Anda di halaman 1dari 53

PENGARUH AROMATHERAPHY LEMON TERHADAP

PENURUNANAN INTENSITAS DYSMENORRHEA


PRIMER PADA REMAJA PUTRI
DI SMA X PALU

Proposal

Oleh:

AYU NUR RAHMA


NIM : P07124117 044

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENEKS PALU
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
S.TR.KEBIDANAN
2022/202
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 8
C. Tujuan................................................................................................... 8
D. Manfaat................................................................................................. 9
E. Keaslian Penelitian............................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Menstruasi............................................................................... 11
B. Konsep Dysmenorhae........................................................................... 17
C. konsep Aromatehraphy Lemon............................................................. 30
D. Kerangka Teoritis................................................................................. 34
E. Kerangka Konsep.................................................................................. 35
F. Hipotesis Penelitian.............................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................ 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... 37
C. Populasi dan Sampel............................................................................. 37
D. Variable Penelitian dan Defenisi Operasional...................................... 39
E. Jenis Pengambilan Data........................................................................ 41
F. Pengelolaan Data ................................................................................. 42
G. Analisis Data ………………………………………………………... 44

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penulisan ……………………………………....…..…………..10


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Menstrusi ……………………………………………………….14

Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Sederhana ……………………………………...28

Gambar 2.3 Skala Intensitas Numeric 0-10 ………………………………………....28

Gambar 2.4 Kerangka Teoritis ……………………………………………………...33

Gambar 2.5 Kerangka Konsep ………………………………………………………34

Gambar 3.1 Skala Intensitas Numeric 0-10 …………………………………………40

iii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

FSH : Follicle Stimulating Hormone

Gn-RH : Gonadotropin Realising Hormone

LH : Lutenizing Hormone

PCOS : Polycystic Ovary Syndrome

PGF2α : Prostaglandin F2α

PGE2 : Prostaglandin E2

NRS : Numeric Rating Scale

MPA : Mendroksi Progesterone Asetat


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Data pada tahun 2012 dari World Health Organization (WHO) didapatkan

kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita yang mengalami Dismenore. Rata-

rata di negara Eropa Dismenore terjadi pada 45-97% wanita Dengan prevalensi

terendah di Bulgaria (8,8%) dan tertinggi mencapai 94% di negara Finlandia.

Nyeri haid terjadi pada lebih dari setengah wanita usia reproduksi dengan

prevalensi yang beragam. Sekitar 45% sampai 95% wanita diperkirakan

mengalami dysmenorrhea. Prevalensi untuk PD sendiri setinggi 80% sampai 90%

(Maruf dkk, 2013).

Berdasarkan data dari berbagai negara, angka kejadian Dysmenorhae di

dunia cukup tinggi. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara

mengalami Dismenorea dalam sebuah siklus menstruasi (Calis, 2011).

Dysmenorhae mengacu pada nyeri haid dan itu adalah umum di kalangan remaja

dan wanita muda. Menstruasi datang setiap bulan pada usia reproduksi, banyak

wanita yang mengalami ketidaknyamanan fisik, atau merasa tersiksa saat

menjelang atau selama haid berlangsung (Rahayu dkk, 2017).

Kejadian kasus dismenorea cukup tinggi. Studi epidemiologi yang

dilakukan Klein dan Litt pada populasi remaja (berusia 12-17 tahun) di Amerika

Serikat, melaporkan prevalensi dismenorea mencapai 59,7%, dari mereka yang

mengeluh nyeri, 12% berat, 37% sedang dan 49% ringan. Studi ini juga
melaporkan bahwa dismenorea menyebabkan 14% remaja sering tidak masuk

sekolah (Erna, 2010). Wanita yang mengalami Dismenorea di Pakistan

diperkirakan 57% dan mempunyai efek terhadap pekerjaan mereka (Rohmawati,

2019). Negara Canada, didapatkan 60% remaja yang mengalami dismenorea

primer dengan kualitas nyeri sedang sampai berat, diantaranya 51% aktivitas

mereka menjadi terbatas dan 17% dari mereka tidak hadir di sekolah yang

menyebabkan proses belajar mengajar menjadi terganggu (1).

Di Indonesia sendiri angka kejadian Dysmenorrhea Primer sekitar 54,89%

pada wanita usia produktif (Anisa, 2015). Jumlah lebih besar umumnya ditemukan

dengan perkiraan mulai dari 67% sampai 90% pada wanita muda dengan usia 17 –

24 tahun dibandingkan dengan usia lebih tua (Ju dkk, 2013). Prevalensi meningkat

selama remaja usia 15 – 17 tahun dan prevalensi tertinggi ditemukan dalam usia

20 – 24 tahun dan menurun progesif setelahnya (Shah dkk, 2016). Ditemukan 7%

– 15% wanita mengalami nyeri berat dan terbatas dalam aktivitas sehari-hari, dan

41% wanita yang mengalami Dysmenorrhea terganggu dalam aktivitas (Ju dkk,

2013).

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai anak

usia 10 – 19 tahun, sedangkan Kementerian Kesehatan RI (2014) remaja

merupakan kelompok penduduk pada rentang usia 10 – 18 tahun. Lembaga

Demografi Universitas Indonesia (2017) menggambarkan hasil Sensus Penduduk

Antar Lembaga (2015) penduduk rentang usia 15 – 24 tahun di Indonesia

sebanyak 42.061,2 juta jiwa (16,5% dari total penduduk Indonesia). Sedangkan
menurut BKKBN berdasarkan pada Sensus 2010 proporsi kelompok remaja

perempuan sebanyak 21.489.600 (18,11%) dan angka tersebut diprediksikan pada

tahun 2035 meningkat menjadi 22.481.900 (14,72%) (Yastirin, 2018).

Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia rata-rata lebih dari 50%. Di

Indonesia angka kejadian prevalensi nyeri menstruasi berkisar 55% di kalangan

usia produktif (Depkes RI, 2010 ; Azizah, 2014). Rata-rata nyeri haid di Amerika

Serikat memiliki prevalensi sekitar 90% wanita yang mengalami disminore, dan

10-15% diantaranya mengalami disminore berat yang menyebabkan mereka tidak

mampu melakukan kegiatan apapun. Sedangkan Turki 89,5%, Swedia sekitar

72%, Malaysia sebanyak 74,5% dan India 65% remaja mengalami dismenore

(Wulandari & Sri, 2018).

Wanita mengalami Dysmenorhae 10-15% di Indonesia diantaranya

mengalami Dismenorea berat yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan

kegiatan atau aktivitas apapun. Angka kejadian disminorea 64,25% terdiri dari

54,89% Dismenorea primer dan 9,36% Dismenorea sekunder. Wanita yang

mengalami Dismenorea mengalami keluhan seperti kram, sakit, dan tidak dapat

bekerja mengurus keperluan sendiri (Rohmawati, 2019). 72% perempuan

Indonesia mengalami masalah kewanitaan, dan 62% diantaranya adalah nyeri haid.

Angka kejadian nyeri haid di kalangan wanita usia produktif berkisar 45-95%

dalam jurnal (Purnaningsih dkk, 2016).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah (2018) dalam

Proyeksi Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin terdapat di daerah

3
perkotaan sebanyak 1.473.952 jiwa dan diantaranya adalah remaja perempuan,

sedangkan untuk wilayah Kota Palu terdapat 191.772 jiwa dan 21.689 jiwa adalah

remaja perempuan.

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa yaitu

antara usia sebelas tahun sampai empat belas tahun hingga dua puluh tahun. Masa

remaja merupakan bagian dari fase perkembangan dalam kehidupan seorang

individu. Masa dimana terjadi transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa,

dengan ditandai percepatan pertumbuhan fisik, perkembangan mental, emosional

serta sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan Menurut

(Manurung, 2015). Dampak negatif yang didapat antara lain pekerjaan tertunda,

malas ke sekolah, tugas menumpuk dan nilai akademis menurun (Novarenta,

2013).

Studi prevalensi Dismenorea yang dilakukan pada mahasiswi Meksiko oleh

Megawati dkk (2018) 1.539 responden dari 6 program kedokteran, keperawatan,

gizi, kedokteran gigi, farmasi dan psikologi sebanyak 64% diantaranya mengalami

Dismenorea dengan usia rata-rata menarche 12,3 tahun. Studi epidemiologi yang

dilakukan oleh (Mohamed, 2012) di Mesir, sebanyak 845 remaja putri yang

bersedia mengisi kuesioner, didapatkan sebanyak 76,1 % yang mengalami

Dismenorea dengan tingkatan yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini juga

didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara Dismenorea dengan usia

responden yang lebih tua, menarche dini, siklus yang panjang dan lama

menstruasi.
Dysmenorhae merupakan rasa nyeri yang terjadi saat menstruasi, dimana

hal ini disebabkan karena adanya kontraksi otot uterus sewaktu pengeluaran darah

menstruasi yang dapat berlangsung antara 32 – 48 jam. Kejadian ini dianggap

normal dalam proses menstruasi, dengan derajat nyeri yang berbeda-beda. Pada

remaja, kejadian Dismenorea lebih banyak merupakan dismenorea primer (nyeri

menstruasi normal) dimana kejadian ini dapat berkurang intensitas nyerinya disaat

seorang perempuan telah melahirkan / sejalan bertambahnya usia (Sinaga dkk,

2017).

Perubahan yang biasa dihadapi wanita saat mengalami mestruasi yaitu

cemas, stress, depresi dan biasanya di dampingi dengan gejala kejang-kejang

menstruasi atau bahasa medisnya Dismenorea (Sukarni & Wahyu, 2013). Nyeri

menstruasi terjadi terutama di perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar hingga

ke punggung bagian bawah, pinggang, panggul, paha atas, hingga betis. Nyeri juga

bisa disertai kram perut yang parah. Kram tersebut berasal dari kontraksi otot

rahim yang sangat intens saat mengeluarkan darah menstruasi dari dalam rahim

(Sinaga dkk, 2017).

Wanita yang mengalami Dysmenorrhea Primer akan terganggu partisipasi

kegiatannya sebesar 5 – 20%, sehingga men yebabkan penurunan partisipasi

kegiatan sosial dan beberapa wanita mengalami gangguan psikologi seperti

kesepian (Mahvash dkk, 2012). Dysmenorrhea Primer merupakan penyebab utama

ketidakhadiran berulang jangka pendek pada sekolah dan kerja bagi para wanita.

Hal ini memiliki dampak negatif untuk kegiatan akademik, olahraga, pekerjaan,

5
dan kegiatan sosial perempuan (Maruf dkk, 2013). Akibatnya Dysmenorhae dapat

dikurangi dengan tindakan farmakologi dan non-farmakologi. Pengobatan dengan

tindakan farmakologi diantaranya dengan minum obat anti nyeri, seperti

asetaminofen, asam mefenamat, aspirin, dan lain-lain. Pengobatan non-

farmakologi untuk mengurangi nyeri dismenore diantaranya relaksasi, hipnoterapi,

akupuntur dan lain-lain (Gumangsari, 2014).

Salah satu cara nonfarmakologi menurunkan tingkat nyeri pada seseorang

yang mengalami Dismenorea atau nyeri haid yaitu dengan relaksasi (Solehati &

Kosasih, 2015). Penatalaksanaan dalam menurunkan nyeri menstruasi dengan

relaksasi yaitu menggunakan Aromaterapi lemon. Aromaterapi lemon untuk

meningkatkan mood dan mengurangi rasa marah. Melalui sistem sirkulasi tubuh

dan indera penciuman, dimana bau merupakan suatu molekul yang mudah

menguap apabila masuk ke rongga hidung melalui pernafasan (Iryani, 2015).

Minyak aromaterapi lemon mempunyai kandungan limeone 66- 80, geranil

asetat, netrol, terpine 6-14%, α pinene 1-4% dan mrcyne (Young, 2011 dalam

Suwanti, 2018). Limeone adalah komponen utama dalam senyawa kimia jeruk

yang dapat menghambat sistem kerja prostaglandin sehingga dapat mengurangi

nyeri (Namazi dkk, 2014). Setiap 100 gram yang setara dengan dua buah jeruk

lemon ukuran sedang terdapat 29 kalori ; 1,1 gram protein ; 0.3 gram lemak ; 2,9

gram gula alami ; dan 2,8 gram serat. Jeruk lemon memiliki kandungan utama gula

dan asam sitrat. Kandungan jeruk antara lain flavonoid (flavones), limonen, asam

folat, tanin, vitamin (C, A, B1, dan P), dan mineral (kalium, magnesium). Kulit
jeruk lemon terdiri dari dua lapis. Bagian luar mengandung minyak esensial (6%)

dengan komposisi limonen (90%), citral (5%), dan sejumlah kecil citronelall, alfa-

terpineol, linalyl, dan geranyl acetate. Kulit jeruk lapisan dalam tidak mengandung

minyak esensial, tetapi mengandung glikosida plavon yang pahit, derivat

koumarin, dan pektin (Nurlaely, 2016). Efek lainnya adalah menurunkan nyeri dan

kecemasan (Solehati & Kosasih, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukkan oleh Sefty Rompas dan Lenny Ganika

tentang Pengaruh Aromatheraphy Lemon terhadap Intensitas nyeri haid pada

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Samratulangi Manado. Sebanyak 26 responden

yang mengalami Dysmenorhae. Sesudah diberikan intervensi berupa

Aromatheraphy Lemon kepada 26 responden terdapat perubahan skala nyeri

terbanyak pada skala nyeri ringan dengan jumlah 23 orang atau 88,5% dan yang

tidak ada perubahan 3 orang atau 11,5% dengan nilai standar deviasi 0,796. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penurunan derajat

menstruasi pada Mahasiswi setelah diberikan Aromatheraphy Lemon (Rompas &

Gannika, 2019).

Penelitian yang dilakukkan oleh Utari Listiani tentang Efektivitas

Aromatheraphy Lemon untuk menurunkan nyeri menstruasi (Dysmenorrhea) pada

Mahasiswa Keperawatan Semarang. Sebanyak 16 responden yang mengalami

Dysmenorrhea. Setelah diberikan intervensi menunjukkan bahwa Aromaterapi

Lemon berpengaruh dalam menurunkan skala nyeri menstruasi (Listiani, 2018).

7
Berdasarkan data dari beberapa penelitian di atas, peneliti tertarik untuk

meneliti Pengaruh Aromatheraphy Lemon Terdahap Dysmenorrhea Primer Pada

Remaja Putri di MAN Palu. SMA X Kota Palu merupakan salah satu sekolah

menengah atas milik Kementerian Agama yang terletak di Kecamatan Palu dan

memiliki jumlah remaja putri sebanyak 523 jiwa dengan rentang usia 15-18 tahun.

Berdasarkan data awal yang peneliti dapat hasil wawancar 7 siswi, bahwa

mereka mengalami Dysmenorrhea Primer pada saat menstruasi dan masih banyak

teman-teman siswi lainnya di SMA X Kota Palu yang tidak masuk sekolah dan

aktivitas mereka terganggu di karenakan Dysmenorrhea Primer.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dibuatlah

rumusan masalah yaitu apakah ada pengaruh pemberian Aromatheraphy Lemon

terhadap penurunan Dysmenorrhea Primer pada remaja putri siswi kelas XI di

SMA X Kota Palu ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pemberian Aromatheraphy Lemon terhadap penurunan intensitas

Dysmenorrhea Primer pada remaja putri.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui diidentifikasi Dysmenorrhea Primer sebelum pemberian

Aromatheraphy Lemon pada remaja putri kelas XI MAN 2 Kota Palu.

b. Mengetahui diidentifikasi Dysmenorrhea Primer sesudah pemberian

Aromatheraphy Lemon pada remaja putri kelas XI MAN 2 Kota Palu.

c. Menganalisis Pengaruh Aromatheraphy Lemon terhadap penurunan

Dysmenorrhea Primer pada remaja putri kelas XI MAN 2 Kota Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini mampu memberikan penjelasan

tentang Pengaruh Pengetahuan Remaja Putri sebelum dan setelah diberikan

Pengaruh Aromatheraphy Lemon Terhadap Penurunan Intensitas

Dysmenorrhea Primer.

2. Manfaat Aplikatif

a. Untuk Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan

serta sebagai bahan kepustakan yang dapat menambah informasi

mahasiswa Poltekkes Kemenkes palu, khususnya mahasiswa jurusan

kebidanan tentang Pengaruh Aromatheraphy Lemon Terhadap Penurunan

Intensitas Dysmenorrhea primer pada remaja putri di SMA X kota Palu.

E. Keaslian Penelitian

9
Tabel 1.1 pengaruh aroma terapi lemon (citrus) terhadap penurunan nyeri
menstruasi pada Mahasiswa program studi ilmu keperawatan fakultas
kedokteran Universitas Samratulangi Manado
No Nama Tahun Sumber Ringkasan dan Hasil Temuan
. Peneliti (Textbook/jurn
al)
Penelitian ini dilakukan di Program
1 Rompas, 2019 (2) Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Sefty dan Kedokteran Universitas Sam
Gannika, Ratulangi Manado. Penelitian ini
Lenny dilaksanakan pada September-
Desember 2018. Populasi dari
penelitian ini berjumlah 264. Metode
penelitian yaitu Pra-eksperimental
(one-group pra-post test design).
Teknik pengambilan sampel
menggunakan pendekatan non
probability sampling (sampling
jenuh).Penentuan jumlah sampel
dalam peneliti ini memakai
perhitungan dari Arikunto.
Dengan jumlah sampel 26. Sesudah
dilakukan tindakan pemberian
aromaterapi kepada 26 responden
terdapat perubahan skala nyeri
terbanyak pada skala nyeri ringan
dengan jumlah 23 orang atau 88,5%
dan yang tidak ada perubahan 3
orang atau 11,5% dengan nilai
standar deviasi 0,796. Perbedaan:
Tempat penelitian dan jumlah
sampel yang digunakan lebih
banyak. Persamaan : Metode, teknik
pengambilan sampel dan analisa
data

Sumber : Sefti Rompas dan Lenny Gannika. eJournal Keperawatan (e-Kp) Volume

7 Nomor 1,15 Februari 2019

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Menstruasi

1. Pengertian Menstruasi

Menstruasi merupakan indikator dari seorang wanita yang telah

mengalami kematangan reproduksi dan seksual. Kematangan seksual pada

wanita menandakan telah terjadinya perubahan hormonal dalam tubuh yang

dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan (Gustina dkk, 2015).

Mentruasi pertama atau menarche merupakan menstruasi awal yang dialami

oleh wanita sebelum memasuki masa reproduksi, biasanya terjadi pada rentang

usia 10 sampai 16 tahun (Fajri dkk, 2011). Menstruasi adalah pendarahan

periodik dan siklik karena terjadi pengelupasan dari dinding rahim atau

endometrium pada uterus (Fajri dkk, 2011).

Menstruasi merupakan siklus yang kompleks dan berkaitan dengan

psikologi-pancaindra, korteks serebri, aksis hipotalamus-hifofisis-ovarial, dan

endrogen (uterus-endometrium dan alat seks sekunder). Dalam ovarium terjadi

tumbuh kembang folikel primordial tanpa disertai ovulasi sehingga terdapat

peningkatan “estrogen” untuk merangsang nukleus supra optikal (praoptikus),

sehingga hipotalamus-hipofisis mengeluarkan luteinizing hormone surge

(tinggi), yang berperan untuk ovulasi. Pada umumnya menstruasi akan

berlangsung setiap 28 hari ditambah atau dikurangi sampai 7 hari. Lama

perdarahannya sekitar 3-5 hari, dan tidak terasa nyeri. Jumlah darah yang

11
hilang sekitar 30-40 cc. Puncaknya hari ke-2 atau 3 dengan jumlah pemakaian

pembalut sekitar 2-3 buah (Manuaba, 2008).

2. Fisiologi Menstruasi

Siklus menstruasi merupakan rangkaian suatu proses yang saling

mempengaruhi dan terjadi secara bersamaan di endometrium, kelenjar

hipotalamus, dan hipofisis, serta ovarium dan siklus menstruasi adalah

membawa ovum yang matur dan memperbarui jaringan uterus untuk persiapan

pertumbuhan atau fertilisasi. Siklus menstruasi mempersiapkan uterus untuk

proses kehamilan yang diakibatkan pembuahan di dalam rahim bila tidak

terjadi pembuahan maka lapisan dalam dinding rahim luruh dan terjadi

menstruasi. Panjang siklus menstruasi rata-rata 25-28 hari dan durasi rata-rata

harimenstruasi 5 + 2 hari dengan total kehilangan darah kurang lebih 130 ml

(Bobak dkk, 2005).

3. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi terdiri atas tiga yaitu fase menstruasi, fase poliferasi

dan fase sekretori menurut (Irianto, 2014) :

a. Fase menstruasi yaitu terjadi apabila ovum tidak dibuahi sperma, sehingga

korpus luteum menghentikan produksi hormon progresteron dan esterogen,

yang menyebabkan terjadinya lepasnya ovum dari endometrium disertai

robek dan luruhnya endometrium sehingga terjadi perdarahan. Darah yang

keluar selama menstruasi kurang lebih 50 – 150 ml.


b. Fase pra ovulasi atau fase poliferasi yaitu hormon pembebas gonadotropin

yang di sekresikan hipotalamus dan akan memicu hipofisis untuk

mensekresikan FSH (Follicle Stimulating Hormone). FSH merupakan

hormon yang akan memicu pematangan folikel dan merangsang folikel

untuk mensekresi hormon esterogen. Jika wanita menstruasi terjadi selama

28 hari maka fase ovulasi terjadi selama 14 hari sebelum menstruasi

berikutnya. Peningkatan kadar esterogen akan menghambat sekresi FSH,

kemudian hipofisi menseksresi LH. Peningkatan kadar LH merangsang

pelepasan oosit sekunder dari folikel.

c. Fase pasca ovulasi atau fase sekresi yaitu berlangsung selama 14 hari

sebelum menstruasi berikutnya. Folikel de graaf (folikel matang) yang

telah melepaskan oosit sekunder akan berkerut menjadi korpus luteum.

Korpusluteum akan mensekresikan hormon progesteron dan estrogen

namun tidak sebanyak ketika berbentuk folikel hormon ini akan

mempertebal endometrium untuk menerima implantasi embrio jika terjadi

pembuahn jika tidak maka, korpus luteum berubah menjadi korpus albikan

yang hanya sedikit mensekresi hormone.

13
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi
Sumber : Ernawati Sinaga dkk.Manajemen Kesehatan Menstruasi.2017.

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput

lender uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat

dengan aktivitas ovarium. Dalam siklus haid dibedakan fase endometrium,

yaitu (Wiknjosastro, 2007) :

1) Fase menstruasi atau deskuamasi yaitu dalam fase ini endometrium

dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Fase ini berlangsung

3-4 hari.
2) Fase pascahaid atau fase regenerasi yaitu luka endometrium yang

terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan

ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel

endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium + 0,5 mm. Fase ini

telah mulai sejak fase menstruasi dan berlangsung + 4 hari.

3) Fase intermenstruum atau fase proliferasi yaitu dalam fase ini

endometrium tumbuh menjadi setebal + 3,5 mm. Fase ini berlangsung

dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase proliferasi dapat

dibagi atas 3 subfase, yaitu:

a) Fase proliferasi dini (early proliferation phase) berlangsung antara

hari ke-4 sampai hari ke-7.

b) Fase proliferasi madya (midproliferation phase) berlangsung

antara hari ke-8 sampai hari ke-10.

c) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase) berlangsung pada

hari ke-11 sampai hari ke-14.

4) Fase prahaid atau fase sekresi Fase ini mulai sesudah ovulasi dan

berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase sekresi dibagi atas:

a) Fase sekresi dini yaitu dalam fase ini endometrium lebih tipis

daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan.

b) Fase sekresi lanjut yaitu endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6

mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini,

dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah

15
yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat

ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum.

4. Siklus Hipofisis-Hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan

progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah

ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi Gonadotropin Realising

Hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi (FSH). FSH

menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi

estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu

hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai

puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak

terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut.

Oleh karena itu, kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi

menstruasi (Adelya, 2015)

5. Faktor-faktor Yang Berperan Dalam Siklus Menstruasi

Menurut Prawirohardjo (2014), ada beberapa faktor yang memegang

peranan dalam siklus menstruasi antara lain:

a. Factor Enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim- enzim

hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen

dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan


dalam pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan

stroma di bagian bawahnya.

b. Factor Vaskular

Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena.

Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran

yang menghubungkannya dengan arteri dan akhirnya terjadi nekrosis dan

perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari

vena.

c. Factor Prostaglandin

Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. Dengan

desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan

berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi

perdarahan pada haid.

B. Konsep Dismenorea

1. Pengertian Dismenorea

Dysmenorrhea merupakan masalah umum ginekologi yang dialami

oleh wanita (Omidvar dkk, 2016). Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani

dengan arti kata ‘dys’ yang berarti sulit, ‘meno’ yang berarti bulan dan ‘rrhea’

yang artinya aliran. Dengan kata lain dysmenorrhea dapat diartikan menjadi

aliran menstruasi yang sulit. Dysmenorrhea didefinisikan sebagai nyeri perut

bawah yang dapat menyebar ke punggung bawah sampai ke paha dan

berlangsung selama menstruasi (Madhubala dkk, 2012 & Trivedi dkk, 2016).

17
Berdasarkan patofisiologinya Dysmenorrhea diklasifikasikan menjadi primary

dysmenorrhea dan secondary dysmenorrhea (Gupta dkk, 2013).

Dhysmenorrhea merupakan rasa nyeri yang terjadi saat menstruasi,

dimana hal ini disebabkan karena adanya kontraksi otot uterus sewaktu

pengeluaran darah menstruasi yang dapat berlangsung antara 32 – 48 jam.

Kejadian ini dianggap normal dalam proses menstruasi, dengan derajat nyeri

yang berbeda-beda. Pada remaja, kejadian Dismenorea lebih banyak

merupakan dismenorea primer (nyeri menstruasi normal) dimana kejadian ini

dapat berkurang intensitas nyerinya disaat seorang perempuan telah

melahirkan / sejalan bertambahnya usia. Akan tetapi, pada beberapa kasus

Dysmenorrhea (Dismenorea sekunder) diakibatkan karena faktor penyakit

yang berkaitan dengan organ reproduksi (Sinaga dkk, 2017)

Dysmenorrhea biasanya akan dirasakan pada saat akan terjadi

menstruasi dan berkurang apabila sudah terjadi, akan tetapi tidak sedikit

wanita yang merasakannya selama periode menstruasi berlangsung.

Dismenorea menjadi salah satu alasan yang paling sering remaja putri jadikan

alasan tidak masuk sekolah dan menjadi penyebab pengurangan aktivitas

sehari-hari (Fidiarti dkk, 2018)

2. Patofisologi Dismenorea

Awal mula terjadinya nyeri Dismenorea sering di alami perempuan

ketika sebelum menstruasi bahkan selama menstruasi. Nyeri ini dikarenakan

oleh kontraksi dari otot perut yang berlangsung secara terus menerus saat
darah keluar. Kontraksi yang berjalan berkelanjutan sehingga menyebabkan

ketegangan dari otot, ketegangan ini tidak hanya terjadi di perut tetapi terjadi

di otot penunjang otot perut yang terdapat dipunggung bawah, pinggang,

panggul, dan paha hingga betis (Awaliya, 2018).

Dhysmenorrhea primer disebabkan oleh gangguan produksi atau

produksi berlebihan prostaglandin oleh endometrium uterus tanpa adanya lesi

struktural. Prostaglandin F2α (PGF2α) merangsang kontraksi miometrium

uterus non-hamil, sedangkan prostaglandin seri E menghambat kontraksinya.

Pasien dengan dismenorea berat tampaknya lebih mengalami pembentukan

berlebihan PGF2α ketimbang peningkatan sensitivitas terhadap prostaglandin

ini sebagai penyebab kontraksi miometrium yang berlebihan. Kontraksi

berlebihan miometrium ini menyebabkan iskemia otot uterus, yang

merangsang serabut-serabut nyeri sistem saraf otonom uterus (Awaliya, 2018).

Dysmenorrhea sekunder meliputi keadaan atau kelainan pelvis yang

menyebabkan rasa sakit. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan

dismenorea adalah endometriosis, adenomiosis, infeksi, dan pelekatan pelvis,

kongesti pelvis, stenosis serviks, polip endometrium yang menyebabkan

sumbatan aliran keluar serviks. Selama menstruasi, stenosis serviks (baik

ostium eksternal maupun internal) dapat menghalangi aliran menstruasi.

Keadaan ini meningkatkan tekanan di dalam uterus dan menyebabkan aliran

balik menstruasi melalui tuba fallopi (Awaliya, 2018).

19
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dismenorea

Menurut Prawirohardjo (2014), ada beberapa faktor diduga berperan

dalam timbulnya Dismenorea yaitu:

a. Factor psikis

Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dismenorea primer mudah

terjadi. Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat

menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri.

b. Vasopressin

Kadar vasopresin pada wanita dengan Dismenorea primer sangat tinggi

pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya

kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan

nyeri.

c. Prostaglandin

Prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya Dismenorea.

Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α

(PGF2α). Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis

endometrium dan rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim.

Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-

serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar

prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan

tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi

miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang


disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga

terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri

spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke

dalam peredaran darah, maka selain Dismenorea timbul pula diare, mual,

dan muntah.

d. Factor Hormonal

Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam

jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus

luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga

meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai

katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid

menjadi asam archidonat.

4. Faktor Resiko Dysmenorrhea

Faktor resiko terjadinya Dysmenorrhea Primer adalah usia kurang dari

20, massa tubuh (BMI), merokok, menarche dini, paritas, memiliki gangguan

aliran menstruasi, diet, gangguan psikologi, genetik, dan olahraga (Unsal dkk,

2010; Ju dkk, 2013 & Khare dkk, 2016).

a. Usia, merupakan salah satu penentu dari nyeri Dysmenorrhea Primer

karena pada usia remaja lebih banyak ditemukan dibandingkan pada usia

yang lebih tua (Saxena dkk, 2014).

21
b. Rokok, merupakan tembakau yang di dalamnya terkandung nikotin yang

akan menyebabkan vasokontriksi sehingga meningkatkan durasi dari

Dysmenorrhea (Saxena dkk, 2014).

c. Gangguan psikologi, stress atau cemas dapat memperburuk tingkat nyeri

pada Dysmenorrhea Primer karena dapat meningkatkan kerja dari sistem

saraf simpatik yang menyebabkan peningkatan kontraksi pada uterus

(Khare dkk, 2015).

d. Paritas, menyebabkan pelepasan prostaglandin berkurang sehingga setelah

melahirkan menurunkan tingkat Dysmenorrhea Primer. Hipotesis lain

karena terjadinya degenerasi neuron uterus pasca kehamilan (Ju dkk,

2013).

e. Olahraga, secara rutin dapat menyebabkan peningkatan endorphin dalam

tubuh yang mana endorphin berfungsi sebaga analgesik non-spesifik

sehingga dapat menurunkan nyeri Dysmenorrhea primer (Saleh dkk, 2016).

5. Gejala Dysmenorrhea

Dysmenorrhea primer dimulai setelah menarche atau menstruasi

pertama yaitu ketika ovulasi mulai teratur (Gamit dkk, 2014 & Omidvar dkk,

2016). Dysmenorrheai primer ditandai dengan nyeri spasmodic atau nyeri

kram menstruasi, terkadang menyebar seperti nyeri akan melahirkan, nyeri

mulai dirasakan hanya beberapa jam sebelum atau pada saat terjadinya aliran

menstruasi, gejala Dysmenorrhea primer berlangsung sampai 2 – 3 hari saja.

Gejala umum pada pada Dysmenorrhea primer adalah nyeri kram pada supra
pubik yang dapat menyebar ke punggung bawah belakang sampai ke paha.

Nyeri kram sering disertai dengan gejala sistemik seperti mual, muntah, diare,

kelelahan, lekas marah, pusing, dan pingsan. Seringkali puncak rasa nyeri

dirasakan pada saat volume pendarahan (Vaziri dkk, 2014)

6. Klasifikasi Dismenorea

Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya

kelainan yang dapat diamati. Dalam penelitian Cerika Rismayanthi dkk,

(2013), jenis nyeri haid dibagi menjadi, nyeri spasmodik dan nyeri kongestif.

a. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa

haid atau segera setelah masa haid mulai. Ada diantara mereka yang

pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar- benar muntah.

Nyeri spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya

bayi pertama walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal

seperti itu.

b. Nyeri kongestif

Penderita nyeri kongestif yang biasanya akan tahu sejak berhari-hari

sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia mungkin akan

mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu,

sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit

dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi

23
ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas

(Cerika dkk, 2013).

Dysmenorrhea dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Dysmenorrhea Primer

1) Definisi

Dysmenorrhea Primer merupakan nyeri kram (spasmodik) pada

perut bagian bawah diakibatkan kontraksi uterus tanpa ada penyakit

yang mendasari dengan keadaan anatomi pelvic normal, nyeri

berlangusng selama menstruasi. Sedangkan secondary dysmenorrhea

merupakan nyeri yang mengacu pada menstruasi yang menyakitkan

yang diakibatkan dari adanya patologi atau kelainan pada pelvic,

seperti fibrosis, endometriosis, adenomyosis dan radang panggul (Gray,

2013; Gupta dkk, 2014 & Madhubala dkk, 2012). Dysmenorrhea

Primer biasanya disebut dengan nyeri menstruasi. Dysmenorrhea

Primer dimulai sejak siklus ovulasi dimulai atau menstruasi pertama

dan dirasakan sebagai nyeri kram parah dan rasa tidak nyaman,

umumnya pada perut bagian bawah dan punggung (Renuka dkk, 2014).

Pada Dysmenorrhea Primer nyeri dapat dimulai beberapa jam sebelum

atau pada saat terjadi aliran menstruasi dan berlangsung sampai 24 – 48

jam kemudian. Rasa sakit yang paling dalam dirasakan pada hari

pertama dan akan menurun setelahnya (Shah dkk, 2016)


Molekul yang berperan saat Dysmenorrhea prostaglandin Fa

yang selalu menstimulasi koontraksi uterus, sedangkan Prostaglandin E

berfungsi menghambat kontraksi uterus. Pada wanita yang mengalami

Dysmenorrhea terdapat kadar prostaglandin yang lebih tinggi jika di

bandingkan dengan wanita tanpa Dismenorea. Peningkatan

prostaglandin paling tinggi terjadi pada 48 jam pertama. Intensitas

keluhan nyeri haid keluhan yang terjadi mual, muntah, nyeri kepala

atau bahkan diare yang sering terjadi pada wanita yang Dismenorea di

karenakan masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistematik.

(Prawirohardjo, 2014).

Karakteristik nyeri yang dirasakan adalah nyeri tajam,

intermittent, dan nyeri kram pada bagian perut bawah atau supra pubis

dan dapat menyebar ke bagian paha sampai punggung belakang. Gejala

yang sering menyertai Dysmenorrhea Primer yaitu mual, muntah,

pusing, diare, konstipasi, nyeri kaki belakang, dan kelelahan. Pada

kasus yang berat ditemukan ada beberapa yang mengalami demam dan

bahkan pingsan. Nyeri paling berat dirasakan pada hari pertama atau

kedua, yang mana bersamaan dengan waktu pelepasan maksimal

prostaglandin (Anisa, 2015; & Saleh dkk, 2016).

Tingkatan Dismenorea menurut Anderson dan Milson (dalam

Puteri, 2018) ada 4 yaitu:

25
a) Derajat 0 nyeri sangat ringan dan aktivitas sehari-hari tidak

terpengaruh.

b) Derajat 1 nyeri ringan: tidak memerlukan obat-obatan dan

aktivitas sehari- hari tidak terganggu.

c) Derajat 2 nyeri sedang, memerlukan obat-obatan dan aktivitas

sehari-hari terganggu tapi jarang mangkir dari sekolah atau

pekerjaan.

d) Derajat 3 nyeri berat, yang tidak berpengaruh walau diberi obat-

obatan dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari selain itu

timbul keluhan mual- muntah, nyeri kepala, dan kelelahan.

b. Dysmenorrhea Sekunder

1) Definisi

Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri yang mengacu pada

menstruasi yang menyakitkan yang diakibatkan dari adanya patologi

atau kelainan pada pelvic, seperti fibrosis, endometriosis, adenomyosis

dan radang panggul (Gray, 2013; Gupta dkk, 2014 & Madhubala dkk,

2012). Tanda-tanda klinik dari dismenore sekunder adalah

endometriosis, radang pelvis, fibroid, kista ovarium dan kongesti

pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid, kurang

berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada perempuan yang

lebih tua (30-40 tahun) dan dapat disertai dengan gejala yang lain

(dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang abnormal) Dismenorea


sekunder dapat terjadi kapan saja setelah menarche, namun paling

sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal,

siklus tanpa nyeri (Hermawan, 2012).

7. Penyebab Dysmenorrhea

Penyebab Dysmenorrhea primer adalah terjadi kontraksi yang kuat atau

lama pada dinding rahim, hormone prostaglandin yang cenderung tinggi dan

pelebaran leher rahim saat mengeluarkan darah haid dan terjadinya kontraksi

miometrium yang terlalu kuat saat mengeluarkan darah haid dan terjadinya

kontraksi miometrium yang terlalu kuat saat mengeluarkan darah haid

(peluruhan lapisan endometrium uteri, bekuan darah (stolsel), sel-sel epitel dan

stoma dari dinding uterus dan vagina serta cairan dan lendir dari dinding

uterus, vagina dan vulva) sehingga menyebabkan ketegangan otot saat

berkontraksi dan terjadilah nyeri saat menstruasi (Wong dkk, 2009: Bobak,

2005).

8. Derajat Dysmenorrhea

Dysmenorrhea dibagi menjadi 3 derajat yaitu ringan, sedang dan berat.

Untuk mengetahui gambaran derajat nyeri saat menstruasi dapat di ukur

menggunakan salah satu penilaian yang dinamakan skala Numeric Rating

Scale (NRS) klien dapat menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10

(Prasetyo, 2010). Dismenorea di bagi menjadi 3 kelompok yaitu nyeri haid

ringan, sedang dan berat :

27
a. Dismenorea Ringan

Dismenorea ringan biasanya dapat hilang dengan istrahat yang cukup atau

bahkan tanpa penanganan, tidak mengganggu aktivitass seharian, dan rasa

nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah perut bagian bawah.

b. Dismenorea Sedang

Dismenorea sedang apabila wanita mengalami nyeri yang menyebar di

bagian perut bawah, memerlukan istrahat yang cukup dan memerlukan

obat anti nyeri, serta dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

c. Dismenorea Berat

Gejala pada Dismenorea berat seperti adanya nyeri di perub bagian bawah

yang menyebar, pegal-pegal di pinggul dan pinggang disertai pusing, mual,

bahkan muntah dan diare, nyerinya tidak teratasi walapun menggunakan

obat. Nyeri haid berat membuat wanita tidak mampu melakukkan aktivitas

sehari-hari sehingga harus segera ditangani oleh dokter.

Menurut Potter & Perry (2005), karakteristik yang paling subyektif

pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien

sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan,

sedang atau berat. Skala penilaian numerik Numerical Rating Scale, Dalam

hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Adapun skala

intensitas nyeri menurut Potter and perry (2005) adalah sebagai berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TN NR NS NB NTT
Gambar 2.2 Skala Intensitas Numeric 0-10
Sumber : Journal.Potter & Perry.2005.

Keterangan :

0 = Tidak Nyeri

1-3 = Nyeri Ringan

4-6 = Nyeri Sedang

7-9 = Nyeri Berat

10 = Nyeri Tak Tertahankan

9. Penanganan Nyeri Dismenorea

a. Secara Farmakologis

Upaya farmakologis yang dapat dilakukan dengan memberikan

obat romatic sebagai penghilang rasa sakit (Rahayu, dkk. 2017).

Untuk mengurangi rasa nyeri pada Dismenorae dapat diberikan

terapi farmakologi seperti anti obat-obatan anti peradangan non steroid

seperti Ibuprofen, Naproxen, dan Asam mefenamat (Taufan, 2014).

Pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya ovulasi dan pertumbuhan

jaringan endometrium sehingga mengurangi jumlah darah haid dan sekresi

prostaglandin serta kram uterus. Pemberian kontrasepsi sangat eefektif

untuk mengatasi nyeri haid sekaligus membuat siklus haid menjadi teratur.

Selain itu progestin dapat juga digunakan untuk pengobatan nyeri haid,

misalnya mendroksi progesterone asetat (MPA) 5 mg atau didrogesteron

2x10 mg mulai haid hari ke-5 sampai 25. Apabila peemberian obat-obatan

29
tersebut telah diberikan dan tidak mengatasi Dismenorea sebaiknya

lakukan pemeriksaan pada dokter untuk mengetahui adanya kemungkinan

Dismenorea sekunder (Prawirohardjo, 2014).

b. Terapi Non Farmakologi

Manajemen nyeri non farmakologika merupakan upaya mengatasi

atau menghilangkan nyeri dengan menggunakan pendekatan non

farmakologi. Upaya tersebut antara lain relaksasi, distraksi, massage,

guided imaginarydan lain sebagainya (Syamsiah, 2015). Salah satu terapi

nonfarmakologi adalah aromaterapi. Aromaterapi merupakan cara

penyembuhan dengan menggunakan konsentrasi minyak essensial yang

sangat berpengaruh dan diekstraksi dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara

nonfarmakologi menurunkan tingkat nyeri pada seseorang yang mengalami

dismenorea atau nyeri haid yaitu dengan relaksasi Salah satunya adalah

relaksasi dengan Aromaterapi (Solehati & Kosasih, 2015).

C. Konsep Aromatheraphy Lemon

Aromaterapi adalah metode yang menggunakan minyak essensial untuk

meningkatkan kesehatan fisik, emosi dan spiritual. Efek lainnya adalah

menurunkan nyeri dan kecemasan (Solehati & Kosasih, 2015).

Aromaterapi dapat digunakan sebagai aromatic untuk menurunkan

tingkat nyeri. Ketika minyak esensial terhirup, sel-sel reseptor penciuman

dirangsang dan implus ditransmisikan ke pusat emosional otak. Aromaterapi

dapat memberikan efek santai dan menenangkan, selain itu dapat


meningkatkan sirkuasi darah. Aromaterapi merupakan terapi murah dan aman

untuk dismenorea (Maharani dkk, 2016).

Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat

digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam

lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan system

saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang

menghirupnya (Wong, 2010).

. Limeone adalah komponen utama dalam senyawa kimia jeruk yang

dapat menghambat system kerja prostaglandin sehingga dapat mengurai nyeri

dan mengurangi rasa sakit. Aromaterapi ini bermanfaat untuk mengurangi

ketegangan otot yang akan menurangi tingat nyeri. Sebagian besar obat

penghilang rasa sakit dan obat antiinflamasi mengurangi rasa sakit dan

peradangan dengan mengendalikan enzim ini. Bisa disimpulkan bahwa

limeono dalam lemon akan mengontrol prostagladin dan mengurangi rasa

nyeri (Namazi dkk, 2014).

Secara umum ada tiga cara penggunaan minyak esensial aromaterapi,

yaitu secara ingesti (memasukkan minyak melalui mulut), inhalasi (mengakses

minyak atsiri melalui hidung), dan mengabsorbsi melalui kulit. Penggunaan

Aromaterapi secara inhalasi adalah salah satu cara yang paling sederhana dan

cepat. Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua. Aromaterapi masuk

dari luar tubuh ke dalam tubuh dengan satu tahap yang mudah, yaitu lewat

paru – paru di alirkan ke pembuluh darah melalui alveoli. Inhalasi sama

31
dengan metode penciuman bau, dimana dapat dengan mudah merangsang

Olfactory pada setiap kali bernafas dan tidak akan berbeda dari minyak

esensial. Aroma bau wangi yang tercium akan memberikan efek terhadap fisik

dan psikologis seseorang (Puteri, 2018).

Aroma jeruk dapat menstabilkan sistem syaraf, menimbulkan perasaan

senang dan tenang, meningkatkan nafsu makan, dan menyembuhkan penyakit.

Minyak atsiri jeruk juga mengandung linalool, linalil, dan terpineol yang

memiliki fungsi sebagai penenang (sedatif) (Anonim, 2008). Aromaterapi

bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot yang akan mengurangi tingkat

nyeri. Sebagian besar obat penghilang rasa sakit dan obat anti inflamasi

mengurangi rasa sakit dan peradangan dengan mengendalikan enzim ini. Bisa

disimpulkan bahwa limeono dalam lemon (cytrus) akan mengontrol

prostagladin dan mengurangi rasa nyeri (Namazi dkk, 2014). Wong juga

mengatakan zat yang terdapat dalam lemon adalah salah satunya zat linalool

yang berguna untuk menstabilkan system saraf sehingga dapat menimbulkan

efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Kozier & Berman, 2010).

Mekanisme kerja bahan aromaterapi adalah melalui sirkulasi tubuh dan

system penciuman. Organ penciuman merupakan satu – satunya indera perasa

dengan berbagai reseptor saraf yang berhubungan langsung dengan dunia luar

dan merupakan saluran langsung ke otak. Apabila aromaterapi masuk ke

rongga hidung melalui pernafasan, akan diterjemahkan oleh otak sebagai

proses penciuman. Proses penciuman terbagi menjadi, penerimaan molekul


bau tersebut oleh saraf Olfactory Epthelium yang merupakan suatu reseptor

yang berisi 20 juta ujung saraf. Selanjutnya ditransmisikannya bau tersebut

sebagai pesan ke pusat penciuman yang terletak di bagian belakang hidung. Sel

neuron mengintrepretasi bau tersebut dan mengantrakannya ke saraf romantik

yang kemudian akan di kirimkan ke Hypothalamus untuk di olah.

Bila minyak esensial dihirup, molekul yang mudah menguap akan

membawa unsur aromatik yang terdapat dalam kandungan minyak tersebut ke

puncak hirup. Rambut getar yang terdapat didalam akan berfungsi sebagai

reseptor. Mengantarkan pesan elektrokimia ke pusat emosi dan daya ingat

seseorang yang selanjutnya akan mengantrakan pesan balik ke seluruh tubuh

melalui sitem sirkulasi. Pesan yang diantarkan ke seluruh tubuh akan

dikonversikan menjadi suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia

berupa perasaan rileks, senang, tenang atau terangsang (Novi, 2015).

Melalui penghirupan pada aromaterapi, sebagian molekul-molekul

akan masuk ke paru, kemudian molekul aromatik akan diserap oleh lapisan

mukosa pada saluran pernafasan baik pada bronkus atau pada cabang halus

(Bronchiole) dan terjadi pertukaran gas didalam alveoli. Molekul tersebut akan

diangkut oleh sistem sirkulasi darah didalam paru. Pernafasan yang dalam

akan meningkatkan jumlah bahan aromatik yang ada ke dalam tubuh (Young,

2011).

D. Kerangka Teoritis

33
Kerangka teoritis merupakan mode konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting (Sugiyono, 2009).

Dysmenorhae merupakan rasa nyeri yang


Dysmenorhae sering di alami oleh perempuan dan bukan
sebuah penyakit melainkan suatu gejala kram
perut bagian bawah yang memiliki frekuensi
yang tinggi

Dysmenorhae
sekunder

Penyebab nyeri haid


Dysmenorhae
primer

Pengaruh Aromtheraphy
Lemon terhadap penuruan
Intensitas Dysmenorhae
Primer

Aromatheraphy Lemon merupakan


Pengobatan non-farmakologi untuk
mengurangi Dysmenorhae. Limeono dalam
lemon (cytrus) akan mengontrol prostagladin
dan mengurangi rasa nyeri

Gambar 2.3 Kerangka Teoritis


E. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah uraian tentang hubungan antara variael-variabel

yang terkait dengan masalah penelitian dan dibangun berdasarkan kerangka

teori/kerangka pikir atau hasil sebelumnya sebagai pedoman penelitian (Sudibyo,

2013)

Variable independen Variabel Dependen

Terapi Aromatheraphy Penurunan Intensitas


Lemon Dysmenorhae Primer

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang akan diuji keberanannya. Hasil

pengujian yang diperoleh dapat disimpulkan benar atau salah, berhubungan atau

tidak, diterima atau ditolak. Pembuktian dilakukkan dengan pengujian hipotesis

melalui uji statistik (Masturah, 2018). Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh Aromatheraphy Lemon terhadap penurunan intensitas

Dysmenorhae Primer pada remaja putri di SMA X Kota Palu.

Ho : Tidak ada pengaruh Aromatheraphy Lemon terjadap penurunan intensitas

Dysmenorhae Primer pada remaja putri di SMA X Kota Palu.

35
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Sesuai dengan tujuan dan karakteristiknya, penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian Pre-Eksperimental design, dengan one group pre test dan

post test design. Penelitian ini dilakukan pada satu kelompok subjek yang

diobservasi sebelum dilakukan perlakuan, kemudian di observasi lagi setelah

diberi perlakuan (Nursalam, 2016). Membandingkan nyeri menstruasi

(Dysmenorrhea) sebelum diberi Aromatheraphy Lemon dan setelah pemberian

Aromatheraphy Lemon. Tabel 3.1 Desain Penelitian Pra Eksperimental One

Group Pre-Posttest

Pre Perlakuan Post-test

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Observasi tingkat nyeri sebelum diberikan Aromatheraphy Lemon.

X : Perlakuan/tindakan pemberian Aromatheraphy Lemon.

O2 : Observasi tingkat nyeri sesudah diberikan Aromatheraphy Lemon.


B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukkan di sekolah SMA X Kota Palu. Peneltian ini

telah dilakukkan disekolah tersebut.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi atas obyek/subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016).

Populasi penelitian ini adalah siswi kelas XI di sekolah SMA X kota Palu

sebanyak 193 remaja putri. Akan tetapi, Kelas X tidak di ambil karena

Dysmenorhae pada umumnya terjadi pada remaja putri 6 bulan sampai 12

bulan atau lebih setelah mengalami menarche dan kelas XII tidak di ambil

sebagai populasi populasi karena kelas XII merupakan kelas Ujian yang tidak

bisa diganggu.

2. Sampel

Menurut (Notoatmodjo, 2010) sampel adalah bagian dari populasi

yang dianggap mewakili populasinya.

a. Penentuan Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini peneliti

menggunakaan rumus Lemeshow. Untuk menaksir Proporsi populasi

sebagai berikut:

37
N .{Z 1−α / 2 . P ( 1−P ) }
n= 2
d ( N −1 )+ Z 1−α / 2 . P (1−P)

n : Besarnya sampel
N : Jumlah Populasi (193 siswi)
Z1-α /2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan (1,96)
P (Proporsi) : Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi,
ditetapkan (50% = 0,50)
d (Presisi) : Derajat penyimpangan terhadap populasi yang
diinginkan 10% = 0,1
Maka sampel didapatkan :

N .{Z 1−α / 2 . P ( 1−P ) }


n= 2
d ( N −1 )+ Z 1−α / 2 . P (1−P)

193. {1,96 . 0,50 (1−0,50 ) }


n= 2
(0,1) ( 193−1 )+ 1,96 .0,50 (1−0,50)
193 . 0,49
n = 1,92+ 0,49

94,57
n = 2,41

n = 38 Sampel

b. Teknik Sampling

Jenis pengambilan sampel yaitu nonprobability sampling dengan

purposive sampling yaitu suatu teknik penepatan sampel dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti


(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut mewakili

karakteristik populasi yang ada (Sugiyono, 2016).

Adapun kriteria inklusi sebagai berikut :

1) Remaja putri yang sedang Dysmenorhae Primer .

2) Remaja yang dengan siklus menstruasi yang teratur, yaitu :

Remaja putri yang mengalami menstruasi dan memiliki siklus menstruasi

yang sama pada tanggal 16 berjumlah 38 orang. Sehingga memenuhi

sampel dalam penelitian berjumlah 38 responden.

3) Remaja yang tidak meenggunakan obat penurunan nyeri seperti jamu dan

obat-obatan lainnya.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel Variabel

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu

konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini

terdapat 2 variabel yaitu:

a. Variabel Independent (Bebas)

Variabel independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain (Nursalam, 2016). Variabel independent dalam penelitian ini adalah

Aromatherpahy Lemon pada remaja putri yang mengalami nyeri

menstruasi ( Dysmenorrhea ).

39
b. Variabel Dependent (Terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang diamati dan diukur untuk

menetukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas

(Nursalam, 2016). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah

penurunan intensitas nyeri menstruasi (Dysmenorrhea) pada remaja putri

yang mengalami dismenore di SMA X Kota Palu.

2. Definisi Operasional

a. Aromatheraphy Lemon

Aromatheraphy Lemon mengandung Limeone yang berfungsi

menghambat system kerja prostaglandin sehingga dapat mengurai nyeri

dan mengurangi rasa sakit (Namazi dkk, 2014). Pada penelitian ini

memberi Aromatheraphy Lemon kepada siswi kelas XI yang sedang

Dysmenorrhea dengan cara memberi 0,5 ml minyak esensial di

permukaan tissue sebagai media hirup selama 15 menit dengan responden

bernapas seperti biasa. Namun, Sebelum pemberian perlakuan akan diberi

Kuesioner Pre-test dan setelah perlakuan akan diberi kembali Kuesioner

Post-test.

b. Dysmenorrhea

Dysmenorrhea adalah keluhan nyeri yang dirasakan oleh siswi kelas XI

pada saat menstruasi. Dismenorea merupakan rasa nyeri yang terjadi saat

menstruasi, dimana hal ini disebabkan karena adanya kontraksi otot

uterus sewaktu pengeluaran darah menstruasi yang dapat berlangsung


antara 32 – 48 jam. Nyeri yang dirasakan saat menstruasi pada perut

bagian bawah, paha atas hingga betis (Shanty, 2005). Nyeri diukur

dengan menggunakan lembar Observasi Numeric Rating Scale/NRS.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

TN NR NS NB NTT
Gambar 3.1 Skala IntensitasNnumeric 0-10
Sumber : Journal.Potter & Perry.2005.

Alat ukur : NRS (Numeric Rating Scale)

Cara ukur : Lembar Observasi

Skala ukur : Nominal

Hasil ukur : 1) Tidak nyeri jika skala nyeri (0)

2) Nyeri ringan jika skala nyeri (1-3)

3) Nyeri sedang jika skala nyeri (4-6)

4) Nyeri berat jika skala nyeri (7-9)

5) Nyeri Tak Tertahankan (10)

E. Jenis Pengambilan Data

1. Jenis Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono 2016 informasi atau data dapat dibedakan berdasarkan

sumbernya, yaitu : Data Primer dan Data Sekunder.

a. Data Primer

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data primer

dalam penelitian ini diperoleh langsung oleh peneliti melalui kegiatan

41
pengukuran pretest dan posttest untuk mengetahui pengaruh

Aromatheraphy Lemon terhadap penurunan intensitas nyeri menstruasi.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu

melalui pihak lain yang didapatkan oleh peneliti. Data sekunder dalam

penelitian ini diperoleh dari yaitu dinas pendidikan kota Palu, Badan

Pusat Statistika Kota Palu, SMA X Kota Palu, Jurnal, buku dan artikel.

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah

diolah (Saryono, 2010). Jenis instrumen penelitian dapat berupa: angket,

checklist, pedoman wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan

laboratorium dan lain-lain (Saryono, 2010).

F. Pengelolahan Data

Pada tahap pengambilan data awal menggunakan observasi. Dalam

penelitian ini pengolahan data dilakukan menggunakan software statistik.

Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan data meliputi:

1. Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelahdata terkumpul (Masturo, 2018).

2. Coding Setelah data di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng

“kodean” atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau


huruf menjadi data angka atau bilangan (Nugroho, 2014). Pada penelitian

ini hasil dari scoring pemberian kode antara lain yaitu :

a. Dismenore ringan skornya : 1-3

b. Dismenore sedang skornya : 4-6

c. Dismenore berat skornya : 7-9

d. Dismenore sangat berat skornya : 10

3. Entry Data yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke

dalam program atau “software” komputer. Dalam proses ini dituntut

ketelitian orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka akan

terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data (Nugroho, 2014).

4. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden

selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini

disebut pembersihan data (data cleaning) (Nugroho,2014).

5. Tabulating

Tabulating yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2012). Tabel

yang akan ditabulasi adalah tabel yang berisikan data yang sesuai dengan

kebutuhan analisis. Data yang telah diolah baik pengolahan secara manual

maupun menggunakan bantuan komputer, tidak akan ada maknanya tanpa

dianalisis. Menganalisis data tidak sekedar mendeskripsikannya dan

43
menginterpretasikan data yang telah diolah. Tujuan dilakukan analisa data

adalah memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan

dalam tujuan penelitian, membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang

telah dirumuskan, dan memperoleh kesimpulan secara umum dari

penelitian yang merupakan kontribusi dalam pengembangan ilmu yang

bersangkutan (Notoatmodjo, 2012).

G. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik responden, variabel pendidikan kesehatan pengaruh

Aromatheraphy Lemon. Analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi

dan presentase dari setiap variabel. Analisis yang digunakan untuk

mengetahui distribusi dan presentase dari setiap variabel menggunakan

rumus (Notoamotdjo, 2014)

Rumus : p = f X 100%

keterangan

P : Persentase

f : Jumlah subyek yang ada pada kategori tertentu

n : Jumlah atau keseluruhan responden


2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh terhadap

objek penelitian antara 2 variabel, yakni dependen dan independen.

Penelitian ini menggunakan program komputerisasi Uji Wilcoxon. Suatu uji

membandingkan pengamatan sebelum dan sesudah perlakuan dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil pengujian hipotesis adalah apabila p value

<0,05 maka Ho ditolak dan sebaliknya apabila p value >0,05 maka Ho

diterima.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adelya, Sinaga, F. (2015). Premenstrual Syndrome. Kota Bandung.


Anisa, Magista vivi. (2015). The Effect of Exercise on Primary Dysmenorhhea. J
Majority, vol. 4, no. 2, hal: 60-64.
Awaliyah, I. (2018). Pengaruh Aromaterapi Lavender: Fakultas Ilmu Kesehatan
UMP.
Azizah, N., (2014).Aplikasi Relaksasi Nafas Dalam Sebagai Upaya Penurunan Skala
Nyeri Menstruasi (Dysmenorrhea) Pada Siswi Mts. Jurnal Ilmu Keperwatan dan
Kebidanan.\
Fajri, A., dan Maya K. (2011). Hubungan antara Komunikasi Ibu-Anak dengan
Kesiapan Menghadapi Menstruasi Pertama (Menarche) pada Siswi SMP
Muhammadiyah Banda Aceh. Jurnal Psikologi Undip, vol. 10, no. 2, hal: 133-
143.
Gupta, R., Sukhwinder K., dan Amarjeet S. (2013). Comparison to Assess the
Effectiveness of Active Exercise and Dietary Ginger Vs. Active Exercises on
Primary Dysmenorrhea among Adolescent Girls. Nursing and Midwifery
Research Journal, vol. 9, no. 4, hal:168-177.

Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta.


Muntari.

Iryani, N. (2015). 365 Ideas Of Happiness. E-book: Mirzan Digital Publishing.

Ju, H., Mark J., dan Gita M. (2013). The Prevalence and Risk Factors of
Dysmenorrhea. Oxford University Press on behalf of the Johns Hopkins School
of Public Health

Kozier. E., & Berman. S,. (2010). Buku Ajar Fondamenal Keperawatan. Konsep,
Proses & Praktik,Volume : 1, Edisi : 7. Jakarata: EGC

Listiani, U. (2018). Efektifitas Aromaterapi Lemon Untuk Menurunkan Nyeri


Menstruasi (Dismenore) Pada Mahasiswi Keperawatan. Manuskrip,
Univversitas Muhammadiyah Semarang.
Maruf, Fatai A., Nonyelum V. Ezenwafor, Suleman O., Maroof, Ade F. Adeniyi, &
Emmanuel C. Okoye. (2013). Physical Activity Level and Adiposity : are They
Associated with Primary Dysmenorrhea in School Adolescents. African Journal
of Reproductive Health, vol. 17, no. 4, hal: 167.
Madhavi, Nag, U, & Pg Dip. (2013). Effect of Yoga on Primary Dysmenorrhea and
Stress in Medical Students. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences
(IOSR-JDMS), vol. 4, no. 1, hal: 69-73.

Namazi, M., Akbari, A.S., Mojab, F., Talebi, A., Majd, H.A. & Jannesari, S.(2014).
Effect Of Citrus Aurantium (Bitter Orange) On The Severity of First-Stage
Labour Pain. Iranian Journal of Pharmaceutical Research.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika

47

Anda mungkin juga menyukai