Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kegiatan interaksi antara pendidik dengan

peserta didik. Dalam kegiatan interaksi tersebut, pendidik atau guru bertindak

mendidik si peserta didik atau siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2013).

Mendidik akan melibatkan cara atau strategi dalam pelaksanaannya.

Pelaksanaan strategi pembelajaran yang baik, biasanya dibuktikan melalui

suatu penelitian. Penelitian tentang pendidikan merupakan salah satu cara

untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dunia pendidikan, termasuk

sistem pembelajarannya. Sistem pembelajaran di sekolah, khususnya Sekolah

Menengah Pertama (SMP) membutuhkan pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik peserta didik. Kesesuaian sistem pembelajaran dengan karakter

atau keadaan siswa itulah yang perlu dipelajari dalam suatu penelitian.

Sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian adalah sebuah

sekolah swasta atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), yang mana dari segi alat

dan bahan belajar yang dibutuhkan masih kurang, terutama pada mata

pelajaran IPA. Mata pelajaran IPA khususnya Biologi, siswa biasanya

cenderung bingung jika hanya diberikan teori tanpa praktik, terutama siswa

kelas VII yang membutuhkan banyak bimbingan. Praktik disini berkaitan

dengan pengelolaan kelas oleh guru dalam membimbing peserta didik.

Menyadari bahwa siswa kelas VII SMP/MTs merupakan usia transisi dari

1
2

masa anak-anak ke remaja, masih senang dan suka bermain. Maka, untuk itu

dibutuhkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan. Keadaan

sekolah dan kondisi siswa seperti itu diketahui dari hasil observasi.

Kegiatan observasi yang telah dilakukan di Madrasah Tsanawiyah

(MTs) “Nujumul Huda” Lembar, diperoleh informasi baik secara langsung

maupun tidak langsung. Informasi secara langsung diperoleh melalui

pengamatan terhadap proses pembelajaran di kelas, khususnya kelas VII.

Sedangkan secara tidak langsung dilihat dari data hasil belajar siswa. Data

rekapitulasi hasil belajar siswa kelas VII MTs. Nujumul Huda Lembar dapat

dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini.

Tabel 1.1 Nilai Rata-rata dan Ketuntasan Klasikal Ujian Akhir IPA
Biologi Semester Ganjil Siswa Kelas VII A dan B MTs.
Nujumul Huda Lembar Tahun Pelajaran 2013/2014

Parameter Kelas
VII A VII B
∑ siswa 32 31
KKM 65 65

61,1 61,8
Nilai X
∑ siswa T 11 15
∑ siswa TT 21 16
KK 34,4% 48,4%
Sumber: arsip data hasil belajar semester ganjil MTs. Nujumul Huda Lembar

Keterangan:

∑ siswa = Jumlah siswa


KKM = Kriteria Ketuntasan Minimal

X = Nilai rata-rata
∑ siswa T = Jumlah siswa tuntas
∑ siswa TT = Jumlah siswa tidak tuntas
KK = Ketuntasan Klasikal
3

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa masih kurang

dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 65. Begitu juga dengan

Ketuntasan klasikalnya masih jauh dari angka 85%. Hal tersebut menjadi

masalah dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas.

Masalah-masalah dalam kegiatan belajar mengajar menjadi hambatan

bagi tujuan pendidikan. Kurang tepatnya strategi dalam melaksanakan

pembelajaran menjadi pemicu masalah, sehingga dibutuhkan metode

pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa ketika belajar didalam kelas.

Oleh karena itu, metode yang ditawarkan dalam upaya mengatasi

masalahtersebut adalah digunakannya model pembelajaran kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) dengan teknik Puzzle.

Pembelajaran kooperatif TGT ini mempunyai ciri khas games atau

permainan yang menciptakan warna positif di dalam kelas. Sedangkan

pembelajaran dengan teknik puzzle merupakan cara guru mendesain materi

pelajaran atau pertanyaan kepada siswa dalam bentuk teka-teki. Keduanya

dikombinasi dalam suatu kegiatan pembelajaran, guna memberikan nuansa

berbeda dalam belajar bagi siswa agar tidak bosan dan bisa termotivasi.

Keberhasilan dari penggunaan model pembelajaran tipe TGT ini

terbukti dalam beberapa penelitian. Winasis (2010) dalam Muldayanti (2013)

menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif TGT dapat

meningkatkan dan menumbuhkan minat atau motivasi belajar (Biologi) siswa

karena didalam TGT terkandung proses permainan yang menjadikan proses

pembelajaran lebih menyenangkan. Rahayu dan Anif (2013) menyimpulkan


4

bahwa pembelajaran menggunakan Spelling Puzzle lebih tinggi hasil belajarnya

daripada Crossword Puzzle dan konvensional di kelas VII SMPN 2 Gondang

Sragen.

Berdasarkan permasalahan dan solusi yang ditawarkan tersebut,peneliti

merumuskan sebuah judul “Pengaruh Model Pembelajaran Tipe TGT dengan

Teknik Puzzle Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VII

MTs. Nujumul Huda, Lembar Tahun Pelajaran 2013/2014.” Dalam penelitian

ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran yang bermakna dan

bermanfaat, bukan hanya untuk perbaikan proses pembelajaran di kelas saja

tapi termasuk bagi peneliti dalam upaya menjadi guru yang profesional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh model pembelajaran tipe TGT dengan teknik puzzle

terhadap motivasi belajar siswa kelas VII MTs. Nujumul Huda Lembar

tahun pelajaran 2013/2014?

2. Apakah ada pengaruh model pembelajaran tipe TGT dengan teknik puzzle

terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII MTs. Nujumul Huda

Lembar tahun pelajaran 2013/2014?

C. Tujuan Penelitian
5

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh model pembelajaran tipe

TGT dengan teknik puzzle terhadap motivasi belajar siswa kelas VII MTs.

Nujumul Huda Lembar tahun pelajaran 2013/2014.

2. Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh model pembelajaran tipe

TGT dengan teknik puzzle terhadap hasil belajar kognitif siswa kelas VII

MTs. Nujumul Huda Lembar tahun pelajaran 2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini antara lain

bagi siswa, guru dan sekolah.

1. Bagi siswa

Melalui penelitian ini siswa dapat belajar dengan lebih percaya

diri, meningkatkan motivasi dan hasil belajar, merasakan pembelajaran

tidak selamanya serius dan membosankan, mengenal pembelajaran yang

dilakukan sambil bermain, serta meningkatkan rasa solidaritas terhadap

teman belajar dalam kerja tim melalui diskusi kelompok. Selain itu, tanpa

disadari siswa memperoleh keterampilan sosial yang memberikan mereka

pelajaran dalam berinteraksi secara bebas tanpa merasa tertekan dengan

cara guru mengajar, sebab pembelajaranitu dikreasikan dengan sebuah

permainan yang bernilai pelajaran. Siswa biasanya akan tetap mengingat

pelajaran dalam kondisi belajar yang menyenangkan dan akan berkesan

baik di hati maupun memorinya.

2. Bagi guru
6

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai

seorang pendidik yang harus bisa dalam segala hal, bukan hanya

penguasaan materi pelajaran saja melainkan juga dalam merancang

strategi pembelajaran yang unik dan menarik. Cara guru mengajar yang

menarik dapat memusatkan perhatian peserta didik terhadap apa yang

disampaikan oleh guru. Guru menjadi lebih mudah dalam mengarahkan

dan menyampaikan apa yang akan dijelaskan. Menjadi guru yang kreatif

serta menjadikan siswa komunikatif melalui keaktifannya adalah

kebanggaan tersendiri bagi seorang pendidik, sebab hal tersebut bagi guru

ibarat menikmati buah dari pohon yang telah ditanam dan dirawatnya.

3. Bagi sekolah

Sekolah akan lebih dikenal sebagai tempat yang menarik untuk

belajar, belajar dengan cara yang lebih efektif dan kreatif. Meningkatkan

mutu dan kualitas sekolah itu sendiri, meski lewat cara yang masih belum

terlalu sempurna namun bisa melakukan pembelajaran kearah yang lebih

baik dalam mendekati kesempurnaan itu, lewat perbaikan-perbaikan cara

mengajar di sekolah.

E. Lingkup Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII A dan B MTs.

Nujumul Huda Lembar Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Objek Penelitian
7

Objek penelitian disini adalah Pengaruh Model Pembelajaran Tipe

TGT dengan Teknik Puzzle Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Kognitif

Siswa Kelas VII MTs. Nujumul Huda Lembar Tahun Pelajaran

2013/2014.

3. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model

pembelajaran tipe TGT dengan teknik puzzle. Sedangkan variabel

terikatnya, yaitu motivasi dan hasil belajar kognitif siswa kelas VII A dan

B MTs. Nujumul Huda Lembar Tahun Pelajaran 2013/2014.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Nujumul Huda, Batu Samban,

Kecamatan Lembar.

F. Definisi Istilah dan Operasional

1. Model Pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT)

Team Games Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran

kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa

tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor

sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Ahmadi,

dkk, 2011). Jadi, model ini adalah pembelajaran yang dilakukan melalui

diskusi kelompok, yang mana belajarnya disertai dengan permainan

(games) dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.

2. Teknik Puzzle
8

Teknik puzzle dalam pembelajaran adalah suatu cara belajar yang

dimodifikasi dengan permainan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan

yang dirancang seperti teka-teki bernomor, baik dalam bentuk kalimat

maupun media gambar yang memiliki unsur pertanyaan. Dimana teknik

puzzle ini memiliki beberapa macam, diantaranya yaitu Spelling Puzzle,

Jigsaw Puzzle, The Thing Puzzle, The Letter(s) Readiness Puzzle, dan

Crossword Puzzle. Teknik puzzle yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah Spelling Puzzle, Jigsaw Puzzle, dan The Thing Puzzle.

3. Motivasi

Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa untuk

berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku dalam

belajar (Sumiati dan Asra, 2009). Motivasi disini berarti menumbuhkan

minat belajar siswa dari segi keaktifan mereka ketika mengikuti proses

pembelajaran, memperhatikan pelajaran dengan sikap yang terlihat

menarik perhatian mereka, sehingga siswa merespon pembelajaran

dengan baik dan merasa senang dengan kegiatan belajar mengajar di

kelas. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi belajar

siswa pada penelitian ini adalah angket dengan skala likert.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan prilaku secara keseluruhan bukan

hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2011).

Dalam penelitian ini,hasil belajar yang dimaksud adalah sejauh mana

siswa dapat menyerap dan memahami (kognitif) materi pelajaran yang


9

telah disampaikan oleh guru. Hasil belajar tersebut berupa nilai yang

diperoleh baik sebelum melakukan pembelajaran (pre-test) maupun nilai

akhir dari proses pembelajaran (post-test). Instrumen yang digunakan

berupa tes soal pilihan ganda yang diambil dari buku paket.
10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Model pembelajaran tipe Team Games Tournament(TGT) dengan

teknik puzzle

Team Games Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran

kooperatif, teknik pembelajarannya hampir sama seperti Student Teams-

Achivement Divisions (STAD) dalam setiap hal, kecuali pada bagian kuis

dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen

permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili

timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik

mereka yang lalu (Nur, 2011).

TGT dikembangkan oleh DeVries dan Slavin (1978) dalam Hobri

(2009) di John Hopkins University. Model ini menggunakan tim, format

pembelajaran, dan lembaran kerja/tugas yang sama seperti dalam STAD.

Akan tetapi, siswa memainkan pertandingan-pertandingan akademik

didalam turnamen mingguan sebagai ganti kuis. Para siswa berkompetisi

dengan anggota tim lain yang kemampuan awalnya sebanding. Para siswa

tidak diberitahu meja mana yang merupakan meja untuk para peringkat

tinggi, tetapi mereka diberitahu bahwa kompetisinya bersifat “fair”.

Pemenang di dalam setiap meja memperoleh skor “6” untuk nilai timnya.

10
11

Tim yang memperoleh skor tertinggi berhak menerima sertifikat atau

bentuk penghargaan lainnya.

Untuk mengetahui secara rinci dari pembelajaran kooperatif tipe

TGT ini, terdapat 5 komponen utama dalam pelaksanaannya, yaitu:

1) Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam

penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pembelajaran langsung.

Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan

dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu

siswa bekerja lebih baik pada saat bekerja kelompok dan pada saat

game sebab skor game akan menentukan skor kelompok.

2) Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang

anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin,

dan ras. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi

bersama teman kelompoknya guna mempersiapkan anggota kelompok

pada saat game.

3) Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan

belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-

pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan

menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang


12

menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang

nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4) Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada

setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok

sesudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama, guru membagi

siswa kedalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi

presentasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada

meja II dan seterusnya (Gambar 2.1).

TEAM A
A-1A-2A-3A-4
TinggiSedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen Turnamen Turnamen Turnamen
1 2 3 4

B-1B-2B-3B-4 C-1C-2C-3C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

TEAM B TEAM C
Gambar 2.1 Penempatan Siswa pada Meja Turnamen (Slavin, 2005)

5) Team recognize (penghargaan kelompok)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,

masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-

rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan

“Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila
13

rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

(Hobri, 2009).

Permainan dalam komponen pembelajaran TGT bisa dilakukan

dengan teknik-teknik tertentu yang memiliki unsur permainan.

Mengkombinasikan TGT dengan kegiatan lainnya melalui sebuah teknik

tertentu, seperti teknik atau media puzzleyang bisa digunakan dalam

games. Cara tersebut bisa memberikan nuansa berbeda dalam mengemas

sebuah permainan, tidak hanya menggunakan pertanyaan saja tapi

pertanyaan itu disertai dengan sebuah gambar yang dapat dirangkai

menjadi kalimat untuk jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

Puzzle secara bahasa Indonesia diartikan sebagai tebakan. Tebakan

adalah sebuah masalah atau "enigma" yang diberikan sebagai hiburan,

biasanya ditulis atau dilakukan. Banyak tebakan berakar dari masalah

matematika dan logistik serius. Lainnya, seperti masalah catur, diambil

dari permainan papan. Lainnya lagi dibuat hanya sebagai pengetesan atau

godaan otak. Pelajaran resmi tebakan disebut enigmatologi

(http://www.wikipedia.org, download tanggal 11 Februari 2014).

Berikut ini ada beberapa jenis puzzle yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan memahami materi pembelajaran:

a. Spelling puzzle, yakni puzzle yang terdiri dari gambar-gambar dan

huruf-huruf acak untuk dijodohkan menjadi kosakata yang benar.

b. Jigsaw puzzle, yakni puzzle yang berupa beberapa pertanyaan untuk

dijawab kemudian dari jawaban itu diambil huruf-huruf pertama untuk


14

dirangkai menjadi sebuah kata yang merupakan jawaban pertanyaan

yang paling akhir.

c. The thing puzzle, yakni puzzle yang berupa deskripsi kalimat-kalimat

yang berhubungan dengan gambar-gambar benda untuk dijodohkan.

d. The letter(s) readiness puzzle, yakni puzzle yang berupa gambar-

gambar disertai dengan huruf-huruf nama gambar tersebut, tetapi huruf

itu belum lengkap.

e. Crosswords puzzle, yakni puzzle yang berupa pertanyaan-pertanyaan

yang harus dijawab dengan cara memasukan jawaban tersebut kedalam

kotak-kotak yang tersedia baik secara horizontal maupun vertikal

(http://syukronsahara.blogspot.com/2011/05/penggunaan-media-

games-puzzle.html, download tanggal 11 Februari 2014).

Permainan dengan teknik puzzle dalam pembelajaran diharapkan

dapat memberikan ketertarikan bagi siswa untuk belajar. Adanya rasa

ketertatikan siswa memunculkan minat atau motivasinya ketika mengikuti

kegiatan belajar mengajar di kelas. Sehingga proses pembelajaran dapat

berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan.

2. Motivasi

Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa untuk

berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku dalam

belajar. Siswa akan melakukan suatu proses belajar betapa pun beratnya

jika ia mempunyai motivasi yang tinggi. Motivasi belajar memegang

peranan cukup besar terhadap pencapaian hasil. Tanpa motivasi belajar


15

siswa tidak dapat belajar dan berdampak pada hasil belajar yang rendah.

Siswa sudah tahu apa yang diinginkan. Sudah mempunyai cita-cita. Sudah

menemukan apa yang diminati. Ia ingin mendapatkan nilai prestasi belajar

yang baik dan segera menyelesaikan pendidikannya. Ini dapat

menimbulkan motivasi untuk belajar. Oleh karena itu, bagi seorang siswa

motivasi untuk belajar pada umumnya timbul karena adanya rangsangan,

baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya

(Sumiati dan Asra, 2009).

Sardiman (2011) menyatakan bahwa motivasi dalam pembelajaran

dikenal dua jenis, yaitu motivasi intrinsik merupakan motif-motif yang

menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena

dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motif-motif yang aktif dan

berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sementara itu, ada

beberapaunsur yang mempengaruhi motivasi belajar, diantaranya cita-cita

atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan

siswa, unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran, dan upaya

guru dalam membelajarkan siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2013).

Motivasi sebagai kekuatan belajar bagi siswa yang dipengaruhi

oleh beberapa faktor, perlu untuk ditindak lanjuti sebelum motivasi belajar

dalam diri siswa mempengaruhi hal yang lainnya, seperti hasil belajar.

Hasil belajar dengan motivasi belajar memiliki hubungan yang erat,

semakin besar motivasi belajar siswa maka semakin tinggi juga hasil
16

belajar yang akan diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin kecil motivasi

belajarnya maka semakin rendah hasil belajar yang akan diperolehnya.

3. Hasil Belajar (Kognitif)

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran

Gagne dalam Suprijono (2009) hasil belajar berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengertian dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut

tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun

penerapan aturan.

2) Keterampilan intelektual yaitu keampuan mempresentasikan konsep

dan lambang. Juga merupakan kemampuan melakukan aktivitas

kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri.

4) Kemampuan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme

gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut.


17

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan

hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2009). Atau

hasil belajar dalam proses kegiatan pembelajaran dapat diartikan sebagai

skor yang diperoleh siswa setelah mengerjakan soal tes yang disusun oleh

guru dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi, untuk mengetahui tingkat

pencapaian keberhasilan belajar melalui hasil belajar, maka instrumen

yang digunakan berupa tes-tes tertentu baik dengan soal-soal maupun

pengamatan secara langsung melalui tingkah laku siswa. Membahas

tentang hasil belajar, tidak terlepas dari alat (instrumen) yang akan

digunakan dalam mengukur hasil belajar itu sendiri.

Mengukur hasil belajar siswa sering disebut sebagai istilah

evaluasi atau penilaian hasil belajar siswa. Evaluasi berarti menilai (tetapi

dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Seseorang (guru) tidak

dapat mengadakan penilaian sebelum melakukan pengukuran. Mengukur

adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat

kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu

dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Mengadakan

evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yaitu mengukur dan menilai

(Arikunto, 2012).

Ada beberapa aspek yang menjadi poin utama dalam melakukan

proses evaluasi hasil belajar siswa. Hasil belajar dalam pendidikan ada 3

macam aspek/ranah yang dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom.

Ketiga ranah atau domain tersebut, yaitu:


18

a. Ranah kognitif (cognitive domain)

b. Ranah afektif (affective domain)

c. Ranah psikomotor (psychomotor domain)

Adapun hasil belajar kognitif menurut Taksonomi Bloom, meliputi:

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis

(C5), dan evaluasi (C6). Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, emosi,

sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. Ranah

afektif dengan sikap (attitude), apresiasi (appreciation), dan motivasi

(motivation) siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Ranah psikomotor

tampak dalam bentuk keterampilan manual fisik (skills) dan kemampuan

bertindak individu (Bloom, 1979 dalam Sasmita 2012).

Pembagian ranah kognitif dari hasil belajar siswa menurut

Taksonomi Bloom dipaparkan sebagai berikut:

1) Mengenal (recognition), pengenalan siswa diminta untuk memilih

satu dari dua atau lebih jawaban. Berbeda dengan mengenal, maka

dalam mengingat kembali (recall) ini siswa diminta untuk mengingat

kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.

2) Pemahaman (comprehension)

Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia

memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau

konsep.
19

3) Penerapan atau aplikasi (application)

Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki

kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu

(konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk

diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

4) Analisis (analysis)

Tugas analisis ini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan

atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar.

5) Sintesis (synthesis)

Apabila penyusunan soal tes bermaksud meminta siswa melakukan

sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa

sehingga meminta siswa untuk menggabungkan atau menyusun

kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat

mengembangkan suatu struktur baru atau siswa diminta untuk

melakukan generalisasi.

6) Evaluasi (evaluation)

Apabila penyusun soal bermaksud untuk mengetahui sejauh mana

siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah

dimiliki untuk menilai sesuatu kasus yang diajukan oleh penyusun

soal (Arikunto, 2012).

Anderson dan Krathwohl (2001) melakukan revisi pada Taksonomi

Bloom ranah kognitif tersebut, yaitu mengingat (remember),

memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis


20

(analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).Perubahan

pengetahuandalam taksonomi Bloom menjadi dimensi tersendiri yaitu

dimensi pengetahuandalam taksonomi revisi. Pengetahuan tetap

dipertahankan dalam taksonomi revisi, akan tetapi berubah menjadi

dimensi tersendiri karena diasumsikan bahwa setiap kategori-kategori

dalam taksonomi membutuhkan pengetahuan sebagai suatu hal yang harus

dipelajari oleh siswa. Taksonomi revisi memiliki dua dimensi yaitu

dimensi pengetahuan dan dimensi kognitif proses.

B. Penelitian yang Relevan

1. Muldayanti (2013) dengan judul “Pembelajaran Biologi Model STAD dan

TGT ditinjau dari Keingintahuan dan Minat Belajar Siswa”,

menyimpulkan bahwa pembelajaran biologi pada materi sistem

pencernaan makanan model TGT lebih efektif dibandingkan dengan

model STAD karena dengan metode TGT siswa cenderung lebih aktif dan

lebih terarah, siswa terdorong untuk berpikir secara bebas dan terbuka

sehingga akan memberikan kepuasan pada dirinya sendiri, siswa

terdorong untuk berpikir dan bekerja atas prakarsa sendiri. Sedangkan

pada model STAD siswa yang pandai lebih aktif, hal ini karena masih

jarang digunakan sehingga perlu bimbingan dalam proses-proses model

STAD.

2. Khudori, dkk. (2012) dengan judul “Pembelajaran IPA dengan Metode

TGT Menggunakan Media Games Ular Tangga dan Puzzleditinjau dari

Gaya Belajar dan Kreativitas Siswa (Studi Kasus Siswa Kelas VIII SMP
21

Negeri 7 Purworejo pada Materi Bahan Kimia dalam Kehidupan Tahun

Pelajaran 2011/2012)”, menyimpulkan bahwa: (1) Tidak ada perbedaan

prestasi belajar siswa melalui pembelajaran dengan metode TGT antara

yang menggunakan media ular tangga dan Puzzle. (2) Tidak ada

perbedaan prestasi belajar siswa yang memiliki gaya belajar visual dan

kinestetik. (3) Ada perbedaan prestasi belajar siswa yang memiliki

kreativitas tinggi dan rendah. (4) Tidak ada interaksi antara pembelajaran

dengan metode TGT menggunakan media ular tangga dan Puzzle dengan

gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. (5) Ada interaksi antara

pembelajaran dengan metode TGT menggunakan media ular tangga dan

Puzzle dengan kreativitas terhadap prestasi belajar siswa. (6) Ada

interaksi antara gaya belajar dan kreativitas terhadap prestasi belajar

siswa. (7) Ada interaksi antara pembelajaran dengan metode TGT

menggunakan media ular tangga dan Puzzle, gaya belajar dan kreativitas

terhadap prestasi belajar siswa.

3. Setiawati, dkk. (2013) dengan judul “Pengaruh Metode Pembelajaran

Teams Games Tournament dipadu Metode Brainstorming Terhadap

motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 4

Malang”, menyimpulkan bahwa ada pengaruh metode pembelajaran Team

Games Tournament dipadu metode Brainstorming terhadap motivasi dan

hasil belajar siswa pada KD sistem regulasi, meskipun hasil belajar afektif

kedua kelas tidak berbeda signifikan.


22

4. Indahwati, dkk. (2012) dengan judul “Penerapan Model Inquiry Training

Melalui Teknik Peta Konsep dan Teknik Puzzle ditinjau dari Tingkat

Keberagaman Aktivitas Belajar dan Kemampuan Memori”,

menyimpulkan bahwa: 1) tidak terdapat pengaruh model pembelajaran

inquiry training melalui teknik puzzle terhadap prestasi belajar. 2)

terdapat pengaruh antara keberagaman aktivitas belajar terhadap prestasi

belajar. 3) tidak terdapat pengaruh antara keberagaman kemampuan

memori terhadap prestasi belajar. 4) tidak terdapat interaksi antara model

pembelajaran inquiry training melalui teknik peta konsep dan teknik

puzzle dengan keberagaman aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. 5)

tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran inquiry training

melalui teknik peta konsep dan teknik puzzle dengan keberagaman

kemampuan memori terhadap prestasi belajar. 6) tidak terdapat interaksi

antara keberagaman aktivitas belajar dengan keberagaman kemampuan

memori terhadap prestasi belajar. 7) terdapat interaksi antara model

pembelajaran inquiry training melalui teknik peta konsep dan teknik

puzzle dengan keberagaman aktivitas belajar dan keberagaman

kemampuan memori terhadap prestasi belajar.

5. Rahayu dan Anif (2013) dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar

Biologi Melalui Pembelajaran Spelling puzzle dan Crossword puzzle kelas

VII SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun Ajaran 2012/2013”,

menyimpulkan bahwa ada perbedaan penggunaan pembelajaran Spelling

Puzzle, Crossword Puzzle dan Konvensional di SMPN 2 Gondang Sragen.


23

Pembelajaran yang berbeda terlihat dari hasil belajar biologi aspek

kognitif dan afektif. Pembelajaran menggunakan Spelling Puzzle lebih

tinggi hasil belajarnya daripada Crossword Puzzle dan konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Tantangan menjadi seorang pendidik (guru) adalah bagaimana guru

bisa mengarahkan pola pikir, juga perilaku siswa yang diketahui sangat

bervariasi dalam mengarahkannya dengan cara yang tepat. Membutuhkan

kesabaran dalam membimbing untuk memahami keinginan belajar siswa.

Misalnya, dalam proses pembelajaran dikelas, siswa seringkali merasa bosan

bahkan mengantuk dengan cara guru mengajar yang terlalu serius. Maka perlu

teknik yang mungkin terkesan unik dan menyenangkan guna mengatasi

masalah tersebut, seperti mengadakan permainan dalam pembelajaran. Jadi,

guru memilih model atau metode belajar yang memiliki kaitan tentang cara

belajar sambil bermain.

Model pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran kooperatif

tipe Team Games Tournament (TGT). Model pembelajaran ini mengandung

unsur permainan dalam penerapannya. Siswa akan dilatih bekerjasama dan

berkompetisi secara sehat lewat turnamen-turnamen pada setiap akhir minggu

pembelajaran. Belajar sambil bermain akan memudahkan siswa dalam

memahami pelajaran, baik itu pelajaran yang mudah maupun sulit. Terkadang

pelajaran itu mudah, akan tetapi jika siasat belajar yang diterapkan kurang

tepat, maka siswa juga akan merasa bosan dan tidak bersemangat dalam

mengikuti pembelajaran. Pada akhirnya, siswa tidak mengerti dengan apa


24

yang dijelaskan oleh guru dan berdampak pada hasil belajar yang kurang

maksimal. Oleh sebab itu, guru harus menggunakan teknik belajar yang tepat.

Menggunakan model TGT dalam pelaksanaannya dapat dipadukan

dengan teknik-teknik belajar yang bernuansa permainan, seperti dalam

rencana penelitian ini digunakan teknik puzzle. Puzzle adalah salah satu game

yang melatih anak-anak untuk terus mencoba dan memunculkan rasa

penasaran, sehingga kognitif siswa bisa diasah lewat permainan ini. Jadi,

teknik ini akan digunakan pada tahap permainan (games) dalam pembelajaran

kooperatif tipe TGT.

Melalui kombinasi pembelajaran TGT dengan teknik puzzle,

diharapkan dapat melatih siswa berpikir logis dan sistematis supaya apa yang

dipikirkan, juga yang dilakukan dapat terstruktur dalam sistem pembelajaran

yang tepat guna dengan pembelajaran yang menyenangkan, hanya perlu

dimodif dengan cara yang lebih kreatif.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian relevan yang telah dipelajari, maka

hipotesis yang diajukan yaitu:

1. Ada Pengaruh Model Pembelajaran Tipe TGT dengan Teknik Puzzle

Terhadap Peningkatan Motivasi Siswa Kelas VII MTs. Nujumul Huda

Lembar Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Ada Pengaruh Model Pembelajaran Tipe TGT dengan Teknik Puzzle

Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VII MTs.

Nujumul Huda Lembar Tahun Pelajaran 2013/2014.


25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksperimental

semu (quasi-experimental research). Penelitian ini bertujuan memperoleh

informasi yang akan menjadi bahan perkiraan bagi peneliti dalam mengetahui

dan mempelajari hasil penelitian yang diperoleh. Hasil penelitian melalui

eksperimen ini berupa data motivasi dan hasil belajar kognitif siswa yang

menjadi variabel dalam menentukan parameter yang akan diukur. Variabel

tersebut ditentukan, karena peneliti tidak memungkinkan untuk mengontrol

dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah penelitian

kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif mempergunakan data yang

dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis, diolah secara

rasional dengan menggunakan pola berpikir tertentu menurut hukum logika.

Dalam hal ini berupa penjelasan atau deskripsi tentang hasil penelitian.

Sedangkan penelitian kuantitatif dipergunakan data berupa angka dengan

berbagai klasifikasi, antara lain berbentuk nilai rata-rata, persentase, nilai

maksimum, dan lain-lain. Jadi, dalam penelitian ini perhitungan skor motivasi

siswa dan uji hipotesis dengan menggunakan statistik yang sesuai dengan

sifat dan jenis data.

25
26

C. Rancangan Penelitian

Pada penelitian yang dilakukan ini, terdapat dua kelas sebagai sampel.

Kelas VIIA sebagai subyek eksperimen dan kelas VIIB sebagai subyek kontrol.

Pada kelas eksperimen digunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

dengan teknik puzzle. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode

ceramah/konvensional.

Rancangan penelitian ini menggunakan pre-test post-test control

group design, meskipun dalam penelitian ini terdapat kelas kontrol akan

tetapi tidak sepenuhnya berfungsi mengontrol variabel-variabel lain yang

dapat mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Jenis variabel penelitian yang

akan diukur adalah motivasi dan hasil belajar kognitif siswa. Untuk mengukur

variabel, sebelum dimulai perlakuan kedua kelas diberi tes awal (pre-test)

guna mengukur kondisi awal (Y1) dengan model soal pilihan ganda.

Sementara itu, pada kelas eksperimen diberi perlakuan (X) dan pada kelas

kontrol tidak diberikan perlakuan (X).

Tabel 3.1 Perlakuan terhadap kelompok eksperimen dan kelompok


kontol

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test


A Y1 X Y2
B Y3 - Y4
Keterangan:
A = kelas eksperimen
B = kelas kontol
X = perlakuan eksperimen
YI = pre-test kelas eksperimen
Y2 = post-test kelas eksperimen
Y3 = pre-test kelas kontrol
Y4 = post-test kelas kontrol
27

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII A dan

B MTs. Nujumul Huda Lembar.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dari kedua kelas VII tersebut,

sehingga teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh. Alasan

mengambil teknik ini adalah sesuai dengan pengertiannya yaitu sampling

jenuh merupakan teknik penentuan sample bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sample. Oleh karena itu, ditentukan subyek VIIA

sebagai kelas eksperimen dan subyek VIIB sebagai kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Angket/kuesioner

Kuesioner (questionnaire) atau angket yang digunakan pada

penelitian ini berupa angket dengan skala likert. Berikut ini contoh

penggunaan skala likert dalam lembar angket.

Tabel 3.2 Pilihan Pernyataan dan Penskoran Quesioner pada Skala


Likert

Pernyataan Kode Positif Negatif


Sangat Setuju SS 5 1
Setuju S 4 2
Kurang Setuju KS 3 3
Tidak Setuju TS 2 4
Sangat Tidak Setuju STS 1 5
(Dikembangkan Iskandar, 2008 dalam Musfiqon, 2012)
28

2. Tes hasil belajar

Tes yang digunakan pada penelitian ini untuk mengukur tingkat

kognitif siswa adalah tes soal pilihan ganda dan uraian yang digunakan

pada saat siswa belajar kelompok (LKS). Soal-soal yang digunakan

sebagian dibuat sendiri dan sebagiannya lagi diambil dari buku paket

(lampiran 8). Instrumen yang baik digunakan dalam suatu penelitian

adalah yang telah dinyatakan kevalidan dan kereliabilitasannya. Instrumen

dapat dibuat sendiri oleh peneliti atau mengambil dari sumber yang

menyatakan bahwa instrumen tersebut valid dan reliabel.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berupa teknik Quesioner untuk mengetahui

tingkat motivasi siswa. Siswa diberikan beberapa pernyataan (positif dan

negatif) terkait dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan, kemudian

siswa diminta untuk memilih salah satu dari pernyataan tersebut yang sesuai

dengan tanggapan siswa terhadap hasil pembelajaran. Tiap pernyataan

masing-masing memiliki skor (penentuan skor dapat dilihat pada tabel 3.2).

Berikut kriteria dalam menentukan tingkat motivasi siswa.

Tabel 3.3 Rentang Persentase dalam Menentukan Kriteria Motivasi


Siswa

No. Interval Kriteria


1 81% - 100% Sangat termotivasi
2 61% - 80% Termotivasi
3 41% - 60% Cukup termotivasi
4 21% - 40% Kurang termotivasi
5 0 – 20% Tidak termotivasi
(Purwanto, 2009 dalam Fitriani 2012)
29

Skor dapat dihitung melalui persentase:

R
NP = x 100%
SM

Keterangan:

NP = Nilai persen yang dicari


R = Skor mentah yang diperoleh
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

(Purwanto, 2009 dalam Fitriani 2012)

Sementara itu, data hasil belajar (kognitif) siswa dikumpulkan melalui nilai

yang diperoleh siswa, baik sebelum melakukan pembelajaran (pre-test)

maupun setelah melakukan pembelajaran (post-test).

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini, akan dilakukan dengan

beberapa uji, yaitu sebagai berikut:

1. Uji Homogenitas (Uji-F)

Tujuan dilakukan uji homogenitas adalah untuk mengetahui

apakah pasangan yang akan diuji (kelas VIIA dan VIIB) perbedaannya

memiliki varians homogen atau heterogen yang lebih lanjut digunakan

sebagai dasar dalam menentukan jenis uji t yang akan digunakan untuk

uji hipotesis. Uji homogenitas dicari dengan menggunakan rumus uji F

yaitu:

varians terbesar
F=
varians terkecil
30

Varians masing-masing kelas diperoleh dengan rumus:

− 2
2∑ ( X− X )
S=
n−1

Keterangan:

F = indeks homogenitas yang dicari


S2 = varians
X = nilai siswa

X = nilai rata-rata kelas
n = jumlah sampel

Data dikatakan homogen jika F hitung <F tabel pada taraf signifikan

5%, dengan F tabel =F 0,05 (v1V2). Dimana v1 menyatakan derajat kebebasan

pembilang dan v2 menyatakan derajat kebebasan penyebut, serta v= n-1

(Sugiyono, 2013).

2. Uji Beda (Uji-t)

Untuk melihat pengaruh perlakuan atau untuk membuktikan

hipotesis yang diajukan, maka data tersebut diolah dengan menggunakan

rumus uji-t (uji beda) pada uji dua pihak dengan taraf signifikan 5%.

Terdapat dua alternatif rumus uji-t yang akan digunakan dalam menguji

hipotesis, yaitu Separated Varians dan Polled Varians.

Rumus Separated Varians:

X 1 −X 2
t=

√( S 21
n1
+
S22
n2 )
31

Rumus Polled Varians:

X 1 −X 2
t=


2 2
( n1 −1 ) S1 + ( n2 −1 ) S 2
n1 +n2 −2 ( 1 1
+
n1 n2 )

Keterangan:

X1 = rata-rata sampel 1
X2 = rata-rata sampel 2
S 21 = varians sampel 1
2
S2 = varians sampel 2
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2

(Sugiyono, 2013)

Setelah uji hipotesis dilakukan, maka terlebih dahulu hipotesis

penelitian dinyatakan dalam analisis statistik yaitu:

Ho : Tidak ada pengaruh model pembelajaran tipe TGT dengan teknik

puzzle

Ha : Ada pengaruh model pembelajaran tipe TGT dengan teknik puzzle

Kriteria pengujian jika thitung < ttabel dengan taraf signifikan 5% maka

Ho diterima, untuk thitung> ttabel maka Ho ditolak. Nilai t dapat diperoleh dari

tabel distributif (Sugiyono, 2013).


32

Kriteria pengujian hipotesis alternatif diterima jika t hitung> t tabel.

Penggunaan rumus uji-t yang akan digunakan didasarkan pada pedoman

sebagai berikut:

1) Bila jumlah anggota sampel n1 = n2 dan varians homogen maka dapat

digunakan rumus Separated Varians atau Polled Varians. Untuk

melihat harga ttabel digunakan dk = n1+n2-2;

2) Bila n1≠n2 dan varians homogen maka dapat digunakan rumus Polled

Varians. Untuk melihat harga ttabel digunakan dk = n1+n2-2;

3) Bila n1 = n2 dan varians tidak homogen maka dapat menggunakan

rumus Separated Varians atau Polled Varians dengan dk = n1-1 atau

dk = n2-1;

4) Bila n1≠n2 dan varians tidak homogen maka digunakan rumus

Separated Varians, harga t sebagai pengganti ttabel dihitung dari selisih

harga ttabel dengan dk (n1-1) dan dk (n2-1) dibagi dua dan ditambahkan

dengan harga t yang kecil.

Pengujian hipotesis akan dilakukan setelah melakukan penelitian

menggunakan rumus yang sesuai dengan data yang telah diperoleh,

berupa data motivasi dan hasil belajar siswa. Kedua variabel inilah yang

akan menjadi tolak ukur uji t dalam hipotesis penelitian.

Anda mungkin juga menyukai