Anda di halaman 1dari 22

Rencana Kerja dan Syarat

Proyek : Pembangunan Rumah Tempat Tinggal Lantai 2

Lokasi : JL. Pramuka Gg II, Mangunsuman, Siman, Ponorogo

BAB I

Pekerjaan Persiapan

1.1. Pekerjaan yang akan dilaksanakan


Pembangunan Rumah Tempat Tinggal Lantai 2
1.2. Sumber Dana
Sumber dana yaitu owner
1.3. Alamat Proyek
Alamat Proyek adalah JL. Pramuka Gg II, Mangunsuman, Siman, Ponorogo
1.4. Ingkup pekerjaan
1.4.1 Pekerjaan Sipil
a. Pekerjaan persiapan
b. Pekerjaan tanah pondasi
c. Pekerjaan beton
d. Pekerjaan pasangan
e. Pekerjaan atap
f. Pekerjaan penutup atap
g. Pekerjaan plafond
h. Pekerjaan kusen dan daun
i. Pekerjaan tegel
j. Pekerjaan instalasi listrik
k. Pekerjaan instalasi air
l. Pekerjaan finishing
m. Pekerjaan lain-lain
1.4.2 Pekerjaan Instalasi Air, Drainage, dan Plumbing
a. Pekerjaan instalasi air bersih
b. Pekerjaan instalasi air kotor
c. Pembuatan septic tank dan sumur resapan
d. Pembuatan bak control
1.4.3 Pekerjaan Instalasi listrik
a. Pekerjaan kabel
b. Pekerjaan stop kontak dan saklar
c. Pekerjaan pemasangan titik lampu pada instalasi listrik
d. Penyambungan ke saluran induk PLN

1.4.4 Pekerjaan Instalasi penangkal petir


a. Dilaksanakan secara konvensional, dipasang pada atap bangunan dengan
menggunakan kawat BC 50 mm2, termasuk saluran yang turun ke bawah
(down conductor).

b. Ujung tongkat penerima petir setinggi 1 m dari puncak bangunan.

c. Saluran BC tersebut dipasang pada klem penyangga dengan jarak klem


50 cm satu dengan lainnya.

d. Pada tempat dimana pipa pertahanan (ground rod) ditancapkan, harus


dibuat bak kontrol yang dibuat di luar lantai bangunan.

e. Titik pertahanan untuk penangkal petir harus dipisahkan dengan titik


pertahanan panel.

f. Saluran BC dari bak kontrol ke tepi bangunan harus dilindungi dengan


pipa galvanis  ¾ , bak kontrol tersebut harus diberi tutup.

g. Saluran BC yang dipasang vertikal pada tembok bagian tepi luar


bangunan harus dilindungi dengan pipa PVC  1, setinggi 2,5 m dari
lantai.

h. Saluran BC untuk down conductor ditarik sepanjang kolom beton


bangunan, dengan cara ditanam pada plesteran beton dengan dilindungi
pipa PVC AW 1, saluran ini tidak boleh ada sambungan dalam pipa.

i. Saluran BC untuk seluruh sistem pertahanan ini tidak boleh ada


sambungan pada tempat yang tidak semestinya.

j. Elektroda tanah menggunakan elektroda dengan pipa galvanis  1,5,


dengan kawat BC 50 mm2, minimal sedalam 6 m harus mencapai titik air.

k. Besarnya sebar elektroda tanah tersebut tidak boleh lebih dari 2 ohm.
BAB 2
Tenaga Kerja dan Peralatan
2.1 Tenaga Kerja

a. Tenaga Kerja yang dilibatkan dalam pelaksanaan harus sesuai dengan jenis
pekerjaan dalam artian keahlian, pengalaman serta tidak melanggar
ketentuan- ketentuan yang berlaku di Indonesia.

b. Kontraktor harus menggunakan tenaga yang ahli dalam pelaksanaan, baik


tenaga pelaksana mandor sampai ke tukang.

c. Semua tenaga kerja dipimpin oleh seorang site manager atau pelaksana
sebagai wakil kontraktor di lapangan.

d. Tenaga kerja pelaksana sub kontraktor (jika ada) harus dipilih yang sudah
berpengalaman dan cukup ahli di bidangnya.

e. Hubungan kontraktor dengan sub kontraktor dalam hal menyangkut secara


keseluruhan pekerjaan tetap menjadi tanggung jawab kontraktor.

f. Klasifikasi Site Manager

1) Sarjana Teknik Sipil/ Arsitek dengan pengalaman kerja pada bidang yang
sesuai minimum 1 tahun.

2) Sarjana Muda Teknik/ Diploma III Sipil/ Arsitek dengan pengalaman


kerja pada bidang yang sesuai minimum 3 tahun.

3) SMK Bangunan dengan pengalaman kerja pada bidang yang sesuai


minimum 5 tahun.
2.2 Peralatan
2.2.1 Umum

a. Alat-alat untuk membantu pelaksanaan harus disediakan oleh


kontraktor dalam kondisi baik dan siap pakai.

b. Seluruh peralatan, material yang dipergunakan dalam pekerjaan ini


harus baru, dan material harus tahan terhadap iklim tropik.

c. Untuk kelancaran pekerjaan, untuk alat-alat mekanis/ mesin harap


disiapkan tenaga operator yang mampu memperbaiki apabila
mengalami gangguan operasional.

d. Peralatan yang dimaksud, dalam jumlah minimal yang harus


disediakan oleh kontraktor.
2.2.2 Pekerjaan Pengukuran

Untuk keperluan menentukan dan memeriksa letak bangunan kontraktor


harus menyediakan selang timbang termasuk perlengkapannya dalam
keadaan baik dan dapat dipakai sewaktu-waktu.
2.2.3 Pekerjaan beton
Peralatan yang diperlukan untuk pekerjaan beton
1) Beton mollen minimal 1 unit
2) Alat pemotong tulangan
3) Alat pembengkok tulangan
2.2.4 Pekerjaan Keramik / Porselen / Genteng

Untuk pemotongan keramik, porselen dan genteng digunakan mesin potong


minimal 2 unit.

BAB 3
Bahan dan Mutu Pekerjaan

3.1 Jenis dan Mutu Bahan

a. Jenis bahan diutamakan produksi dalam negeri.

b. Kebutuhan bahan tambang (pasir, batu, dan kerikil) membeli ke toko banguanan.
3.2. Pemakaian Merk Dagang

a. Apabila dalam RKS hanya disebutkan satu merk dagang, bukan berarti hanya
merk tersebut yang digunakan melainkan dapat digunakan merk lain yang
sesuai dengan standart mutu dan ciri-ciri fisik yang sama.

b. Material, peralatan, perkakas, aksesoris dan produk-produk yang tidak


disebutkan nama pabriknya di dalam Spesifikasi Teknis, Kontraktor harus
mengajukan secara tertulis merk/nama produk, type, nama negara dari pabrik yang
menghasilkannya, katalog dan selanjutnya menguraikan data yang menunjukkan
secara benar bahwa produk-produk yang dipergunakan adalah sesuai dengan
Spesifikasi Teknis dan kondisi proyek untuk mendapatkan persetujuan dari
Pemilik/Perencana/Pengawas.

3.3. Perubahan pemakaian merk dagang bahan

a. Kontraktor dapat mengusulkan perubahan merk dagang secara tertulis apabila


ternyata merk dagang tersebut tidak terdapat di pasaran, sepanjang kontraktor
dapat membuktikan kesetaraan kualitas dan ciri-ciri fisik yang dituntut RKS
dan untuk menggunakannya harus ada persetujuan dari pihak Konsultan
Pengawas dan Pengelola Poyek.

b. Apabila Kontraktor telah berusaha untuk memesan namun pada saat


pemesanan bahan/merek tersebut tidak ada/sukar diperoleh dan dinyatakan
dengan bukti tertulis, maka konsultan MK dengan persetujuan tertulis dari
Pemberi Tugas akan menentukan sendiri alternatif merk lain dengan
spesifikasi minimum yang sama.

3.4 Prosedur Pengadaan Bahan Bangunan

a. Secepatnya kontraktor melalui Site Manager/Pelaksana mengajukan contoh


bahan yang akan digunakan dan disesuaikan dengan spesifikasi yang ada pada
RKS ini, pada saat Rapat Lapangan yang pertama kali.

b. Contoh Bahan yang telah disetujui dipasang dalam Direksi Keet sebagai
pedoman mutu bahan.

c. Apabila tanpa mengajukan contoh atau mengajukan contoh bersamaan dengan


datangnya bahan tersebut, maka Lapangan/ Direksi berhak menolak dan
mengeluarkan dari lokasi pekerjaan.

3.5. Pemerikasaan Bahan

a. Konsultan Pengawas bertugas untuk memeriksa semua jenis bahan bangunan


yang akan digunakan serta mendapat wewenang untuk menolak
penggunaanya, apabila spesifikasinya tidak memenuhi syarat yagn telah
ditentukan.

b. Bahan yang didatangkan oleh Kontraktor tetapi, ditolak pemakaiannya oleh


Konsultan Pengawas maka keberadaan bahan tersebut harus segera
dikeluarkan dari lokasi proyek selambat-lambatnya dalam waktu 2 x 24 jam.
c. Konsultan Pengawas berwenang untuk mengetahui berbagai keterangan asal
bahan yang digunakan, dan kontraktor berkewajiban untuk memaparkannya
secara lengkap.
BAB 4
Peraturan Teknis yang Digunakan
dan Tanggung Jawab Kontraktor
4.1 Umum

Pedoman pelaksanaan yang diatur oleh pemerintah pembangunan yang sah


berlaku di Indonesia sepanjang tidak ditetapkan lain dalam Rencana Kerja dan
Syarat-syarat yang harus ditaati selama pelaksanaan Surat Perjanjian
Pekerjaan Pemborongan adalah :
a. Kepres No. 16/ 1994
b. Algemene Voorwarden (A.V.) yang disyahkan dengan Keputusan
Pemerintah tanggal 28 Mei 1941 No. 9 tambahan lembaran Negara No.
1457, apabila tidak ada ketentuan lain dalam RKS ini.
c. Keputusan-keputusan dari Majelis Indonesia untuk Arbitrase Teknik dari
Dewan Teknik Pembangunan Indonesia (DTPI).
d. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI-1971).
e. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung (SKBI-
1987).
f. Peraturan Umum dari Dinas Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja.
g. Peraturan Umum tentang Pelaksanaan Instalasi Listrik (PUIL) 1979 dan PLN
setempat.
h. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03 –
2847 – 2002).
i. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI-1961).
j. Peraturan Semen Portland Indonesia NI-08.
k. Peraturan Bata Merah sebagai bahan bangunan.
l. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SKBI-
1987).
m. Peraturan Pengecatan NI-12.
4.2 Khusus

Untuk melaksanakan pekerjaan seperti yang tersebut dalam BAB 28, maka
berlaku dan mengikat :
a. Berita Acara Pengumuman Pemenang Pelelangan.
b. SK Pimpro tentang penunjukan kontraktor (Gunning)
c. Surat Kesanggupan Kerja
d. Surat Perintah Kerja
e. Surat Penawaran beserta lampiran-lampirannya.
f. Gambar bestek
g. RKS beserta lampiran-lampirannya
h. Berita Acara Penjelasan Pekerjaan (Aanwijzing)
i. Kontrak Pelaksanaan dan Addendumnya (jika ada)
j. Shop Drawing yang diajukan kontarktor yang disetujui Konsultan Pengawas
dan atau Pengelola teknis Proyek untuk dilaksanakan
k. Time Schedule yang diajukan oleh kontraktor yang disetujui oleh
Konsultan Pengawas dan Pengelola Proyek.
4.3 Tanggung Jawab Kontraktor
Sesuai dengan K.U.H Perdata BAB 1609 Kontraktor bertanggungjawab 10
tahun fisik untuk segala kerusakan konstruksi yang disebabkan penggunaan
mutu bahan yang buruk atau pelaksanaan seharusnya yang menyimpang,
atau sewaktu penyelenggaraan seharusnya secara wajar kontraktor
mengetahui kapan dengan jelas dan nyata terjadi hal ikhwal yang seharusnya
dijadikan alasan untuk mengadakan perubahan penyempurnaan tetapi hal
tesebut tidak disampaikan kepada Pengelola Proyek, dengan demikian batas
waktu dalam BAB 54 A. V 1941 tidak diberlakukan.
BAB 5
Penjelasan RKS dan Gambar
5.1 Penjelasan Gambar
a. Bila terdapat perbedaan antara gambar rencanan dan gambar detail maka
yang harus diikuti adalah gambar detail.
b. Bila terdapat skala gambar dan ukuran yang tertulis dalam gambar berbeda,
maka ukuran dalam gambar yang berlaku.
c. Bila rekanan meragukan tentang perbedaan antara gambar yang ada, baik
konstruksi maupun ukurannya, maka rekanan berkewajiban untuk
menanyakan kepada Konsultan Pengawas secara tertulis.
d. Dalam hal ini terjadi penyimpangan detail antara gambar bestek dan
keadaan di lapangan, kontraktor dapat mengajukan gambar kerja (shop
drawing) yang sesuai dengan kondisi lapangan dan mempergunakannya
dalam pelaksanaan dengan persetujuan tertulis Konsultan Pengawas.
e. Di dalam semua hal bila terjadi pengambilan ukuran yang salah adalah
sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor.
f. Apabila dalam gambar disebutkan lingkup pekerjaan atau ukuran, sedang
dalam RKS tidak disebutkan, maka gambar yang harus dilaksanakan.
g. Dengan menyerahkan gambar-gambar kerja atau contoh-contoh material,
dianggap Kontraktor telah meneliti, menyetujui dan menyesuaikan setiap
gambar atau contoh tersebut dengan Dokumen Kontrak.
h. Konsultan MK/Pengawas akan memeriksa dan menyetujui atau menolak
gambar-gambar kerja atau contoh-contoh dalam waktu
sesingkatsingkatnya, sehingga tidak mengganggu jalannya pekerjaan
dengan mempertimbangkan syarat-syarat, sesuai dokumen kontrak.
i. Kontraktor wajib melaksanakan perbaikan-perbaikan yang diminta
Konsultan MK/Pengawas dan menyerahkan kembali segala gambar-
gambar kerja dan contoh-contoh sampai mendapatkan persetujuan.
5.2 Penjelasan RKS

a. Pada RKS tentang Syarat-syarat Teknis termuat lingkup pekerjaan,


spesifikasi bahan yang digunakan dan syarat-syarat pelaksanaan.
b. Apabila dalam gambar tidak tercantum lingkup pekerjaan, ukuran dan
jumlah sedangkan dalam RKS pada lingkup pekerjaan tercantum, maka
kontraktor terikat untuk melaksanakannya.
5.3 Berita AcaraPenjelasan Pekerjaan (Aanwijzing)
a. Berita acara rapat penjelasan pekerjaan (Aanwijzing) merupakan catatan
perubahan/ penambahan/ pengurangan/ penetapan dari gambar kerja dan
RKS.
b. Apabila ada perubahan / penambahan/ pengurangan/ penetapan RKS dan
gambar tidak ada dan tidak disebutkan pada Berita Acara Rapat Penjelasan
Pekerjaan (Aanwijzing), maka kontraktor dapat mengajukan penjelasan
pada saat rapat lapangan.
c. Berita Acara Rapat Lapangan yang memberikan penjelasan maupun
segala keputusan rapat mengikat untuk dilaksanakan.

BAB 6

Pekerjaan Persiapan

6.1 Lingkup Pekerjaan

a Memasang pagar pengaman di lokasi, sehinga tidak akan mendapat gangguan.

b Mengadakan komunikasi dengan instansi terkait dalam rencana pembangunan ini.

c Mengadakan atau membangun direksi keet, gudang dan barak kerja


dengan perlengkapannya.
d Mengadakan tempat persiapan penimbunan dan penyimpanan bahan.

e Pengadakan peralatan, fasilitas dan mesin-mesin pembantu pekerjaan guna


menjamin kelancaran pekerjaan.
f Melaksanakan pengukuran guna menentukan duga lapangan dan ukuran-ukuran
lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan bangunan ini serta memasang
bouwplank.
g Menyediakan kotak PPPK dan alat pemadam kebakaran dengan
perlengkapannya.
h Membuat jalan masuk ke lokasi proyek.
i Membuat dan memasang papan nama proyek (apabila tercantum di BQ)

j Mengurus ijin bangunan.


6.2 Bahan dan Perlengkapan

6.2.1 Bahan Direksi Keet dll.

a. Bahan dinding dan pintu dari seng plat 0,9 x 1,8 BJLS 28.

b Rangka bangunan dari kayu meranti/lokal 5/7.


c Lantai dari semen gresik.
d Penutup atap seng gelombang BJLS 20.
e Kunci pintu kuda terbang.

6.2.2 Perlengkapan Direksi Keet.

a Satu buah meja ukuran 80 x 100 cm dilengkapi dengan laci yang bisa dikunci.
b Satu buah kursi untuk meja tulis.
c Satu stel meja kursi duduk untuk tamu.
d Sebuah almari arsip yang bisa dikunci.

6.3 Tata Cara Pelaksanaan

6.3.1 Hak Bekerja di Lapangan

• Lapangan pekerjaan akan diserahkan oleh Pemberi Tugas kepada


Kontraktor selama waktu pelaksanaan dan sesuai dengan keadaan pada
waktu peninjauan.
• Setiap kelambatan atas penyerahan lapangan ini dapat dipertimbangkan
oleh Pengelola Proyek sebagai perpanjangan masa pelaksanaan pekerjaan.

6.3.2 Pembagian halaman untuk pekerjaan dan jalan masuk

a Apabila kontraktor akan mendirikan bangunan sementara (Direksi Keet


dan gudang ) maupun tempat penimbunan bahan, maka kontraktor harus
merundingkan terlebih dahulu kepada Pengelola Proyek tentang
penggunaan halaman ini.
b Semua biaya untuk prasarana, fasilitas untuk memasuki daerah
pekerjaan serta akomodasi tambahan diluar daerah kerja
menjadi tanggungan kontraktor.
c Apabila terjadi kerusakan pada jalan kompleks, saluran air atau
bangunan lainnya yang disebabkan adanya pembangunan ini kontraktor
berkewajiban untuk memperbaiki kembali, selambat-lambatnya dalam
masa pemeliharaan.

6.3.3 Koordinasi dan administrasi

a Sebelum pekerjaan dimulai, maka kontraktor mengadakan persiapan ijin


dan berkoordinasi dengan Pihak proyek dan Konsultan Pengawas.
b Pemasangan papan nama proyek dengan ukuran maupun bentuknya
akan ditentukan kemudian oleh proyek.
c Melakukan koordinasi untuk mengurus IMB, terutama kelengkapan
administratif yang akan diberikan oleh pihak Pemberi Tigas, biaya ijin
bangunan tersebut menjadi beban kontraktor.
d Kontraktor tidak diperkenankan menempatkan papan reklame
penggunaan bahan dalam bentuk apapun di lingkungan proyek
ini.

6.3.4 Direksi Keet

a Kontraktor harus membuat bangsal Konsultan Pengawas seluas 7 x 4,5 m,


berjendela cukup terang dan berventilasi baik.

b Kontraktor diwajibkan membuat gudang yang tertutup yang dapat


dikunci dengan aman dan terlindung terhadap hujan dan panas, untuk
menempatkan seperti PC dan alat-alat penting dan sebagainya.
c Segala biaya pembuatan Direksi Keet dan gudang menjadi
tenggung jawab dan beban kontraktor.

6.3.5 Pekerjaan Pembersihan


a. Lapangan terlebih dahulu harus dibersihkan dari rumput, semak, akar-akar
pohon.
b. Sebelum pekerjaan lain dimulai, lapangan harus selalu dijaga, tetap bersih
dan rata.

6.3.6 Pekerjaan pengukuran tapak kembali


a. Kontraktor diwajibkan mengadakan pengukuran ulang dan penggambaran
kembali lokasi pembangunan dengan dilengkapi keterangan-keterangan
mengenai peil ketinggian tanah, letak pohon, letak batas-batas tanah dengan
alat-alat yang sudah ditera kebenarannya.
Kontraktor diwajibkan mengadakan pengecekan ulang dan mendata kondisi
bangunan existing di sekitar lokasi proyek dan melaporkan secara tertulis,
lengkap dengan foto-foto kondisi sebelum pelaksanaan.
b. Ketidak cocokan yang mungkin terjadi antara gambar dan keadaan lapangan
yang sebenarnya harus segera dilaporkan kepada Pengawas / Perencana
untuk dimintakan keputusannya
c. Penentuan titik ketinggian dan sudut-sudut hanya dilakukan dengan alat
selang timbang yang ketepannya dapat dipertanggung jawabkan.
d. Kontraktor harus menyediakan secara terus menerus selang timbang untuk
kepentingan pemeriksaan perencanaan / Pengawas selama proyek.
e. Pengurursan sudut siku dengan prisma atau benang secara asas Segitiga
Phytagoras hanya diperkenankan untuk bagian-bagian kecil yang disetujui
oleh Perencana /Pengawas.
f. Segala pekerjaan pengukuran persiapan termasuk tanggungan Kontraktor.
Alat ukur harus sudah dikalibrasi, dan dilampirkan bukti pengecekan
kalibrasi.

6.3.7 Pekerjaan dasar pelaksanaan (bowplank)


a. Kontraktor berkewajiban mengajukan rencana bowplank untuk mendapatkan
persetujuan MK/Pengawas terlebih dahulu, sebelum dimulainya pelaksanaan.
b. Papan dasar pelaksanaan dipasang pada patok kayu kaso Meranti 5/7,
tertancap ditanah sehingga tidak bisa digerak-gerakkan atau diubah-ubah,
berjarak maksimum sejarak as bangunan atau ditentukan lain atas
persetujuan MK/Pengawas.
c. Papan patok ukur dibuat dari kayu Meranti, dengan ukuran tebal 3 cm, lebar
20 cm, lurus dan diserut rata pada sisi sebelah atasnya (selang timbang)
d. Tinggi sisi atas papan patok ukur harus sama satu dengan lainnya, kecuali
dikehendaki lain oleh Perencana/Pengawas.
e. Papan dasar pelaksanaan dipasang sejauh 200 cm dari as pondasi terluar.
f. Setelah selesai pemasangan papan dasar pelaksanaan, Kontraktor harus
melaporkan kepada Perencana/Pengawas.
g. Segala pekerjaan pembuatan dan pemasangan termasuk tanggungan
Kontraktor.

6.3.8 Pekerjaan penyediaan air dan daya listrik utuk bekerja.


a. Air untuk bekerja harus disediakan Kontraktor dengan membuat sumur
pompa di lokasi proyek atau disuplai dari luar. Air harus bersih, bebas dari
debu, bebas dari lumpur, minyak dan bahan-bahan kimia lainnya yang
merusak. Penyediaan air harus sesuai dengan petunjuk dan persetujuan
MK/Pengawas.
b. Listrik untuk bekerja harus disediakan Kontraktor dan diperoleh dari
sambungan sementara PLN setempat selama masa pembangunan.
Penggunaan diesel untuk pembangkit tenaga listrik hanya diperkenankan
untuk penggunaan sementara atas persetujuan Pengawas.

BAB 7
Pekerjaan Tanah dan Pondasi

7.1 Lingkup pekerjaan


7.1.1. Pekerjaan Galian
Galian tanah pondasi, bak-bak control, saluran-saluran instalasi listrik / air,
sumur, septictank, dan peresapan serta bagian-bagian yang ditunjukan dalam
gambar.
7.1.2. Pekerjaan Urugan pada Bangunan
a. Urugan tanah bekas lubang galian dan di bawawh lantai untuk peninggian
permukaan
b. Urugan pasir dibawah pondasi dan lantai.

7.2 Bahan-Bahan

7.2.1 Urugan Tanah

a. Bahan urugan berupa tanah urug harus bersih dari kotoran, humus dan
organisme lainnya yang dapat mengakibatkan penyusutan atau perubahan
kepadatan urugan pasir itu sendiri.
b. Tanah urug dapat digunakan tanah bekas galian dengan syarat
pelaksanaan khusus.

7.2.2 Pasir Urug

Pasir urug harus berbutir halus dan bergradasi tidak seragam

7.3 Syarat-syarat Pelaksanaan


7.3.2 Pekerjaan galian

a. Seluruh lapangan pekerjaan harus diratakan/digali dan semua sisa-sisa


tanaman seperti akar-akar, rumput-rumput dan sebagainya, harus dihilangkan.

b. Pekerjaan penggalian tanah, perataan tanah, harus dikerjakan lebih dahulu


sebelum kontraktor memulai pekerjaan. Pekerjaan galian tersebut disesuaikan
dengan kebutuhannya sesuai dengan peil-peil (level), pada lokasi yang telah
ditentukan di dalam gambar, dan mendapatkan persetujuan pengawas.

c. Daerah yang akan digali harus dibersihkan dari semua benda penghambat
seperti, sampah-sampah, tonggak bekas-bekas lubang dan sumur, lumpur,
pohon dan semak-semak. Bekas-bekas lubang dan sumur, harus dikuras
airnya dan diambil lumpur atau tanahnya yang lembek, yang ada didalamnya.
Pohon yang ada hanya boleh disingkirkan setelah mendapat persetujuan dari
pengawas. Tunggak-tunggak pepohonan dan jalinan-jalinan akar harus
dibersihkan dan disingkirkan sampai pada kedalaman 1,5 m (maksimum) di
bawah permukaan tanah. Segala sisa dan kotoran yang disebabkan oleh
pekerjaan tersebut, harusdisingkirkan dari daerah pembangunan oleh
kontraktor, sesuai dengan petunjuk Pengawas.

d. Galian untuk pondasi harus dilakukan menurut ukuran yang sesuai dengan
peil-peil yang tercantum dalam gambar Rencana Pondasi. Semua bekasbekas
pondasi bangunan lama, jaringan jalan/aspal, akar dan pohon-pohon
dibongkar dan dibuang.
e. Apabila ternyata terdapat pipa-pipa pembuangan, kabel listrik, telepon dan
lainlain yang masih digunakan, maka secepatnya memberitahukan
kepadapengawas atau kepada instansi yang berwenang untuk mendapatkan
petunjuk seperlunya. Kontraktor bertanggung jawab atas segala kerusakan-
kerusakan sebagai akibat dari pekerjaan galian tersebut. Apabila ternyata
penggalian melebihi kedalaman yang telah ditentukan, maka kontraktor
harus mengisi/mengurug daerah galian tersebut dengan bahan-bahan
pengisian untuk pondasi yang sesuai dengan spesifikasi.
f. Kontraktor harus menjaga agar lubang-lubang galian pondasi tersebut bebas
dari longsoran-longsoran tanah di kiri dan kanannya (bila perlu dilindungi
oleh alat-alat penahan tanah dan bebas dari genangan air) sehingga pekerjaan
pondasi dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan spesifikasi.
7.3.3 Pekerjaan Urugan
a. Lokasi yang akan diurug harus bebas dari lumpur, kotoran, sampah dan
sebagainya.
b. Pelaksanaan pengurugan harus dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan
20 cm material lepas, dipadatkan sampai mencapai kepadatan maksimum
dan mencapai peil permukaan yang direncanakan.
c. Material-material bahan urugan yang terletak pada daerah yang tidak
memungkinkan untuk dipadatkan, urugan dilakukan dengan ketebalan
maksimum 10 cm material lepas dan dipadatkan dengan mesin stamper.
d. Toleransi pelaksanaan yang dapat diterima untuk penggalian maupun
pengurugan adalah ± 10 mm terhadap kerataan yang ditentukan.
e. Bahan urugan untuk pelaksanaan pengerasan harus disebar dalam lapisan-
lapisan yang rata dalam ketebalan yang tidak melebihi 30 cm pada keadaan
gembur.
Gumpalan-gumpalan tanah harus digemburkan dan bahan tersebut harus
dicampur dengan cara menggaru atau cara sejenisnya sehingga diperoleh
lapisan yang kepadatannya sama. Setiap lapisan harus diarahkan pada
kepadatan yang dibutuhkan dan diperiksa melalui pengujian lapangan yang
memadai, sebelum dimulai dengan lapisan berikutnya.
Lapisan berikutnya tidak boleh dihampar sebelum hasil pekerjaan lapisan
sebelumnya mendapat persetujuan dari Pengawas. Bilamana bahan tersebut
tidak mencapai kepadatan yang dikehendaki, lapisan tersebut harus diulang
kembali pekerjaannya atau diganti, dengan cara-cara pelaksanaan yang telah
ditentukan, guna mendapatkan kepadatan yang dibutuhkan.
7.3.4 Pembuangan material hasil galian
a. Pembuangan material hasil galian menjadi tanggung jawab kontraktor.
Material hasil galian harus dikeluarkan paling lambat dalam waktu 1 x 24
jam, sehingga tidak mengganggu penyimpanan material lain.
b. Material dari hasil galian tersebut atas persetujuan pengawas telah diseleksi
bagian-bagian yang dapat dimanfaatkan sebagai material timbunan dan
urugan. Sisanya harus dibuang ke luar site atau tempat lain atas persetujuan
pengawas.

BAB 8
Pekerjaan Beton

8.1 Lingkup Pekerjaan


8.1.1 Campuran 1Pc : 3PS : 5Kr (pecah tangan atau pecah mesin)
Untuk pekerjan beton tidak bertulang seperti lanatai kerja untuk pondasi
beton
8.1.2 Pekerjaan Beton Struktural
Pekerjaan beton struktural, kolom struktur, konsol, balok, dan lain-lainnya,
dalam arti pekerjaan beton yang bukan praktis dengan pengawasan ketat
dengan mengikuti persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam SK SNI T-
15-1991-03, serta pengawasan yang ketat terhadap mutu.
8.2 Bahan-Bahan
8.2.1 Semen Portland (PC)
a. Semua semen yang digunakan adalah semen portland lokal setara yang
sesuai dengan syarat – syarat :
- Peraturan Semen Portland Indonesia (NI.9-1972)
- Peraturan Beton Indonesia (NI.2-1971)
- ASTM C150.
- Mendapat persetujuan perencana / pengawas.
b. Dalam pengangkutan semen harus terlindung dari hujan. Harus diterimakan
dalam sak (kantong) asli dari pabriknya dalam keadaan tertutup rapat, dan
harus disimpan digudang yang cukup ventilasinya dan diletakkan tidak kena
air, diletakan pada tempat yang ditinggikan paling sedikit 30 cm dari
lantai.Sak-sak semen tersebut tidak boleh ditumpuk sampai tingginya
melampaui 2 m atau maximum 10 sak, setiap pengiriman baru harus ditandai
dan dipisahkan dengan maksud agar pemakaian semen dilakukan menurut
urutan pengirimannya.
c. Untuk semen yang diragukan mutunya dan kerusakan-kerusakan akibat salah
penyimpanan dianggap rusak, membatu, dapat ditolak penggunaannya tanpa
melalui test lagi. Bahan yang telah ditolak harus segera dikeluarkan dari
lapangan paling lambat dalam waktu 2 x 24 jam.
8.2.2 Agregat
a. Semua pemakaian koral (kerikil), batu pecah (aggregat kasar) dan pasir
beton, harus memenuhi syarat-syarat :
- Peraturan umum pemeriksaan bahan bangunan (NI.3-1956)
- Peraturan Beton Indonesia (NI.2-1971)
- ASTM C 33.
- Tidak mudah hancur (tetep keras), tidak porous.
- Bebas dari tanah/tanah liat (tidak tercampur dengan kotoran-kotoran
lainnya)
b. Koral (kerikil) dan batu pecah (aggregat kasar) yang mempunyai ukuran
lebih besar dari 25 mm, untuk penggunaannya harus mendapat persetujuan
Pengawas.
c. Gradasi dari aggregat - aggregat tersebut secara keseluruhan harus dapat
menghasilkan mutu beton yang baik, padat dan mempunyai daya kerja yang
baik dengan semen dan air, dalam proporsi campuran yang akan dipakai.
d. Dalam hal adanya perubahan sumber dari mana aggregat tersebut disupply,
maka Kontraktor diwajibkan untuk memberitahukan kepada Pengawas.
e. Aggregat harus disimpan di tempat yang bersih, yang keras permukaannya
dan dicegah supaya tidak terjadi pencampuran satu sama lain dan terkotori.
8.2.3 Air
a. Air yang akan dipergunakan untuk semua pekerjaan - pekerjaan di lapangan
adalah air bersih, tidak berwarna, tidak mengandung bahan-bahan kimia
(asam alkali), tidak mengandung organisme yang dapat memberikan efek
merusak beton, minyak atau lemak. Memenuhi syarat-syarat Peraturan Beton
Indonesia (NI. 2-1971)
b. Air yang mengandung garam (air laut) tidak diperkenankan untuk dipakai.
8.2.4 Besi Beton
a. Semua pemakaian besi beton harus memenuhi syarat-syarat :
- Peraturan Beton Indonesia (NI.2-1971)
- ASTM A615; SII.
- Bebas dari kotoran-kotoran, lapisan minyak-minyak, karat dan tidak cacat
(retak-retak, mengelupas, luka dan sebagaianya).
- Untuk Ø < 13 mm (polos), dipakai baja mutu U24, fy = 2400 kgf/cm2 =
235 MPa.
- Untuk D > 13 mm dipakai baja mutu U40, fy = 4000 kgf/cm2 = 400 MPa
dan D = 10 mm (ulir), dipakai baja mutu U40, fy = 4000 kgf/cm2 = 400
Mpa (sesuai dengan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia,
PUBI-1982).
- Bahan tersebut dalam segala hal harus memenuhi ketentuan-ketentuan
PBI 1971.
- Mempunyai penampang yang sama rata.
- Ukuran disesuaikan dengan gambar-gambar.
b. Pemakaian besi beton dari jenis yang berlainan dari ketentuan-ketentuan di
atas, harus mendapat persetujuan perencana/pengawas.
c. Besi beton harus disupply dari satu sumber (manufacture) dan tidak
diperkenankan untuk mencampur-adukan bermacam-macam sumber besi
beton tersebut untuk pekerjaan konstruksi.
d. Pemasangan besi beton dilakukan sesuai dengan gambar-gambar atau
mendapat persetujuan Pengawas. Hubungan antara besi beton satu dengan
yang lainnya harus menggunakan kawat beton, diikat dengan teguh, tidak
bergeser selama pengecoran beton dan tidak menyentuh lantai kerja atau
papan acuan. Sebelum beton dicor, besi beton harus bebas dari minyak,
kotoran, cat, karet lepas, kulit giling atau bahan - bahan lain yang merusak.
Semua besi beton harus dipasang pada posisi yang tepat.
e. Besi beton yang tidak memenuhi syarat-syarat karena kualitasnya tidak
sesuai dengan spesifikasi (R.K.S.) diatas, harus segera dikeluarkan dari site
setelah menerima instruksi tertulis dari pengawas, dalam waktu 2 x 24 jam.
8.2.5 Admixture
a. Untuk memperbaiki mutu beton, sifat-sifat pengerjaan, waktu pengikatan dan
pengerasan maupun maksud-maksud lain dapat dipakai bahan admixture.
b. Jenis dan jumlah bahan admixture yang dipakai harus ditest dan disetujui
terlebih dahulu oleh Pengawas.
c. Admixture yang telah disimpan lebih dari 6 bulan dan telah rusak, tidak
boleh dipergunakan.
8.2.6 Bekisting
a. Pembuatan bekisting harus memenuhi syarat-syarat SK SNI T-15-1991-03.

b. Kontraktor harus memberikan sampel bahan dan sistem yang akan dipakai
untuk cetakan beton untuk disetujui oleh Pengawas.
c. Bahan bekisting dapat dibuat dari papan kayu kelas III yang cukup kering
dengan tebal minimum 2 cm atau panil-panil multipleks dengan tebal 9 mm.
d. Rangka penguat konstruksi bekisting dari kayu ukuran 5/7 sebagai
penyokong, penyangga maupun pengikat, sehingga mampu mendukung
tekanan beton pada saat pengecoran sampai selesai proses pengikatan.
8.2.7 Adukan (Spesi) Beton
a. Spesi beton adalah campuran dengan perbandingan tertentu antara PC, pasir
dengan kerikil dan air untuk mendapatkan bahan pembalut tulangan beton.
b. Adukan beton dihasilkan dari mesin pengaduk mekanis, selanjutnya
dipadatkan pada cetakan atau bekisting untuk membentuk struktur beton
yang diinginkan.
8.2.8 Ready Mix
a. Yang dimaksud dengan ready mix adalah pencampuran spesi beton dari
pabrik dengan perbandingan berat campuran menggunakan beton mixing
plant engan mutu seperti yang diisyaratkan.
b. Pada pengecoran plat dan balok lantai 1 dan 2 diwaibkan menggunakan
ready mix, guna mendapatkan mutu yang baik.
c. Pada pekerjaan pondasi, kolom struktur maupun beton lainnya, kontraktor
diijinkan menggunakan campuran yang dibuat sendiri.
d. Persyaratan pelaksanaan pekerjaan beton dengan ready mix sama dengan
persyaratan pelaksanaan pekerjaan beton yang digunakan.

8.3 Syarat-syarat Pelaksanaan


8.3.1 Lapisan Penutup Beton
a. Tebalnya lapisan penutup beton harus mendapat persetujuan direksi dan
ditetapkan sesuai dengan ketentuan menurut SK SNI T-15-1991-03.
b. Untuk mendapatkan lapisan penutp beton yang seragam maka harus dibuat
beton ganjal tulangan/ beton blok persegi yang dapat diikat pada baja
tulangan dengan mutu perekat yang sama dengan suatu batas yang dicor.
8.3.2 Penulangan
a. Pembengkokan dan pemotongan baja tulangan
1. Kontraktor diahruskan membuat gambar detail pemotongan baja tulangan
dengan berpedoman kepada gambar-gambar beton yang sesuai dengan
ketentuan SK SNI T-15-1991-03.
2. Gambar-gambar detail setelah disetujui direksi mengikat untuk
dilaksanakan.
3. Baja tulangan dibengkok atau diluruskan dalam keadaan dingin, kecuali
pemanasannya diizinkan oleh direksi.
4. Pembengkokan atau meluruskan baja tulangan tidak boleh dengan cara-
cara yang merusak tulangan.
b. Pemasangan baja tulangan
1. Tulangan harus dipasang sesuai dengan bentuk dan ukuran yang terdapat
dalam gambar beton, sedemikian rupa hingga sebelum dan selama
pengecoran letaknya tidak berubah.
2. Jarak tulangan balok/ kolom harap diperhitungkan agar agregat kasar
dapat masuk. Apabila ternyata hal tersebut tidak terpenuhi, maka
pemasangan tulangan diatur sedemikian rupa agar agregat kasar dapat
lolos.
8.3.3 Bekisting
a. Umum
1. Ukuran dalam bekisting jadi adalah ukuran jadi beton sesuai dengan
ukuran yang ditentukan dalam gambar.
2. Bekisting harus diperkuat sedemikian rupa, sehingga tidak bocor/
pecah pada saat mendapat tekanan spesi.
3. Sebelum pengecoran, bekisting harus dibersihkan dari kotoran,
serbuk gergaji, kawat ikat, kemudian bekisting dibasahi air sampai
jenuh.
4. Bagian-bagian bekisting yang berlubang, khususnya sambungan
papan, ditutup rapat.
5. Permukaan cetakan beton yang bersentuhan dengan beton harus
dicoating dengan minyak bekisting (form release agent), untuk
mempermudah saat pembongkaran cetakan dan memperbaiki
permukaan beton.
b. Kolom
1. Bekisting kolom dapat dibuat untuk satu kolom, atau dengan cara
pengecoran bertahap.
2. Bekisting kolom harus tegak lurus keatas, dengan pemeriksaan
menggunakan untuing-unting.
3. Hubungan horisontal antara kolom harus lurus kemudian diikat
dengan kaso 5/7 antara sesama bekisting.
4. Antara bagian dalam bekisting kolom dengan tulangan terluar
dipasang pengganjal yang diikat pada tulangan tersebut, agar
tulangan tidak melekat pada bekisting.
c. Perancah Balok dan Plat
1. Perancah balok/ plat dipasang apabila tanah landasan telah
dipadatkan, agar pada saat pelaksanaan pengecoran tidak terjadi
penurunan.
2. Kaki perancah dilandasi dengan papan kelas II, sehingga
menjadikan beban merata pada tanah dasar perancah.
3. Tinggi perancah disesuaikan dengan tinggi antar lantai pada
gambar.
4. Perancah diiakt satu dengan lainnya dengan reng 2/3 atau bambu.
5. Setelah perancah kuat, maka pemasangan bekisting balok/plat
dapat dilaksanakan.
6. Perancah yang menggunakan scafolding, harap memperbaiki
perkuatan scafolding tersebut antara satu dengan yang lain.
7. Pada penggunaan ready mix, mengingat bekisting akan menerima
beban lebih berat akibat menumpuknya adukan beton yang dituang
dari concrete pump unit, maka konstruksi penunjang bekisting
harus lebih kuat.
8.3.4 Izin Direksi
a. Sebelum pengecoran beton yang bersifat struktural, selambat-lambatnya 5
hari sebelum pelaksanaan pengecoran, maka kontraktor diwajibkan untuk
mengirim surat ijin pengecoran kepada direksi.
b. Apabila waktu pelaksanaan pekerjaan pengecoran melewati jam kerja
normal (lembur), maka kontraktor diwajibkan untuk mengajukan surat
pemberitahuan lembur kerja kepada direksi/ pengawas, tembusan kepada
pemimpin proyek.
c. Selambat-lambatnya 2 hari sebelum pelaksanaan pengecoran sesuai dengan
surat ijin pengecoran, maka direksi/ pengawas akan melakukan
pemeriksaan.
d. Apabila atas pemeriksaan dari direksi, bahwa segala sesuatunya siap, maka
direksi dapat mengijinkan pelaksanaan pengecoran sesuai dengan rencana
pelaksanaan, dengan menulis pada buku direksi.
e. Direksi dapat menolak untuk memberi ijin selama hasil pemeriksaan masih
memerlukan perrrbaikan atau dinilai belum siap untuk melaksanakan
pengecoran.
8.3.5 Pelaksanaan Pengecoran
a. Pengecoran
1. Pengadukan, pengangkutan, pengecoran, pemadatan, dan perawatan beton
harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan di dalam PBI 1971 BAB 6.1
s/d 6.6.
2. Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran beton pada bagian-bagian
utama dari pekerjaan, Kontraktor harus memberitahukan Pengawas dan
mendapatkan persetujuannya terlebih dahulu.
b. Pengadukan Campuran Beton
1. Pengadukan beton harus dilaksanakan dengan menggunakan mesin
pengaduk beton (beton mollen) yang bekerja baik. Pemberhentian
pengadukan dilakukan bila adukan sudah rata/ homogen.
2. Adukan beton harus secepatnya dibawa ke tempat pengecoran dengan
menggunakan cara (metode) yang sepraktis mungkin, sehingga tidak
memungkinkan adanya pengendapan aggregat dan tercampurnya
kotorankotoran atau bahan lain dari luar. Penggunaan alat-alat
pengangkutan beton dengan mesin pompa haruslah mendapat persetujuan
Pengawas, sebelum alat-alat tersebut didatangkan ke tempat pekerjaan.
Semua alat- alat pengangkutan yang digunakan pada setiap waktu harus
dibersihkan dari sisasisa adukan yang mengeras.
c. Penuangan adukan beton pada bekisting
1. Penuangan adukan pada plat atau balok diusahakan tidak terjadi segregasi.
2. Pengecoran beton tidak dibenarkan untuk dimulai sebelum pemasangan
besi beton selesai diperiksa oleh dan mendapat persetujuan Pengawas.
3. Sebelum pengecoran dimulai, maka tempat-tempat yang akan dicor
terlebih dahulu harus dibersihkan dari segala kotoran - kotoran (potongan
kayu, batu, tanah dan lain - lain).
4. Pengecoran dilakukan lapis demi lapis dengan tebal tiap lapis maksimum
30 cm dan tidak dibenarkan menuangkan adukan dengan menjatuhkan
dari suatu ketinggian (max 1.5 m), yang akan menyebabkan pengendapan
aggregat.
5. Pengecoran dilakukan secara terus menerus (tanpa berhenti). Adukan
yang tidak dicor (ditinggalkan) dalam waktu lebih dari 15 menit setelah
keluar dari mesin adukan beton, dan juga adukan yang tumpah selama
pengangkutan, tidak diperkenankan untuk dipakai lagi.
8.3.6 Penghentian Pengecoran
Tempat di mana pengecoran akan dihentikan, harus mendapat
persetujuanPengawas. Pemberhentian pengecoran menggunakan bekisting.
8.3.7 Perawatan Beton
a. Secara umum harus memenuhi persyaratan dalam PBI 1971 Bab 6.6.
b. Perawatan beton dimulai segera setelah pengecoran beton selesai
dilaksanakan dan harus berlangsung terus menerus selama paling
sedikit 1 minggu, jika tidak ditentukan lain.
c. Selama masa curing,perbedaan suhu pada permukaan beton dan suhu
didalam beton pada pertengahan tinggi tebal plat pada pengecoran mass
concrete harus dipertahankan tidak melampaui 20 ̊ C. Kontraktor harus
menyerahkan metode monitoring peningkatan suhu beton kepada
MK/Pengawas untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu.
d. Pada konstruksi beton yang baru dicor harus dijaga terhadap pengruh-
pengaruh getaran dsb. Yang akan dapat mempengaruhi proses
pengikatan beton.
8.3.8 Pembongkaran bekisting
a. Pembongkaran dilakukan sesuai dengan PBI 1971, dimana bagian
struktur yang dibongkar cetakannya harus dapat memikul berat sendiri
dan beban-beban pelaksanaannya.
b. Pekerjaan pembongkaran cetakan harus dilaporkan dan disetujui
sebelumnya oleh MK/Pengawas.
c. Apabila setelah cetakan dibongkar ternyata terdapat bagian-bagian
beton yang keropos atau cacat lainnya, yang akan mempengaruhi
kekuatan konstruksi tersebut, maka Kontraktor harus segera
memberitahukan kepada Pengawas, untuk meminta persetujuan
mengenai cara mengisi atau menutupnya. Semua resiko yang terjadi
sebagai akibat pekerjaan tersebut dan biaya-biaya pengisian atau
penutupan bagian tersebut menjadi tanggungjawab Kontraktor.

Anda mungkin juga menyukai