Anda di halaman 1dari 4

LANDASAN HUKUM ORGANISASI PROFESI/MASYARAKAT

DALAM RANGKA INOVASI TERHADAP ALAT PELINDUNG


DIRI (APD) DI ERA COVID-19

Oleh: M. Fakih

A. Batasan APD:

1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang dirancang sebagai
penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau
penyakit (hlm. 4, Buku Dokumen Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri
(APD) Dalam Menghadapi Wabah Covid-19 (Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tgl 8 April 2010)

2. Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23


Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor dan Antiseptik, Bahan
Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker, ditentukan yang
dimaksud dengan Alat Pelindung Diri (APD) adalah: “suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh sumber daya manusia dan
potensi bahaya di fasilitas pelayanan Kesehatan”.

B. Jenis APD yang direkomendasikan untuk disediakan dalam penanganan


COVID-19 (hlm 5-10 Buku Dokumen Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri
(APD) Dalam Menghadapi Wabah Covid-19 (Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tgl 8 April 2010), meliputi:

1. Masker bedah (surgical/facemask)


2. Masker N95
3. Pelindung wajah (face shield)
4. Pelindung mata (goggles)
5. Gaun (gown), gaun sekali pakai dan berulang
6. Celemek (apron)
7. Pelindung Kepala
8. Sepatu pelindung

C. Dasar hukum Peran serta organisasi profesi/masyarakat berinovasi pada APD,


era Covid-19

1. Pasal 6 (1) UU. No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular,
bahwa: Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat secara
aktif. (Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) tersebut, Yang dimaksud dengan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif haruslah tidak mengandung
paksaan, disertai kesadaran dan semangat gotong royong, dilaksanakan
dengan penuh tanggungjawab)

2. Berdasarkan Poin Kesatu Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020


tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional, bencana nonalam yang
diakibatkan oleh penyebaran COVID-19 ditetapkan sebagai “bencana
nasional”. Oleh karena itu, perlu ada peran serta berbagai pihak/masyarakat
untuk penanggulangannya:
a. Pasal 49 (1) UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan di tentukan:
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab
atas penyelenggaraan upaya kesehatan.
b. Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang mengatur soal pelayanan kesehatan pada waktu
bencana, ditegaskan bahwa: “Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya,
fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada bencana. Bencana yang dimaksud dalam
Pasal 82 ayat (1) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana,
yang dimaksud Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.
c. Pasal 83 (1) UU No. 36 tahun 2009 Setiap orang yang memberikan
pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk
penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan
kepentingan terbaik bagi pasien. (2) Pemerintah menjamin perlindungan
hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
d. Pasal 152 ayat (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya. (2)
Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah
yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi
dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.
e. Pasal 174 (1) Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan
maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan
kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (2) Peran serta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan secara
aktif dan kreatif (berinovasi), (catatan:termasuk dalam inovasi atau
pembaharuan bahan maupun peralatan yang diselenggarakan untuk
upaya kesehatan)

f. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun


2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar
biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian
yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi
kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan
dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Pada
prinsipnya penyebaran COVID-19 masuk dalam kedaruratan dan krisis
kesehatan
g. Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan, yang
dimaksud dengan Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa, korban luka/sakit,
pengungsian, dan/atau adanya potensi bahaya yang berdampak pada
kesehatan masyarakat yang membutuhkan respon cepat di luar
kebiasaan normal dan kapasitas kesehatan tidak memadai.

D. Kesimpulan
Penyebaran COVID-19 pada prinsipnya merupakan bencana nasional yang
bersifat bencana nonalam, yang membutuhkan respon cepat. Oleh karena
itu penyediaan APD bagi pemberi pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan harus baik dan bermutu. Untuk itu, dalam konteks ini
diperlukan peran serta organisasi profesi atau masyarakat untuk
berkreasi/berinovasi dalam rangka penyediaan APD sebagaimana yang
diamanatkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU. No. 4 Tahun 1984
Tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 49 ayat (1), Pasal 82 ayat (1),
Pasal 83 ayat (10) dan (2), Pasal 152 ayat (1) dan (2) serta Pasal 174 ayat
(1) dan (2) UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Bandar Lampung 3 Mei 2020

Pasal 21 Kode Etik Kedokteran (KODEKI) 2012 tentang Perkembangan Ilmu dan
teknologi kedokteran, disebutkan bahwa: “Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/Kesehatan”. Salah
satunya dengan secara aktif melakukan penelitian kedokteran atau Kesehatan
Buku KODEKI 2012, hlm. 62 dan 63).

Anda mungkin juga menyukai