“JIHAD”
NAMA KELOMPOK :
1. IMAM SYAFI’I
2. AINUN AKBAR
3. M. RIZAL MUHAIMIN
4. ILNA LUTFI NUR R.
5. MUTHIMMATUL IVADAH
6. SITI NUR A.
7. NOVI DAMA YANTI
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Berjuang
Perjuangan berarti berusaha untuk menggapai sesuatu, sesuatu itu berarti apa yang kiat
dambakan, sesuatu yang kita dambakan berarti merukan hal yang postif, hal yang positif
berarti merupakn hal yang baik, hal yang baik insyaAllah bernilai pahala. Jadi pada
hakekatnya sebuah perjuangan merupakan langkah kita untuk menggapai suatu pahala disisi
Allah SWT.
Dalam dunia ini tidak mungkin orang yang mengalami sebuah kesuksesan tanpa diawali
dengan yang namanya PERJUANGAN. dalam perjuangan tersebut juga terdapat berbagai
macam hambatan-hambatan yang malang melintang. Semakin kita sering mengalami
berbagai masalah maka semakin kuat pula kita.Hidup ini memang tak mungkin lepas dari
perjuangan, untuk akherat juga perlu dengan perjuangan.
B. Tujuan Pembahasan
Umum : Kami ingin menyelesaikan pembahasan tentang jihad karena banyak masyarakat
salah dalam memahami pengertian jihad, bahwa sebenarnya jihad bukan hanya
berperang membawa senjata tetapi jihad adalah berjuang memenuhi kebutuhan
keluarga.
Khusus : Kami akan membahas tentang jihad dalam makalah kami
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jihad / berjuang ?
2. Sebutkan dasar – dasar berjuang ?
3. Sebutkan dan jelaskan macam – macam berjuang ?
4. Apa tujuan berjuang ?
5. Apa pengertian harta rampasan perang
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
yang wajib atau melakukan hal yang terlarang) dan mencegah diri dari syubhat
(kerancuan dalam beragama) dan juga menahan diri dari seringkali mengikuti syahwat
yang mubah, dan ini semua dimaksudkan untuk lebih banyak terkonsentrasikan dengan
akhiratnya”, Dan hal ini juga dimaksudkan agar tidak menjadi kebiasaan yang menyeret
kepada syubhat lalu tidak merasa aman untuk jatuh dalam hal yang haram”
Sufyan Ats-Tsauri –rahimahullah- berkata: “Musuh kamu bukanlah orang yang jika
engkau membunuhnya niscaya kamu akan mendapatkan ganjaran dengan sebab itu,
hanyalah musuhmu adalah jiwamu (hawa nafsumu) yang ada dikedua sisimu, maka
perangilah hawa nafsumu lebih keras dari pada kamu memerangi musuhmu”
Ali bin Abi Thalib berkata: “Pertama yang kalian akan kehilangan dari agama kalian
adalah jihad dalam memerangi hawa nafsu kalian”
Nah diantara nafsu2 yang harus diperangi adalah :
-Nafsu marah
-Nafsu tidur berlebihan
-Nafsu makan berlebihan
-Nafsu belanja
-Nafsu melalaikan waktu
-Nafsu terhadap harta
-Nafsu terhadap lawan jenis
Manusia dalam pertarungannya melawan hawa nafsu dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan yang terkalahkan oleh hawa nafsu, maka ia condong ke bumi dan
cenderung kepada dunia. Mereka itulah orang-orang kafir dan orang-orang yang
mengikuti jejak orang-orang yang lupa kepada Allah swt, maka Allah membuat
mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Q.S Al-
Jaatsiyah: 23)
2. Golongan yang berjuang melawan hawa nafsu. Kadang-kadang mereka menang dan
kalah. Ketika mereka melakukan kesalahan, segera mereka bertaubat. Ketika mereka
berbuat kemaksiatan kepada Allah swt, mereka menyesalinya dan segera memohon
ampunan-Nya.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan
3
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S
Ali-Imran: 135)
Merekalah orang-orang yang diisyaratkan oleh rasulullah saw dengan sabdanya:
“Setiap anak Adam, melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan
kesalahan adalah orang yang bertaubat.” (H.R Ahmad dan At-Tirmidzi)
Berjuang melawan setan
1. Beriman Dan Mentauhidkan Allah Dengan Benar
Sesungguhnya seluruh kekuatan, kekuasaan, kesempurnaan hanyalah milik Allah
‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu, seorang hamba yang ditolong dan dilindungi oleh
Allah, tidak akan ada yang mampu mencelakainya. Inilah senjata pertama dan utama
seorang mukmin dalam menghadapi setan yaitu beriman dengan benar kepada Allah,
beribadah dengan ikhlas kepada-Nya, bertawakkal hanya kepadaNya dan beramal
shalih sesuai aturan-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla memberitakan bahwa setan tidak
memiliki daya terhadap hamba-hamba Allah yang beriman dan mentauhidkan-Nya.
Allah berfirman.
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada memliki kekuasaan atas orang-orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. [an-Nahl/16: 99]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Ketika Iblis tahu bahwa dia tidak
memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas, dia mengecualikan
mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan membinasakan
(manusia).
“Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-
hamba-Mu yang ikhlash [Shâd/38: 82-83]
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu (Iblis) terhadap
mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti-mu, yaitu orang-orang yang sesat. [al-
Hijr/15:42]
Maka ikhlas adalah jalan kebebasan, islam adalah kendaraan keselamatan, dan iman
adalah penutup keamanan. [al-‘Ilmu, Fadhluhu Wa Syarafuhu, hlm. 72-74, tansiq:
Syeikh Ali bin Hasan Al-Halabi]
Ketika Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan manusia di muka bumi, sesungguhnya Dia
menyertakan petunjuk untuk mereka. Sehingga manusia hidup di dunia ini tidak
dibiarkan begitu saja, tanpa bimbingan, perintah dan larangan. Allah ‘Azza wa Jalla
menurunkan kitab suci dan mengutus para Rasul yang membawa peringatan,
penjelasan dan bukti-bukti. Barangsiapa berpaling dari peringatan Allah, maka dia
akan menjadi mangsa setan dan dijerumuskan ke dalam kecelakaan abadi. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (al-
Qur’ân), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya. [az-Zukhruf/43: 36]
Oleh karena itu, jalan selamat dari tipu daya setan adalah dengan mengikuti jalan
Allah, mengikuti al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman as-salafush shâlih.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
4
“Dan barangsiapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min (yaitu jalan para sahabat), Kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat
kembali. [an-Nisâ’/4: 115]
Inilah sebaik-baik jalan untuk menyelamatkan diri dari setan dan tentaranya,
memohon perlindungan kepada Allah ‘Azza wa Jalla , karena Dia Maha Mendengar,
Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Makna “aku berlindung kepada Allah
dari setan yang dilaknat” yaitu aku meminta perlindungan kepada Allah dari setan
yang dilaknat yang menggangguku pada agamaku atau pada duniaku, atau
menghalangiku dari melakukan sesuatu yang diperintahkan (Allah ‘Azza wa Jalla)
kepadaku, atau mendorongku melakukan apa terlarang bagiku. Karena tidak ada yang
bisa mencegah setan dari manusia kecuali Allah.
Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk mengambil hati dan
bersikap lembut kepada setan manusia, dengan melakukan kebaikan kepadanya, agar
tabi’atnya (yang baik) menolaknya dari gangguan (yang dia lakukan).
Dan Allah memerintahkan agar (manusia) berlindung kepada-Nya dari setan jin,
karena dia tidak menerima suap dan perbuatan kebaikan tidak akan
mempengaruhinya, karena dia memiliki tabi’at yang jahat, dan tidak akan
mencegahnya darimu kecuali Yang telah menciptakannya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 1/14,
penerbit: Darul Jiil, Beirut, tanpa tahun]
Memohon perlindungan ini dilakukan secara umum pada setiap waktu, pada setiap
diganggu oleh setan, dan juga dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang dituntunkan
oleh Allah dan Rasul-Nya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-A’râf/7:200]
Adapun waktu-waktu tertentu yang dituntunkan untuk beristi’adzah antara lain yaitu
saat diganggu setan; adanya bisikan jahat; gangguan dalam shalat; saat marah; mimpi
buruk; akan membaca Alquran; akan masuk masjid; akan masuk tempat buang hajat;
saat mendengar lolongan anjing dan ringkikan keledai; ketika akan berjima’; waktu
pagi dan petang; isti’adzah untuk anak-anak dan keluarga; ketika singgah di suatu
tempat; ketika akan tidur; dan lain-lain. Perincian dalil-dalil ini semua terdapat di
dalam hadits-hadits yang shahih.
4. Membaca Alquran
Sesungguhnya setan akan lari menjauh dengan sebab bacaan Alquran, sebagaimana di
dalam hadits sebagai berikut:
5
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah
kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kuburan, sesungguhnya setan lari dari
rumah yang dibacakan surat Al-Baqarah di dalamnya”. [HR. Muslim, no: 780]
Setan telah membukakan salah satu rahasianya ini kepada Abu Hurairah, yang hal itu
dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Setan mengatakan:
“Jika engkau menempati tempat tidurmu, maka bacalah ayat kursi (Allohu laa ilaaha
illa huwal hayyul qayyuum) sampai engkau menyelesaikan ayat tersebut, maka
sesungguhnya akan selalu ada padamu seorang penjaga dari Allah, dan setan tidak
akan mendekatimu sampai engkau masuk waktu pagi”. [HR. Bukhari]
5. Memperbanyak Dzikrulloh.
Dzikrullah adalah benteng yang sangat kokoh untuk melindungi diri dari gangguan
setan. Hal ini diketahui dari pemberitaan Allah Subhanahu wa Ta’ala lewat para
RasulNya, antara lain lewat lisan Nabi Yahya ‘alaihissallam, sebagaimana hadits di
bawah ini:
Maka jika anda ingin selamat dari tipu-daya dan gangguan setan, hendaklah selalu
membasahi lidah anda dengan dzikrullah disertai konsentrasi dengan hati.
Setan itu sangat berantusias menyesatkan manusia, ia habiskan waktunya dan segala
kemampuannya dikerahkan untuk merusak manusia. Allah ‘Azza wa Jalla
memperingatkan hamba-hambaNya yang beriman dari musuh bebuyutan tersebut
dengan firmanNya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan.
Barangsiapa mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. [An-Nuur/24: 21]
Salah satu cara menghindari tipu daya setan yaitu mengetahui dan membongkar tipu-
daya itu sehingga dapat dihindari. Karena orang yang tidak mengetahui keburukan,
dia akan mudah terjerumus dalam keburukan tersebut tanpa disadari.
6
7. Menyelisihi Setan Dan Menjauhi Sarana-Sarananya Untuk Menyesatkan
Manusia.
Setan adalah musuh manusia. Oleh karena itu, kita wajib memposisikannya sebagai
musuh. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah
kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang
pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. [ Fathir: 5]
Diantara realisasi dari hal diatas yaitu dengan menyelisihi perbuatan setan. Misalnya:
• Setan makan dan minum dengan tangan kiri, maka selisihi dia dengan makan dan
minum dengan tangan kanan.
• Setan tidak melakukan qoilulah (istirahat di tengah hari), maka kita selisihi dengan
melakukan qoilulah.
• Tidak boros (tabdziir) karena orang yang berbuat tabdziir adalah saudarasetan.
• Melakukan sesuatu dengan tenang dan hati-hati, karena sikap tergesa-gesa dari
setan.
• Hendaklah kita berusaha sekuat tenaga agar tidak menguap, karena itu dari setan.
Selama masih hidup, manusia senantiasa perlu bertaubat dan istighfar kepada Allah
‘Azza wa Jalla, diriwayatkan dalam sebuah hadits:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Iblis berkata kepada Robbnya: “Demi kemuliaan dan
keagunganMu, aku senantiasa akan menyesatkan anak-anak Adam selama ruh masih
ada pada mereka”. Maka Allah berfirman: “Demi kemuliaan dan keagunganKU, Aku
senantiasa akan mengampuni mereka selama mereka mohon ampun kepadaKu”. [HR.
Ahmad]
7
kasih sayang. Jika seseorang dengan dakwah bilhikmah ini tidak mau menurut, maka
seorang dai mengganti caranya dengan memberi mau`idzah (nasehat) yang baik, yaitu
menyuruh atau melarang seseorang dibarengi dengan targhib (memikat) dan tarhib
(menakut-nakuti)
Jika sang mad`u menganggap bahwa perbuatan buruknya adalah suatu kebenaran, atau
malah mengajak orang-orang untuk mengerjakan kebatilan tersebut, maka ia dibantah
dengan cara yang lebih baik. Tetapi jidal (membantah) ini, sebaiknya tidak dilakukan
kecuali oleh seseorang yang memiliki banyak ilmu, yang dengannya sang dai mampu
menolak segala syubhat yang dilancarkan mad`u tersebut.
D. Tujuan Berjuang
Yang menjadi latar belakang perlunya berjihad didasarkan pada al-Quran, antara lain Surat
at-Taubah:13-15 dan An-Nisa:75-76, yakni:
Dalam terminologi fikih berarti rampasan perang, yakni harta yang diperoleh dari musuh
Islam melalui peperangan dan pertempuran yang pembagiannya diatur oleh agama.
Ghanimah meliputi harta yang dapat dibawa dari perang, tawanan, dan tanah. Istilah-istilah
yang berkaitan dengan ghanimah adalah nafal (jamaknya anfal) yang berarti tambahan, salab
yang berarti rampasan.
Sayid Sabiq (ahli fikih asal Mesir) mengidentikkan ghanimah dengan nafal. Akan tetapi,
menurut Wahbah Az- Zuhaili, guru besar ilmu fikih Universitas Damaskus, Suriah, keduanya
berbeda.
Menurutnya, nafal adalah harta rampasan perang yang diberikan oleh imam secara khusus
untuk tentara tertentu sebagai dorongan kepadanya agar aktif bertempur. Dinamakan
demikian karena ia merupakan tambahan hak seseorang atas rampasan perang, lebih dari hak
(saham) yang dimilikinya dalam pembagian harta ghanimah.
Salafa adalah perlengkapan perang (termasuk kuda atau unta yang ditunggangi) yang berhasil
8
dirampas tentara Islam dari prajurit musuh yang dibunuhnya. Adapun fai adalah harta
(rampasan perang) yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran.
Harta fai dapat muncul melalui banyak cara, seperti melalui perdamaian, jizyah, dan kharaj
(pajak tanah). Harta fai' dapat juga timbul karena seorang musuh memasuki wilayah Islam
membawa harta, kemudian hartanya diambil oleh umat Islam, atau terjadi karena tentara
musuh lari meninggalkan harta bendanya sebelum terjadinya peperangan.
Di zaman jahiliah, masa sebelum Islam, kabilah- kabilah Arab jika menang dalam berperang
akan mengambil ghanimah (harta yang dapat dibawa, tawanan, dan tanah) dan membagi-
bagikannya kepada orang yang ikut serta berperang. Ketua mereka mendapat bagian yang
besar.
Setelah Islam, adat kebiasaan yang sudah berjalan jauh sebelum Islam ini dikukuhkan.
Ajaran Islam menyatakannya sebagai harta yang halal, dengan perbaikan-perbaikan tertentu
berkenaan dengan cara pembagiannya.
Dalam Islam persoalan ini muncul pertama kali pada Perang Badar, yaitu pada 17 Ramadan 2
H.
Peperangan antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin Quraisy ini berakhir dengan
kemenangan umat Islam. Karena kalah, kaum musyrikin meninggalkan harta yang banyak di
medan perang.
Harta itu kemudian dikumpulkan dan diambil oleh umat Islam. Akan tetapi, segera setelah
itu, umat Islam berbeda pendapat tentang cara pembagiannya.
Dasar hukum ghanimah, nafal, salab, dan faiBerkenaan dengan ghanimah atau nafal,
Allah SWT berfirman, “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari
bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS.Al-Anfal: 41).
9
Katakanlah: ‘Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah
kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman’.” (QS. Al-Anfal: 1).
Adapun landasan yang terdapat di dalam hadis di antaranya adalah hadis Nabi SAW, “Aku
diberikan lima hal yang tidak pernah diberikan kepada nabi mana pun sebelumku. Aku
ditolong di saat menghadapi kegoncangan sepanjang perjalanan sebulan, dijadikan bagiku
tanah sebagai tempat bersujud serta bersuci, di mana pun umatku menemui waktu salat ia
boleh shalat, dihalalkan untukku ganimah yang tidak dihalalkan kepada seorang nabi pun
sebelumku, diberikan kepadaku syafaat, dan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Di dalam hadis lain Nabi SAW bersabda, "Tidak pernah dihalalkan ghanimah kepada
seorang nabi pun sebelum kita. Halalnya ghanimah bagi kita karena Allah mengetahui
kelemahan dan ketakberdayaan kita.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan dasar hukum fai adalah firman Allah SWT, “Dan apa saja harta rampasan (fai)
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan
itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah
yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
“Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya. (Juga) bagi fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari
harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya)." (QS. Al-Hasyr:
6-8).
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jihad berasal dari kata jâhada, yujâhidu, jihâd. Artinya adalah saling mencurahkan usaha.
Makna jihad menurut bahasa (lughawi) adalah kemampuan yang dicurahkan semaksimal
mungkin; kadang-kadang berupa aktivitas fisik, baik menggunakan senjata atau tidak;
dorongan sekuat tenaga untuk meraih target tertentu; dan sejenisnya. Makna jihad secara
Al-Quran telah mengarahkan makna jihad pada arti yang lebih spesifik, yaitu: Mencurahkan
segenap tenaga untuk berperang di jalan Allah, baik langsung maupun dengan cara
demikian, makna jihad yang lebih tepat diambil oleh kaum Muslim adalah berperang di jalan
B. Saran
Kaum Muslim harus lebih berhati-hati dalam menyikapi provokasi, ajakan, maupun
seruan-seruan jihad yang disalahgunakan oleh banyak pihak yang didasarkan pada
kepentingan politik tertentu. Alih-alih mengharapkan mati syahid, yang diperoleh ternyata
mati konyol.Sebagai Kaum Muslim kita wajib mengamalkan jihad dengan sebaik mungkin,
11
DAFTAR PUSTAKA
http://artesiana.wordpress.com/2010/01/03/bom-bunuh-diri-jihad-kah/
http://era-ambonia.blogspot.com/2009/03/jihad-dan-hukum-perang-dalam-islam.html
http://muslimstory.wordpress.com/2009/03/23/konsep-jihad-dalam-islam/
12