak teraba segera lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi
jantung dengan perbandingan 30:2 (30 pijat jantung, 2 nafas buatan) dengan
kecepatan 100-120x/menit selama 5-7 siklus
11. Cek nadi carotis tiap 2 menit dan cek pernafasan setiap 5 siklus
12. Jika nafas tetap belum ada lanjutkan lagi dengan kompresi
13. Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis

Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran:

1. Pasien Rawat Jalan


2. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat
periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
3. Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk dilakukan
pemeriksaan sampai selesai.
4. Pasien Rawat Inap
5. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat.
6. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
7. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
8. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang ditunjuk
dan dipercaya.
9. Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat:
10. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik
rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan
kecacatan yang disandang sampai proses selesai dilakukan.
11. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak
lain yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
12. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat
menggunakan bel tersebut.
13. Perawat memasangdan memastikan pengaman tempat tidup pasien.
14. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak
15. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangan
tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
16. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan
dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
17. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
18. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi bukan
kepada keluarga yang lain.
19. Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan,
napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga):
20. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
21. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor
perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar
perawatan dengan pasien beresiko.
22. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
23. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
24. Daftar Kelompok Pasien berisiko adalah sebagai berikut:
25. Pasien dengan cacat fisik dan mental.
26. Pasien usia lanjut
27. Pasien bayi dan anak-anak.
28. Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
29. Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana
30. Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialisis, pasien khemotherapy, pasien
stroke.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :


2. Pasien Psikotik
a. Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa pasien dalam kondisi
Psikotik memerlukan pendekatan yang berbeda dari pasien yang tidak psikotik
b. Pasien dengan kondisi Psikotik seringkali tidak memahami proses pelayanan
dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang pelayanannya, sehingga
memerlukan penanggungjawab pelayanan seperti anggota keluarga ataupun
wali yang sah.
c. Dalam hal pasien gelandangan psikotik yang memerlukan perawatan akan
diatur dengan ketentuan penanggungjawab selama perawatan sesuai dengan
aturan yang berlaku.
d. Dalam keadaan gaduh gelisah pasien psikotik memerlukan aplikasi tindakan
isolasi ataupun restrain. (lihat no.8)
e. Ruangan perawatan pasien disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
f. Diperlukan pemantauan ketat sesuai kebutuhan pasien.

3. Pasien dengan Risiko Bunuh Diri


a. Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa pasien dalam kondisi
tertekan atau Psikotik.
b. Pendekatan pada pasien dengan kondisi Psikotik sesuai dengan no.1 diatas.
Sedangkan pasien dengan kondisi tertekan memerlukan intervensi krisis segera,
dan dirujuk ke krisis centre.
c. Pasien dengan risiko bunuh diri memerlukan pemantauan ketat sesuai dengan
kebutuhannya.

4. Pasien anak :
a. Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa kondisi anak berbeda dengan
dewasa, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya, misalnya pengobatan
dengan menggunakan dosis anak, dan lain-lain.
b. Anak sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses
pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang pelayanannya. Jadi
pasien anak termasuk pasien yang belum kompeten sehingga membutuhkan wali
sah, terutama dalam mebuat keputusan persetujuan atau penolakan tindakan
medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate (DNR).
c. Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya juga dibedakan dengan
resusitasi pada pasien dewasa. Termasuk penggunaan alat banuan hidup,
disesuaikan dengan kebutuhan pasien anak.
d. Ruang perawatan pasien anak dibedakan dengan ruang perawatan pasien dewasa.
e. Pada pasien anak harusn menggunakan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
f. Pemantauan pasien anak dibedakan dengan pasien dewasa.

5. Pasien berusia lanjut (lansia) :


a. Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa usia lanjut berbeda dengan
dewasa, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya, misalnya pemilihan obat
harus lebih hati-hati karena usia lanjut mengalami penurunan fungsi hati dan ginjal.
b. Pada umumnya pasien usia lanjut mengalami hambatan komunikasi sehingga
dibutuhakan keluarga pasien untuk mendampingi pasien tersebut, mislnya :
c. penyampaian edukasi, membuat keputusan persetujuan atau penolakan tindakan
medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate (DNR).
d. Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya juga dibedakan dengan
resusitasi pada passien dewasa. Termasuk penggunaan alata bantu hidup,
disesuaikan dengan kebutuhan pasien usia lanjut.
e. Ruang perawatan pasien usia lanjut di RSMM sama dengan ruang perawatan pasien
dewasa.
f. Penggunaan alat bantu khusus, misalnya kursi roda atau yang lainya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.

g. Penggunaan side rails dianggap berisiko, terutama untuk pasien geriatri dan
disorientasi. Pasien geriatri yang rentan berisiko terjebak diantara kasur dan side
rails.
Pasien disorientasi dapat menganggap side rails sebagai penghalang untuk dipanjati
dan dapat bergerak keujung tempat tidur. Saat pasien berusaha turun dari tempat
tidur dengan menggunakan segala cara, pasien berisiko terjebak, tersangkut, atau
jatu dari tempat tidur dengan kemungkinan mengalami cidera yang lebih berat
diandingkan tanpa menggunakan side rails.
Namun, jika pasien seara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur, peggunaan side
rails bukan merupakan restrain karena penggunaan side rails tidak berdampak pada
kebebasan pasie.
h. Pemantauan pasien usia lanjut dibedakan dengan pasien dewasa, karena secara
fisiologis sudah mengalami perubahan.

6. Pasien cacat fisik :


a. Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa kondisi cacat fisik berbeda
dengan pasien tidak cacat fisik, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya .
b. Pada umumnya pasien cacat fisik mengalami hambatan komunikasi sehingga
dibutuhkan penggunaan bahasa isyarat dan keluarga pasien untuk mendampingi
pasien tersebut. Misalnya : penyampaian edukasi, membuat keputusan persetujuan
atau penolakan tindakan medis/operasi, termasuk tindakan Do Not Resuscitate
(DNR).
c. Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya harus memperhatikan
kondisi cacat fisik pasien tersebut. Termasuk penggunaan alat bantuan hidup, jika
diperlukan.
d. Ruang perawatan pasien disesuaikan apakah pasien anak atau pasien dewasa/usia
lanjut.
e. Pengguaan alat bantuan khusus, misalnya kursi roda, atau yang lainnya disesuaikan
dengan kondisi pasien.
f. Pada pasien cacat fisik harus menggunakan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
g. Pemantauan pasien cacat fisik harus memperhatikan kondisi cacat fisik tersebut.

7. Pasien Gawat Darurat :


6. Pengkajian yang dilakukan merupakan pengkajian gawat darurat.
7. Pada umumnya hambatan pelayanan pada kondisi gawat darurat adalah tidak adanya
keluarga sedangkan pasien membutuhkan tindakan emergensi segera.
8. Tindakan resusitasi menyesuaikan apakah pasien dewasa, anak-anak atau neonatus.
9. Ruang perawatan pasien disesuaikan dengan kondisi kegawatan pasien, apakah
pasien membutuhkan ruang perawatan intensif pasca resusitasi atau ruang
perawatan biasa.
10. Penggunaan dan pemilihan alat bantuan hidup dasar disesuaikan dengan kondisi
pasien.
11. Penggunaaan bedrails untuk mencegah risiko jatuh.
12. Pemantauan pasien dengan kegawatan disesuaikan dengan kondisi pasien, yang
tentunya membutuhkan proses pemantauan yang lebih intensife dengan
memperhatikan kegawatannya.
13. Kualifikasi dan kemampuan untuk dokter dan perawat yaitu tersertifikasi Cardiac Life
Support, Trauma Life Support dan Critical Care.

8. Pasien Koma :
a. Menentukan pasien dengan kondisi koma, sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter
yang kompeten (2 orang diantaranya adalah 1 dokter spesialis
anestesiologi/intensifis dan dokter spesialis syaraf.
b. Pasien koma termasuk pasien yang tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak
mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang
pelayanannya. Jadi pasien koma membutuhkan wali sah, terutama dalam membuat
keputusan persetujuan atau penolakan tindakan medis/operasi, termasuk tindakan
do not resuscitate (DNR) kecuali jika ada keputusan dini tentang DNR,
c. Ruang perawatan pasien koma disesuaikan dengan kondisi pasien.
d. Penggunaaan side rails bukan merupakan restrain karena penggunaaan side rails
tidak berdampak pada kebebasan bergerak pasien.
e. Pada pasien koma, membutuhkan asuhan keperawatan dasar yang tergantung pada
bantuan perawat atau keluarga pasien.
f. Kualifikasi dan kemampuan untuk dokter dan perawat yaitu tersertifikasi Cardian Life
Support, Trauma Life dan Critical Care.

9. Pasien dengan penyakit infeksi


a. Berdasarkan hasil pengkajian dapat diidentifikasi pasien dengan penyakit infeksi baik
penularan droplet, airbone, kontak
b. Jika diperlukan maka perlu pemeriksaan penunjang saat pengkajian ulang untuk
menunjang penegakkan diagnosis.
c. Ruang perawatan pasien dengan penyakit infeksi atau menular ditempatkan di
ruang khusus atau isolasi sesuai penyakit infeksi
d. Tentang Isolasi untuk ditambahkan ……
e. Jika rumah sakit tidak mempunyai fasilitas dan sarana untuk perawatan pasien
infeksi atau menular khusus maka dirujuk ke rumah sakit rujukan.
f. Dokter atau perawat harus mempunyai keilmuan dam keterampilan tentang penyakit
infeksi atau menular terutama dalam hal cara penularan, penatalaksanaan,
pencatatan dan pelaporan, dan lain-lain.

10. Pasien dengan imunosupresi HIV disertai Infeksi oportunisitik dan atau wasting
syndrome
a. Berdasarkan hasil pengkajian dapat diidentifikasi pasien dengan penyakit HIV
disertai infeksi oportunistik dan atau wasting syndrome
b. Jika diperlukan maka perlu pemeriksaan penunjang saat pengkajian ulang untuk
menunjang penegakkan diagnosis.
c. Ruang perawatan pasien dengan imunosupressi HIV disertai infeksi oportunistik dan
atau wasting syndrome ditempatkan di ruang khusus
d. Jika rumah sakit tidak mempunyai fasilitas dan sarana untuk perawatan pasien
infeksi oportunistik khusus maka dirujuk ke rumah sakit rujukan.
e. Dokter atau perawat harus mempunyai keilmuan dam keterampilan tentang penyakit
imunosupressi HIV disertai Infeksi oportunistikdan atau wasting syndrome terutama
dalam hal cara penularan, penatalaksanaan, pencatatan dan pelaporan, dan lain-lain.

11. Pasien yang mendapatkan transfusi darah.


a. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa pasien membutuhkan transfusi
darah.
b. Pemberian transfusi darah sesuai prosedur yang ada, terutama identifikasi pasien,
sehingga mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien, misalnya salah orang,
salah jenis transfusi dan lain-lain.
c. Perlunya pemantauan atau monitoring selama pemberian transfusi dan setelahnya
karen sering terjadinya reaksi transfusi.
d. Pemeriksaan hemoglobin post transfusi harus dilakukan untuk merencanakan
pelayanan selanjutnya.
e. Penatalaksanaan jika terjadi kesalahan transfusi maupun reaksi transfusi harus
dipahami oleh dokter dan perawat.
f. Formulir permintaan transfusi darah dan informed consent transfusi darah harus diisi
dengan lengkap, setelah memberikan penjelasan kepada pasien atau wali sah dan
keluarga pasien.
g. Petugas bank darah di rumah sakit harus mempunyai keilmuan dn keterampilan
khusus terkait bank darah.

11.Pasien dengan aplikasi restraint.


a. Dari hasil pengkajian dapat diidentifikasi pasien yang membutuhkan aplikasi
restraint.
b. Aplikasi restraint dipilih jika dengan intervensi alternatif tidak berhasil.
c. Indikasi dan pemilihan jenis restrain disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
d. Dibutuhkan informed consent aplikasi restrain dari pihak keluarga setelah diberikan
penjelasan.
e. Dilakukan pemantauan atau monitoring sesuai panduan yang berlaku.
f. Perawat yang mengaplikasikan restraint harus mempunyai keilmuan dan
keterampilan tentang aplikasi restraint.

12. Pasien dengan risiko kekerasan


a. Dari hasil pengkajian dapat diidentifikasi pasien dengan risiko kekerasan.
b. Kriteria kekerasan fisik di lingkungan rumah sakit terdiri atas : pelecehan seksual,
pemukulan, penelantaran, dan pemaksaan fisik terhadap pasien baik yang dilakukan
oleh penunggu dan pengunjung pasien maupun petugas.
C. Pelayanan pasien dengan risiko kekerasan dilaksanakan sesuai prosedur yang
berlaku.

13. Pasien Ibu Hamil


 Pengkajian dilakukan dengan memperhatikan bahwa pasien Ibu Hamil
berbeda dengan dewasa, termasuk dalam membuat rencana pelayanannya,
misalnya pemilihan obat harus lebih hati-hati karena pada Ibu Hamil harus
memperhatikan dampak pemberian obat pada janin yang dikandungnya.
 Pada umumnya pasien Ibu Hamil mengalami keterbatasan gerak sehingga
dibutuhkan keluarga pasien untuk mendampingi pasien tersebut.
 Jika dalam kondisi gawat darurat, tindakan resusitasinya juga dibedakan
dengan resusitasi pada passien dewasa. Termasuk penggunaan alat bantu
hidup, disesuaikan dengan kebutuhan pasien Ibu Hamil.
 Ruang perawatan pasien Ibu Hamil di RSMM berbeda dengan ruang
perawatan pasien dewasa.
 Penggunaan alat bantu khusus, misalnya kursi roda atau yang lainya
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
 Pemantauan pasien Ibu Hamil dibedakan dengan pasien dewasa, karena
secara fisiologi terjadi perubahan.

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Pengkajian awal didokumentasi di lembar pengkajian.


2. Pengkajian ulang didokumentasikan di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
(CPPT).
3. Untuk edukasi didokumentasikan dalam Formulir Edukasi Pasien dan Keluarga
Terintegrasi.
4. Informed Consent didokumentasikan di lembar Persetujuan atau Penolakan Tindakan
Kedokteran.
5. Untuk pemantauan atau monitoring pasien didokumentasikan di lembar observasi
pasien.
6. Aplikasi restraint didokumentasikan di lembar aplikasi restraint.
7. Jika ada tindakan DNR didokumentasikan di formulir instruksi DNR.
8. Transfer pasien didokumentasikan dalam lembar transfer pasien.
9. Kondisi yang memerlukan perhatian khusus ditulis pada kolom perhatian khusus di
cover Rekam Medik

Anda mungkin juga menyukai