Oleh
Pendamping:
IDENTITAS
Nama : Ny. D
Usia : 53 Tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Tapaktuan
Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu.
Nyeri seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Nyeri dirasakan saat tiduran
maupun berdiri. Demam(+). Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari namun
menyebar ke seluruh bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah
sore harinya. Os juga merasa demam, mual dan selalu memuntahkan apapun yang
dimakan. Sejak saat itu, os mengeluh nafsu makannya berkurang dan merasa lemas. Os
juga mengaku berat badannya menurun. Os mengalami keluar darah dari anus terutama
setelah BAB, terasa keluar benjolan yang bisa dimasukkan kembali ± sejak 2 tahun lalu.
Sekarang os merasa mual, merasa pusing, demam (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAK
normal.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, riwayat operasi
sebelumnya (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), gastritis (+), hemorroid (+).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat keganasan tidak ada.
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Psikososial :
Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien mengaku punya
kebiasaan malas makan dan sering telat makan. Pasien tidak suka makan sayur dan jarang
minum air putih.
Riwayat Menstruasi :
Pasien sudah menopause sejak ± 2-3 tahun lalu dan tidak mengalami keputihan.
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien dulunya memakai kontrasepsi pil KB namun karena dirasa tidak cocok, pasien
memakai kontrasepsi suntik 3 bulan. Sekarang pasien tidak memakai kontrasepsi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Tanda vital
Nadi : 84 x/menit
Napas : 23 x/menit
Suhu : 38,4o C
Status Generalisata
Hidung : Tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya secret, tidak tampak
adanya perdarahan/epistaksis.
Leher : Pembesaran KGB, pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB supraklavikula (-).
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal fremitus sama
simetris dekstra sinistra.
Jantung
Abdomen
Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Status Lokalis
Inspeksi
abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)
Auskultasi
Palpasi
Hemoglobin 12.0 12-16 g/µL
Supel, nyeri tekan right
Hematokrit 35.3 37-47 % lower quadran (+),
Eritrosit 4.47 4,2-5.4 10 /µL massa (-), rovsing sign
(+), psoas sign (+),
Leukosit 12.7 4.8-10.8 10 /µL obturator sign (+),
dunphy sign (+), nyeri
Trombosit 243 150-450 10 /µL tekan pada pinggang (-),
MCH
LYM % 7.7 29.1
26-36 27-31
% Pg
MXD %
MCHC 7.0 0-11
36.8 %
33-37 %
Glukosa Darah
GDP 73 70-110 Mg%
Fungsi hati
AST(SGOT) 24 15-37 U/L
ALT(SGPT) 25 12-78 U/L
Fungsi ginjal
Ureum 93.1 10-50 Mg%
Kreatinin 1.6 0.5-1.0 Mg%
Elektrolit
Natrium (Na) 136.9 135-148 mEq/L
Kalium (K) 3.11 3,50-5,30 mEq/L
Calcium ion 1.15 1,15-1,29 Mmol/L
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis marker
HbsAg Reaktif Non reaktif Index
Kimia Urin
pH 6.0 4.6 – 8
Mikroskopis
- Menyokong infiltrat apendik pecah dengan perforasi ditandai di daerah McBurney adanya
koleksi cairan dengan apendik yang tak tervisualisasi
- Adanya gambaran ileus lokal
- Ginjal bilateral : normal (besar, bentuk, posisi, parenkim, echocomplek, tidak tampak batu,
sistem pelvocalices, ureter proksimal)
- Vesica urinaria : normal (bentuk, posisi, dinding, tidak tampak batu/massa)
RESUME
Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu. Nyeri
seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari
namun menyebar ke seluruh bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah
sore harinya. Demam (+), mual muntah (+) nafsu makan berkurang (+) merasa lemas (+). Os
juga mengaku berat badannya menurun. Os mengalami keluar darah dari anus terutama setelah
BAB, terasa keluar benjolan yang bisa dimasukkan kembali ± sejak 2 tahun lalu. BAK t.a.k.
Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Nadi : 84 x/menit
Napas : 23 x/menit
Suhu : 38,4o C
Status Lokalis
Inspeksi
abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Supel, nyeri tekan right lower quadran (+), massa (-), rovsing sign (+), psoas sign (+), obturator
sign (+), dunphy sign (+), nyeri tekan pada pinggang (-), nyeri ketok CVA (+).
Diagnosis :
TINJAUAN PUSTAKA
B. FISIOLOGI APPENDIKS
Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa dengan fungsi yang tidak
diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks merupakan organ imunologi yang secara
aktif berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin, terutama imunoglobulin A. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama muncul pada appendiks sekitar
2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat pada usia pubertas, tetap
stabil untuk dekade berikutnya, kemudian mulai menurun dengan bertambahnya usia.
Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid yang tersisa dalam appendiks.3,4
C. DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut
abdomen yang paling sering.
D. EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS
Appendisitis akut adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden paling sering terjadi
pada usia dekade kedua sampai keempat, dengan usia rata-rata 31,3 tahun dan median 22
tahun. Frekuensi angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Rasio laki-laki : perempuan sekitar 1,2 - 1,3 : 1. Appendektomi adalah prosedur
bedah yang paling sering dilakukan (84%).3,4
E. ETIOLOGI APPENDISITIS
1. Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah hiperplasia limfoid, fecalith, benda asing, striktur
(tumor), dan parasit.1,4
2. Infeksi Bakteri3
Table 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute
Appendicitis
Aerobic and Facultative Anaerobic
Gram - negative bacilli Gram - negative bacilli
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species
Klebsiella species Fusobacterium species
F. PATOGENESIS APPENDISITIS3,4
- Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada appendisitis.
Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60% penyebab obstruksi (paling
sering pada remaja). Pada orang dewasa yang lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah
penyebab paling sering (35%).
- Tekanan intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks menyebabkan
sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dinding appendiks
menipis karena terjadi distensi dan terjadi obstruksi limfatik dan vena.
Obstruksi
Distensi appendiks
Tekanan intraluminal
Edema
H. DIAGNOSIS APPENDISITIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan evaluasi klinis, meskipun tes laboratorium dan
prosedur pencitraan dapat membantu.1,3
- Manifestasi Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan progresif, ketidaknyamanan midabdominal
persisten yang disebabkan oleh obstruksi dan distensi appendiks merangsang saraf aferen
visceral otonom (tingkat T8-T10). Kadang terjadi anorexia dan demam ringan
(<38,5°C). Distensi appendiks menyebabkan kongesti vena yang dapat menyebabkan
rangsangan gerak peristaltik usus, menyebabkan sensasi kram yang segera diikuti
dengan mual dan muntah. Gejala termasuk anoreksia (90%), mual dan muntah (70%),
dan diare (10%). Setelah peradangan meluas secara transmural ke peritoneum parietal,
serat-serat nyeri somatik dirangsang dan rasa sakit terlokalisasi di RLQ. Iritasi peritoneal
dikaitkan dengan nyeri pada gerakan, demam ringan, dan takikardi. Timbulnya gejala
biasanya kurang dari 24 jam untuk apendisitis akut.
Bila appendiks retrocecal atau di belakang ileum, maka dapat dipisahkan dari
peritoneum perut anterior dan tanda-tanda lokalisasi perut bisa tidak ada. Iritasi struktur
berdekatan dapat menyebabkan diare, frekuensi kencing, pyuria, atau hematuria
mikroskopis tergantung pada lokasi. Bila appendisitis terletak di panggul, mungkin
mensimulasikan gastroenteritis akut, dengan rasa sakit menyebar, mual, muntah, dan
diare. Diagnosis mungkin dicurigai jika pemeriksaan rektal digital menghasilkan rasa
sakit.
- Pemeriksaan Fisik
Assessing the patient's abdomen. Pemeriksaan dimulai dengan memeriksa perut pasien
di daerah lain dari tenderness yang dicurigai. Lokasi appendisitis adalah variabel.
Namun, biasanya ditemukan di tingkat vertebral S1, lateral linea tepat pada titik
McBurney (dua pertiga jarak dari umbilikus ke spina iliaka anterosuperior). Rovsing
sign mengindikasikan iritasi peritoneal. Tenderness kuadran-kanan-bawah langsung
dinilai. Tingkat ketahanan otot untuk palpasi sama dengan beratnya proses inflamasi.
Hyperesthesia cutaneous sering ada di atas regio tenderness maksimal. Iliopsoas
menyiratkan tanda appendisitis retrocecal. Sebuah appendisitis panggul dapat
menghasilkan tanda obturatorius positif.
Rectal Examination dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan tenderness lokal atau
massa peradangan di daerah pararectal. Hal ini paling berguna untuk presentasi atipikal
sugestif dari appendisitis panggul atau retrocecal.
Pada wanita, pemeriksaan panggul dilakukan untuk menilai tenderness gerak rahim dan
rasa sakit atau massa pada adnexal. Massa teraba di RLQ menunjukkan abses
periappendiceal atau phlegmon.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,5
- Evaluasi Laboratorium
Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari 10.000 sel / uL, dengan
dominasi sel polymorphonuclear (> 75%), membawa sensitivitas 77% dan spesifisitas
63% untuk appendisitis. Jumlah leukosit dan proporsi bentuk mature meningkat jika ada
perforasi appendiks. Pada orang dewasa yang lebih tua, jumlah leukosit dan diferensial
lebih sering normal daripada pada orang dewasa muda. Wanita hamil biasanya memiliki
jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000 hingga 20.000 selama proses
kehamilan.
Complete Blood Count (CBC)
• Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear (PMN) predominan
• Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm 3 pikirkan adanya perforasi dengan atau
tanpa abses
Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum diperoleh untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit yang disebabkan oleh dehidrasi
sekunder untuk muntah atau asupan oral yang buruk.
Urinalysis. Urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien appendisitis. Pyuria,
albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah bakteri yang banyak dapat dipikirkan
ISK sebagai penyebab sakit perut. Urine menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang
daya tinggi atau lebih dari 30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.
Hematuria yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.
• WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena
inflamasi appendiks
• Bakteriuria
Evaluasi Radiologi. Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat tanpa evaluasi
radiologis pada kasus yang kompleks.
X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah studi
menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x dilakukan pada pasien
dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan lain radiologis yang sugestif
termasuk sekum menggelembung dengan tingkat kecil-usus yang berdekatan udara-
cairan, kehilangan bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam lumen
apendiks. Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.
USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena penyebab lain
dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait dengan appendisitis akut
termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6 mm, kurangnya kompresibilitas luminal,
dan kehadiran sebuah appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki
sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit untuk didiagnosis
dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan kehadiran koleksi cairan loculated
periappendiceal atau panggul. Pada wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau
dikecualikan. Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis yang kompleks
atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum digunakan dalam diagnostik
radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam mendiagnosis appendisitis dengan
sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks
berdinding tebal dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,
appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan sinyal perforasi.
CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses periappendiceal dan
phlegmon.
MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-sectional untuk
menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada pasien hamil yang apendiks
tidak divisualisasikan.
Imaging
Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith
CT scan abdominal
(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix
(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi, insipissated stool,
overlying fat
(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum, appendix besar,
perforasi (appendix compressible).
Diagnostik Laparoskopi. Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi
wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis. Pada subkelompok ini,
sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi ginekologi primer. appendiks ini juga
bisa dihapus melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah
menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang diduga
appendisitis.
K. PENATALAKSANAAN1,3,4
- Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai output kemih cepat
dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction nasogastrik sangat membantu,
terutama pada pasien dengan peritonitis. Suhu yang tinggi ditatalaksana dengan
acetaminophen dan selimut pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada pasien
dengan suhu yang lebih tinggi dari 39°C.
- Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan komplikasi infeksi
pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen). Preoperative inisiasi lebih disukai,
meskipun beberapa menyarankan bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis akut,
cakupan biasanya terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan
appendisitis nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik dalam
apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3 sampai 5 hari.
- Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah appendektomy. Pasien
dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan harus dieksplorasi melalui insisi
garis tengah. Mortalitas setelah appendektomi tinggi pada pasien usia lanjut. Pada
kebanyakan pasien, irisan melintang memberikan penampilan terbaik kosmetik dan
memungkinkan kemudahan perpanjangan secara medial untuk eksposur yang lebih
besar. Lapisan otot transversus abdominis dan lapisan otot obliqus abdominis eksternal
dan internal dapat dibagi dalam arah seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal,
didapatkan cairan purulent untuk gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi,
taenia anterior dapat diikuti ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan
dari luka dan sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu. Jika
appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi), tersebut akan dihapus
dan diagnosis alternatif yang sesuai akan dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum
secara hati-hati diperiksa untuk perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum
Meckel), infeksi, iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn).
Bukti limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba diperiksa
untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau patologi lainnya. cairan
peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi kandung empedu.
- Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan terbuka. Hal ini
paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran pasien akan memerlukan
sayatan besar. Walaupun studi terbaru menunjukkan bahwa panjang pasca operasi
mungkin tinggal sedikit singkat sebagian besar pasien yang menjalani appendektomi
rutin dapat dengan aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama pasca operasi.
Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk memastikan ligasi
aman ujung appendiks.
- Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang memiliki abses
periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika gejala yang mereda dapat
diobati dengan antibiotik sistemik dan dipertimbangkan untuk drainase kateter perkutan,
diikuti oleh appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi ini berhasil di
lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien memiliki risiko 60%
terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun. Antibiotik sistemik yang diberikan
selama minimal 5 hari atau sampai pasien menyelesaikan afebrile dan leukositosis.
Sebuah studi baru-baru ini membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi)
dengan manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval) pada
pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok langsung-appendektomi
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan lebih lama tinggal di rumah sakit.
- Incidental Appendectomy
Insidental appendektomi adalah pengangkatan appendiks normal pada laparotomi untuk
kondisi lain. appendiks harus mudah diakses melalui sayatan perut ini, dan pasien harus
secara klinis cukup stabil untuk mentolerir waktu tambahan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan prosedur. Karena sebagian besar kasus appendisitis terjadi awal
kehidupan, manfaat appendektomi insidental berkurang secara substansial sekali orang
yang lebih tua dari 30 tahun. penyakit Crohn yang melibatkan sekum itu, radiasi
pengobatan hingga ke kekebalan, sekum, dan cangkok vaskular atau bioprostheses lain
merupakan kontraindikasi untuk appendektomi insidental karena peningkatan risiko
komplikasi infeksi atau kebocoran tunggul appendiks.
L. KOMPLIKASI APENDISITIS AKUT2,4
- Perforasi
Perforasi disertai dengan nyeri hebat dan demam. Hal ini biasa dalam waktu 12 jam
pertama dari appendisitis tetapi hadir dalam 50% pasien apendisitis lebih muda dari 10
tahun dan lebih tua dari 50 tahun. Konsekuensi akut perforasi termasuk demam,
takikardia, peritonitis umum, dan pembentukan abses. Pengobatan appendisitis, irigasi
peritoneal, dan antibiotik spektrum luas intravena selama beberapa hari. Selama
kehamilan, perforasi secara substansial meningkatkan risiko kematian ibu dari diabaikan
sampai 4%. Angka kematian janin naik dari 0% menjadi 1,5% pada appendisitis
uncompicated untuk 20% hingga 35% dalam pengaturan perforasi.
- Risiko Infeksi Luka Pascaoperasi
Resiko infeksi luka pascaoperasi dapat dikurangi dengan antibiotik intravena yang sesuai
diberikan sebelum sayatan kulit. Kejadian luka infeksi meningkat dari 3% pada kasus
apendisitis nonperforated menjadi 4,7% pada pasien dengan usus buntu yang berlubang
atau gangren. penutupan primer tidak dianjurkan dalam pengaturan perforasi (Bedah
2000; 127:136). luka infeksi dikelola dengan membuka, pengeringan, dan pengemasan
luka untuk memungkinkan penyembuha. Antibiotik intravena yang ditunjukkan untuk
selulitis atau sepsis sistemik.
- Intra-abdominal dan abses panggul
Abses Intra-abdominal dan panggul terjadi paling sering dengan perforasi apendiks.
Pascaoperasi abses intra-abdomen dan pelvis yang paling baik ditangani dengan drainase
dengan panduan CT-atau USG perkutan. Jika abses tidak bisa diakses atau resisten
terhadap drainase perkutan, drainase operasi diindikasikan. Terapi antibiotik dapat
menutupi tetapi tidak signifikan untuk mengobati atau mencegah abses.
- Komplikasi Lain
Pyelephlebitis adalah thrombosis septik vein portal disebabkan oleh Escherichia coli
dengan gejala klinis demam tinggi, sakit kuning, dan akhirnya abses hati. CT scan
menunjukkan thrombus dan gas di vena portal. perlakuan Prompt (operasi atau
percutaneous) dari infeksi primer sangat penting, bersama dengan antibiotik spektrum
luasintravena.
Fistula Enterocutaneous dari kebocoran pada penutupan ujung appendiks kadang-
kadang memerlukan penutupan bedah, tetapi sering menutup secara spontan.
Small-Bowel Obstruction. Obstruksi usus kecil adalah empat kali lebih umum setelah
pembedahan pada kasus apendisitis perforasi daripada di appendisitis tanpa komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Townsend, Courtney M. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. Saunders, An Imprint
of Elsevier.
2. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery : Pathofisiology and Management. New
York : Springer. Hal : 311-318
3. Brunicardi, F. Charles. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw-
Hill Companies, Inc. United States of America.
4. Stead, G. Latha. 2003. Firts Aid for the Surgery Clerkship. McGraw-Hill Companies, Inc.
United States of America.
5. Klingensmith, Mary E dkk. 2008. Washington Manual of Surgery, 5th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins.