Anda di halaman 1dari 25

Portofolio Medik Anak

Melengkapi Tugas Dokter Internsip


Wahana RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

Oleh

dr. Alyani Akramah Basar

Pendamping:

dr. Irnalita, MARS


dr. Cut Dewi Kartika

Program Internsip Dokter Indonesia Kementrian Kesehatan RI


Wahana Kabupaten Aceh Selatan
2018-2019
LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. D
Usia : 53 Tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Tapaktuan
Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2018

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri pada perut kanan bawah sejak 6 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu.
Nyeri seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Nyeri dirasakan saat tiduran
maupun berdiri. Demam(+). Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari namun
menyebar ke seluruh bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah
sore harinya. Os juga merasa demam, mual dan selalu memuntahkan apapun yang
dimakan. Sejak saat itu, os mengeluh nafsu makannya berkurang dan merasa lemas. Os
juga mengaku berat badannya menurun. Os mengalami keluar darah dari anus terutama
setelah BAB, terasa keluar benjolan yang bisa dimasukkan kembali ± sejak 2 tahun lalu.
Sekarang os merasa mual, merasa pusing, demam (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAK
normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, riwayat operasi
sebelumnya (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), gastritis (+), hemorroid (+).
Riwayat Penyakit Keluarga :

Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat keganasan tidak ada.

Riwayat Pengobatan :

Pasien mengaku belum pernah berobat.

Riwayat Psikososial :

Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien mengaku punya
kebiasaan malas makan dan sering telat makan. Pasien tidak suka makan sayur dan jarang
minum air putih.

Riwayat Menstruasi :

Pasien sudah menopause sejak ± 2-3 tahun lalu dan tidak mengalami keputihan.

Riwayat Kontrasepsi :

Pasien dulunya memakai kontrasepsi pil KB namun karena dirasa tidak cocok, pasien
memakai kontrasepsi suntik 3 bulan. Sekarang pasien tidak memakai kontrasepsi.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Napas : 23 x/menit

Suhu : 38,4o C
Status Generalisata

Kepala : Normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya secret, tidak tampak
adanya perdarahan/epistaksis.

Leher : Pembesaran KGB, pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB supraklavikula (-).

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi

Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal fremitus sama
simetris dekstra sinistra.

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi abdomen (-), luka bekas operasi (-)

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+), hepatomegali (-), spleenomegali (-)

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Status Lokalis

a/r right lower quadrant abdomen

Inspeksi

abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)

Auskultasi

Bising usus (+) 8


Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
kali/menit
Rujukan
Perkusi
HEMATOLOGI Timpani di seluruh
Hematologi Rutin lapang abdomen

Palpasi
Hemoglobin 12.0 12-16 g/µL
Supel, nyeri tekan right
Hematokrit 35.3 37-47 % lower quadran (+),
Eritrosit 4.47 4,2-5.4 10 /µL massa (-), rovsing sign
(+), psoas sign (+),
Leukosit 12.7 4.8-10.8 10 /µL obturator sign (+),
dunphy sign (+), nyeri
Trombosit 243 150-450 10 /µL tekan pada pinggang (-),

MCV 79.0 80-94 /L nyeri ketok CVA (+).


Differential

MCH
LYM % 7.7 29.1
26-36 27-31
% Pg

MXD %
MCHC 7.0 0-11
36.8 %
33-37 %

NEU % 84.4 40-70 %


RDW-SD 39.8 37-54 fL
Absolut
LYM # 0.98 1,00-1,43 10 /µL
PDW 11.5 9-14 fL
MXD # 0.89 0-1,2 10 /µL
NEU #
MPV 10.74 1,8-7,6
10.8 10 /µL
8-12 fL
KIMIA KLINIK

Glukosa Darah
GDP 73 70-110 Mg%
Fungsi hati
AST(SGOT) 24 15-37 U/L
ALT(SGPT) 25 12-78 U/L
Fungsi ginjal
Ureum 93.1 10-50 Mg%
Kreatinin 1.6 0.5-1.0 Mg%
Elektrolit
Natrium (Na) 136.9 135-148 mEq/L
Kalium (K) 3.11 3,50-5,30 mEq/L
Calcium ion 1.15 1,15-1,29 Mmol/L
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis marker
HbsAg Reaktif Non reaktif Index

Kimia Urin

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jrnih Jernih

Berat jenis 1.015 1.013 – 1.030

pH 6.0 4.6 – 8

Nitrit Negative Negative mg/dL

Protein urin 75/2+ Negative mg/dL

Glukosa Normal Negatif UE


(Reduksi)

Keton 50/3+ Negative Negative

Urobilinogen Normal Normal Normal

Bilirubin Negatif Negatif Negative


Eritrosit 25/2+ Negatif Negative

Leukosit Negatif Negative Negative

Mikroskopis

Lekosit 0–1 1–4 /LPB

Eritrosit 1–3 0–1 /LPB

Epitel 0–1 Negative

Kristal Negative Negative

Silinder Negative Negative

USG Lower Abdomen (24 Agustus 2015)

Hasil analisis USG lower abdomen didapatkan:

- Menyokong infiltrat apendik pecah dengan perforasi ditandai di daerah McBurney adanya
koleksi cairan dengan apendik yang tak tervisualisasi
- Adanya gambaran ileus lokal
- Ginjal bilateral : normal (besar, bentuk, posisi, parenkim, echocomplek, tidak tampak batu,
sistem pelvocalices, ureter proksimal)
- Vesica urinaria : normal (bentuk, posisi, dinding, tidak tampak batu/massa)

RESUME

Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu. Nyeri
seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari
namun menyebar ke seluruh bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah
sore harinya. Demam (+), mual muntah (+) nafsu makan berkurang (+) merasa lemas (+). Os
juga mengaku berat badannya menurun. Os mengalami keluar darah dari anus terutama setelah
BAB, terasa keluar benjolan yang bisa dimasukkan kembali ± sejak 2 tahun lalu. BAK t.a.k.

Pemeriksaan fisik

Tanda vital

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Napas : 23 x/menit

Suhu : 38,4o C

Status Lokalis

a/r right lower quadrant abdomen

Inspeksi

abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)

Auskultasi

Bising usus (+) 8 kali/menit

Perkusi

Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi

Supel, nyeri tekan right lower quadran (+), massa (-), rovsing sign (+), psoas sign (+), obturator
sign (+), dunphy sign (+), nyeri tekan pada pinggang (-), nyeri ketok CVA (+).

Alvarado Score for the Diagnosis of Appendicitis


Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
Signs Right lower quadrant tenderness 2
Rebound tenderness 1
Elevated temperature 1
Laboratory values Leukocytosis 2
Left shift in leukocyte counts 1
Alvarado Score : 10 Kemungkinan besar appendisitis

Diagnosis :

Appendisitis akut et Hemorroid grade II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI APPENDIKS


Appendiks berasal dari mid gut, bersama dengan ileum dan kolon ascenden. Appendiks
pertama kali muncul pada minggu ke-8 kehamilan sebagai outpouching dari sekum dan
secara bertahap berputar ke lokasi yang lebih medial menuju katup ileocecal mengikuti
perputaran sekum, dan menjadi tetap di kuadran kanan bawah.1
Appendiks menerima pasokan darah arteri cabang apendikular arteri ileokolika dari arteri
mesenterika superior. Arteri ini berasal dari posterior ileum terminal, memasuki
mesoapendiks dekat dengan dasar apendiks. Cabang arteri kecil berjalan pada arteri cecal.
Drainase limfatik apendiks mengalir ke kelenjar getah bening yang terletak di sepanjang
arteri ileokolika. Persarafan apendiks berasal dari saraf simpatik pleksus mesenterika (T10-
L1), parasimpatis aferen dibawa melalui saraf vagus. Struktur appendiks mirip dengan usus
mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot
longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Pemeriksaan histologi appendiks menunjukkan
adanya folikel limfoid pada lapisan submukosa.1,2,4
Appendiks pada dewasa memiliki panjang 2-22 cm dengan rata-rata 9 cm, diameter luar
antara 3-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Ujung appendiks memiliki berbagai lokasi.
Secara umum lokasinya berada di retrocecal kavum peritoneum (65%). Lokasi lain berada di
pelvis (30%), retroperitoneal (2%) dan bisa juga ditemukan di preileal atau postileal.1

B. FISIOLOGI APPENDIKS
Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa dengan fungsi yang tidak
diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks merupakan organ imunologi yang secara
aktif berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin, terutama imunoglobulin A. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama muncul pada appendiks sekitar
2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat pada usia pubertas, tetap
stabil untuk dekade berikutnya, kemudian mulai menurun dengan bertambahnya usia.
Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid yang tersisa dalam appendiks.3,4

C. DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut
abdomen yang paling sering.
D. EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS
Appendisitis akut adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden paling sering terjadi
pada usia dekade kedua sampai keempat, dengan usia rata-rata 31,3 tahun dan median 22
tahun. Frekuensi angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Rasio laki-laki : perempuan sekitar 1,2 - 1,3 : 1. Appendektomi adalah prosedur
bedah yang paling sering dilakukan (84%).3,4

E. ETIOLOGI APPENDISITIS
1. Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah hiperplasia limfoid, fecalith, benda asing, striktur
(tumor), dan parasit.1,4
2. Infeksi Bakteri3
Table 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute
Appendicitis
Aerobic and Facultative Anaerobic
Gram - negative bacilli Gram - negative bacilli
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species
Klebsiella species Fusobacterium species

Gram - positive cocci Gram - positive cocci


Streptococcus anginosus Peptostreptococcus species
Other Streptococcus species
Enterococcus species Gram - positive bacilli
Clostridium species

F. PATOGENESIS APPENDISITIS3,4
- Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada appendisitis.
Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60% penyebab obstruksi (paling
sering pada remaja). Pada orang dewasa yang lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah
penyebab paling sering (35%).
- Tekanan intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks menyebabkan
sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dinding appendiks
menipis karena terjadi distensi dan terjadi obstruksi limfatik dan vena.

- Nekrosis dan Perforasi


Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.

Obstruksi

Distensi appendiks

Tekanan intraluminal

Obstruksi limfatik Kongesti vena

Edema

Mucosal ulcers Bakterial diapedesis

Invasi bakterial Inflamasi serosa yang melekat Thrombosis vena


pada peritoneum parietal

Perforasi Gangren Compromise of arterial b.s.


G. MANIFESTASI KLINIS APPENDISITIS3,4
Symptoms
- Nyeri abdomen diffus di epigastrium bawah atau regio umbilicalis kemudian
terlokalisasi di kuadran kanan bawah (RLQ)
- Mual muntah
- Anoreksia
- Konstipasi atau diare
Signs
- Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)
- Rovsing’s sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada kuadran kiri
bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.
- Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.
- Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m. obturatorius internus
dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan ini dilakukan dengan gerakan rotasi
internal pasif dari paha kanan tertekuk dengan posisi pasien terlentang.
- Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.

Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis


Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
Signs Right lower quadrant tenderness 2
Rebound tenderness 1
Elevated temperature 1
Laboratory values Leukocytosis 2
Left shift in leukocyte counts 1
- Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita appendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
- Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT
scan.
- Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

H. DIAGNOSIS APPENDISITIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan evaluasi klinis, meskipun tes laboratorium dan
prosedur pencitraan dapat membantu.1,3
- Manifestasi Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan progresif, ketidaknyamanan midabdominal
persisten yang disebabkan oleh obstruksi dan distensi appendiks merangsang saraf aferen
visceral otonom (tingkat T8-T10). Kadang terjadi anorexia dan demam ringan
(<38,5°C). Distensi appendiks menyebabkan kongesti vena yang dapat menyebabkan
rangsangan gerak peristaltik usus, menyebabkan sensasi kram yang segera diikuti
dengan mual dan muntah. Gejala termasuk anoreksia (90%), mual dan muntah (70%),
dan diare (10%). Setelah peradangan meluas secara transmural ke peritoneum parietal,
serat-serat nyeri somatik dirangsang dan rasa sakit terlokalisasi di RLQ. Iritasi peritoneal
dikaitkan dengan nyeri pada gerakan, demam ringan, dan takikardi. Timbulnya gejala
biasanya kurang dari 24 jam untuk apendisitis akut.
Bila appendiks retrocecal atau di belakang ileum, maka dapat dipisahkan dari
peritoneum perut anterior dan tanda-tanda lokalisasi perut bisa tidak ada. Iritasi struktur
berdekatan dapat menyebabkan diare, frekuensi kencing, pyuria, atau hematuria
mikroskopis tergantung pada lokasi. Bila appendisitis terletak di panggul, mungkin
mensimulasikan gastroenteritis akut, dengan rasa sakit menyebar, mual, muntah, dan
diare. Diagnosis mungkin dicurigai jika pemeriksaan rektal digital menghasilkan rasa
sakit.
- Pemeriksaan Fisik
Assessing the patient's abdomen. Pemeriksaan dimulai dengan memeriksa perut pasien
di daerah lain dari tenderness yang dicurigai. Lokasi appendisitis adalah variabel.
Namun, biasanya ditemukan di tingkat vertebral S1, lateral linea tepat pada titik
McBurney (dua pertiga jarak dari umbilikus ke spina iliaka anterosuperior). Rovsing
sign mengindikasikan iritasi peritoneal. Tenderness kuadran-kanan-bawah langsung
dinilai. Tingkat ketahanan otot untuk palpasi sama dengan beratnya proses inflamasi.
Hyperesthesia cutaneous sering ada di atas regio tenderness maksimal. Iliopsoas
menyiratkan tanda appendisitis retrocecal. Sebuah appendisitis panggul dapat
menghasilkan tanda obturatorius positif.
Rectal Examination dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan tenderness lokal atau
massa peradangan di daerah pararectal. Hal ini paling berguna untuk presentasi atipikal
sugestif dari appendisitis panggul atau retrocecal.
Pada wanita, pemeriksaan panggul dilakukan untuk menilai tenderness gerak rahim dan
rasa sakit atau massa pada adnexal. Massa teraba di RLQ menunjukkan abses
periappendiceal atau phlegmon.

I. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS APPENDISITIS


Differensial diagnosis appendisitis akut tergantung pada empat faktor utama yaitu lokasi
anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap proses (sederhana atau perforasi),
umur pasien dan jenis kelamin.3,5
- Gastrointestinal Disease
Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum timbulnya sakit perut,
bersama dengan malaise umum, demam tinggi, diare, sakit perut dan nyeri. Meskipun
diare adalah salah satu tanda-tanda kardinal radang lambung, dapat terjadi pada pasien
dengan usus buntu. Selain itu, jumlah WBC seringkali normal pada pasien dengan
gastroenteritis.
Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih muda dari 20 tahun dan
nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness rebound atau kekakuan otot. Nodal histologi
dan biakan yang diperoleh pada operasi dapat mengidentifikasi etiologi, terutama
Yersinia dan Shigella spesies dan Mycobacterium tuberculosis. Mesenterika limfadenitis
diketahui terkait dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa dibedakan dari
appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.
Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat menyajikan gambar klinis yang
mirip dengan appendisistis.
Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau ileum terminal, dikelola
nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada pasien imunosupresi menjalani
kemoterapi untuk leukemia dan pada pasien HIV-positif. Sebelum operasi sulit untuk
membedakan antara typhlitis appendisitis.
- Urologic diseases
Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri costovertebral, dan tenderness.
Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis dengan cultur.
Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri panggul menjalar ke
selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria menunjukkan diagnosis yang
dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau CT noncontrast. foto polos sering
menunjukkan batu ginjal.
- Gynecologic diseases
Pelvic inflammatory disease dapat hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa
dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat dibedakan berdasarkan beberapa
faktor. Tenderness gerak serviks dan keputihan seperti susu memperkuat diagnosis PID.
Pada pasien dengan PID, rasa sakit biasanya bilateral, dengan intens menjaga pada
pemeriksaan perut dan panggul. USG transvaginal dapat digunakan untuk
memvisualisasikan ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-ovarium.
Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien wanita usia
subur dengan keluhan perut. Kista ovarium terbaik terdeteksi oleh USG transvaginal atau
transabdominal.
Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering dapat teraba pada
pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat mengalami demam, leukositosis,
dan nyeri RLQ konsisten dengan appendisitis. Sebuah viskus twisted, bagaimanapun,
berbeda karena memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis sering dan
berlanjut simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,5
- Evaluasi Laboratorium
Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari 10.000 sel / uL, dengan
dominasi sel polymorphonuclear (> 75%), membawa sensitivitas 77% dan spesifisitas
63% untuk appendisitis. Jumlah leukosit dan proporsi bentuk mature meningkat jika ada
perforasi appendiks. Pada orang dewasa yang lebih tua, jumlah leukosit dan diferensial
lebih sering normal daripada pada orang dewasa muda. Wanita hamil biasanya memiliki
jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000 hingga 20.000 selama proses
kehamilan.
Complete Blood Count (CBC)
• Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear (PMN) predominan
• Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm 3 pikirkan adanya perforasi dengan atau
tanpa abses
Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum diperoleh untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit yang disebabkan oleh dehidrasi
sekunder untuk muntah atau asupan oral yang buruk.
Urinalysis. Urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien appendisitis. Pyuria,
albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah bakteri yang banyak dapat dipikirkan
ISK sebagai penyebab sakit perut. Urine menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang
daya tinggi atau lebih dari 30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.
Hematuria yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.
• WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena
inflamasi appendiks
• Bakteriuria
Evaluasi Radiologi. Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat tanpa evaluasi
radiologis pada kasus yang kompleks.
X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah studi
menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x dilakukan pada pasien
dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan lain radiologis yang sugestif
termasuk sekum menggelembung dengan tingkat kecil-usus yang berdekatan udara-
cairan, kehilangan bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam lumen
apendiks. Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.
USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena penyebab lain
dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait dengan appendisitis akut
termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6 mm, kurangnya kompresibilitas luminal,
dan kehadiran sebuah appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki
sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit untuk didiagnosis
dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan kehadiran koleksi cairan loculated
periappendiceal atau panggul. Pada wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau
dikecualikan. Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis yang kompleks
atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum digunakan dalam diagnostik
radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam mendiagnosis appendisitis dengan
sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks
berdinding tebal dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,
appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan sinyal perforasi.
CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses periappendiceal dan
phlegmon.
MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-sectional untuk
menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada pasien hamil yang apendiks
tidak divisualisasikan.
Imaging
Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith
CT scan abdominal
(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix
(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi, insipissated stool,
overlying fat
(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum, appendix besar,
perforasi (appendix compressible).
Diagnostik Laparoskopi. Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi
wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis. Pada subkelompok ini,
sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi ginekologi primer. appendiks ini juga
bisa dihapus melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah
menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang diduga
appendisitis.
K. PENATALAKSANAAN1,3,4
- Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai output kemih cepat
dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction nasogastrik sangat membantu,
terutama pada pasien dengan peritonitis. Suhu yang tinggi ditatalaksana dengan
acetaminophen dan selimut pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada pasien
dengan suhu yang lebih tinggi dari 39°C.
- Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan komplikasi infeksi
pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen). Preoperative inisiasi lebih disukai,
meskipun beberapa menyarankan bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis akut,
cakupan biasanya terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan
appendisitis nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik dalam
apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3 sampai 5 hari.
- Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah appendektomy. Pasien
dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan harus dieksplorasi melalui insisi
garis tengah. Mortalitas setelah appendektomi tinggi pada pasien usia lanjut. Pada
kebanyakan pasien, irisan melintang memberikan penampilan terbaik kosmetik dan
memungkinkan kemudahan perpanjangan secara medial untuk eksposur yang lebih
besar. Lapisan otot transversus abdominis dan lapisan otot obliqus abdominis eksternal
dan internal dapat dibagi dalam arah seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal,
didapatkan cairan purulent untuk gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi,
taenia anterior dapat diikuti ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan
dari luka dan sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu. Jika
appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi), tersebut akan dihapus
dan diagnosis alternatif yang sesuai akan dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum
secara hati-hati diperiksa untuk perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum
Meckel), infeksi, iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn).
Bukti limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba diperiksa
untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau patologi lainnya. cairan
peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi kandung empedu.
- Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan terbuka. Hal ini
paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran pasien akan memerlukan
sayatan besar. Walaupun studi terbaru menunjukkan bahwa panjang pasca operasi
mungkin tinggal sedikit singkat sebagian besar pasien yang menjalani appendektomi
rutin dapat dengan aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama pasca operasi.
Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk memastikan ligasi
aman ujung appendiks.
- Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang memiliki abses
periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika gejala yang mereda dapat
diobati dengan antibiotik sistemik dan dipertimbangkan untuk drainase kateter perkutan,
diikuti oleh appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi ini berhasil di
lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien memiliki risiko 60%
terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun. Antibiotik sistemik yang diberikan
selama minimal 5 hari atau sampai pasien menyelesaikan afebrile dan leukositosis.
Sebuah studi baru-baru ini membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi)
dengan manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval) pada
pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok langsung-appendektomi
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan lebih lama tinggal di rumah sakit.
- Incidental Appendectomy
Insidental appendektomi adalah pengangkatan appendiks normal pada laparotomi untuk
kondisi lain. appendiks harus mudah diakses melalui sayatan perut ini, dan pasien harus
secara klinis cukup stabil untuk mentolerir waktu tambahan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan prosedur. Karena sebagian besar kasus appendisitis terjadi awal
kehidupan, manfaat appendektomi insidental berkurang secara substansial sekali orang
yang lebih tua dari 30 tahun. penyakit Crohn yang melibatkan sekum itu, radiasi
pengobatan hingga ke kekebalan, sekum, dan cangkok vaskular atau bioprostheses lain
merupakan kontraindikasi untuk appendektomi insidental karena peningkatan risiko
komplikasi infeksi atau kebocoran tunggul appendiks.
L. KOMPLIKASI APENDISITIS AKUT2,4
- Perforasi
Perforasi disertai dengan nyeri hebat dan demam. Hal ini biasa dalam waktu 12 jam
pertama dari appendisitis tetapi hadir dalam 50% pasien apendisitis lebih muda dari 10
tahun dan lebih tua dari 50 tahun. Konsekuensi akut perforasi termasuk demam,
takikardia, peritonitis umum, dan pembentukan abses. Pengobatan appendisitis, irigasi
peritoneal, dan antibiotik spektrum luas intravena selama beberapa hari. Selama
kehamilan, perforasi secara substansial meningkatkan risiko kematian ibu dari diabaikan
sampai 4%. Angka kematian janin naik dari 0% menjadi 1,5% pada appendisitis
uncompicated untuk 20% hingga 35% dalam pengaturan perforasi.
- Risiko Infeksi Luka Pascaoperasi
Resiko infeksi luka pascaoperasi dapat dikurangi dengan antibiotik intravena yang sesuai
diberikan sebelum sayatan kulit. Kejadian luka infeksi meningkat dari 3% pada kasus
apendisitis nonperforated menjadi 4,7% pada pasien dengan usus buntu yang berlubang
atau gangren. penutupan primer tidak dianjurkan dalam pengaturan perforasi (Bedah
2000; 127:136). luka infeksi dikelola dengan membuka, pengeringan, dan pengemasan
luka untuk memungkinkan penyembuha. Antibiotik intravena yang ditunjukkan untuk
selulitis atau sepsis sistemik.
- Intra-abdominal dan abses panggul
Abses Intra-abdominal dan panggul terjadi paling sering dengan perforasi apendiks.
Pascaoperasi abses intra-abdomen dan pelvis yang paling baik ditangani dengan drainase
dengan panduan CT-atau USG perkutan. Jika abses tidak bisa diakses atau resisten
terhadap drainase perkutan, drainase operasi diindikasikan. Terapi antibiotik dapat
menutupi tetapi tidak signifikan untuk mengobati atau mencegah abses.
- Komplikasi Lain
Pyelephlebitis adalah thrombosis septik vein portal disebabkan oleh Escherichia coli
dengan gejala klinis demam tinggi, sakit kuning, dan akhirnya abses hati. CT scan
menunjukkan thrombus dan gas di vena portal. perlakuan Prompt (operasi atau
percutaneous) dari infeksi primer sangat penting, bersama dengan antibiotik spektrum
luasintravena.
Fistula Enterocutaneous dari kebocoran pada penutupan ujung appendiks kadang-
kadang memerlukan penutupan bedah, tetapi sering menutup secara spontan.
Small-Bowel Obstruction. Obstruksi usus kecil adalah empat kali lebih umum setelah
pembedahan pada kasus apendisitis perforasi daripada di appendisitis tanpa komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend, Courtney M. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. Saunders, An Imprint
of Elsevier.
2. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery : Pathofisiology and Management. New
York : Springer. Hal : 311-318
3. Brunicardi, F. Charles. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw-
Hill Companies, Inc. United States of America.
4. Stead, G. Latha. 2003. Firts Aid for the Surgery Clerkship. McGraw-Hill Companies, Inc.
United States of America.
5. Klingensmith, Mary E dkk. 2008. Washington Manual of Surgery, 5th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai