Anda di halaman 1dari 36

Daftar Isi

Daftar Isi.....................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah:..........................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................5
A. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa...................................................................5
B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).7
C. Pendekatan Kontekstual................................................................................................11
D. Pembelajaran Konvensional..........................................................................................14
E. Penelitian yang Relevan................................................................................................14
F. Kerangka Berpikir.........................................................................................................16
G. Hipotesis Penelitian.......................................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................................19
A. Rancangan Penelitian......................................................................................................19
1. Pendekatan Penelitian...................................................................................................19
2. Jenis Penelitian.............................................................................................................19
3. Desain penelitian..........................................................................................................19
B. Variabel Penelitian..........................................................................................................20
C. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................................20
D. Definisi Operasional Variabel.......................................................................................21
E. Prosedur Penelitian........................................................................................................21
F. Instrumen Penelitian......................................................................................................23
G. Teknik Pengumpulan Data............................................................................................26
H. Teknik Analisis Data.....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan komunikasi matematis memiliki peranan penting dalam proses
pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh National Council
of Teachers of Mathematics (NCTM) bahwa komunikasi matematis adalah satu
kompetensi yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. NCTM juga
merumuskan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) belajar untuk
berkomunikasi (Mathematical Communication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (4)
belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), (5) pembentukan sikap positif
terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics) (Nugroho & Hidayati,
2019:371). Dengan demikian, diperlukan kemampuan komunikasi matematis yang baik,
agar segala permasalahan yang bersifat matematis dapat dipecahkan oleh siswa dan
dituangkan ke dalam ide matematika.

Salah satu materi matematika yang memerlukan kemampuan komunikasi matematis


yaitu materi himpunan. Berdasarkan hasil observasi terhadap 2 siswa kelas VII di SMP
Negeri 13 Makassar, ditemukan kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal materi
himpunan. Adapun kesalahan siswa yang ditemukan yaitu: (1) Siswa keliru dalam
memahami maksud soal; (2) Siswa kurang memahami istilah atau simbol matematika
dengan baik, hal ini terlihat dari beberapa siswa yang tidak menjawab soal terkait
himpunan semesta, dikarenakan siswa tersebut tidak mengetahui dengan pasti apa itu
himpunan semesta; (3) Adanya kekeliruan siswa dalam mendaftarkan anggota-anggota
dalam himpunan yang tidak sesuai dengan diagram venn yang diberikan dalam soal; (4)
Siswa keliru dalam membahasakan suatu himpunan yang ditulis dalam bentuk notasi
himpunan; (5) Siswa tidak dapat menyatakan himpunan dengan menyebutkan sifat yang
dimiliki oleh anggota dari suatu himpunan; (6) Siswa tidak dapat menyatakan suatu
himpunan ke dalam bentuk gambar (diagram venn) dengan benar.

Berdasarkan permasalahan di atas, diperoleh fakta bahwa kurangnya kemampuan


komunikasi matematis siswa dalam mempelajari himpunan, disebabkan oleh kurangnya
kemampuan siswa dalam membahasakan simbol ataupun gambar matematika ke dalam

1
ide matematika. Selain itu, Supandi dkk (2017) menyatakan bahwa akar penyebab
rendahnya komunikasi yang paling dominan yaitu belum bervariasinya strategi yang
digunakan guru dalam pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengatasi rendahnya
kemampuan komunikasi matematis siswa, usaha yang bisa dilakukan yaitu dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif dan memilih pendekatan yang tepat, bukan
pendekatan yang hanya guru sebagai pusatnya saja (teacher centered) (Fahrullisa dkk,
2018: 146). Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang diharapkan mampu
mengatasi rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa adalah tipe Student
Teams Achievement Divisions (STAD). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar fikiran dalam
menyelesaikan soal matematis dan menuangkan ide-ide yang diperoleh dalam bentuk
lisan dan tulisan. Dengan demikian, melalui model ini siswa diharapkan mampu
meningkatkan kerjasama dengan temannya, selain itu siswa akan lebih aktif dalam
berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama temannya. Sedangkan salah
satu pendekatan yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual dalam model
kooperatif tipe STAD lebih memudahkan siswa dalam mengaitkan materi himpunan ke
dalam kehidupan nyata yang di alami oleh siswa, sehingga hal ini akan membuat siswa
lebih mudah dalam membahasakan simbol-simbol matematika. Berdasarkan paparan
diatas, penulis akan mencoba untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pendekatan kontekstual.

B. Rumusan Masalah:

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis paparkan pada tugas

sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan oleh penulis

adalah:

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi himpunan sebelum dan

sesudah diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

pendekatan kontekstual pada kelas VII SMP?

2
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual efektif

diterapkan dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi

himpunan kelas VII SMP?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dalam materi himpunan

sebelum dan sesudah diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan pendekatan kontekstual pada kelas VII SMP.

2. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

pendekatan kontekstual efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa dalam materi himpunan kelas VII SMP.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Secara teoritis

a. Bagi Institusi atau lembaga pendidikan

Bagi institusi atau lembaga terutama khususnya pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA) UNM yaitu bagi calon guru matematika agar pada saat

proses perkuliahan dapat melatihkan mahasiswa untuk peningkatan kemampuan

khususnya pada kemampuan komunikasi matematika.

b. Bagi peneliti lainnya

3
Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan pemula bagi peneliti lain

yang bermaksud mengadakan penelitian yang sama atau berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti

2. Secara praktis

a. Bagi Siswa

Memberikan motivasi dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa

b. Bagi Guru

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual dapat

digunakan sebagai alternatif dalam melakukan pembelajaran matematika.

c. Bagi Kepala Sekolah

Memberikan wawasan dalam mengembangkan variasi baru dalam pembelajaran

matematika.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa


Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi
atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti
pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang berarti umum atau
bersama-sama (Wiryanto, 2004:5). Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dari dua orang
individu atau lebih agar pesan yang diberitakan tersebut bisa dipahami oleh lawan bicara.
Komunikasi menurut Raymond S.Ross (Wiryanto, 2004:6) yaitu komunikasi sebagai
suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa,
sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang
serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator.

Berdasarkan definisi dari komunikasi di atas, diketahui bahwa komunikasi


merupakan proses pemberitahuan suatu informasi baik secara lisan maupun tulisan dari
dua atau lebih individu. Komunikasi secara lisan dalam hal ini adalah penyampaian
informasi secara langsung antara individu yang satu kepada individu yang lain.
Sedangkan komunikasi secara tertulis dapat berupa penyampaian informasi dengan
menggunakan berbagai simbol-simbol yang mengandung makna tertentu dari orang yang
memberikan informasi kepada orang yang menerima informasi.

Komunikasi memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama


dalam proses pembelajaran matematika. Adapun komunikasi yang dimaksud dalam
pembelajaran matematika adalah komunikasi matematis.

Menurut Yulianto & Sutiarso (2017: 291), komunikasi matematis dapat diartikan
sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya
melalui peristiwa dialog atau saling berhubungan yang terjadi di lingkungan kelas,
dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika
yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu
masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan
siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tulisan.

5
NCTM (2000) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan
kemampuan untuk mengorganisasi pikiran matematika, mengkomunikasikan gagasan
matematika secara logis dan jelas kepada orang lain, menganalisis dan mengevaluasi
pikiran matematika dan strategi yang digunakan orang lain, dan menggunakan bahasa
matematika untuk menyatakan ide-ide secara tepat. Kemampuan komunikasi matematika
adalah kemampuan dalam menyampaikan gagasan/ide matematika, baik secara lisan
maupun tulisan serta kemampuan memahami dan menerima gagasan/ ide matematika
orang lain secara cermat, analisis, kritis, dan evaluatif untuk mempertajam pemahaman
(Ariani, 2017:98).

Adapun indikator kemampuaan komunikasi siswa menurut Sumarmo (Sugandi &


Benard, 2018:17) antara lain:

a. Melukiskan dan merepresentasikan benda dan gambar nyata serta diagram dalam
bentuk gagasan dan simbol matematika.

b. Menjelaskan gagasan, keadaan dan hubungan matematik, secara tertulis dan lisan
menggunakan benda dan gambar nyata, grafik dan ekspresi aljabar

c. Menyatakan peristiwa sehari hari dalam bahasa atau simbol matematika atau
menyusun model matematika suatu peristiwa.

d. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematik.

e. Menyatakan ulang uraian suatu paragaraf matematika dengan bahasa sendiri.

Dalam NCTM (2000) dinyatakan bahwa standard komunikasi matematis


adalah penekanan pengajaran Matematika pada kemampuan siswa dalam hal:

a. Mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan berfikir matematis (mathematical


thinking) mereka melalui komunikasi.

b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren (tersusun secara


logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain.

c. Menganalisis dan mengevaluasi berfikir matematis (mathematical thinking) dan


strategi yang dipakai orang lain.

d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara


benar.

6
B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)

1. Definisi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement


Divisions (STAD)
Kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan
mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa,
sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah
pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata belajar dan mengajar (BM), proses
belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM) (Susanto, 2013).

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan


faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran (Fatonah & Prasetyo, 2014).

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions


(STAD) dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2005:143) pembelajaran STAD
merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru
menggunakan pendekatan kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
siswa perlu ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di kelompok mereka untuk memastikan
bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi tersebut.

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat
saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang
diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mandapatkan penghargaan tim,
mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya (Slavin,
2005). Dalam model kooperatif tipe STAD, meskipun para siswa belajar bersama,
akan tetepi mereka tidak boleh saling bantu dalam mengerjakan soal kuis. Tanggung
jawab individu seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik

7
satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan
membantu semua anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang diajarkan.

Menurut Slavin (2005:143), STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Menurut Trianto (2009:69), pembelajaran kooperatif tipe STAD


membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Persiapan-persiapan tersebut antara lain: (1) perangkat pembelajaran, (2) membentuk
kelompok kooperatif, (3) menentukan skor awal, (4) pengaturan tempat duduk dan
(5) kerja kelompok.

2. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement


Divisions (STAD)

Sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement


Divisions (STAD) menurut Darmadi (2017) dalam bukunya yang berjudul
“Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Siswa”
yaitu sebagai berikut.

a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran


menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).

b. Guru menyajikan pelajaran

c. Guru membagikan tugas kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota


kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat


menjawab kuis tidak boleh saling membantu.

e. Memberi evaluasi

f. Kesimpulan

Adapun sintaks dari pembelajaran kooperatif model STAD menurut Rusman


(2011:215) yaitu:

a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi

8
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
dan memotivasi siswa untuk belajar.

b. Pembagian Kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri


dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam
prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.

c. Presentasi dari Guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan


pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok
bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar
dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media,
demonstarsi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan
dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara
mengerjakannya.

d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran
kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota kelompok
menguasai dan masing-masing memberikan konstribusi. Selama tim bekerja, guru
melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila
diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

e. Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar siswa melalui pemberian kuis tentang materi
yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja
masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak
dibiarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut.
Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84,
dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

f. Penghargaan Prestasi Tim

9
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka
dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan
kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan menghitung skor individu kemudian
skor kelompok.

 Menghitung skor individu

Skor tim siswa bisa juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen
dari peringkat mereka. untuk memberikan skor perkembangan individu
dihitung seperti pada Tabel

Tabel Perhitungan skor perkembangan

Skor kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin dibawah sekor dasar 0 poin

10 -1 poin dabawah skor dasar 10 poin

Skor 0 sampai 10 poin diatas skor dasar 20 poin

Lebih dari 10 poin diatas skor dasar 30 poin

Nilai sempurna tanpa memperhatikan skor 30 Poin


dasar

 Menghitung skor kelompok

Menurut Rusman (2010:216) Skor kelompok ini dibuat dengan membuat


rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah
semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan
jumlah anggota kelompok, sesuai dengan ratarata sekorperkembangan
kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada Tabel
berikut ini:

Table Tingkat penghargaan kelompok

Kriteria (RatarataTim) Penghargaan

0-5 -

6 - 15 Tim Baik (Good team)

10
16 – 20 Tim baik sekali (Great
team)
21 – 30
Tim istimewa (Super
team)

 Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok

Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru


memberiakan hadiah/penghargaan kepada masingmasing kelompok sesuai
dengan masing-masing predikatnya.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student


Teams Achievement Divisions (STAD)
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan.
Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan menurut Isjoni (Afandi dkk, 2013)
keunggulan tersebut yaitu: 1) Menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal dalam kegiatan kelompok; 2) Setiap
siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal
bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya berdasarkan skor
perkembangan individu.

Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki


kekurangan yaitu menurut (Trianto, 2009: 70) adalah harus adanya pengaturan tempat
duduk yang baik dalam kelompok, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan
pembalajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat
menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembalajaran pada kelas.

C. Pendekatan Kontekstual

1. Definisi Pendekatan Kontekstual


Menurut Andayani (2015) Pendekatan Pembelajaran Kontekstual merupakan
terjemahan dari pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pengertian
pendekatan ini adalah suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan
memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan atau
11
keterampilan yang dapat diterapkan secara fleksibel dari satu permasalahan ke
permasalahan lainnya dan dari satu konteks ke konteks lainnya.

CTL merupakan suatu konsep belajar yang memberi kesempatan guru


menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Sejalan dengan pendapat Sugandi & Benard (2018), pembelajaran


menggunakan pendekatan konstektual adalah konsep belajar yang berupaya
menyambungkan antara konsep materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata
siswa dan mendorong siswa membuat relasi antara pengetahuan yang sudah dimiliki
dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dengan mengimplikasikan tujuh
komponen efektif. Ada tujuh karakteristik utama pembelajaran konstektual, yaitu (1)
kontruktivisme, (2) bertanya, (3) inkuiri, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6)
refleksi dan (7) penilaian autentik.

2. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kontekstual (CTL)

Adapun beberapa keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kontekstual


menurut Krissandi dkk (2017) adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran lebih bermakna dan rill. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep


kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme,
dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri.
Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui
“mengalami” bukan “menghafal”.

12
c. Konstektual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.

d. Kelas dalam pembelajaran konstektual bukan sebagai tempat untuk memperoleh


informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan.

e. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari
guru.

f. Penerapan pembelajaran konstektual dapat menciptakan suasana pembelajaran


yang bermakna.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran konstektual adalah sebagai berikut:

a. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran konstektual


berlangsung

b. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas
yang kurang kondusif.

c. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak
lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang
sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.

d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan


sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam
konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra
terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.

13
D. Pembelajaran Konvensional
Metode pembelajaran konvensional merupakan metode pembelajaran tradisional
atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses
belajar dan pembelajaran dalam pembelajaran konvensional yang ditandai dengan
ceramah yang diiringi penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan (Haidir & Salim,
2012:103).

Menurut Suparman (1991), metode ceramah yaitu metode pengajaran yang


berbentuk penjelasan-penjelasan guru pada peserta didik dan diikuti dengan tanya jawab
tentang isi pelajaran yang belum jelas (Haidir & Salim, 2012:103).

Apabila ditinjau dari peranan peserta didik dalam metode ceramah yang terpenting
adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat pokok materi yang dikemukakan oleh
guru.

Kelebihan dari pembelajaran konvensional yaitu setiap siswa memiliki kesempatan


yang sama mendengarkan penjelasan guru. Namun disisi lain, pembelajaran
konvensional memiliki kekurangan yaitu siswa akan menjadi bosan dalam belajar, siswa
akan menjadi pasif sehingga kemampuan siswa dalam menuangkan ide-idenya kurang
dapat ditingkatkan.

E. Penelitian yang Relevan


Adapun hasil dari penelitian yang relevan dan dapat menjadi landasan dalam
penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2019) yang berjudul “Meningkatkan


Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD dengan Pendekatan Reciprocal Teaching” diperoleh hasil bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif Tipe STAD dengan pendekatan reciprocal teaching mengalami
peningkatan yang sangat baik. Hal ini sesuai dengan hasil dari siklus I sebesar
75,00% (kategori baik) menjadi 82,41% (kategori baik) pada siklus II. Di samping
itu, hasil tes komunikasi matematis tiap siklus juga menunjukkan bahwa 64,52% dari
banyaknya siswa kelas VII-2 mengalami peningkatan skor total hingga minimal
berkategori baik dari siklus I ke siklus II.

14
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada jenis variabel
terikat yang digunakan yaitu kemampuan komunikasi matematis siswa, dengan
menggunakan variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan, dimana dalam penelitian
tersebut menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching, sedangkan pada penelitian
ini menggunakan pendekatan kontekstual.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fahrullisa dkk (2018) yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) berbantuan
Pendekatan Investigasi terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis” diperoleh
hasil bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa mendapatkan hasil yang
paling baik pada kelas yang diterapkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS)
berbantuan investigasi dibandingkan dua kelas yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini
adalah pada jenis variabel terikat yang digunakan yaitu kemampuan komunikasi
matematis siswa. Perbedaannya pada tipe dari model dan pendekatan yang
digunakan. Penelitian tersebut menggunakan model kooperatif tipe TPS dengan
pendekatan investigasi, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan model
kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Rimfani Musna Mahasiswi Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Program Studi Pendidikan Matematika pada tahun 2018 yang
berjudul “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Strategi
Pembelajaran REACT pada Siswa Mts/SMP”. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa menerapkan strategi pembelajaran REACT dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas VII MTsN 1 Nagan Raya. Hal ini dapat dilihat
dari hasil N-Gain pada kelas eksperimen yaitu 0,44 termasuk dalam kategori sedang
dan N-Gain pada kelas kontrol yaitu sebesar 0,29 termasuk dalam kategori rendah.
Berdasarkan hasil uji hipotesis, maka diperoleh bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 2,38 ≥
1,665 berada pada daerah tolak H0, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan komunikasi matematis yang diterapkan strategi pembelajaran REACT
lebih baik daripada siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.

Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian


yang dilakukan oleh Ria Rimfani Musna adalah sama-sama meneliti tentang

15
kemampuan komunikasi matematis siswa. Perbedaannya terletak pada variabel
bebas yang digunakan, dimana variabel bebas dari penelitian ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual, sedangkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Ria Rimfani Musna menggunakan strategi
pembelajaran REACT.

F. Kerangka Berpikir
Salah satu permasalahan yang sering ditemui dalam belajar matematika adalah
masalah terkait kemampuan komunikasi matematis siswa. Siswa terkadang susah dalam
memahami persoalan kehidupan sehari-hari yang kemudian dituangkan dalam bahasa
atau ide matematika. Komunikasi dalam pembelajaran matematika menjadi hal yang
perlu diperhatikan dan dikembangkan. Untuk itu, guru sebaiknya memperhatikan model
pembelajaran dan pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran, serta
disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam belajar matematika, termasuk kemampuan
komunikasi matematis siswa. Pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru
dalam proses belajar dan mengajar akan membuat siswa menjadi pasif dan menganggap
pembelajaran matematika adalah sesuatu yang sulit untuk dipahami. Hal ini karena siswa
kurang terbiasa dalam mengembangkan ide-ide kreatifnya dalam belajar matematika
yang mengakibatkan kemampuan komunikasi matematis siswa juga tidak berkembang
dengan baik.

Solusi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat


dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual.

Penggunaan model kooperatif tipe STAD adalah suatu model pembelajaran


kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-
5 orang heterogen yang dapat meningkatkan kecakapan individu, kecakapan kelompok,
siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar, yaitu belajar untuk dirinya sendiri
dan membantu sesama anggota kelompoknya. Adapun pendekatan kontekstual adalah
pendekatan yang menekankan pada pembelajaran yang mengaitkan kehidupan nyata
dengan materi yang sedang dipelajari.

Alasan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah siswa


diberi kesempatan untuk aktif berdiskusi dalam sebuah kelompok. Pembelajaran dengan
diskusi membuat siswa lebih mudah memahami simbol-simbol matematika dan

16
menuangkannya dalam bahasa sendiri. Selain itu, dengan adanya pemberian kuis secara
individu dalam kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
dan memperhatikan materi pembelajaran pada saat pemberian awal materi dari guru
maupun pada saat diskusi kelompok dengan teman sebayanya.

Peningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam model


pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat diperkuat dengan menggunakan pendekatan
kontekstual. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, siswa akan lebih mudah
mengaitkan materi pelajaran matematika dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian
kemampuan komunikasi matematis siswa akan meningkat.

Dari uraian diatas, dibawah ini adalah gambar kerangka berpikir penelitian
Kondisi Awal

Pretest

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol


Rendahnya kemampuan
komunikasi matematis
siswa
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran
tipe STAD dengan
konvensional
pendekatan kontekstual

Postest

Adanya peningkatan kemampuan komunikasi


matematis siswa dari kelas eksperimen

G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
1. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa.
2. Hipotesis Kerja

17
Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional.

18
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan judul yang diambil oleh peneliti maka pendekatan penelitian adalah
pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2015:14).

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen, yaitu metode penelitian yang bersifat validation atau menguji, yaitu
menguji pengaruh satu atau lebih variabel terhadap variabel lain. Variabel yang
memberi pengaruh dikelompokkan sebagai variabel bebas (independent variables), dan
variabel yang dipengaruhi dikelompokkan sebagai variabel terikat (dependent
variables) (Sukmadinata, 2013:57).

Eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi
experimental). Dalam eksperimen semu terdapat kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol yang memiliki karakteristik sama.

Bedanya pada kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus (variabel yang akan
diuji akibatnya) sedang pada kelompok kontrol diberi perlakuan lain, atau perlakuan
yang biasa dilakukan, yang akan dibandingkan hasilnya dengan perlakuan eksperimen.

3. Desain penelitian
Desain penelitian eksperimental yang digunakan adalah desain kelompok pra tes-
post tes acak (ramdomized pretest-posttest control group design). Di dalam desain ini
sebelum dimulai perlakuan, kedua kelompok diberi tes awal atau pre test untuk
mengukur kondisi awal. Selanjutnya pada kelompok eksperimen diberi perlakuan
khusus dan pada kelompok kontrol tidak diberi. Sesudah selesai perlakuan, kedua
kelompok diberi tes lagi sebagai post test. Berikut gambar desain dalam penelitian ini
yaitu:

19
Sampel Pra Perlakuan Pasca

Kelas Eksperimen O X O

Kelas Kontrol O - O

Sumber : (Nasrudin, 2019)

R : Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara rambang


kelas (Random Sampling) untuk penentuan kelas yang akan diajar melalui model
pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional.

X : Merupakan perlakuan yaitu berupa pembelajaran matematika melalui model


pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual

- : Merupakan kontrol yaitu berupa pembelajaran matematika melalui model


pembelajaran konvensional.

O : Pretest / Postest

B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat
yaitu sebagai berikut.

a. Variabel Independen / Bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan pendekatan kontekstual (X).

b. Variabel Dependen / Terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa
(Y)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII SMPN 13 Makassar tahun
ajaran 2020/2021.

2. Sampel Penelitian

20
Sampel penelitian ini diambil sebanyak dua kelas VII SMPN 13Makassar tahun
ajaran 2020/2021, yaitu kelas VII A sebagai kelas eksperimen dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas VII B sebagai kelas kontrol dengan
pembelajaran konvensional. Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan
dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling
karena kelompok sampel penelitian diambil secara rambang sederhana.

D. Definisi Operasional Variabel


1. Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan mengorganisasikan dan
mengkonsolidasikan berfikir matematis siswa melalui komunikasi mengekspresikan
ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru dan lainnya,
menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan;
mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, serta mengungkapkan
kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah suatu model pembelajaran


kooperatif dimana siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan orang yang
beragam kemampuan, jenis kelamin, dan suku yang melalui langkah-langkah
pembelajaran yaitu penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kemlompok,
presentasi guru, kerja tim, evaluasi, dan penghargaan yang bertujuan untuk menguasai
keterampilan yang diajarkan guru.

3. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa


dimana materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru, dengan


metode pembelajaran masih bersifat tradisional (metode ceramah).

E. Prosedur Penelitian
Tahap ini merupakan tahap persiapan dilaksanakannya penelitian, yang meliputi

melakukan observasi kesekolah, penyusunan proposal, menentukan materi, serta

penentuan sampel dari populasi untuk memilih sampel yang telah dijadikan kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

1. Tahap Persiapan

21
Sebelum melakukan eksperimen dilakukan beberapa persiapan yang meliputi:

a) Melakukan observasi lapangan, dengan tujuan menemukan masalah yang dihadapi

oleh siswa dalam proses pembelajaran.

b) Konsultasi dengan guru mata pelajaran matematika mengenai materi.

c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual

d) Membuat instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian telah dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan. Satu pertemuan

untuk tes awal (pretest), tiga pertemuan untuk pemberian perlakuan dan satu pertemuan

untuk tes akhir (posttest) serta satu pertemuan untuk angket terkait kemampuan

komunikasi matematis siswa.

a) Pemberian pretest atau tes awal sebelum perlakuan kepada kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Pretest ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi

matematis siswa sebelum diberi perlakuan.

e) Pemberian treatment atau perlakuan, yaitu melakukan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan

kontekstual pada kelas eksperimen. Selain itu, pada setiap pertemuan dilakukan

pengisian lembar observasi untuk melihat keterlaksanaan pembelajaran siswa selama

proses pembelajaran.

b) Pemberian posttest atau tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Posttest ini

bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa setelah diberikan treatment

atau perlakuan, dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi

matematis siswa pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

22
c) Pengisian angket bertujuan untuk mengetahui respons siswa setelah diberikan

treatment atau perlakuan pada kelas eksperimen.

3. Tahap analisis hasil penelitian

Dalam tahap ini, data hasil pretest dan posttest dianalisis dengan perhitungan

menggunakan statistika. Hasil perhitungan tersebut berguna untuk menjawab hipotesis

apakah diterima atau ditolak. Selain itu, hasil pengisian angket dan lembar observasi juga

dianalisis untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa pada saat proses

pembelajaran berlangsung. Selanjutnya peneliti menyusun laporan hasil penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh penulis dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti
lebih cermat, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Adapun instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran


Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran model kooperatif tipe STAD dengan
pendekatan kontekstual merupakan salah satu faktor pendukung untuk mengetahui
seberapa baik keterlaksanaan model pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung
didalam kelas. Butir-butir instrumen ini mengacu pada langkah-langkah model
pembelajaran yang disesuaikan dengan RPP. Pengamatan dilakukan sejak kegiatan awal
hingga akhir dan dibantu oleh satu orang guru sebagai observer. Pengkategorian skor
keterlaksanaan model pembelajaran terdiri atas 4 kategori yakni (1) terlaksana dengan
tidak baik, (2) terlaksana dengan kurang baik, (3) terlaksana dengan cukup baik , (4)
terlaksana dengan baik.
Berikut ini adalah tabel kisi-kisi instrumen non tes yaitu observasi keterlaksanaan
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan
kontekstual.
Kisi-kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Aspek Indikator Nomor
Item
Kegiatan awal Membuka pelajaran dengan berdoa 1

23
Aspek Indikator Nomor
Item
pembelajaran Mengecek kehadiran siswa 2
Memberi motivasi kepada siswa 3
Menyampaikan pokok materi yang akan diajarkan 4
Menyampaikan keterkaitan materi yang akan dipelajari 5
dengan materi sebelumnya
Menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan sehari- 6
hari (berbasis kontekstual)
Menjelaskan tujuan pembelajaran 7
Kegiatan inti Menjelaskan materi pembelajaran 8
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya 9
Membagi siswa ke dalam kelompok dan membagikan 10
LKS
LKS yang diberikan berbentuk kontekstual 11
Membimbing kelompok siswa untuk mendiskusikan 12
materi dan LKS yang diberikan
Memantau jalannya diskusi dan membimbing kelompok 13
yang mengalami kesulitan
Menjelaskan jawaban dari hasil diskusi siswa 14
Memberikan kuis individual 15
Menghitung skor nilai dari hasil diskusi LKS dan hasil 16
kuis individual
Memberikan penghargaan kepada kelompok 17
Menutup Memandu untuk menyimpulkan materi 18
Pelajaran
Menyampaikan materi untuk pertemuan berikutnya 19
Menutup pembelajaran dengan berdoa dan salam 20

Total 20
Untuk Langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah sebagai berikut:

a) Merumuskan tujuan observasi,

b) Membuat kisi-kisi observasi,

c) Menyusun angket observasi,

24
d) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik berkenaan dengan proses belajar

perserta didik maupun aktivitas guru dalam pembelajaran,

e) Melakukan uji angket observasi (validasi ahli) untuk melihat apakah angket layak

digunakan atau tidak,

f) Merevisi pedoman observasi,

g) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.

2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Bentuk tes yang digunakan untuk melihat dan mengetahui kemampuan


komunikasi matematis siswa adalah berupa tes tulis. Tes tertulis yang dimaksud
adalah berbentuk soal uraian, karena tes tulis berbentuk uraian menuntut siswa untuk
menjawab secara rinci, sehingga proses berpikir, ketelitian, dan sistematika
penyusunan dapat dievaluasi. Soal tes tertulis digunakan untuk mengetahui tingkat
yang diperoleh siswa dalam mengerjakan tes komunikasi matematis masing-masing
soal tes terdiri dari 7 butir soal.

Berikut ini adalah tabel kisi-kisi tes kemampuan komunikasi matematis siswa
Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Aspek Indikator Komunikasi Matematis Siswa Nomor
Kemampuan Soal
Komunikasi
Kemampuan Kemampuan menjelaskan ide, situasi dan relasi 1
memberikan alasan matematika, secara lisan dan tulisan dengan
rasional terhadap menggunakan benda nyata, gambar, grafik, dan
suatu pernyataan ekspresi aljabar.
Kemampuan mendengarkan, berdiskusi, dan 2
menulis tentang matematika
Kemampuan membaca dengan pemahaman suatu 3
presentasi matematika
Kemampuan Kemampuan melukiskan atau mempresentasikan 4
mengubah bentuk benda nyata, gambar, dan diagram dalam bentuk ide
uraian ke dalam dan atau simbol matematika.
model matematika
Kemampuan menyatakan peristiwa sehari-hari 5
dalam bahasa atau simbol matematika
Kemampuan Kemampuan menyusun konjektur, menyusun 6

25
Aspek Indikator Komunikasi Matematis Siswa Nomor
Kemampuan Soal
Komunikasi
mengilustrasikan argumen, merumuskan definisi dan generalisasi
ide-ide matematika
Kemampuan mengungkapkan kembali suatu 7
dalam bentuk
uraian/paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
uraian yang
relevan
Total Soal 7

3. Angket Terkait Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Lembar observasi kemampuan komunikasi matematis siswa digunakan untuk

mengobservasi kemampuan komunikasi matematis siswa selama proses pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual berlangsung. Sebelum lembar

observasi diberikan kepada observer terlebih dahulu divalidasi oleh validator. Lembar

observasi ini diberikan kepada observer disetiap pertemuan guna untuk memberikan

penilaian. Lembar observasi ini terdiri dari 14 item. Butir butir instrumen ini mengacu

pada langkah langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan

kontekstual .

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Data keterlaksanaan pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi

keterlaksanaan pembelajaran. Data keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dengan

melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran yang mengacu pada langkah

langkah model pembelajaran yang disesuaikan RPP selama kegiatan berlangsung. Untuk

mengukur, pengamat mengisi lembar keterlaksanaan pembelajaran dengan memberi

tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang dinilai. Pengamat diminta untuk

menilai dengan menggunakan rentang 1 – 4, sesuai dengan kategori keterlaksanaan

26
pembelajaran dalam pengamatan. Observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran

sedang berlangsung mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan

penutup.

2. Data tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikumpulkan dengan melakukan 2

kali tes pada kelas eksperimen dan kelas control. Tes tahap pertama yaitu pretest dan

tahap kedua yaitu postest.

a. Tes Awal (Pretest)

Tes awal (pretest) yaitu tes yang diberikan kepada siswa sebelum diberikan
perlakuan (treatment) dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang
dimiliki oleh siswa sebelum pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa. Pretest terdiri dari 3 soal uraian yang telah divalidasi
oleh ahli.

b. Tes Akhir (Postest)

Tes akhir (postest) yaitu tes yang diberikan kepada siswa setelah diberikan
perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan
kontekstual terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Postest terdiri dari 3
soal uraian yang sudah divalidasi oleh ahli.

3. Metode pengumpulan data dengan angket dilakukan dengan cara menyampaiakan


sejumlah pernyataan tertulis unyuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Pada
penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan
komunikasi matematis siswa, yang sekaligus mendukung kebenaran data dari hasil
tes.

H. Teknik Analisis Data


Setelah semua data terkumpul, tahap berikutnya adalah tahap pengolahan data. Dalam
penelitian kuantitatif ini, data kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh melalui
hasil pretest dan postest. Analisis data kuantitatif disebut juga dengan data keras yang
diperoleh melalui riset dengan menggunakan data kuantitatif. Bentuk data keras
merupakan angka atau bilangan yang diperoleh melalui pengukuran atau perhitungan.

27
Adapun data yang diolah untuk penelitian ini adalah data tes awal (pretest) dan data
tes akhir (postest). Kedua data tersebut diuji dengan menggunakan uji-t pada taraf
signifikan 𝛼 = 0,05. seiring dengan uji-t yang digunakan, maka prosedur yang digunakan
adalah sebagai berikut :

a. Menstabulasi data ke dalam tabel distribusi frekuensi

Menurut Sudjana untuk membuat tabel distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang
sama terlebih dahulu ditentukan:

1) Rentang yaitu data terbesar dikurangi data terkecil

R = data terbesar - data terkecil

2) Banyak kelas interval = 1 + (3,3) log n

3) Panjang kelas interval (p)

rentang
p=
banyak kelas

4) Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini bisa diambil sama dengan data
terkecil atau dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil. Dari data terkecil
tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah ditentukan. Selanjutnya
daftar diselesaikan dengan menggunakan harga-harga yang telah dihitung.

b. Setelah itu menentukan nilai rata-rata ( x ¿

Menurut Sudjana, untuk data yang telah disusun dalam daftar frekuensi, nilai rata-rata (
x ¿ dihitung dengan menggunakan rumus:

x=
∑ f i xi
∑ fi
Keterangan:

x = Skor rata-rata siswa

f i= Frekuensi kelas interval data

x i= Nilai tengah

c. Menghitung varian (s2) dengan rumus

28
Untuk menghitung varian menurut sudjana dapat digunakan rumus:

s2 ¿ n ∑ f i x i −¿ ¿ ¿
2

d. Uji Normalitas

Untuk mengetahui normal tidaknya data, diuji dengan menggunakan uji chi-kuadrat,
yaitu dengan rumus sebagai berikut:

k 2
(O i −Ei )
x =∑
2

i=1 Ei

Keterangan:

x 2 = Distribusi chi-kuadrat

k = Banyak kelas

Oi = Hasil pengamatan

Ei = Hasil yang diharapkan

Data berdistribusi normal dengan dk= (𝑘 −1) . Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika

2 2 2 2
x ≥x ( 1−α ) ( k−1) . Dengan α =0,05 , terima H0 jika x ≤ x ( 1−α ) ( k−1) .

Hipotesis dalam uji kenormalan data adalah sebagai berikut:

𝐻0: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

𝐻1: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

e. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah sampel dari penelitian ini
mempunyai variansi yang sama, sehingga generalisasi dari hasil penelitian yang sama
atau berbeda untuk menguji homogenitas digunakan statistik:

varians terbesar
F=
varians terkecil

2
s1
F= 2
s2

29
Keterangan:

2
s1= Varian dari sampel pertama

2
s2= Varian dari sampel kedua

Jika Fhitung ≤ Ftabel maka terima 𝐻0, dengan dk1 = (n1 – 1) dan dk2 = (n2 – 1) pada α =0,05.

Hipotesis dalam uji homogenitas data adalah sebagai berikut:

𝐻0: tidak terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

𝐻1: terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

Apabila dirumuskan ke dalam hipotesis statistik sebagai berikut:

𝐻0 : σ 21 = σ 22

2 2
𝐻1 : σ 1 ≠ σ 2

f. Pengujian dengan Gain Score

Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa antara sebelum dan sesudah

pembelajaran dihitung dengan rumur g faktor (Gain score ternormalisasi), yaitu:

x post −x pre
g= (Hake dalam Savinainen & Scott)
x max −x pre

Keterangan:

Xpre = rata-rata pretest

Xpost = rata –rata postest

Xmaks = rata-rata maksimum

Tabel 3.3 Kriteria Nilai Gain

Skor Gain Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ˂ 0,7 Sedang

g ˂ 0,3 Rendah

30
Sumber: Karangan buku Savinainen dkk, The Force Concept Inventory, A tool monitoring Student
Learning

g. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Pengujian kesamaan rata-rata dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan


komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan juga untuk melihat
perbandingan kemampuan komunikasi matematis antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pengujian dengan menggunakan statistik uji-t. Pengujian ini dilakukan
setelah data normal dan homogen. Untuk melihat perbandingan peningkatan
kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual dengan siswa yang diterapkan
pembelajaran konvensional digunakan uji-t sampel independent dengan rumus :

x 1−x 2
t=
S
√ 1 1
+
n 1 n2

( n1−1 ) S21 + ( n 2−1 ) S 22


dengan S2 =
n 1+ n2−2

Keterangan :

x 1= Nilai rata-rata kelompok ekperimen

x 2= Nilai rata-rata kelompok kontrol

n1 = Jumlah siswa kelas ekperimen

𝑛2= Jumlah siswa kelas kontrol

S = Simpangan baku gabungan

t = Nilai yang dihitung

S1 = Simpangan baku kelas eksperimen

S2 = Simpangan baku kelas kontrol

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 : µ1 ≤ µ2

H1 : µ1 > µ2

31
Keterangan :

H0 : Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran


kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual tidak lebih efektif daripada siswa
yang diterapkan pembelajaran konvensional.

H1 : Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran


kooperatif tipe STAD dengan pendekatan kontekstual lebih efektif daripada siswa yang
diterapkan pembelajaran konvensional.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada taraf nyata 𝛼 = 0,05. Kriteria pengujian di dapat
dari daftar distribusi students-t dk = (n1 + n2 - 2) dan peluang (1−𝛼). Di mana kriteria
pengujiannya adalah tolak Ho jika 𝑡h𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , dan terima 𝐻1 Jika 𝑡h𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 terima

𝐻0 tolak 𝐻1

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. N. (2017). Strategi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SD/MI. Muallimuna:Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, (online), Vol.3, No.1, Hal. 96-107,
(https://media.neliti.com/media/publications/222452-strategi-peningkatan-
kemampuan-komunikas.pdf, diakses 28 Februari 2020)

Afandi, M., Chamalah, E. & Wardani, O. P. (2013). Model dan Metode Pembelajaran di
Sekolah. Semarang: Unissula Press.

Andayani. (2015). Problema dan Aksioma dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa


Indonesia. Yogyakarta: CV Budi Utama.

32
Darmadi. (2017). Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar
Siswa. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Fahrullisa, R., Putra, F. G. & Supriadi, N. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share (TPS) Berbantuan Pendekatan Investigasi Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematis . Numerical: Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika , (online), Vol. 2, No. 2, Hal. 145-152,
(https://www.journal.iaimnumetrolampung.ac.id/index.php/numerical/article/view/
213 , diakses 20 Februari 2020)

Fatonah, S. & Prasetyo, Z. (2014). Pembelajaran Sains. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Haidir , & Salim. (2012). Strategi Pembelajaran Suatu Pendekatan Bagaimana


Meningkatkan Kegiatan Belajar Siswa Secara Transformatif. Medan: Perdana
Publishing.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (online), (https://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada
tanggal 06 Maret 2020)

Krissandi, A. D., Widharyanto, B. & Dewi, R. P. (2017). Pembelajaran Bahasa Indonesia


untuk SD (Pendekatan dan Teknis). Jakarta: Media Maxima.

Lestari, D. T., Rohaeti, E. E. & Senjayawati, E. (2018). Analisis Kesulitan Belajar Siswa
SMP Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Aritmatika di Tinjau dari Kemampuan
Komunikasi Matematis . Journal On Education, (online), Vol.1, No.2, Hal. 440-444,
(http://jonedu.org/index.php/joe/article/view/85, diakses 16 Februari 2020)

Mariyaningsih, N. & Hidayati, M. (2018). Bukan Kelas Biasa Teori dan Praktik Berbagai
Model dan Metode Pembelajaran Menerapkan Inovasi Pembelajaran di Kelas-Kelas
Inspiratif . Surakarta: CV Kekata Group.

Musna, R. R. (2018). “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui


Strategi Pembelajaran REACT pada Siswa Mts/SMP”. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya.

Nasrudin, J. (2019). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Panca Terra Firma

33
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for
School Mathematics.

Nugroho, A. D. & Hidayati, N. (2019). Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis pada


Materi Kubus, Balok dan Limas Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika , (online), Hal.370-377,
(https://journal.unsika.ac.id/index.php/sesiomadika/article/view/2640 , diakses 20
Februari 2020)

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sugandi, A. I. & Benard, M. (2018). Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap


Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Jurnal Analisa,
(online), Vol.4, No.1, Hal.16-23,
(https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/article/view/2364, diakses 20 Februari
2020)

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Supandi, Rosvitasari, D. N. & Kusumaningsih, W. (2017). Peningkatan Kemampuan


Komunikasi Tertulis Matematis Melalui Strategi Think-Talk-Write. Jurnal
Kependidikan , (online), Vol.1, No.2, Hal. 227-239,
(https://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/download/9928/pdf, diakses 29 Februari
2020)

Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan


Imlementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana Prenada Media Goup.

Yulianto, & Sutiarso, S. (2017). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan


Masalah dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika
dan Pendidikan Matematika, (online), Hal. 289-295,
(https://proceedings.radenintan.ac.id/index.php/pspm/article/view/52, diakses 29
Februari 2020)

34
Wahyuni, F. (2019). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan Reciprocal
Teaching. Journal of Mathematics Education and Science, (online), Vol.4, No.2, Hal.
226-236, (https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/mesuisu/article/view/1796, diakses 08
Maret 2020)

Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

35

Anda mungkin juga menyukai