Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN HASIL

STUDENT CENTERED LEARNING

Tutor : Thresya Febrianti, SKM, M. Epid

Kelompok 3 :

1. PUTRI RISA SONIA (2016710023)


2. HOLIS TIAWATI (2016710044)
3. SYAFAATURROSIDA (2016710005)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Student
Centered Learning (SCL) yang melingkupi mata Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Ucapan terimaksih kami sampaikan kepada Ibu Thresya Febrianti, SKM, M.
Epid selaku Tutor SCL yang telah membimbing kami, dan tak lupa kami sampaikan
Terimakasih kepada Kedua orang tua kami yang selalu memberikan dukungan serta
perhatian, motivasi dan do’a setiap saat, serta semua pihak yang membantu kami hingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari, dalam laporan hasil SCL ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan.Hal ini disebabkan terbatasnnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman
yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami
dengan menyediakan data atau sumber informasi, memberikan masukan pemikiran.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan
kesempurnaan laporan hasil SCL ini di di waktu yang akan datang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Cirendeu, 26 November 2018

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I SKENARIO ..........................................................................................................1

BAB II PENDAHULUAN ................................................................................................ 3

BAB III KATA SULIT DAN KATA KUNCI ..................................................................4

BAB IV MAIND MAPPING ........................................................................................... 6

BAB V TUJUAN PEMBELAJARAN .............................................................................7

BAB VI POHON MASALAH ......................................................................................... 8

BAB VII PEMBAHASAN ................................................................................................ 9

PERTANYAAN ......................................................................................................9

JAWABAN ..............................................................................................................9

1. DEFINISI INFERTILITAS..................................................................9
2. EPIDEMIOLOGI INFERTILITAS........................................................9
3. KLASIFIKASI INFERTILITAS...........................................................14
4. FAKTOR RISIKO INFERTILITAS.....................................................15
5. GEJALA INFERTILITAS..................................................................17
6. DAMPAK INFERTILITAS................................................................18
7. DIAGNOSIS INFERTILITAS.............................................................
8. TATALAKSANA INFERTILITAS.....................................................

BAB VII PENUTUP.......................................................................................................21


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................22

ii
BAB I

SKENARIO KASUS 3

Penyakit akibat kerja (PAK) merupakan masalah penting di dunia, termasuk


Indonesia. International Labour Organization(ILO) pada tahun 2013 menyatakan
bahwa 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja setiap 15 detik. Kecelakaan kerja dan
PAK menjadi beban kesehatan dan ekonomi di Indonesia karena bukan hanya
membutuhkan pelayanan dan biaya kesehatan, namun juga menurunkan produktivitas
para pekerja di Indonesia.
Hasil penelitian dalam jurnal Fertility and Sterility menyatakan bahwa para
pekerja industri pabrik di Cina yang terpapar zat kimia plastik memiliki jumlah sperma
lebih sedikit dibandingkan dengan pria yang tidak terpapar zat tersebut. Penelitian ini
menguatkan riset sebelumnya yang menyebutkan BPA memengaruhi perkembangan
seksual bayi laki-laki.
Penelitian di Cina tersebut melibatkan 130 buruh pabrik yang setiap hari bersentuhan
langsung dengan barang-barang yang mengandung Bisphenol A(BPA). Kesehatan
mereka dibandingkan dengan 88 buruh yang tidak terpapar BPA. Jumlah sperma yang
sedikit ditemukan pada para pekerja yang paling banyak terpapar BPA. Sedikitnya
jumlah sperma akan menyebabkan kemandulan atau infertilitas pada pria. Berita
menyatakan bahwa bahan kimia ini bekerja seperti hormon seks wanita, yaitu estrogen
dan mengganggu hormon androgen.
BPA sendiri tersebar dalam barang-barang yang sering kita pakai, seperti dalam
kemasan plastik, botol minuman, atau barang-barang rumah tangga. Kesadaran akan
bahaya BPA ini membuat banyak negara melarang penggunaan BPA. Untuk
mengurangi paparan BPA, pastikan kemasan plastik yang dibeli terbebas dari zat kimia
yang ditandai dengan angka 7 dalam simbol daur ulang.
Olloto dkk (2012) menyebutkan bahwa infertilitas lebih banyak ditemukan pada
wanita karir. Dalam penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa 72% wanita infertil
merupakan wanita karir dan sisanya wanita tidak bekerja atau yang kita kenal dengan
istilah ibu rumah tangga. Beberapa jenis pekerjaan memungkinkan adanya ekspos
terhadap bahan kimia dan lingkungan tertentu yang juga bisa memengaruhi kesuburan.

3
Pekerjaan kantor atau yang berhubungan dengan menyetir jarak jauh dalam
waktu lama, secara teori dapat memengaruhi produksi sperma. Ini bisa juga terjadi
apabila Anda bekerja dengan laptop di pangkuan Anda dalam waktu yang lama. Meski
demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan langsung antara duduk yang
lama dan kesuburan laki-laki.
Beberapa pestisida yang digunakan di peternakan, kehutanan, dan bidang agraris
lainnya dianggap memiliki efek yang sama seperti estrogen. Hal ini ada hubungannya
dengan kualitas sperma yang buruk, yang bisa menyebabkan potensi penurunan
kesuburan. Meski begitu, belum ada studi khusus yang membuktikan efek mayor
pestisida terhadap kesuburan laki-laki.
Solven dan hidrokarbon yang digunakan di plastik, produk cat, dan percetakan
diyakini memiliki hubungan dengan jumlah sperma yang rendah dan naiknya tingkat
abnormalitas sperma. Solven yang disebut glikolester telah terbukti berpengaruh pada
produksi sperma sehat. Beberapa penelitian telah membuktikan efek timbal, mangan,
dan merkuri terhadap kesehatan sperma dan jumlah sperma yang menurun. Sistem
reproduksi manusia dirancang sensitif terhadap radiasi, karena efek radiasi yang buruk
terhadap kesuburan laki-laki dan perempuan. Pekerjaan yang meliputi paparan sinar X
secara rutin dapat meningkatkan risiko sperma abnormal atau mengurangi jumlah
sperma Berikut beberapa zat berbahaya yang dapat memengaruhi kesuburan Anda:

4
BAB II

PENDAHULUAN

Menurut International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa


Pneumoconiosis merupakan penyakit akibat kerja yang paling banyak diderita oleh
pekerja. Pada tahun 2013, menyatakan bahwa 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15
detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun
sebelumnya pada tahun 2012, ILO mencatatat angka kematian dikarenakan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (ILO 2013).

Infertilitas atau ketidaksuburan merupakan gangguan kesehatan reproduksi yang


terjadi pada usai subur yang di mana ketidakmampuan untuk mengandung sampai
melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan hubungan seksual yang teratur dan
tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun atau seletah memutuskan untuk mempunyai
anak. (Anggraeni, 2009 dalam Saraswati, 2015). Menurut NCC (2004) Penyebab
infertilitas pada wanita paling banyak adalah faktor ovulasi (40%) dan tuba (40%) serta
10% faktor lain yang belum jelas, dan Menurut IZN (2012) penyebab infertilitas pada
laki-laki terbanyak adalah kualitas sperma dan cara senggama yang salah yaitu sebesar
(50%), serta akibat faktor Azoospermia sebesar 10%.

Infertilitas diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu primer dan sekunder.


Infertilitas primer adalah tidak adanya tanda kehamilan pada wanita yang telah menikah
dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun dalam kurun waktu paling tidak satu
tahun. Sedangkan infertilitas sekunder terjadi pada pasangan yang pernah mengalami
kehamilan sebelumnya (ABS, 2008). Menurut data Mascarenhas MN (2012) Prevalensi
infertilitas di dunia sebesar 1,9% untuk infertilitas primer dan 10,5% untuk infertilitas
sekunder. Prevalensi infertilitas primer pada wanita usia 15-49 tahun mencapai 10,2%
dan sekunder 22,6% (Rutsein dalam Moore S, 2004). Kejadian terbesar infertilitas
adalah usia 25-35 tahun, yaitu sebesar 71% dan infertilitas dapat diperparah dengan
penyakit penyerta sebagai berikut : masalah dalam vagina (9,6%), endometriosis
(25,6%), masalah pada uterus (33%), patensi tuba (8,6%), masalah ovarium (8,6%),
masalah yang tidak dapat dijelaskan (10,6%), penyakit sistemik (2%), dan masalah
hormonal (2%) (Oktriana, 2014).

5
BAB III

KATA KUNCI DAN KATA SULIT

A. KATA SULIT
1. STERILITAS
Sterilitas adalah istilah yang digunakan untuk seseorang yang mutlak tidak
mungkin mendapatka keturunan (Misalnya; wanita dengan aplasia genitalia
atau pria tanpa tetes) (Syafrudin, 2009).
2. INFERTILITAS
Infertilitas atau ketidaksuburan merupakan gangguan kesehatan reproduksi
yang terjadi pada usai subur yang di mana ketidakmampuan untuk
mengandung sampai melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan
hubungan seksual yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun
atau seletah memutuskan untuk mempunyai anak. (Anggraeni, 2009 dalam
Saraswati, 2015).
3. FERTILITAS
Fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya
bayi dari rahim seorang perempuan dengan adanya tanda-tanda kehidupan;
misalnya berteriak, bernafas, jantung denyut dan sebagainya. Fertilitas ada
juga istilah fekunditas (fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan
fisologis dan biologis seorang perempuan untuk menghasilkan anak lahir
(Faqih, 2018)Bisphenol A (BPA)
4. BISPHENOL A (BPA)
Bisphenol A (BPA) adalah bahan kimia yang diproduksi dalam jumlah besar
di seluruh dunia. Ini umumnya digunakan sebagai monomer dalam sintesis
polikarbonat, plasticizer dalam produksi resin epoksi, serta aditif untuk
menghilangkan surfeit asam klorida selama produksi polyvinyl chloride (PVC)
(Konieczna, 2018).
5. HORMON ANDROGEN
Hormon androgen adalah hornon seks laki-laki yang diproduksi oleh testis
pria, tetapi mereka juga diproduksi dalam jumlah kecil oleh kelenjar adrenal

6
dan ovarium perempuan – otoritas yang melekat pada kedua jenis kelamin
(Ekaapritt, 2018).
6. ESTROGEN
Estrogen adalah hormon yang secara alami ada pada perempuan untuk
mengatur siklus reproduksi, yang diantaranya adalah proses menstruasi, dan
estrogen digunakan untuk membantu sebagai alat kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan (Toruan, 2014).
7. TIMBAL
Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat yang sering juga disebut
dengan istilah timah hitam. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah
dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga biasa digunakan untuk
melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak
berwarna abu-abu kebiruan mengkilat dan memiliki bilangan oksidasi +2
(Sunarya, 2007).
8. SOLVEN
Solven adalah zat cair yang mampu melarutkan zat lain (zat terlarut) tanpa
perubahan kimia. (IDC, 2018).
9. MANGAN
Logam mangan (Mn) merupakan salah satu logam berat yang banyak
terkandung di kawasan bekas tambang dan industri (Das et al, 2012; Hao dan
Jiang, 2015).
10. MERKURI
Merkuri adalah elemen alami, olrh karena itu serimg mencemari lingkungan,
merkuri ditemukan dialam terdapat dalam bentuk gabungan dengan elemen
lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah (Fardiaz, 1992).
B. KATA KUNCI
INFERTILITAS
Infertilitas atau ketidaksuburan merupakan gangguan kesehatan reproduksi yang
terjadi pada usai subur yang di mana ketidakmampuan untuk mengandung
sampai melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan hubungan seksual
yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun atau seletah
memutuskan untuk mempunyai anak. (Anggraeni, 2009 dalam Saraswati, 2015).

7
BAB IV
MIND MAPING

8
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Diketahui definisi dari Infertilitas


2. Diketahui Epidemiologi dari Infertilitas
3. Diketahui Klasifikasi Infertilitas
4. Diketahui Faktor Risisko Infertilitas
5. Diketahui Gejala Infertilitas
6. Diketahui dampak Infertilitas
7. Diketahui diagnosis Infertilitas
8. Diketahui Tatalaksana Infertilitas

9
BAB VI
POHON MASALAH

10
BAB VII
PEMBAHASAN

A. PERTANYAAN
1. Apa definisi Infertilitas ?
2. Bagaimana Epidemiologi dari Infertilitas ?
3. Apas saja Klasifikasi Infertilitas ?
4. Apa saja Faktor Risiko Infertilitas ?
5. Apa saja gejala Infertilitas
6. Apa dampak Infertilitas ?
7. Bagaimana diagnosis Infertilitas ?
8. Apa Tatalaksana Infertilitas ?

B. JAWABAN
A. Definisi Infertilitas

B. Epidemiologi Infertilitas
World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jumlah pasangan
infertil sebanyak 36% diakibatkan adanya kelainan pada pria, sedangkan
64% berada pada wanita. Hal ini dialami oleh 17% pasangan yang sudah
menikah lebih dari 2 tahun yang belum mengalami tanda-tanda kehamilan
bahkan sama sekali belum pernah hamil. WHO juga memperkirakan sekitar
50-80 juta pasutri (1 dari 7 pasangan) memiliki masalah infertilitas, dan
setiap tahun muncul sekitar 2 juta pasangan infertil (WHO, 2011). Infertilitas
terjadi lebih dari 20% pada populasi di indonesia, dan dari kasus tersebut
terdapat 40% pada wanita, 40% pada pria dan 20% pada keduanya dan ini
yang menyebabkan pasangan suami istri tidak mendapat keturunan.
Diperkirakan 85-90% pasangan yang sehat akan mendapat pembuahan
dalam 1 tahun (Kemenkes, 2007). Penduduk di Indonesia kurang lebih
sebesar 175.000.000 jiwa dengan jumlah PUS 29.976.000 jiwa.
Di Indonesia kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34
tahun,meningkat 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44

11
tahun. Hasil survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah
selama 12 bulan 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena
infertilitas pada wanita, dan 10% dari pria dan wanita, 10% tidak diketahui
penyebabnya. Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas
sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Syamsiah, 2010)
Menurut penelitian Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) di Jakarta, 36% infertilas terjadi pada pria dan 64% terjadi pada
wanita. Penelitian lain menunjukan di angka kejadian infertilitas wanita
terjadi sekitar 2 15% pada usia produktif (30-34 tahun), meningkat sampai
dengan 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun (PERSI,
2015)
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama
wanita tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid
yang teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan
bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel
telur akan mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa potensi
wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis
setelah usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
National Center for Health Statistics menunjukkan bahwa wanita subur
berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun,
usia 25 – 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 – 44 tahun.

Berdasarkan orang dengan pekerjaan tertentu juga memiliki risiko yang lebih
tinggi terkena infertilitas, contohnya adalah

C. Klasifikasi Infertilitas

D. Faktor Risiko Infertilitas


1. Masalah Reproduksi
Masalah pada sistem reproduksi menyebabkan masalah yang mengarah
pada infertilitas sekunder, seperti pada perempuan yang melahirkan

12
dengan operasi caesaryang dapat menyebabkan jaringan parut yang
mengarah pada penyumbatan tuba.
1. Faktor Perempuan
Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu :
1) Gangguan Ovulasi
seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi ovarium
primer Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore
primer atau sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas
dengan gangguan ovulasi memiliki gejala klinis amenorea,
beberapa diantaranya menunjukkan gejala oligomenorea.
2) Gangguan Tuba dan Pelvis
Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia,
Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis. Endometriosis
merupakan penyakit kronik yang umum dijumpai. Gejala
yang sering ditemukan pada pasien dengan endometriosis
adalah nyeri panggul, infertilitas dan ditemukan pembesaran
pada adneksa.
3) Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip
endometrium, leiomyomas, sindrom asherman
2. Faktor Laki-laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan
setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor
laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan
sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat
menurun akibat dari:
a. Kelainan urogenital kongenital atau didapat
b. Infeksi saluran urogenital
c. Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari
varikokel)
d. Kelainan endokrin

13
e. Kelainan genetik
f. Faktor imunologi
g. Gangguan di Daerah Sebelum Testis (Pre Testicular)
Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu
hipofisis yang bertugas mengeluarkan hormon FSH dan LH.
Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam
menghasilkan hormon testosteron, akibatnya produksi sperma
dapat terganggu serta mempengaruhi spermatogenesis dan
keabnormalan semen. Terapi yang bisa dilakukan untuk
peningkatan testosteron adalah dengan terapi hormon.
h. Gangguan di Daerah Testis (Testicular)
Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan,
gangguan fisik, atau infeksi. Bisa juga terjadi, selama
pubertas testis tidak berkembang dengan baik, sehingga
produksi sperma menjadi terganggu. Dalam proses produksi,
testis sebagai pabrik sperma membutuhkan suhu yang lebih
dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34–35 °C, sedangkan suhu
tubuh normal 36,5–37,5 °C. Bila suhu tubuh terus-menerus
naik 2–3 °C saja, proses pembentukan sperma dapat
terganggu.
i. Gangguan di Daerah Setelah Testis (Post Testicular)
Kelaian pada Sperma (Oligospermia idiopatik) ditemukan
bila konsentrasi sperma kurang dari 20 x106/mL tetapi lebih
dari 10 x106/mL. Asthenospermia idiopatik pada kasus ini
konsentrasi spermanya normal tetapi terdapat proporsi yang
rendah dari spermatozoa dengan motilitas yang cepat.
Teratozoospermia idiopatik ditemukan bila konsentrasi dan
motilitas sperma normal tetapi morfologinya abnormal.
Kriptozoospermia idiopatik didiagnosis bila tidak terdapat
spermatozoa dalam sampel semen yang baru diambil, namun
mulai terlihat beberapa spermatozoa setelah disentrifugasi
(Al-Haija, 2011

14
j. Tidak Adanya Semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari
penis menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak
terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya
disebabkan penyakit atau kecelakaan yang memengaruhi
tulang belakang
2. Gaya hidup
Wanita dengan berat badan yang berlebihan sering mengalami
gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi
estrogen dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria
yang gemar mengenakan celana ketat juga dapat mengalami ganguan
pada motilitas sperma.
3. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya
bagi kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki. Setidaknya
terdapat 104.000 bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan
pekerjaan yang telah teridentifikasi, namun efeknya terhadap
kesuburan, 95% belum dapat diidentifikasi. Bahan yang telah
teridentifikasi dapat mempengaruhi kesuburan diantaranya panas,
radiasi sinar-X, logam dan pestisida.
1) Efek terhadap keseburan Laki-laki

15
Paparan dan efek yang mungkin ditimbulkan di lokasi pekerjaan di antaranya
paparan panas yang berpotensi menurunkan jumlah sperma, motilitas
(kecepatan gerak), dan perubahan bentuk sperma.
Radiasi di tempat kerja, seperti radiasi pengion atau radiasi yang
bermuatan listrik, diketahui dapat menyebabkan ketiadaan sperma dalam
cairan semen (azoospermia ). Bahkan, radiasi nonpengion atau radiasi
elektromagnetik dengan energi rendah, seperti inframerah dan gelombang
mikro, juga dapat menurunkan jumlah dan motilitas sperma,
misalnyamicrowave dan medan elektromagnetik. Paparan logam seperti
timbal, merkuri, cadmium, boron, dan paparan zat kimia, seperti pestisida
dan zat pelarut seperti karbon disulfide dan glycol, dapat mengubah
morfologi sperma, menurunkan jumlah sperma, motilitas, dan menurunkan
volume semen.
Selain faktor kimia dan fisika, psikologi (peningkatan stres) dan faktor
campuranjuga dapat mengancam sistem reproduksi pada pria. Yang disebut
terakhir adalah pekerjaan pengemudi, misalnya yang terkena bahan bakar,
kebisingan, getaran, beban fisik pada organ panggul, termasuk peningkatan
suhu di panggul karena lama duduk.

2) Efek terhadap kesuburan perempuan

16
Adapun pekerjaan yang berpotensi menyebabkan terjadinya
Infertilitas adalah sebagai berikut (Kania 2017) :
a. Supir
Sebuah penelitian tahun 1996 yang diterbitkan dalam
American Journal of Medicine Industri menyebutkan, supir
taksi menunjukkan prevalensi infertilitas lebih besar. Mereka
cenderung menghabiskan waktu di jalan dan berpanas-
panasan, sehingga cenderung menghasilkan sperma tidak
sehat.
b. Awak kapal selam
Sebuah penelitian dari Human Reproduction tahun 2004
mengungkapkan, pria yang bekerja sebagai personil militer,
khususnya awak kapal selam di sebuah kapal selam
bertenaga nuklir, juga berisiko menderita infertilitas.
Pekerjaan mereka berisiko panas tinggi yang memengaruhi
kesuburan seseorang
c. Tukang las
Bekerja sebagai tukang las, risikonya tidak hanya mengalami
gangguan kesehatan mata. Tetapi juga mereka berisiko
mengalami inferlititas yang memengaruhi produksi hormon
testosteron dalam tubuhnya.
d. Petani
Paparan zat kimia atau material lain di tempat kerja dapat
berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi, baik pria maupun
perempuan. Laki-laki yang banyak bekerja di area pertanian

17
dan rumah kaca umumnya sering menggunakan pestisida
dalam konsentrasi tinggi. Hasil penelitian mendapati adanya
tingkat pestisida yang tinggi dalam urin pria. Hal ini secara
keseluruhan dapat menurunkan kualitas cairan semen, jumlah
sperma, dan tingkat kekentalan sperma hingga 60%.
Para pria yang sering bekerja dengan zat organik pun tetap
dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap istrinya,
karena hal ini akan menurunkan tingkat keberhasilan proses
implantasi dalam proses kehamilan (Harris, 2017).
e. Buruh
Paparan logam berat atau zat kimia yang didapat di pabrik
bisa membuat pria atau perempuan mengalami masalah
fertilitas. Para pekerja di pabrik baterai sering terkena paparan
timbal, sehingga bisa menurunkan kemampuan reproduksi.
Misalnya saja gangguan asthenozoospermia yang disebabkan
pergerakan sperma yang lambat atau tidak gesit sehingga bisa
menimbulkan kemandulan pada pria. Atau, teratospermia atau
kelainan bentuk atau ukuran sel sperma, yang pada nantinya
juga menimbulkan gangguan kesuburan pada pria, sehingga
susah punya anak (Harris, 2017)

4. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita.
Selama wanita tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti
mengalami haid yang teratur, kemungkinan mengalami kehamilan
sangat besar. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka
kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel telur akan
mengalami penurunan. Bertambahnya usia pada pria juga
menyebabkanpenurunan kesuburan. Meskipun pria terus menerus
memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi morfologi
sperma mereka mulai menurun

18
E. Gejala Infertilitas

F. Dampak Infertilitas
Infertil merupakan suatu krisis dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi
berbagai aspek. Berdasarkan dari sekian banyak pasangan yang mengalami
masalah infertil, akan berdampak besar pada kesehatan mental baik dari
aspek fisik, emosional, seksual, spritual dan keuangan. Pada umumnya
pasien yang mengalami gangguan kesuburan akan timbul gejala seperti
kecemasan dan stres, gejala yang lain diantaranya marah, pengkhianatan,
rasa bersalah dan kesedihan (Ezzell, 2016). Infertilitas juga dapat
mempengaruhi harga diri seseorang, seksualitas dan kinerja Adapun
perubahan fisik yang yang dapat terjadi yaitu seperti sakit di dada, jantung
berdebar-debar, sakit kepala, disfagia (kesulitan menelan), kram,
peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan, telapak tangan
berkeringat, tangan dan kaki dingin, dilatasi pupil, gelisah, kesulitan tidur
atau sering terbangun saat tidur, perubahan BB, nafsu makan menurun, mual,
muntah dan diare (Lyon, 2012).
Dari sekian banyaknya pasangan suami istri yang sudah menikah, namum
belum ada kehadiran seorang anak, rasanya kurang lengkap. Mereka akan
cenderung merasa sedih dan belum bisa melengkapi kebahagiaan rumah
tangga mereka dengan kehadiran seorang anak. Pada umumnya kesedihan 4
semacam itu hanya sering dirasakan oleh wanita. Tetapi, ternyata pria juga
dapat merasakan hal yang sama. Pria yang sudah menikah namun belum
memiliki keturunan akan merasa kecewa, marah, sedih yang luar biasa Bagi
laki-laki yang belum memiliki anak sama saja merupakan tekanan secara
sosial, budaya dan keluarga (Tjandrawinata, 2013). Berdasarkan penelitian
tentang hubungan infertil dengan respon psikolgis istri yang mengalami
infertil menyebutkan bahwa sebagian besar responden memiliki respon
psikologis mal adaptif (Nurkhasanah, 2015). Sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menyebutkan respon yang ditunjukan oleh responden yaitu

19
bersifat mal adaptif dengan merasa iri, cemas, marah, sedih dan isolasi
(Nurfita, 2007).
Infertilitas yang dialami baik oleh salah satu atau kedua pihak dari
pasangan suami istri juga akan memberikan beberapa konsekuesnis
psikologis, diantaranya adalah stress. Stress ini disebut dengan stress
infertilitas. Pasangan yang infertil akan mengalami stress jangka panjang
(kronis) yang umumnya berlangsung secara periodik yaitu tiap bulan. Hal ini
berkaitan dengan siklus menstruasi yang dialami oleh pihak isteri. Tingkat
stress semakin memuncak apabila haid yang tidak diharapkan
kemunculannya akhirnya datang juga yang nota bene menunjukan bahwa
istri tidak hamil (Malpani 2004).
Kasdu (2002) menjelaskan bahwa stress yang timbul sebagai dampak
dari infertilitas ini bersumber dari beberapa hal yang dapat dibedakan
menjadi stess internal dan stress eksternal. Stress internal berupa
diperlukannya biaya pengobatan yang tinggi harus meluangkan waktu
khusus,dan disiplin yang haus dipatuhi untuk menjalani serangkaian
pemeriksaan dan pengobatan, serta harapan yang terlalu tinggi untuk
mempunyai anak. Adapun stress eksternal berasal dari tuntutan lingkungan
yang mengharuskan pasangan untuk mempunyai anak biologis.

G. Diagnosis Infertilitas
Menurut Balai K3 Bandung tentang Langlah diagnosisi penyakit akibat kerja
(PAK) Diagnosis infertilitas akibat kerja ditegakkan dengan tujuh langkah
diagnosis sebagi berikut (Firman, 2012) :
1. Diagnosis klinis
Ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan pemeriksaan khusus. Anamnesis mencakup
pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat
pekerjaan sekarang dan dulu. Usia pasangan, lamanya pernikahan
tanpa kontrasepsi dan kehamilan serta pengobatan sebelumnya harus
diperhatikan. Harus ditanyakan frekuensi dan saat hubungan suami-
istri dan juga siklus menstruasi istri. Mengingat sperma dapat hidup

20
48 jam di dalam organ reproduksi wanita, waktu optimal untuk
melakukan aktivitas seksual adalah setiap hari atau dua hari sekali
selama masa subur. Disfungsi seksual harus dicari dan diobati.
Disfungsi ereksi dan disfungsi ejakulasi dapat menjadi tanda adanya
penyakit yang mendasari, seperti penyakit vaskular atau diabetes
melitus. Evaluasi lebih lanjut keadaan ini dikerjakan sesuai indikasi.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari penyakit yang


mendasari. Derajat virilisasi dan penyebaran bulu badan dapat
mencerminkan adanya kelainan endokrin, seperti defisiensi androgen.
Pemeriksaan kepala dan leher, jantung dan paru penting dilakukan.
Jaringan parut bekas operasi abdomen atau inguinal merupakan
petunjuk penting untuk membantu menilai keadaan umum pasien.
Fokus utama pemeriksaan infertilitas adalah pemeriksaan sistem
genitourinaria (Kobayashi, 2012).
Ukuran dan letak meatus uretra penting diperhatikan karena
hipospadia berat dapat mempengaruhi ejakulasi yang menyulitkan
sperma masuk ke vagina. Besar dan konsistensi testis juga perlu
dianalisis. Testis normal setidaknya berukuran 20 ml. Ukuran yang
sangat kecil atau sangat lembut menandakan adanya atrofi testis.
Pemeriksaan varicocele sebaiknya dikerjakan pada posisi berdiri. Tali
sperma harus diperiksa apakah teraba atau terlihat membesar.
Varicocele dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan distensinya:
tingkat 1 (teraba hanya dengan Valsalva maneuver), tingkat 2 (teraba
tanpa Valsalva maneuver) dan tingkat 3 (terlihat dari kulit) (WHO
1992 & Zucchi, 2006).
Keberadaan vas deferens juga perlu dikonfirmasi. Jika tidak
ditemukan baik satu apalagi keduanya, perlu pemeriksaan lebih
lanjut. Abnormalitas epididimis seperti adanya indurasi atau terasa
penuh dapat memberikan petunjuk penting adanya obstruksi yang
mengancam. Kelainan prostat perlu dievaluasi dengan transrectal
ultrasound (TRUS) dan biopsi untuk menyingkirkan adanya kanker

21
prostat. Pembesaran vesika seminalis dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal. Pemeriksaan paling penting pada infertilitas pria
adalah analisis semen. Satu atau dua spesimen harus dikumpulkan di
tempat nonspermatoksik melalui cara masturbasi setelah 2 sampai 3
hari tidak melakukan hubungan seks dan segera dianalisis paling
lama satu jam setelah terkumpul. Analisis semen bukanlah
pemeriksaan kesuburan namun lebih ke arah pemeriksaan potensi
kesuburan. Pemeriksaan lengkap direkomendasikan jika dari
pemeriksaan awal terungkap adanya riwayat reproduksi atau analisis
semen abnormal. Parameter yang biasa diperiksa meliputi volume
semen, pH semen, konsentrasi, motilitas dan morfologi. Pemeriksaan
tambahan bisa meliputi viabilitas dan assay untuk leukosit dan
antisperm antibody. Hasil analisis ‘normal’ tidak identik dengan
‘fertil (subur)’ dan ‘abnormal’ tidak identik dengan ‘infertil (tidak
subur)’. Jika seseorang memiliki sperma yang motil dalam semennya,
maka ia potensial subur. Secara umum, kesempatan hamil berkorelasi
dengan jumlah total sperma yang motil
Jika ditemukan azoospermia, langkah berikutnya adalah
sentrifugasi dan resuspensi sediaan diikuti pemeriksaan mikroskopik
berturut-turut. Jika melalui tes sederhana ini ditemukan sperma,
obstruksi total ductus dapat disingkirkan. Jika ditemukan
azoospermia dan volume semennya kurang dari 1 mL, sampel urin
pasca ejakulasi perlu diperiksa. Jika ditemukan sperma, seharusnya
juga dapat ditemukan sperma pada sampel ejakulat antegrade-nya.
Leukositospermia, adanya leukosit di dalam semen, masih
kontroversial. Sel bulat, dapat leukosit atau sperma yang belum
matang, dapat ditemukan dalam analisis semen (Rodin, 2003).
Pewarnaan khusus seperti myeloperoksidase atau Endtz
dibutuhkan untuk membedakannya. Jika ditemukan lebih dari satu
juta leukosit per mililiter, diperlukan pengobatan infeksi sistem
genital mengsgunakan doksisiklin (100 mg bid) atau kuinolon selama

22
dua minggu; selain itu, lebih sering berejakulasi akan membantu
mengurangi leukositospermia (Flint, 2012 & Hungerhuber, 2004).
Alasan rasional pengobatan adalah karena leukosit dapat
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat
memperburuk fungsi sperma; banyak dokter lebih memilih
melakukan inseminasi bila menemukan leukosit. Sebaliknya, adanya
leukosit dapat kebetulan dan jumlahnya mungkin masih dalam batas
normal dan memang dibutuhkan dalam fungsi sperma. Harus diingat
ada pria leukositospermia yang asimtomatik, tidak mengidap infeksi
sistem genital dan dapat sembuh sendiri. Analisis semen hanya
menilai sebagian fungsi sperma. Hasil dan interpretasi dapat
berlainan antar laboratorium tergantung expertise dengan cara
pemeriksaan berbeda. Indikasi pemeriksaan fungsi sperma bervariasi
namun termasuk di dalamnya infertilitas dengan analisis semen
‘normal’ atau untuk memprediksi fertilisasi in vitro. Beberapa
pemeriksaan fungsi sperma yang umum meliputi mannose-binding
test, hemizona assay, sperm penetration assay dan acrosome reaction
test (Silverberg, 2012).
Tujuan utama mannose-binding assay adalah menilai pola
pengikatan manosa oleh sperma. Manosa penting untuk dapat
mengenali zona pelusida oosit. Sperma di’cuci’ dengan fl uorescein
isothiocyanate-conjugated mannosylated bovine serum albumin
untuk menilai pola ikatan manosanya. Hasilnya ditampilkan dengan
persentase dan dibandingkan dengan donor yang sudah diketahui
subur. Dalam hemizona assay, sperma pasien dan donor diinkubasi
terpisah dengan bisected human oocytes. Hemizona index didapat
dengan membagi jumlah bound sperma pasien dengan jumlah kontrol
sperm bound x 100. Sperma Penetration Assay dilakukan dengan
menginkubasi sperma dengan oosit hamster yang zonafree.
Persentase oosit yang dipenetrasi dihitung. Secara teori, lebih banyak
oosit akan dipenetrasi oleh sperma atau lebih banyak sperma akan

23
mempenetrasi tiap oosit pada keadaan normal dibandingkan keadaan
infertil. Acrosome test merupakan pewarnaan khusus.
2. Pajanan yang dialami Semua jenis pajanan di lingkungan kerja harus
didaftar karena satu pajanan dapat menyebabkan banyak penyakit
dan atau satu penyakit bisa disebabkan banyak pajanan. Alur poduksi
atau cara kerja juga penting diketahui.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit Pajanan yang telah didapat
didata untuk dicari hubungannya dengan keluhan pasien.
4. Jumlah pajanan Pajanan yang sesuai keluhan adakalanya jumlahnya
masih di bawah ambang batas; faktor akumulasi dapat berperan
dalam menimbulkan penyakit.
5. Faktor individu Penting diketahui adanya faktor individu yang
berperan, seperti penyakit kronis, penyakit dalam keluarga. Higiene
perorangan juga penting diketahui.
6. Faktor lain Faktor lain di luar pekerjaan termasuk kebiasaan hidup
sehari-hari, pekerjaan sampingan, atau hobby yang dijalankan.
7. Menentukan diagnosis PAK dengan menganalisis semua hal di atas
berdasarkan bukti dan referensi yang ada

H. Tatalaksana Infertilitas

TATALAKSANA INFERTILITAS

1. Tatalaksana pada gangguan ovulasi


Penanganan gangguan ovulasi berdasarkan WHO, yaitu :
a. WHO kelas I
Pada perempuan yang memiliki IMT < 19, tindakan peningkatan berat badan
menjadi normal akan membantu mengembalikan ovulasi dan kesuburan.
Pengobatan yang disarankan untuk kelainan anovulasi pada kelompok ini
adalah kombinasi rekombinan FSH (rFSH)- rekombinan LH (rLH), hMG
atau hCG.

24
b. WHO kelas II
Pengobatan gangguan ovulasi WHO kelas II (SOPK) dapat dilakukan
dengan cara pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen
(klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin.
Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin
sensitizer seperti metformin.
Perempuan dengan gangguan ovulasi WHO kelas II dianjurkan untuk
mengkonsumsi klomifen sitrat sebagai penanganan awal selama maksimal 6
bulan. Efek samping klomifen sitrat diantaranya adalah sindrom
hiperstilmulasi, rasa tidak nyaman di perut, serta kehamilan ganda. Pada
pasien SOPK dengan IMT > 25, kasus resisten klomifen sitrat dapat
dikombinasi dengan metformin karena diketahui dapat meningkatkan laju
ovulasi dan kehamilan.

c. WHO kelas III


Pada pasien yang mengalami gangguan ovulasi karena kegagalan fungsi
ovarium sampai saat ini tidak ditemukan bukti yang cukup kuat terhadap
pilihan tindakan yang dapat dilakukan. Konseling yang baik perlu dilakukan
pada pasangan yang menderita gangguan ovulasi WHO kelas III sampai
kemungkinan tindakan adopsi anak.

d. WHO kelas IV
Pemberian agonis dopamin (bromokriptin atau kabergolin) dapat membuat
pasien hiperprolaktinemia menjadi normoprolaktinemia sehingga gangguan
ovulasi dapat teratasi

2. Tatalaksana gangguan tuba


Tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada kasus infertilitas tuba derajat
ringan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penanganan.

25
BAB VIII

PENUTUP

KESIMPULAN

26
DAFTAR PUSTAKA

Kobayashi H, Nagao K, Nakajima K.2012. Focus Issue on Male Infertility. Adv Urol.
Vol.

World Health Organization. 1992. The infl uence of varicocele on parameters of fertility
in a large group of men presenting to infertility clinics. Fertil Steril

Zucchi A, Mearini L, Mearini E, Fioretti F, Bini V, Porena M. 2006. Varicocele and


fertility: relationship between testicular volume and seminal parameters before and
after treatment.

Rodin DM, Larone D, Goldstein M. 2003. Relationship between semen cultures,


leukospermia, and semen analysis in men undergoing fertility evaluation. Fertil Steril.
2003

Flint M.2012. Relationship between semen viscosity and male genital tract infections.
Department of Obstetrics and Gynecology .Faculty of Health Sciences.

Hungerhuber E, Stief CG, Siebels M. 2004. Urogenital infections in the male and their
implications on fertility. J Reprod Contracept.

Harris, Irene. 2017. 6 Profesi dan Hobby yang Berisiko Sulit Punya Anak.
Jakarta:Nakita.grid.id

Silverberg KM, Turner T. 2012. Evaluation of sperm. Available from:


http://txfertility.com/forms/12%20Chapter%20Gardner-Ch-
04%20Elavuation%20of%20Sperm. Pdf

Firman, sugih. 2012. Infertilitas Pria Akibat Kerja. Jakarta CDK-195

Kasdu, D. 2002. Kiat Sukses Pasangan Memperoleh Keturunan. Jakarta Pustaka


Pembangunan Swadaya Nusantara

27
Malpani 2004. Stress and Infertility. at http://www.infertility.adoption.com

ABS, Hanifa Wiknjosastro,. Triatmo Rachimhadi, ed. 2008. Ilmu Kandungan: 497.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Eekaapritt. 2018. Perfect Night with Camelia. Jakarta: AMB Publisher.
Faqih, Achmad. KEPENDUDUKAN Teori, Fakta dan Masalah
https://books.google.co.id/books?id=EHMwDAAAQBAJ&pg=PA94&dq=ferti
litas+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjB08_1svHeAhWJo48KHfsEDtkQ
6AEIMjAC#v=onepage&q=fertilitas%20adalah&f=false Diakses tanggal 26
November 2018, 13:07 WIB.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kasinus.
Health NCCfWsaCs. 2004. Fertility: Assessement and Treatment for People with
Fertility Problem. In: Moody J, ed. London: RCOG Press.
http://digilib.unila.ac.id/107/8/BAB%20II.pdf Diakses tanggal 26 November 2018,
13:43 WIB
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113061/potongan/S2-2017-386966-
introduction.pdf Diakses tanggal 26 November 2018, 14:00 WIB
http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/Bahaya-paparan-Bisphenol-A.pdf Diakses tanggal 26
November 2018, 13:07 WIB.
http://www.idc.online.com/technical_references/pdfs/chemical_engineering/Classificati
on_of_solvents.pdf Diakses tanggal 26 November 2018, 13:43 WIB
ILO, 2013. THE PREVENTION OF OCCUPATIONAL DISEASES.
INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION, 1(1), pp.1–17.
IZN. 2012. Infertilitas Pria Menyumbang 40% Pada Ketidaksuburan Pasutri. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi PERSI
Konieczna, Aleksandra. Rachon, Dominik. Rutkowska, Aleksandra.
https://www.researchgate.net/publication/281841192_Health_risk_of_exposure
_to_Bisphenol_A_BPA Diakses tanggal 26 November 2018, 13:20 WIB.
Mascarenhas MN, Flaxman SR, Boerma T. 2012. National, Regional, and Global
Trends in Infertility Prevalence since 1990:A Systematic Analysis of 277
Health Survey. PLOS Medicine; 9(12)
Moore S, ed. 2004. Infecundty, Infertility, and Childlessnes in Developing Countries.
USA: ORC Macro and the World Health Organization.

28
Oktarina A, Abadi A, Bachsin R. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infertilitas
pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi. MKS; 46(4)
Saraswati, Andini. 2015. INFERTILITY. Faculty of Medicine, Universitas Lampung. J
MAJORITY | Volume 4 Nomor 5.
Syafrudin. Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Kedokteran EGC
Toruan, L. Phaidon. 2014. Weight-Loss Kita Langsing Seumur Hidup. Jakarta:
Transmedia.

29

Anda mungkin juga menyukai