Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FA’IL, MAF’UL DAN NA’IBUL FA’IL

Mata Kuliah:
Bahasa Arab

Dosen:
Muhammad Ajrin, M.H.

Nama / NPM:
Muhammad Radhi Rifani Laily / 2110010585

Kelas:
3C Nonreg BJM

Fakultas / Prodi:
Teknologi Informasi / Teknik Informatika

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN


MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI (UNISKA MAB)
BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023 SEMESTER GANJIL

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG........................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................5
C. TUJUAN.............................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. FA’IL...................................................................................................................6
B. MAF’UL...........................................................................................................14
C. NA’IBUL FA’IL...............................................................................................20
BAB III.........................................................................................................................24
PENUTUP....................................................................................................................24
A. KESIMPULAN.................................................................................................24
B. SARAN.............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan


makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis tidak
akan sanggup menyelesaikan dengan baik, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah  BAHASA
ARAB yang membahas mengenai FI’IL, MAF’UL DAN NA’IBUL
FA’IL.  Semoga  makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. saya mohon
untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Kuala Kapuas, 27 Oktober 2022

Muhammad Radhi Rifani Laily

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap bahasa (language) pasti memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Hal
tersebut juga ditemukan dalam bahasa arab yang diakui sebagai bahasa yang kaya
akan kosakata. Selanjutnya tujuan dari bahasa adalah mengungkapkan tujuan
sang pembicara (mutakaallim) melalui perantaraan suara yang keluar dari lisan
sang mutakallim. Pada hakikatnya kata-kata terletak di dalam hati. Adapun lisan
hanyalah sebagai dalil (petunjuk) ‘al-kalam an-nafsy’ yang terdapat dalam hati.
Untuk itu tidak mudah mengungkapkan apa yang tersirat dalam hati (al-kalam an-
nafsy), kecuali dengan kaidah-kaidah yang dapat menjaga dari kesalahan-
kesalahan dalam penyampaian esensi maksud yang diharapkan mutakallim.

Para ahli bahasa telah berusaha keras untuk menyusun sejumlah kaidah-
kaidah untuk dijadikan patokan bagi siapa saja yang akan menggunakan suatu
bahasa. Bahasa arab sendiri memiliki banyak sekali kaidah-kaidah yang sudah
disepakati oleh para ahli bahasa arab. Diantaranya adalah ilmu Nahwu
(grammatika), shorof (morfologi), balaghoh (rethorika), isytiqaq (etimologi), dan
sebagainya. Disini penulis akan mecoba mengkaji seputar bahasa arab beserta
kaidah-kaidahnya, tapi yang ditekankan oleh penulis di sini adalah khusus
mengenai ilmu shorof yakni tentang fa’il, maf’ul, dan na’ibul fa’il.

Selain daripada itu, ilmu shorof inijuga mempunya peran yang sangat
penting dalam dunia islam. Yaitu membantu memecahkan permasalahan-
permasalahan mengenai syari’at-syari’at islam dari segi kebahasaan. Karena
semua syari’at islam yang ada, adalah berupa teks-teks yang termaktub dalam
buku-buku bernuansakan ‘arabiyah seperti; Al-qur’an, Al-hadist, Bahkan sampai
Ijma’ dan Qiyas. Sehingga orang yang akan memahami islam terlebih dahulu
harus mengenal bahasa Arab beserta gramatikalnya.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
2. Apa saja bentuk dari fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
3. Bagaimana cara membedakan antara fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?
4. Bagaimana cara menggunakan fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il?

C. TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian dari fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il.
2. Dapat mengetahui bentuk-bentuk dari fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il.
3. Dapat mengetahui cara membedakan antara fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il.
4. Dapat mengetahui cara menggunakan fa’il, maf’ul dan nai’bul fa’il dengan
benar.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. FA’IL
1. Pengertian Fa’il

Fa’il menurut bahasa artinya adalah “pelaku”, sedangkan menurut ilmu


nahwu fa’il adalah:

ُ‫ع ال َم ْذ ُكوْ ُر قَ ْبلَهُ فِ ْعلُه‬


ُ ْ‫الفَا ِع ُل هُ َو اإل ْس ُم ال َمرْ فُو‬

“fa’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang mana fi’ilnya disebut terlebih
dahulu sebelum fa’il”.

Contoh:
“muhammad telah datang” ‫َجا َء ُم َح َّم ٌد‬
Lafazd ‫ َجا َء‬adalah fi’il madhi dan ‫ ُم َح َّم ٌد‬ adalah fa’il (pelaku) yangmana
disebutkan setelah fi’il madhi, dan fa’il dibaca rofa’, tanda rofa’nya ialah
dhommah karena termasuk isim mufrod (isim yang menunjukan arti satu).

"dua siswa itu telah datang" ‫َجا َء الطَالِبَا ِن‬


Lafadz ‫ الطَالِبَا ِن‬adalah fa’il (pelaku), dibaca rofa’, tanda rofa’nya adalah
ditambah dengan alif karena termasuk isim tasniyah (isim yang menunjukan
arti dua).

“para siswa telah datang” ُ ‫َجا َء الطُاَّل‬


‫ب‬
Lafadz  ُ‫ الطُاَّل ب‬adalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya dhommah
karena termasuk jamak taksir (isim yang menunjukan arti banyak dan tak
beraturan).

”orang-orang islam telah datang" ‫ َجا َء‬  َ‫سلِ ُم ْون‬


ْ ‫ال ُم‬
Lafadz َ‫ ال ُم ْسلِ ُموْ ن‬adalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya ditambah huruf
wawu karena termasuk jamak mudzakkar salim (isim yang menunjukan arti
banyak yang dikhususkan untuk lelaki dengan menambahkan huruf wawu
dan nun, atau menambahkan huruf ya dan nun di akhir kata).

"para muslimah itu telah datang"  ‫ َجا َء‬  ُ‫سلِ َمات‬


ْ ‫ال ُم‬

6
ُ ‫لِ َم‬m ‫ ال ُم ْس‬adalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya dhommah
Lafadz ‫ات‬
karena termasuk jamak muannats salim (isim yang menunjukan arti banyak
yang dikhususkan untuk perempuan dengan menambahkan huruf alif dan ta
di akhir kata).
Nah, dari kelima contoh fa’il di atas semuanya dibaca rofa’, karena
memang fa’il (subjek/pelaku) dalam bahasa arab selamanya harus
dibaca rofa’, dan ini menjadi kaidah yang paten dan resmi tertulis dalam ilmu
nahwu, kata nadzim:

ْ ‫الفَا ِع ُل ِإ ْس ٌم ُم‬
‫بِفِ ْعلِ ِه َوالفِ ْع ُل قَ ْبلَهُ َوقَ َع‬     #    ‫طلَقا ً قَ ِد ارْ تَفَ َع‬

"fa’il adalah isim yang mutlak dirofa’kan oleh fi’ilnya, dan fi’il (kata kerja)
terletak sebelum fa’il."

Dari pengertian di atas, sudah sangat jelas bahwa fa’il ini


termasuk isim atau kata benda, dan dibaca rofa’ oleh karena fi’ilnya
(maksudnya adalah fa’il dibaca rofa karena ia menjadi fa’il, dan fa’il tidak
akan menjadi fa’il jika tidak ada fi’il, oleh karena itu, fa’il dibaca rofa’ oleh
karena fi’il).

2. Pembagian Fa’il

Fa’il sendiri dibagi menjadi dua, yaitu zhohir ( ‫ )الظَا ِه ُر‬dan mudhmar (
‫)ال ُمضْ َم ُر‬, berikut penjelasannya:

a) Zhohir (ُ‫)الظَا ِهر‬


Pembagian fa’il yang pertama adalah zhohir, zhohir sendiri
menurut bahasa artinya adalah nampak atau jelas, sedangkan menurut
istilah fa’il zhohir adalah seperti yang disebutkan dalam kitab Al-
Jurumiyah:

‫ َو َر ُج ٍل‬ ‫َما َد َّل َعلَى ُم َس َّماهُ بِاَل قَيِّ ٍد َك َز ْي ٍد‬

”fa’il zhohir adalah lafadz yang menunjukan pada yang disebutkan


tanpa ikatan, seperti lafadz ‫( َز ْي ٌد‬zaid:nama orang) dan ‫( َر ُج ٌل‬seorang
laki-laki).”

7
Berikut adalah contoh-contoh fa’il zhohir:

Zaid berdiri ‫قَا َم زَ ْي ٌد‬


Muhammad telah pergi َ ‫َذه‬
‫َب ُم َح َّم ٌد‬
Mahmuud menulis surat َ ‫ َكت‬ ‫ َم ْح ُم ْو ٌد‬ َ‫الر َسالَة‬
‫َب‬ ِ
Ahmad membaca buku ‫قَ َرَأ‬ ‫َأ ْح َم ُد‬ ‫َاب‬
َ ‫ال ِكت‬
 Siswa itu telah datang ‫ب َجا َء‬ ُ ِ‫الطَال‬
 Para siswa telah datang ‫ب‬ُ ‫َجا َء الطُاَّل‬
Zaid berkata ‫قَا َل َز ْي ٌد‬
Kedua siswa itu telah pergi َ ‫الطَالِبَا ِن َذه‬
‫َب‬
Contoh-contoh di atas sudah sangat jelas tentunya bahwa fa’il
zhohir adalah fa’il yang langsung disebutkan di dalam kalimat, dan
langsung tertuju pada fa’il tersebut, tanpa ada perantara dan tanpa ikatan
apapun. 

b) Mudhmar (ُ‫)ال ُمضْ َمر‬


Pembagian fa’il yang kedua adalah mudhmar, mudhmar sendiri
menurut bahasa artinya adalah ‘yang tersembunyi’, sedangkan menurut
istilah fa’il mudhmar adalah seperti yang disebutkan dalam kitab Al-
Jurumiyah:

ٍ ‫ب َأوْ غَاِئ‬
‫ب‬ ٍ َ‫َما َد َّل َعلَى ُمتَ َكلِّ ٍم َأوْ ُم َخاط‬

“fa’il mudhmar adalah lafadz yang menunjukan kepada kata ganti


orang yang berbicara (dhomir mutakallim), kata ganti orang yang
diajak bicara (dhomir mukhotob), atau kata ganti orang yang tidak ada
(dhomir ghoib, contoh: dia & mereka).”

1) Dhomir mutakallim (‫)الضمير المتكلم‬ dibagi menjadi dua, yaitu dhomir


mutakallim wahdah “‫”ضمير متكلم وحده‬  dan mutakallim ma’al ghoir ‘
‫’متكلم مع الغير‬.
 Mutakallim wahdah “‫ ”ضمير متكلم وحده‬yaitu kata ganti orang yang
berbicara ‘mutakallim’ menunjukan arti satu atau sendiri
contohnya ‫( أنَا‬saya), tapi ketika ia menjadi fa’il pada fi’il madhi
ُ
maka diganti dengan ta’ ta’nits yang berharokat dhommah ‫ت‬

8
yang di letakan di akhir kata, lalu huruf sebelum ta’harus
disukun, contoh:

‫فَت ََح‬ "dia telah membuka" —> menjadi  ُ‫فَت َْحت‬ "saya telah


membuka". 

Berikut ini contoh mutakallim wahdah ketika menjadi fa’il dalam


sebuah kalimat lengkap:

ُ‫فَتَحْ ــت‬ ‫َاب‬
َ ‫ال ِكت‬   “saya membuka buku”.

ُ yang berarti dhomir


Jadi fa’il dari contoh di atas adalah huruf ‫ت‬
mutakallim wahdah artinya “saya”, sedangkan ketika menjadi
fa’il pada fi’il mudhori’’ maka tambahkan hurufhamzah ‫ أ‬di awal
kata, contoh:

َ ‫َأ ْفتَ ُح ال ِكت‬ "saya sedang memuka buku".


‫َاب‬

 Mutakallim ma’al ghoir “‫ ”متكلم مع الغير‬yaitu kata ganti orang yang


berbicara ‘mutakallim’ menunjukan arti sendiri berserta lainnya
(maksudnya menunjukan arti orang banyak), contoh: ُ‫( نَحْ ن‬kami /
kita), tapi ketika ia menjadi fa’il pada fi’il madhi maka diganti
dengan nun dan alif yang diletakan di akhir kata lalu huruf
sebelum nun alif berharokat sukun, contoh:

‫فَت ََح‬ "dia telah membuka" —> menjadi ‫فَت َْحنَا‬ "kami telah


membuka".

Berikut ini contoh mutakallim ma’al ghoir ketika menjadi fa’il


dalam sebuah kalimat lengkap:
 ‫فَت َْحــنَا‬ ‫َاب‬
َ ‫ال ِكت‬  “kami membuka buku.”
jadi fa’il dari contoh di atas adalah huruf ‫ نَا‬yang berarti dhomir
mutakallim ma’al ghoir artinya ‘kami‘, sedangkan ketika menjadi
fa’il pada fi’il mudhori’’ maka tambahkan huruf nun ‫ ن‬di awal
kata, contoh:

َ ‫ال ِكت‬ ‫نَــ ْفتَ ُح‬   "kami sedang memuka buku".


‫َاب‬
9
2) Dhomir mukhotob (‫ )الضمير المخاطب‬yaitu kata ganti orang yang diajak
bicara atau lawan bicara, berikut ini dhomir mukhotob:
 َ‫أ ْنت‬ “kamu (laki-laki)” —> ditunjukan untuk seorang mukhotob
laki-laki. Ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi َ‫ت‬
yang berharokat fathah, contoh:

َ‫“ َذهَبْــت‬kamu (laki-laki) sudah pergi”.

Sedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhori’’, maka


tambahkan huruf ta َ‫ ت‬di awal kata, contoh:

ُ‫تَـ ْـذهَب‬   “kamu (laki-laki) sedang pergi”.

 ِ ‫أ ْن‬ ‘kamu (perempuan)’ —> ditunjukan untuk seorang mukhotob


‫ت‬
perempuan. Ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi
‫ت‬
ِ yang berharokat kasroh, contoh:

ِ ‫“ َذهَبْــ‬kamu (perempuan) sudah pergi”.


‫ت‬

Sedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhori’’, maka


tambahkan ta َ‫ ت‬di awal kata, dan tambahkan juga ya dan nun َ‫ْين‬
di akhir kata, dan huruf sebelum َ‫ ْين‬harus berharokat kasroh,
contoh:

ْ ‫ت‬  “kamu (perempuan) sedang pergi”.


َ‫َــذهَبِــ ْين‬

 ‫أ ْنتُ َما‬ ‘kamu berdua’ —> ditunjukan kepada dua orang, baik laki-
laki maupun perempuan. Ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi
maka menjadi ‫تُ َما‬, contoh:

‫ َذهَبْــتُ َما‬   “kamu berdua sudah pergi”.

Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhori’, maka


tambahkan ta َ‫ ت‬di awal kata, dan tambahkan juga alif dan nun ‫ان‬ 
di akhir kata, contoh:

‫تَـ ْـذهَبَــا ِن‬   “kamu berdua sedang pergi”.

10
 ‫أ ْنتُ ْم‬ ‘kalian (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk orang banyak
mukhotob laki-laki, ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka
menjadi ‫تُ ْم‬, contoh:

‫ َذهَبْــتُ ْم‬  “kalian (laki-laki) sudah pergi”.

Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhori’’, maka


tambahkan ta َ‫ ت‬di awal, dan tambahkan juga wawu dan nun َ‫وْ ن‬
di akhir kata, dan beri harokat dhommah sebelum wawu contoh:

ْ ‫ت‬   “kalian (laki-laki) sedang perg”.


َ‫َــذهَبُــوْ ن‬

 َّ‫أ ْنتُن‬  ‘kalian (perempuan)’ —> ditunjukan untuk orang banyak


mukhotob perempuan, ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi
maka menjadi ‫تُ َّن‬, contoh:

‫ َذهَبْــتُ َّن‬   “kalian (perempuan) sudah pergi”.

Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhori’’, maka


tambahkan ta di awal kata, lalu tambahkan nun di akhir kata,
contoh:

ْ ‫“ ت‬kalian (perempuan) sedang pergi”.


َ‫َــذهَ ْبــن‬

3) Dhomir ghoib (‫ )الضمير الغيب‬yaitu kata ganti orang yang tidak ada atau
ghoib, yaitu dia dan mereka. Berikut ini dhomir ghoib:
 ‫ ُه َو‬ ‘dia (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk kata ganti orang yang
tidak ada ‘dia (laki-laki)’. Nah, dalam bahasa arab ada namanya
fi’il madhi dan fi’il mudhori’’, pada awal bentuk kedua fi’il
tersebut sebenarnya sudah mempunyai fa’il yang tersembunyi,
yaitu ‫‘ هو‬dia’. Contoh:

َ ‫ َذه‬  “dia (laki-laki) telah pergi”.


‫َب‬

ُ‫يَ ْذهَب‬  “dia (laki-laki) sedang pergi”.

11
 ‫ ِه َي‬ ‘dia (perempuan)’ —> ditunjukan untuk kata ganti orang yang
tidak ada ‘dia (perempuan)’. Nah, dalam bahasa arab ada
namanya fi’il madhi dan fi’il mudhori’’, ketika fi’il madhi maka
ْ di akhir kata, dan ketika menjadi fa’il di
tambahkan ta ta’nits ‫ت‬
fi’il mudhori’ maka tambahkan ta berharokat fathah َ‫ ت‬di awal
kata . Contoh:

ْ َ‫ َذهَب‬  “dia (perempuan) telah pergi”.


‫ت‬

ُ‫ت َْذهَب‬  “dia (perempuan) sedang pergi”.

 ‫ ُه َما‬ ‘mereka berdua’ —> ditunjukan kepada dua orang yang tidak


ada atau ghoib, baik laki-laki maupun perempuan, ketika menjadi
fa’il pada fi’il madhi maka menggunakan alif di akhir fi’il,
contoh:
‫ َذهَبَــا‬  mereka berdua telah pergisedangkan ketika menjadi fa’il
pada fi’il mudhori’’ maka menggunakan huruf ya di awal kata
dan tambahkan huruf alif dan nun di akhir kata, contoh:

‫“ يَ ْـذهَبَــا ِن‬mereka berdua sedang pergi”.

 ‫ ُه ْم‬ ‘mereka (laki-laki)’ —> ditunjukan kepada orang banyak yang


tidak ada atau ghoib untuk laki-laki. Ketika menjadi fa’il di fi’il
madhi maka tambahkan huruf ‫ وا‬di akhir kata dan ubah harokat
akhir menjadi dhommah, contoh:

ْ ‫ َذهَبُـ‬  “mereka (laki-laki) telah pergi”.


‫ـوا‬

Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhori’’ maka


menggunakan huruf ya di awal kata dan tambahkan huruf ‫ون‬
pada akhir kata, contoh:

ْ َ‫“ ي‬mereka (laki-laki) sedang pergi”.


َ‫ــذهَبُــوْ ن‬

 َّ‫هُن‬ ‘mereka (perempuan)’ —> ditunjukan kepada orang banyak


yang tidak ada atau ghoib untuk perempuan. Ketika menjadi fa’il

12
di fi’il madhi maka beri harakat sukun pada huruf akhir dan
tambahkan huruf nun di akhir kata, contoh:

َ‫“ َذهَ ْبــن‬mereka (perempuan) telah pergi”.

Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhori’’ maka tinggal di


beri huruf ya di awal, harokat sukun pada fa’ fi’il, dan beri
harakat sukun pada huruf akhir dan tambahkan huruf nun di akhir
kata, contoh:

ْ َ‫“ ي‬mereka (perempuan) sedang pergi”.


َ‫ــذهَ ْبــن‬

3. Kaidah/Ketentuan Fa’il
a) Fa’il selalu marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara
langsung atau tidak. Contoh:

‫َأحْ َم ُد‬ ‫ ِمنَ ْال َم ْس ِج ِد – َر َج َع ِمنَ ْال َم ْس ِج ِد‬ ‫َأحْ َم ُد‬ ‫َر َج َع‬

b) Apabila fa’il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap
mufrad. Contoh:

َ‫ ْال ُم ْسلِ ُموْ ن‬ ‫– َجا َء‬ ‫ ْال ُم ْسلِ َما ِن‬ ‫– َجا َء‬ ‫ ْال ُم ْسلِ ُم‬ ‫َجا َء‬

c) Fi’il dan fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Contoh:

ْ ‫ َج‬ – ‫َأحْ َم ُد‬ ‫َجا َء‬


ُ‫فَا ِط َمة‬ ‫اَئت‬

d) Boleh tidak sama muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il
apabila:
1) Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Contoh:

ِ ‫– َسافَ َر َأ ْم‬ ُ‫اط َمة‬


ُ‫فَا ِط َمة‬ ‫س‬ ِ ‫ت َأ ْم‬
ِ َ‫ف‬ ‫س‬ ْ ‫َسافَ َر‬

2) Fa’ilnya berupa isim muanats majazi. Contoh:

ُ‫ال َّش ْمس‬ ‫– طَلَ َع‬  ُ‫ال َّش ْمس‬ ‫ت‬


ِ ‫طَلَ َع‬

3) Fa’ilnya berupa jama’ taksir. Contoh:

13
ُ‫ ْال َماَل ِئ َكة‬ ‫– قَا َل‬ ُ‫ ْال َماَل ِئ َكة‬ ‫ت‬
ِ َ‫قَال‬

e) Wajib mengtanitskan fi’il apabila:


1) Fa’ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Contoh:

ُ‫اط َمة‬ ْ ‫– َج‬ ‫ ِه ْن ٌد‬  ُ‫تَجْ لِس‬


ِ َ‫ف‬ ‫اَئت‬

2) Fa’ilnya berupa isim dhomir yang rujukannya ke muanats haqiqi


maupun majazi. Contoh:

ْ ‫ض َر‬
‫ت‬ ْ ‫ِإ َذا ال َّس َما ُء ا ْنفَطَ َر‬
َ ‫ت – َز ْينَبُ َح‬

Pada kedua contoh di atas yang menjadi fa’ilnya adalah dhomir


ghaib muanats yaitu (‫) ِه َي‬.

i) Boleh fi’il dibuang dari kalimat yang mafhum. Contoh:

 ‫َأحْ َم ُد َم ْن تَ َكلَّ َم؟‬

Asalnya:

 ‫َأحْ َم ُد تَ َكلَّ َم‬

j) Fa’il bisa terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat
musyabahah yang beramal seperti fi’il. Contoh:

ُ‫َأبُوْ ه‬ ‫ض ُل‬


ِ ‫ ْالفَا‬ ‫َأحْ َم ُد‬ ‫َجا َء‬

Kata (ُ‫ )َأبُوْ ه‬merupakan fa’il dari (‫ض ُل‬ ْ yang merupakan isim fa’il yang
ِ ‫)الفَا‬
beramal seperti fi’il.

B. MAF’UL
1. Pengertian Maf’ul
Isim maf’ul adalah isim musytaq dari fi’il mabni lil majhul untuk
menunjukkan kepada pihak yang dikenai fi’il.

14
‫ للداللة على حدث وقع على الموصوف بها على وجه‬،‫ صفة تؤخذ من الفعل المجهول‬: ‫اسم المفعول‬
‫ ال الثبوت و الدوام‬، ‫الحدوث و التجدد‬

“Isim maf’ul adalah sifat yang terjadi dari fi’il bina majhul, yang
menunjukkan  suatu peristiwa (perbuatan) yang terjadi pada maushuf (yang
disifati) dari aspek terjadinya bukan dari aspek tetapnya (sifat tersebut pada
diri pelaku).”

Sebagai contoh kita katakan:

ُ ‫يث فَ ْال َح ِد‬


ٌ ‫يث َم ْس ُمو‬
‫ع‬ ُ ‫ُس ِم َع ْال َح ِد‬

“Hadits itu telah didengar, maka hadits itu sesuatu yang didengar.”

ٌ ‫ ُمو‬m ‫ ) َم ْس‬diambil dari fi’il mabni lil majhul ( ‫ ِم َع‬m ‫ ) ُس‬dan


Maka kata (‫ع‬
menunjukkan kepada pihak yang dikenai fi’il.

   ٌ‫ الدَّرْ سُ َمكـْـتـُوْ ب‬، ُ‫ب الدَّرْ س‬


َ ِ‫كـُت‬

Kata “ ٌ‫ـتـوْ ب‬
ُ ْ‫ “ َمكـ‬dibentuk dari fi’il bina majhul “‫ب‬
َ ِ‫“كـت‬.
ُ Ia merupakan
isim maf’ul yang berarti “yang tertulis/ditulis“ . Ia merupakan sifat yang
menunjukkan terjadinya perbuatan “menulis“ pada maushuf (   ُ‫الدَّرْ س‬  ), bukan
sifat yang melekat padanya.

  ‫ فالقرآنُ َم ْقرُوْ ٌأ‬، ُ‫قُ ِرَأ القُرآن‬

Kata “‫“ َم ْقرُوْ ٌأ‬ pada contoh di atas adalah isim maf’ul. Ia terbentuk dari
fi’il bina majhul “ ‫قُـ ُ ِرَأ‬ “.   Ia merupakan sifat yang menunjukkan terjadinya
perbuatan pada maushuf (   ُ‫القُرآن‬ ), bukan sifat yang melekat padanya.

2. Bentuk-Bentuk Isim Maf’ul


a) Dari fi’il 3 huruf

Isim maf’ul dari fi’il 3 huruf dibentuk dengan wazan ( ‫) َم ْفعُو ٌل‬.

Contoh:

ٌ ‫ فَالنَّبَُأ َم ْس ُمو‬,‫ُس ِم َع النَّبَُأ‬


‫ع‬

“Berita itu telah didengar, maka berita itu sesuatu yang didengar.”

15
‫ فَ ْال َخبَ ُر َم ْنقُو ٌل‬,ُ‫نُقِ َل ْال َخبَر‬

“Berita itu telah dinukil, maka berita itu sesuatu yang dinukil.”

Apabila fi’il tsulatsi huruf tengahnya adalah huruf illat alif, yang


asal alif adalah ya’, seperti ‫اب‬m َ maka isim maf’ulnya
َ m‫ َع‬,َ‫اع‬mmَ‫ ب‬dan ‫ا َد‬m ‫ش‬,
menjadi ٌ‫ َم ِعيب‬,ٌ‫ع‬m‫ َمبِي‬dan ‫ي ٌد‬m‫ َم ِش‬. Ada satu kesalahan yang tersebar dalam
ٌ ‫ا‬mَ‫ َمب‬padahal yang benar
membentuk isim maf’ul dari fi’il ‫ا َع‬mَ‫ ب‬dengan ‫ع‬
adalah (ٌ‫) َمبِيع‬.

Apabila fi’il tsulatsi huruf tengahnya adalah huruf illat alif asalnya
wawu, misalnya ‫ اَل َم‬,‫ قَا َم‬dan َ‫ان‬m‫ص‬,
َ maka maka isim maf’ulnya menjadi
‫ َملُو ٌم‬,ٌ‫ َمقُول‬dan ‫ُون‬
ٌ ‫ َمص‬.

Apabila fi’il tsulatsi huruf akhirnya adalah huruf illat alif yang
asalnya ya’, misalnya ‫ َر َمى‬,‫ بَنَى‬dan ‫ضى‬
َ ‫ َر‬, maka isim maf’ulnya menjadi
‫ َم ِر ِم ٌّي‬,‫ َم ْبنِ ٌّي‬dan ‫ض ٌّي‬
ِ ْ‫ َمر‬.

Apabila fi’il tsulatsi huruf akhirnya adalah huruf illat alif yang
asalnya wawu, misalnya ‫ َر َجا‬,‫ َدعَا‬dan ‫ َش َكا‬, maka isim maf’ulnya menjadi
‫ َمرْ ُج ٌّو‬,‫ َمدع ٌُّو‬dan ‫ َم ْش ُك ٌّو‬.

Terkadang isim maf’ul bagi sebagian fi’il tsulatsi berwazan ( ‫) فَ ِعي ٌل‬
sebagai ganti dari ( ‫) َم ْفعُو ٌل‬. Contoh:

‫ قَتِي ٌل‬, ‫ َج ِري ٌح‬dan ‫( َك ِحي ٌل‬sebagai ganti dari ‫ َم ْقتُو ٌل‬,ٌ‫ َمجْ رُوح‬dan ‫) َم ْكحُو ٌل‬. Isim
tersebut sama dalam hal mudzakkar dan muannats, maka kita katakan:

ٌ ‫َولَ ٌد َج ِري ٌح َوبِ ْن‬


‫ت َج ِري ٌح‬

“Anak laki-laki yang terluka dan anak perempuan yang terluka.”

‫َر ُج ٌل قَتِي ٌل َوا ْم َرَأةٌ قَتِي ٌل‬

“Lelaki yang terbunuh dan wanita yang terbunuh.”

Yang demikian tidak bisa diterapkan kepada semua isim, tetapi harus
dibatasi oleh sama’.

16
b) Dari fi’il lebih dari 3 huruf

Isim maf’ul dari fi’il lebih dari 3 huruf dibentuk atas wazan
mudhari’ dengan mengganti huruf mudhara’ahnya menjadi mim yang
didhammah dan huruf sebelum akhir difathah. Contoh:

َ ِ‫ُأ ْغل‬
ٌ َ‫ ُم ْغل‬: ‫ق‬
‫ق‬

‫ ُمقَ َّد ٌر‬: ‫قُ ِّد َر‬

‫ ُم َراعًى‬: ‫رُو ِع َي‬

‫ ُم ْست َْخ َر ٌج‬: ‫اُ ْستُ ْخ ِر َج‬

‫ ُمتَّهَ ٌم‬: ‫اُتُّ ِه َم‬

3. I’rab Isim Maf’ul

Isim maf’ul digunakan dalam bentuk mufrad, mutsanna dan jama’


bersamaan dengan mudzakkar dan muannats. Dii’rab sesuai kedudukannya
dalam kalimat. Contoh:

َ ‫ِإ َّن اَأْل ْب َو‬


ٌ‫اب ُم ْغلَقَة‬

“Sesungguhnya pintu-pintu itu terkunci.”

(ٌ‫ ُم ْغلَقَة‬: khabar inna marfu’ dengan dhammah)

4. Amal Isim Maf’ul

Ada dua bentuk isim maf’ul dalam sebuah kalimat, yaitu:

a) Isim maf’ul yang tidak menunjukkan sesuatu yang dikenai oleh


perbuatan. Contoh:

‫اُأْل ْستَا ُذ َم ْش ُغوْ ٌل‬ 

Kata ٌ‫ َم ْش ُغوْ ل‬  adalah isim maf’ul dari fi’il  ‫ َشغ ََل‬ . Arti kalimat tersebut
adalah ustazd itu sibuk. Pada contoh tersebut tidak ada sesuatu
yang  dikenai perbuatan. Dalam keadaan ini isim maf’ulnya tidak
beramal.

17
b) Isim maf’ul yang menunjukkan sesuatu yang dikenai oleh perbuatan.
Contoh:

  (pemenang itu diberi hadiah) ً‫ْالفَاِئ ُز ُم ْعطَى َجاِئ َزة‬

Kata  ‫ ُم ْعطَى‬  pada contoh tersebut adalah isim maf’ul dari fi’il  ‫يُ ْعطَى‬
‫ُأ ْع ِط َي‬ –  ia beramal sebagaimana amal fi’ilnya; kata ً‫ اِئ َزة‬mm‫ َج‬ merupakan
maf’ul bih dari isim maf’ul ‫ ُم ْعطَى‬ .

Isim maf’ul beramal sebagaimana amal fi’ilnya yang bina majhul,


dan hal tersebut bisa terjadi dengan dua syarat:

1) Isim maf’ulnya terhubung dengan al ( ‫) ال‬ yang


bermakna  ‫ذي‬mm‫ال‬   atau  ‫تي‬mm‫ال‬  (yang), yang apabila fi’il bina majhul
diletakkan ditempatnya maka akan ada taqdirnya na’if fa’il atau
maf’ul bih. Contoh:

‫ق ْال ُم ْستَ ْك َشفَةُ ثَرْ َواتُهَا‬


ُ ‫ ْال َمنَا ِط‬  ٌ‫َكثِ ْي َرة‬

ْ
Kata ُ‫ال ُم ْستَ ْك َشفَة‬  pada contoh di atas merupakan isim maf’ul dari
fi’il ‫تستكشف‬/‫ف‬mmmmmmm‫استكش‬  yang terhubung dengan al(‫)ال‬  yang
bermakna ‫التي‬ . Sehingga, jika isim maf’ul tersebut dirubah ke dalam
bentuk fi’ilnya maka akan menjadi sebagai berikut:

ُ ‫ ْال َمنَا ِط‬  ٌ‫َكثِ ْي َرة‬


‫ق اَّلتِ ْي تُ ْستَ ْكشَفُ ثَرْ َواتُهَا‬

Kata  ُ‫ف‬mm‫تُ ْستَ ْك َش‬  adalah fi’il bina majhul yang membutuhkan


na’if  fa’il, dan na’if fa’ilnya pada contoh tersebut adalah
ُ ‫ثَرْ َو‬ .
kata ‫ات‬

2) Isim maf’ulnya tidak terhubung dengan al  ( ‫) ال‬. Dalam hal ini,
syarat beramalnya adalah:
 Isim maf’ulnya menunjukkan ‫ال‬mmmmmmm‫ح‬  (masa sekarang)
atau  ‫استقبال‬  (masa akan datang). Artinya, isim maf’ulnya bisa
digantikan dengan fi’il mudhari’nya yang bina majhul.
 Isim maf’ulnya disandarkan kepada salah satu dari; nafyi,
istifham, mubtada’, atau maushub.

18
Dengan kata lain, jika isim maf’ul sunyi dari al  ( ‫ال‬ ) dan
menunjukkan madhi (masa lalu), atau tidak bersandar kepada salah
satu dari; nafyi, istifham, mubtada’, atau maushub;  maka ia tidak
beramal sebagaimana amal fi’ilnya yang bina majhul, dan isim
sesudahnya dibaca majrur karena ia dianggap mudhaf ilaih. Berikut
contoh-contohnya:

‫ما مسمو ٌح بحرية بال حدود‬

Kata “  ‫مسمو ٌح‬   “ pada contoh di atas adalah isim maf’ul yang


tidak menggunakan ( ‫ال‬ ), memiliki zaman  ‫تقبال‬mmmm‫اس‬  (masa akan
datang), dan disandarkan pada nafy (‫ما‬ ). Dengan demikian ia
beramal sebagaimana amal fi’ilnya, yaitu merafa’kan na’if fa’il.
Maka na’if fa’ilnya adalah “   ‫بحرية‬  “ (jar majrur), karena ia
dibentuk dari fi’il lazim.

‫الطائرة مجه ٌد ركابـُها‬

 Kata “  ‫مجه ٌد‬  “ pada contoh di atas adalah isim maf’ul dari
fi’il “  َ‫ ُجهِّد‬  “. Kondisinya tidak menggunakan ( ‫ال‬ ),
menunjukkan  ‫ال‬mm‫ح‬ (masa sekarang), dan ia disandarkan kepada
mubtada (  ‫ائرة‬mm‫الط‬  ). Dengan demikian ia beramal sebagaimana
aamal fi’ilnya, dan kata “    ُ‫ركاب‬  “ adalah naïf fa’ilnya.

‫بات العدو مكسور النحاح‬

Kata “  ‫ور‬mmm‫مكس‬   “ adalah isim maf’ul dari fi’il “  ‫كـ ِس َر‬   “.


ُ
Kondisinya tidak menggunakan ( ‫ال‬ ), menunjukkan ‫اض‬mm‫م‬  (masa
lalu), dan disandarkan kepada salah satu
dari nafy, istifham, mubtada’, dan maushuf. Maka dengan demikian,
kata “  ‫مكسور‬   “ tersebut tidak beramal, dan kata sesudahnya dalam
kondisi majrur karena ia menjadi mudhaf ilaih.

19
C. NA’IBUL FA’IL
1. Pengertian Na’ibul Fa’il

Na’ib artinya pengganti, sedangkan fa’il artinya pelaku. Jadi na’ibul


fa’il artinya pengganti pelaku. Yang dimaksud naibul fa’il disini adalah isim
yang dibaca rofa’ yang menempati tempatnya fa’il setelah membuang
fa’ilnya. Seperti contoh:

‫ب َع ْم ٌر‬
َ ‫ضُر‬
ِ : ‘amar telah dipukul

‫ب‬
َ ‫ضُر‬
ِ : fi’il madhi mabni majhul

‫َع ْم ٌر‬ : na’ibul fa’il

Contoh diatas merupakan contoh na’ibul fail dan fi’il madhi mabni
majhul, yang mana kalam tersebut berasal dari contoh di bawah ini:

‫ب زَ ْي ٌد َع ْمرًا‬
َ ‫ض َر‬
َ : zaid telah memukul ‘amar

‫ب‬
َ ‫ض َر‬
َ : fi’il madhi mabni ma’lum

‫زَ يْد‬ : fa’il (pelaku)

ً‫َع ْمرا‬ : maf’ul bih (korban)

Lafadz ‫زَ ْي ٌد‬ yang berkedudukan menjadi fa’il dibuang, dan kedudukan


lafdz tersebut digantikan oleh lafadz  ً‫ َع ْمرا‬ . Adapun pembuangan tersebut
setelah merubah fi’il mabni ma’lum ‫ب‬
َ ‫ض َر‬ 
َ menjadi mabni majhul ‫ب‬
َ ‫ُر‬
ِ ‫ض‬.

Seperti yang telah tercantum diatas bahwa na’ibul fa’il bisa tercipta
setelah membuang fa’il. Kemudian na’ibul fa’il itu ada yang berupa na’ibul
isim dzohir dan na’ibul isim dhomir. Adapun contoh na’ibul fa’il isim dzohir
seperti yang telah disebutkan diatas, dan contoh na’ibul fa’il isim dhomir
ُ ‫ضُرب‬ (saya
seperti contoh: ‫ْت‬ ِ telah dipukul).

2. Penggunaan Na’ibul Fa’il

Adapun fi’il yang digunakan untuk membuat na’ibul fa’il itu bisa dari
fi’il lazim maupun fi’il muta’addi. Jika fi’ilnya adalah muta’addi maka
langkah membuat na’ibul fa’il adalah dengan meniadakan atau membuang

20
fa’ilnya kemudian menempatkan maf’ul bih pada posisinya fa’il yang
dihilangkan, dan jangan lupa fi’ilnya harus dirubah terlebih dahulu kedalam
bentuk mabni majhul, seperti contoh  ٌ‫ب َع ْمر‬
َ ‫ُر‬
ِ ‫ض‬ .

Jika fi’ilnya berupa fi’il lazim maka tinggal meniadakan fa’ilnya dan
mengubah fi’il kedalam bentuk majhul. Sedangkan yang menjadi na’ibul
fa’il bisa berupa dzorof atau jar majrur. Seperti contoh:

‫يُتَنَ َّز ُح فِي ال َح ِد ْيقَ ِة‬ : dikebun yang sedang dibersihkan.

‫يَتَنَ َّز ُح النَّاسُ في ال َحديق ِة‬ : orang-orang sedang bersih-bersih dikebun.

3. Cara Membuat Susunan Nai’bul Fa’il

‫ض َّم اَ َّولُهُ َوفُتِ َح َما قَب َْل اَ ِخ ِر ِه‬


ُ ‫ارعًا‬
ِ ‫ض‬َ ‫ض َّم اَ َّولُهُ َو ُك ِس َر َما قَ ْب َل َأ ِخ ِر ِه َواِ ْن َكانَ ُم‬ ِ ‫فَِإ ْن َكانَ الفِ ْع ُل َما‬
ُ ,‫ضبًا‬

“Apabila fi’i tersebut terdiri dari fi’il madhi, maka huruf pertamanya
didhommahkan, dan huruf yang sebelum akhirnya dikasrohkan. Dan apabila
piilnya terdiri dari pi’il mudhori, maka huruf pertamanya didhommahkan,
dan huruf yang sebelum akhirnya difatahkan”.

Pertama-tama kita membuat susunan fi’il, fa’il, dan maf’ul bih. Setelah
itu , buang fa’ilnya, lalu maf’ul menempati tempat fa’il yang dibuang tadi,
sambil dirofakan, kemudian fi’ilnya harus dimabni maf’ulkan. Adapun
tentang cara  memabni maf’ulkan ada dua ketentuan:

a) Kalau fi’il madhi caranya adalah:

‫ضُ َّم اَ َّولُهُ َو ُك ِس َر َما قَب َْل َأ ِخ ِر ِه‬

“Dhommahkan huruf yang pertama dan kasrohkan huruf yang sebelum


akhir”.

Contoh:

‫ب‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫ب‬
َ ‫ضُر‬
ِ

‫قَت ََل‬            ‫قُتِ َل‬

َ‫اط َمةُ الرِّ َسالَة‬ ْ ‫قَ َرَأ‬         ُ‫ت ال ِّر َسالَة‬


ِ َ‫ت ف‬ ْ ‫قُ ِرَأ‬

21
b) Kalau fi’il mudhori, caranya adalah:

‫ضُ َّم اَ َّولُهُ َوفُتِ َح َما قَب َْل اَ ِخ ِر ِه‬

“Didhommahkan huruf yang pertama dan fathahkan huruf yang sebelum


akhir”.

Contoh:

ُ‫يَضْ ِرب‬         ُ‫يُضْ َرب‬

ُ ‫يَ ْن‬‫ص ُر‬


‫ص ُر‬ َ ‫يُ ْن‬

َ ْ‫يَ ْكتُبُ ُم َح َّم ٌد الدَّر‬         ُ‫يُ ْكتَبُ الدَّرْ س‬


‫س‬

ُ ‫َّار‬
‫ق ال َمتَا َع‬ ُ ‫ْر‬
ِ ‫ق الس‬ ُ ‫يُ ْس َر‬
ِ ‫يَس‬      ُ‫ق ال َمتَاع‬

Inilah yang dinamakan fi’il mabni maf’ul yang suka disebut dengan fi’il


mabni majhul, kebalikannya adalah fi’il mabni fa’il atau disebut fi’il
mabni ma’lum.

4. Pembagian Na’ibul Fa’il

‫' َوهُ َو َعلَى قِ ْس َم ْي ِن ظَا ِه ٌر َو ُمضْ َم ٌر‬

1) Naibul fa’il zhohir

‫ب زَ ْي ٌد َويُضْ َربُ َز ْي ٌد َواُ ْك ِر َم ُع ْم ٌر َويُ ْك َر ُم َع ْم ٌر‬


َ ‫ضُر‬
ِ َ ِ‫فَالظَّا ِه ُر نَحْ ُو قَوْ ل‬
‫ك‬

Contoh naibul fa’il :

Amar
ُ‫َويُضْ َرب‬ ‫ب‬
َ ‫ضُر‬
ِ
telah
‫َز ْي ٌد‬ ‫زَ ْي ٌد‬
dipukul

Amar
‫َويُ ْك َر ُم‬ telah ‫َواُ ْك ِر َم‬
‫َع ْم ٌر‬ dihormat ‫ُع ْم ٌر‬
i

22
2) Naibul Fa’il Dhomir

‫ُر ْبتُ َّن‬


ِ ‫ُر ْبتُ ْم َوض‬
ِ ‫ُر ْبتُ َما َوض‬
ِ ‫ت َوض‬ ِ ‫ُربْتَ َوض‬
ِ ‫ُر ْب‬ ِ ‫ُر ْبنَا َوض‬
ِ ‫ْت ض‬ُ ‫ُرب‬
ِ ‫كض‬ َ ِ‫َوال ُمضْ َم ُر اِ ْثنَا َع َش َر نَحْ ُو قَوْ ل‬
َ‫ُر ْبن‬
ِ ‫ُربُوا َوض‬
ِ ‫ُربَا َوض‬ ِ ‫ت َوض‬ ْ َ‫ُرب‬
ِ ‫ب َوض‬ َ ‫ُر‬
ِ ‫َوض‬

Dia telah dipukul ‫ب‬


َ ‫ُر‬
ِ ‫ض‬ Saya telah dipukul ُ ‫ُرب‬
‫ْت‬ ِ ‫ض‬

Dia (pr) telah


ْ َ‫ُرب‬
‫ت‬ ِ ‫ض‬ Kami telah dipukul ‫ُر ْبنَا‬
ِ ‫ض‬
dipukul

Dia berdua telah


‫ُربَا‬
ِ ‫ض‬ Kamu telah dipukul َ‫ُربْت‬
ِ ‫ض‬
dipukul

Mereka telah Kamu berdua telah


‫ُربُوا‬
ِ ‫ض‬ ‫ضُر ْبتُ َما‬
ِ
dipukul dipukul

Mereka (pr) telah Kamu sekalian telah


َ‫ُر ْبن‬
ِ ‫ض‬ ‫ُر ْبتُ ْم‬
ِ ‫ض‬
dipukul dipukul

Kamu sekalian ( pr)


‫ُر ْبتُ َّن‬
ِ ‫ض‬
telah dipukul

Catatan:

* Apabila naibul fa’ilnya muannats, maka fi’ilnya juga


harus muannats begitu juga kalau naib failnya mudzakar, maka fi’ilnya
harus mudzakar. Contoh:

ْ ‫ – اُ ْستُ ِع َر‬                        ُ‫ت ال َوالِ َدة‬


‫ت ِإ ْن ُدوْ نِ ْي ِسيَا‬ ْ ‫اُ ْك ِر َم‬

َ ‫تُ ْك َر ُم‬
‫ – تُ ْستَ ْع َم ُر ِإ ْن ُدوْ نِي ِسيَا‬                           ُ‫الوالِ َدة‬

* Ketentuan untuk na’ibul fail sama halnya seperti pada ketentuan fi’il
fa’il.

23
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fa’il menurut bahasa artinya adalah “pelaku”, sedangkan menurut istilah
fa’il ialah isim yang dibaca rofa’ yang mana fi’ilnya disebut terlebih dahulu
sebelum fa’il. Fa’il sendiri dibagi menjadi dua, yaitu zhohir ( ‫ )الظَا ِه ُر‬dan mudhmar
ْ ‫)ال ُم‬. Fa’il memiliki beberapa kaidah diantaranya Fa’il selalu marfu’ dan
(‫ َم ُر‬m‫ض‬
terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau tidak.

Isim maf’ul adalah sifat yang terjadi dari fi’il bina majhul, yang
menunjukkan  suatu peristiwa (perbuatan) yang terjadi pada maushuf (yang
disifati) dari aspek terjadinya bukan dari aspek tetapnya (sifat tersebut pada diri
pelaku). Isim maf’ul memiliki 2 bentuk, yakni isim maf’ul dari fi’il 3 huruf
dibentuk dengan wazan ( ‫ ) َم ْفعُو ٌل‬dan isim maf’ul dari fi’il lebih dari 3 huruf
dibentuk atas wazan mudhari’ dengan mengganti huruf mudhara’ahnya
menjadi mim yang didhammah dan huruf sebelum akhir difathah.

Na’ib artinya pengganti, sedangkan fa’il artinya pelaku. Jadi na’ibul fa’il
artinya pengganti pelaku. Adapun naibul fa’il menurut bahasa ialah isim yang
dibaca rofa’ yang menempati tempatnya fa’il setelah membuang fa’ilnya. Cara
membuat na’ibul fa’il ada dua, yaitu Apabila fi’i tersebut terdiri dari fi’il madhi,
maka huruf pertamanya didhommahkan, dan huruf yang sebelum akhirnya
dikasrohkan. Dan apabila piilnya terdiri dari pi’il mudhori, maka huruf
pertamanya didhommahkan, dan huruf yang sebelum akhirnya difatahkan.

24
B. SARAN
Dengan upaya untuk mempelajari Bahasa Arab, diharapkan dapat
menumbuhkan rasa cinta terhadap Bahasa Arab itu sendiri. Mempelajari Bahasa
Arab sama dengan mempelajari Bahasa Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan
landasan pokok dalam beragama Islam. Dimulai dari mengenal sedikit demi
sedikit bagaimana kaidah-kaidah didalam ilmu nahwu dan shorof, sampai
akhirnya dapat mengerti isi dan kandungan yang terdapat di dalam mukjizat
sastra terbaik sepanjang zaman, yakni Al-Qur’an Al-karim.

25
DAFTAR PUSTAKA

Hasan bin Ahmad. 1989. Kitab At-Tashrif Jilid 1. Bangil : Raihan.

Sarwani. 2015. Durusul Lugatal Arabiyyah. Kuala Kapuas.

https://passinggrade.co.id/contoh-fail/

https://kumparan.com/berita-terkini/pengertian-fail-beserta-jenis-jenis-dan-
contohnya-dalam-islam-1yPtjnsGX3Q

https://www.kangnahwu.com/2019/11/pengertian-fail-dan-pembagiannya.html

https://passinggrade.co.id/isim-maful/

https://www.khoiri.com/2021/10/contoh-isim-maful-dan-pengertiannya.html

https://passinggrade.co.id/naibul-fail/

https://kumparan.com/berita-terkini/pengertian-pembentukan-dan-pembagian-naibul-
fail-1ya9uhN4SKN#:~:text=Secara%20bahasa%2C%20naibul%20fail%20terdiri,fail
%20merupakan%20pengganti%20dari%20pelaku.

https://hahuwa.blogspot.com/2017/10/pengertian-dan-macam-naibul-fail.html

26

Anda mungkin juga menyukai