Mata Kuliah:
Bahasa Arab
Dosen:
Muhammad Ajrin, M.H.
Nama / NPM:
Muhammad Radhi Rifani Laily / 2110010585
Kelas:
3C Nonreg BJM
Fakultas / Prodi:
Teknologi Informasi / Teknik Informatika
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG........................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................5
C. TUJUAN.............................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. FA’IL...................................................................................................................6
B. MAF’UL...........................................................................................................14
C. NA’IBUL FA’IL...............................................................................................20
BAB III.........................................................................................................................24
PENUTUP....................................................................................................................24
A. KESIMPULAN.................................................................................................24
B. SARAN.............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26
2
KATA PENGANTAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap bahasa (language) pasti memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Hal
tersebut juga ditemukan dalam bahasa arab yang diakui sebagai bahasa yang kaya
akan kosakata. Selanjutnya tujuan dari bahasa adalah mengungkapkan tujuan
sang pembicara (mutakaallim) melalui perantaraan suara yang keluar dari lisan
sang mutakallim. Pada hakikatnya kata-kata terletak di dalam hati. Adapun lisan
hanyalah sebagai dalil (petunjuk) ‘al-kalam an-nafsy’ yang terdapat dalam hati.
Untuk itu tidak mudah mengungkapkan apa yang tersirat dalam hati (al-kalam an-
nafsy), kecuali dengan kaidah-kaidah yang dapat menjaga dari kesalahan-
kesalahan dalam penyampaian esensi maksud yang diharapkan mutakallim.
Para ahli bahasa telah berusaha keras untuk menyusun sejumlah kaidah-
kaidah untuk dijadikan patokan bagi siapa saja yang akan menggunakan suatu
bahasa. Bahasa arab sendiri memiliki banyak sekali kaidah-kaidah yang sudah
disepakati oleh para ahli bahasa arab. Diantaranya adalah ilmu Nahwu
(grammatika), shorof (morfologi), balaghoh (rethorika), isytiqaq (etimologi), dan
sebagainya. Disini penulis akan mecoba mengkaji seputar bahasa arab beserta
kaidah-kaidahnya, tapi yang ditekankan oleh penulis di sini adalah khusus
mengenai ilmu shorof yakni tentang fa’il, maf’ul, dan na’ibul fa’il.
Selain daripada itu, ilmu shorof inijuga mempunya peran yang sangat
penting dalam dunia islam. Yaitu membantu memecahkan permasalahan-
permasalahan mengenai syari’at-syari’at islam dari segi kebahasaan. Karena
semua syari’at islam yang ada, adalah berupa teks-teks yang termaktub dalam
buku-buku bernuansakan ‘arabiyah seperti; Al-qur’an, Al-hadist, Bahkan sampai
Ijma’ dan Qiyas. Sehingga orang yang akan memahami islam terlebih dahulu
harus mengenal bahasa Arab beserta gramatikalnya.
4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
2. Apa saja bentuk dari fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
3. Bagaimana cara membedakan antara fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
4. Bagaimana cara menggunakan fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian dari fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il.
2. Dapat mengetahui bentuk-bentuk dari fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il.
3. Dapat mengetahui cara membedakan antara fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il.
4. Dapat mengetahui cara menggunakan fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il dengan
benar.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. FA’IL
1. Pengertian Fa’il
“fa’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang mana fi’ilnya disebut terlebih
dahulu sebelum fa’il”.
Contoh:
“muhammad telah datang” َجا َء ُم َح َّم ٌد
Lafazd َجا َءadalah fi’il madhi dan ُم َح َّم ٌد adalah fa’il (pelaku) yangmana
disebutkan setelah fi’il madhi, dan fa’il dibaca rofa’, tanda rofa’nya ialah
dhommah karena termasuk isim mufrod (isim yang menunjukan arti satu).
6
ُ لِ َمm ال ُم ْسadalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya dhommah
Lafadz ات
karena termasuk jamak muannats salim (isim yang menunjukan arti banyak
yang dikhususkan untuk perempuan dengan menambahkan huruf alif dan ta
di akhir kata).
Nah, dari kelima contoh fa’il di atas semuanya dibaca rofa’, karena
memang fa’il (subjek/pelaku) dalam bahasa arab selamanya harus
dibaca rofa’, dan ini menjadi kaidah yang paten dan resmi tertulis dalam ilmu
nahwu, kata nadzim:
ْ الفَا ِع ُل ِإ ْس ٌم ُم
بِفِ ْعلِ ِه َوالفِ ْع ُل قَ ْبلَهُ َوقَ َع # طلَقا ً قَ ِد ارْ تَفَ َع
"fa’il adalah isim yang mutlak dirofa’kan oleh fi’ilnya, dan fi’il (kata kerja)
terletak sebelum fa’il."
2. Pembagian Fa’il
Fa’il sendiri dibagi menjadi dua, yaitu zhohir ( )الظَا ِه ُرdan mudhmar (
)ال ُمضْ َم ُر, berikut penjelasannya:
7
Berikut adalah contoh-contoh fa’il zhohir:
ٍ ب َأوْ غَاِئ
ب ٍ ََما َد َّل َعلَى ُمتَ َكلِّ ٍم َأوْ ُم َخاط
8
yang di letakan di akhir kata, lalu huruf sebelum ta’harus
disukun, contoh:
ُفَتَحْ ــت َاب
َ ال ِكت “saya membuka buku”.
أ ْنتُ َما ‘kamu berdua’ —> ditunjukan kepada dua orang, baik laki-
laki maupun perempuan. Ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi
maka menjadi تُ َما, contoh:
10
أ ْنتُ ْم ‘kalian (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk orang banyak
mukhotob laki-laki, ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka
menjadi تُ ْم, contoh:
3) Dhomir ghoib ( )الضمير الغيبyaitu kata ganti orang yang tidak ada atau
ghoib, yaitu dia dan mereka. Berikut ini dhomir ghoib:
ُه َو ‘dia (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk kata ganti orang yang
tidak ada ‘dia (laki-laki)’. Nah, dalam bahasa arab ada namanya
fi’il madhi dan fi’il mudhori’’, pada awal bentuk kedua fi’il
tersebut sebenarnya sudah mempunyai fa’il yang tersembunyi,
yaitu ‘ هوdia’. Contoh:
11
ِه َي ‘dia (perempuan)’ —> ditunjukan untuk kata ganti orang yang
tidak ada ‘dia (perempuan)’. Nah, dalam bahasa arab ada
namanya fi’il madhi dan fi’il mudhori’’, ketika fi’il madhi maka
ْ di akhir kata, dan ketika menjadi fa’il di
tambahkan ta ta’nits ت
fi’il mudhori’ maka tambahkan ta berharokat fathah َ تdi awal
kata . Contoh:
12
di fi’il madhi maka beri harakat sukun pada huruf akhir dan
tambahkan huruf nun di akhir kata, contoh:
3. Kaidah/Ketentuan Fa’il
a) Fa’il selalu marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara
langsung atau tidak. Contoh:
b) Apabila fa’il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap
mufrad. Contoh:
َ ْال ُم ْسلِ ُموْ ن – َجا َء ْال ُم ْسلِ َما ِن – َجا َء ْال ُم ْسلِ ُم َجا َء
c) Fi’il dan fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Contoh:
d) Boleh tidak sama muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il
apabila:
1) Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Contoh:
13
ُ ْال َماَل ِئ َكة – قَا َل ُ ْال َماَل ِئ َكة ت
ِ َقَال
ْ ض َر
ت ْ ِإ َذا ال َّس َما ُء ا ْنفَطَ َر
َ ت – َز ْينَبُ َح
Asalnya:
j) Fa’il bisa terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat
musyabahah yang beramal seperti fi’il. Contoh:
Kata (ُ )َأبُوْ هmerupakan fa’il dari (ض ُل ْ yang merupakan isim fa’il yang
ِ )الفَا
beramal seperti fi’il.
B. MAF’UL
1. Pengertian Maf’ul
Isim maf’ul adalah isim musytaq dari fi’il mabni lil majhul untuk
menunjukkan kepada pihak yang dikenai fi’il.
14
للداللة على حدث وقع على الموصوف بها على وجه، صفة تؤخذ من الفعل المجهول: اسم المفعول
ال الثبوت و الدوام، الحدوث و التجدد
“Isim maf’ul adalah sifat yang terjadi dari fi’il bina majhul, yang
menunjukkan suatu peristiwa (perbuatan) yang terjadi pada maushuf (yang
disifati) dari aspek terjadinya bukan dari aspek tetapnya (sifat tersebut pada
diri pelaku).”
“Hadits itu telah didengar, maka hadits itu sesuatu yang didengar.”
Kata “ ٌـتـوْ ب
ُ ْ “ َمكـdibentuk dari fi’il bina majhul “ب
َ ِ“كـت.
ُ Ia merupakan
isim maf’ul yang berarti “yang tertulis/ditulis“ . Ia merupakan sifat yang
menunjukkan terjadinya perbuatan “menulis“ pada maushuf ( ُالدَّرْ س ), bukan
sifat yang melekat padanya.
Kata ““ َم ْقرُوْ ٌأ pada contoh di atas adalah isim maf’ul. Ia terbentuk dari
fi’il bina majhul “ قُـ ُ ِرَأ “. Ia merupakan sifat yang menunjukkan terjadinya
perbuatan pada maushuf ( ُالقُرآن ), bukan sifat yang melekat padanya.
Isim maf’ul dari fi’il 3 huruf dibentuk dengan wazan ( ) َم ْفعُو ٌل.
Contoh:
“Berita itu telah didengar, maka berita itu sesuatu yang didengar.”
15
فَ ْال َخبَ ُر َم ْنقُو ٌل,ُنُقِ َل ْال َخبَر
“Berita itu telah dinukil, maka berita itu sesuatu yang dinukil.”
Apabila fi’il tsulatsi huruf tengahnya adalah huruf illat alif asalnya
wawu, misalnya اَل َم, قَا َمdan َانmص,
َ maka maka isim maf’ulnya menjadi
َملُو ٌم,ٌ َمقُولdan ُون
ٌ َمص.
Apabila fi’il tsulatsi huruf akhirnya adalah huruf illat alif yang
asalnya ya’, misalnya َر َمى, بَنَىdan ضى
َ َر, maka isim maf’ulnya menjadi
َم ِر ِم ٌّي, َم ْبنِ ٌّيdan ض ٌّي
ِ ْ َمر.
Apabila fi’il tsulatsi huruf akhirnya adalah huruf illat alif yang
asalnya wawu, misalnya َر َجا, َدعَاdan َش َكا, maka isim maf’ulnya menjadi
َمرْ ُج ٌّو, َمدع ٌُّوdan َم ْش ُك ٌّو.
Terkadang isim maf’ul bagi sebagian fi’il tsulatsi berwazan ( ) فَ ِعي ٌل
sebagai ganti dari ( ) َم ْفعُو ٌل. Contoh:
قَتِي ٌل, َج ِري ٌحdan ( َك ِحي ٌلsebagai ganti dari َم ْقتُو ٌل,ٌ َمجْ رُوحdan ) َم ْكحُو ٌل. Isim
tersebut sama dalam hal mudzakkar dan muannats, maka kita katakan:
Yang demikian tidak bisa diterapkan kepada semua isim, tetapi harus
dibatasi oleh sama’.
16
b) Dari fi’il lebih dari 3 huruf
Isim maf’ul dari fi’il lebih dari 3 huruf dibentuk atas wazan
mudhari’ dengan mengganti huruf mudhara’ahnya menjadi mim yang
didhammah dan huruf sebelum akhir difathah. Contoh:
َ ُِأ ْغل
ٌ َ ُم ْغل: ق
ق
Kata ٌ َم ْش ُغوْ ل adalah isim maf’ul dari fi’il َشغ ََل . Arti kalimat tersebut
adalah ustazd itu sibuk. Pada contoh tersebut tidak ada sesuatu
yang dikenai perbuatan. Dalam keadaan ini isim maf’ulnya tidak
beramal.
17
b) Isim maf’ul yang menunjukkan sesuatu yang dikenai oleh perbuatan.
Contoh:
Kata ُم ْعطَى pada contoh tersebut adalah isim maf’ul dari fi’il يُ ْعطَى
ُأ ْع ِط َي – ia beramal sebagaimana amal fi’ilnya; kata ً اِئ َزةmm َج merupakan
maf’ul bih dari isim maf’ul ُم ْعطَى .
ْ
Kata ُال ُم ْستَ ْك َشفَة pada contoh di atas merupakan isim maf’ul dari
fi’il تستكشف/فmmmmmmmاستكش yang terhubung dengan al()ال yang
bermakna التي . Sehingga, jika isim maf’ul tersebut dirubah ke dalam
bentuk fi’ilnya maka akan menjadi sebagai berikut:
2) Isim maf’ulnya tidak terhubung dengan al ( ) ال. Dalam hal ini,
syarat beramalnya adalah:
Isim maf’ulnya menunjukkan الmmmmmmmح (masa sekarang)
atau استقبال (masa akan datang). Artinya, isim maf’ulnya bisa
digantikan dengan fi’il mudhari’nya yang bina majhul.
Isim maf’ulnya disandarkan kepada salah satu dari; nafyi,
istifham, mubtada’, atau maushub.
18
Dengan kata lain, jika isim maf’ul sunyi dari al ( ال ) dan
menunjukkan madhi (masa lalu), atau tidak bersandar kepada salah
satu dari; nafyi, istifham, mubtada’, atau maushub; maka ia tidak
beramal sebagaimana amal fi’ilnya yang bina majhul, dan isim
sesudahnya dibaca majrur karena ia dianggap mudhaf ilaih. Berikut
contoh-contohnya:
Kata “ مجه ٌد “ pada contoh di atas adalah isim maf’ul dari
fi’il “ َ ُجهِّد “. Kondisinya tidak menggunakan ( ال ),
menunjukkan الmmح (masa sekarang), dan ia disandarkan kepada
mubtada ( ائرةmmالط ). Dengan demikian ia beramal sebagaimana
aamal fi’ilnya, dan kata “ ُركاب “ adalah naïf fa’ilnya.
19
C. NA’IBUL FA’IL
1. Pengertian Na’ibul Fa’il
ب َع ْم ٌر
َ ضُر
ِ : ‘amar telah dipukul
ب
َ ضُر
ِ : fi’il madhi mabni majhul
Contoh diatas merupakan contoh na’ibul fail dan fi’il madhi mabni
majhul, yang mana kalam tersebut berasal dari contoh di bawah ini:
ب زَ ْي ٌد َع ْمرًا
َ ض َر
َ : zaid telah memukul ‘amar
ب
َ ض َر
َ : fi’il madhi mabni ma’lum
Seperti yang telah tercantum diatas bahwa na’ibul fa’il bisa tercipta
setelah membuang fa’il. Kemudian na’ibul fa’il itu ada yang berupa na’ibul
isim dzohir dan na’ibul isim dhomir. Adapun contoh na’ibul fa’il isim dzohir
seperti yang telah disebutkan diatas, dan contoh na’ibul fa’il isim dhomir
ُ ضُرب (saya
seperti contoh: ْت ِ telah dipukul).
Adapun fi’il yang digunakan untuk membuat na’ibul fa’il itu bisa dari
fi’il lazim maupun fi’il muta’addi. Jika fi’ilnya adalah muta’addi maka
langkah membuat na’ibul fa’il adalah dengan meniadakan atau membuang
20
fa’ilnya kemudian menempatkan maf’ul bih pada posisinya fa’il yang
dihilangkan, dan jangan lupa fi’ilnya harus dirubah terlebih dahulu kedalam
bentuk mabni majhul, seperti contoh ٌب َع ْمر
َ ُر
ِ ض .
Jika fi’ilnya berupa fi’il lazim maka tinggal meniadakan fa’ilnya dan
mengubah fi’il kedalam bentuk majhul. Sedangkan yang menjadi na’ibul
fa’il bisa berupa dzorof atau jar majrur. Seperti contoh:
“Apabila fi’i tersebut terdiri dari fi’il madhi, maka huruf pertamanya
didhommahkan, dan huruf yang sebelum akhirnya dikasrohkan. Dan apabila
piilnya terdiri dari pi’il mudhori, maka huruf pertamanya didhommahkan,
dan huruf yang sebelum akhirnya difatahkan”.
Pertama-tama kita membuat susunan fi’il, fa’il, dan maf’ul bih. Setelah
itu , buang fa’ilnya, lalu maf’ul menempati tempat fa’il yang dibuang tadi,
sambil dirofakan, kemudian fi’ilnya harus dimabni maf’ulkan. Adapun
tentang cara memabni maf’ulkan ada dua ketentuan:
Contoh:
ب
َ ض َر
َ ب
َ ضُر
ِ
21
b) Kalau fi’il mudhori, caranya adalah:
Contoh:
ُ َّار
ق ال َمتَا َع ُ ْر
ِ ق الس ُ يُ ْس َر
ِ يَس ُق ال َمتَاع
Amar
َُويُضْ َرب ب
َ ضُر
ِ
telah
َز ْي ٌد زَ ْي ٌد
dipukul
Amar
َويُ ْك َر ُم telah َواُ ْك ِر َم
َع ْم ٌر dihormat ُع ْم ٌر
i
22
2) Naibul Fa’il Dhomir
Catatan:
َ تُ ْك َر ُم
– تُ ْستَ ْع َم ُر ِإ ْن ُدوْ نِي ِسيَا ُالوالِ َدة
* Ketentuan untuk na’ibul fail sama halnya seperti pada ketentuan fi’il
fa’il.
23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fa’il menurut bahasa artinya adalah “pelaku”, sedangkan menurut istilah
fa’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang mana fi’ilnya disebut terlebih dahulu
sebelum fa’il. Fa’il sendiri dibagi menjadi dua, yaitu zhohir ( )الظَا ِه ُرdan mudhmar
ْ )ال ُم. Fa’il memiliki beberapa kaidah diantaranya Fa’il selalu marfu’ dan
( َم ُرmض
terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau tidak.
Isim maf’ul adalah sifat yang terjadi dari fi’il bina majhul, yang
menunjukkan suatu peristiwa (perbuatan) yang terjadi pada maushuf (yang
disifati) dari aspek terjadinya bukan dari aspek tetapnya (sifat tersebut pada diri
pelaku). Isim maf’ul memiliki 2 bentuk, yakni isim maf’ul dari fi’il 3 huruf
dibentuk dengan wazan ( ) َم ْفعُو ٌلdan isim maf’ul dari fi’il lebih dari 3 huruf
dibentuk atas wazan mudhari’ dengan mengganti huruf mudhara’ahnya
menjadi mim yang didhammah dan huruf sebelum akhir difathah.
Na’ib artinya pengganti, sedangkan fa’il artinya pelaku. Jadi na’ibul fa’il
artinya pengganti pelaku. Adapun naibul fa’il menurut bahasa ialah isim yang
dibaca rofa’ yang menempati tempatnya fa’il setelah membuang fa’ilnya. Cara
membuat na’ibul fa’il ada dua, yaitu Apabila fi’i tersebut terdiri dari fi’il madhi,
maka huruf pertamanya didhommahkan, dan huruf yang sebelum akhirnya
dikasrohkan. Dan apabila piilnya terdiri dari pi’il mudhori, maka huruf
pertamanya didhommahkan, dan huruf yang sebelum akhirnya difatahkan.
24
B. SARAN
Dengan upaya untuk mempelajari Bahasa Arab, diharapkan dapat
menumbuhkan rasa cinta terhadap Bahasa Arab itu sendiri. Mempelajari Bahasa
Arab sama dengan mempelajari Bahasa Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan
landasan pokok dalam beragama Islam. Dimulai dari mengenal sedikit demi
sedikit bagaimana kaidah-kaidah didalam ilmu nahwu dan shorof, sampai
akhirnya dapat mengerti isi dan kandungan yang terdapat di dalam mukjizat
sastra terbaik sepanjang zaman, yakni Al-Qur’an Al-karim.
25
DAFTAR PUSTAKA
https://passinggrade.co.id/contoh-fail/
https://kumparan.com/berita-terkini/pengertian-fail-beserta-jenis-jenis-dan-
contohnya-dalam-islam-1yPtjnsGX3Q
https://www.kangnahwu.com/2019/11/pengertian-fail-dan-pembagiannya.html
https://passinggrade.co.id/isim-maful/
https://www.khoiri.com/2021/10/contoh-isim-maful-dan-pengertiannya.html
https://passinggrade.co.id/naibul-fail/
https://kumparan.com/berita-terkini/pengertian-pembentukan-dan-pembagian-naibul-
fail-1ya9uhN4SKN#:~:text=Secara%20bahasa%2C%20naibul%20fail%20terdiri,fail
%20merupakan%20pengganti%20dari%20pelaku.
https://hahuwa.blogspot.com/2017/10/pengertian-dan-macam-naibul-fail.html
26