Anda di halaman 1dari 79

MODUL PEMBELAJARAN

EVALUASI PENDIDIKAN MI/SD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester


Mata Kuliah : Evaluasi Pendidikan MI/SD
Dosen Pengampu : Nursidik, S.Pd.M.A

Oleh :

Zaky Mubarok
NIM 5190007

PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH PEMALANG
Tahun Ajaran 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat-Nya  saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad S.A.W yang diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam dan
membimbing umat ke jalan yang lurus.
Ribuan terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Bapak Nursidik. yang telah memberikan pengarahan atas
terselesaikannya makalah ini.
2. Pihak-pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan Modul
pembelajaran ini.
Disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan
MI/SD. Saya menyadari tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan sehingga saya
sangat berharap akan adanya kritik dan saran guna perubahan yang lebih baik
kedepannya. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir
kata, permohonan maaf saya haturkan atas segala kekurangan dalam makalah ini.

Pemalang, 12 Juni 2022

Penulis
.

ii
DAFTAR ISI

JUDUL...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

BAB I
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian Evaluasi Dalam Pendidikan......................................................... 1
B. Ruang Lingkup Evaluasi Dalam Pendidikan.................................................. 3

BAB II
PENCAPAIAN KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN
A. Pengertian Indikator Pencapaiaan Kompetensi............................................. 9
B. Fungsi Indikator Pencapaian Kompetensi..................................................... 10
C. Langkah-Langkah Pengembangan Indokator Pencapaian Kompetensi....... 11
D. Menyusun Indikator Pencapain Kompetensi.................................................. 13

BAB III
TINGKAT KECAKAPAN PENCAPAIAN KOMPETENSI
A. Pengertian dari ranah kognitif........................................................................ 18
B. Ranah psikomotor.......................................................................................... 19
C. Afektif.............................................................................................................. 21
D. Peranan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Dalam Pendidikan..................... 22

BAB IV
KUALITAS INSTRUMEN PENILAIAN (VALIDITAS DAN RELIABILITAS)
A. PengertianValiditas........................................................................................ 23
B. Faktor Yang MempengaruhiValiditas............................................................. 23
C. Pengertian Reliabilitas.................................................................................... 24
D. Teknik-teknikreliabilitas.................................................................................. 25
E. Faktor –faktor Yang MempengaruhiReliabilitas............................................. 26
F. Jenis-jenisValiditas dan Reliabilitas............................................................... 27

iii
BAB V
PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN DAN TELAAH INSTRUMEN
A. Pengertian instrumen penilaian...................................................................... 29
B. Jenis instrumen penilaian............................................................................... 29
C. Tujuan instrumen penilaian............................................................................ 32
D. Manfaat instrumen penilaian.......................................................................... 32
E. Cara membuat instrumen penilaian............................................................... 33
F. Rambu-rambu penyusunan tes dan tingkat ranah........................................... 34
G. Telaah instrumen penilaian............................................................................ 36

BAB VI

ANALISIS BUTIR INSTRUMEN TES


A. Pengertian Evaluasi Non-Tes........................................................................ 39
B. Macam-Macam Instrumen Non-Tes............................................................... 39
C. Analisis Butir Soal Pilihan Ganda................................................................... 41
D. Analisis Butir Soal Uraian............................................................................... 43

BAB VII
ANALISIS BUTIR SOAL TES
A. Pengertian Analisis Butir Soal........................................................................ 46
B. Tujuan Analisis............................................................................................... 46
C. Penganalisaan terhadap Butir Soal............................................................... 47

BAB VIII
PENSEKORAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK
A. Pengertian Tes............................................................................................... 51
B. Ranah Kognitif................................................................................................ 51
C. Ranah Afektif.................................................................................................. 56
D. Ranah Psikomotorik....................................................................................... 60

BAB IX
PENILAIAN ACUAN NORMA DAN PENILAIAN ACUAN PATOKAN
A. Penialaian Acuan Norma............................................................................... 65
B. Penilaian Acuan Patokan............................................................................... 67

iv
C. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma dan Patokan .............. 68
D. Prosedur Penyusunan Alat Penilaian Acuan Patokan................................... 69

BAB X
PEMANFAATAN DATA HASIL PENILAIAN

A. Manfaat Data Penilaian Hasil Belajar Formatif.............................................. 71


B. Manfaat Data Penilaian Hasil Belajar Sumatif............................................... 72
C. Manfaat Data Hasil Penilaian Proses Belajar Mengajar................................ 73
D. Manfaat Data Hasil Penilaian Bagi Penelitian Pendidikan............................. 73

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 74

v
BAB I
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN

A. Pengertian Evaluasi Dalam Pendidikan

Sebelum membicarakan evaluasi dalam pendidikan, ada baiknya kita


menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang konsep dan pengertian yang akan
kita gunakan. Secara garis besar berbicara evaluasi adalah berbicara tentang
penilaian dimana pada saat membicarakan masalah penilaian, kita sering
menggunakan beberapa istilah seperti tes, pengukuran, asesmen, dan tak
terkecuali didalamnya yaitu evaluasi yang digunakan secara tumpang tindih
(over lap). Berikut ini beberapa pengertian dari istilah-istilah tersebut.

Pengukuran adalah kegiatan penentu angka dari suatu obyek yang


akan diukur, yaitu membandingkan sesuatu dengan satu ukuran, dan bersifat
kuantitatif. Penilaian adalah kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektifitas
pembelajaran yang melibatkan sejumlah komponen penentu keberhasilan
pembelajaran, dan bersifat kualitatif. Asesmen adalah proses pengumpulan
informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan
mengolah untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar siswa. Evaluasi
adalah penilaian keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan, kurikulum
dan penilain serta pelaksanaannya. Tes adalah alat ukur untuk memperoleh
informasi hasil belajar siswa yang memerlukan jawaban benar dan salah.

Dilihat dari segi bahasa, evaluasi berasal dari kata Bahasa Inggris;
evaluation. Sedang dalam Bahasa Arab; al-Tqdir (‫دير‬HH‫)التق‬, dan dalam Bahasa
Indonesia; penilaian yang akar katanya adalah value (inggris), al-Qimah (arab),
nilai (Indonesia). Sementara pendidikan merupakan sebuah program. Program
yang melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses
untuk mencapai tujuan yang telah diprogramkan. Dengan demikian, secara
harfiah evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau
penilaian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, penilaian
mempunyai makna ditinjau dari berbagai segi.

1
Makna bagi siswa, yaitu memuaskan, dan tidak memuaskan.
Makna bagi guru, yaitu mengetahui siswa mana yang berhak melanjutkan
pelajarannya, mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa,
dan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum.
Makna bagi sekolah, yaitu dapat diketahui apakah kondisi belajar yang
diciptakan oleh sekolah sesuai dengan harapan, menjadi bahan pertimbangan
bagi perencanaan sekolah dan menjadi pedoman bagi sekolah. Sedangkan
pengertian dari Pengertian Evaluasi sendiri adalah kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan
membandingkan hasilnya dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.

Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti menilai. Nilai dalam
bahasa arab di sebut al qimat. istilah nilai ini mulanya di populerkan oleh para
filsuf. dalam hal ini, plato merupakan filsuf yang pertama kali
mengemukakannya. Pembahasan ’’nilai’’ secara khusus di perdalam dalam
diskursus filsafat, terutama pada aspek oksiologinya. Begitu penting kedudukan
nilai dalam filsafat sehingga para filsuf meletakan nilai sebagai muara bagi
epistemologi dan antologi filsafat. Kata nilai menurut filsuf adalah idea of worth
Selanjutnya, kata nilai menjadi popular.

Nana Sudjana menjelaskan bahwa evaluasi pada dasarnya memberikan


pertimbangan atau harga untuk nilai berdasarkan kriteria tertentu. Tujuan
tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki
peserta didik setelah menyelesaikn pengalaman belajarnya
Roestiyah N. K. dkk dalam bukunya "masalah-masalah ilmu keguruan"
menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya berikut ini
Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti:
Mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-
pihak pengambil keputusan.

Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-


dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui

2
sebab-akibat hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar.

Dalam rangka pengembangan siswa instruksional, evaluasi merupakan


suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang
telah direncanakan.
Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan
apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada di jalan yang
diharapkan.

Jadi Evaluasi Dalam Pendidikan adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menetukan nilai daripada sesuatu menurut Brown dan Wand bahwa
sebagai suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai atau segala sesuatu
yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Dalam arti luas evaluasi adalah
suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang
sangat diperlukan untuk membuat suatu keputusan.

B. Ruang Lingkup Evaluasi Dalam Pendidikan

1. Dasar dan Tujuan Evaluasi


Evaluasi yang efektif harus mempunyai dasar yang kuat dan tujuan yang
jelas. Maka akan dikemukakan tentang:

a. Dasar evaluasi atau prinsip ilmiah yang mendasari waktu menyusun


evaluasi ialah:
1. Filsafat
2. Psikologi
3. Komunikasi
4. Kurikulum
5. Manajemen
6. Tujuan evaluasi

Program evaluasi bertujuan untuk mengetahui siapa diantara anak didik


yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus

3
agar ia dapat mengejar kekurangannya, sehingga naik tingkat, kelas maupun
tamat sekolah.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang


terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal
penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang
telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran.
Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran
yaitu; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang
dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan
dari proses pembelajaran.

Jika kita ingin melakukan kegiatan evaluasi, terlepas dari jenis evaluasi
apa yang digunakan, maka guru harus mengetahui dan memahami terlebih
dahulu tentang tujuan dan fungsi evaluasi. Bila tidak, maka guru akan
mengalami kesulitan merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Hampir
setiap orang yang membahas evaluasi pula tentang tujuan dan fungsi
evaluasi. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan
dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan
materi, metode, media sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian
itu sendiri. Sedangkan tujuan khusus evaluasi pembelajaran disesuaikan
dengan jenis evaluasi pembelajaran itu sendiri, seperti evaluasi
perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi dampak,
evaluasi efisinensi-ekonomi, dan evaluasi program komprehensif.

Dalam konteks yang lebih lulas lagi, Gilbert Sax (1980 : 28)
mengemukakan tujuan evaluasi dan pengukuran adalah untuk “selection,
placement, diagnosis and remediation, feedback: norm-referenced and
criterion-referenced interpretation, motivation and guidance of learning,
program and curriculum interpretation, formative and summative evaluation,
and theory development”.

Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah


untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian

4
tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.
Tindak lanjut termaksud merupakan fungsi evaluasi dan dapat berupa.

a. Penempatan pada tempat yang tepat


b. Emberian umpan balik
c. Diagnosis kesulitan belajar siswa
d. Penentuan kelulusan

2. Prinsip Evaluasi

Di dalam petunjuk pelaksanaan penilaian yang diterbitkan oleh


Ditdikmenum, dikemukakan sejumlah prinsip evaluasi dalam semua program
pembelajaran, yaitu: menyeluruh, berorientasi pada tujuan, objektif, terbuka,
bermakna, sesuai, dan mendidik. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan
secara singkat berikut ini.
a. Menyeluruh
Evaluasi dilakukan terhadap semua ranah kemampuan, yaitu kognitif,
psikomotorik, dan afektif.
b. Berkesinambungan
Evaluasi dilaksanakan secara kontinu dan terus-menerus.
c. Berorientasi pada tujuan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilaksankan untuk mengetahui
apakah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai atau tidak.
d. Objektif
Objektif mengandung arti bahwa informasi dan skor yang diperoleh, serta
keputusan yang ditetapkan sesuai dengan keadaan siswa yang
sebenarnya.
e. Terbuka
Proses dan hasil evaluasi dapat diketahui oleh semua pihak yang terkait,
yaitu, sekolah, siswa, dan orang tua.
f. Bermakna
Evaluasi yang dilaksanakan hendaknya mempunyai makna bagi pihak-
pihak yang terkait, yaitu siswa dan guru.

5
3. Obyek dan Subyek Evaluasi

Obyek penilaian meliputi dua hal yaitu Input dan output. Terkait mengenai
penilaian dari sisi input adalah sebagai berikut. Aspek yang bersifat rohani
setidak-tidaknya mencangkup 4 hal, yaitu:
a. Kemampuan
b. Kepribadian
c. Sikap-sikap
d. Inteligensi

Sedangkan unsur-unsur evaluasi, yaitu:


a. Kurikulum/materi
b. Metode dan cara penilaian
c. Sarana pendidikan/media
d. Sistem administrasi
e. Guru dan personil lainnya

Disamping inpout, unsur lain dari evaluasi adalah output. Dilihat dari
sisi outputnya Evaluasi Dalam Pendidikan adalah Penilaian terhadap
lulusan sesuatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat yang
digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian. Sebagai
obyek evaluasi, ia harus memberikan respon atau jawaban, maka obyek
tersebut juga disebut sebagai responden.
Adapun Subyek evaluasi, adalah orang yang melakukan pekerjaan
evaluasi. Siapa yang dapat disebut sebagai subyek evaluasi untuk setiap
evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas
atau ketentuan yang berlaku. Contoh:
a. Untuk mengetahui evaluasi tentang hasil belajar, maka sebagai subyek
evaluasi adalah guru.
b. Untuk melaksanakan evaluasi sikap yang menggunakan sebuah skala,
maka sebagai subyeknya dapat meminta petugas yang ditunjuk.

6
c. Untuk melaksanakan evaluasi terhadap kepribadian dimana
menggunakan sebuah alat ukur yang sudah distandardisir, maka
subyeknya adalah ahli-ahli psikologi
d. Metode Dalam Evaluasi Dalam Pendidikan

Secara garis besar, metode evaluasi dalam pendidikan dibedakan


dalam dua bentuk, yaitu tes dan nontes. Tipe evaluasi yang pertama adalah
tes yang biasanya direalisasikan dengan tes tertulis. Tes tertulis juga dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Tes objek
Tes ini disebut juga alat evaluasi guna mengungkap atau
menghafal kembali dan mengenal materi yang telah diberikan. Tes ini
biasanya diberikan dengan item pertanyaan menghafal yang di
antaranya sebagai jawaban bebas, melengkapi, dan identifikasi.
Pertanyaan pengenalan (recognizing question) dibedakan menjadi tiga
macam bentuk tampilan, yaitu soal benar-salah, pilihan ganda, dan
menjodohkan.
Tes objektif ini ada dua macam, yaitu jenis isian (supply type) dan
jenis pilihan ganda (selection type). Tes objektif jenis isian juga
mencakup tiga macam tes, yaitu tes jawaban bebas atau jawaban
terbatas, tes melengkapi, dan tes asosiasi. Tes objektif jenis pilihan
ganda dikatakan lebih efektif oleh sebagian ahli penilaian, terutama
untuk mengukur beberapa hasil belajar peserta didik. Tes ini bervariasi
dari yang sederhana misalnya jawaban dua alternatif betul-salah, item
tes menjodohkan, sampai pada item tes pilihan ganda yang dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar kompleks.
2. Tes esai
Pertanyaan esai pada umumnya dapat dibedakan dalam dua
jawaban berbeda, yaitu jawaban terbatas dan jawaban luas. Evaluasi
yang dibuat dengan menggunakan pertanyaan esai biasanya
digunakan untuk menerangkan, mengontraskan, menunjukkan
hubungan, memberikan pembuktian, menganalisis perbedaan, menarik
kesimpulan, dan menggeneralisasi pengetahuan peserta didik.

7
Grounlund membedakan tes esai menjadi dua macam, yaitu tes
esai dengan jawaban panjang, dan tes esai dengan jawaban singkat.
Tes esai dengan jawaban panjang dirancang oleh para evaluator untuk
melihat kemampuan siswa dalam menuangkan ide dalam satu
kesatuan yang komprehensip, koherensi, dan sistematis sehingga
memberikan kejelasan jawaban. Jawaban tes esai yang tidak
membatasi ide-ide yang dituangkan oleh siswa untuk menjawab
pertanyaan item merupakan tes yang disusun untuk tujuan tertentu.
Contohnya, tes tertulis ujian tahap akhir, yakni ujian skripsi, tesis, dan
disertasi, di mana siswa dituntut untuk menjawab pertanyaan secara
komprehensip dan mendalam.
Tes esai dikatakan sebagai jawaban terbatas, apabila dalam
menjawab para siswa hanya diminta menguraikan ide-idenya secara
singkat dan tepat sesuai dengan spasi atau ruang yang disediakan oleh
para evaluator. Jawaban pertanyaan esai terbatas ini biasanya
mengarah kepada jawaban yang lebih spesifik dan lebih pasti seperti
kunci jawaban yang telah dibuat evaluator.
Item tes esai dapat dikontruksi dengan menggunakan kata bantu
pertanyaan tertentu yang mengandung unsur 4W + 1H. Di samping itu,
pertanyaan esai harus direncanakan secara sistematis untuk
mendorong para siswa agar memiliki kemampuan mengekspresikan
ide-ide mereka.

8
BAB II
PENCAPAIAN KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN

A. Pengertian Indikator Pencapaiaan Kompetensi

Indikator artinya penunjuk atau tanda-tanda yang tampak, pencapaiaan


artinya telah dikuasai, kompetensi artinya kemampuan melakukan sesuatu.
Jadi, indikator pencapaian kompetensi (IPK) ialah tanda-tanda yang
(seharusnya) tampak pada seseorang yang telah menguasai suatu
kemampuan melakukan sesuatu. Indikator pencapaian kompetensi IPK
merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh
siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), indikator adalah
sesuatu yg dapat memberikan atau menjadi petunjuk atau keterangan. Jika
dikaitkan dengan pembelajaran, indikator merupakan petunjuk bagi guru
apakah hasil pembelajaran telah tuntas atau belum. Sederhananya, indikator
pencapaian kompetensi adalah garis-garis besar yang harus dicapai oleh
siswa selama pembelajaran berlangsung.
Indikator Pencapaian Kompetensi IPK menurut Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014,
pada ayat (4) huruf b dinyatakan bahwa indikator pencapaian kompetensi
adalah kemampuan yang dapat diobservasi untuk disimpulkan sebagai
pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 1 dan Kompetensi Inti 2,
dan kemampuan yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk disimpulkan
sebagai pemenuhan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti 3 dan
Kompetensi Inti 4. Dalam mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan :
1. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang
digunakan dalam KD;
2. Karakteristik mata pelajaran, siswa, dan sekolah;
3. Potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan lingkungan/daerah.

Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua


rumusan indikator, yaitu:

9
1. Indikator pencapaian kompetensi yang dikenal sebagai IPK yang
terdapat dalam RPP.
2. Indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan
menulis soal yang dikenal sebagai indikator soal.
Misalnya, dalam satu pertemuan siswa harus mampu menyebutkan
macam-macam rukun iman. Maka pembelajaran semata-mata agar siswa
dapat menyebutkan macam-macam rukun iman. Ketika siswa sudah mampu
menyebutkannya, berarti pembelajaran telah tuntas dan diterima oleh peserta
didik, sebaliknya jika siswa belum mampu menyebutkan macam-macam rukun
iman, pembelajaran dianggap belum tuntas. 
Jadi, indikator merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat
dijadikan untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran dan juga dijadikan
tolak ukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap suatu pokok bahasan
atau mata pelajaran tertentu serta diharapkan adanya perubahan yang terjadi
pada diri siswa pada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah
pembelajaran berlangsung, untuk mengetahuinya dilaksanakan melalui
evaluasi, baik dilakukan dengan tes lisan, tertulis ataupun tanya jawab.

B. Fungsi Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Pedoman dalam pengembangan materi pelajaran


Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator
yang dikembangkan. Indikator yang dirumuskan secara cermat dapat
memberikan arah dalam pengembangan materi pembelajaran yang
efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan
peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
2. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
Indikator pencapain kompetensi menjadi petunjuk bagi guru tentang
gambaran kegiatan pembelajarn dan merancang kegiatan pembelajaran
untuk menghadirkan pengalaman belajar yang mampu mengantarkan
siswa mencapai satu ataupun lebih kompetensi yang harus dikuasi ketika
siswa.
3. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar

10
Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian
kompetensi peserta didik. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai
tuntutan indikator sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi
secara maksimal.
4. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran, dirumuskan dengan kata
kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, mencakup pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan.
5. Pedoman dalam menentukan tujuan pembelajaran
Kata kerja operasional yang digunakan dalam tujuan pembelajaran
disusun secara linier dengan kata kerja operasional yang digunakan
dalam indicator pencapaian kompetensi. Hal ini berarti tingkat kompetensi
dalam rumusan tujuan pembelajaran mengacu pada tingkat kompetensi
yang terdapat pada rumusan indicator pencapaian kompetensi.

C. Langkah-Langkah Pengembangan Indokator Pencapaian Kompetensi

Didalam pengembangan indikator pencapaian kompetensi ada


beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1. Menganalisis Tingkat Kompetensi dalam SK dan KD
Langkah pertama pengembangan indikator adalah menganalisis tingkat
kompetensi dalam SK dan KD. Hal ini diperlukan untuk memenuhi
tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional.
Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar minimal
tersebut.
Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang
digunakan dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi
dalam tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat proses, dan tingkat
penerapan. Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada
tingkat proses maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan
tuntutan kompetensi paling tinggi yang diinginkan.

11
Selain tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan
penekanan aspek yang diinginkan, mencakup sikap, pengetahuan, serta
keterampilan. Pengembangan indikator harus mengakomodasi
kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek
keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus
mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan.
2. Menganalisis Karakteristik Mata Pelajaran, Peserta Didik, dan Sekolah
Pengembangan indikator mempertimbangkan karakter mata pelajaran,
peseta didik, dan sekolah karena indikator menjadi acuan dalam penilaian.
Setiap pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari
mata pelajaran lainya. Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam
mengembangkan indikator. Karakteristik mata pelajaran bahasa yang
terdiri dari aspek mendengar, membaca, dan menulis sangat berbeda
sengan mata pelajaran matematika yang dominan pada aspek analisis
logis. Guru harus melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik
mata pelajaran sebagai acuan mengembangkan indikator. Karakteristik
mata pelajaran dapat dikaji pada dokumen standar isi mengenai tujuan,
ruang lingkup, dan KD masing-masing mata pelajaran
Indikator pertama tidak mengakomodasi keragaman karakteristik
peserta didik, karena siswa dengan intelegensi dan gaya belajar visual
verbal dapat mengekspresikan melalui cara lain, misalnya melalui lukisan
atau puisi. Karakteristik sekolah atau madrasah dan daerah menjadi
acuan dalam pengembangan indikator, karena target pencapaian
sekolah/madrasah tidak sama. Sekolah/madrasah kategori tertentu yang
melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator lebih tinggi.
Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam
mengembangkan indikator.

3. Menganalisis Kebutuhan dan Potensi


Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan daerah perlu
dianalisis untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan
indikator. Penyelenggaraan pendidikan seharusnya dapat melayani
kebutuhan peserta didik, lingkungan, serta mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal. Peserta didik mendapatkan pendidikan

12
sesuai dengan potensi dan kecepatan belajarnya, termasuk tingkat
potensi yang diraihnya.
Indikator juga harus dikembangkan guna mendorong peningkatan mutu
sekolah di masa yang akan datang, sehingga diperlukan informasi hasil
analisis potensi sekolah yang berguna untuk mengembangkan kurikulum
melalui pengembangan indikator.

D. Menyusun Indikator Pencapain Kompetensi

Kompetensi yang harus dicapai siswa setelah proses pembelajaran


harus diproyeksikan guru dalam tujuan pembelajaran. Kompetensi Inti (KI)
dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai tujuan pembelajaran dirumuskan dalam
bentuk perilaku yung bersifat umum sehingga masih sulit diukur
ketercapaiannya. Oleh karena itu, tugas guru dalam mendesain pembelajaran
salah satunya adalah menjabarkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi
Dasar (KD) menjadi indikator pencapaian kompetensi.
Indikar hasil belajar adalah tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat
dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik melakukan proses
pembelajaran tertentu. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa indikator pencapain
kompetensi merupakan kemampuan peserta didik yang dapat diamati dan
diukur.
Dalam pelaksanaan desain tujuan pembelajaran berbasis pencapaian
kompetensi pencapain kompetensi, guru melakukan proses menjabarkan
Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi. Martinis
Yamin mengungkapkan bahwa tujuan dilakukannya penjabaran Kompetensi
Dasar (KD) ke dalam indikator pencapaian kompetensi antara lain;
1. Untuk mengungkapkan kompetensi apa yang perlu dikuasai oleh peserta
didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran;
2. Agar proses pembelajaran dapat dimulai dari materi pembelajaran yang
mudah ke materi pembelajaran yang tersulit sesuai dengan hierarki
belajar;
3. Untuk memperoleh gambaran tentang luas cakupan materi yang hendak
diajarkan.

13
Itulah tampaknya yang menjadikan Martinis Yamin menyebutkan bahwa
kriteria indikator pencapaian kompetensi yang baik antara lain;
1. Memuat ciri-ciri tujuan pembelajaran yang hendak diukur;
2. Memuat suatu kata kerja operasional yang dapat diukur;
3. Berkaitan erat dengan materi pembelajaran yang hendak disampaikan;
4. Mencangkup domain kognitif, afektif, dan psikomotorik;
5. Memuat setidaknya 3 hingga 5 butir indikator;
6. Setiap indikator dapat dijadikan sebagai soal.

Domain Kognitif Domain Psikomotorik


Domain Afektif ( sifat)
(Pengetahuan) (Keterampilan)
 Perubahan  Perubahan  Perubahan
 Kemampuan Internal  Kemampuan Internal  Kemampuan Internal
 Kata Kerja Operasional  Kata Kerja Operasional  Kata kerja
 Mengetahui  Menerima Operasional
 Menyebutkan kembali  Menunjukan  Mengamati
informasi (istilah, fakta, (kesadaran,kemauan,  Peka terhadap
aturan,metode) perhatian) rangsangan
 Menyebutkan kembali  Mengakui (kepentingan,  Mengamati proses
 Menghafal perbedaan)  Memberi perhatian
 Menunjukkan  Menanyakan pada tahap-tahap
 Menggarisbawahi  Memilih suatu perbuatan

 Menyortir  Mengikuti  Memberi perhatian

 Menyatakan  Menjawab pada sebuah artikulasi

 Memahami  Melanjutkan  Menanya

 Menjelaskan informasi  Memberikan  Menafsirkan

dengan bahasa sendiri  Menyatakan rangsangan

 Menerjemahkan  Menempetkan  Memilih

 Memperkirakan  Menjalankan  Membedakan

 Menentukan  Mematuhi (peraturan,  Mempersiapkan

(konsep/kaidah/prinsip, kaitan tuntunan, perintah)  Menyisihkan

antara fakta dan isi pokok)  Ikut serta aktif (di  Menunjukan

 Menjelaskan laboratorium, di masjid,  Mengidentifikasi

14
 Mendeskripsikan diskusi, belajar,  Mencoba
 Membuat peryataan ulang kelompok, kantor)  Meniru contoh
 Menguraikan  Melaksanakan  Mempraktikan
 Menerangkan  Membantu  Memainkan
 Mengubah  Menawarkan  Mengikuti
 Memberikan contoh  Menyambut  MengerjakanMembuat
 Menyadur  Menolong  Mencoba
 Menerangkan  Mendatangi  Memperhatikan
 Menerapkan  Menyumbangkan  Memasang
 Menginterpretasikan (tabel,  Menyesuaikan  Membongkar
grafik,bagan)  Menampilkan  Mengolah
 Mengaplikasikan  Membawakan  Berpegang pada pola
pengetahuan atau  Menyatakan persetujuan  Mengoprasikan
generalisasi ke dalam situasi  Menghargai  Membangun
baru  Menerima suatu nilai  Memasang
 Memecahkan masalah yang  Menyukai  Membongkar
formulatif  Menyepakati  Memperbaiki
 Membuat bagan dan grafik  Menghargai (karya seni,  Melaksanakan
 Menggunakan ( rumus, sumbangan, ilmu,  Mengerjakan
kaidah, formula, metode, pendapat)  Menyusun
prosedur)  Bersikap (positif atau  Menggunakan
 Mengoprasikan negatif)
 Mengatur
 Mendemonstrasikan  Mengakui
 Mendemonstrasikan
 Menghitung  Melaksanakan
 Memainkan
 Menghubungkan  Mengikuti
 Menangani
 Membuktikan  Menyatakan pendapat
 Menyaji
 Menghasilkan  Mengambil prakarsa
 Menyesuaikan diri
 Menunjukkan  Ikut serta
 Bervariasi
 Menganalisis  Bergabung
 Mengubah
 Menguraikan pengetahuan ke  Mengundang
 Mengadaptasi
bagian-bagiannya dan  Mengusulkan
 Mengatur kembali
menunjukkan hubungan di
 Membela

15
antara  Menuntun  Membuat variasi
 bagian-bagian tersebut  Membenarkan  Menalar
 Membedakan ( fakta dari  Menolak  Berkonsentrasi
interpretasi, data dari  Mengajak  Menyiapkan diri
kesimpulan)  Menghayati  Memulai
 Menganalisis (struktur dasar,  Membentuk sistem nilai  Mengawali
bagian-bagian, hubungan  Menangkap relasi antar-  Bereaksi
antara) nilai  Mempersiapkan
 Membandingkan  Bertanggung jawab  Menanggapi
 Mempertentangkan  Mengintegrasikan nilai  Mempertunjukkan
 Memisahkan  Berpagang pada  Mencipta
 Menghubungkan  Mengintegrasikan  Menciptakan sesuatu
 Membuat diagram/skema  Mengaitkan yang baru
 Menunjukkan hubungan  Menyusun  Berinisiatif
 Mempertanyakan  Mengatur  Merancang
 Mengevaluasi  Mengubah  Menyusun
 Membuat penilaian  Memodifikasi  Menciptakan
berdasarkan kriteria
 Menyempurnakan  Mendesain
 Menilai berdasarkan norma
 Menyesuaikan  Mengombinasikan
internal( hasil karya,
 Menyamakan  Mengatur
karangan, pekerjaan,
 Membandingkan  Merencanakan
khotbah, program penataran)
 Mempertahankan
 Menilai berdasarka norma
 Mengamalkan
eksternal( hasil karya,
 Menunjukan
karangan, pekerjaan,
(kepercayaan diri, disiplin
ceramah, program penataran)
pribadi, kesadaran)
 Mempertimbangkan (baik-
 Mempertimbangkan
buruk, pro-kontra, untung-
rugi)  Melibatkan diri

 Mempertahankan  Bertindak

 Mengatagorikan  Menyatakan

 Mengombinasiakan  Memperlihatkan

16
 Mengarang  Mempraktikan
 Menciptakan  Melayani
 Mendesain  Mengundurkan diri
 Mengatur  Membuktikan
 Menyusun kembali  Menunjukkan
 Merangkaikan
 Menghubungkan
 Menyimpulkan
 Merancang
 Membuat pola
 Memberikan argument

Untuk memudahkan guru dalam menjabarkan Kompetensi Dasar (KD) ke


dalam indikator pencapaian kompetensi, guru perlu mencermati taksonomi
kompetensi dari dua aspek yaitu Ranah atau domain.Kompleksitas/ tingkat
kemudahan dan kesulitan setiap perubahan (hasil belajar) ranah atau
domain.

Kedua aspek tersebut untuk merumuskan indikator pencapaian


kompetensi yang dapat diukur, dinilai, dan dicapai, serta dibuktikan, guru
dapat merumuskan atau menyusunnya berdasarkan kata kerja operasional
berikut ini.

17
BAB III
TINGKAT KECAKAPAN PENCAPAIAN KOMPETENSI

A. Pengertian Dari Ranah Kognitif

Aspek kognitif menjadi aspek utama dalam banyak kurikulum pendidikan dan
menjadi tolak ukur penilaian perkembangan anak.Kognitif yang berasal dari
bahasa latin cognitio memiliki arti pengenalan, yang mengacu kepada proses
mengetahui maupun kepada pengetahuan itu sendiri.Dengan kata lain, aspek
kognitif merupakan aspek yang berkaitan dengan nalar atau proses berpikir,
yaitu kemampuan dan aktivitas otak untuk mengembangkan kemampuan
rasional. Dalam aspek kognitif dibagi lagi menjadi beberapa aspek yang lebih
rinci yaitu:

1) Pengetahuan ( Knowledge)
Aspek ini adalah aspek yang mendasar yang merupakan bagian dari aspek
kognitif.mengacu kepada kemampuan untuk mengenali dan mengingat
materi – materi yang telah dipelajari mulai dari hal sederhana hingga
mengingat teori – teori yang memerlukan kedalaman berpikir. Juga
kemampuan mengingat konsep, proses, metode, serta struktur.
2) Pemahaman ( Comprehension)
Mengacu kepada kemampuan untuk mendemonstrasikan fakta dan gagasan
dengan mengelompokkan, mengorganisir, membandingkan, memberi
deskripsi, memahami dan terutama memahami makna dari hal – hal yang
telah dipelajari.Memahami suatu hal yang telah dipelajari dalam bentuk
translasi (mengubah bentuk), interpretasi (menjelaskan atau merangkum),
dan ekstrapolasi (memperluas arti dari satu materi).
3) Penerapan ( Application)
Tujuan dari aspek ini adalah untuk menerapkan materi yang telah dipelajari
dengan menggunakan aturan serta prinsip dari materi tersebut dalam kondisi
yang baru atau dalam kondisi nyata.Juga kemampuan menerapkan konsep
abstrak dan ide atau teori tertentu.
4) Analysis (Analisis)

18
Menganalisa melibatkan pengujian dan pemecahan informasi ke dalam
beberapa bagian, menentukan bagaimana satu bagian berhubungan dengan
bagian lainnya, mengidentifikasi motif atau penyebab dan membuat
kesimpulan serta materi pendukung kesimpulan tersebut.Tiga karakteristik
yang ada dalam aspek analisa yaitu analisa elemen, analisa hubungan, dan
analisa organisasi

5) Sintesis ( Synthesis)
Sintesis termasuk menjelaskan struktur atau pola yang tidak terlihat
sebelumnya, dan juga mampu menjelaskan mengenai data atau informasi
yang didapat. Dengan kata lain, aspek sintesis meliputi kemampuan
menyatukan konsep atau komponen sehingga dapat membentuk suatu
struktur yang memiliki pola baru. Pada aspek ini diperlukan sisi kreatif dari
seseorang atau anak didik.
6) Evaluasi (Evaluation)
Adalah kemampuan untuk berpikir dan memberikan penilaian serta
pertimbangan dari nilai – nilai materi untuk tujuan tertentu. Atau dengan
kata lain, kemampuan menilai sesuatu untuk tujuan tertentu. Evaluasi ini
dilakukan berdasarkan kriteria internal dan eksternal.

B. Ranah Psikomotor

Merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau


kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).Ranah psikomotor
adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya.Dalam aspek psikomotorik terdapat tujuh
kategori mulai dari yang terendah hingga tertinggi:
 Peniruan 
Kategori ini terjadi ketika anak bisa mengartikan rangsangan atau sensor
menjadi suatu gerakan motorik.Anak dapat mengamati suatu gerakan

19
kemudian mulai melakukan respons dengan yang diamati berupa gerakan
meniru, bentuk peniruan belum spesifik dan tidak sempurna.
 Kesiapan
Kesiapan anak untuk bergerak meliputi aspek mental, fisik, dan
emosional.Pada tingkatan ini, anak menampilkan sesuatu hal menurut
petunjuk yang diberikan, dan tidak hanya meniru. Anak juga menampilkan
gerakan pilihan yang dikuasainya melalui proses latihan dan menentukan
responsnya terhadap situasi tertentu.
 Respon Terpimpin 
Merupakan tahap awal dalam proses pembelajaran gerakan kompleks yang
meliputi imitasi, juga proses gerakan percobaan. Keberhasilan dalam
penampilan dicapai melalui latihan yang terus menerus.
 Mekanisme
Merupakan tahap menengah dalam mempelajari suatu kemampuan yang
kompleks.Pada tahap ini respon yang dipelajari sudah menjadi suatu
kebiasaan dan gerakan bisa dilakukan dengan keyakinan serta ketepatan
tertentu.
 Respon Tampak Kompleks
Ini tahap gerakan motorik yang terampil yang melibatkan pola gerakan
kompleks.Kecakapan gerakan diindikasikan dari penampilan yang akurat dan
terkoordinasi tinggi, namun dengan tenaga yang minimal.Penilaian termasuk
gerakan yang mantap tanpa keraguan dan otomatis.
 Adaptasi
Pada tahap ini, penguasaan motorik sudah memasuki bagian dimana anak
dapat memodifikasi dan menyesuaikan keterampilannya hingga dapat
berkembang dalam berbagai situasi berbeda.
 Penciptaan 
Yaitu menciptakan berbagai modifikasi dan pola gerakan baru untuk
menyesuaikan dengan tuntutan suatu situasi. Proses belajar menghasilkan hal
atau gerakan baru dengan menekankan pada kreativitas berdasarkan
kemampuan yang telah berkembang pesat.

20
C. Afektif

Ranah afeksi adalah materi yang berdasarkan segala sesuatu yang


berkaitan dengan emosi seperti penghargaan, nilai, perasaan, semangat, minat,
dan sikap terhadap sesuatu hal. Pada ranah afeksi, Bloom menyusun pembagian
kategorinya dengan David Krathwol yaitu:
 Penerimaan ( Receiving/Attending)
Mengacu kepada kemampuan untuk memperhatikan dan merespon stimulasi
yang tepat, juga kemampuan untuk menunjukkan atensi atau penghargaan
terhadap orang lain. Dalam domain atau ranah afektif, penerimaan merupakan
hasil belajar yang paling rendah. Contohnya, mendengarkan pendapat orang
lain.
 Responsif (Responsive)
Domain ini berada satu tingkat di atas penerimaan, dan ini akan terlihat ketika
siswa menjadi terlibat dan tertarik terhadap suatu materi. Anak memiliki
kemampuan berpartisipasi aktif dalam suatu pembelajaran dan selalu memiliki
motivasi untuk bereaksi dan mengambil tindakan.Contoh, ikut berpartisipasi
dalam diskusi kelas mengenai suatu pelajaran.
 Penilaian (Value)
Domain ini mengacu pada pentingnya nilai atau keterikatan diri terhadap
sesuatu, seperti penerimaan, penolakan atau tidak menyatakan
pendapat.Juga kemampuan untuk menyatakan mana hal yang baik dan yang
kurang baik dari suatu kegiatan atau kejadian dan mengekspresikannya ke
dalam perilaku.Contoh, mengusulkan kegiatan kelompok untuk suatu materi
pelajaran.
 Organisasi (Organization)
Tujuan dari ranah organisasi adalah penyatuan nilai, sikap yang berbeda yang
membuat anak lebih konsisten dan membentuk sistem nilai internalnya
sendiri, dan menyelesaikan konflik yang timbul diantaranya.Juga
mengharmonisasikan berbagai perbedaan nilai yang ada dan menyelaraskan
berbagai perbedaan.
 Karakterisasi (Characterization)

21
Acuan domain ini adalah karakter seseorang dan daya hidupnya. Kesemua
hal ini akan tercermin dalam sebuah tingkah laku yang ada hubungannya
dengan keteraturan pribadi, sosial, dan emosi. Nilai – nilai telah berkembang
sehingga tingkah laku lebih mudah untuk diperkirakan.

D. Peranan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik Dalam Pendidikan

Dalam metode pendidikan lama, pengukuran pencapaian materi pengajaran


hanya ditekankan kepada hasil, dan hanya pada aspek kognitif sehingga kerap
kali mengabaikan aspek lainnya. Sehingga kerap kali hasilnya tidak efektif, karena
untuk dapat mencapai tingkat pengetahuan tertentu yang diperlukan justru sebuah
proses dan pengertian tentang konsep yang dapat dicapai dengan juga
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik anak.
Ketiga aspek atau domain ini sangat berperan besar dalam pendidikan
anak, karena digunakan untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran
terhadap anak. Ketiga aspek ini diperlukan untuk mengevaluasi sejauh mana
materi pendidikan dapat diserap oleh anak dengan mengacu kepada kategori –
kategori di dalam tiga domain utama tersebut.
Ketiganya masing – masing memiliki fungsi berbeda untuk mengetahui sejauh
mana kemajuan proses belajar dan kemampuan anak dalam menyerap materi
pembelajaran tertentu, dan juga sejauh mana efektivitas metode pengajaran yang
digunakan.

22
BAB IV
KUALITAS INSTRUMEN PENILAIAN (VALIDITAS DAN RELIABILITAS)

A. Pengertian Validitas
Validitas berasaldari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu skala atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila instrument tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran, oleh sebab itu
dibutuhkan alat ukur atau instrumen penelitian yang baik (telah teruji validitas dan
reabilitasnya) agar mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Perlu
dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliable dengan instrument
penelitian yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya.
Dalam menggunakan validitas suatu tes, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Mengacu pada materi yang hendak diujikan.
b. Mengacu pada hasil dari suatu tes atau instrument evaluasi yang
dikenakan pada sekelompok individu.
Berkaitan dengan derajat dengan istilah validasi tinggi, sedang, rendah.
c. Mengacu pada penggunaan hasil evaluasi.

B. Faktor Yang MempengaruhiValiditas

1.      Ketidakjelasan petunjuk tes.


2.      Kesulitan siswa dalam memahami padanan kata dan struktur kalimat.
3.      Tingkat kesulitan butir soal.
4.      Pembuatan butir soal.
5.      Ambiguity
6.      Butir soal kurang baik.
7.      Butir soal terlalu pendek.

23
8.      Penyusunan butir soal dalam tes.
9.      Pola-pola jawaban.

C. Pengertian Reliabilitas
              
Reliabilitas adalah karakter lain dari hasil evaluasi. Reliabilitas juga dapat
diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrument evaluasi,
dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi apabila tes yang dibuat
mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti
semakin reliable suatu tes, semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam
hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama dan bisa dipakai di suatu tempat
sekolah, ketika dilakukan tes tersebut.
               Reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat
keajegan atau kekonsistenan suatutes soal. Untuk mengukur tingkat keajegan
soal ini digunakan perhitungan Alpha Cronbach. Rumus yang digunakan
dinyatakan dengan:
R11 =
Keterangan:
n            = banyaknya butir soal
Si2          = jumlah varian stiap skor
St2          = varians skor total
Rumus untuk mencari varians adalah:
Si2  =
Interpretasi nilai r11 
rii            < 0,20                reliabilitas sangat rendah
0,20       <rii 0,40              reliabilitas rendah
0,420     <rii 0,70              reliabilitas sedang
0,70       <rii 0,90              reliabilitas tinggi
0,90       <rii 1,00              reliabilitas sangat tinggi.

RumusKorelasi Product Moment :         
rxy =
      
Ket:

24
rxy  = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel
          yang dikorelasikan
X = skor hasil pengukuran baru
Y = skor rapor
N = jumlah siswa

D. Teknik-teknik Reliabilitas

            Penghitungan reliabilitas untuk tes acuan normative setidak-tidaknya


lebih    mudah dibandingkan dengan pernghitungan validitas. Ada  banyak jenis
reliabilitas yang berbeda-beda, masing-masing ditentukan  dengan cara-cara
yang berbeda dan massing-masing menjelaskan jenis  konsistensi yang berbeda
teknik reliabilitas  tes ulang, bentuk satara, dan belah dua semuanya ditentukan
melalui korelasi.
a.  Teknik Reliabilitas UntukTes Acuan Normatif
            Skor tesdapat menjadi reliable atau konsisten secara
berbeda.Skor   itu dapat dikatagorisasikan sesuaikan dengan apakah sekor-
sekor itu  diperoleh dari satu tes yang diujikan sekali, dua kali, ataukah dua
tes  diujukan dalam satu waktu sekali.Reliabelitas ini dapat
diestimasikan dengan menggunakan  teknik korelasi, dan diungkap dengan
angka decimal   antara 0,00 sampaidengan 1,00

1)      Reliabilitas tes ulang (test-retest reliability)


Teknik reliabilitas tes ulang adalah derajat dimana skor tes tetap konsisten
sepanjang masa. Ia menunjukan sebaran skor yang terjadi dari beberapa
kegiatan ujian sebagai hasil dari kesalahan pengukuran
2)      Reliabilitas bentuk setara (Equivalent-form Reliability)
Teknik reliabilitas setara adalah dua tes yang identik kecuali untuk soal-soal
aktual. Dua bentuk tes itu mengukur bidang isi pelajaran yang sama, jumlah
soal sama, struktur soal sama, tingkat kesulitan sama, dan petunjuk ujian,
penskoran dan penafsiran sama.
3)      Reliabilitas Belah Dua (Spil-Half Reliabiliy)
Reliabilitas belah dua merupakan jenis reliabilitas yang didasarkan pada
konsistensi internal dari suatu tes. Karena prosedur reliabilitas belah dua

25
hanya memerlukan satu kali ujian, maka sumber kesalahan pengukuran
dapat dikurangi, seperti perbedaan situasi dan kondisi ujian, yang dapat
terjadi pada perhitungan reliabilitas tes ulang.
4)      Reliabilitas Kesetaraan Nasional (Retional Equivalence Reliability)
Reliabilitas kesataraan nasional tidak dihitung melalui korelasi, namun
melalui penetapan hubungan antara satu butir soal dengan seluruh butir
lainnya dan total butir soal dalam tes.

E. Faktor –faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas      


Banyak faktor mempengaruhi reliabilitas, beberapa faktor berkaitan dengan
tes itu sendiri, siswa yang mengikuti ujian, lingkungan dimana ujian itu
diselenggarakan, administrasi tes dan prossedur pensekoran. Faktor-faktor
tersebut akan dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki prosedur
pengembangan tes, pemakain tes, dan analisis informasi tes.
   Pertimabngan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi      realiabilitas tes
ini bukan saja membantu guru dalam menafsirkan kofisien      reliabilitas tes
standar searah lebih baik,melainkan juga membantu kita          didalam
merumuskan tes yang lebih reliable. Beberapa faktor yang      dimaksud secara
ringkas dijelaskan sebagai berikut:
1.      Panjang Tes (length of test)
            Kemunginan cara paling rasional untuk meningkat kan
reliabilitas     adalah menambah jumlah butiran soal.Penambahan butiran soal
akan     memperbaiki sampe ranah perilaku yang diujikan, perbaikan sampe
ranah      perilaku itu akan menghasilkan validitas lebih tinggi dan
mengurangi      faktor kebetulan sepert itekanan.
            Walaupun sampe perilaku itubanyak dan dapat menjadiikan
butir             soal semakin banyak pula,namun perlu diperhatikan adalah
butiran soal          itu jangan terlalu banyak sehinngga waktu yang disediakan
untuk ujian      tidak cukup untuk siswa yang
mengerjakannya. Pendeknya, semakin      banyak butir soal yang ada pada
suatu tes maka semakin baik sampel      perilaku yang diukur didalam tes
tersebut.

26
2.      Sebaran Skor (spread of scores)
            Metode korelasi untuk mengestimasi reliabilitas
memerlukan         sebaran sekor. Jika sebaran sekor itu sempit, maka
koefisien reliabilitas      akan menjadi rendah.Begitu pula jika sebaran skor itu
luas, maka koefisien      reliabiltas akan menjadi tinggi.
3.      Keobjektivan Skor (score objectivity)
            Tes objektif merupakan tes yang mampu mengurangi
subjektivitas   penskoran, artinya: setiap orang yang menskor hasil tes akan
menemukan   skor yang sama pada siswa yang sama. Untuk
meningkatkan      objektivitas, proses pensekoran harus dilakuakan seobjektif
mungkin dan           mengurangi pengaruh guru dalam menskor hasil ujian
siswa.

F. Jenis-jenisValiditas dan Reliabilitas

a. Validitas Logis
Istilah “validitaslogis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika” atau
validitas logis sering juga disebut sebagai analisis kualitatif yaitu berupa
penalaran atau penelaahan.Dengan makna demikian maka validitas logis
untuk sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil
penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang
bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan
yang ada. Berdasarkan penjelasan tersebut maka instrumen yang sudah
disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah valid.
b. ValiditasEmpiris
Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman”.
Sebuah instrument dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah
diuji dari pengalaman. Analisis soal secara kuantitatif menekankan pada
analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris.
Karakteristik internal secara kuantitatif dimaksudkan meliputi parameter soal
tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Ada tiga jenisvaliditas yang
seringdigunakan, yakni:

27
c. Validitasisi (content validity)
Sebuah tes dikatakan memilki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus
tertentu yang sejajar dengan materi isi pelajaran yang diberikan.
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian data mengukur isi
yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu
konsep atau variabel yang hendak diukur.
d. Validitaskonstruksi (construct validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang
membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang
disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir
soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berfikir
yang menjadi tujuan instruksional.
e. Validitasprediksi (predictive validity)
Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang
akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

28
BAB V
PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN DAN TELAAH INSTRUMEN

A. PENGERTIAN INSTRUMEN PENILAIAN

Suharsimi Arikunto (2010: 203) menyatakan bahwa, “instrumen adalah alat


bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah
olehnya.” Alat atau instrumen evaluasi dalam Suharsimi (2012: 40-51) alat
adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang dalam
melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien”. Anas
Sudjiono (2011: 4) menjelaskan “menilai adalah kegiatan pengambilan
keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegangan pada
ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dan sebagainya.”
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat dikatakan bahwa
instrumen adalah alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
tentang variabel yang sedang diteliti. Penilaian adalah proses sistematis meliputi
pengumpulan informasi (angka atau deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi
untuk mengambil keputusan.
Oleh karena itu, berdasar pada pengertian instrumen dan penilaian tersebut
dapat disimpulkan bahwa, instrumen penilaian adalah alat yang digunakan
dalam mengumpulkan data yang digunakan sebagai landasan analisis dan
interpretasi untuk pengambilan keputusan.

B. JENIS INSTRUMEN PENILAIAN

Macam-macam instrumen penilaian, diantaranya;


1. Instrumen Tes
Tes ialah metode sistematis untuk mengumpulan data dengan tujuan
membuat perbandingan intra atau antar individu. dimana untuk tes juga dapat
diartikan sebagai instrumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang seseorang atau objek penelitian.
Berdasarkan tujuannya, Suharsimi Arikunto membedakan jenis tes menjadi 6,
yaitu:

29
a.) Tes kepribadian (personality test), ialah tes yang digunakan untuk
mengungkap kepribadian seseorang.
b.) Tes bakat (aptitude test), ialah tes yang digunakan untuk mengukur
atau mengetahui bakat seseorang.
c.) Tes intelegensi (intelligence test), ialah tes yang digunakan untuk
memperkirakan atau mengestimasi tingkat intelektual seseorang.
d.) Tes sikap (attitude test) atau skala sikap, ialah tes yang digunakan
untuk mengukur sikap seseorang.
e.) Tes minat (measures of interest), ialah tes yang digunakan untuk
menggali minat seseorang terhadap sesuatu.
f.) Tes prestasi (achivment test), ialah tes yang digunakan untuk
mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.

Sedangkan jikalau dilihat berdasarkan cara dan bentuk responnya, Anas


Sudjono (2011) membedakan jenis tes menjadi dua golongan, yaitu:
a.) Tes Verbal (Verbal test), ialah jenis tes yang menghendaki respon
(jawaban) yang tertuang dalam kata-kata atau kalimat, baik secara lisan
maupun tertulis.
b.) Tes Non-verbal (Non-verbal test), ialah jenis tes yang menghendaki
jawaban dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, tapi
berupa tindakan atau tingkah laku, sehingga bisa dikatakan bahwa respon
dari testee yaitu berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.

Langkah-Langkah Penyusunan Tes


Safrit & Wood (1989: 289) memberikan beberapa acuan atau pedoman
sebelum melakukan pembutan suatu tes yang digunakan dalam menilai suatu
keterampilan, yaitu: The development of sport skill tests generally involves
four phases; (1) select the attributes to measured, (2) establish that will assess
the appropriate atributes, (3) determine the reliability and establish an
appropriate measurement schedule, and (4) estimate the validity of each
measure.
Pengembangan tes keterampilan umumnya melibatkan empat tahap: (1)
pemilihan atribut untuk diukur, (2) menetapkan atribut yang sesuai yang akaan
dinilai (3) menentukan reliabilitas dan menetapkan jadwal pengukuran yang

30
tepat, dan (4) memperkirakan validitas setiap ukuran, (Safrit & Wood, 1989:
289).

2. Instrumen Non-Tes
Instrumen non-tes dapat diartikan sebagai instrumen yang digunakan
untuk mengukur terjadinya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan
aspek psikomotorik dan afektif, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang
dikerjakan oleh siswa.
Sedangkan untuk bentuk instrumen penelitian, khususnya penilaian non-tes
dapat berupa:
a.) Daftar Cek (Check list), ialah jenis instrumen penilaian yang
menggunakan dua kriteria Ya-Tidak sebagai acuan penilaian.
b.) Skala Rentang (Rating Scale), ialah jenis instrumen yang memungkinkan
penilai untuk memberikan nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi
tertentu, sebab pemberian nilai tengah secara kontinu, dimana pilihan
kategori nilai lebih dari dua (Hamzah dan Satria, 2012:21).

Langkah Penyusunan Instrumen Nontes


Kunandar (2014: 226) menjelaskan langkah-langkah penyusunan instrumen
penilaian nontes dalam penilaian unjuk kerja (performance assessment)
adalah sebagai berikut : (1)Tetapkan KD yang akan dinilai dengan teknik
penilaian unjuk kerja beserta indikator-indikatornya. 18 (2)Identifikasi semua
langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil
akhir (out put) yang terbaik. (3)Tulislah perilaku kemampuan-kemampuan
spesifik yang penting diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan
menghasilkan hasil akhir (out put) yang terbaik. (4)Rumuskan kriteria
kemampuan yang akan diukur (tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria
tersebut dapat di observasi selama siswa tersebut melakukan tugas
(5)Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang akan
diukur, atau karakteristik produk yang dihasilkan (harus dapat diamati).
(6)Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan
yang akan diamati. (7)Kalau ada periksa kembali dan bandingkan dengan
kriteriakriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di
lapangan

31
C. TUJUAN INSTRUMEN PENILAIAN

Secara umum, penilaian itu sendiri dilakukan untuk beberapa tujuan Sudjono
(2005), diantaranya yaitu untuk:
a.) Memberikan informasi terkait kemajuan hasil belajar siswa secara individu
dalam mencapai tujuan sesuai dengan kegiatan belajar yang dilakukan.
b.) Membina kegiatan belajar mengajar lebih lanjut berdasarkan informasi yang
diperoleh berdasarkan hasil penilaian. Informasi tersebut dapat digunakan oleh
guru untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa.
c.) Memberikan motivasi belajar kepada siswa, menginformasikan kemauan
siswa agar teransang untuk melakukan usaha perbaikan.
d.) Memberikan informasi tentang semua aspek kemajuan siswa.
e.) Memberikan bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan sesuai
dengan keterampilan, minat, dan kemampuannya.

D. MANFAAT INSTRUMEN PENILAIAN

Instrumen penilaian bermanfaat sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data


yang berkaitan dengan kompetensi siswa secara kognitif, psikomotorik, dan
afektif, sebagai landasan analisis dan interpretasi untuk pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan-kemampuan tersebut melalui proses pembelajaran.
Secara umum, proses penilaian itu sendiri memiliki beberapa fungsi, diantaranya
yaitu:
1. Memberikan gambaran sejauh mana siswa telah menguasai kompetensi
tertentu
2. Melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa untuk membantu mereka
memahami dirinya dan membuat keputusan untuk langkah selanjutnya, baik untuk
keperluan perencanaan program pembelajaran, pengembangan kepribadian,
maupun sebagai bimbingan untuk penjurusan.
3. Menemukan kesulitan belajar yang dialami siswa, kemungkinan prestasi yang
bisa mereka kembangkan, serta sebagai alat diagnosis yang membantu
pendidik/guru dalam menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial
atau pengayaan.

32
4. Menemukan kelemahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran yang
sedang berlangsung, sehingga pendidik/guru dapat memperbaiki untuk proses
pembelajaran berikutnya.
5. Menjadi pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah terkait kemajuan
perkembangan siwa.

E. CARA MEMBUAT INSTRUMEN PENILAIAN

Langkah-langkah dalam proses penyusunan instrumen penilaian yaitu;


1. Menetapkan pencapaian indikator dari setiap SK dan KD
Langkah pertama yang perlu kita lakukan dalam menyusun instrumen
penilaian adalah menetapkan pencapaian indikator dari setiap Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
Indikator adalah ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang
memberikan kontribusi atau menunjukkan ketercapaian suatu SK. Pencapaian
indikator dari suatu SK atau KD menentukan pencapaian indikator dari setiap
SK atau KD dengan menggunakan kata kerja operasional yang bisa diukur.
Setiap pencapaian indikator yang dikembangkan oleh seorang guru harus
memperhatikan perkembangan dan kemampuan (intake) dari setiap siswa. SK
dapat dijabarkan menjadi beberapa KD, dan setiap KD dapat dijabarkan
menjadi beberapa pencapaian indikator.
Setiap penjabaran disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman tiap-tiap
SK dan KD. Pencapaian indikator menjadi bagian dari pengembangan silabus,
dan RPP menjadi acuan dalam merancang format penilaian (penentuan
metode/teknik penilaian) yang tepat.
2. Melakukan pemetaan SK, KD, dan Pencapaian Indikator
Langkah selanjutnya dalam proses penyusunan instrumen penilaian adalah
melakukan pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan
Pencapaian Indikator. Proses pemetaan yang dilakukan dalam hal ini disebut
dengan istilah pengembangan silabus. Selanjutnya hasil pengembangan
silabus tersebut dijabarkan lagu secara lagi rinci dalam format RPP.
RPP dibuat untuk setiap pertemuan dengan durasi waktu yang disesuaikan
dengan program semester yang telah ditetapkan. Pengembangan silabus dan

33
RPP dirancang dan dibuat oleh setiap guru mata pelajaran dengan mengikuti
bimbingan dan arahan dari kepala sekolah dan tim kurikulum.

F. RAMBU-RAMBU PENYUSUNAN TES DAN TINGKAT RANAH

1. Soal Pilihan Ganda


S e ca r a umum, ada beberapa ra m b u - r a mb u ya n g dijadikan
a cu a n d a l a m p e n yu s u n a n instrumen penilaian tes pada soal pilihan
ganda, antara lain sebaga berikut:
a) Pokok soal sesuai indikator
b) Menanyakan hal yang ebih bermanfaat
c) Hanya berisi satu gagasan
d) Tidak ada petunjuk pada soal lain
e) Tidak terlalu mudah atau sulit
f) Bahasa yang digunakan baku
g) Bahasa sesuai perkembangan siswa
h) Panjang kalimat pilihan jawaban relatife sama
i) Tidak menggunakan kata-kata yang dapat dijadikan petunjuk dalam
menjawab
j) Tidak menggunakan kata-kata: biasanya, umumnya, seringkali, mungkin
k) Pernyataan negatif diberi tanda khusus : cetak miring, tebal, atau huruf
besar
l) Tidak menggunakan pernyataan negatif gandam) Pilihan jawaban
homogen dalam arti isi
m) Pilihan jawaban angka diurutkan.
n) Tersedia kunci jawaban yang benar
o) Letak jawaban benar secara acak
2. Soal Menjodohkan
S e ca r a umum, ada beberapa ra m b u - r a mb u ya n g dijadikan
a cu a n dalam p e n yu s u n a n instrumen penilaian tes pada soal
menjodohkan, antara lain sebaga berikut:
a) Pokok soal sesuai indikator
b) Menggunakan perintah yang operasional.
c) Baik premis maupun respon haruslan berisi hal yang homogeny.

34
d) Jumlah alternatif jawaban (respon) lebih banyak dari pada pernyataan
(premis) nya.
e) Sedapat mungkin respon disusun bersusun (huruf awal atau angka)
f) Rumusan kalimat (pada premis) dan kata (respon) usahakan pendek
g) Butir soal menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar
3. Soal Uraian
S e ca r a umum, ada beberapa ra m b u - r a mb u ya n g dijadikan
a cu a n d a l a m p e n yu s u n a n instrumen penilaian tes pada soal uraian,
antara lain sebaga berikut:
a) Pokok soal sesuai indikator.
b) Materi yang ditanyakan bermakna bagi siswa.
c) Arah jawaban memberikan jawaban yang pasti.
d) Tidak terlalu mudah atau terlalu sulit.
e) Tersedia kunci jawaban dan pedoman penyekoran.
f) Disertai dengan pembobotan tiap nomor.
g) Menggunakan bahasa indonesia yang baku.
h) Menggunakan kata yang operasional.
i) Tidak menggunakan kata-kata bermakna ganda
4. Model Rubrik
S e ca r a umum, ada beberapa ra m b u - r a mb u ya n g dijadikan
a cu a n d a l a m p e n yu s u n a n instrumen penilaian tes pada model rubrik,
antara lain sebaga berikut:
a) Komponen kegiatan yang dinilai sesuai
b) yang dinilai sesuai sub komponen kegiatan
c) Melakukan pembagian tingkatan tiap sub komponen dengan jumlah yang
sama
d) Capaian maksimal (idealnya) ditulis dengan benar
e) Capaian minimal (terjelek) ditulis dengan benar
f) Batasan tegas pada tiap tingkatan dengan pernyataan yang rinci dan jelas
g) Adanya cara pengisian skor tiap indikator atau komponen

35
G. TELAAH INSTRUMEN PENILAIAN

Telaah atau analisis soal dilakukan untuk mengetahui berfungsi tidaknya


sebuah soal. Analisis pada umumnya dilakukan melalui dua cara, yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif atau validitas teoritis yang
dilakukan sebelum soal digunakan untuk melihat berfungsi atau tidak
berfungsinya sebuah soal. Analisis soal secara kuantitatif atau validitas empiris
yang dilakukan untuk melihat berfungsi tidaknya sebuah soal, berdasarkan hasil
ujicoba dari sampel yang representatif.

1. Kegiatan Belajar 1. Melakukan Telaah Teoritis Instrumen Penilaian


Telaah teoritis dimaksudkan untuk menganalisis soal ditinjau dari
segi materi, konstruksi, dan bahasa. Analisis materi dimaksudkan
sebagai penelaahan yang berkaitan dengan substansi keilmuan yang
ditanyakan dalam soal serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan
soal. Analisis konstruksi dimaksudkan sebagai penelaahan yang
umumnya berkaitan dengan teknik penulisan soal. Sedangkan, analisis
bahasa dimaksudkan sebagai penelaahan soal yang berkaitan dengan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) dan bersifat ringkas dan jela

2. Kegiatan Belajar 2. Melakukan Telaah Empiris Butir Instrumen Penilaian


Telaah soal secara empiris menekankan pada analisis karakteristik
internal tes melalui data yang diperoleh secara empiris. Karakteristik
internal secara empiri s yang dimaksudkan adalah meliputi analisis
tingkat kesukaran, daya beda, dan reliabilitas. Khusus untuk tes bentuk
pilihan ganda, analisis juga meliputi peluang untuk menjawab soal
dengan benar dan berfungsi tidaknya pilihan jawaban, yaitu
penyebaran alte rnatif jawaban dari subyek-subyek yang dites. Analisis
ini perlu dilakukan untuk melihat kualitas soal, apakah suatu soal dapat
diterima karena didukung oleh data statistik yang memadai, diperbaiki
karena terbukti terdapat beberapa kelemahan, atau bahkan tidak
digunakan sama sekali karena terbukti secara empiris tidak berfungsi
sama sekali.

36
1. Tingkat kesukaran
Secara umum, tingkat kesukaran dapat dinyatakan melalui
beberapa cara, diantaranya adalah: proporsi menjawab benar, skala
kesukaran linear, indeks Davis, dan skala bivariat (Sumarna
Surapranata, 2004). Proporsi jawaban benar (p) yaitu jumlah
peserta tes yang menjawab benar pada butir soal yang dianalisis
dibandingkan dengan jumlah peserta tes seluruhnya merupakan
tingkat kesukaran yang paling umum digunakan.
2. Daya beda (D)
Indeks daya beda memberi gambaran sesuai kemampuan tes
dalam membedakan peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan
peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks daya beda soal
ditetapkan dari selisih proporsi yang menjawab dari masing-masing
kelompok. Dengan demikian, indeks daya beda ini sama halnya
menunjukkan validitas soal untuk membedakan antara peserta tes
yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang
berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya
beda berkisar antara -1 sampai dengan 1. Tanda negatif
menunjukkan bahwa peserta tes yang kemampuannya rendah
menjawab benar sedangkan peserta tes yang kemampuannya tinggi
menjawab salah. Dengan demikian, soal tes yang memiliki indeks
daya beda negatif menunjukkan terbaliknya kualitas peserta tes.
Soal dengan indek daya beda negatif, tidak dapat digunakan
sebagai alat tes. Indeks daya beda dihitung berdasarkan pembagian
kelompok, yaitu kelompok atas yang merupakan kelompok peserta
tes yang berkemampuan tinggi (memperoleh skor tinggi) dengan
kelompok bawah yaitu kelompok peserta tes yang berkemampuan
rendah (memperoleh skor yang rendah). Indeks daya beda
didefinisikan sebagai selisih antara proporsi jawaban benar pada
kelompok atas dengan proporsi jawaban benar pada kelompok
bawah (Crocker dan Algina, 1986). Umumnya, para ahli tes
membagi kelompok ini menjadi 27% atau 33% kelompok atas dan
27% atau 33% kelompok bawah (Cureton, 1957).

37
3. Hubungan antara tingkat kesukaran dan daya beda
Tingkat kesukaran berpengaruh langsung terhadap daya beda soal.
Jika setiap orang memilih jawaban benar (p=1) atau jika setiap
orang memilih jawaban salah (p=0) maka soal tidak dapat
digunakan untuk membedakan kemampuan peserta tes.
Langkah-langkah untuk menentukan daya beda tes adalah sebagai
berikut.
a. Menentukan tingkat kesukaran tes
b. Mengurutkan hasil tes dengan urutan dari nilai terbesar ke nilai
terkecil
c. Membagi kelompok menjadi kelompok atas dan kelompok
bawah
d. Menentukan selisih tingkat kesukaran antar kedua kelompok

38
BAB VI

ANALISIS BUTIR INSTRUMEN TES

A. Pengertian Evaluasi Non-Tes

Nontes adalah cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan
tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara
sistematis. Teknik evaluasi non-tes berarti melaksanakan penilain dengan tidak
mengunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak
secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial dan lain-lain.
Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara
individu maupun secara kelompok.

B. Macam-Macam Instrumen Non-Tes 

Macam-macam instrumen non tes adalah observasi, wawancara


(interview), skala sikap (attitude scale), daftar cek (check list), skala penilaian
(rating scale), angket, studi kasus, catatan insidental, sosiometri, inventori
kepribadian, dan teknik pemberian penghargaan kepada peserta didik.

a. Observasi 
Adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. 
Tujuan utama observasi adalah : 

 Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang


berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya
maupun dalam situasi buatan. 

 Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi
antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya,
terutama kecakapan sosial (social skill). 

 Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya
maupun situasi yang sengaja dibuat. 
39
b.Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan
mengadakan komunikasi dengan sumber. Komunikasi tersebut dilakukan
dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung
(menggunakan alat komunikasi). 
Bentuk pertanyaan wawancara 

 Bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu oertanyaan yang menuntut jawaban agar


sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan
semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan
jawabannya sudah konkret.

 Bentuk pertanyaan tidak berstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka,


peserta idik secara bebas menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan
semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada peserta didik karena
jawaban dalam pertanyaan itu bebas.

 Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban


campuran, ada yang berstruktur dan ada pula yang bebas.

c.Skala Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia
sekitarnya, baik berupa orang -orang maupun objek-objek tertentu.

d.Daftar Cek (Check List)


Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang
akan diamati. Daftar cek dapat memungkinkan guru sebagai penilai mencatat
tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap penting. Ada
bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam daftar
cek, kemudian tinggal memberikan tanda centang pada tiap-tiap aspek
tersebut sesuai dengan hasil penilaiannya. Daftar cek banyak manfaatnya,
anatara lain membantu guru untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati,
dan dapat memberikan informasi kepada stakeholder.
Skala Penilaian (Rating Scale) Dalam daftar cek, penilaian hanya dapat
mencatat ada tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam skala

40
penilaian fenomena-fenomena yang akan dinilai itu disusun dalam tingkatan-
tingkatan yang telah ditentukan. 

e. Angket 
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi
tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang
bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan responden. 
Ditinjau dari segi siapa yang menjawab:
f.Kuesioner langsung 
Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi
langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang drinya. 
g.Kuesioner tidak langsung 
Adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta
keterangannya. Kuisioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari
informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
h.Studi Kasus 
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu
yang dianggap mengalami kasus tertentu. 
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa subjek dapat
dipelajari secara mendalam dan menyeluruh. Namun, kelemaha

C. Analisis Butir Soal Pilihan Ganda

Analisis butir soal pada umumnya bertujuan untuk menjawab pertanyaan-


pertanyaan berikut:
1) Apakah butir-butir soal itu berfungsi seperti yang diinginkan (efektif)
2) Apakah butir soal itu memiliki tingkat kesukaran yang memadai ?
3) Apakah formulasi kalimat pada butir soal itu cukup jelas ?
4) Apakah masing-masing (pada soal pilihan ganda ) efektif
Langkah-langkah Analisis Butir Soal
Misalkan 37 siswa dalam kelas yang mengikuti ulangan, jadi ada 37 kertas
jawaban yang telah diberi skor.

41
1) Urutkan 37 kertas lembar jawaban dari skor yang tertinggi ke skor yang
terendah dan tumpuk dengan skor tertinggi ditempatkan paling atas dan skor
terendah ditempatkan paling bawah
2) Pilih 27% kertas jawaban dengan skor tertinggi (jadi ada 10 kertas lembar
jawaban di tumpukan bagian atas) dan selanjutnya disebut kelompok atas.
Lakukan hal yang sama untuk tumpukan bagian bawah ( jadi ada 10 kertas
lembar jawaban ) dan sebutlah ini “ kelompok bawah”. Singkirkan kertas
lembar jawaban sisanya, yaitu kelompok tengah sebanyak 17 lembar.
3) Untuk masing-masing butir soal, hitunglah banyaknya siswa di kelompok atas
yang memilih masing-masing pilihan. Lakukan yang sama untuk kelompok
bawah.
4) Catatlah perhitungan pada langkah (3) di atas pada format analisis butir soal
5) Hitunglah tingkat kesukaran (indeks kemudahan) masing-masing butir soal,

TK = BA + BB
n(A) + n(B)

TK = tingkat kesukaran ,
BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
n(A) = Banyaknya siswa kelompok atas
n(B) = Banyaknya siswa kelompok bawah
Kriteria :

Tingkat Kesukaran Keterangan


TK < 0,30 Soal sukar
0,30 < TK < 0,70 Soal sedang
TK > 0,70 Soal mudah

6) Hitunglah daya pembeda masing-masing butir soal

DP = BA- BB = BA – BB
n(A) n(B)

42
BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria :
Daya pembeda Keterangan
DP > 0,40 Baik
0,30 < DP < 0,40 Cukup baik
0,20 < DP < 0,30 Kurang baik( perlu
direvisi)
DP < 0,20 Jelek, soal dirombak

7) Periksalah keefektifan pilihan masing-masing butir soal


Suatu pengecoh yang baik akan menarik lebih banyak peserta tes dari
kelompok bawah dari pada peserta kelompok atas .
a. Ditinjau dari pemilihan distractor /pengecoh pada kelompok atas dan
kelompok bawah . Apabila :
NA = Banyaknya peserta tes pada kelompok atas yang memilih pengecoh,
NB = Banyaknya peserta tes pada kelompok bawah yang memilih pengecoh
Maka :
1) Pengecoh disebut efektif, apabila NA<NB
2) Pengecoh disebut menyesatkan, apabila NA>NB
3) Pengecoh disebut tidak efektif, apabila NA = NB
b. Ditinjau dari banyaknya pemilih pada sampel peserta tes, maka pengecoh
(distractor) dikatakan berfungsi apabila:
1) Untuk butir soal 5 pilihan, pengecoh itu dipilih oleh paling sedikit 3% dari
semua peserta tes dari kelompok atas dan bawah

D. Analisis Butir Soal Uraian

1. Tingkat Kesukaran
Untuk menghitung tingkat kesukaran soal uraian, langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah
a. Menghitung Mean atau skor rata-rata peserta didik pada satu nomor butir
soal tertentu dengan menggunakan rumus :
Mean = Jumlah skor – skor peserta didik pada suatu nomor soal
43
Jumlah peserta didik yang mengikuti Tes
b. Menghitung tingkat kesukaran suatu nomor soal dengan rumus :
Tingkat kesukaran = Mean
Skor maksimun
2. Daya pembeda
Langkah-langkah:
a. Menghitung/menjumlahkan dan mengurutkan skor total peserta didik dari
yang tinggi sampai yang rendah, sehingga dapat diklasifikasikan menjadi
kelompok atas dan bawah
b. Jika peserta tes banyak maka dapat diambil 27% kelompok atas dan 27%
kelompok bawah
c. Hitung Mean kelompok atas dan kelompok bawah
d. Hitung Daya Pembeda dengan rumus:

DP = Mean KA – Mean KB
Skor maksimum Soal

Kriteria:
>0,40 Baik
0.30 – 0.39 Sedang
0.20 – 0.29 Perlu revisi
< 0,19 Soal di buang
Peserta Didik Soal Skor Total Keterangan
1 2 3 Peserta Didik
David 8 7 8 23 Atas
Tina 7 6 9 22 Atas
Budi 6 1 8 15 Bawah
Anis 3 2 7 12 Bawah
Skor Maksimum 10 8 12
Skor Rata-rata 6 4
Tingkat kesukaran 0,60 0,50

Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut.


1. Materi

44
a.Soal harus sesuai dengan indikator.
b.Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c.Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
d.Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat kelas.
2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas,
terbaca, dan berfungsi.
3. Bahasa
a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta
didik.
nnya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya
subjektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan, dan belum tentu dapat
digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain.

45
BAB VII
ANALISIS BUTIR SOAL TES

A.    Pengertian Analisis Butir Soal


Analisis butir soal merupakan suatu prosedur yang sistematis, yang akan
memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang
akan kita susun. Analisis butir soal pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui
apakah setiap item soal benar-benar baik, sehingga diperlukan analisis
terhadapnya.Analisis item soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif.
Dimana tes objektif merupakan alat evaluasi (hasil belajar mengajar) yang
mengukur kepada objek-objeknya. Hal ini tidak berarti bahwa tes uraian tidak
dapat di analisis, akan tetapi memang dalam menganalisis butir tes uraian belum
ada pedoman secara standar.
Tentang kegunaan analisis terhadap item soal pada umumnya dilakukan
terhadap beberapa hal yaitu:
1.      Seberapa besar tingkat kesukaran pada butir/item soal.
2.      Apakah butir item itu mampu membedakan kemampuan antara siswa pandai
dan kurang pandai.
3.      Apakah butir item tersebut menggunakan distraktor yang baik atau belum.
Maka dari itu dengan analisis item soal dapat diperoleh informasi
tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.

B.     Tujuan Analisis
Analisis butir tes merupakan kegiatan penting dalam upaya
memperoleh instrument yang berkategori baik. Analisis ini meliputi:
1.      Menentukan validitas dan reliabilitas tes, dan
2.      Analisis butir tes.
Menurut Thorndike & Hagen, analisis terhadap butir tes yang telah
dijawab siswa suatu kelas mempunyai dua tujuan, yakni:
1.      Jawaban-jawaban soal-soal tersebut merupakan informasi diagnosis untuk
meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajarnya, serta
selanjutnya untuk membimbing kea rah cara belajar yang baik, dan

46
2.      Jawaban terhadap soal-soal dan perbaikan soal-soal yang didasarkan atas
jawaban-jawaban tersebut merupakan dasar bagi penyiapan tes-tes yang lebih
baik.

Analisis butir tes bertujuan untuk mengidentifikasi butir-butir manakah yang


termasuk dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek. Analisis butir tes
memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu butir,
sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan.

C.    Penganalisaan terhadap Butir Soal


1.      Teknik Analisa Derajat Kesukaran Soal
Analisis tingkat kesukaran soal yaitu mengkaji soal-soal tes dari segi
kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah,
sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau
kemampuan siswa dalam menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai
pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat
kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk
mudah, sedang dan sukar.Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk
menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk indeks.
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat
diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-
masing butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai butir-butir item yang baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu
sukar dan tidak pula terlalu mudah dengan kata lain derajat kesukaran item itu
adalah sedang atau cukup. Bertitik tolak dari pernyataan tersebut di atas maka
butir-butir item hasil belajar di mana seluruh testee tidak dapat menjawab
dengan betul (karena terlalu sukar) tidak dapat disebut sebagai item yang baik.
Demikian pula sebaliknya, butir-butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee
dapat menjawab dengan betul (karena terlalu mudah) juga tidak dapat
dimasukkan dalam kategori item yang baik.
  Menghitung tingkat kesukaran soal.
Menggunakan rumus
TK=(WL+WH)/(n2+n1) x 100%

47
Keterangan:
WL      = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawah
WH     = jumlah peserta didik yang menjawab salah adri kelompok atas
n2        = jumlah kelompok bawah
n1       = jumlah kelompok atas
Kriteria penafsiran tingkat kesukaran soal:
-          ≤ 27%                   = mudah
-          28% - 72%            = sedang
-          ≥ 73% -100%        = sukar
           
Menggunakan rumus

P= 
Keterangan
P = tingkat kesukaran

.  = Jumlah peserta yang menjawab benar


Kriteria penafsirannya adalah

p 0,70                  = mudah

0,30     = sedang

p 0,30                  = sukar

2.      Teknik Analisis Daya Pembeda Item


Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar
untuk dapat membedakan (mendiskriminasi) antara kemampuan tinggi dan
rendah. Daya pembeda item itu penting sekali bagi salah satu dasar untuk
menyusun butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan.Tes dikatakan
tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika diujikan kepada anak
berprestasi tinggi, hasilnya rendah tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah
hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua kategori siswa tersebut
hasilnya sama saja.
  Menghitung daya pembeda soal
DP=(WL-WH)/n
Keterangan:

48
WL      = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawah
WH     = jumlah peserta didik yang menjawab salah adri kelompok atas
DP = daya pembeda
n = 27% x N
Kriteria penafsiran daya pembeda soal
0,00-0,20         = rendah
0,21-0,40         = cukup
0,41-0,70         = baik
0,71-1,00         = baik sekali
3.      Teknik Analisis Fungsi Distraktor
Distraktor adalah pengecoh, jawaban-jawaban yang mengecoh. Ini bertujuan
menarik untuk menjawabnya padahal itu salah. Sebagai tindak lanjut atas hasil
penganalisaan terhadap fungsi distraktor tersebut maka distraktor yang sudah
menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tesnya.
Tujuan utama pemasangan distraktor pada setiap butir itu adalah, agar dari
sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik atau
terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang
mereka pilih itu merupakan jawaban yang betul.
Menggunakan rumus;

IP =  x 100%
IP =P/[(N-B)/(n-1)]x 100%

Keterangan:
IP        = Indeks pengecoh
P          = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N         = jumlah peserta didik yang ikut tes
B         = jumlah peserta didik yang menjawab benar
n          = jumlah opsi
1          = bilangan tetap

Adapun kualitas pengecoh berdasarkan indeksnya adalah:


            76% - 125%                                        = sangat baik
            51% -75% atau 126% - 150%             = baik

49
            26%- 50% atau 151% - 175%             = kurang baik
            0% - 25% atau 176% - 200%              = jelek
            Lebih dari 200%                                 = sangat jelek

50
BAB VIII
PENSEKORAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK

A. Pengertian Tes

Istilah ini berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piringan atau
jambangan dari tanah liat. Istilah ini dipergunakan dalam lapangan psikologi dan
selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk
menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari pemberian
suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah
tertentu. Pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas
yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik
untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Dengan demikian, fungsi tes
adalah sebagai alat ukur.
Tes dapat dipilah-pilah ke dalam berbagai kelompok. Berdasarkan
bentuknya dikenal adanya tes uraian (essay test) dan tes objektif (objective test).
Tes Uraian berdasarkan tipenya dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni tes
uraian terbatas (restricted essay test) dan tes uraian bebas (extended essay
test). Tes objektif, berdasarkan tipenya dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni
tes benar salah (true-false test), tes menjodohkan (mathcing test), dan tes pilihan
ganda (multiple choice test).
Beberapa tipe tes tersebut masih dapat dikelompokkan lagi menjadi
beberapa jenis tes berdasarkan ragam dan karakternya. Tes berdasarkan cara
melakukannya juga dapat dipilih menjadi tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan.
Informasi tentang trait/atribut pendidikan atau psikologik dapat juga didapatkan
dengan cara nontes. Misalnya dengan melakukan observasi, wawancara,
angket, sosiometri, catatan anecdote, dan sebagainya.
B. Ranah Kognitif

1. Pengertian Kognitif

Kawasan kognitif adalah kawasan pembahasan tentang tujuan


pembelajaran yang berkenaan dengan proses mental yang berawal dari
tingkat pengetahuan hingga tingkat evaluasi pembelajaran. Dan sasarannya
meliputi : input (kemampuan dan kepribadian), sikap, intelegensi,

51
transformasi dan output (lulusan)Tingkatan kawasan kognitif secara hierarkis
terdapat enam tingkatan, yaitu :
a. Knowlegde (Tingkat Pengetahuan) adalah kemampuan dalam menghafal
atau mengingat kembali setiap pengetahuan yang diterima. Tipe
pengetahuan ini termasuk tingkatan kognitif yang paling rendah, yang cocok
digunakan untuk siswa-i SD/MI  antara kelas I-IV. Kata kerja operasioanlnya
adalah : menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali dan
mendefinisikan. Tipe tes yang digunakan adalah :completion type (tipe
melengkapi), fiil-in (tipe isian), true-false (tipe dua pilihan).
b. Comprehension (Tingkat Pemahaman) adalah kemampuan dalam
mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu
dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterima. Kata
kerja operasinalnya adalah : membedakan, mengubah, mempersiapkan,
menyajikan, mengatur, mengintrepertasikan, menjelaskan,
mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan dan
mengambil kesimpulan. Pembagian tingkatan pengetahuan komprehensi
adalah :
c. Aplication (Tingkat Penerapan) adalah kemampuan siswa-i dalam
menerapkan pengetahuannya dalam memecahkan berbagai permasalahan
yang baru dalam kehidupan sehari-hari, baik berupa ide, teori atau petunjuk
teknis. Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan
pendekatan problem solving (pemecahan masalah). Contoh pengukuran
menggunakan rumus :

Mean = ∑fx
                           N
Kata kerja operasionalnya adalah : menggunakan, menerapkan,
mengggeneralisasikan, menghubungkan, memilih, mengembangkan,
mengorganisasi, menyusun, mengklarifikasi dan mengubah struktur.
d. Analysis (Tingkat Analisis) adalah Kemampuan siswa-i menggunakan
pengetahuan untuk menganalisis situasi tertentu sehingga dapat
memecahkan masalah. Dan kemampuan analisis dibagi menjadi:

·Analisis unsur (kemampuan merumuskan dan mengidentifikasi unsur-unsur


penting dan dapat membedakan antara fakta dan nilai).

52
· Analisis hubungan (Dapat mengenal unsur dan pola hubungan).
· Analisis prinsip yang terorganisasi (kemampuan menganalisis pokok-pokok
yang melandasi tatanan suatu organisasi).
Kata kerjanya adalah : membedakan, menemukan, menganalisis,
mengklasifikasikan, mengategorikan, dan membandingkan.
e. Syntesis (Tingkat Sintesis) adalah kemampuan siswa-i dalam mengaitkan
berbagai elemen dan unsur pengetahuan, sehingga dapat menjadikan siswa-
i menjadi kreatif. Siswa juga mampu menyatukan setiap elemen sehingga
menjadi suatu tubuh yang utuh. Dengan kemampuan sitesis, siswa akan
mampu menemukan hubungan klausal atau urutan tertentu, atau
menemukan abstraksinya berupa integritas. Tanpa kemampuan sitesis yang
tinggi, seseorang hanya melihat bagian dari unit-unit atau bagian-bagian
secara terpisah tanpa mampu menemukan defenisinya yang sebenarnya.

 Hasil dari keterkaitannya adalah :


· Tulisan (menggabungkan tulisan untuk dibuat kesimpulannya melalui
analisis).
· Rencana atau mekanisme (sintesis dibuat untuk membuat rencana atau
mekanisme yang baik).
Kata kerja operasionalnya adalah : menggabungkan, menghasilkan,
mengkhususkan, mengembangkan, menggabungkan, mengorganisasi,
menyintesis, mengklasifikasi dan menyimpulkan. Tipe sintesis adalah:
·   Kemampuan menemukan hubungan yang unik. Dengan pandangan yang
unik, seseorang dapat menemukan hubungan-hubungan unit yang tidak
berate menjadi sebuah integritas yang berarti dengan menambahkan suatu
unsur tertentu. Yang termasuk dalam hal ini adalah  mengkomunikasikan
gagasan, perasaan, atau pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar atau
simbol ilmiah.
·   Kemampuan menyusun rencana atau langkah operasioanal. Misalnya dalam
suatu rapat, bermunculan berbagai usul tentang berbagai hal. Dengan
kemampuan sitesisnya, seorang anggota rapat mengusulkan langkah-
langkah urutan atau tahap-tahap untuk membahas dan menyelesaikan
berbagai usul tersebut.

53
·   Kemampuan mengabstraksi sejumlah fenomena, data, atau hasil observasi
menjadi : teori, proporsi, hipotesis, skema atau model.
f. Evaluation (Tingkat Evaluasi) adalah kemampuan siswa-i mengambil
keputusan berdasarkan pengetahuan, konsep dan situasinya. Dengan
kemampuan evaluasi, siswa diminta untuk membuat penilaian tentang suatu
pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu.
Kegiatan penilaian dapat dilihat dari segi tujuannya, gagasannya, cara
bekerjanya, cara pemecahannya, metodenya, materinya, atau yang lainnya. 1

Bentuk evaluasi berdasarkan kriteria internal dapat berupa mengukur


probabilitas suatu kejadian; menerapkan kriteria tertentu pada hasil suatu
karya; mengenai ketepatan, kesempurnaan dan relevansi data,
membedakan valid-tidaknya generalisasi, argumentasi, dan lain-lain,
mengetahui adanya pengulangan yang tidak diperlukan.
Bentuk evaluasi berdasarkan kriteria eksternal antara lain
mengembangkan standar sendiri tentang kualitas karya kontemporer,
membandingkan suatu karya dengan karya lain yang berstandar tinggi,
membandingkan berbagai teori, generalisasi, dan fakta suatu budaya. Kata
kerja operasional evaluasi adalah : menafsirkan, menilai, menentukan,
mempertimbangkan, membandingkan, melakukan, memutuskan, dan
mengargumenkan. Kemampuan evaluasi diklasifikasikan menjadi enam tipe
yaitu :
1.    Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau
dokumen. (ketapatan internal)
2.    Dapat memberikan evaluasi tentang keajegan dalam memberikan
argumentasi, evidensi dan kesimpulan, logika dan organisasi. (keajegan
internal)
3.    Dapat memahami nilai serta sudut pandang yang dipakai dalam
mengambil keputusan. (kriteria internal)
4.    Dapat mengevaluasi suatu karya dengan membandingkannya dengan
karya lain yang relevan. (kriteria eksternal)
5.    Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang
telah ditetapkan. (kriteria eksternal)
1

54
2. Pedoman Pemberian Skor pada Tes Kognitif :

a. Contoh pedoman penskoran soal bentuk pilihan ganda


1. Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan adalah satu untuk
tiap butir yang dijawab benar. Sehingga jumlah skor sesuai dengan
banyak butir yang dijawab dengan benar. Skor =  B x  100/N
 B = Banyak butir yang dijawab benar.
 N = banyaknya butir soal

2. Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah :


 Skor = [( B -   S    ) / N] x 100
                       P
B = Banyaknya butir soal yang dijawab benar
S = Banyaknya butir soal yang dijawab salah
P = Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = Banyaknya butir soal
3. Contoh pedoman penskoran soal uraian objektif
Indikator : Peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan
mengubah satuan ukurannya.
Soal : Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm,
dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk
menjawab, tulislah langkah-langkahnya).
Langkah Kunci Jawaban Skor
Isi balok = Panjang x lebar x
tinggi
               = 150 cm x 80 cm x 75
1 1
cm
2 1
               = 900.000 cm³
3 1
Isi bak mandi dalam liter :
4 1
= 900.000 liter
     1000
5 = 900 liter 1
Skor Maksimum 5

55
4. Contoh pedoman penskoran soal uraian non objektif
Indikator  : Siswa-i dapat mendeskripsikan alasan warga negara 
Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia.
Soal      : Tulislah alasan-alasan yang membuat anda bangga  sebagai
rakyat Indonesia!
Pedoman penskoran adalah : Jawaban boleh bermacam-macam,
namun pokok jawaban tidak keluar dari tema sebagai berikut :
Rentang
Kriteria Jawaban
Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam
Indonesia. 0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air
Indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll) 0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragamanan
budaya, suku, adat istiadat tetapi tetap bersatu 0-2
Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan
masyarakat Indonesia 0-2
Skor maksimum 8

C. Ranah Afektif

Pengukuran ranah afektif tidak semudah pengukuran ranah kognitif.


Pengukuran afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran
formal) karena perubahan tingkah laku siswa dapat berubah-ubah setiap waktu.
Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang cukup lama, demikian
juga dengan mempertimbangkan minat, penghargaan, dan nilai-nilai.

Dalam petunjuk Pelaksanaan Penilaian Pendidikan Sejarah Perjuangan


Bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif bertujuan mengukur
pengembangan penalaran, sedangkan tujuan afektif adalah :

56
1. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan
program perbaikan (remedial Program) bagi anak didiknya.
2. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai
antara lain diperlukan sebagai bahan bagi perbaikan tingkah laku anak didik,
pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak
didik.
3. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat,
sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan seta karakteristik anak
didik.
4. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku
anak didik (Depdikbud,1983 ; 2)

Sehubungan dengan tujuan penilaiannnya ini maka yang menjadi sasaran


penilaian ranah afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya.
Sebagai contoh, siswa tidak dituntut untuk mengetahui permasalahan
perekonomian yang terjadi di Negara Indonesia saat ini, tetapi bagaimana
sikapnya terhadap masalah perekonomian tersebut.
Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban yang benar atau salah, tetapi
jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap, dan internalisasi
nilai (oleh Crobach dibedakan antara maximum performance dengan typical
performance attitude) (Cronbach).
Contoh pertanyaan :
Kondisi perkembangan perekonomian Indonesia semakin menurun
karena banyaknya sector sumber daya alam yang dikuasai oleh investor dan
pihak asing.
Pilihan jawabannya:
SS   S   TS   STS   BL
Keterangan :
SS        = Sangat Setuju
S          = Setuju
TS        = Tidak Setuju
STS     = Sangat tidak setuju
BL       = Blangko

57
Pertanyaan ini bukan mengukur sikap, tetapi tingkat pengetahuan,
karena apabila anak mengisi TS dapat diketahui bahwa ada dua
kemungkinan jawaban dari siswa tersebut. Yang pertama siswa tidak tahu
bahwa perekonomian Indonesia makin menurun karena banyaknya sumber
daya alam yang dikuasai oleh pihak asing, yang kedua, siswa tahu bahwa
perekonomian Indonesia makin menurun karena banyaknya sumber daya
alam yang dikuasai oleh pihak asing, tetapi ia menyatakan tidak setuju.
Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama halnya
dengan aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang dicakup
dihubungkan dengn TIU dan TIKnya. Sebgai pengganti TIU adalah yang
disebut sebagai nilai dasar. Di dalam PSPB nila-nilai dasar yang dimaksud
adalah hasil jabaran dari konsep dasar yang tercantum dalam GBHN 1983,
yang kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan pokok tentang
PSPB (Depdikbud, 1983, halaman 6). Selanjutnya nilai dasar tersebut
diuraikan kedalam nilai dan indicator. Untuk PSPB ada 4 nilai dasar yaitu :
1.      Kesadaran nasional sebagai suatu bangsa
2.      Sikap patriot
3.      Kreatif dan inovatif
4.      Kepribadian yang berdasarkan nilai, jiwa, dan semangat 1945 dan
Pancasila.
Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indicator adalah sebagai
berikut :
Nilai dasar : sikap patriot
Nilai : tahan uji/ulet/tahan menderita
Indikatornya antara lain :
-          Tidak mau berhenti sebelum pekerjaannya selesai
-          Tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya.

Jenis-Jenis Skala Sikap


Ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara
lain :
 Skala Likert

58
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima
respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip
yaitu :
SS        = sangat setuju
S          = setuju
TB       = Tidak berpendapat
TS        = Tidak Setuju
STS     = Sangat Tidak Setuju
 Skala Pilihan Ganda

Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan
yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.
Contoh :

Dalam upacara Bendera :


a)      Setiap peserta harus dengan hikmat mengikuti jalannya upacara tanpa
kecuali
b)      Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan
tidak menggangu jalannya upacara
c)      Dalam keadaan terpakasa peserta boleh berbicara tetapi hanya dalam
berbisik
d)     Peserta boleh (merdeka) berbicara asal dalam keadaan tertib.

 Skala Guttman

Skala ini berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing
harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pertnyataan-pernyataan tersebut
menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila reponden setuju
pernyataan nomor 2, diasumsikan pasti akan setuju nomor 1. Selanjtunya
jika reponden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju dengan
pernyataan nomor 1 dan 2, demikian selanjutnya.
Contoh :
1)      Saya mengizinkan anak saya bermain ke rumah tetangga
2)      Saya mengizinkan anak saya pergi ke mana saja ia mau
59
3)      Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja ia mau dan kemana
saja
4)      Anak saya bebas pergi kemana saja tanpa izin terlebih dahulu.
 Semantic Differential
Semantic differential merupakan instrument yang mengukur konsep-
konsep untuk tiga dimensi. Instrument ini dikemukakan oleh Osgood dan
kawan-kawan. Dimensi yang diukur dalam kategori : baik- tidak baik, kuat-
lemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak
berguna. Dalam buku Osgood dikemukaka adanya  faktor untuk
menganalissi skalanya :

a)      Evaluation (baik-buruk)
b)      Potency (kuat-lemah)
c)      Activity (cepat-lambat)
d)     Familiarity ( Tambahan Nunnally)
 Pengukuran Minat

Disamping menggunakan skala seperti contoh diatas, minar juga dapat


diukur dengan cara seperti dibawah ini :

A.    Mengunjungi Perpustakaan :SS        S          B          TS        STS


B.     Sandiwara                   : SS        S          B          TS        STS

Pilihan :sangat senangsampai dengan  sangat tidak senang ditentukan


sendiri seberapa suka.

D. Ranah Psikomotorik

Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang


berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan
atau dimulai dengan pengukuran ranah psikomotorik sekaligus. Misalnya,
Penampilan Dalam Menggunakan Termometer, hal ini diukur mulai dari
pengetahuan mereka mengenai alat tersebut, pemahaman tentang alat dan

60
pengetahuannya (aplikasi), kemudian baru cara menggunakannya dalam
bentuk keterampilan. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci antara
lain : cara memegang, cara meletakkan/menyelipkan ke dalam ketiak atau
mulut, cara membaca angka, cara mengembalikan ke dalam tempatnya, dan
sebagainya. Ini semua tergantung kehendak kita, asal tujuan pengukuran dapat
tercapai.
Penyusunan Tes Psikomotor

Tes penampilan/perbuatan, baik berupa tes identifikasi sampai unjuk kerja,


semuanya dapat diperoleh dengan menggunakan daftar cek (Check-List)
ataupun skala penilaian (rating scale). Daftar cek maupun skala penilaian juga
dapat dipakai sebagai “Lembar Penilaian” atau alat untuk observasi dalam
rangka pengukuran yang bebas waktunya, dalam arti tidak dilakukan dalam
suasana ujian secara formal.2 Berikut ini akan dijelaskan bagaimana cara
penyusunan butir soal bentuk daftar cek dan skala penilaian:
1. Penyusunan Butir Soal Bentuk Daftar Cek

Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian


tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang
merupakan indikator-indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh
karena itu menyusun daftar cek hendaknya :

·         Carilah indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diujikan


·         Susunlah indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan
penampilanya. Kemudian lakukan pengamatan terhadap subjek yang dinilai
untuk melihar pemunculan indikator-indikator yang dimaksud. Jika indikator
tersebut muncul, maka diberi tanda V atau tulis kata “ya” pada tempat yang
telah disediakan.

Misalnya, seorang guru akan melakukan pengukuran terhadap


keterampilan peserta didik menggunakan termometer badan. Untuk itu
dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta didik terampil
menggunakan termometer tersebut, misal indikatornya sebagai berikut :
2

61
 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya
 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya
 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya
 Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang di ukur
suhunya
 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya
 Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer

Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu


melakukan urutan kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh
indikator-indikatornya, kemudian disusun butir soalnya dalam bentuk daftar
cek seperti berikut.

Jadi, karakteristik butir-butirnya mengandung uraian/pernyataan tentang


ranah pembuatan yang sudah pasti, tinggal perbuatan itu muncul atau
tidak.

2. Penyusunan Butir Soal Bentuk Skala Penilaian

Pada prinsipnya penyusunan skala penilaian tidak berbeda dengan


penyusunan daftar cek, yaitu mencari indikator-indikator yang
mencerminkan keterampilan yang akan diukur, yang berbeda adalah cara
penyajiannya. Dalam skala penilaian, setelah diperoleh indikator-indikator
keterampilan, selanjutnya ditentukan skala penilaian untuk setiap
indikator. Misalnya :
·         Skala 5 : Jika suatu indikator dikerjakan dengan sangat tepat
·         Skala 4 : Jika tepat
·         Skala 3 : Jika agak tepat
·         Skala 2 : Jika tidak tepat
·         Skala 1 : Jika sangat tidak tepat

62
Kembali kepada contoh awal, untuk mengukur keterampilan peserta didik
menggunakan termometer badan disusun skala penilaian sebagai berikut.

Lingkari angka 5 jika sangat tepat, angka 4 jika tepat, angka 3 jika
agak tepat, angka 2 jika tidak tepat dan angka 1 jika sangat tidak
tepat untuk setiap tindakan di bawah ini!
Skala Tindakan
Cara mengeluarkan termometer dari
5 4 3 2 1 tempatnya
Cara menurunkan posisi air raksa serendah-
5 4 3 2 1 rendahnya
Cara memasang termometer pada tubuh
5 4 3 2 1 orang yang diukur suhunya
Lama waktu pemasangan termometer pada
5 4 3 2 1 tubuh orang yang di ukur suhunya
Cara mengambil termometer dari tubuh
5 4 3 2 1 orang yang diukur suhunya
Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa
5 4 3 2 1 kapiler termometer

Jadi, pada prinsipnya dalam penilaian menggunakan bentuk skala


penilaiana, ada tingkatan penampilan untuk setiap indikator keterampilan
yang akan diukur. Seperti pada contoh, yakni dari skal 1sampai 5. Dengan
demikian, penilai yang mana pun akan dengan tepat dapat menilai karena
sudah ada kriteria untuk menilai kesesuaian tindakan peserta didik
dengan indikator yang telah dibuat. Kriteria setiap skala untuk setiap
butir/lagkah juga harus sudah dihafal oleh penilai. Jadi, jika dilakukan
penilaian oleh banyak ada keseragaman antar penilai.

63
Teknik Penskoran Tes Psikomotorik

Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian,


ada 6 butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta
didik. jika seorang peserta didik mendapatkan data sebagai berikut :

·         Butir 1 : skor 5 (Sempurna/benar)


·         Butir 2 : skor 4 (Benar, Kurang Sempurna)
·         Butir 3 : skor 4 (Benar, Kurang Sempurna)
·         Butir 4 : skor 3 (Kurang Benar)
·         Butir 5 : skor 3 (Kurang Benar)
·         Butir 6 : skor 3 (Kurang Benar)

Maka, total skor yang diperoleh peserta didik tersebut adalah


(5+4+4+3+3+3) atau =22. Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh
nilai 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30,
maka median skornya adalah :

Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh nilai :


6 – 12     : Gagal
13 – 18   : Kurang Berhasil
19 – 24   : Berhasil
25 – 30   : Sangat Berhasil
Dengan demikian peserta didik dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah
berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik jika sifat
keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan
sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta didik yang memperoleh
skor total 30 dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna

64
BAB IX
PENILAIAN ACUAN NORMA DAN PENILAIAN ACUAN PATOKAN

A. Penialaian Acuan Norma

Istilah tes acuan norma merupakan terjemahan dari norm-referenced test.


Tes ini disusun untuk menentukan kedudukan atau posisi seorang peserta tes
diantara kelompokknya baik kelompok peserta didik dalam satu kelas, sekolah,
provinsi atau nasional.
Dalam penyusunan tes acuan norma memerlukan kaliberasi yang lebih
sulit daripada tes acuan patokan, karena tidak semua butir tes dapat digunakan
dalam tes acuan norma. Soal yang digunakan dalam tes acuan norma harus
memiliki tingkat kesukaran serta daya pembeda, sehingga hasil tes acuan
norma benar-benar menunjukkan kedudukan seorang peserta tes di antara
kelompoknya.
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :
1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap
peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya,
Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui
kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas,
sekolah, dan lain sebagainya.

65
2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”.
Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau
kebutuhan pada waktu tersebut.
3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat
kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang
diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya)
dalam komunitasnya (kelompoknya).
4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecenderungan untuk menggunakan
rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai
dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang
serius.
5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan
penguasaan kelompok.
Sebagai contoh adalah dalam kelas matematika, peserta tes terdiri dari 9
orang dengan skor mentah 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, dan 30. Jika
menggunakan pendekatan penilaian acuan normal (PAN), maka peserta
tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi,
misalnya 10. Sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan
mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Nilai-nilai
tersebut diperoleh secara transpormasi sebagai berikut: Skor 50
dikonversi menjadi nilai 10 sebagai nilai tertinggi yang dicapai peserta tes,
yang diperoleh dengan cara:
   10 = 10
   10 = 9
   10 = 8
   10 = 7
   10 = 6

            Cara lain dengan menafsirkan hasil tes acuan norma dengan


menggunakan skor persentil. Contohnya bila Neni Asriyani mencapai skor
mentah 71 dari skor maksimum 100, akan dicari skor persentilnya. Langkah
yang harus dilakukan adalah:
1.      Hitung jumlah peserta didik yang mencapai 71 dan dibawahnya, misalnya
20 orang. Jumlah seluruh peserta tes 50 orang.

66
2.      Skor persentil Neni diantara kelompok tersebut adalah 20/50 = 40

B. Penilaian Acuan Patokan

Istilah penilaian acuan patokan merupakan terjemahan dari criterion-


referenced assesment. Literatur asing menyebutnya sebagai criterion-
referenced test, objective-referenced assesment, content referenced
assesment, domain referenced assesment dan universe referenced assesment.
Istilah tersebut dapat ditukarkan dalam penggunaannya. Dalam menafsirkan
hasil tes acuan patokan yang didasarkan atas persentase skor yang dicapai
peserta didik dibandingkan dengan skor maksimum.
Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang mengacu kepada tujuan
instruksional atau untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap
perilaku yang terdapat dalam tujuan instruksional khusus tersebut.
Skor yang dicapai setiap peserta didik ditafsirkan dengan cara yang sama,
yaitu membandingkan dengan skor maksimum yang mungkin dicapai peserta
didik untuk kompetensi yang terdapat dalam tujuan instruksional. Alat penilaian
hasil belajar kawasan kogninif memang selalu berbentuk tertulis atau lisan.
Berbeda kawasan psikomotor selain berbentuk lisan atau tertulis respon
perserta didik harus berbentuk gerak fisik. Sedangkan alat penilaian hasil
belajar kawasan afektif, berbentuk sikap perilaku yang dapat diamati.
Sebagai contoh rumus yang dapat digunakan adalah:
Nilai = skor mentah / skor maksimum ideal x 100
Selanjutnya nilai-nilai yang berhasil dicapai masing-masing siswa ditransfer
atau diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan patokan-patokan yang
telah disepakati masing-masing lembaga/institute/universitas. Misalanya:
Nilai 85 keatas = A
Nilai 75 – 84 = B
Nilai 65 – 74 = C
Nilai 55 – 64 = D
Nilai dibawah 55 = E

67
C. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
Gronlund (1990) mengemukakan kesamaan dan perbedaan kedua jenis tes
tersebut, yaitu:
Persamaannya:
1.      Keduanya mensyaratkan perumusan secara spesifik kompetensi atau
perilaku yang akan diukur.
2.      Keduanya disusun berdasarkan sampel dan tujuan instruksional yang
rasional dan representatif.

3.      Keduanya menggunakan jenis tes yang sama seperti tes subjektif, tes
karangan, tes kinerja atau tes keterampilan

4.      Keduanya menggunakan ketentuan yang sama dalam menulis butir tes,


kecuali untuk kesulitan tes. Ini berarti bahwa keduanya sama-sama
membutuhkan kalibrasi daya pembeda dan analisis options.

5.      Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitas

6.      Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun maksud yang


berbeda.

Perbedaannya:

Tabel 1. Perbedaan PAN dan PAP

PAN PAP

Mengukur sejumlah besar Mengukur kompetensi atau


kompetensi atau perilaku dengan perilaku dalam jumlah yang
sedikit butir tes untuk setiap terbatas dengan banyak butir tes
perilaku untuk setiap perilaku
Menekankan perbedaan di antara Menekankan penjelasan tentang
peserta tes dari segi tingkat apa perilaku yang dapat dan
pencapaian belajar secara relatif yang tidak dapat dilakukan oleh
setiap peserta tes.
Lebih mementingkan butir-butir Mementingkan butir-butir tes
tes yang mempunyai tingkat yang relevan dengan perilaku
kesulitan sedang dan biasanya yang akan diukur tanpa perduli

68
membuang tes yang terlalu dengan tingkat kesulitannya.
mudah dan terlalu sulit.
Digunakan terutama untuk survey Digunakan terutama untuk
penguasaan.
Penafsiran hasil tes Penafsiran hasil tes
membutuhkan pendefenisian membutuhkan pendefenisian
kelompok secara jelas perilaku yang diukur secara jelas
dan terbatas.

            Dalam mengembangkan jenis alat penilaian hasil belajar apapun, ada


prinsip yang harus dipegang teguh, yaitu pertama-tama alat penilaian itu
berbasis TIU dan TIK. Di samping itu, sedikitnya ada tiga persyaratan pokok
yang harus dipenuhialat penilaian yang baik, yaitu validitas, reliabilitas dan
kepraktisan penggunaanya.

D. Prosedur Penyusunan Alat Penilaian Acuan Patokan


Untuk menyusun alat penilaian, perlu melakukan langkah-langkah
berikut:
 Menentukan Maksud Penilaian
Alat penilaian yang akan dibuat pendesain instruksional akan digunakan
untuk dua maksud utama, yaitu memberikan umpan balik bagi peserta didik
dalam setiap tahap proses belajarnya dan untuk menilai efektifitas sistem
instruksional secara keseluruhan.
 Membuat tabel spesifikasi
Nama lain dari tabel spesifikasi adalah kisi-kisi.
 Menulis butir tes
Dalam menulis butir tes, macam dan jumlah butir tes harus sesuai dengan
tabel spesifikasi, menggunakan komponen kondisi dalam TIK sebagai
dasar dalam menyusun pertanyaan, dan setiap menyelesaikan satu butir
tes, seorang pendesain instruksional menanyakan kepada dirinya sendiri
dengan pertanyaan “ Seandainya p peserta didik dapat menjawab
pertanyaan atau melakukan perilaku yang dikehendaki oleh butir tes
tersebut dengan benar, apakah peserta didik berarti telah mampu

69
melakukan atau menguasai perilaku seperti yang telah tercantum dalam
TIK?” (Bila ada keragu-raguan, butir tes harus direvisi).
 Merakit Tes
Butir tes yang telah selesai ditulis dikelompokkan atas dasar jenis yang
sama kemudian diberi nomor urut 1 dan seterusya
 Menulis Petunjuk
Dalam menulis petunjuk haruslah singkat, jelas tetapi padat. Misalnya
menuliskan berdasarkan jenis tes (mengisi, menjodohkan, benar salah,
pilihan ganda dan lainnya)
 Menulis Kunci Jawaban
Hal ini diperlukan untuk memberi skor atau orang yang memeriksa dan
menilai hasil jawaban peserta didik.

 Menguji coba Kualitas Teknis Tes


a.         Kualitas setiap butir tes
b.        Kejelasan dan kesederhanaan petunjuk cara menjawab
c.         Kemudahan siswa memahami maksud setiap pertanyaan
d.        Kelengkapan alat-alat yang harus dibawa siswa, misalnya kalkulator,
tabel, kertas jawaban, pensil atau alat tulis tertentu
e.         Kesesuaian waktu yang dibutuhkan siswa dengan yang ditetapkan
dalam tes tersebut
f.         Kejelasan dan kebersihan pengetikkan

 Menganalisis hasil ujicoba


Hasil uji coba tes dapat diolah dalam dua bagian penting, yaitu kualitas
setiap butir tes, dianalisis daya pembedanya dan untuk tes pilihan ganda
dianalisis juga fungsi setiap optionnya. Selanjutnya kualitas teknik
penulisan dan kualitas fisik, dianalisis menurut unsur-unsur point 7b – 7f.
 Merevisi tes
Tes yang telah diujicobakan direvisi seperlunya menurut hasil uji coba.
Apabila revisi tes itu secara keseluruhan cukup besar sebaiknya tes baru
tersebut diujicobakan lagi

70
BAB X
PEMANFAATAN DATA HASIL PENILAIAN

Guru yang baik adalah guru yang dapat memanfaatkan hasil penilaiannya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan pada kelasnya maupun pada lembaga tempat ia
bekerja. Pernyataan tersebut senada dengan pentingnya hasil penilaian bagi
sekolah. Hasil penilaian harus dimanfaatkan untuk semua pihak yang
berkepentingan.

A. Manfaat data penilaian hasil belajar formatif

a. Tes formatif dilaksanaan pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar,


khususnya pada akhir pengajaran. Hasil tes ini menggambarkan penguasaan
tujuan instruksional para siswa dan anggota petunjuk kepada guru tentang
keberhasilan dirinya dalam mengajar. Oleh sebab itu, data ini sangat
bermanfaat bagi guru dalam upaya memperbaiki tindakan mengajar
selanjutnya. Data hasil penilaian formatif menurut sudjana (2011:157-158)
dapat dimanfaatkan guru untuk berbagi kepentingan, yaitu sebagai berikut :
b. Memperbaiki program pengajaran atau satuan pelajaran di masa mendatang,
terutama dalam merumuskan tujuan instruksional, organisasi bahan, kegiatan
belajar-mengajar, dan pertanyaan penilaian.
c. Meninjau kembali dan memperbaiki tindakan mengajarnya dalam memilih dan
menggunakan metode mengajar, mengembangkan kegiatan belajar siswa,
bimbingan belajar, tugas dan latihan para siswa, dan lain-lain.
d. Mengulang kembali bahan pengajaran yang belum dikuasai para siswa
sebelum melanjutkan dengan bahan baru, atau member penugasan kepada
siswa untuk memperdalam bahan yang belum dikuasainya; dan
e. Melakukan diagnosis kesulitan belajar para siswa sehingga dapat ditemukan
factor penyebab kegagalan siswa dalam menguasai tujuan instruksional. Hasil
diagnosis ini dapat dijadikan bahan dalam memberikan bantuan dan
bimbingan belajar pada siswa.

71
B. Manfaat data penilaian hasil belajar sumatif

Tes sumatif dilaksanakan pada akhir suatu satuan program, misalnya pada
akhir caturwulan, akhir semester, dan sejenisnya yang bertujuan untuk mengukur
tingkat penguasaan hasil belajar siswa. Seperti halnya data hasil penilaian
formatif, menurut sudjana (2011:158-159) data hasil penilaian sumatif juga
bermanfaat bagi guru untuk keperluan sebagai berikut :
a. Membuat laporan kemajuan belajar siswa (dalam hal ini menentukan
nilai prestasi belajar untuk mengisi raport siswa) setelah
mempertimbangkan pula nilai dari hasil tes formatif dan kemajuan-
kemajuan belajar lainnya dari setiap siswa.
b. Menata kembali seluruh pokok bahasan dan subpokok bahasan setelah
melihat hasil tes sumatif terutama kelompok materi yang belum
dikuasainya. Konsep esensi pokok bahasan yang belum dikuasai siswa
dilihat kembali, baik dalam hal tingkat kesulitannya, ruang lingkup dan
susunannya, waktu yang diperlukan, maupun buku sumber yang relevan
untuk dipelajari siswa. Hasil penataan tersebut berupa program belajar
atau GBPP yang telah disempurnakan tanpa mengurangi ketentuan yang
berlaku dalam kurikulum, minimal untuk digunakan pada caturwulan atau
semester yang sama pada tahun berikutnya.
c. Melakukan perbaikan dan penyempurnaan alat penilaian tes sumatif
yang telah digunakan berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh atau
dicapai siswa. Soal-soal yang dijawab salah oleh sebagian besar siswa
hendaknya dikaji ulang dari berbagai segi, yaitu dari tingkat kesulitan
soal, konsep esensi yang ditanyakan, kebenaran jawaban dari
pertanyaan, bahasa yang digunakan, relevansi pertanyaan dengan
kemungkinan jawabannya, jumlah soal dan waktu yang disediakan,
bentuk soal, dan lain-lain.
d. Merancang program belajar bagi siswa pada semester atau caturwulan
berikutnya.

72
C. Manfaat data hasil penilaian proses belajar mengajar

Data hasil penilaian proses belajar mengajar sangat bermanfaat bagi guru,
siswa, dan kepala sekolah. Guru dapat mengetahui kemampuan dirinya sebagai
pengajar, baik kekurangan maupun kelebihannya. Guru juga dapat mengetaui
pendapat dan aspirasi para siswanya dalam berbagai hal yang berkenaan
dengan proses belajar mengajar. Berdasarkan informasi ini guru dapat
memperbaiki dan menyempurnakan kekurangannya dan mempertahankan atau
meningkatkan kelebihannya. Dengan penilaian proses belajar mengajar kepada
sekolah dapat memikirkan upaya-upaya pembinaan para guru dan siswa
berdasarkan pendapat, saran, maupun aspirasi dari berbagai pihak seperti guru,
siswa, dan orangtua, yaitu melengkapi sarana belajar, meningkatkan
kemampuan professional tenaga pendidik, pelayanan sekolah, perpustakaan
sekolah, tata tertib sekolah, disiplin kerja, pengawasan, dan sebagainya.

D. Manfaat data hasil penilaian bagi penelitian pendidikan

Data hasil penilaian baik penilaian proses maupun penilaian hasil belajar
dapat dimanfaatkan oleh pihak lain yaitu peneliti dari lembaga penelitian ataupun
dari perguruan tinggi sebagai data acuan dalam melakukan penelitian disekolah
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, data penilaian harus didokumentasikan oleh
pihak sekolah secara baik dan teratur agar dapat digunakan manakala
diperlakukan.

73
DAFTAR PUSTAKA

https://dezitanoyap.wordpress.com/2016/12/20/bab-iii-telaah-instrumen-penilaian/
https://pdfslide.net/documents/telaah-instrumen-penilaian.html
https://www.coursehero.com/file/61149299/Resume-Penyusunan-Instrumen-
Penilaian-PPE-Alimatussyadiah-A1A117028docx/
https://penelitianilmiah.com/instrumen-penilaian/
https://eprints.uny.ac.id/66236/3/BAB%20II.pdf
Sudjiono Anas, Pengantar evaluasi pendidikan, Jakarta: PT Rajagrafindo
persada2009
Sudjana Nana. Penilaian hasil proses belajar mengajar, Bandung : PT Remaja
Rosdamakarya2011
Mulyady,Evaluasipendidikan, UIN-Maliki Press (Anggota IKAPI) Malang : 2010
Daryanto, Evaluasipendidikan, Jakarta Rinekacipta:2010
Wayan, Evaluasipendidikan,S

74

Anda mungkin juga menyukai