“BAKTERI PERTUSSIS”
DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
BASTIAN S.Si.T,M.BIOMED
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 11
3.2 Saran.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 12
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
menimbulkan attack rate sebesar 80-100% pada penduduk yang rentan.
Bordetella pertussis berbentuk coccobacillus kecil-kecil, terdapat sendiri-sendiri,
berpasangan, atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Pada isolasi primer,
bentuk kuman biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat
pleomorfik.Bentuk koloni pada biakan agar yaitu smooth, cembung, mengkilap,
dan tembus cahaya. Bentuk-bentuk filamen dan batang-batang tebal umum
dijumpai. Simpai dibentuk tapi hanya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus,
dan tidak dengan penggabungan simpai. Kuman ini hidup aerob, tidak
membentuk H2S, indole serta asetil metil karbinol. Bakteri ini merupakan gram
negatif dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat granula bipolar
metakromatik. Pada Bordetella pertussis ditemukan dua macam toksin yaitu:
1. Endotoksin yang sifatnya termostabil dan terdapat dalam dinding sel kuman.
Sifat endotoksin ini mirip dengan sifat endotoksin-endotoksin yang dihasilkan
oleh kuman negatif gram lainnya.
2. Protein yang bersifat termolabil dan dermonekrotik. Toksin ini dibentuk di
dalam protoplasma dan dapat dilepaskan dari sel dengan jalan memecah sel
tersebut atau dengan jalan ekstraksi memakai NaCl. Baik endotoksin maupun
toksin yang termolabil tersebut tidak dapat memancing timbulnya proteksi
terhadap infeksi Bordetella pertussis. Peranan yang pasti daripada kedua toksin
ini dalam patogenesis pertusis belum diketahui. Pertusis adalah suatu penyakit
akut saluran pernapasan yang banyak menyerang anak balita dengan kematian
yang tertinggi pada anak usia di bawah satu tahun yang disebabkan infeksi
Bordetella pertusis. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut
lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya.Tindakan
penanggulangan penyakit ini antara lain dilakukan dengan pemberian imunisasi.
WHO menyarankan sebaiknya anak pada usia satu tahun telah mendapatkan
imunisasi dasar DPT sebanyak 3 dosis dengan interval sekurang-kurangnya 4
minggu dan booster diberikan pada usia 15 - 18 bulan dan 4 - 6 tahun untuk
mempertahankan nilai proteksinya.
7
memproduksi banyak lendir untuk menangkap bakteri yang selanjutnya
dikeluarkan dengan batuk. Kombinasi peradangan dan penumpukan lendir bisa
membuat penderita sulit bernapas. Oleh karena itu, penderita harus berusaha
menarik napas lebih kuat, yang kadang memunculkan bunyi lengking (whoop)
tepat sebelum batuk-batuk. Semua orang bisa terkena batuk rejan. Namun, risiko
terkena penyakit ini lebih tinggi pada orang-orang dengan kondisi di bawah ini:
4. Sedang hamil
6. Menderita obesitas
b. Dehidrasi
d. Hipoksia
b. Pneumonia pada pasien yang kecil dapat menunjukkan gejala batuk staccato
(inspirasi di antara setiap batuk).
3) Serologi :
9
Temuan ini non-spesifik namun berkorelasi dengan tingkat keparahan
penyakit. Sebuah studi menunjukkan bahwa pada bayiyang dicurigai
mengalami Pertusis, hitung leukosit absolut di bawah 9400/uL dapat
mengeksklusi Pertusis. Namun, pada orang dewasa (khususnya yang telah
divaksinasi), jarang ditemukan limfositosis. ada bayi berusia 3 bulan atau
lebih muda, monitoring sel darah putih serial sangat penting dalam
mengidentifikasi risiko dan menentukan prognosis pasien dengan Pertusis.
Hitung sel darah putih >30.000/uL (dalam 5,1 hari setelah onset batuk), laju
jantung yang cepat, dan hiperventilasi merupakan indikator infeksi Pertusis
yang parah.2 Infeksi yang parah juga akan menyebabkan sel darah putih
mencapai puncak lebih tinggi daripada kasus yang lebih ringan (rata-rata
puncak leukositosis 74.200/uL, dibandingkan 24.200/uL pada kasus yang
lebih ringan)
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Penulis tentunya menyadari jika makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari sempurna.Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
Asyabah Aidin. dkk. 2018. Pemodelan Sir Untuk Penyebaran Penyakit Pertusis Dengan
Vaksinasi Pada Populasi Manusia Konstan. Unnes Journal of Mathematics 7
(1).
Sariadji Kambang,dkk.2016.Studi Kasus Bordetella Pertuassis pada Kejadian
Dikabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Yang Dideteksi dengan
PCR.Jurnal Biotek Medisiana Indonesia,Vol 5(1):Hal 51-56
Sariadji Kambang, dkk. 2016. Studi Kasus Bordetella Pertussis Pada Kejadian Luar
Biasa Di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Yang Dideteksi Dengan
PCR. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia
Nofriansyah Dicky. dkk. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit Pertusis (Batuk
Rejan) Dengan Menggunakan Metode Teorema Bayes. Jurnal Teknologi
Sistem Informasi Dan Sistem Komputer TGD
Susilo Herman. 2018. Sistem Pakar Metode Forward Chaining Certainty Factor
Untuk Mengidentifikasi Penyakit Pertusis Pada Anak. Jurnal Rang Teknik
12
LAMPIRAN
13
14
15
16
17
18