Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENELITIAN

TAFSIR EMANSIPATORIS PENDIDIKAN ANAK MENURUT


BUYA HAMKA

OLEH:
Hasan Baharun, Haslinda

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON PROBOLINGGO

2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah merupakan kata yang paling indah dan pantas kita

ucapkan kehadirat Allah SWT. Sungguh agung nikmat-Nya dan sungguh luas

rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Akhir yang berjudul

“NALAR TAFSIR EMANSIPATORIS PENDIDIKAN ANAK MENURUT

BUYA HAMKA” dapat berjalan dengan lancar dan tanpa kendala yang berarti.

Tidak lupa Saya memohon Do’a agar senantiasa Shalawat serta Salam tetap

terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sang pemimpin sejati

yang telah memperjuangkan dan membimbing umat manusia ke jalan yang

diridhoi Allah Swt.

Tugas Akhir ini ditulis dalam rangka memperoleh gelar Starata S1

Pendidikan (S.A.G) pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam

Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis menyadari bahwa Tugas

Akhir ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, izinkanlah penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih kepada

Bapak dan Ibu:

1. KH. Zuhri Zaini, BA Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton

Probolinggo, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis

2. KH. Hamid Wahid, MA Rektor Universitas Nurul Jadid Paiton

Probolinggo, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

3. Dr. H. Hasan Baharun, M.Pd selaku Dekan Fakultas Agama Islam

Universitas Nurul Jadid.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG...............................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................10

C. KAJIAN PUSTAKA............................................................................11

D. MANFAAT PENELITIAN....................................................................11

BAB II..................................................................................................................12

KAJIAN PUSTAKA............................................................................................12

BAB III...............................................................................................................35

PENELITIAN.....................................................................................................35

BAB IV.................................................................................................................38

HASIL PENELITIAN.........................................................................................38

BAB V....................................................................................................................52

PENUTUP.............................................................................................................52

A. KESIMPULAN................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu penopang sebuah negara,

ia memiliki peranan penting dalam upaya pencapaian kemajuan

bangsa (Falah, 2018b). Pendidikan anak memiliki peran penting

pada era sekarang ini. Karena sebagian dari masyarakat adalah

remaja sebagai individu yang pada prinsipnya memiliki akal yang

sehat yang dapat dan harus dimanfaatkan untuk mencari ilmu

pengetahuan (Falah, 2018a). Potensi tersebut memberi

kemungkinan kepada remaja untuk mengembangkan

kepribadiannya. Pengembangan akal pikiran yang sehat

dilatarbelakangi oleh kesadaran berfikir yang dimiliki oleh remaja.

Permasalahan dalam pendidikan sudah terjadi pada

seluruh lapisan masyarakat terutama pada kalangan anak-

anak. Pendidikan sudah terlupakan dalam kalangan remaja karena

sebagian besar dari mereka sudah banyak terpengaruh oleh

budaya barat yang sudah menjamur dan tersebar melalui

media elektronik seperti televisi, internet dan lain sebagainy.

Pola kehidupan bebas yang melanda sebagian besar remaja.

Penggunaan narkoba yang ternyata tidak hanya melanda kalangan

remaja di sekolah-sekolah, namun juga justru sebagian kasus

penggunaan narkoba dapat kita temukan dikalangan birokrat atau

1
wakil rakyat (Rivaldi abdul, 2020). Begitu juga dengan pesatnya

perkembangan teknologi sebagai pertanda arus globalisasi,

menjadikan kebanyakan orangtua was-was terhadap

perkembangan anaknya. Khawatir anaknya terseret dalam

degradasi moral maka orangtua harus benar dalam menentukan

kebijakan pendidikan dalam keluarga (Marlina, 2019). Agar anak

dapat hidup dengan baik sesuai fitrahnya, yaitu harus sesuai

tuntunan Islam (Sholeh, 2019), di mana Al-Qur’an dan sunnah telah

memberikan pencerahan dan perhatian yang sangat besar dalam

pendidikan anak. Dalam mencapai tujuan ini diperlukan

bimbingan yang benar dan tepat serta teladan yang baik bagi

orangtua untuk anak-anaknya.

Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat ini

banyak fenomena yang terjadi di kancah dunia khususnya dalam

bidang pendidikan. Menurut Chandra (2020). Pendidikan

dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok

dalam membentuk generasi mendatang, generasi yang arif,

generasi yang bijak dan generasi yang aktif serta kreatif dalam

segala aspek kehidupan. Pendidikan juga masa depan bangsa

negara ini kelak akan terjaga kelangsungannya sebab dengan

pendidikan akan tertanam nilai-nilai luhur suatu bangsa. Maka

dari itu peranan pendidikan sangatlah penting sehingga umat

manusia sangatlah memperhatikan masalah tersebut.

2
Tafsir emansipatoris dapat membantu kita di dalam

mendiagnosa dan memahami problem sosial kemanusiaan yang

dihadapi umat manusia tersebut. Dalam kasus kegagalan dalam

mendidik anak perlu diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini,

mengingat sudah banyak pencemaran-pencemaran yang

mencoreng nama baik pendidik. Konsep tafsir e mansipatoris

dapat dilihat sebagai alat untuk mempertajam kesadaran nurani

dalam melihat, mempersepsikan dan sekaligus memecahkan

problem-problem sosial kemanusiaan(Mubin, 2019).

Metodologi tafsir model ini, membuka ruang tumbuh dan

berkembangnya model tafsir emansipatoris, suatu model

penafsiran yang oleh Khaled Abou el Fadhl mempunyai “daya

pembebasan” atau kemampuan untuk “membebaskan” secara

metodologis dan praksis.

Beberapa cara perlakuan Buya Hamka dalam mendidik anak

di antaranya Pertama, berikan kepada anak kebebasan berpikir dan

tuntunlah dia di dalam kebebasan. Jangan dipaksakan, anak-anak

menerima pelajaran yang tidak sesuai dengan bakatnya. Kedua

hendaklah diajarkan diri selalu membiasakan pekerjaan santun dan

dermawan sehingga akhirnya menjadi tabiat, mudah

mengerjakannya, dan tidak merasa berat lagi. Hal-hal yang baik

haruslah dibiasakan guru kepada peserta didik. Sedangkan yang

buruk haruslah diusahahkan agar tidak menjadi kebiasaan peserta

3
didik. Diharapkan dengan membiasakan peserta didik melakukan

kebaikan dan menghindari keburukan, akan dapat membentuk

akhlak dalam diri peserta didik. Ketiga memberikan pengajaran

sopan santun hendaklah diukurkan dengan keadaan dan tingkatan

murid dan otaknya. Jangan diberikan saja dengan tidak beraturan

dan tertib. Pikulkan kepada mereka apa yang sanggup mereka

pikul. Keempat, wal mau‟ izhatil hasanah, memberikan peringatan

dengan baik. Buya Hamka berkata, memberikan peringatan atau

pengajaran yang baik terutama ditekankan kepada teguran atas

sesuatu kesalahan. Jika anak salah maka tegurlah dengan cara yang

baik.(Rivaldi abdul, 2020)

Dalam pandangan Al Ghazali anak memiliki fitrah yang

kecenderungannya ke arah baik dan buruk (Chandra, 2020),

sehingga peran lingkungan dalam hal ini pendidikan dari kedua

orangtua sangat dibutuhkan dalam pendidikan anak, dan dapat

tercapainya kebahagiaan akhirat yang bermuara pada kedekatan

dengan Allah SWT yakni hasil budi pekerti yang luhur, namun

tidak melupakan kebahagiaan dunia yang bermuara pada

pengembangan potensi, meliputi potensi jasmani dan rohani

('aqliyah, moral, spiritual dan sosial) (Salim, 2018).

Salah satu fenomena adalah anak sudah mulai membantah

orangtua karna orangtua terlalu memanjakan anak dan orangtua

juga tidak jarang lebih mengutamakan kepentingannya secara

4
pribadi ketimbang kebutuhan anaknya. Meskipun orangtua sudah

memenuhi kebutuhannya secara materi, akan tetapi seorang anak

juga memerlukan perhatian, kasih sayang dan kebersamaan dari

orang tuanya. Tidak hanya itu banyak anak yang putus sekolah, hal

ini merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak

pernah berakhir (Ranti, 2019). Masalah ini tidak hanya karena

kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan

dalam keluarga dan lain-lain (Laras, 2019). Kenakalan remaja pada

saat ini, seperti yang banyak diberitakan di berbagai media, sudah

dikatakan melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak remaja

dan anak dibawah umur sudah mengenal rokok, narkoba, free sex,

tawuran pencurian,dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya

yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat

dan berurusan dengan hukum. Kenakalan remaja menurut

beberapa psikolog, secara sederhana adalah segala perbuatan yang

dilakukan remaja dan melanggar aturan yang berlaku dalam

masyarakat.(Karlina, 2020).

Pada saat orang-orang berlomba untuk mengenyam

pendidikan setinggi mungkin, tetapi di sisi lain ada sebagian

masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan secara layak,

baik dari tingkat dasar maupun sampai ke jenjang yang lebih

tinggi. Selain itu ada juga anggota masyarakat yang sudah dapat

mengenyam pendidikan dasar namun pada akhirnya putus

5
sekolah. Ada banyak faktor yang menyebabkan putus sekolah

seperti keterbatasan dana pendidikan karena kesulitan ekonomi,

kurangnya fasilitas pendidikan dan karena adanya faktor

lingkungan (pergaulan). Khususnya pendidikan formal tidak

semua anak mendapatkan haknya karena kondisi-kondisi yang

memungkinkan orang tuanya tidak dapat memenuhinya.

Kemiskinan karena tingkat pendidikan orang tua rendah

merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan keterlantaran

pemenuhan hak anak dalam bidang pendidikan formal sehingga

anak mengalami putus sekolah.

Permasalahan juga terjadi pada orang tua, dimana orang tua

merupakan pendidikan pertama (Citra, 2021). Keterlibatan orang

tua terhadap pendidikan anak-anak akan menentukan apa yang

akan terjadi pada anak-anak di masa depan (Pratiwi, 2018).

Keterlibatan orang tua didefinisikan sebagai partisipasi orang tua

dalam proses pendidikan dan pengalaman anak-anak mereka. Hal

ini mencakup bagaimana orang tua mendekati anak saat belajar di

rumah, bagaimana mereka mengendalikan anak-anak mereka di

sekolah, atau memutuskan sekolah yang baik untuk anaknya.

Keterlibatan orangtua sangat diperlukan dalam perkembangan

pendidikan anak-anak sejak dini karena kebanyakan waktu

dihabiskan di rumah (Fitri, 2021).

6
Fenomena selanjutnya yang terjadi saat ini banyak anak

memakan waktu dalam bermain internet tanpa ada pengawasan

dari orang tua. pesatnya perkembangan media elektronik seperti

internet, laptop, handphone, televisi, dan sebagainya menjadikan

anak lebih suka untuk bermain game dan menonton film (Jafri,

2018). Membuat anak semakin kecanduan dan ketika orang tua

melarangnya anak mudah membantah orang tua (Mufaro’ah, 2019).

Kondisi ini disebabkan oleh adanya pemahaman dan pendidikan

yang kurang dari orang tua. Kemajuan dan pesatnya teknologi

sekarang ini harusnya dimanfaatkan untuk mempermudah para

orang tua untuk lebih kreatif dalam upaya mendidik anaknya (Sari,

2020)

Salah satu ulama besar mufassir Indonesia yakni Buya

Hamka menurut beliau pendidikan pada institusi formal (sekolah)

tidak bisa dilepaskan dari adanya pendidikan dalam keluarga

(orangtua) (Chaer, 2020). Diperlukan komunikasi intensif antara

sekolah dengan keluarga, antara orangtua anak dengan pendidik,

yang bertujuan mendiskusikan perkembangan dan pertumbuhan

anak. Hamka mengisyaratkan bahwa pencapaian tujuan dalam

pendidikan, tidak hanya menjadi tanggungjawab keluarga, sekolah

tetapi juga peran lembaga non-formal (masyarakat), yang menjadi

faktor pendukung kelestarian dan keberlangsungan nilai pada diri

anak (Chaer, 2020). Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan

7
upaya transformasi informasi (transfer of knowledge) dan proses

pendidikan nilai (transformation of value).

Buya Hamka adalah seorang tafsir emansipatoris yang

muncul sebagai solusi alternatif atas problematika intelektual dan

meruahnya tantangan sosial (Anwar, 2018). Tafsir emansipatoris ini

paradigmanya bukan lagi terpaku pada pembelaan terhadap

Tuhan tetapi yang lebih utama adalah secara praksis membangun

komitmen terhadap berbagai problem sosial kemanusiaan (Mubin,

2019).

Tafsir emansipatoris perlu diterapkan dalam dunia

pendidikan saat ini, mengingat sudah banyak pencemaran-

pencemaran yang mencoreng nama baik pendidik(Patur Alparizi,

2021). Tafsir emansipatoris mempunyai makna sebagai proses

perubahan struktural untuk menghapus eksploitasi manusia

dengan mengembangkan semangat kesederajatan dan keadilan

sosial sebagai titik essensial(Anwar, 2018) .

Penelitian ini di dasarkan atas hasil penelitian dari Endang

Saeful Anwar mengatakan bahwa Corak dan metodologi

penafsiran emansipatoris dalam sejarah pemahaman kandungan al-

Qur'an muncul sebagai solusi alternatif atas problematika

intelektual dan meruahnya tantangan sosial (Anwar, 2018),

penelitian dari Fatkhul Mubin mengatakan bahwa tafsir

emansipatoris memperlakukan teks kitab suci dalam ruang refleksi

8
kritis sekaligus diaplikasikan dalam ranah praksis, bukan hanya

secara moral tetapi juga struktural (Mubin, 2019). penelitian dari

Majidah dan Firmansyah mengatakan bahwa Secara garis besar,

tafsir emansipatoris dapat kita artikan sebagai konsep pemahaman

terhadap Teks (Majidah, 2021) .

Dari penelitian tersebut di atas dapat di pahami bahwa tafsir

emansipatoris berfungsi sebagai mengembangkan potensi serta

keterampilan peserta didiknya dan merupakan wadah dimana

manusia akan dimanusiakan, hal-hal baik akan diajarkan, serta

kebebasan untuk berekspresi diberikan.perangkat dalam

membantu menciptakan masyarakat yang adil, demokratis dan

sejahtera berikrar menghidupkan gerakan sosial yang bergerak

pada problem-problem sosial kemanusiaan. secara integral, tafsir

emansipatoris tidak berhenti pada pembongkaran teks, tetapi teks

dijadikan sebagai sarana pembebasan. Sebab, dominasi realitas

tidak hanya pada wilayah wacana, tetapi juga pada ranah yang

bersifat bersifat riil dan materiil.

Oleh karna itu kebaruan penelitian ini terletak pada

penafsiran Buya Hamka untuk membedah konsepsi pendidikan

anak dengan pendekatan tafsir emansipatoris, di mana peneliti

dalam hal ini ingin memahami tentang bagaimana nalar tafsir

emansipatoris Buya Hamka dalam pendidikan anak dalam qur’an

surah luqman ayat 12-19. Dalam hal ini penelitian ini

9
mengungkapkan tentang masalah kelemahan mengembangkan

potensi keterampilan dalam mendidik anak. Karna pendidikan

sudah terlupakan dalam kalangan remaja sebagian besar dari

mereka sudah banyak terpengaruh oleh budaya barat yang

sudah menjamur dan tersebar melalui media elektronik

seperti televisi, internet dan lain sebagainya.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis

dapat merumuskan masalah penelitian yang perlu diangkat, yaitu :

1. Bagaimana penafsiran Buya Hamka dalam pendidikan anak

dengan pendekatan tafsir emansipatoris?

B. Tujuan Masalah

1. Untuk membedah konsepsi pendidikan anak dengan pendekatan tafsir

emansipatorisManfaat penelitian

Adapun manfaat ini adalah :

1. Secara teoritis

a. penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar

sarjana pendidikan (S.Pd) pada fakultas agama islam program studi

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di UNUJA universitas nurul jadid.

b. Penelitian ini bermanfaat menambah wawasan pengetahuan dan

keilmuan, khususnya dalam ruang lingkup kajian pustaka baik dari

penulis sendiri maupun pembaca sehingga dapat di kembangkan

dalam kehidupan yang lebih baik.

10
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan

refrensi untuk melakukan penelitian yang sejenis.

2. Secara praktis

a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber rujukan atau

pedoman bagi penulis maupun pembaca, khususnya bagi

masyarakat dalam membantu memahami pendidikan anak

dalam tafsir emansipatoris.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

11
Berdasarkan penelahaan terhadap beberapa peneliti terdahulu, penulis

menemukan beberapa penelitian yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan

masalah yang penulis teliti, yaitu:

1. Tafsir Emansipatoris : Pembumian Metodologi Tafsir Pembebasan

Tafsir emansipatoris memperlakukan teks kitab suci dalam ruang refleksi

kritis sekaligus diaplikasikan dalam ranah praksis, bukan hanya secara moral

tetapi juga struktural. Di sini, teks kitab suci digunakan sebagai alat untuk

mempertajam kesadaran nurani dalam melihat, mempersepsikan dan sekaligus

memecahkan problem-problem sosial kemanusiaan. Prinsip interpretasi atas teks

kitab suci, di sini secara linguistik haruslah bersifat komprehensif dan filosofis.

Dan dalam konteks praksis, teks kitab suci secara etik pembebasan harus

terrefleksikan dalam kehidupan umat manusia.

Hasan Hanafi merupakan salah seorang sarjana Muslim kontemporer

yang telah membumikan metodologis tafsir dengan pendekatan ilmu sosial

dengan mengusung “jargon” al-Manhaj al-Ijtima’i fi al-Tafsir(Mubin 2019).

Metodologi tafsir model ini, membuka ruang tumbuh dan berkembangnya model

tafsir emansipatoris, suatu model penafsiran yang oleh Khaled Abou el Fadhl

mempunyai “daya pembebasan” atau kemampuan untuk “membebaskan” secara

metodologis dan praksis. Arkoun menyatakan, prinsip-prinsip model penafsiran

emansipatoris telah dicanangkan oleh Farid Esack dengan hermeneutika

pembebasan dan Amina Wadud dengan hermeneutika keseteraan jender. Dengan

demikian, pemanfaatan ilmu-ilmu sosial

12
membantu penafsir mengurai problem-problem sosial kemanusiaan, tidak dengan

menggunakan model penyelesaian dogmatik kerohanian, melainkan sosio-

kultural.

Tafsir yang memilih lokusnya pada problem kemanusiaan dan praktik

pembebasan inilah yang oleh Masdar F. Mas’udi diistilahkan dengan nalar tafsir

emansipatoris(Mubin 2019). Pilihan terminologi emansipatoris, menurutnya tidak

terlepas dari sejarah teori kritis. Dalam kritisisme ada dua elemen. Pertama,

perhatian realitas material, yaitu sebuah pemikiran yang mempertanyakan ideologi

hegemonik yang bertolak pada kehidupan riil dan material atau mempertanyakan

hegemoni yang bertolak pada realitas empirik. Kedua, visi struktur (relasi- relasi),

baik relasi kekuasaan dalam dunia produktif (majikan-buruh), maupun relasi

hegemonik, dalam hubungan pemberi dan penerima narasi (ulama-umat), maupun

relasi politik (penguasa-rakyat).

Karena mengacu dan bertitik tolak pada realitas permasalahan

kemanusiaan kontemporer, maka tafsir emansipatoris ini berparadigma tidak lagi

terpaku pada pembelaan terhadap Tuhan—karena memang Tuhan tak perlu

pembelaan kita—tetapi yang lebih utama adalah secara praksis membangun

komitmen terhadap berbagai problem sosial kemanusiaan. Komitmen ini

diwujudkan dalam bentuk aksi sosial dalam rangka membangun dan menegakkan

nilai-nilai keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan. Sehingga, gerakannya ke arah

praksis pembebasan manusia; bukan dari kungkungan dogmatisme maupun

ideologi, tetapi dari struktur sosial politik yang menindas, yang dengan transparan

telah memunculkan kemiskinan, kebodohan, marjinalisasi perempuan, dan

problem-problem sosial lain. Tafsir emansipatoris dengan demikian, berikrar

13
menghidupkan elan vital gerakan sosial yang bergerak pada problem-problem

sosial kemanusiaan. Secara integral, tafsir emansipatoris tidak berhenti pada

pembongkaran teks, tetapi teks dijadikan sebagai sarana pembebasan. Sebab,

dominasi realitas tidak hanya pada wilayah wacana, tetapi juga pada ranah yang

bersifat bersifat riil dan materiil.

2. Nalar Tafsir Emansipatoris

Tafsir emansipatoris muncul sebagai solusi alternatif atas problematika

intelektual dan meruahnya tantangan sosial. Wacana dan isu yang menjadi bahan

kajiannya anatara lain modernism, kebebasan, kemiskinan, kebodohan,

ketimpangan jender, politik yang menindas rakyat kecil, korupsi, diskriminasi,

rasisme dan masalah-masalah sosial lainnya. Karena mengacu dan bertitik tolak

pada realitas problem kemanusiaan kontemporer, maka tafsir emansipatoris ini

paradigmanya bukan lagi terpaku pada pembelaan terhadap Tuhan tetapi yang

lebih utama adalah secara praksis membangun komitmen terhadap berbagai

problem sosial kemanusiaan. Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk aksi sosial

dalam rangka membangun dan menegakkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan dan

kemanusiaan. Sehingga, gerakannya ke arah praksis pembebasan manusia bukan

dari kungkungan dogmatisme maupun ideologi, tetapi dari struktur sosial politik

yang menindas, yang dengan transparan telah memunculkan kemiskinan,

kebodohan, marjinalisasi perempuan, dan problem-problem sosial lain. Tafsir

emansipatoris dengan demikian, bertujuan menghidupkan elan vital gerakan sosial

yang bergerak pada problem-problem sosial kemanusiaan. Secara integral, tafsir

emansipatoris tidak berhenti pada pembongkaran teks, tetapi teks dijadikan

14
sebagai sarana pembebasan. Sebab, realitas dominasi tidak hanya pada wilayah

wacana, tetapi juga dominasi bersifat riil dan materiil.

Dan kita sepenuhnya sadar bahwa peran al-Qur’an adalah sinar bagi sistem

kehidupan yang adil, beradab dan berperikemanusiaan. Pada titik inilah agama

melalui penafsiran emansipatoris setidaknya bisa membawa pesan-pesan

transformatif yang akan mengukuhkan kedamaian, keadilan dan kemanusiaan.

Setidaknya harus muncul empat visi utama dalam setiap agama. Pertama, humanis

dengan mengedepankan sisi kemanusiaan dalam melihat setiap persoalan dan

menempatkan manusia sebagai subyek (bukan obyek) dari setiap perubahan.

Kedua, kritis dalam arti dapat menumbuhkan kesadaran kritis terhadap segala

bentuk penyimpangan, penyelewengan dan penindasan. Ketiga, transformatif

dengan meniscayakan langkahlangkah transformatif yang mendorong pada

perubahan sosial, dan keempat, praksis dengan menjadikan agama sebagai

kemanunggalan karsa, kasta dan karya yang merupakan kesatuan berpikir,

berbicara dan berbuat. Maka tafsir emansipatoris, secara konseptual menempatkan

alQur’an dalam ruang sosial di mana penafsir berada, dengan segala problematika

kehidupannya, sehingga sifatnya tidak lagi terkait dengan sosio-kultural kearaban

dan abstrak yang sebagiannya secara tradisional terekam di dalam asbabun al-

nuzul tetapi bersifat spesifik dan praksis yang dikaitkan langsung dengan

problem-problem sosial kemanusiaan yang dihadapi masyarakat, pada saat di

mana proses tafsir tersebut dilakukan.

3. Pendidikan anak perspektif Hamka

15
Hamka berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha strategis dan juga

wasilah

bagi kemajuan bangsa. Tujuan pendidikan menurut Hamka berorientasi pada

kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Senada dengan Ahmad Syamsu Rizal

dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa pendidikan tak hanya membahas

aspek material namun juga mengarah pada pembinaan aspek spiritualitas manusia.

Terkait dengan tujuan pendidikan, pendapat yang diutarakan Hamka di atas

memiliki kesesuaian dengan tujuan pendidikan Islam, yakni pendidikan pada

hakekatnya merupakan upaya kewajiban sebagai hamba Allah, tunduk dan patuh

atas ketentuan- Nya. Terkait dengan pendidikan anak, keluarga menjadi faktor

penting dan utama dalam mempersiapkan anak menjadi pribadi berkarakter.

Orangtua, dalam hal ini keluarga menjadi institusi pendidikan penting dalam

pembentukan kepribadian anak. Keluarga menjadi sarana pembentukan watak,

penanaman dasar beragama, penanaman sifat dan kebiasaan Orangtua yang mula-

mula memberi pendidikan, memberi pengaruh terhadap perkembangannya melalui

kebiasaan-kebiasaan seperti yang dilakukan orang tuanya dahulu.

4. Studi komparasi pendidikan anak dalam islam menurut Buya Hamka dan

Abdullah nashih ulwan.

Komparasi dari Aspek Tujuan Pendidikan Anak Dalam Islam Menurut

pandangan Buya Hamka, tujuan pendidikan anak dalam Islam pada akhirnya

adalah menjadikan anak didik sebagai abdi Allah SWT agar meraih kebahagiaan

dunai akhirat. Sedangkan tujuan pendidikan menurut Abdullah Nashih Ulwan

adalah agar anak memiliki sifat spiritual yang baik dan memiliki ketaatan kepada

Allah SWT. Dengan demikian, keduanya memiliki pandangan yang sama bahwa

16
tujuan pendidikan anak tidak hanya pada aspek kecerdasan intelektual saja, akan

tetapi juga pada aspek kematangan spiritual yang dapat mendekatkan diri kepada

sang pencipta yakni Allah SWT. Sehingga dengan pendidikan tersebut, anak didik

akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pada aspek materi pendidikan anak dalam Islam yang dipaparkan Buya

Hamka dan

Abdullah Nashih Ulwan sama-sama memilik persamaan dan perbedaan. Baik

Buya Hamka maupun Abdullah Nashih Ulwan memandang penting membekali

anak dengan pengetahuan agama, ilmu umum, keterampilan serta kemampuan

bersosialisasi ditengah masyarakat. Materi-materi tersebut tidak hanya untuk

menyiapkan anak didik mantang secara spiritual dan intelektual, tapi juga

diharapkan mampu mencetak anak didik yang siap terjun di tengah masyarakat.

Berbeda Berbeda dengan Buya Hamka, materi pendidikan anak dalam konsep

Abdullah Nashih Ulwan lebih komplit sehingga secara eksplisit juga

membicarakan tentang materi pendidikan seksual. Hal ini bertujuan agar anak

mengerti batasan dalam bergaul dengan lawan jenis serta memiliki bekal keilmuan

dalam mempersiapkan diri membina rumah tangga, sehingga kelak bisa membina

rumah tangga yang baik dan melahirkan generasi yang shalih-shalihah.

5. Konsep Pendidikan Islam dalam Q.S luqman 12-19

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menegaskan bahwa di dalam mencari

intisari Al-Qur’an tidaklah penting bagi kita mengetahui dari mana asal-usul

Luqman. Al-Qur’an pun tidaklah menonjolkan asal-usul. Yang penting adalah

dasar-dasar hikmah yang diwasiatkanya kepada puteranya yang mendapat

kemulian demikian tinggi. Sampai dicatat menjadi ayat-ayat dari al-Qur’an,

17
disebutkan namanya 2 kali, yaitu pada ayat 12 dan 13 dalam surah Luqman, yang

diberi nama dengan nama Luqman. Dari penjelasan terseut dapat dinyatakan

bahwa Luqman adalah seorang ahli hikmah, karena yang diajarkan kepada

anaknya adalah hikmah yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadanya. Banyak

sekali perkataan Luqman yang mengandung hikmah yang sangat berpengaruh dan

tetap relevan dalam kehidupan manusia. Di antara perkataanya itu antara lain:

1) Jika kamu sedang sholat, maka jagalah hatimu, jika kamu sedang makan

maka jagalah tenggorokanmu, jika kamu di rumah orang lain, maka

jagalah pandanganmu, dan jika kamu berada di antara manusia maka

jagalah lisanmu

2) Ingatlah dua hal dan lupkan dua hal: adapun dua hal yang perlu kamu

ingat adalah Allah swt. dan kematian, sedangkan dua hal yang perlu kamu

lupakan adalah kebaikanmu kepada orang lain dan kejelekan orang lain

terhadapmu.

3) Janganlah kamu bersandar dan cinta kepada dunia. Pandanglah dunia

sebagai sebuah jembatan.

4) Janganlah memandangi apa yang ada di tangan orang (milik orang lain)

dan bersikaplah dengan akhlak yang baik terhadap semua orang

5) Kerjakanlah sholat di awal waktu dan tunaikanlah sholat berjamaah walau

berada dalam kondisi tersulit.

6) Berusahalah menghindarkan dirimu dari bakaran api neraka selama

engkau belum yakin akan selamat darinya.

7) Jika engkau mendurhakai Allah, maka carilah tempat sehingga engkau

tidak dilihat oleh Allah dan malaikat-Nya.

18
Ungkapan-ungkapan singkat tersebut di atas mengandung makna dan

hikmah yang sangat mendalam, dan sangat penting dalam melaksanakan

tugas di bumi ini serta menjaga dan memelihara hubungan dengan Allah

swt. serta sesama manusia.

6. Pemikiran Pendidikan Buya Hamka

HAMKA mengartikan pendidikan sebagai suatu cara atau usaha dalam

rangka memberikan pengetahuan kepada seseorang untuk dapat melihat dengan

jelas segala sesuatu yang berada di dalam kehidupannya. Seperti pernyataan

HAMKA bahwa”Inti dari pendidikan adalah untuk membukakan mata seseorang

agar Pendidikan Islam menurut HAMKA yang dirumuskan oleh Samsul Nizar

dalam bukunya bahwa pendidikan Islam merupakan: Serangkaian upaya yang

dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan

kepribadian peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk. HAMKA lebih menekankan pemikiran pendidikannya pada

aspek pendidikan jiwa (al-qalb) atau akhlaq karimah, dan melihat bahwa

pendidikan sebagai upaya penanaman nilai yang ditekankan pada akhlaq karimah

enantiasa memiliki pandangan yang luas dan jauh.

Pendidikan akhlak yang dimaksud oleh HAMKA adalah pendidikan budi atau

jiwa yaitu suatu proses pendidikan yang mengutamakan kesehatan jiwa atau

kemurnian jiwa, karena dengan jiwa yang sehat maka segala tingkah laku yang

baik akan muncul dari dalam diri. Sebagaimana ungkapan HAMKA yang

menyatakan “perangai yang amat utama,yang timbul dari keteraturan jiwa.

Sebagaimana diungkapkan oleh Samsul Nizar bahwa pemikiran HAMKA

tentang pendidikan yang mengacu pada tiga aspek potensi yaitu jiwa, jasad, dan

19
akal - dan tanpa mengesampingkan aspek rasio - ia lebih cenderung menekankan

pendidikannya pada aspek pendidikan jiwa atau penanaman nilai-nilai akhlaqal

karimah Upaya yang dilakukan HAMKAdalam pendidikan akhlak yang ia sebut

dengan upaya untuk menuju kesempurnaan jiwa tidak berbeda dengan pendapat

Ibnu Miskawaih tentang pendidikan yang menyatakan sebagai suatu bimbingan

dan pembinaan yang diarahkan pada terwujudnya sikap batin pada seseorang

untuk mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang

bernilai baik yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan dan memperoleh

kebahagiaan sejati yang sempurna. Sama halnya dengan Al Ghazali yang

menyatakan bahwa pendidikan adalah membimbing agama dan mendidik akhlak,

maksudnya adalah lebih menekankan pada pendidikan akhlak dan pensucian jiwa,

mengarahkan pembentukan pribadi-pribadi yang memilih keutamaan dan

ketaqwaan sehingga timbul keutamaan dalam masyarakat.Athiyah al-Abrasyi juga

menyatakan pendapatnya bahwa pendidikan pada dasarnya adalah mendidik

akhlak dan jiwa, menanamkan fadhilah (keutamaan), membiasakan kesopanan,

mempersiapkan kehidupan untuk senantiasa berperilaku secara jujur dan ikhlas.

7. Nilai Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Tafsir Al Azhar Karya Buya Hamka

Al-Quran yang merupakan pedoman hidup umat manusia yang selalu memberikan

solusi dan juga petunjuk yang tak kenal zaman telah juga menjawab problematika

keberagaman dan kemultikulturalan yang dapat dijawantahkan dalam pendidikan

yakni pada Intepretasi QS. Al-Hujurat ayat 11-13 yang memuat akan konsep, nilai,

serta aplikasi pendidikan multikultural. Nilainilai pendidikan multikultural dalam

AlQuran Surah Al-Hujurat ayat 11-13 menyebutkan 1)Nilai Perdamaian 2)Nilai

Kearifan 3)Nilai Inklusivisme 4)Nilai Toleransi 5)Nilai Humanisme . Dan konsep

20
pendidikan multikultural yakni 1)Konsep menjauhkan diri dari sikap dan perbuatan

mengolok-olok dan menghina diri sendiri, 2)Konsep menjauhkan diri dari prasangka

buruk, tajassus, dan ghibah,dan 3)Konsep menjalin persaudaraan dan saling kenal

mengenal. Serta metode atau aplikasi yang dapat diterapkan dalam pengembangan

pendidikan multikultural, menghindari sifat sifat yang menyebabkan konflik,

penerapan metode islah dan mendahulukan damai pasif sebelum damai positif, serta

metode ta’aruf yang dapat diimplementasikan pada integrasi pembelajaran dalam tiap

matapelajaran. Nilai Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Tafsir Al Azhar

Karya Buya Hamka.

8. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Buku Tasawuf Modern Buya Hamka

Konsep nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku Tasawuf Modern karya Buya

Hamka. a) Pendidikan iman (Aqidah Islamiyah), pendidikan ini sangat penting

diterapkan dalam kehidupan masing-masing individu. Mengakui bahwa Tuhan itu

Esa, melaksanakan sholat, berpuasa diwaktunya, berzakat, naik haji, yakian ada

makhluk gaib seperti para malaikat, iblis, itu merupakan bentuk keimanan seseorang

kepada Allah dan kekuasaan-NYA; b) Pendidikan Akhlak (Akhlaq Islamiyah),

merupakan edukasi yang sangat penting dibentuk distiap individu ataupun kelompok

masyarakat. Memiliki tingkah laku yang jujur, amanah, malu, qanaah dan ikhlas

adalah terwujudnya kehidupan yang berkeadilan dan kesejahteraan baik beragama

maupun bernegara; c) Pendidikan Spiritual (Tazkiyatun Nafs), pendidikan ini sangat

penting diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Setiap individu memiliki keinginan

untuk mensucikan jiwa supaya memiliki kehidupan yang bahagia. Berfikir jernih,

berteman dengan orang baik, selalu menimbang sebelum kerjakan, dan selalu

memeriksa kekurangan diri sendiri adalah metode menjaga kesucian jiwa. Tiga nilia

21
pendidikan dalam buku tasawuf modern Hamkamemiliki relevansi dengan kehidupan

masyarakat saat ini yaitu Masyarakat hari ini masih menjadikan keimananya kepada

Allah adalah pondasi kehidupan. Masyarakat hari ini masih ada yang membudayakan

perilaku malu dalam melakuakan kesalahan, berperilaku jujur, amanah, merasa

cukup dengan apa yang ada, ikhlas, meskipun tidak semuanya. Begitupun dengan

pendidikan spiritual yang ada dalam buku Hamka sangat relevansi dengan kehidupan

saat ini. Menjaga kesucian jiwa adalah kecenderungan setiap individu, karena itu

merupakan modal untuk menikmati kebahagiaan kehidupan.

9. Mendidik Anak dalam Surah Luqman

Surah Luqman merupakan surah yang diabadikan oleh Allah dalam Alquran,

sebuah kisah pendidikan dan keluarga yang sangat istimewa serta mengandung ibroh

(pelajajaran) yang patut dicontoh bagi setiap orangtua. Di antara ajaran-ajaran yang

di contohkan Luqman yaitu tentang prinsip ketuhanan (tauhid), akhlak serta

menceritakan tentang kekuasaan Allah yang amat besar. Sungguh beruntung

mempunyai seorang ayah seperti Luqman yang mampu dan bisa mengarahkan

anaknya kejalan yang benar dan yang diridoi Allah Subhanahu Wata’ala.

Berdasarkan kajian tafsir Maudu’i mendidik anak dalam Islam sesuai dengan surah

luqman ayat 13 dengan cara yaitu sebuah pendidikan dalam keluarga yakni seorang

ayah memberikan nasihat nilai-nilai ketauhidan kepada anak tercinta. Pada ayat 14

surah Luqman terdapat nilai-nilai akhlak. Ayat ini memerintahkan kepada manusia

bahwa setiap anak wajib hukumnya untuk berbakti kepada pada orangtua, terutama

ibu. Sementara pada ayat ke 15, di perintahkan untuk patuh untuk mengikuti

ajarannya (selain Islam) maka tolaklah tetapi tetap bersikap baik terhadap orang tua,

22
pada ayat 16 menyebutkan teruslah berbuat baik, karena keburukan dan kebaikan

meskipun sedikit (kecil) pasti akan dibalas oleh Allah Swt.

10. Konsep Pendidikan Anak dalam Al Qur’an

Konsep pendidikan anak dalam Al-Qur‟an menurut penafsiran Buya

Hamka dan M. Quraish Shihab terhadap Qs. Luqman Ayat 12-19 mencakup tiga

konsep yaitu: a. Pendidikan tauhid atau akidah Tauhid merupakan ajaran pertama

dan utama yang harus diberikan kepada anak, agar anak mengerti tentang pelajaran

akhirat sebelum mengetahui pelajarann tentang keduniaan. Pelajaran tauhid

merupakan pondasi utama kehidupan. b. Pendidikan akhlak Akhlak dalam ajaran

agama tidak dapat disamakan dengan ajaran etika, jika etika dibatasi dengan sopan

santun antar sesama manusia serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah.

Akhlak lebih luas maknanya serta mencakup pula beberapa hal yang tidak

merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sifat batin atau pikiran.

Akhlak diniah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap

Allah hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuhtumbuhan dan

benda-benda tak bernyawa). c. Pendidikan ibadah Ibadah adalah suatu bentuk

ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa

pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang

kepadanya ia tunduk. Rasa itu hadir akibat adanya keyakinan dalam diri yang

beribadah bahwa objek yang kepadanya ditujukan itu memiliki kekuasaan yang

tidak dapat terjangkau hakikatnya.

Langkah-langkah pendidikan anak dalam Al-Qur‟an menurut penafsiran

Buya Hamka dan M. Quraish Shihab terhadap Qs. Luqman Ayat 12-19 dengan hal-

hal sebagaimana berikut : a. Pendidikan tauhid (akidah); larangan menyekutukan

23
Allah dan meyakini Allah mengetahui segala sesuatu. Dengan cara; melantunkan

adzan di telinga kanan dan iqomah ditelinga kiri ketika bayi lahir, mendekatkan

anak-anak dengan cerita yang mengesakan Allah, mengajak anak untuk

merenungkan ciptaan Allah dan segala hikmah di baliknya. b. Pendidikan syari‟ah

(ibadah); sholat, amar ma‟ruf nahi munkar, sabar. Dengan cara; menjadi tauladan

dalam beribadah seperti sholat, bersabar, dan ber-amar ma‟ruf nahi munkar,

mengenalkan sholat kepada anak, memberi penghargaan untuk perbuatan baik yang

dilakukan anak dan sanksi yang mendidik untuk perbuatan buruknya, menanamkan

sikap tidak mudah mengeluh dan tidak mudah putus asa kepada anak. c. Pendidikan

akhlak; berbakti pada orang tua, larangan sombong dan berjalan angkuh,

melunakkan suara. Dengan cara; lemah lembut dalam bertutur kata kepada orang

tua, menjauhi ucapan bernada tinggi apalagi berkata kasar, ringan tangan

menjalankan perintah orang tua, membiasakan diri untuk ta‟awun (tolong

menolong).

11. Konsep Pendidikan dalam surah Luqman 12-19

. Luqman adalah sosok pribadi yang diberikan hikmah oleh Allah swt.,

karena itu namanya diabadikan sebagai salah satu nama surah dalam al-Qur’an

untuk menunjukkan betapa besar peran yang dimainkan oleh Luqman khususnya

dalam pembinaan anak agar tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang

berakhlak mulia.

Luqman memberikan dasar pendidikan yang sangat kokoh berupa akidah

tauhid sebagai landasan bangunan kehidupan seorang muslim. Pada sisi lain,

Luqman mengingatkan kepada anaknya agar jangan merusak akidah tauhid dengan

syirik, bahkan dijelaskan bahwa syirik adalah kezaliman yang teramat besar.

24
Luqman juga menanamkan sikap hormat kepada kedua orang tua yang telah

mengasuh, mendidik dan membimbing dengan penuh rasa tangung jawab dan

kasih. Penempatan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, setelah perintah

tauhid menunjukkan penting berbuat baik kepada kedua orang.

Luqman menanamkan pelaksanaan ibadah mahdhah seperti shalat nserta

pelaksanaan anamr makruf nahi mungkar dalam kehidupan bermasyarakat serta

menghiasi diri dengan akhlak mulia dan menghindarkan diri dari akhlak tercela.

Semua materi pendidikan yang diajarkan Luqman kepada anaknya

dilakukan dengan kesadaran akan kekuasaan Allah swt. serta dilakukan dengan

penuh cinta dan kasih sayang, jauh dari kekerasan dan pemaksaan.

12. Konsep Pendidikan Tauhid Anak Usia Dini

Dalam Islam penting untuk menanamkan sebuah konsep tauhid pada anak

usia dini, karena yang paling utama yaitu mengenalkan apa itu tauhid. Tauhid

merupakan landasan bagi umat Islam, apabila seoarang benar tauhidnya maka ia

akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat namun sebaliknya tanpa tauhid

dia pasti terjatuh kedalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan didunia serta

kecelakan diakhirat Dalam Al-Qur’an Surat Luqman menceritakan kisah Luqman

Al-Hakim seorang bapak yang bijak, yang sangat menekankan pentingnya

penanaman tauhid terhadap anaknya. Tauhid merupakan awal kehidupan bagi orang

muslim karena dengan bertahuid maka orang tersebut benar-benar meyakini adanya

Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya pada Allah SWT. Kajian-kajian

berdasarkan ayat Al-Quran dalam Al-Qur’an Surah Luqman ayat 13 mengajarkan

anak supaya dapat menjadi pribadi selalu mengesakan Allah SWT. Menanamkan

iman pada anak terhadap Allah SWT merupakan pekerjaan orang tua yang harus

25
diikhtiarkan secara terus menerus. Ibarat benih-benih tauhid maka orang tua perlu

menyiraminya setiap hari supaya dapat tumbuh dengan kuat.

13. Peran Orang tua dalam mendidik anak

Terdapat peran orang tua dalam QS. Lukman tertera pada ayat 13, 16, 17,

18, 19 dimana Luqman al hakim yang merupakan orang yang mendapat hikmah

dari Allah Subhanahu wa ta’ala yang namanya menjadi salah satu nama surat dari

Al-Qur’an. Adapun peran orang tua yang terdapat dalam QS. Luqman yaitu orang

tua sebagai teladan. Dalam surat lukman, ayat 13, 16, 17, 18, 19 terdapat peran

orang tua sebagai teladan dimana Luqman itu sendiri merupakan seorang alim yang

diberikan hikmah dari Allah Subhanahu wa ta’ala dimana telah diceritakan pada

ayat 12 dalam surat Luqman. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Luqman

merupakan sosok yang mendapat hikmah dari Allah, Luqman juga mendidik

anaknya dengan berbagai macam konten pendidikan dan metode pendidikan.

Adapun konten pendidikannya sebagai berikut :

1. Jangan mempersekutukan Allah (ayat 13)

2. Setiap perbuatan yang dilakukan pasti ada balasannya (ayat 16)

3. Mendirikan shalat (ayat 17)

4. Mengerjakan perbuatan baik (ayat 17)

5. Mencegah dari perbuatan yang mungkar (ayat 17)

6. Bersabar terhadap apa yang terjadi (ayat 17)

7. Jangan memalingkan muka dari manusia (18)

8. Jangan angkuh (18)

9. Sederhana dalam berjalan (ayat 19)

26
10. Menlunakkan suara ketika berbicara (ayat 19) Dari konten pendidikan yang

diberikan oleh Luqmanul Hakim, tentunya Luqman menyampaikannya dengan cara

yang bijak dan penuh kasih sayang. Dengan begitu terdapat metode pendidikan

yang digunakan oleh Luqman seperti yang diceritakan dari kisah Luqman tersebut,

Luqman menggunakan beberapa metode pendidikan, yaitu metode dengan nasihat

dan metode dengan keteladanan.

14. Komunikasi Dalam Pendidikan Anak

a)Kendala dan Penghambat Komunikasi Anak

Orang tua dalam mendidik anak hendaklah memperhatikan metode dan

cara yang digunakan, namun orang tua juga harus mengetahui hal-hal yang

sedang dialami oleh anak-anaknya. Sehingga kendala dan penghambat dalam

berkomunikasi dengan anak-anak dapat diatasi. Adapun kendala dan

penghambat komunikasi anak yaitu: Pertama, Kendala komunikasi yang dialami

oleh anak-anak yaitu, kesehatan, kecerdasan, keadaan sosial ekonomi, jenis

kelamin, keinginan berkomunikasi, dorongan, urutan kelahiran, metode

pelatihan anak, hubungan dengan teman sejawat dan kepribadian. Kedua,

Hambatan dalam komunikasi anak, dalam hambatan komunikasi anak

ditentukan oleh gaya-gaya orang tua dalam berkomunikasi yaitu, memerintah,

menyalahkan, meremehkan, membandingkan, mencap, mengancam, menasehati,

membohongi, menghibur, mengkritik,menyindir dan menganalisa.13 Dengan

demikian dapat diartikan bahwa setiap gaya yang digunakan oleh orang tua

dalam berkomunikasi terhadap anak, menentukan kendala dan penghambat

komunikasi anak tersebut. Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaklah

memperhatikan gaya berkomunikasi terhadap anak.

27
b)Unsur-Unsur dalam Komunikasi Pendidikan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa, komunikasi adalah

interaksi yang melibatkan beberapa orang, dalam penerapannya ada beberapa

unsur yang ada dalam komunikasi yaitu: Pertama, Manusia: Manusia yang

bertindak sebagai penyimpan, pengolah, penyaji, dan penerima pesan. Dalam hal

ini terdapat pendidik yang bertugas sebagai komunikator yang menyampaikan

informasi kepada peserta didik yang bertugas sebagai komunikan (penerima

informasi), adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik. Kedua, Materi

Pendidikan: Ajaran/informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk

ide, fakta, arti, dan data. Contoh: semua bidang studi seperti IPS, IPA, Bahasa,

Politik, Ekonomi, Logika, Etika, Kesehatan, dan lain-lain. Ketiga, Alat: Banyak

tokoh teknologi yang mengemukakan bahwa belajar akan berhasil jika hasil dari

pembelajaran itu memberikan rasa senang kepada peserta didik, salah satu

penunjang yang dapat memunculkan rasa senang tersebut adalah sarana ataupun

alat yang digunakan. Adapun beberapa alat bantu dalam proses pendidikan

seperti: papan tulis, gambar dan ilustrasi photo, slide dan film, rekaman

pendidikan, peta dan globe, dan buku pelajaran Keempat, Metode dan Teknik:

Metode atau cara merupakan prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk

menggunakan bahan maupun peralatan agarproses pembelajaran dapat

disampaikan dengan komunikasi yang efektif, metode yang digunakan bisa

seperti pengajaran terprogram, simulasi, permainan, maupun tanya jawab.

Kelima, Lingkungan: Situasi sekitar atau tempat dimana peristiwa atau pesan

diterima, dalam hal ini meliputi lingkungan sekolah seperti: gedung sekolah,

perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, taman dan lain-lain. 15

28
Sedangkan menurut Prasanti unsur komunikasi terbagi menjadi komunikator,

pesan, media, komunikan, dan efek. Unsur tersebutlah yang akan membentuk

komunikasi yang efektif, jika pada dasarnya hasil akhirnya nanti mencapai

kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.16 Merujuk pada

pendapatpendapat di atas dapat dikatan unsur pada komunikasi itu adalah

subyek, obyek, materi, keadaan dan metodenya.

c)Pendidikan Anak

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

untuk memotivasi, membina, membantu, dan membimbing seorang dalam

mengembangkan segala potensinya sehingga mencapai kualitas diri yang lebih

baik. Pendidikan juga diartikan proses membimbing, melatih dan memandu

manusia terhindar atau keluar dari kebodohan.

Menunjuk pengertian pendidikan manusia menggunakan istilah tertentu

dalam bahasa inggris menggunakan istilah education sedangkan dalam bahasa

arab pengertian pnddikan sering disebut dalam istilah, al-Ta’lim, al-Tarbiyah,

dan al-Ta’dib. namun ketiga makna tersebut memiliki makna tersendiri. Antara

lain: al-Ta’lim yang artinya pengajaran yang bersifat pemberian atau

penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. al-Tarbiyah adalah

mengasuh mendidik dan memelihara sedang al-Ta’dib adalah proses mendidik

yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti

peserta didik Anak adalah anugerah sekaligus yang diberikan Allah Swt kepada

setiap orang tua. agar dapat melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang

sebagaimana mestinya, dan seringkali harapan tidak sesuai dengan kenyataan

entah karena terhambatnya komunikasi atau minimnya pengetahuan selaku

29
orang tua tentang bagaimana Islam memberikan tuntunan dan pedoman tentang

memperlakukan anak sesuai dengan prosedurnya. Berkaitan dengan pengertian

anak maka Alquran menyebutnya dengan beberapa istilah yaitu, dalam surah Ali

Imran ayat Artinya:Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan

kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang

banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan

sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat

kembali yang baik (surga).

Menurut beberapa riwayat, berkaitan dengan ayat di atas bahwa kepala

perutusan keberatan mengakui kebenaran Rasulullah Saw, karena jaminan hidup

dan kemegahan dan perhiasan yang mahal-mahal itu niscaya akan di cabut

kembali oleh raja Heraclius kalau mereka menukar agama. Dijadikan indah bagi

manusia kecintaan kepada aneka syahwat yakni aneka keinginan. Dalam ayat ini

tidak disebutkan apa hal yang menjadikannya indah. Namun yang diperindah

adalah kecintaan kepada aneka syahwat. Syahwat adalah kecenderungan hati

yang sulit terbendung kepada sesuatu yang bersifat inderawi atau material.

Begitupun dengan anak, anak merupakan anugerah yang memuncul kecintaan

kepadanya. Sebagai sesuatu yang berharga, maka hendaklah anak diberikan

bimbingan, arahan dan pendidikan di dalam keluarga yang sesuai dengan

tuntunan dan ajaran agama Islam. Pendidikan keluarga memiliki pengaruh

penting untuk mendidik anak hal tersebut mempunyai pengaruh yang positif

dimana lingkungan keluarga memberikan dorongan atau motivasi dan

rangsangan untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran

islam pada anaknya. Dan mempunyai tugas untuk merealisasikan itu adalah

30
orang tua. Oleh karena itu ada beberapa aspek pendidikan yang sangat penting

untuk diberikan dan diperhatikan oleh orang tua diantaranya: Pendidikan

Aqidah, Pendidikan akhlaqul Karimah dan Pendidikan Aqidah. Sedangkan unsur

pendidikan adalah pendidik karena pendidik memiliki tanggung jawab terhadap

kelangsungan pendidikan, berhasil atau tidaknya pendidikan itu tergantung pada

pendidik itu sendiri. Seorang guru bertanggng jawab berlangsungnya proses

pendidikan di sekolah dan orang tua bertanggung jawab pada lingkungan

keluarga. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dengan demikian dapat dikatakan

komunikasi dalam pendidikan anak yaitu, sebuah interaksi antara orang tua

terhadap anak sehingga anak menjadi faham, mengerti, mengikuti dan

melaksanakan pendidikan yang disampaikan oeh orang tuanya, sehingga tujuan

dari pendidikan itu tercapai.

d)Kriteria Pendidikan Anak dalam Surah Luqman

Pendidik adalah seorang yang ingin menyampaikan penegtahuan kepada

orang lain, dalam hal ini yaitu orang tua. Dalam surah Luqman terdapat

beberapa sifat yang harus ada pada pendidik atau orang tua yaitu:

Sabar: Sifat sabar hanya dimiliki orang-rang yang berhati mulia. Sabar secara

etimologi berarti mengekang dan lawannya adalah amarah, yakni gejolak dalam

jiwa yang menyebabkan pelakunya menjadi buta tidak bisa membedakan yang

baik dan buruk. Seorang pendidik harus memiliki sifat sabar dalam berinteraksi

dengan para peserta didik sebab para peserta didik memiliki karakter yang

berbeda-bedasehingga untuk menghadapi berbagai macam karakter

membutuhkan sifat sabar.

31
Ikhlas: Sebagian pendidik mengabaikan hal yang sangat penting dalam

pendidikan yakni ilmu dan amal yang ikhlas karena Allah.Iklhas dalam

perbuatan dan perkataan adalah sebagian dari iman. Allah tidak akan menerima

perbuatan yang tidak dilandasi dengan niat yang baik atau ikhlas. Namun perlu

diketahui ikhlas terkadang susah untuk dilakukan karena orang yang ikhlas

adalah orang yang benar-benar taat pada Allah Swt. Berilmu: Seorang pendidik

harus memiliki ilmu pengetahuan yang luasterutama ilmu tentang pokok-pokok

pendidikan yang sesuai dengan syari’at Islam. Menguasai hukum-hukum halal

dan haram, etika, akhlak, juga ilmu fiqih.Selanjutnya kembali kepda ilmu atau

hikmah yang telah Allah berikan pada Luqman dalam bentuk pengetahuan

adalah ilmu yang disertaipengamalan.

Bertakwa: Para ulam mendefinisikan takwa adalah mengerjakan apa yang

diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan larangannya. Para pendidik harus

bertakwa kepada Allah Swt sebab para pendidik adalah panutan bagi pada didik

yang akan ditiru pada kebiasaan-kebiasaan baik yang terkecil maupun yang

besar.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode

yang prosedur penelitiannya akan menghasilkan fokus pada pemahaman

yang mendalam kemudian teknik pengumpulan data dengan observasi,

wawancara dan dokumentasi. Peneliti juga memilih penelitian studi kasus

karena penelitian studi kasus berusaha menggambarkan kehidupan dan

tindakan-tindakan manusia secara khusus pada lokasi tertentu dengan

kasus tertentu. Tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak

sekedar untuk menjelaskan seperti apa obyek yang diteliti, tetapi untuk

menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat

terjadi.

1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan penulis adalah jenis penelitian

fenomenologi sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data

33
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang terlibat dan

perilaku yang diamati. Penelitian ini bermaksud untuk memahami

fenomena terhadap sesuatu yang dialami oleh subjek penelitian. yang

bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh objek penelitian,

seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik

dan deskriptif dalam bentuk bahasa dan teks dalam konteks pendidikan

anak dalam tafsir emansipatoris.

Metode yang digunakan penelitian adalah metode kualitatif \.

Penelitian kualitatif adalah peneltian yang menghasilkan penemuan-

penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur

statistic atau dengan cara-cara kuantifikasi.penelitain kualitatif bersifat

interpretatife (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode

dalam menelaah banyak penelitian.

Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan

percobaan secara alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan

fakta-fakta atau prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan

pengertian baru dan menaikkan tingkat ilmu serta teknologi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan

penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, dan

kejadian yang terjadi saat ini. Adapun jenis penelitian yang digunakan

adalah fenomenologi. fenomenologi adalah penelitian yang difokuskan

pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara

mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya. Satu

34
fenomena tersebut bisa berupa seorang warga, tokoh agama , dukun

kandungan.

2.Sumber Data

Sumber data merupakan alat dalam pengumpulan data yang

berfungsi untuk menjawab pertanyaan dari penelitian. Sumber data yang di

pakai dalam penelitian pendidikan anak dalam tafsir emansipatoris ini ada

dua macam, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer atau sumber data tangan pertama

merupakan data yang didapat dari sumber asli. Hubungannya dengan

penelitian ini adalah usaha dalam pencarian data dari kitab tafsir

emansipatoris karangan Buya Hamka yang di dalamnya banyak

menjelaskan mengenai bagaimana tafsir emansipatoris menjelaskan

peran orangtua dalam mendidik anak yang terdapat dalam Qur’an

surah Luqman 13-19

b. Sumber Data Sekunder

Data skunder adalah data yang di dapatkan dari sumber kedua

seperti dari sumber-sumber yang telah ada sebelumnya seperti buku-

buku penunjang lainnya yang berakaitan dengan objek yang di kaji.

3. Metode Pengumpulan Data

Jika semua data telah terkumpul, langkah berikutnya adalah

mengolah data melaui proses editing, yakni melakukan pemeriksaan

terhadap data-data yang terlah diperoleh agar dapat dipastikan apakah

35
data tersebut cukup baik serta dapat disiapkan untuk keperluan

berikutnya.

Kemudian data yang sudah terkumpul di analisa

menggunakan metode tafsir emansipatoris. Berikut ini penulis

sampaikan langkah-langkah dalam menerapkan metode tafsir

emnsipatoris sebagai berikut :

1) Menentukan masalah yang akandi kaji

2) Menyusun rangkaian penafsiran Buya Hamka dalam

pendidikan anak dengan pendekatan tafsir emansipatoris

4.Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara

sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk

meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan

menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.

Analisis yang digunakan yakni analisis deskriptif yang

bertujuan untuk mrmberikan deskripsi mengenai subjek

penelitian berdasarkan data dari variable yang diperoleh dari

kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk

sebuah pengujian hipotesis.

5.Pendekatan

Penelitian mengenai pendidikan anak menurut Buya Hamka

menggunkan pendekatan tafsir emansipatoris. Pendekatan

36
emansipatoris dapat membantu kita di dalam mendiagnosa dan

memahami problem sosial kemanusiaan yang dihadapi umat

manusia tersebut. Dalam kasus kegagalan dalam mendidik anak

perlu diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini, mengingat sudah

banyak pencemaran-pencemaran yang mencoreng nama baik

pendidik. Konsep tafsir emansipatoris dapat dilihat sebagai alat

untuk mempertajam kesadaran nurani dalam melihat,

mempersepsikan dan sekaligus memecahkan problem-problem

sosial kemanusiaan.

Peneliti menggunakan metode pendekatan tafsir

emansipatori bertujuan agar dapat menelusuri, mendiagnosa dan

memahami problem sosial kemanusiaan yang dihadapi umat

manusia tersebut. Dalam kasus kegagalan dalam mendidik anak

perlu diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini.

37
BAB IV

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nalar Tafsir Emansipatoris

Buya Hamka dalam Pendidikan Anak sebagai berikut;

Haji Abdul Malik Karim Amirullah atau lebih dikenal dengan julukan

HAMKA, yakni singkatan namanya, lahir di desa kampong Molek, Maninjau,

Sumatera Barat, 17 Februari 1908. Ia adalah sastrawan Indonesia, sekaligus

ulama dan aktivis politik (Mahmudi, 2020). Diberikan sebutan Buya, yaitu

panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abii, abuya dalam

bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati. Ayahnya

adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul,

38
yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau,

sekembalinya dari Makkah pada 1906.

Pada masa kanak-kanaknya diasuh kakaknya, tinggal bersama di

rumah tua di lingkungan Danau Maninjau. Waktu kecil Hamka hidup

terlantar, tidak mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Pada mulanya Abdul

Malik ditinggal ayah dan ibunya ke Padang Panjang untuk memenuhi

permintaan masyarakat mengajar di sana. Keterasingan dari kasih sayang

orang tuanya menimbulkan kekecewaan yang sangat dalam lebih-lebih lagi

ketika ayahnya selalu kawin cerai yang saat itu dibenarkan oleh

masyarakatnya

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar maninjau

sehingga kelas dua. Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah

mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Disitu Hamka

mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka mula-mula bekerja

sebagai guru agama pada 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan

guru agama di Padang Panjang pada 1929. Pada tahun 1932, ia menjadi editor

dan menerbitkan majalah alMahdi di Makassar. Ia pernah juga menjadi editor

majalah pedoman masyarakat, panji masyarakat dan gema islam

Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta

dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga

tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi

Islam, Jakarta dan Prefessor Universitas Mustopo, Jakarta. Dan tahun 1951

hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai pegawai Tinggi Agama oleh

39
Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jawabanitu ketika Soekarno

menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam

politik Majelis Suro Muslimin Indonesia (MASYUMI).

Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh

Presiden Soekarno karena dituduh pro-Malaysia. Dengan bekal pengetahuan

tentang tulis-menulis, Hamka mampu menghasilkan banyak karya, terutama

dalam bidang sastra (novel dan cerpen), misalnya tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck, di bawah lindungan Ka’bah dan merantau ke Deli, dan agama

(tafsir), yaitu Tafsir Al Azhar. Semasa dipenjara beliau mulai menulis Tafsir

Al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari

penjara, Hamka diangkat sebagai anggota badan musyawarah kebajikan

nasional, Indonesia, anggota majelis perjalanan haji Indonesia, dan anggota

lembaga kebudayaan nasional, Indonesia.

Hamka telah pulang ke Rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa

dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama

islam. Bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sastrawan di

negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk

Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

Hamka termasuk ulama yang gemar menulis, sejak berusia 17 tahun

telah menerbitkan buku yang ia tulis. Bahkan sampai akhir hayatnya, ia

masih tetap menulis (Rokhim, 2021). Baginya menulis merupakan tuntutan

dan sebagai sarana untuk menyalurkan tugas utama Berbagai tulisan Hamka

mulai dari masalah pendidikan, tasawuf, sejarah, sastra dan lain-lain telah

40
tersebar di mana-mana. Buku-buku tersebut antara lain:sebagai seorang

ulama, yakni berdakwah di jalan Allah.

Berbagai tulisan Hamka mulai dari masalah pendidikan, tasawuf,

sejarah, sastra dan lain-lain telah tersebar di mana-mana. Buku-buku tersebut

antara lain yang pertama, Tafsir Al-Azhar, satu karya monumental yang

memperlihatkan kedalaman ilmunya yang ditulis pada tahun 1966, saat beliau

berada dalam tahanan pada masa pemerintahan Soekarno. Ia mencoba

menghubungkan sejarah Islam modern dengan studi Al-Qur’an dan berusaha

melangkah keluar dari penafsiranpenafsiran tradisional. Langkah penafsiran

Hamka dengan menuliskan teks Al- Qur’an, diterjemahkan, kemudian

memberi catatan penjelasan. Kedua, Khatibul Ummah, diterbitkan tahun 1972

di Padang Panjang. Buku ini berisi tentang kumpulan pidato pada lembaga

pendidikan yang a dirikan di Padang Panjang. Ketiga, tasawuf modern dan

filsafat hidup, berisi tentang kaidah-kaidah dalam pergaulan hidup.

Hamka dalam menafsirkan Al-Qur’an mengikuti sistem Al-Qur’an

sebagaimana yang ada dalam mushaf, dibahas dari asbab al-nuzul,

munasabah, kosa kata, susunan kalimat dan sebagainya. Hamka

menggunakan pendekatan sastra yakni menjelaskan dan membahas ayat atau

lafadz menggunakan ungkapan sastra.

Menurut Hamka, anak-anak umur 7 tahun hendaklah disuruh

sembahyang, umur 10 tahun paksa supaya jangan ditinggalkannya,

sembahyang di awal waktu dengan segera, kalau dapat hendaklah dengan hati

tunduk (thau’an)(Alfian, 2019). Kalau hati ragu hendaklah paksa pula hati itu

41
(karhan). Inilah yang bernama sugesti menurut ilmu jiwa zaman sekarang

karna banyak anak-anak lalai dalam sholat disebabkan orangtua tidak

mendidik anak sejak berumur 7 tahun untuk bisa membiasakannya dalam

sembahyang. Cara mengingatkan anak ketika sholat dalam islam ialah

menyuruh anak-anakmu sholat ketika berumur 7 tahun ketika anak tidak

mengerjakan sholat maka pukullah, tidak hanya orangtua yang mengingatkan

namun orangtua menjadi tauladan bagi anak.

Mendidik anak tidak lepas dari adanya metode guna mencapai tujuan

dari pendidikan. Ada beberapa metode cara mendidik anak menurut Buya

Hamka yang pertama, metode alami ini adalah metode ini didapat bukan

melalui didikan, pengalaman, atau latihan, akan tetapi diperoleh melalui

insting dan naluri yang telah dimiliki secara alami. Metode ini bisa

menanamkan kebaikan kepada anak karna pada dasarnya setiap anak

memiliki jatidiri menjadi anak yang baik, tinggal bagaimana cara

mendidiknya oleh orangtua. Kedua, metode mujahadah atau riyadhoh Orang

yang menginginkan dirinya menjadi seorang yang santun, maka salah satu

jalannya adalah dengan bersedekah, sehingga hal itu menjadi terbiasa dan

tidak berat untuk dilakukan. Mujahadah atau perjuangan yang dilakukan oleh

seorang guru dalam menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik memang akan

cukup berat pada awalnya, akan tetapi apabila ini dilakukan dengan

bersungguh-sungguh tentu hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan. Ketiga,

tauladan Pendidikan anak ini tidak hanya membutuhkan suatu teori saja,

melainkan salah satu hal yang paling penting adalah pendidikan tingkah laku

langsung yang dapat mereka lihat. Pendidikan yang baik juga diperoleh

42
melalui teladan, yakni dengan mencontoh orang lain atau meniru orang lain

yang dekat dengannya. Karena itu, kita dianjurkan untuk bergaul dengan

orang-orang yang berbudi tinggi. Pergaulan sebagai salah satu bentuk

komunikasi manusia memang sangat berpengaruh terhadap pemberian

pengalaman-pengalaman yang bermacam- macam. Metode teladan ini

memberikan kesan atau pengaruh atas tingkah laku perbuatan

manusia(Rokhim, 2021).

Dalam konteks ini, maka penyelesaian masalah dalam pendidikan

anak tentu tidak cukup dengan pendekatan kerohanian yang abstrak—lewat

adagium-adagium yang tampak religius, seperti sabar, tawakal, lapangdada

menerima takdir Tuhan, dan seterusnya. Penyelesaian semacam ini jelas

hanya akan menyesatkan dan mengasingkan agama serta kitab sucinya dari

problem riil yang dihadapi umat manusia. Agama hanya jadi opium bagi

pemeluknya. Nah, ilmu-ilmu sosial dalam tafsir emansipatoris dapat

membantu kita di dalam mendiagnosa dan memahami problem sosial

kemanusiaan yang dihadapi umat manusia terutama pendidikan anak tersebut.

Seperti permasalahan dalam pendidikan sudah terjadi pada seluruh

lapisan masyarakat terutama pada kalangan anak-anak. Pendidikan

sudah terlupakan dalam kalangan remaja karena sebagian besar dari

mereka sudah banyak terpengaruh oleh budaya barat yang sudah

menjamur dan tersebar melalui media elektronik seperti televisi,

internet dan lain sebagainya. Analisis semacam ini bisa terjadi tidak lepas

dari bantuan ilmu-ilmu sosial. Dengan memanfaatkan ilmu-ilmu sosial,

43
penafsir kitab suci al-Qur’an akan mampu menemukan dan mengurai

problem-problem sosial kemanusiaan, bukan dengan model penyelesaian

kerohanian, tetapi dengan analisis sosial dan kultural. Merefleksikan

problem- problem tersebut secara sosial, moral, dan teologis, lalu

menteoritisasikan perubahan sebagai landasan aksi pembebasan.

Q.S. Luqman/31: 13-19 menjelaskan harapan dan keinginan

Luqman pada anaknya, berisi wasiat berkenaan dengan pegangan hidup.

Asbabun nuzul Q.S. Luqman/31 berdasarkan penelusuran didapati pada

ayat 15 pada tafsir al-Azhar, menceritakan sahabat Rasulullah, Saad bin

Abi Waqqas yang berbeda keyakinan dengan ibu kandungnya. Terkait

munasabah ayat, pada Q.S. Luqman/31: 1-11 menjelaskan firman Allah

terkait al-Qur’an sebagai rahmat dan petunjuk bagi yang berbuat

kebaikan, kemudian pada ayat selanjutnya 12-19, menjelaskan tentang wasiat

Luqman kepada anaknya, diantaranya: pertama, untuk tidak

mempersekutukan Allah. Kedua, anjuran berbakti kepada orangtua. Ketiga,

berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang munkar. Keempat santun dalam

berbicara. Kelima menyempurnakan dalam berjalan.

Abdurrazzaq ibn Abdul Muhsin al-Abbad memberikan beberap

pelajaran yang terkandung dalam wasiat Luqman di atas, diantaranya:

Pertama,Pelajaran yang harus dikenalkan kepada anak adalah tentang

mentauhidkan AllahSWT dan mengajarkan hakikat syirik. Syirik adalah

dosa yang paling besar dan mentauhidkan Allah SWT adalah sebesar-

besarnya ketaatan. Jika berlaku syirik menjadi sebesar-besarnya dosa, maka

44
mentauhidkan AllahSWTmenjadi sebesar-besarnya ibadah. Kedua, Setelah

diajarkan tauhid, mengenalkan anak kepada pencipta-Nya. Setelah itu

anak diajak untuk mengingat perjuangan ibu agar anak berbakti

kepadanya. Dihubungkannya antara hak AllahSWT dan hak ibu

mengisyaratkan bahwa hak keduanya sangat agung. Kalau pun ibu atau

orangtua musyrik, maka hal itu tidak menghalangi anak untuk tidak

berbakti kepadanya.

Di logikannya antara hak AllahSWT dan hak ibu mengisyaratkan

bahwa hak keduanya sangat agung. walaupun ibu atau orangtua musyrik,

maka hal itu tidak menghalangi anak untuk tidak berbakti kepadanya.

Kemudian AllahSWT menutup ayat ini dengan anjuran mengikuti jalan

orang baik dan menapaki jalan orang-orang yang shalih. Hendaknya

orang tua membimbing anaknyauntuk meujudkan semua itu. Ketiga,

tanamkan kepada anak-anak bahwa AllahSWT senantiasa mengawasi kita

dan tidak ada yang luput dari pengetahuan AllahSWT. Inilah hasil dari

pendidikan iman, anak selalu merasa diawasi AllahSWT. Amal baik dan

buruk akan dihisab. Keempat, perintah mendirikan shalat, amar makruf

dan nahi munkar serta bersabar. Diantara cara untuk menyuburkan rasa

keimanan kepada AllahSWT dengan shalat. Dari perintah tiga diatas ini

AllahSWT memerintahkan kepada anak untuk bersabar melakukan amal-

amalan kebaikan.

Berkaitan dengan pentingnya pendidikan tauhid atau iman, dalam

Al-Qur’an selain ayat di atas, Al-Qur’an menyebutkan kurang lebih sebanyak

45
811 tempat. Muhammad Abdul Baqi menyebutkan bahwa di dalam Al-

Qur’an terdapat kata-kata iman yang diulang lebih dari 600 kali dalam

berbagai bentuknya, seperti QS. Al-An’am 6:82 tentang kualitas iman dan

pengaruhnya dan QS. Al-Hujurat 49:17 tentang iman sebagai karunia

AllahSWT yang menjadi panutan pada kebenaran. Betapa pentingnya iman

ini, sehingga dakwahnya Rasulullah selama 13 tahun di Makkah

seluruhnya berkaitan dengan tauhid, rata-rata ayat yang turun di fase

makkiyah berkaitan dengan iman dan tauhid.

Dengan demikian, keimanan menurut para ahli pendidikan

merupakan materi pendidikan anak yang sangat urgen (penting). Oleh

karena itu, implementasi pemberiannya tidak hanya dengan menghafal

rukun iman, tapi dengan menimbulkan perasaan keimanan kepada

AllahSWT dalam hati para peserta didik dan cintanya kepada-Nya

melebihi cintanya kepada ibu, bapak, guru dan lain-lain. Jadi, melalui

pembinaan keimanan di atas akan dihasilkan kesucian dan etika,

sedangkan melalui pembinaan akal menusia akan menghasilkan ilmu.

Oleh karena itu, materi pendidikan anak juga harus dirancang untuk

membangun intelektual, seperti pembelajaran menghitung, menganalisa,

mengklasifikasikan, menyimpulkan dan seterusnya. Sehingga mereka

memiliki keterampilan berfikir dalam memecahkan masalah yaitu

menggerakkan

segala yang konkrit kepada indera dan mengirimkan kessan-kesan

kepada akal untuk diperoleh rumusan konsep tentang masalah tertentu.

46
Menerangkan bahwa Allah menganugerahkan kepada Luqman sebuah

hikmah. Yakni sebuah perasaan yang halus, akal pikiran, dan kearifan yang

dapat menyampaikan kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar

menuju kebahagiaan yang abadi. Dengan hal tersebut ia bersyukur kepada

Allah atas nikmat yang telah di berikan dengan cara memberikan nasihat-

nasihat yang baik kepada putranya.

Ayat di atas menunjukkan jika pengetahuan dan ajaran Luqman yang

di sampaikan kepada anaknya bukanlah berasal dari wahyu, tapi merupakan

hikmah yang telah di anugerahkan Allah kepadanya. Yang berupa pola pikir,

sikap lemah lembut, dan kebijaksanaan dalam mengarahkan anak pada jalan

yang baik.

Pada ayat 13 ada kata ya’idzuhu (‫( يعظه‬yang terambil dari kata wa’zd (‫وعظ‬

( yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh

hati. Luqman memulai nasihatnya dengan seruan menghindari syirik

sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud Allah yang Esa (Hayati,

2017).

Karena itu, dalam mendidik anaknya, Luqman menempuh cara yang amat

baik, yang bisa meluluhkan hati anaknya sehingga mau mengikuti nasihat-

nasihat yang diberikan. Allah menjelaskan bahwa Luqman telah diberi

hikmat, karena itu Luqman bersyukur kepada Tuhannya atas semua nikmat

yang telah dilimpahkannya kepada dirinya. Allah SWT mewasiatkan kepada

mereka supaya memperlakukan orang-orang tua mereka dengan cara yang

baik dan selalu memelihara hak-haknya sebagai orang tua. Luqman

47
menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan

kezaliman yang besar.

Dalam ayat ke-13, disebutkan bahwa syirik (mempersekutukan Allah

SWT merupakan benar-benar kedzaliman yang besar). Karena itulah,

mengapa Luqman memberikan pelajaran kepada anak akan pentingnya

meninggalkan syirik. Untuk memperdalam tentang mengapa syirik

merupakan kedzaliman yang sangat besar, penulis akan mendeskripsikan

sebagai berikut : Secara lebih rinci, syirik merupakan menjadikan tandingan

selain Allah SWT. dalam sifat rububiyahNya, uluhiyah-Nya, serta dalam

nama-namanya dan sifat-sifatnya yang secara umum ialah menjadikan

tandingan selain Allah SWT dalam uluhiyahNYa dengan berdoa atau

memohon sesuatu kepada selain Allah atau mengganti selain Allah SWT

dalam beribadah (Hayati, 2017).

Menurut Salman bin Fahad Al-Audah bahwa hak anak atas orang tua adalah

dengan mendidiknya ilmu agama yang mana salah satunya adalah tentang

berbakti kepada orang tua. Karena kebanyakan orang tua lalai terhadap

perhatian pendidikan anak dengan kesibukan seperti berdagang, kantor,

sawah dan lain sebagainya. Sehingga ketika anak itu telah dewasa dan

menjadi tidak sopan kepada orang tua, orang tua barulah kebingungan dengan

anaknya yang membengkang terhadap orang tua, barulah orang tua sadar

akan pentingnya pendidikan akan agama terutama berbakti kepada orang tua

(Hayati, 2017).

48
Dalam ayat ke-15 dari surah Luqman di atas, Allah SWT menyuruh

kepada manusia untuk tetap berbakti kepada Allah SWT. Di dunia dengan

baik, kecuali apabila mereka (kedua orang tua) menyuruh untuk menyalahi

aturan Allah SWT, maka wajib untuk menolaknya. Nilai ini sangat penting

untuk diketahui anak. Selain anak mengetahui bahwa dia harus mempunyai

akidah yang kuat, dia juga harus mengedapankan kebaikan kepada kedua

orang tua selama dalam kebaikan. Hal yang dilakukan oleh Luqman dalam

mendidik anak yakni tentang menghormati orang tua selama masih di jalan

Allah SWT dan memegang teguh akidah apabila orang tua menyuruh untuk

berpaling di jalan Allah SWT bisa menjadi contoh bagi semua orang

termasuk dalam dunia pendidikan. Ketika sang pendidik atau guru

mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan aturan Allah SWT seperti

disuruh mencontek, tidak jujur, dan lain sebagainya yang bertentangan

dengan aturan agama, maka murid atau anak didik wajib dan harus

menolaknya walaupun yang memerintah adalah guru. Karena perintah yang

selalu harus ditaati adalah perintah yang sesuai dengan agama Islam atau

sesuai dengan aturan Allah SWT yang pencipta alam semesta.

Pada ayat 16 Luqman melanjutkan wasiatnya dengan memberikan

perumpamaan, yaitu walaupun perbuatan baik dan perbuatan buruk itu

sekalipun beratnya hanya sebiji sawi dan berada di tempat yang tersembunyi,

niscaya perbuatan itu akan dikemukakan oleh Allah SWT kelak di hari

kiamat, yaitu pada hari ketika Allah meletakan timbangan amal perbuatan

yang tepat, kemudian pelakunya akan menerima pembalasan amal

perbuatannya, apabila amalnya itu baik maka balasannya akan baik pula dan

49
apabila amalnya buruk maka balasannya pun akan buruk pula. Dengan

demikian penanaman nilai ini akan menjadikan murid dapat mengambil peran

untuk selalu berbuat baik demi dirinya agar mendapatkan keberhasilan di

masa depan (Hayati, 2017).

Pada ayat 17 ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal

berikut : pertama, selalu mendirikan sholat dengan sebaik-baiknya, sehingga

diridai Allah, Jika sholat yang dikerjakan itu diridai Allah, perbuatan keji dan

perbuatan mungkardapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada

kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika

ditimpa cobaan, dan merasadirinya semakin dekat dengan Tuhannya. Kedua,

berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang di

Ridhoi Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan mencapai keberuntungan,

sertamencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.

Ketiga, Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang

menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan

perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan

kemegahan, maupundalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan. Selain

perintah shalat, nilai pendidikan selanjutnya adalah nasehat Luqman kepada

anaknya tentang amar ma`ruf dan nahi mungkar. Untuk menjalankan amar

ma`ruf dan nahi mungkar ini membutuhkan stamina yang kuat, sebab

mengandung resiko yang besar (Hayati, 2017). Oleh karena itu, Ibnu Katsir

memberikan solusi yaitu sesuai dengan kesanggupan untuk bersabar terhadap

apa yang menimpamanusia dalam upaya menyerukan agama Allah SWT.

Sebab orang yang menyeru kepada jalan Allah pasti mendapat gangguan.

50
Kesabaran dalam menghadapi gangguan manusia haruslah dimiliki oleh para

penyeru agama Allah SWT .

Perintah untuk menyuruh mengerjakan yang baik dan cegahlah dari

perbuatan yang mungkar ini hendaklah diajarkan kepada anak dan murid

seperti halnya yang dilakukan Luqman kepada anaknya. Karena dengan

penanaman ini, murid akan mempunyai kekuatan diri yaitu rasa percaya diri

untuk selalu berbuat baik kepada sesama teman dalam hal berbuat baik dan

mengingatkan teman mereka apabila mereka berbuat yang tidak baik. Oleh

karena itu peran orang tua dan pendidik (guru) hendaklah mengajarkan para

murid untuk selalu berperan aktif dalam hal kebaikan ini baik di sekolah

maupun di rumah atau di lingkungan masyarakat yang luas pada umumnya.

51
Pada ayat selanjutnya, yaitu ayat 18 dan 19, Luqman melanjutkan petuah untuk anaknya.

Kali ini dalam ayat 18 dan 19 beliau menguraikan pelajaran menganai akhlak kepada

sesama manusia. Dalam nasihatnya kali ini Luqman mengatakan bahwa; Dan wahai

anakku, disamping butir-butir nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras

memalingkan pipimu, yakni mukamu, dari manusia siapapun dia didorong oleh

penghinaan dan kesombongan. Tetapi, tampilan kepada setiap orang wajah berseri penuh

rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan

angkuh, tetapi berjalanlah dengan lembah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-

orang yang sombong lagi membanggakan diri dan bersikap sederhanalah dalam

berjalanmu, yakni jangan juga merunduk bagaikan orang sakit, Jangan berlari tergesa-

gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu dan lunakkanlah suaramu

sehingga tidak terdengar kasar bagai teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk- buruk

suara ialah suara keledai, karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan

nafas yang buruk.

52
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan Uraian Nalar Tafsir Emansipatoris Dalam Al Qur’an Surah Luqman ayat

12-19 yang dikemukakan penjelasan sebelumnya dalam tugas akhir ini, penulis dapat

mengambil kesimpulan yang pertama, Pendidikan Tauhid (mengesakan Tuhan). Hal ini

menjadi penting karena merupakan pondasi awal seorang anak yang akan ia jadikan pedoman

selama hidup agar anak mengerti tentang pelajaran akhirat sebelum mengetahui pelajaran

tentang keduniaan. Yang kedua, Pendidikan ibadah Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan

dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang

bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. pelajaran

istimewa dari Allah berupa hikmah yang diartikan sebagai kebaikan yang mencegah akan

datangnya keburukan. Pelajaran tersebut ialah perintah bersyukur kepada Allah, karena

bersyukur akan membawa dampak yang baik kepada dirinya sendiri. Sebab Allah tidak

membutuhkan sesuatu pun dari makhlukNya dan Dia tidak merugi apabila makhlukNya tidak

bersyukur. Yang ketiga, Pendidikan Akhlaq Pendidikan akhlak ini tidak hanya

membutuhkan suatu teori saja, melainkan salah satu hal yang paling penting adalah

pendidikan tingkah laku langsung yang dapat mereka lihat. Akhlak lebih luas maknanya serta

mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan

dengan sifat batin atau pikiran. Akhlak diniah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai

53
dari akhlak terhadap Allah hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh

tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. (2019). Pemikiran Pendidikan Islam Buya HAMKA. Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu

Keislaman, 19(02), 89–98. https://doi.org/10.32939/islamika.v19i02.454

Anwar, E. S. (2018). Nalar Tafsir Emansipatoris Dalam Memahami Al Qur’an. Jurnal Al

Fath, 12(1), 1–18.

Chaer, M. T. (2020). Pendidikan Anak Perspektif Hamka (Kajian Q.S. Luqman/31: 12-19

dalam Tafsir Al-Azhar). Journal Of Islamic Education, 2(2), 125–141.

https://doi.org/10.21093/sajie.v2i2.2192

Chandra, P. (2020). Problematika, Tantangan dan Peluang Pendidikan Agama Islam di

Sekolah dan Perguruan Tinggi di Era Globalisasi. Jurnal Aghinya Stiesnu Bengkulu, 3(1),

124–136. https://ejournal.stiesnu-bengkulu.ac.id/index.php/aghniya/article/view/40

Citra, A. (2021). Pola Asuh Orang Tua Dan Kenakalan Remaja. Jurnal Pekerjaan Sosial,

4(1), 1–15. https://doi.org/10.24198/focus.v2i1.23131

Falah, A. (2018a). Konsep Kurikulum dan Metode Pendidikan Anak dan Remaja Perspektif

Ibnu Khaldun. KONSELING EDUKASI “Journal of Guidance and Counseling,” 1(1).

https://doi.org/10.21043/konseling.v1i1.4206

54
Falah, A. (2018b). Konsep Pendidikan Anak Menurut Ibnu Khaldun ( Studi Atas Kitab

Muqoddimah). Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 2(1), 83–110.

Fitri, M. (2021). Manajemen Sekolah Dalam Mengembangkan Strategi Pembelajaran Anak

Usia Dini Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Anak, 7(2), 96–113.

Hayati, N. (2017). Konsep Pendidikan Islam Dalam Q.S. Luqman 12-19. Aqidah-Ta : Jurnal

Ilmu Aqidah, 3(1), 48–58. https://doi.org/10.24252/aqidahta.v3i1.3281

Jafri, Y. (2018). Bermain Game Online Dengan Motivasi Belajar Pada Anak Sekolah Dasar.

Prosiding Seminar Kesehatan Perintis, 1(1), 1–19.

https://jurnal.upertis.ac.id/index.php/PSKP/article/view/62

Karlina, L. (2020). Fenomena Terjadinya Kenakalan Remaja. Jurnal Edukasi Nonformal,

1(2), 147–158. https://ummaspul.e-journal.id/JENFOL/article/view/434

Laras, P. B. (2019). Studi Eksplorasi Penyebab Putus Sekolah Pada Siswa-Siswi Sekolah

Dasar Di Desa Srimartani Piyungan Bantul Yogyakarta. Jurnal Palasara Brahmani Laras,

5(1), 1–12.

Mahmudi. (2020). Pemikiran Pendidikan Akhlaq Hamka. Jurnal Pendidikan Dan Literasi,

1(1), 113–115.

Majidah. (2021). Menggagas Tafsir Emansipatoris Dalam Al Qur’an (Perspektif Pemikiran

Aminah Wadud Dalam Buku Al Qur’an wal Maraethmah. Journal of Islamic Principles and

Philosophy, 2(2), 215–238.

55
Marlina. (2019). Education Law Prevention For Crime Following And The Impact Of

Disabled Against Children. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 206–216.

https://doi.org/10.32734/abdimastalenta.v4i2.3714

Mubin, F. (2019). Tafsir Emansipatoris: Pembumian Metodologi Tafsir Pembebasan. Jurnal

Studi Al Qur’an Dan Keislaman, 3(1), 131–151.

Mufaro’ah. (2019). Pengaruh Gawai Dalam Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Usia Dini (

Studi Kasus Orang Tua dari Anak Usia 5 Tahun di TKIT Ibu Harapan Kecamatan Bengkalis.

AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan, 11(1), 96–113.

Patur Alparizi. (2021). Pendidikan Emansipatoris Dalam Perspektif Paulo Freire Dan

Muhammad Abduh. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(9), 1885–1896.

Pratiwi, N. K. S. (2018). Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Karakter Anak Usia

Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1), 83–91. https://doi.org/10.25078/aw.v3i1.908

Ranti, K. (2019). Upaya Pencegahan Anak Putus Sekolah di SMP Negeri 1 Gerokgak,

Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali. E-Journal Pendidikan Sosiologi Universitas

Pendidikan Ganesha, 1(1), 12–22.

Rivaldi abdul. (2020). Pembentukan Akhlak Dalam Memanusiakan Manusia : Perspektif

Buya Hamka. Jurnal Pendidikan Islam Dan Budi Pekerti, 1(1), 79–99.

https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/pekerti/article/view/1279

Rokhim, A. A. (2021). Studi Komparasi Konsep Pendidikan Anak Dalam Islam Menurut

Buya Hamka Dan Abdullah Nashih Ulwan. Jurnal Al Murobbi, 6(2), 73–91.

56
Salim, N. Z. (2018). Studi Komparasi Konsep Pendidikan Karakter Anakmenurut Al-Ghazali

Dan Thomas Lickona. Jurnal Ilmiah Studi Islam, 18(2), 135–153.

https://doi.org/10.32699/mq.v18i2.944

Sari, D. R. (2020). Profil Pengasuhan Orangtua Keluarga Penghafal Al- Qur ’ an ( Studi

Kasus di Keluarga X Jorong Kayu Manang ). Journal of Multidisciplinary Research and

Development, 3(1), 296–304.

Sholeh, M. (2019). Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal

Studi Islam Gender Dan Anak, 13(1), 71–83. https://doi.org/10.31004/aulad.v2i1.10

57

Anda mungkin juga menyukai