Anda di halaman 1dari 20

Dilema IPTEK dalam Keperawatan Transkultural

“Perkembangan IPTEK pada Berbagai Temuan Vaksinasi untuk Pasien COVID-19”

Dosen Pengampu : Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
1. Gita Trisna Anggraini (P21A/P21002)
2. Nafta Aurora (P21A/P21004)
3. Rizka Wijayanti (P21A/P21006)
4. Adi Priya Bayu Shaka (P21A/P21008)
5. Adinda Malika Putri (P21A/P21010)
6. Agatha Shafira (P21A/P21012)
7. Aldira Ayu Cahya Anggraini (P21A/P21014)
8. Bachtiar Adhi Setiawan (P21A/P21016)
9. Charisma Suci Aprilyana (P21A/P21018)
10. Daniar Revi Mariska (P21A/P21020)
11. Dewi Nawang Wulan (P21A/P21022)
12. Egik Nanda Ardianto (P21A/P21024)
13. Fadhilah Yusrina Ardhi (P21A/P21026)

PRODI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2022/2023
HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami sebagai penulis masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas
makalah kami sebagai salah satu wujud pemenuhan kewajiban kami. Kami sebagai penulis
menyadari bahwa tulisan kami ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi kami sangat
bangga bahwa pada akhirnya tugas kami dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Tugas
makalah ini kami persembahkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan segala rahmat dan Nikmat-Nya dalam
menyelesaikan kewajiban kami terhadap tugas mata kuliah keperawatan transkultural.
2. Orang tua dan keluarga, yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepada kami
dalam menuntut ilmu.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan
transkultural kami yang telah memberikan tugas agar kami dapat meningkatkan
kemampuan serta pengetahuan kami.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah berpartisipasi dalam
suksesnya penulisan makalah ini.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan dengan tepat waktu makalah keperawatan
transkultural kami yang berjudul Dilema IPTEK dalam Keperawatan Transkultural;
“Perkembangan IPTEK pada Berbagai Temuan Vaksinasi untuk Pasien COVID-19”.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu guna memenuhi kewajiban kami terhadap
tugas mata kuliah keperawatan transkultural yang diampu oleh Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,
Ns., M.Kep, sekaligus menambah wawasan mengenai dilema IPTEK dalam prespektik
transkultural yang telah diberikan.
Dalam proses penulisan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah terlibat dalam proses penyelesaian makalah ini baik secara langsung dan
tidak langsung. Tak luput atas kesalahan, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan yang ada. Oleh karena itu, kami menyampaikan permohonan
maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Adanya kritik dan saran
yang membangun kami terima guna memperbaiki kualitas penulisan kami kedepannya.
Semoga makalah yang kami buat dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 8 Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................................... 2
C. Manfaat ........................................................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 4
A. Konsep Dasar Dilema IPTEK dalam Perspektif Keperawatan Transkultural .................. 4
B. Tujuan Dilema IPTEK dalam Perspektif Keperawatan Transkultural ............................ 5
C. Prinsip Dilema IPTEK dalam Perspektif Keperawatan Transkultural ............................ 5
BAB 3 IMPLEMENTASI DILEMA IPTEK ..................................................................... 7
A. Perkembangan IPTEK pada Berbagai Temuan Vaksinasi untuk Pasien Covid-19 ......... 7
B. Perkembangan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia .......................................................... 9
C. Kasus Dilema IPTEK ................................................................................................. 12
BAB 4 PENUTUP.............................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan transkultural didirikan dan dipimpin oleh Madeleine Leininger yang
saat ini dikenal sebagai Ibu Keperawatan Transkultural. Leininger mengatakan, bahwa
kurangnya pengetahuan mengenai budaya menjadi batu pijakan tercetusnya keperawatan
transkultural. Beliau juga menambahkan, kurangnya pengetahuan budaya dan keperawatan
diibaratkan sebagai sebuah kunci yang hilang, karena dalam melakukan tindakan
keperawatan terhadap pasien memiliki banyak variasi baik dalam meningkatkan kesehatan,
penyembuhan, hingga kepatuhan. Permasalahan mengenai kurangnya pengetahuan akan
budaya dan keperawatan menciptakan sebuah teori yaitu culture care diversity dan
universality, atau biasa dikenal dengan Culture Care Theory atau transcultural nursing.
Culture Care Theory atau transultural nursing yang diciptakan oleh Leininger
tersebut merupakan perpaduan dari disiplin ilmu antropologi dan keperawatan. Culture
care merupakan sebuah teori keperawatan yang luas karena memperhatikan prespektif
holistik mengenai kehidupan dan keberadaan manusia yang terjadi dari waktu ke waktu
dan termasuk faktor struktur sosial, pandangan dunia, sejarah, hingga profesional yang
ditinjau dari segi budaya. Adanya teori tersebut mempunyai maksud untuk mengetahui
keterkaitan antara fenomena budaya dengan proses perawatan yang ada serta mencatat
adanya persamaan dan perbedaan yang ada pada budaya. Sedangkan tujuan dari
penggunaan keperawatan transkultural yaitu untuk mengembangkan sains dan pohon
keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik
dan universal.
Dalam keperawatan transkultural juga mengenal proses pemberian asuhan
keperawatan yang didasarkan dengan latar belakang budaya pasien. Proses pemberian
asuhan keperawatan terdiri atas beberapa tahapan yang diawali dari tahap pengkajian
keperawatan transkultural, diagnosis keperawatan transkultural, rencana tindakan
keperawatan transkultural, dan tindakan yang disertai evaluasi keperawatan transkultural.
Proses pemberian asuhan keperawatan tersebut dikembangkan oleh Leininger yang mana
diwujudkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model). Dalam tahapan pengkajian,
Leininger mengandalkan tujuh komponen yang ada pada Sunrise Model salah satunya
faktor teknologi.

1
IPTEK merupakan hasil dari kebudayaan yang telah memberikan banyak manfaat
bagi seluruh lini kesehatan pada saat ini. Pada bidang kesehatan, saat ini ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan juga semakin berkembang dengan pesat baik dari teknologi
informasi yang ada hingga teknologi medis yang digunakan. Menurut Jacob ilmu
pengetahuan adalah suatu sistem yang dikembangkan oleh manusia untuk mengetahui
keadaan dan lingkungan, atau menyesuaikan dengan lingkungan. Sedangkan kata
teknologi sendiri berasal dari bahasa Yunani dan terdiri atas dua kata yakni techne yang
memiliki arti seni, kerajinan, atau keterampilan dan logia yang memiliki arti studi atau
tubuh ilmu pengetahuan. Secara terminologis, teknologi merupakan suatu pengetahuan
untuk membuat sesuatu.
Dalam era globalisasi saat ini, teknologi menjadi pemeran utama di berbagai
pekerjaan, terutama dalam dunia pekerjaan kesehatan. Teknologi kesehatan merupakan
suatu media atau alat yang digunakan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan, baik yang diberikan secara langsung dan tidak langsung. Penggunaan teknologi
dalam lingkup kesehatan diperlukan untuk menunjang diagnostik atau digunakan dalam
tindakan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Sehingga dalam hal ini,
penggunaan teknologi kesehatan dalam tindakan medis maupun keperawatan terkadang
memang diwajibkan sesuai dengan kondisi pasien.
Namun, perbedaan pandangan antara tenaga kesehatan dengan pasien seringkali
menimbulkan dilematik dalam memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pelayanan kesehatan. Wujud dari dilematik tersebut berupa penolakan terhadap pelayanan
kesehatan dan penolakan terhadap medis ilmiah. Melihat permasalahan tersebut, maka
dalam penulisan ini penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai dilema IPTEK baik
dari definisi, tujuan, maupun prinsip yang ada. Selain itu, penulis ingin mengetahui
permasalahan penerapan pada dilema IPTEK pada perkembangan vaksinasi COVID-19
yang sedang terjadi.

B. Tujuan
Dari latar belakang di atas tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah kami
diantaranya:
1. Untuk mengetahui konsep dasar dilema IPTEK dalam perspektif keperawatan
transkultural.
2. Untuk mengetahui tujuan dilema IPTEK dalam perspektif keperawatan transkultural.
3. Untuk mengetahui prinsip dilema IPTEK dalam perspektif keperawatan transkultural.

2
C. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
a. Dapat menambah wawasan bagi mengenai dilema IPTEK dalam perspektif
keperawatan transkultural.
b. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi baik pada penelitian berikutnya maupun
tugas berikutnya.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan dan menambahkan informasi baru bagi masyarakat mengenai
dilema IPTEK dalam perspektif keperawatan transkultural.
3. Bagi Penulis
Sebagai media penulis dalam meningkatkan kemampuannya dan sumber acuan
serta informasi untuk penulis dalam tugas berikutnya yang lebih mendalam.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Dilema IPTEK dalam Perspektif Keperawatan Transkultural


Setiap individu memiliki perbedaan budaya. Dalam memberikan asuhan
keperawatan, perawat diharapkan mampu memahami budaya yang dianut oleh para
pasiennya. Memberikan asuhan keperawatan juga memerlukan beberapa teknologi yang
digunakan agar lebih memudahkan tindakan yang diberikan, akan tetapi tidak setiap
individu dapat menerima asuhan keperawatan yang diterapakan seiring dengan
perkembangan teknologi yang ada. Tindakan tersebut merupakan sebuah dilema IPTEK
yang disebabkan oleh adanya perbedaan pola pikir masyarakat dalam bidang kesehatan,
rendahnya tingkat pendidikan, dan letak geografis.
1. Dilema
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dilema memiliki arti
sebagai suatu situasi yang sulit dimana seseorang harus menentukan pilihan antara dua
kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan.
Sehingga secara singkat dilema sendiri merupakan suatu kondisi yang sulit untuk
menentukan pilihan.
2. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Menurut Adisusilo, 1983, pengetahuan atau knowledge adalah hal tahu atau
pemahaman akan sesutu yang bersifat spontan tanpa mengetahui seluk beluknya
terlebih dahulu. Sedangkan ilmu pengetahuan atau science merupakan pengetahuan
yang bersifat metodis (diperoleh dengan menggunakan cara kerja yang terperinci dan
telah ditentukan sebelumnya), sistematis (keseluruhn yang bersifat mandiri dan hal-hal
yang saling berkesinambungan dan logis (pernyataan yang satu dengan yang lain
memiliki hubungan yang rasional sehingga dapat ditarik kesimpulan yang rasional).
Teknologi berasal dari kata techno dan logia. Techne memiliki arti seni
kerajinan sedangkan technikos memiliki arti seseorang yang memiliki keterampilan
tertentu. Sehingga teknologi merupakan sebuah ilmu untuk membuat suatu alat,
perkakas, mesin, atau bentuk-bentuk konkret lain untuk memudahkan aktivitas manusia.
Beberapa definisi secara formal memiliki definisi tersendiri mengenai teknologi yaitu
hasil dari pengetahuan ilmiah yang terorganisir dan diaplikasikan secara sistematis ke
dalam hal-hal yang bersifat praktis.

4
3. Transkultural Keperawatan
Menurut Leininger (2002), transkultural keperawatan adalah suatu area/wilayah
keilmuan budaya pada belajar dan praktik keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat, dan sakit
yang didasarkan pada nilai budaya kepercayaan dan tindakan yang mana ilmu ini dapat
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia (Harmoko dan Riyadi,2006).

B. Tujuan Dilema IPTEK dalam Perspektif Keperawatan Transkultural


Dilema IPTEK memiliki tujuan agar ketika diberikan beberapa pilihan tindakan, klien
dapat memilih dan memikirkan keputusan dengan tepat serta dapat memikirkan dampak
yang akan ditimbulkan di kemudian hari. Sedangkan tujuan dari penerapan keperawatan
transkultural sendiri yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang humanis
sehingga dapat tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal.
Kultur spesifik adalah budaya dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh
kelompok lain. Kultur universal merupakan nilai-nilai dan norma yang diyakini dan
dilakukan hampir semua kultur, seperti budaya minum teh dapat membuat tubuh menjadi
sehat.

C. Prinsip Dilema IPTEK dalam Perspektif Keperawatan Transkultural


Menurut Ismaini (2001) ada beberapa prinsip yang mengatasi dilema IPTEK di antaranya:
1. Otonomi
Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Benefisiensi
Benefisiensi memiliki arti mengerjakan sesuatu dengan baik.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,

5
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
4. Nonmalefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik ketika
memberikan suatu tindakan kepada klien.
5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi
akurat, komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan.
6. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan
rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seeorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan merupakan gambaran kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
7. Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga
privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang memiliki arti sebagai bentuk tanggung
jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang professional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

6
BAB 3
IMPLEMENTASI DILEMA IPTEK

A. Perkembangan IPTEK pada Berbagai Temuan Vaksinasi untuk Pasien Covid-19


Vaksin merupakan agen biologis yang memiliki respons imun terhadap antigen
spesifik yang berasal dari patogen penyebab penyakit menular. Target untuk vaksin
covid-19 secara umum adalah protein S. Biasanya dalam proses produksi
mengikutsertakan dua langkah penting yang diperlukan sebelum vaksin dibawa ke uji
klinik. Pertama, vaksin diuji dalam model hewan yang tepat untuk melihat apakah itu
protektif. Namun, model hewan untuk SARS-CoV-2 mungkin sulit untuk dikembangkan.
Virus ini tidak tumbuh pada tikus tipe liar dan hanya menyebabkan penyakit ringan pada
hewan transgenik yang mengekspresikanACE2 manusia.
Pengembangan vaksin untuk penggunaan manusia dapat menghabiskan waktu
bertahun-tahun, terutama ketika digunakannya teknologi baru yang belum pernah diujikan
secara ekstensif untuk keamanan atau ditingkatkan untuk produksi massal. Sejauh ini
sudah banyak institusi atau perusahaan yang sedang mengembangkan vaksin untuk covid-
19, namun belum ada kepastian sampai kapan vaksinnya dapat digunakan oleh manusia.
Meskipun banyak perusahaan telah mengumumkan bahwa vaksin COVID - 19 akan
segera siap, hal ini akan sangat sulit dilakukan dalam kenyataannya. Alasan utamanya
adalah bahwa sebelum dipasarkan, vaksin harus aman, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Hal tersebut sangat penting karena dalam sejarah produksi vaksin,
terdapat beberapa situasi kontaminasi dengan virus lain, untungnya tanpa konsekuensi
besar. Alasan kedua adalah bahwa vaksin tidak hanya harus aman, tetapi juga efektif.
Beberapa teknologi yang digunakan dala pembuatan vaksin sangat baru sehingga
memerlukan pengujian yang lebih hati-hati.
Tidak hanya kemampuan perusahaan untuk mengembangkan teknologi, tetapi juga
kapasitas produksi skala besar sehingga dapat diakses dengan cepat secara global.
Penggunaan teknologi tersebut diharapkan berpotensi lebih mampu menanggapi
permintaan global dalam pandemi dengan proses produksi yang lebih cepat dan kapasitas
lonjakan yang jauh meningkat.Tidak hanya kemampuan perusahaan untuk
mengembangkan teknologi, tetapi juga kapasitas produksi skala besar sehingga dapat
diakses dengan cepat secara global. Penggunaan teknologi tersebut diharapkan berpotensi
lebih mampu menanggapi permintaan global dalam pandemi dengan proses produksi
yang lebih cepat dan kapasitas lonjakan yang jauh meningkat.

7
Adapun kandidat Vaksin Covid-19 Yang Sudah Memasuki Uji Klinik Per 2 Juni 2020
sebagai berikut:

Selain vaksinasi untuk menekan penyebaran covid terdapat pengembangan IPTEKIN


oleh TFRIC-19 BPPT di Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
mendapat kepercayaan dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN)
sebagai koordinator percepatan pengembangan produk dalam negeri untuk mengatasi
pandemi COVID-19. Melalui sinergi kelembagaan bertajukTask Force Riset dan Inovasi
Teknologi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC-19) telah dihasilkan berbagai produk
buatan dalam negeri antara lain dengan mengembangkan lima produk utama yang
tertuang dalam rencana aksi cepat berikut:
1. Non-PCR DiagnosticTest COVID-19 (dalam bentuk dip stick dan micro-chip)
2. PCR Test Kit, Laboratorium Uji PCR dan Sequencing;
3. Sistem Informasi dan Aplikasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI)

8
4. Analisis dan Penyusunan Data Whole Genome COVID-19 Origin Orang Indonesia
yang Terinfeksi
5. Penyiagaan Sarana dan Prasarana Deteksi, Penyediaan Logistik Kesehatan dan
Ekosistem Inovasi dalam Menangani Pandemi COVID-19.
Presiden RI Joko Widodo pada acara Kebangkitan Inovasi Indonesia, 20 Mei 2020
meluncurkan produk inovasi penanganan COVID-19, di antaranya RDT Kit, PCR Test
Kit, Artificial Intelligence untuk mendeteksi COVID-19, Mobile Lab Bio Safety Level 2,
dan Emergency Ventilator yang merupakan inovasi BPPT bersama TFRIC-19. Apabila
data mengenai Pengembangan Iptekin yang telah dilakukan oleh TPRIC-19 BPPT diteliti,
maka jenis-jenis produk untuk melawan COVID-19 yang telah dihasilkan adalah:
1. RDT Kit IgG IgM Non PCR (RI-GHA COVID-19) (dalam bentuk dip stick dan micro-
chip).
2. PCR Test Kit (BIOCOV-19).
3. Mobile Lab BSL-2 untuk swab test.
4. Alat Kesehatan:
a. Emergency Ventilator
b. Face Shield,
c. Mobile Handwasher.
Efektivitas suatu strategi melawan pandemi COVID-19 sangat tergantung pada
dukungan iptekin yang digunakan, yang dapat memastikan cakupan, kecepatan dan
ketepatan penerapan teknologi dalam melawan pandemi COVID-19 tersebut dalam hal
tracing, testing dan treatment. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan Kecerdasan
Buatan (Artificial Intellegence/AI), Big Data dan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(ICT). Dengan berjalannya waktu TFRIC-19 BPPT terus berkembang melalui dinamika
berbagai proses inovasi agar implementasi strategi melawan pandemi COVID-19
dapatlebih efektif.

B. Perkembangan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia


Vaksin merupakan bentuk usaha dalam rangka membentuk imunitas adaptif karena
diberikan kuman dengan sengaja ke dalam tubuh manusia sehingga tubuh membentuk
antibodi atau kekebalan terhadap kuman tersebut. Antibodi yangd dibentuk spesifik
sehingga mampu mencegah infeksi kuman yang masuk ek tubuh atau bila masuk dapat
mengurangi gejala yang berat. Bahan vaksin ini ada bermacam-macam seperti kuman yang
masih hidup, dilemahkan, dimatikan, bagian dari kuman seperti badannya tapi isinya

9
kosong, flagelnya, isinya tanpa badan atau kode genetiknya seperti DNA, mRNA dan
lainnya.
Vaksin yang dibuat di Indonesia dinamakan Vaksin Merah Putih. Vaksin ini sedang
dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan diikuti pula oleh lima
lembaga lain, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia
(UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
Universitas Airlangga (Unair). Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang
Brodjonegoro, menyampaikan bahwa pengembangan Vaksin Merah Putih untuk COVID-
19 telah mencapai 50 persen. Bibit vaksin yang dikembangkan oleh Eijkman dan Lembaga
lainnya menggunakan isolat virus COVID-19 yang beredar di Indonesia. Ini sangat
penting maknanya. Diharapkan vaksin yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan tipikal
sistem daya tahan tubuh masyarakat Indonesia.
Ada berbagai jenis vaksin Covid-19, yaitu Sinovac, Astra Zeneca, Sinopharm,
Moderna, Pfizer, Novavax, Janssen, Biofarma, Cansino, dan Zifivax.Di Indonesia, vaksin
yang digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 adalah Sinovac, Biofarma, Moderna,
Pfizer, Astra Zeneca dan Sinopharm. Vaksin yang didatangkan dari beberapa Negara,
seperti Cina, Jerman, dan Inggris ini beredar di Indonesia hingga periode tahun 2022.
Namun, tiga jenis vaksin yang paling populer digunakan di Indonesia adalah Sinovac,
Moderna dan Astra Zeneca.
1. Vaksin Sinovac atau CoronaVac
Vaksin Sinovac atau CoronaVac adalah vaksin Covid-19 pertama di Indonesia yang
mendapat izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM pada hari Senin, 11 Januari
2021.Vaksin Sinovac dibuat dengan metode mematikan virus (inactivated virus),
sehingga vaksin ini tidak mengandung virus hidup dan tidak bisa bereplikasi. Virus
corona yang sudah mati ini kemudian dicampur dengan senyawa berbasis aluminium
yang disebut adjuvan. Senyawa ini berfungsi merangsang sistem kekebalan dan
meningkatkan respons terhadap vaksin.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, menjelaskan bahwa dasar pemilihan
vaksin Covid-19 harus memenuhi beberapa aspek, yakni keamanan, cepat, dan mandiri.
Dari segi keamanan, vaksin ini telah melalui serangkaian pengujian (praklinis, uji klinis
tahap satu, dua, dan tiga). Ini karena vaksin dari China ini telah dinyatakan sebagai
salah satu vaksin yang telah mendapatkan pengakuan dari segi mutu oleh WHO. Dari
segi kecepatan, di antara 10 kandidat vaksin, Sinovac termasuk yang tercepat masuk uji
klinis tahap tiga. Sementara dari segi kemandirian, dengan begitu banyaknya vaksin

10
yang dibutuhkan dan ini tidak dapat terpenuhi jika hanya mengharapkan dari luar, maka
PT. Bio Farma melakukan transfer teknologi dan mendukung kemandirian bangsa
dalam memproduksi vaksin Covid-19 sebagai strategi dalam penyediaan vaksin Covid-
19 bagi masyarakat Indonesia.Vaksin Sinovac memang vaksin pertama dan
direkomendasikan untuk digunakan di Indonesia dengan tingkat efikasi 65,3%, yang
efek sampingnya relatif lebih ringan dibandingkan dengan vaksin jenis lain, seperti
nyeri, iritasi, pembengkakan, nyeri otot, dan demam.
Namun, kini vaksin Sinovac bukan satusatunya vaksin yang digunakan di Indonesia.
Vaksin Sinovac dijadikan pilihan karena dua hal, yaitu: karena efek sampingnya yang
relatif ringan dibandingkan vaksin yang lain dan karena ketersediaannya
2. Astra Zeneca
Vaksin Astra Zeneca dibuat dari hasilrekayasa genetika (viral vector) dari virus flu
biasa yang tidak berbahaya. Berdasarkan hasil uji klinis, WHO juga telah menyatakan
bahwa Astra Zeneca dinilai efektif untuk melindungi masyarakat dari risiko Covid-19
yang sangat serius, seperti rawat inap, penyakit parah, hingga mencegah kematian,
dengan tingkat efikasi antara 63% dan 75%.Vaksin Covid-19 buatan perusahaan
farmasi Inggris Astra Zeneca ini mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan
POM pada tanggal 22 Februari 2021.
Efek samping yang umum terjadi setelah mendapatkan vaksin Astra Zeneca, antara
lain nyeri, memar pada bagian yang disuntik, demam, menggigil, kelelahan, sakit
kepala, mual, nyeri sendi dan otot, hingga yang lebih serius, seperti muntah, diare atau
penggumpalan darah.
3. Moderna
Vaksin Moderna merupakan jenis vaksin mRNA (messenger RNA). Moderna
menggunakan komponen materi genetik yang membuat sistem kekebalan tubuh
memproduksi spike protein, protein yang merupakan merupakan bagian dari permukaan
virus Corona. Setelah melalui uji klinis fase ketiga, vaksin jenis ini mendapatkan izin
penggunaan darurat dari badan POM pada tanggal 2 Juli 2021 dengan tingkat efikasi
sebesar 94,1% pada kelompok usia antara 18 dan 65 tahun. Efikasinya kemudian
menurun menjadi 86,4% untuk usia di atas 65 tahun.
Berdasarkan hasil uji klinis juga menunjukkan bahwa vaksin Moderna aman untuk
kelompok populasi masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta, seperti
penyakit paru kronis, jantung, obesitas berat, diabetes, penyakit lever hati, dan HIV.

11
C. Kasus Dilema IPTEK
Vaksin COVID-1:
Perdebatan, Persepsi, dan Pilihan

Program vaksinasi bertujuan untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity)


dan meminimalisir penyebaran Covid-19. Menurut Andriadi, dkk. (2021:102), vaksin
memberikan manfaat penting kepada semua orang. Adapun hal yang mendorong individu
untuk melakukan vaksinasi cukup bervariasi, yakni karena melihat dari sisi manfaat,
karena ingin membantu pemerintah untuk mencapai herd immunity, dan karena percaya
bahwa program vaksinasi yang dicanangkan pemerintah sebagai bentuk perlindungan
negara terhadap rakyatnya.
Namun, masih ada yang menolak/tidak setuju dengan adanya vaksinasi dan kurang
percaya terhadap vaksin Covid-19. Ada sejumlah alasan kenapa orang menolak
divaksinasi, yakni karena percaya pada isu-isu tentang vaksin, karena menganggap vaksin
bukan solusi untuk mengatasi penularan Covid19, dan karena tidak yakin terhadap
keampuhan vaksin Covid-19.
Ali (23 tahun), misalnya, yang sebenarnya mau divaksin tapi ia membaca dan
mendengar terlalu banyak isu yang beredar tentang vaksin di media sosial dan lingkungan
sekitarnya, bahwa jika seseorang divaksin, maka ia akan mengalami kelumpuhan atau
akan meninggal dunia setelahnya. Ini membuatnya menjadi ragu untuk divaksinasi.
Padahal sejauh ini belum ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa vaksin menjadi
penyebab kematian. Selain itu, ia juga secara nyata melihat berbagai ke jadian di
sekitarnya, banyak orang yang terinfeksi Covid-19 walaupun telah divaksinasi. Ia juga
dibuat bingung oleh adanya berita di internet bahwa pada awal dicanangkannya vaksinasi,
pemerintah tidak mewajibkan masyarakat untuk divaksinasi. Namun, sekarang seakan-
akan vaksinasi dipaksakan kepada masyarakat. Ini dapat dilihat dari berbagai aturan yang
mengikuti vaksinasi tersebut, sehingga masih ada yang menolak/tidak setuju dengan
adanya vaksinasi dan kurang percaya terhadap vaksin Covid-19. Ada sejumlah alasan
kenapa orang menolak divaksinasi, yakni karena percaya pada isu-isu tentang vaksin,
karena menganggap vaksin bukan solusi untuk mengatasi penularan Covid19, dan karena
tidak yakin terhadap keampuhan vaksin Covid-19.
Namun, permasalahan yang dihadapi Indonesia sejak munculnya wacana tentang
vaksinasi adalah masih banyak masyarakat yang menolak vaksinasi. Salah satu faktor yang
menyebabkan masyarakat enggan melaksanakan vaksinasi adalah menyebarnya hoaks

12
bahwa vaksin itu berbahaya bagi kesehatan manusia, vaksin mengandung minyak babi,
vaksin memiliki alat pelacak (chip), vaksin mengandung efek samping yang sangat tinggi,
sehingga menyebabkan kematian. Hoaks semacam ini memengaruhi masyarakat dan
membuat mereka takut untuk divaksin. Pemerintah Indonesia juga mendapat banyak
kritikan atas penanganan Covid-19 dan ini berlangsung hingga ke tahap vaksinasi Covid-
19.
Ini karena kebijakan yang diambil ini terkesan tergesa-gesa tanpa disertai pembuktian
empiris akan kegunaan vaksin. Terkesan pula bahwa ada niatan mencari keuntungan
ekonomis dengan memaksakan penggunaan produk ini dengan penggunaan tangan
kekuasaan dan kepentingan negara (Sukmana dkk. 2021:412). Menurut Fatimah dkk.
(2021) dengan diselenggarakanya sosialisasi mengenai vaksin Covid-19, ini akan
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya vaksinasi. Dengan
demikian, tidak ada lagi keraguan dalam diri individu dalam penerimaan vaksin Covid-19.
Masyarakat umumnya tidak mengetahui mana informasi benar dan mana informasi
yang hoaks, sehingga informasi yang diperoleh masyarakat diterima begitu saja. Banyak
informasi negatif tentang vaksian Covid-19 yang disebarkan ke masyarakat melalui media-
media sosial dan itu memengaruhi mereka dalam perdebatan terkait, bagaimana mereka
memersepsikan vaksin Covid-19, dan kenapa mereka memilih vaksin tertentu. Oleh karena
itu, masyarakat masih perlu diedukasi tentang vaksin dan jenisnya, tingkat efikasinya, efek
sampingnya agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Selain itu, masyarakat
juga perlu diedukasi tentang bagaimana mengetahui suatu berita atau informasi yang
diperoleh di media-media sosial/ internet sebagai informasi yang benar atau hoaks.

1. Analisis Kasus berdasarkan Prinsip Dilema IPTEK


a. Prinsip autonomy (kebebasan)
Pada kasus ini beberapa masyarakat memilih untuk tidak melaksanakan vaksin,
sehingga kita sebagai perawat harus bisa menghargai keputusan masyarakat tersebut.
b. Prinsip beneficience (berbuat baik)
Pada kasus ini, perawat dapat memberikan tindakan yang bermanfaat seperti
memberikan edukasi mengenai vaksinasi tersebut dan mengklarifikasi berita-berita
burung yang beredar luas di internet.
c. Prinsip veracity (kejujuran)
Pada kasus ini, perawat dapat mengatakan yang sejujurnya mengenai bagaimana
tahapan vaksin yang akan dilakukan, efek samping yang akan dirasakan.

13
d. Prinsip confidentiality (kerahasiaan)
Pada kasus ini, tindakan yang dapat diambil oleh perawat adalah merahasiakan
pihak-pihak siapa saja yang tidak ingin menerima vaksin.

2.Munculnya penolakan pada kasus tersebut disebabkan oleh:


1.Adanya model berlawanan
Pada kasus di atas, masyarakat yang menolak vaksin memiliki anggapan bahwa
vaksinasi dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatannya seperti ia akan mengalami
kelumpuhan atau akan meninggal dunia setelahnya. Padahal sejauh ini belum ada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa vaksin menjadi penyebab kematian.
2.Asumsi kepercayaan yang keliru
Pada kasus di atas, masyarakat yang menolak vaksinasi memiliki anggapan keliru
yakni karena percaya pada isu-isu tentang vaksin, karena menganggap vaksin bukan
solusi untuk mengatasi penularan Covid19, dan karena tidak yakin terhadap
keampuhan vaksin Covid-19. Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat enggan
melaksanakan vaksinasi adalah menyebarnya hoaks bahwa vaksin itu berbahaya bagi
kesehatan manusia, vaksin mengandung minyak babi, vaksin memiliki alat pelacak
(chip), vaksin mengandung efek samping yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan
kematian.
3.Kekurangan dalam pelayanan kesehatan
Pada kasus di atas, masyarakat yang menolak vaksinasi memiliki anggapan bahwa
kebijakan yang diambil ini terkesan tergesa-gesa tanpa disertai pembuktian empiris
akan kegunaan vaksin. Terkesan pula bahwa ada niatan mencari keuntungan ekonomis
dengan memaksakan penggunaan produk ini dengan penggunaan tangan kekuasaan
dan kepentingan negara.

14
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap individu memiliki perbedaan budaya. Dalam memberikan asuhan keperawatan,
perawat diharapkan mampu memahami budaya yang dianut oleh para pasiennya.
Memberikan asuhan keperawatan juga memerlukan beberapa teknologi yang digunakan
agar lebih memudahkan tindakan yang diberikan, akan tetapi tidak setiap individu dapat
menerima asuhan keperawatan yang diterapakan seiring dengan perkembangan teknologi
yang ada. Tindakan tersebut merupakan sebuah dilema IPTEK yang disebabkan oleh
adanya perbedaan pola pikir masyarakat dalam bidang kesehatan, rendahnya tingkat
pendidikan, dan letak geografis.
Dilema IPTEK memiliki tujuan agar ketika diberikan beberapa pilihan tindakan, klien
dapat memilih dan memikirkan keputusan dengan tepat serta dapat memikirkan dampak
yang akan ditimbulkan di kemudian hari. Sedangkan tujuan dari penerapan keperawatan
transkultural sendiri yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang humanis
sehingga dapat tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal.
Dalam pemberian tindakan pada dilema IPTEK, perawat harus memperhatikan delapan
prinsip yang ada seperti autonomy, beneficience, keadilan, non-maleficience, veracity,
fidelity, kerahasiaan, dan akuntabilitas.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat mengetahui kebudayaan yang ada dan dilema IPTEK setiap klien
yang sedang terjadi sehingga dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dengan terbentuknya makalah ini, mhasiswa dapat mengetahui definisi dari
dilema IPTEK, tujuan, dan prinsip yang digunakan sehingga mahasiswa dapat
mengetahui penyebab-penyebab terjadinya dilema IPTEK tersebut.
3. Bagi Institusi
Diharapkan institusi dapat memperbanyak referensi mengenai transkultural untuk
memudahkan mahasiswa-mahasiswi dalam mencari referensi guna pemenuhan tugas
maupun penelitian.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, M. 2022. Dilema IPTEK. URL: https://pdfcoffee.com. Diakses Pada Tanggal 9


Oktober 2022.
Farma, B. 2007. Dilema IPTEK dalam Transkultural Nursing. URL:
https://www.academia.edu. Diakses Tanggal 10 Oktober 2022.
Octafia, L. 2021. Vaksinasi Covid-19: Perdebatan, Persepsi dan Pilihan. Jurnal Emik.
4(2):161-174
Putri D.M.P. 2019. Keperawatan Transkultural; Pengetahuan dan Praktik berdasarkan
Budaya. Cetakan ke-1. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Putri D.M.P & Rachmawati N. 2019. Antropologi Kesehatan; Konsep dan Aplikasi
Antropologi dalam Kesehatan. Cetakan Ke-1. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Riza dkk. 2020. Peran Iptekin dalam Mengatasi COVID-19: Pembelajaran dari Beberapa
Negara. Jurnal Sistem Cerdas, 3(2), 112-122.
Rudiansyah, M. 2021. Vaksinasi Covid-19.Ulin News Edisi 79. RSUD Ulin Banjarmasin.

16

Anda mungkin juga menyukai