Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MOBILITAS
SOSIAL

Kelompok
1. Maida
2. Nilam
3. Risa
4. Cahaya Prima

SMP NEGERI 2 Kikim Timur


Tahun Pelajaran
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang
lebih tinggi daripada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti
menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan.
Keinginan-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai
kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari
seorang anak, maka ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai
konotasi pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-
impian, dan cita-cita itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang.
Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena keinginan untuk
pencapaian status sosial maupun penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut merupakan
pendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial demi tercapainya kesejahteraan
hidup. Namun pada kenyataannya mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya
bersifat naik ke tingkat yang lebih tinggi, akan tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa
direncanakan.

B. Rumusan Masalah

Secara garis besar permasalahan yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian mobilitas sosial?
2. Apa penyebab mobilitas sosial?
3. Apa manfaat mobilitas sosial?
4. Bagaimana dampak mobilitas sosial?
5. Bagaimana cara mengatasi mobilitas sosial?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mobilitas Sosial


Secara etimologis, kata mobilitas merupakan terjemahan dari kata mobility yang
berkata dasar mobile. Kata mobile berarti aktif, giat, gesit, sehingga mobility adalah gerakan.
Secara harfiah, mobilitas sosial berarti gerakan dalam masyarakat. Mobilitas sosial adalah
suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi
suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam
kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih
memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup
kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Contohnya, masyarakat feodal atau pada
masyarakat yang menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila
seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta
yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia
memiliki kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah
keturunan. Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang
lebih tinggi.
Apabila seorang guru kemudian pindah dan beralih pekerjaan menjadi pemilik toko
buku, dia melakukan gerak sosial. Juga apabila seseorang yang semula mendapat gaji bulanan
sebesar Rp 250.000,00 kemudian pindah pekerjaan karena tawaran dengan gaji yang lebih
tinggi. Proses tadi tidak saja terbatas pada individu-individu saja, tetapi mungkin juga pada
kelompok-kelompok sosial. Misalnya, suatu golongan minoritas dalam masyarakat
berasimilasi dengan golongan mayoritas.

B. Penyebab Mobilitas Sosial


Mobilitas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di antaranya disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Perubahan Kondisi Sosial
Struktur kelas dan kasta dalam masyarakat dapat berubah dengan sendirinya karena
adanya perubahan dari dalam maupun luar masyarakat. Kemajuan teknologi misalnya, dapat
membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas dan perubahan ideologi juga dapat
menimbulkan stratifikasi baru.
2. Ras atau Kesukuan
Tingkat diskriminasi tertentu terhadap anggota-anggota ras dan kelompok-kelompok
suku tertentu tidak dapat dimungkiri masih terjadi dalam dunia bisnis, industri,
bahkan pendidikan. Latar belakang ras dan suku bisa saja menjadi faktor-faktor penting yang
mempengaruhi kemungkinan maupun peluang seseorang untuk melakukan mobilitas vertikal
(ke atas).
3. Ekspansi Teritorial dan Gerak Populasi
Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat, misalnya perkembangan
kota, transmigrasi, membuktikan ciri fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial.
4. Komunikasi yang Bebas
Komunikasi yang bebas serta efektif akan memudarkan semua batasan dari strata sosial
yang ada dan merangsang mobilitas sosial sekaligus menerobos rintangan yang menghadang.
5. Pendidikan
Dalam kaitannya dengan mobilitas vertikal, fungsi pokok pendidikan formal adalah
membekali individu dengan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk memasuki
pasaran kerja. Tingkat pendidikan yang memadai akan menempatkan seseorang pada posisi
menguntungkan jika harus bersaing dengan orang lain untuk suatu jabatan tertentu. Jenis-
jenis pekerjaan yang menuntut tingkat pendidikan tinggi pada umumnya memberikan gaji
yang memuaskan.
6. Pembagian Kerja
Terbukanya kemungkinan bagi mobilitas sosial dalam masyarakat lebih dipengaruhi
oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja sangat tinggi dan lebih
dikhususkan, mobilitas sosial akan sulit. Ini karena spesialisasi kerja menuntut keterampilan
khusus.

C. Manfaat Mobilitas Sosial


Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya
kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan
bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar
dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah
yang lebih baik. Contoh: Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat
agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh
sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam
bidang pendidikan.

D. Dampak Mobilitas Sosial


1. Dampak Mobilitas Vertikal
Mobilitas vertikal menurun dapat menyebabkan stres dan gangguan mental yang serius.
Tingkat bunuh diri yang dilalukan oleh orang yang mengalami mobilitas vertikal turun
dibandingkan mereka yang mengalami mobilitas vertikal naik. Mobilitas vertikal naik
menyebabkan stres dan gangguan mental, serta efek-efek yang tidak diinginkan lainnya.
Orang yang sangat “mobile”, yaitu mereka yang mengalami mobilitas vertikal naik melewati
dua level strata atau lebih, menunjukkan tingkat kecemasan lebih tinggi daripada mereka
yang meningkat secara perlahan.
Orang-orang yang mengalami mobilitas vertikal naik/turun menghadapi masalah dalam
berelasi dengan orang lain masyarakat tertutup ternyata mempunyai masalah sosial yang
lebih berat. Status sosial dalam masyarakat sosial tertutup biasanya diperoleh dari keturunan.
Ayah dan ibu dengan bakat yang luar biasa mungkin memiliki keturunan dengan bakat yang
biasa-biasa saja/ tidak memiliki bakat sama sekali, sebagai contoh raja dengan kemampuan
yang luar biasa bisa membawa kerajaan ke masa kejayaan, tetapi keturunannya yang
menggantikan posisinya belum tentu memiliki kemampuan yang sama, akibatnya kerajaan itu
mengalami kemunduran lalu hilang digantikan oleh kerajaan lain.
Karena itu, pada masyarakat maju selalu terbuka jalan untuk pengambilalihan posisi
penting dari mereka yang lahir dalam kelas sosial atas, namun tanpa kemampuan memadai,
lalu diambil alih oleh individu-individu yang cakap dari kelas sosial yang lebih rendah.
Masyarakat tertutup tidak memiliki kesempatan seperti ini, mereka lebih cenderung
sewenang-wenang memperlakukan sumber daya manusia.
2. Dampak Mobilitas Geografis
Mobilitas penduduk/geografis membawa dampak bagi daerah baru tempat penduduk
tersebut bermukim dan bagi daerah asalnya. Urbanisasi besar-besaran, terutama ke kota-kota
besar, dapat menimbulkan beragam masalah sosial. Tingkat urbanisasi yang tinggi membawa
masalah kependudukan, baik bagi daerah asal/daerah tujuan. Di kota-kota yang menjadi
tujuan urbanisasi terjadi ledakan jumlah penduduk, yang dapat menimbulkan
masalah kemiskinan, permukiman kumuh, kesehatan, keamanan, tata kota yang semrawut,
kebersihan, dan lain-lain. Sementara itu, daerah asal bisa saja kekurangan sumber daya
manusia untuk mengelola sumber daya alamnya. Proses transmigrasi dalam banyak hal
memang telah berhasil mengatasi masalah konsentrasi kepadatan penduduk,
masalah pengangguran, dan perbaikan kesejahteraan, namun di beberapa tempat timbul
masalah yang berkaitan dengan hubungan antara pendatang dan penduduk setempat yang
akan menimbulkan konflik antara penduduk pendatang dan penduduk setempat.
Orang kaya misalnya, mereka termasuk lapisan sosial atas, namun tiba-tiba bangkrut
dan jatuh miskin, sehingga mereka takut dengan status sosialnya yang baru yaitu sebagai
anggota kelas sosial bawah, karena mereka harus beradaptasi dengan gaya hidup kelas sosial
bawah. Setelah terbiasa dengan gaya hidup kelas sosial yang baru, orang-orang yang beralih
kelas sosial (mengalami mobilitas sosial) mulai merasa aman dan berakhir konflik batinnya.
Bersamaan dengan pembiasaan itu ia mulai membangun pola-pola relasi baru untuk
mengakhiri beragam konflik dengan pihak lain akibat mobilitas yang dialami.
Konflik-konflik dengan pihak-pihak lain, baik itu konflik antar individu, konflik antar
kelompok, konflik antar kelas, maupun konflik antar generasi bisa mereda bila pihak-pihak
yang berkonflik menyesuaikan diri pada suatu keadaan yang memungkinkannya bekerja
sama. Penyesuaian ini dinamakan akomodasi. Akomodasi adalah usaha manusia untuk
meredakan suatu pertikaian atau konflik dalam rangka mencapai kestabilan. Pihak yang
berkonflik saling menyesuaikan diri, sehingga tercipta kerja sama.

E. Mengatasi Mobilitas Sosial


Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan Standar Hidup
Kenaikan penghasilan tidak menaikkan status secara otomatis, melainkan akan
merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan memengaruhi peningkatan
status.
Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan
kenaikan pangkat menjadi manajer, sehingga tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di
masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak mengubah standar hidupnya, misalnya
jika dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai
rendahan.
2. Perkawinan
Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan melalui
perkawinan.
Contoh: Seseorang wanita yang berasal dari keluarga sangat sederhana menikah
dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di masyarakatnya. Perkawinan ini dapat
menaikkan status si wanita tersebut.
3. Perubahan Tempat Tinggal
Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari
tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Atau dengan cara merekonstruksi
tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan mewah. Secara otomatis,
seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah akan disebut sebagai orang kaya oleh
masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas.
4. Perubahan Tingkah Laku
Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan status
sosialnya dan mempraktikkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang
diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan,
minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengaitkan diri dengan kelas yang
diinginkannya.
Contoh: agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan
lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan
kelompoknya, dia berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah asing.
5. Perubahan Nama
Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu.
Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial
yang lebih tinggi.
Contoh: Di kalangan masyarakat feodal Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai
orang kebanyakan mendapat sebutan “kang” di depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai
pengawas pamong praja sebutan dan namanya berubah sesuai dengan kedudukannya yang
baru seperti “Raden”.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan
antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan
untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan
untuk pindah strata lebih sulit.
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya
kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan
bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat
perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.

B. Saran
Sebagai manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran sosial, namun sebagai
manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan menyadari mobilitas sosial atau gerakan
sosial ini tidak terjadi begitu saja dengan sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi
tergantung bagaimana diri kita sendiri menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut
prestasi kita masing-masing sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya jika
memang menginginkan mobilitas naik kita juga tidak boleh duduk diam dalam struktur sosial
tetapi kita harus terbuka dan positif terhadap perubahan positif yang ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

H.D., Hj. Safarina. 2011. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M. Hernki, James. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sulistyowati, Budi. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syani, Abdul. 2007. Sosologi, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai