Anda di halaman 1dari 60

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan yang baik diselenggarakan tidak jauh dari akar sosial masyarakatnya.
Pendidikan Islam mengajarkan ajaran agama Islam dengan tetap bertumpu pada kondisi
dan situasi sosial dan budaya masyarakat. Dengan begitu, Islam mudah diterima sebagai
agama yang menyatu dengan akar budaya masyarakat setempat. Islam tetap terjaga
keasliannya sebagai sistem ajaran agama yang berisi tauhid dan akidah Islamiyah, syariat
baik ibadah maupun mu’amalah, dan akhlak baik budi pekerti maupun tasawuf.

Tradisi yang mengakar di masyarakat menjadi bagian dari tindak pendidikan Islam
setelah mengalami asimilasi perpaduan antara nilai-nilai pokok ajaran Islam dan tradisi
yang sudah menjadi budaya. Di dalam asimilasi itu terjadi take and give antara ajaran
agama Islam dan kebudayaan setempat. Tradisi masyarakat apapun tetap berlaku sehingga
mereka merasa nyaman dalam menerima Islam sebagai agama. Perpaduan Islam dan
tradisi masyarakat itu menjadi kekayaan khazanah keislaman di Indonesia.

Tradisi keislaman lokal dan nasional banyak didapati di berbagai daerah di


nusantara, mulai dari Aceh hingga Papua. Pusat-pusat keislaman di Aceh, Riau, Padang,
Palembang, Lampung, Banten, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Kudus, Rembang,
Jombang, Surabaya, Madura, Banjar, Pontianak, Samarinda, Mataram, Makassar,
Gorontalo, Ternate, dan Jayapura serta daerah-daerah sekitarnya sangat kaya dengan
tradisi yang sudah mengalamai asimilasi keislaman. Tradisi lama di daerah itu mengalami
islamisasi dengan masuknya nilai keislaman. Tradisi lama masih berlaku namun spiritnya
adalah nilai ajaran agama Islam.
Madrasah dan sekolah Islam mengalami perkembangan hingga titik terdepan saat
ini. Madrasah dan sekolah Islam tidak hanya menjadi pusat studi ilmu-ilmu keislaman,
tetapi juga sains, sosial, dan bahasa. Dalam pembelajarannya, madrasah dan sekolah Islam
sudah banyak yang menerapkan manajemen modern dan menggunakan information and
communication technology baik sebagai sumber pembelajaran bisa berwujud bahan
(material), alat (device), teknik (technique), dan lingkungan (setting) yang terus
berkembang dari waktu ke waktu (Sadiman 2012:5). Pembelajaran tradisi keislaman dan
ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tema menarik karena pendidikan menuju applid
research (penelitian terapan), applied science (ilmu terapan), termasuk applied islam
(islam terapan) yang menjadi arus utama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di IAIN Kudus.

Pembelajaran dengan dukungan tradisi-tradisi keislaman yang sangat besar


perkembangannya di Indonesia ini layak mendapat tindaklanjut baik berupa diskusi,
seminar, penulisan buku, dan terutama riset yang memadai untuk mendapatkan data-data
ilmiah yang kredibel. Tradisi-tradisi keislaman itu juga lebih menarik untuk mendapat
perhatian di bidang riset karena sangat terkait dengan konsep dan implementasi corak
moderasi beragama di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Penelitian ini terfokus pada tiga rumusan masalah, yaitu :

a. Bagaimana ancangan pembelajaran berbasis tradisi keislaman untuk mata pelajaran


rumpun agama islam, sains, sosial, dan bahasa ?

b. Bagaimana bentuk penerapan pembelajaran berbasis keislaman tersebut ?

c. Bagaimana efektifitas pembelajaran berbasis tradisi keislaman itu bagi peningkatan


kesadaran beragama secara moderat ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang ancangan pembelajaran berbasis
tradisi keislaman untuk mata pelajaran rumpun agama islam, sains, sosial, dan bahasa di
madrasah, bentuk penerapan pembelajaran berbasis tradisi keislaman itu, dan efektifitas
pembelajaran berbasis tradisi keislaman bagi peningkatan kesadaran beragama secara
moderat.
Bab II
Kajian Kepustakaan

A. Manajemen Pembelajaran

Dari sudut etimologi, istilah manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu manus atau
mano atau mantis yang berarti tangan dan agere berarti melakukan. Selanjutnya dua istilah
(manus dan agere) kemudian digabungkan menjadi satu istilah yang mengandung kata
kerja, managere, yang berarti menangani, mengurus, mengelola. Istilah managere
selanjutnya diterjemahkan kedalam bahasa Inggris berbentuk kata kerja menjadi “to
manage“ dengan kata benda “ management “ dan manager untuk orang yang melakukan
kegiatan manajemen (Usman, 2009; Karwati & Priansa, 2014)

Manajemen merupakan kegiatan yang selalu terdapat dalam kegiatan organisasi,


dan setiap organisasi memiliki tujuan. Beberapa komponen diperlukan dan digunakan
untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen yang efektif juga diperlukan agar setiap
komponen dapat secara efektif memenuhi fungsi dan kepentingannya dalam mencapai
tujuannya. (Mathias Gemnafle & John Rafafy Batlolona,2020)

Ujang Andi Yusuf (2020) memaknai manajemen sebagai sebuah sistem yang
digunakan untuk mencapai sebuah target organisasi sehingga bisa tercapai secara maksimal
dan komprehensif melalui pengelolaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing), pengarahan dan
kepemimpinan (leading), dan yang terakhir adalah pengawasan (controlling). Sedangkan
Ricky W. Griffin yang dikutip oleh Ahmad Munir Saifulloh & Mohammad Darwis
(2020) juga memberikan pernyataan yang tidak jauh beda yaitu bahwa manajemen adalah
suatu tindakan atau aksi perencanaan, dan pengambilan keputusan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian yang membidik pada
komponen organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan tujuan untuk
meraih target organisasi secara maksimal. Definisi yang sama juga di nyatakan oleh
Wagner & Hollenbeck (1992) bahwa “ management is thus a process of planning,
organizing, directing, and controlling organizational behaviors in order to accomplish a
mission through the division of labor “ yang berarti manajemen merupakan sebuah proses
dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan
evaluasi (evaluating) untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Efektif bisa
dimaknai tujuan tercapai sesuai yang sudah direncanakan, sedangkan efisien bisa
dimaknai tugas dapat diselesaikan secara tertib, terorganisir, dan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.

Pembelajaran adalah suatu pola interaksi dan komunikasi antara guru dan siswa
yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan memperdalam
apa yang telah dipelajarinya. Dalam manajemen pembelajaran, sebagai manajer, guru
melakukan berbagai langkah kegiatan, mulai dari merencanakan, mengorganisasikan,
menerapkan, dan menilai pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan konsep manajemen
dan pembelajaran, maka konsep manajemen pembelajaran dapat dipahami sebagai proses
manajemen yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan evaluasi
proses pembelajaran dalam kaitannya dengan semua komponen yang terlibat dalam
pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Ibrahim Bafadhal, manajemen pembelajaran adalah
segala cara untuk terjadinya proses belajar mengajar yang edukatif, efektif dan efisien.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen pembelajaran adalah koordinasi seluruh kegiatan
pembelajaran yang dimulai dengan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan evaluasi, termasuk kurikulum inti dan kurikulum pendukung berdasarkan Kementerian
Agama atau kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian Agama dan Kementerian
Pendidikan dan budaya.

Oleh sebab itu, dalam pembelajaran diperlukan tiga langkah penting manajemen
pembelajaran,yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan sistem evaluasi hal tersebut dijelaskan
secara rinci dalam KMA No. 165 Tahun 2014, sebagai berikut :

1) Perencanaan pembelajaran

Tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu perencanaan


pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).

1) Hakikat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang
dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada
silabus. RPP mencakup: a) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; b) materi
pokok; c) alokasi waktu; d) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian
kompetensi; e) materi pembelajaran; metode pembelajaran; f) media, alat dan sumber
belajar; g) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan h) penilaian otentik.

Setiap guru disetiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPPuntuk kelas di


mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD/MI dan untuk guru mata pelajaran yang
diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP dapat
dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP
telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan
RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok.

Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan atau secara
bersama-sama melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah
tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh
kepala sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui
MGMP antarsekolah atau antar wilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas
atau dinas pendidikan

2) Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP

Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai


berikut:

a) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan
silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses
pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran.

b) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam


silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat,
motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus,
kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan atau lingkungan peserta didik.

c) Mendorong partisipasi aktif peserta didik dalam menjalani proses pembelajaran,


sehingga seluruh peserta didik memiliki pengalaman belajar secara langsung.
d) Sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik
sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP
dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa
ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan
belajar dan kebiasaan belajar.

e) Mengembangkan budaya membaca dan menulis bagi seluruh peserta didik.

f) Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran


membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

g) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut dari keseluruhan proses dan
pengalaman pembelajaran selama menjalani proses pembelajaran.

h) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,


pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah
suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik
dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta
didik.

i) Keterkaitan dan keterpaduan antara proses dan nilai-nilai yang dipelajari


peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.

j) RPP disusun dengan memerhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan


KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu
keutuhan pengalamanbelajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran
tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman
budaya.

k) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai wahana


membelajarkan peserta didik agar efktif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran.

l) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan


komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
b. Pelaksanaan pembelajaran.

Tahap kedua dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu pelaksanaan


pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

1) Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, guru: menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari; mengantarkan
peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk
mempelajari suatu materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan
dicapai; dan menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan
yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas.

2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang


dilakukan secara interaktif, inspiratif, me-nyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik dan matapelajaran, yang meliputi proses observasi,
menanya, mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang
berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi
agar peserta didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/demonstrasi oleh
guru atau ahli, peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan
pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.

Dalam setiap kegiatan guru harus memerhatikan kompetensi yang terkait dengan
sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat
orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat
mungkin relevan dengan jenis data yang dieksplorasi, misalnya di laboratorium,
studio, lapangan, per-pustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakan-nya peserta
didik harus tahu dan terlatih dilanjutkan dengan menerapkannya.

Berikutnya adalah contoh aplikasi dari kelima kegiatan belajar (learning event) yang
diuraikan dalam tabel di atas.

i. Mengamati, dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memerhatikan (melihat, membaca,
men-dengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

ii. Menanya, dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada
peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau
dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang
abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih
abstrak.Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari
guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari
kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka
rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar
untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan
guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber
yang beragam.

iii. Mengumpulkan dan mengasosiasikan, tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagaisumber melalui berbagai cara. Untuk itu
peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memerhatikan fenomena atau
objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut
terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan
berikutnya yaitu memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan
mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

3) Mengkomunikasikan hasil, kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan


apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan
pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta
didik atau kelompok peserta didik tersebut.

4) Kegiatan Penutup

Kegiatan Penutup, dalam kegiatan penutup guru bersama-sama dengan peserta


didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan
atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram,
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling
dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya. Perlu diingat, bahwa KD-KD diorganisasikan ke dalam empat KI.KI-1
berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2 berkaitan dengan
karakter diri dan sikap sosial. KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar,
sedangkan KI-4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4 harus
dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang
tercantum dalam KI-3, untuk semua matapelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan
langsung, tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran.

c. Sistem evaluasi dan tindaklanjut pembelajaran

1. Pengertian Dasar

Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan


instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan sebagai proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta
didik, penilaian dalam pengertian ini mencakup penilaian otentik, penilaian diri, penilaian
berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan
ujian madrasah, yang diuraikan secara ringkas sebagai berikut:
a. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk
menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.

b. Penilaian diri (self assessment) merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh
peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria
yang telah ditetapkan.

c. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai


keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan atau
kelompok di dalam (in class) atau di luar kelas (out class) khususnya pada perubahan
sikap/perilaku dan keterampilan peserta didik.

d. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi


peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

e. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk menilai
kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih
sesuai perencanaan yang dibuat antara pendidik dan peserta didik.

f. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8–9 minggu
kegiatan pem-belajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator
yang merepresentasikan seluruh kompetensi dasar pada periode tersebut.

g. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan
meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua kompetensi dasar pada
semester yang sudah berjalan.

h. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan


pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui pencapaian
tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.

i. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK merupakan kegiatan
pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui pencapaian tingkat
kompetensi. Cakupan UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.

j. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan pengukuran


kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian
Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional.

k. Ujian Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi di luar


kompetensi yang diujikan pada UN, dilakukan oleh satuan pendidikan.

2. Prinsip dan Pendekatan Penilaian

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar penilaian dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.

b. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berkesinambungan.

c. Ekonomis, berarti penilaian yang dilakukan efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.

d. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan


keputusan dapat diakses oleh semua pihak.

e. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal


madrasah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.

f. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan pendidik. Untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan penilaian, maka direkomendasikan menggunakan
pendekatan penilaian acuan kriteria (PAK). penilaian acuan kriteria merupakan
penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal
(KKM). Kriteria ketuntasan minimal merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal
yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik
kompetensi dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik.
Kriteria ketuntasan minimal memiliki konsekuensi ganda yaitu, bagi pendidik dituntut
untuk sungguh-sungguh dalam jmelaksanakan tugas mengajar dan bagi peserta didik
dituntut untuk bersungguh- sunggguh dan optimal dalam menjalani proses
pembelajaran.

3. Ruang Lingkup, Teknik, dan Instrumen Penilaian

a. Ruang Lingkup Penilaian

Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,


dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk
menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata
pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.

b. Teknik dan Instrumen Penilaian

Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,


pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.

1) Penilaian kompetensi sikap

Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi,


penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan
jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian
antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai
rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

a) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara


berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang
berisi sejumlah indikator perilaku peserta didik yang diamati langsung oleh
pendidik saat proses pembelajaran.

b) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta


didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar
penilaian diri yang berisi cheklist aspek kepribadian.
c) Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar
peserta didik yang berisi cheklist tentang aspek yang dinilai.

d) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

2) Penilaian Kompetensi Pengetahuan

Pendidik menilai kompetensi pengetahuan yang dicapai peserta didik


melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Sebelum melaksanakan penilaian
kompetensi pengetahuan, pendidik telah menyiapkan instrumen penilaian
yang meliputi; 1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban
singkat, benarsalah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran. 2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan yang
akan ditanyakan pada peserta didik berserta pedoman penskoranya. 3)
Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas
yang akan dikerjakan peserta didik.

3) Penilaian Kompetensi Keterampilan

Untuk mengetahui kompetensi keterampilan, seorang pendidik harus


menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian
yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu
dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen
yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
dilengkapi rubrik. Adapun penjelasan masing-masing instrument penilaian
keterampilan yaitu: 1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon
berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
tuntutan kompetensi. 2) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks)
yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara
tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. 3) Penilaian portofolio adalah
penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta
didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektifintegratif untuk mengetahui
minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun
waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang
mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. Instrumen
penilaian kompetensi keterampilan harus memenuhi persyaratan berikut yaitu:
1)substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai; 2) konstruksi
yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan; dan 3) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

4. Mekanisme dan Prosedur Penilaian

a. Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh
pendidik, satuan pendidikan, pemerintah dan/atau lembaga mandiri.

b. Penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester,
ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian madrasah, dan ujian
nasional. Penjelasan lebih rinci masing-masing bentuk penilaian sebagai berikut:

1) Penilaian otentik dilakukan oleh pendidik secara berkelanjutan.

2) Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan
harian.

3) Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema
pelajaran.

4) Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses pembelajaran


dalam bentuk ulangan atau penugasan.

5) Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh pendidik di
bawah koordinasi satuan pendidikan.

6) Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas II
(tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5),
dengan menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh Pemerintah. Ujian tingkat
kompetensi pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas IX (tingkat 4A), dan kelas XII
(tingkat 6) dilakukan melalui UN.

7) Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh


Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat
4), kelas XI (tingkat 5) dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.

8) Ujian madrasah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan.

9) Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-


undangan.

10) Perencanaan ulangan harian dan pemberian projek oleh pendidik sesuai dengan
silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

11) Kegiatan ujian madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:

a) menyusun kisi-kisi ujian; b) mengembangkan (menulis, menelaah, dan


merevisi) instrumen; c) melaksanakan ujian; d) mengolah (menyekor dan
menilai) dan menentukan kelulusan peserta didik; dan e) melaporkan dan
memanfaatkan hasil penilaian.

12) Ujian nasional dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur
Operasi Standar (POS).

13) Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan
ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus
mengikuti pembelajaran remedial. 7. Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan
pendidikan dilaporkan dalam bentuk nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi
kepada orangtua dan pemerintah.

5. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian

a. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik Penilaian hasil belajar oleh
pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses
dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria
penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan
mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran sesuai dengan teknik
penilaian yang dipilih.

2) Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran


dan diakhiri dengan tes dan atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan
menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai
dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.

3) Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada


indikator dari kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam
tema yang sudah diselaraskan secara konseptual dan metodologis.

4) Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan
dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan
(feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada
pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.

5) Laporan hasil penilaian oleh pendidik dapat berbentuk: 1) nilai dan/atau


deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan
dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu
khususnya pada tingkat dasar, 2) deskripsi sikap, untuk hasil penilaian
kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.

6) Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala madrasah dan
pihak lain yang terkait (waka. kurikulum, wali kelas, pendidik Bimbingan dan
Konseling, dan orangtua/wali) pada periode yang ditentukan.

7) Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik
selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk
deskripsi kompetensi oleh wali kelas/pendidik kelas.
b. Pelaksanaan dan pelaporan penilaian oleh satuan pendidikan penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan peserta didik yang meliputi kegiatan berikut:

1) Menentukan kriteria minimal pencapaian tingkat kompetensi dengan


mengacu pada indikator kompetensi dasar tiap mata pelajaran;

2) Mengoordinasikan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan


akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian tingkat kompetensi,
dan ujian akhir madrasah;

3) Menyelenggarakan ujian madrasah dan menentukan kelulusan


peserta didik dari ujian madrasah sesuai dengan POS Ujian
Madrasah;

4) Menentukan kriteria kenaikan kelas, sesuai ketentuan standar yang


telah ditetapkan dan disyahkan pemberlakuannya;

5) Melaporkan hasil pencapaian kompetensi dan/atau tingkat


kompetensi kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk buku
rapor;

6) Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan


kepada bidang pendidikan madrasah ke-menterian agama
kabupaten/kota dan instansi lain yang terkait;

7) Melaporkan hasil ujian kompetensi kepada orangtua/wali peserta


didik dan bidang pendidikan madrasah kementerian agama
kabupaten/kota dan provinsi.

8) Menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui


rapat kelulusan sesuai dengan kriteria: a) menyelesaikan seluruh
program pembelajaran; b) mencapai tingkat kompetensi yang
dipersyaratkan, dengan ketentuan kompetensi sikap (spiritual dan

18
sosial) termasuk kategori baik dan kompetensi pengetahuan dan
keterampilan minimal sama dengan KKM yang telah ditetapkan; c)
lulus ujian madrasah dan ujian madrasah berstandar nasional; dan d)
lulus Ujian Nasional.

9) Menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) dan


Surat Keterangan Hasil Ujian Madrasah Berstandar Nasional
(SKHUMBN) setiap peserta didik bagi satuan pendidikan
penyelenggara Ujian Nasional; dan Ujian Madrasah Berstandar
Nasional.

10) Menerbitkan ijazah untuk setiap peserta didik yang lulus dari satuan
pendidikan bagi satuan pendidikan yang telah terakreditasi.

Haerana (2016:24) mengungkapkan fungsi fungsi manajemen


pembelajaran yaitu:

1. Perencanaan Pembelajaran
Menurut Aunurrahman, pembelajaran ini merupakan suatu sistem yang
ditujukan untuk mendukung proses belajar siswa, termasuk rangkaian
peristiwa yang dirancang dan disusun untuk mendukung dan
mempengaruhi perkembangan proses belajar internal siswa. (Haerana,
2016: 38). Senada dengan pendapat di atas, Hakim mengatakan, “Rencana
pembelajaran dikembangkan dan dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.” (Haerana, 2016: 39).
Pada dasarnya perencanaan adalah proses mempersiapkan kegiatan secara
sistematis untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sebagai salah satu fungsi
manajemen, perencanaan memegang peranan yang sangat penting dan
penting. Ini adalah peran pertama di antara fungsi manajemen lainnya.
Perencanaan sangat penting sehingga dikatakan bahwa "ketika rencana
dilakukan dengan benar dan dilakukan dengan baik, sebagian besar
pekerjaan benar-benar selesai". (Kurniadin & Machali, 2016: 139). 2)
2. Pengorganisasian Pembelajaran

19
Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen yang erat
kaitannya dengan perencanaan, suatu proses yang dinamis, sedangkan
organisasi adalah alat atau wadah yang statis. Pengorganisasian berarti
memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, mengelompokkan tugas
dan mendistribusikan pekerjaan di antara setiap karyawan, menetapkan
departemen (subsistem), dan menentukan hubungan. (Badrudin, 2013:
111)
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam KBBI menurut Poewadarminta, “Pelaksana adalah orang yang
mengerjakan dan mengimplementasikan rencana yang telah disusun. Ini
tentang implementasi (tindakan, upaya), tetapi tentang pelaksanaan desain.
Itu saja” (Haerana, 2016: 45). Pelaksanaan pembelajaran mempengaruhi
rancangan apa yang dijalankan dan direncanakan dalam program.
Pelaksanaan di sini adalah pendidik membuat desain atau program,
mengimplementasikannya sesuai dengan konten yang direncanakan, dan
mendapatkan hasil dari program yang diterapkan siswa dari pelaksanaan
itu.
4. Pengawasan Pembelajaran
Pengawasan adalah kegiatan untuk memperoleh kepastian tentang kinerja
suatu program atau pekerjaan/kegiatan yang sedang dilakukan atau
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang diberikan. Kegiatan pengawasan
pada dasarnya membantu membandingkan kondisi yang ada dengan yang
seharusnya terjadi (Kurniadin & Machali, 2016: 367). Pengawasan sering
disebut dengan pengendalian. Dengan kata lain, pelaksanaan pengawasan
dan amandemen yang memungkinkan bawahan dapat melaksanakan
tugasnya dengan benar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
(Badrudin, 2013: 17).

Secara khusus tujuan manajemen pembelajaran meliputi dua hal, yaitu:

1. Tujuan bagi peserta didik:

20
a. Mendidik peserta didik untuk menjadi lebih tanggung
jawab terhadap dirinya sendiri atas perilaku dan tindakannya.
b. Menyadarkan peserta didik bahwa setiap arahan dan instruksi
pendidik kepada peserta didik untuk bertingkah laku
sesuai dengan tata tertib kelas merupakan bentuk kasih sayang dan
bukan sebuah emosi atau arogansi pendidik.
c. Menggugah sikap tanggung jawab dan disiplin peserta didik
akan tugas dan kewajibannya .
Point - point di atas memberikan pemahaman agar setiap
anak disaat kegiatan pembelajaran dapat tanggung jawab dan
disiplin dalam rangkan meraih target pembelajaran secara
komprehensif.
2. Tujuan untuk pendidik:
a. Memberikan pemahaman dalam pelaksanaan pelajaran
dengan baik dan tepat.
b. Memberikan pemahaman akan hak siswa dan
mempunyai kompetensi dalam mengarahkan secara tepat
terhadap peserta didik.
c. Memahami langkah - langkah yang mesti diterapkan
untuk melayani peserta didik yang bertingkah laku mengganggu.
d. Memiliki keahlian dan kompetensi dalam meremidi dan
memperbaiki sikap dan tingkah laku peserta didik
yang menyimpang ketika proses pembelajaran
Belajar merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan.
Memfasilitasi belajar siswa merupakan tugas mulia bagi guru. Untuk itu,
guru tidak hanya perlu menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan
menarik, tetapi juga memahami dan memperoleh pengetahuan tentang
manajemen pembelajaran di dalam dan di luar kelas. Guru harus dapat
memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan
kompleksitas materi dan kepribadian setiap siswa. Karena siswa adalah
subjek, bukan objek kegiatan belajar mengajar, maka metode dan

21
pendekatan yang digunakan benar-benar sejalan dengan pengembangan
diri siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu menggunakan metode dan
pendekatan, serta sarana dan prasarana yang memadai, sehingga proses
belajar mengajar menjadi menarik dan menyenangkan. Memberikan ruang
seluas-luasnya kepada siswa untuk berpartisipasi secara kreatif dan aktif
selama proses pembelajaran, memungkinkan mereka untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal secara simultan di ranah kognitif, emosional,
dan psikomotorik mereka.
Beberapa komponen, seperti siswa, guru, kepala sekolah, kurikulum,
fasilitas sekolah (perpustakaan), miriu, dan beberapa fasilitas lain yang
mendukung kualitas pembelajaran, berdampak signifikan terhadap
interaksi belajar. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dapat membuat
perbedaan pada diri siswa, baik dalam pengetahuan, perilaku maupun
keterampilan. Perubahan ini melatih siswa untuk secara alami
memecahkan masalah kehidupan dan beradaptasi dengan lingkungan
mereka.( Ahmad Munir Saifulloh dan Mohammad Darwis, 2020)

Rumusan prinsip-prinsip manajemen menurut McGregor (1960) sebagai


berikut.

a. Memperioritaskan tujuan ujuan pendidikan di atas kepentingan pribadi


dan kepentingan kelompok. Melalui prinsip manajemen demikian, segala
sumber daya dan strategi kerja dipertaruhkan hanya bagi
mencapai/mewujudkan visi/tujuan pendidikan/pembelajaran.
b. Mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab; manajmen
diperlukan untuk mengatur dan menjaga agar aspek wewenag, tanggung
jawab, hak dan kewajiban, terlaksana secara seimbang dan harmonis. Jika
wewenang dan hak didahulukan dan mengabaikan tanggung jawab dan
kewajiban, maka pasti timbl masalah dan konflik yang menyebabkan
ketidakoptimalan dalam mencapai tujuan pendidikan.
c. Perhatian penuh kepada staf dalam kaitan dengan pemberian tugas dan
tanggung jawab. Pimpinan mendelegasikan dan memberikan wewenang

22
dan tanggung jawab kepada stafnya, perlu memperhatikan kemampuan
dan sifat responsibility dari staf yang bersangkutan.Termasuk disini
adalah menenal karakter dan kepribadian.
d. Revitalisasi nilai-nilai; orgasasi selalu melibatkan sejumlah orang. Setiap
anggota organisasi itu memiliki nilai, pandangan hidup dan cita-cita
tertentu. Juga system niliai yang dianutnya. Tugas dan tanggung jawab
manajemen adalah menjaga, memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
psitif yang mendukung kebehasilan kerja dan pencapaian tujuan
organisasi. Sedangkan sistem nilai yang menghambat individu untuk
berkembang, perlu diperhatikan untuk dieliminir.
B. Prinsip-Prinsip Manajemen Pembelajaran

Seorang pendidik profesional yang baik perlu memiliki prinsip-prinsip


dalam mengelola pembelajaran yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar yang efektif, efisien dan bertanggung jawab. Prinsip –
prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perhatian
Proses pembelajaran tidak boleh mengabaikan masalah perhatian siswa.
Pendidik harus mampu memenangkan dan memenangkan hati siswa agar
siswa tetap fokus dan tertarik dengan materi yang diajarkan. Guru juga
perlu berpenampilan menarik dan menyenangkan untuk dijadikan
panutan.
2. Motivasi
Peserta didik membutuhkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Peserta
didik membutuhkan motivasi intrinsik karena kegiatan belajar
mengajarnya kurang efektif jika tidak dipersiapkan untuk aspek fisiologis
dan biologis. Motivasi ekstrinsik berasal dari luar/pendidik. Memusatkan
perhatian siswa dapat memotivasi guru. Pendidik harus mampu
memotivasi dan menguatkan peserta didik selama kegiatan belajar
mengajar.
3. Keaktifan peserta didik

23
Kegiatan pembelajaran memiliki makna ketika siswa terlibat aktif dalam
kegiatan belajar mengajar. Sebagai subjek, siswa tidak hanya menerima
bahan ajar, tetapi juga aktif bekerja. Dalam kasus khusus ini, sedapat
mungkin, pendidik merancang situasi dan kondisi yang mendorong
aktivitas siswa yang kreatif..
4. Keterlibatan Langsung.
Penting bagi pendidik untuk memahami bahwa siswa perlu terlibat
langsung dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, pendidik perlu
menciptakan situasi dan kondisi yang sesuai dengan tujuan
pembelajarannya.
5. Pengulangan pembelajaran.
Karena setiap siswa memiliki minat dan bakat yang berbeda, membaca,
mempelajari, memahami, dan menganalisis apa yang telah dialaminya
tidak dapat dilakukan secara instan dan cepat dan harus diulang.
Pengulangan digunakan untuk memberikan penguatan untuk
mengingatkan siswa tentang apa yang telah mereka pelajari. Oleh karena
itu, pendidik perlu memberikan waktu khusus kepada siswa untuk
meningkatkan pembelajarannya, baik secara teori maupun praktik..
6. Materi pembelajaran yang menarik dan bermanfaat
Untuk menghindari kelelahan dan kebosanan siswa selama kegiatan
belajar mengajar, pendidik menggunakan metode dan strategi yang
berbeda sebanyak mungkin, tergantung pada sifat materi. Materi
disiapkan dan ditata ulang oleh guru. Hal ini bertujuan untuk memberikan
insentif dan tantangan bagi siswa untuk memahami dan mempelajari
kembali materi yang diajarkan.
7. Reinforcement atau penguatan bagi siswa.
Reinforcement memiliki dampak sosial yang tidak boleh dipandang
sebelah mata ketika disampaikan kepada siswa. Sekecil apapun prestasi
siswa, harus dirayakan dan dihargai sesuai prestasinya.
C. Unsur Unsur Manajemen Pembelajaran

24
Unsur-unsur manajemen, pada umumnya meliputi tujuh unsur
manajemen yang di singkat 6 M + I, diantaranya man, money, material,
machine, method, market dan information.
1. Manusia/ Man
Sumber daya manusia adalah salah satu faktor produksi selain tanah,
modal, dan life skill di dalam pendekatan ekonomi,. Manusia
merupakan unsur manajemen yang sangat penting keberadaannya
dalam rangka meraih target. Oleh karana itu, seorang pendidik
memiliki peranan yang sangat urgen dalam pembelajaran.
2. Uang/ Money
Sebuah perusahaan sangat penting untuk memiliki stabilitas keuangan
yang kuat, karena berbagai kegiatan perusahaan membutuhkan dan
memerlukan biaya operasinal yang besar. Mulai dari perizinan,
pembuatan gedung kantor, mesin produksi dan perlengkapannya,
upah buruh, pengadaan bahan baku, dan biaya akomodasi. Owner
perusahaan menyiapkan pendanaan yang besar untuk modal produksi.
Begitu juga halnya didalam dunia pendidikan, keuangan yang dimiliki
oleh lembaga pendidikan juga akan memberikan dampak dan
pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan untuk meningkatkan
mutu pembelajaran.
3. Bahan Baku/ Material
Point ini merupakan gambaran input (peserta didik) yang akan
mendapatkan proses pembinaan, pembimbingan dan pendidikan
selama proses belajar mengajar berlangsung baik teori maupun
praktek.
4. Mesin/ Machine
Perwujudan mesin ini adalah sarana dan prasaran yang disiapkan oleh
sekolah sebagai salah satu faktor penunjang dalam rangkan
mempermudah dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu,
penciptaan atau setting suasana lingkungan yang baik dan kondusif
juga menjadi motor penggerak dalam rangka untuk mencapai hasil

25
pembelajaran yang maksimal sesuai dengan tujuan manajemen
pembelajaran
5. Metode/ Methode
Metode kerja sangat dibutuhkan agar mekanisme kerja berjalan
efektif dan efisien. Begitu juga dalam pembelajaran, Terdapat
bermacam-macam metode pembelajaran. Setiap metode memiliki
kelebihan dan kekurangan, sehingga pendidik harus pintar dan kreatif
dalam memilih metode pembelajaran. Penggunaan dan penerapan
metode oleh guru harus sesuai dengan karakter materi dan karekter
peserta didik dalam rangka memenuhi target pembelajaran.
6. Pasar/ Market
Pasar merupakan masyarakat (pelanggan). Saat ini pasar sudah
berkali-kali mengalami perubahan dan pergeseran. Pengaruh
globalisasi menjadi tantangan yang harus di hadapi, mulai dari
bidang keuangan, kebudayaan, etika dan moral. Sehingga manajemen
pembelajaran sudah harus mengarah dan menjawab tantangan
tersebut.
7. Informasi/ Information
informasi (serap aspirasi) harus selalu up to date di sebuah
perusahaan. Informasi tentang kecenderungan dan sesuatu yang
sedang popular di masyarakat. Menggali, mengumpulkan dan
mengelola informasi sangat urgen juga dalam menganalis produk
yang telah dan akan dipasarkan. Sehingga informasi menjadi salah
satu pertimbagan dalam rangka pemutakhiran proses pembelajaran.

D. Pendidikan dan Fenomena Sosial Budaya

1. Tradisi keislaman

Berbicara tentang konsep Islam vis a vis tradisi dalam disiplin antropologi
ada dua konsep penting yaitu “tradisi besar” (grand tradition) dengan
tradisi kecil (little tradition). Konsep ini dikenalkan oleh Jacques

26
Duchesne Guillemin yang menyatakan bahwa akan selalu terjadi dialog
antara tatanan nilai agama yang menjadi cita-cita religius dari agama
dengan tata nilai budaya lokal. Pertautan dialektis yang kreatif antara nilai
universal dari agama dengan budaya lokal telah menghadirkan corak
ajaran Islam dalam kesatuan spiritual dengan corak budaya yang beragam
yaitu unity and diversity (Arifin, dkk, 1996)

Bila kita melihat kepada historis sejarah, Islam merupakan agama


yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw yang berdomisili di jazirah
Arab. Oleh karena itu ajaran dan ritual keagamaan saat itu kental dengan
budaya Arab. Cara pakaian nabi pun merupakan pakaian khas orang Arab.
Kemudian masalah yang timbul adalah ketika Islam sudah menyebar
keseluruh dunia, dalam artian Islam sudah meninggalkan daerah di mana
Islam itu sendiri dilahirkan, yaitu Arab

Dalam mewarnai suatu kebudayaan dengan nafas Islam harus


diperhatikan beberapa hal: kebudayaan tersebut tidak harus sepenuhnya
bercorak Islam pada waktu itu juga. Dalam artian harus melalui proses
yang sangat panjang dan membutuhkan waktu yang sangat lama.
Kebudayaan yang telah diberi nafas Islam masih sesuai dengan tujuan
Islam, yaitu sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Islam adalah agama
yang berkarakteristik universal, dengan pandangan hidup (weltanchaung)
mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan, dan kehormatan serta
memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti (core
value) dari seluruh ajaran Islam, dan karenanya menjadi tema peradaban
Islam. Contoh yang paling urgen tentang akulturasi budaya dengan Islam
adalah ketika Budaya Jawa pada zaman Hindu-Budha bersinggungan
dengan penyebaran Islam pada masa itu. (Faris, 2014)

Di Jawa sendiri terdapat sebuah tradisi (budaya) masyarakat Jawa yang


biasa dilabelkan sebagai kejawen. 2 Jawa dan kejawen seolah tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu
sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di tanah

27
Jawa, semasa zaman Hinduisme dan Budhisme. Dalam perkembangannya,
penyebaran Islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu,
bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyerata yang
baik bagi penyebarannya. Walisongo memiliki andil besar dalam
penyebaran Islam di tanah Jawa. Unsur-unsur dalam Islam berusaha
ditanamkan dalam budaya-budaya Jawa semacam pertunjukan wayang
kulit, dendangan lagu-lagu Jawa, ular-ular (dalam budaya Jawa sangat
sarat dengan filsafat hidup), ceritacerita kuno, hingga upacara-upacara
tradisi yang dikembangkan (Simuh, 1995)

Ciri yang menonjol dari struktur masyarakat Indonesia, khususnya


di Jawa pada masa Hindu-Budha adalah didasarkan pada aturan-aturan
hukum adat serta sistem religinya, yaitu animismedinamisme yang
merupakan inti kebudayaan dan mewarnai seluruh aktivitas kehidupan
masyarakatnya. Hukum adat sebagai norma yang mengikat kehidupan
mereka begitu kuat sehingga masyarakatnya bersifat statis dan konservatif.
Hubungan antara Islam dan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai dua sisi
mata uang yang tidak terpisahkan, yang secara bersama-sama menentukan
nilai mata uang tersebut. Pada satu sisi, Islam yang datang dan
berkembang di Jawa dipengaruhi oleh kultur atau budaya Jawa. Sementara
pada sisi yang lain budaya Jawa semakin diperkaya oleh khasanah Islam.
Dengan demikian, perpaduan antara kebudayaan melahirkan ciri yang khas
sebagai kebudayaan sinkretis, yakni Islam Kejawen. Pada titik inilah
terjadi semacam “simbiosis mutualisme” antara Islam dan budaya Jawa.
Keduanya dapat berkembang dan diterima oleh masyarakat Jawa tanpa
menimbulkan friksi dan ketegangan. Padahal antara keduanya
sesungguhnya terdapat beberapa celah yang sangat memungkinkan untuk
saling berkonfrontasi (Prabowo, 2003)

Lebih jauh melihat kondisi Islam di Indonesia dengan


menggunakan kerangka pemahaman seperti di atas, tidak saja akan
menemukan keterkaitan historis dengan realitas kesejarahan Islam, tetapi

28
juga akan menemukan satu sisi penting dari awal proses transformasi
intelektual Islam yang bertolak dari nilai-nilai universalisme Islam yang
dikategorikan sebagai tradisi besar dengan tata nilai setting cultural dan
struktural tertentu yang sudah terpola sebelumnya (Arifin, 2004:50-51)

2. Agama, Budaya dan Masyarakat Jawa

Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal


dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berfikir dan
pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut ‘agama’
(religious). Agama berasal dari bahasa Sanskrit, yang mempunyai arti,
tidak pergi, tidak kocar-kacir, tetap ditempat dan diwarisi turun-temurun.
Adapula pendapat yang mengatakan bahwa agama itu berarti teks atau
kitab suci dan atau tuntunan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa agama
itu ajarannya bersifat tetap dan diwariskan turun-temurun, mempunyai
kitab suci dan berfungsi sebagai tuntunan hidup bagi penganutnya.
(Abdullah, 1996:24).

Secara harfiah kebudayaan dari kata Sansekerta, budayah, jamak


dari buddi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan akal. Sedangkan budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, cipta, rasa dan karsa manusia untuk
memenuhi kebutuhan kehidupannya yang semua tersusun dalam
kehidupan masyarakat.(Notowidagdo, 1996:22). Menyoal tentang arti
yang paling dari kebudayaan tidaklah mudah sebab arti dari kebudayaan
dapat dipandang dari sudut pandang dan persepektif yang berbeda-beda.
Oleh karena itu banyak bebagai pandangan arti dari kebudayaan yang
muncul, berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan
beberapa ahli.

a. Edward B. Taylor Kebudayaan merupakan keseluruhan yang


kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

29
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

b. M. Jacobs dan B.J. Stern Kebudayaan mencakup keseluruhan yang


meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta
benda, yang kesemuanya merupakan warisan social

c. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil


karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar (Faris, 2014)

Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan


mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi seni dan lainlain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan


berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun
temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan
mendiami sebagian besar pulau Jawa (Herusatoto, 1987:10). Sebagian
masyarakat Jawa telah memiliki suatu agama secara formal, namun dalam
kehidupannya masih nampak adanya suatu sistem kepercayaan yang masih
kuat dalam kehidupan religinya. Semenjak manusia sadar akan
keberadaannya di dunia, saat itu pula ia mulai memikirkan tujuan
hidupnya, kebenaran, kebaikan, dan Tuhannya (Koentjaraningrat,
1994:105). Hasil pemikiran, cipta, dan karya manusia merupakan
kebudayaan yang berkembang pada masyarakat. Pikiran dan perbuatan
yang dilakukan manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi

30
sebuah tradisi, sejalan dengan adanya penyebaran agama, tradisi yang ada
di masyarakat dipengaruhi oleh ajaran agama yang berkembang (Syahri,
1985:12). Tradisi merupakan proses situasi kemasyarakatan yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur dari warisan kebudayaan dan dipindahkan
dari generasi ke generasi (Elliot, 1975:322). Sebelum Islam datang dan
berkembang di pulau Jawa, masyarakat Jawa telah lama menggemari
kesenian, baik seni pertunjukan wayang dengan gamelannya maupun seni
tarik suara. Oleh karena itu, para ulama (Walisanga) mengambil siasat
menjadikan kesenian itu sebagai alat dakwahnya, guna mengenalkan dan
memasukkkan ajaran Islam kepada masyarakat lewat apa yang selama ini
menjadi kegemarannya. Hal itu, misalnya terjadi pada masyarakat Jawa
yang jika memulai pekerjaan senantiasa diawali dengan doa dan
mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa serta meyakini adanya hal-hal
yang bersifat ghaib (Koentjaraningrat, 1995:322). Ketika Islam datang di
Indonesia, khususnya di Jawa yang disebarkan oleh para ulama dengan
cara mentransformasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam praktik-praktik
yang telah ada di masyarakat. Dengan kondisi seperti itu maka yang terjadi
banyak kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa
mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh
karena itu corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang
bermacam-macam. Setiap masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang
berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara
yang satu dengan yang lain berbeda. Kebudayaan sebagai cara merasa dan
cara berpikir yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan
kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang
dan waktu. Salah satu unsur budaya Jawa yang menonjol adalah adat
istiadat atau tradisi kejawen (Syahri, 1985:2).

Simbol yang juga merupakan salah satu ciri masyarakat Jawa,


dalam wujud kebudayaannya ternyata digunakan dengan penuh kesadaran,
pemahaman, penghayatan tertinggi, dan dianut secara tradisional dari satu

31
generasi ke generasi berikutnya. disebabkan orang Jawa pada masa itu
belum terbiasa berfikir abstrak, maka segala ide diungkapkan dalam
bentuk simbol yang konkrit. Dengan demikian segalanya menjadi teka-
teki. Simbol dapat ditafsirkan secara berganda. Juga berkaitan dengan
ajaran mistik yang memang sangat sulit untuk diterangkan secara lugas,
maka diungkapkan secara simbolis atau ungkapan yang “bersayap”
(bermakna ganda) (Simuh, 1999:30). Di kalangan masyarakat Jawa
terdapat kepercayaan adanya hubungan yang sangat baik antara manusia
dan yang ghaib. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai ritual sakral.
Geertz menuturkan bahwa hubungan manusia dengan yang ghaib dalam
dimensi kehidupan termasuk cabang kebudayaan (Geertz, 1995:8).

Budaya Jawa adalah kebudayaan yang dianggap paling akomodatif


terhadap unsur-unsur dari luar. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara
lain: Pertama, secara alamiah, sifat budaya itu pada hakikatnya terbuka
untuk menerima unsur budaya lain. Sebab lapangan budaya berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, maka tidak ada budaya yang dapat tumbuh
terlepas dari unsur budaya lain, dan terjadinya interaksi manusia yang satu
dengan lainnya memungkinkan bertemunya unsur-unsur budaya yang ada
dan saling memengaruhi. Berkaitan dengan sifat budaya yang terbuka
menerima unsur-unsur lain itu, Frans Magnis Suseno menilai bahwa
budaya Jawa memiliki ciri khas yang lentur dan terbuka. Walaupun suatu
saat terpengaruh unsur kebudayaan yang lain, kebudayaan Jawa masih
dapat mempertahankan keasliannya (Amin, 2000:132-134) Selain sifat
dasar budaya yang terbuka, maka terjadinya perpaduan nilai budaya Jawa
Islam tidak terlepas dari faktor pendorong kedua, yaitu sikap toleran para
Walisanga dalam menyampaikan ajaran Islam di tengah-tengah
masyarakat Jawa yang telah memiliki keyakinan yang sinkretis. Dengan
metode manut milining banyu, para wali tetap membiarkan adat istiadat
Jawa tetap hidup, tetapi diberi warna keislaman seperti upacara sesajen
diganti kenduri atau slametan.

32
3. Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa

Yang dimaksud dengan akulturasi Islam dengan budaya Jawa dalam


konteks ini adalah melaksanakan syariat Islam dengan kemasan budaya
Jawa. Berbakti kepada kedua orangtua adalah wajib. Dalam melaksanakan
syari’at ini masyarakat Jawa biasanya menggunakan media sungkem.
Begitu pula dalam rangka memperingati hari Raya ‘Idul Fitri, masyarakat
menyiapkan hidangan kupat dan lontong. Secara kratabasa, ‘kupat’ dapat
diartikan ngaku lepat (mengaku keliru). Hal ini merupakan simbolisasi
dari perintah untuk meminta ma’af kepada orang lain pada hari raya yang
penuh kebahagiaan ini. Adapun lontong secara kratabasa dapat diartikan
olone kothong ‘kesalahannya kosong atau habis’. Hal ini merupakan
simbolisasi dari doa agar semua dosanya terma’afkan sehingga dirinya
bersih dan suci dari dosa yang pernah menghinggapi.

Meskipun sama-sama menggabungkan unsur-unsur ajaran dari dua


atau lebih agama yang berbeda, contoh-contoh sinkretisasi di atas
tidaklah sama tingkatannya. Ada yang menyentuh dataran aqidah, yang
sebagian besar ulama sepakat untuk menolaknya, ada yang menyentuh
bidang ritual yang para ulama berselisih pendapat di dalamnya, dan ada
yang menyentuh pada tingkatan budaya yang sebagian besar ulama
sepakat untuk menerimanya, karena menganggapnya bagian dari
urusan duniawi (Simuh, 2003:94)

A. Cakupan Interelasi Islam dan Budaya Jawa

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, interelasi berarti hubungan satu


sama lain. Jadi yang dimaksud interelasi di sini adalah hubungan antara
nilai-nilai ajaran atau kebudayaan Jawa dengan Islam dari aspek
kepercayaan. Interelasi antara Islam dan Jawa mencakup begitu banyak
aspek, bahkan hampir seluruh aspek- aspek kehidupan Jawa berinteraksi
dengan Islam. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa aspek kehidupan,
antara lain sebagai berikut:

33
1. Aspek kepercayaan dan ritual

Agama Islam mengajarkan agar para pemeluknya melakukan ritual-


ritual tertentu, meliputi berbagai bentuk ibadah sebagaimana yang
tersimpul dalam rukun iman, yakni syahadat, salat, zakat, puasa. dan haji.
Intisari dari salat adalah doa, sedangkan puasa dalam budaya Jawa ada
yang namanya puasa badalah yang berfungsi dalam pengendalian nafsu
dan penyucian rohani. Menurut Rangga Warsito, puasa dapat ditukar
dengan kata tapa, karena praktek tapa pada umumnya dibarengi dengan
puasa. Dalam Islam kejawen, tapa itu merupakan bentuk latihan untuk
menguatkan batin dalam pengekangan nafsu dunia secara konsisten dan
terarah. Tujuan dari bertapa adalah untuk mendapatkan kesaktian dan
mampu berkomunikasi dengan makhluk ghaib. Aspek doa dan puasa
tampak mempunyai pengaruh yang sangat luas, mewarnai berbagai bentuk
upacara tradisional orang Jawa. Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan
upacara-upacara, baik yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia
sejak dari keberadaannya dalam perut sang ibu, lahir, kanak-kanak, sampai
upacara saat kematiannya, di samping upacara- upacara yang berkaitan
dengan perilaku sehari-hari. Upacara tersebut semula dilakukan dalam
rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan-kekuatan
ghaib yang tidak dikehendaki yang akan membahayakan kelangsungan
kehidupan manusia. Secara halus Islam memberikan warna baru pada
upacara- upacara itu dengan sebutan kenduren atau slametan. Di dalam
upacara ini, yang pokok adalah pembacaan do’a (dalam istilah Jawanya
dongo) yang dipimpin oleh orang yang dipandang memiliki pengetahuan
Islam. Selain itu,terdapat seperangkat makanan yang dibawa pulang ke
rumah peserta selamatan, yang disebut berkat. Makanan-makanan itu
disediakan oleh penyelenggara upacara atau shohibul hajat, dalam
bentuknya yang khas. Makanan inti adalah nasi tumpeng, lingkung ayam
dan ditambah umbarampe yang lain.

2. Aspek pendidikan

34
Pesantren, sebuah institusi pendidikan Islam tradisional, adalah
wujud kesinambungan budaya Hindu Budha yang diislamkan secara
damai. Sistem pendidikan yang ada pada masa Hindu-Budha kemudian
berlanjut pada masa Islam. Sistem pendidikan pada masa Islam
merupakan bentuk akulturasi antarsistem pendidikan Hindu- Budha
dengan pendidikan Islam. Akulturasi tersebut tampak pada sistem
pendidikan yang mengikuti kaum agamawan Hindu-Budha, yaitu
pada saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan pemukiman.
Pada masa Islam sistem pendidikan itu disebut dengan pesantren atau
pondok pesantren. Pesantren merupakan system pendidikan Islam yang
memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan pada masa Hindu-Budha
yang disebut dengan Mandala. Mandala merupakan tempat suci yang
menjadi pusat segala kegiatan keagamaan.

IP Simanjuntak menyebutkan bahwa pesantren sebagai lembaga


pendidikan keagamaan Islam telah mengambil model dengan tidak
mengubah struktur organisasi dari lembaga pendidikan Mandala pada
masa Hindu. Pesantren hanya mengubah isi agama yang dipelajari,
bahasa yang menjadi sarana bagi pemahaman pelajaran agama dan
latar belakang para santrinya (Woodward, 2004:109-110). Asal usul
pesantren tidak dapat dipisahkan dari sejarah Walisanga. Walisongo
adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa pada abad 15-16 yang
telah berhasil mengombinasikan aspek- aspek sekuler dan spiritual
dalam memperkenalkan Islam dalam masyarakat. Mereka itu adalah
MaulanaMalik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,
Sunan Derajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan
Gunung Jati (Jamil, 2000:123). Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik (W. 1419 H) merupakan orang pertama yang membangun
pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para santri.
Dengan tujuan agar para santri dapat menjadi juru dakwah yang mahir
sebelum mereka diterjunkan langsung dimasyarakat luas (Haedari,
2004:14).

35
Pendekatan dan kebijakan Walisanga terlembaga dalam satu esensi
budaya pesantren dengan kesinambungan ideologis dan
kesejahteraannya. Kesinambungan ini tercermin dalam hubungan
filosofis dan keagamaan antara taqlid dan modelling bagi masyarakat
santri, melalui konsep keteladanan nabi Muhammad saw. Di dunia
Islam, Rasulullah adalah pemimpin dan panutan sentral yang tidak
perlu diragukan lagi, maka dalam masyarakat Jawa kepemimpinan
Rasulullah diterjemahkan dan diteruskan oleh para Walisanga. Bagi
Walisanga, mendidik adalah tugas dan panggilan agama pendidikan
Islam yang memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan pada masa
Hindu-Budha yang disebut dengan Mandala. Mandala merupakan
tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan.

Pendekatan dan kebijakan Walisanga terlembaga dalam satu esensi


budaya pesantren dengan kesinambungan ideologis dan
kesejahteraannya. Kesinambungan ini tercermin dalam hubungan
filosofis dan keagamaan antara taqlid dan modelling bagi masyarakat
santri, melalui konsep keteladanan nabi Muhammad saw. Di dunia
Islam, Rasulullah adalah pemimpin dan panutan sentral yang tidak
perlu diragukan lagi, maka dalam masyarakat Jawa kepemimpinan
Rasulullah diterjemahkan dan diteruskan oleh para Walisanga. Bagi
Walisanga, mendidik adalah tugas dan panggilan agama, mendidik
murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri. Ajaran-
ajaran Walisanga tidak dapat dipisahkan dari ajaran dasar sufisme.
Sufisme sebagai elemen aktif dalam penyebaran Islam di Jawa yaitu
dengan adanya kehadiran tariqat Qadariyyah, Nasqabandiyah,
Syadziliyah, serta Suhrowardiyyah. Tariqat dan supremasi ilmu agama
sebagaimana yang telah terukir dalam sejarah merupakan ciri lain dari
kehidupan pesantren (Mas’ud, 2004: 45).

3. AspekPolitik
Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil
karya, cipta, rasa dan karsa manusia dalam upaya menjawab tantangan

36
kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya. Orang yang
mengutamakan nilai ekonomi, akan selalu mengedepankan nilai
ekonomi serta keuntungan materi. Sedangkan yang lebih
mengutamakan nilai politik, perilakunya diwarnai oleh nilai politik.
Ia akan menerapkan moral politik seperti yang diajarkan oleh Nicolo
Machravelli yang menghalalkan segala cara. Ini terlihat jelas dalam
sejarah perilaku golongan priyayi Jawa dalam kerajaan- kerajaan
Jawa hingga zaman Mataram. Artinya apabila kekuasaan politik yang
mereka pandang sebagai sumber kejayaan ini diganggu, mereka akan
membela mati-matian seperti ungkapan: “pecahing dhadha wutahe
ludiro”. Penyebaran agama Islam yang pada mulanya terpusatkan daerah-
daerah pesisir, akhirnya mendapat sambutan baik dari para kepala daerah
atau bupati. Dukungan umat Islam pun memperluas kekuasaan para
bupati itu hingga berhasil membentuk kesultanan-kesultanan lokal. Di
antara kesultanan Jawa Islam yang kemudian meluas kekuasaan
politiknya adalah kesultanan Demak. Karena itu, sejak abad ke- 15 dan
abad ke-16 M, penyebaran agama Islam telah didukung berbagai
kesultanan di daerah pesisiran.

4. Aspek Sastra
Salah satu elemen lain yang penting adalah Islam sebagai
agama yang berkembang di Jawa memperoleh banyak pengikut
semenjak di perkenalkan oleh para pendatang melalui kawasan pesisiran
dan kemudian masuk ke pedalaman berinteraksi dengan elemen lama.
Pertemuan antara etika Jawa ( warisan Hindu- Budha) yang telah ada
sebelumnya dengan ajaran Islam sering dipandang menyalahi
syari'at Islam. Lepas dari persoalan tentang kapan masuknya Islam ke
Jawa, masalah lain yang tak kalah penting adalah proses inkulturasi
antara elemen-elemen Islam yang sangat menonjol dalam kebudayaan
lokal. Sastra pesisiran sebagai bagian dari sastra Jawa memiliki kaitan
erat dengan proses perkembangan kehidupan keagamaan karena pada
dasarnya kehidupan sehari-hari masyarakat tak dapat dilepaskan dari

37
kerangka agama, biasanya diidentifikasi sebagai karya sastra yang
berkaitan dengan proses Islamisasi Jawa yang memakan waktu lama
dan berlangsung damai. Karya-karya yang muncul dari kalangan
penulis, memperhatikan warna agama yang begitu dominan, bahkan
ada kecenderungan ke arah mempertahankan unsur legalistik dalam
agama dari kemungkinan masuknya elemen-elemen yang dianggap
mengandung unsur menyesatkan.

B. Bentuk-Bentuk Akulturasi Islam dan Budaya Jawa

Akulturasi merupakan perpaduan dua budaya, kedua unsur


kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi
serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan
tersebut. Itulah yang terjadi dengan Indonesia, ketika berbagai agama
mulai masuk dan berkembang di negeri ini. Permulaanya adalah ketika
kebudayaan Hindu-Budha muncul dan dilanjutkan oleh kedatangan
Islam di Indonesia dan berakulturasi dengan tradisi masyarakat.
Aktulturasi ini terjadi karena mayarakat Indonesia, khususnya Jawa
telah memiliki dasar-dasar kebudayaan, sehingga tidak mudah untuk
menghilangkan yang sudah ada di masyarakat. Selain itu, kecakapan
istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan
kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan
asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia (Jamil, 2000:162-165)

Pengaruh agama dengan kebudayaan di masyarakat hanya sebagai


pelengkap karena akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses
pengolahan kebudayaan asing yang disesuaikan dengan kebudayaan
Indonesia. Hasil akulturasi tesebut dapat dilihat dari berbagai aspek
kehidupan, bidang sosial, ekonomi, sistem pemerintahan, pendidikan,
kepercayaan, seni dan budaya, teknologi, sistem kalender dan filsafat.

1. Dalam bidang sastra Jawa

38
Setelah Islam masuk ke Indonesia, secara otomatis nilai-nilai Islam
dihadapkan pada kondisi masyarakat lokal Indonesia terutama Jawa
yang memiliki berbagai kebudayaan dengan corak yang berbeda- beda.
Dalam bidang ini, Islam memiliki keterkaitan dengan karya sastra Jawa
dalam artian imperative moral atau dengan kata lain bahwa karya
sastra Jawa dalam perkembangannya mengalami perpaduan dengan
nilai-nilai keIslaman sehingga karya-karya sastra yang lahir baik itu
dalam bentuk puisi maupun yang lainnya telah diwarnai oleh nilai-nilai
Islam.

Secara historis, karya-karya sastra Jawa yang lahir dari para


pujangga sebelum Islam masuk ke Indonesia didominasi oleh aspek-
aspek yang bercorak mistis. Namun, setelah masuknya pengaruh
budaya Islam, karya-karya sastra yang kemudian lahir dari para
pujangga Jawa telah dibumbui dengan ajaran-ajaran Islam yang
tersurat dalam bait-bait sajak, puisi dan bentuk-bentuk karya sastra
lainnya. Dalam karya sastra ciptaan para pujangga kraton misalnya,
warna Islam lebih terlihat dibanding unsur mistisnya. Nilai-nilai
substansi Islam sudah sangat mewarnai karya-karya sastra yang
diciptakan. Misalnya karya sastra yang menggunakan puisi Jawa baru
dan lain sebagainya lebih memiliki unsur-unsur kebajikan dan unsur
ketauhidan sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. (Koentjaraningrat,
1995:335)

2. Dalam Bidang Arsitektur

Di samping penciptaan ritus-ritus keagamaan, akulturasi Islam juga


dibuat dalam bentuk simbol-simbol kebudayaan. Contoh dari simbol
ini adalah bentuk arsitektur bangunan masjid masih berbentuk pure
atau candi, kemudian penamaan pintu gerbang dengan istilah gapura
nama yang diambil dari bahasa arab ghofura yang berarti
pengampunan. Contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi
dalam bidang ini adalah masjid Demak, di mana atap atau ranggon

39
yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep ‘meru’ dari masa
pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Namun,
perpaduan Islam dan budaya lokal dalam bidang seni tidak hanya
dalam bentuk masjid atau makam, namun juga dalam ruang lingkup
yang besar, misalnya bentuk kraton, taman sari yang mencerminkan
unsur-unsur budaya Jawa dan unsur-unsur keislaman yang besar,
misalnya bentuk kraton, taman sari yang mencerminkan unsur-unsur
budaya Jawa dan unsur-unsur keislaman (Jamil, 2000:175)

3. Dalam Bidang Seni Suara


Bentuk-bentuk akulturasi dalam bidang ini dapat juga
dikategorikan sebagai suatu dampak dari kentalnya nilai-nilai Islam
sedangkan rasa budaya Jawa masih tetap terasa. Contoh shalawatan
yang ada di Jogjakarta berikut. Sholawat Rodat, merupakan salah satu
kesenian tradisi di kalangan ummat Islam. Kesenian ini berkembang
seiring dengan tradisi memperingati maulid Nabi di kalangan umat
Islam. Kesenian ini menggunakan syair atau syiiran berbahasa arab
yang bersumber dari kitab al-Barzanji, sebuah kitab sastra yang
masykur dikalangan ummat Islam. Isi dari sholawat rodat adalah
bacaan sholawat yang merupakan puji-pujian terhadap nabi
Muhammad saw. Sesuatu yang khas dari kesenian ini adalah tarian
yang mengiringi syair dan musik rebana yang dinyanyikan secara
bersama-sama. Tarian inilah yang disebut dengan “rodat”. Tarian ini
dilakukan dengan leyek (menari sambil duduk). Praktik tersebut jelas
merupakan hasil akulturasi budaya karena barzanji maupun ritual yang
ada bukan sepenuhnya ajaran Islam.

Sholawat Maulud, merupakan tradisi pembacaan sholawat pada saat


peringatan maulid nabi Muhammad saw. Dalam perkembangannya,
tradisi ini menjadi kesenian pembacaan shalawat yang dibacakan pada
acara-acara khitanan, aqiqah maupun acara-acara rutin yang
diselenggarakan oleh masyarakat. Sholawat jawi, kesenian ini
merupakan salah satu bentuk penegasan Jawanisasi kesenian Islam.

40
Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringatan maulid
nabi Muhammad saw ini mengartikulasikan syair atau syiiran sholawat
kepada nabi Muhammad saw dengan medium bahasa Jawa, bahkan
juga dengan melodi-melodi Jawa (Jamil, 2000:175)

Sebagaimana Umar (2015: 8) menulis buku tentang transformasi


madrasah yang dimaksudkan untuk membedah kekayaan lokal madrasah
sehingga mampu menerobos berbagai tantangan menuju kemajuan
madrasah sebagai lembaga pendidikan formal dengan lokus studi di
Pekalongan Jawa Tengah. Yang berarti bahwa madrasah sebagai lembaga
pendidikan mempunyai peran sangat penting dalam mengajarkan tradisi-
tradisi keislaman.

Varian ideology kanan sangat beragam mulai dari konservatisme elite,


nasionalisme radikal, demokrasi liberal, hingga neoliberal. Selanjutnya, Ali
(2010: 266-267) menjelaskan bahwa banyak yang mengatakan bahwa
kapitaslime adalah satu-satunya pihak yang memenangi pertarungan
ideology. Klain tersebut tidak sepenuhnya benar. Pasca runtuhnya Uni Soviet
justru muncul kompetitor baru seperti Islam Radikal dn paham Sosialis
Demokratis. Nah, pendapat ini juga menjadi perhatian bagi dunia pendidikan
untuk lebih menghargai tradisi-tradisi keagamaan secara lokal maupun
nasional di Indonesia.

Terdapat delapan draf buku teks berciri khas Islam yang diseminarkan
pada tahun 1997 oleh Departeman Agama. Kedelapan draf tersebut adalah
Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, sejarah, ekonomi, biologi, matematika,
geografi, dan fisika (Subhan 2012: 258). Tema-tema ini harus mendapat
perhatian dari kajian ilmiah untuk terus dikembangkan sesuai dengan visi
moderasi keberagamaan.

Baik hasil penelitian pertama maupun kedua, menyimpulkan hasil yang


positif baik dari pembelajaran yang menggunakan kebudayaan dan tradisi
sebagai sumber belajarnya. Penelitian ini mengambil sudut pandang
manajemen pembelajaran berbasis tradisi keislaman untuk empat rumpun

41
mata pelajaran, yaitu pelajaran agama islam, pelajaran sains, pelajaran sosial,
dan pelajaran bahasa dengan wawasan moderasi beragama.
E. Konsep atau Teori Relevan

Al-Jazuli berkata bahwa tujuan menyusun kitab Dalail al-Khairat adalah


untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dengan maksud
mendekatkan diri kepada Allah. Adapun kodifikasi shalawat Dalail al-Khairat
dibagi menjadi tujuh bagian sesuai nama hari selama satu pekan, yaitu
shalawat hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumuat, dan Sabtu (Al-Jazuli 2011:
16-17). Dalail khairat merupakan salah satu konsep yang sudah
terimplementasi di lembaga pendidikan baik pesantren maupun madrasah dan
sekolah.

A social system is defined as a set interrelated units that are engaged in


joint problem solving to accomplish a common goal. The members or units of
social system may be individuals, informal grups, organizatons, and/or
subsystems (Rogers 1995: 23). Berarti bahwa sistem sosial yang dibentuk
oleh tradisi-tradisi mempunyai dampak pada pola pembelajaran agama di
suatu komunitas.

Tradisi keislaman berlaku dan berkembang di tengah masyarakat Islam


yang semakin banyak jumlah dan variannya. Tradisi-tradisi yang bersifat
amalan dimensi keyakinan akidah, amalan yang berdimensi syari’at, dan
amalan yang berdimensi akhlak dan tasawuf terus berkembang di tengah
kehidupan beragama Islam. Di antara banyak amalan yang sudah menjadi
tradisi keislaman, antara lain : pembacaan asmaul, shalwatan, puji-pujian
bernilai religi, peringatan hari besar islam, ziyarah wali, haul, halal ni halal,
slametan, dan sebagainya.

Penggunaan media komputer dan ICT lainnya untuk pendidikan di


madrasah/sekolah Islam para dasarnya sudah terbiasa, misalnya untuk
menampilkan foto, video, power point, dan ebook yang berisi gambaran
tradisi dan budaya keislaman. Film documenter tentang sejarah dan tradisi
keislaman juga sudah banyak diajarkan dengan menggunakan media ICT.

42
Penggunaan media online secara virtual dan media offline sebagai
sarana pendidikan juga digunakan oleh sekolah dan madrasah untuk
mengajarkan nilai-nilai tradisi dan kebudayaan Islam. Youtube channel, TV
channel, bahkan live streaming sekarang dengan mudah dipergunakan untuk
pendidikan.

Benda baik berupa bangunan, barang, manuskrip, prasasti atau bentuk


lainnya sebagai media belajar tentang sejarah Islam dan peribadatan. Masjid
al-Aqsho dan makam Sunan Kudus di Kota Kudus, Masjid dan Makam Sunan
Muria di Colo Dawe Kudus, Beberapa masjid wali di Loramkulon Jati,
Nganguk Kota, Besito Gebog, dan sendang-sendang zaman kewalian juga
menjadi property kebudayaan Islam di Kudus.

Selain property kebudayaan berupa bangunan dan benda, keberadaan


para wali, ulama, dan orang-orang sholihin dan sholihat yang sudah wafat dan
dimakamkan di daerah terdekat merupakan daya tarik tersendiri. Keberadaan
mereka yang kemudian dihormati oleh masyarakat dengan melestarikan
semua ajarannya, baik yang bersifat dogma keimanan, aturan syari’at,
tauladan akhlak, hingga tradisi seperti menyembelih kerbau bukan sapi oleh
Sunan Kudus. Toleransi yang diajarkan oleh Sunan Kudus kepada umat
Hindu itu masih lestari sampai sekarang. Karena itu, mayoritas Masyarakat
Kudus berkorban dengan menyembelih kambing atau kerbau dan bukan sapi.

Istighatsah yang merupakan tradisi berdoa bersama yang sering


dilaksanakan baik oleh pesantren, madrasah, sekolah, maupun masyarakat.
Madrasah dan sekolah melaksanakan istighatsah dengan melibatkan semua
pelajar, guru, dan dipandu doa-doa oleh para kiai dan ulama serta habib. Doa-
doa yang dibaca berbentuk kompilasi dari berbagai redaksi doa yang
diijazahkan oleh ulama kemudian dibaca dan diamini bersama-sama.

Ziyarah juga menjadi tradisi mendoakan wali, ulama, guru, orang tua
yang sudah meninggal. Tradisi ziyarah biasa dilaksanakan oleh para pelajar
ke makam Walisongo yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa
Barat. Walisongo yang terkenal sebagai pendakwah Islam di pulai Jawa

43
terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Gresik, Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati.
Mereka juga mentradisikan ziyarah ke wali dan ulama di luar Walisongo,
misalnya Syeh Abu Syamsuddin Batuampar Madura, Syeh Kholil Bangkalan
Madura, Syeh Maulana Maghribi, Sultan Raden Fatah Demak, dan juga Syeh
Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya serta Sayid Ali bin Muhammad bin
Umar Panjalu Ciamis Jawa Barat.

Santunan anak yatim dan fakir miskin sebagai tradisi kepedulian sosial
juga mendapat perhatian yang besar di sekolah dan madrasah. Khususnya
pada hari Asyuro 10 Muharram, para pelajar dengan dipandu oleh gurunya
selalu mengumpulkan infak dan sedekah untuk anak yatim dan fakir miskin.

Pengelolaan tradisi keislaman dalam pendidikan menjadi pengayaan


khazanah keilmuan bidang pendidikan dan kajian sosial kebudayaan serta
meneguhkan identitas dakwah Islam di nusantara melalui pendidikan yang
berasimilasi dengan tradisi dan kebudayaan di berbagai daerah yang
berwawasan moderat.

44
Bab III
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif multikasus, seahingga
dimaksudkan untuk menggali data secara detail sampai titik jenuh untuk
kemudian dianalisis (McMillan 2001:29). Pengumpulan data melalui berbagai
metode sebagaimana Nasution (1996:58), Miles (1992:59), Bogdan
(1990:107), yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan focus group
discussion (FGD). Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif
model studi multikasus pada beberapa lokus lembaga pendidikan yang
menjadikan tradisi keislaman sebagai bagian dari pembelajaran dan
pendidikan.
Wawancara dilakukan untuk mendapat data dari pelaku pembelajaran,
baik guru, peserta didik, teman sejawat, maupun kepala dan wakil kepala
madrasah. Guru dimaksud adalah pengajar rumpun mata pelajaran agama
Islam, pengajar rumpun mata pelajaran sains, pengajar rumpun mata pelajaran
sosial, dan pengajar rumpun mata pelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia,
bahasa Arab, maupun bahasa Inggris.
Observasi juga dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan
untuk mendapat data otentik tentang pembelajaran berbasis digital untuk
empat rumpun mata pelajaran tersebut.
Adapun dokumentasi berupa data arsip, administrasi, foto, video,
rekaman, dan semacamnya menjadi penguat data keseluruhannya sehingga
pembelajaran berbasis digital itu benar-benar terbukti nyata adanya.
Focus group discussion (FGD) merupakan pengumpulan data melalui
forum diskusi, sekaligus untuk tahap verifikasi data (Marshall 2006:114).
Pengecekan keabsahan data menggunakan empat kriteria sebagaimana
Moleong (2001:78), yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferablity), kebergantungan (dependability) dan kepastian
(confirmability). Data yang terkumpul dan teruji keabsahannya kemudian
dianalisis. Selanjutnya data-data diuji validasinya kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis domain, analisis taksonomi, dan analisis komponensial
(Sugiyono 2007: 348).

45
B. Rencana Pembahasan

Analisis data menggunakan analisis model Spradley (1980:115),


melalaui empat tahapan analisis, yaitu analisis domain, analisis taksonomi,
analisis komponensial, dan analisis tema kultural. Analisis domain
merupakan langkah pertama dalam penelitian jenis kualitatif ini, untuk
menentukan kategori-kategori apa saja dari data-data yang sudah didapat.
Selanjutnya analisis taksonomi adalah untuk menjabarkan hasil kategori
dalam domain-domain itu. Kemudian analisis komponensial yaitu mencari
perbedaan yang spesifik dari setiap rincian yang didapat dalam analisis
taksonomi. Yang terakhir analisis tema yaitu mencari hubungan di antara
domain dan bagaimana hubungannya dengan keseluruhan, sehingga
penelitian menemukan simpulan sebagai temuannya. Model analisis ini juga
seperti model analisis menurut Ryan dan Bernard dalam Denzin (2000:377)
menjelaskan bahwa teknis analisis data dalam domain kultural (techniques
for analyzing data about cultural domain) menggunakan analisis
komponensial, taksonomi dan mental maps.

46
Bab IV
Data dan Pembahasan

A. Pengelolaan Kelas Berwawasan Moderasi Beragama


Pengelolaan kelas yang berwawasan moderasi beragama bisa dilakukan
di semua mata rumpun mata pelajaran, baik pelajaran agama islam, sains,
sosial, maupun bahasa. Pembelajaran dikelola melalui perencanaan,
kemudian dilanjutkan proses pembelajaran, hingga dilakukan evaluasi.
Pembelajaran dimulai dari konten kurikulum yang menjadi pijakan awal
hingga tujuan yang dicapai. Kurikulum yang berwawasan moderasi beragama
ditunjukkan dengan penerimaan terhadap konsensus final bangsa Indonesia
yaitu Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara. Pemahaman yang
dibangun di kelas pembelajaran memastikan bahwa Pancasila, Bhinneka
Tungga Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang
Dasar RI 1945. Empat pilar kebangsaan ini kemudian menjadi landasan
filosofis para perancang dan pengembang manajemen kelas untuk
menguatkan nilai-nilai moderasi beragama melalui semua mata pelajaran.

Pelajaran agama Islam tentu saja memuat dasar-dasar dan konten agama
Islam meliputi al-Quran, Hadits, Ulumul Quran, Ulumul Hadits, Aqidah,
Akhlak, Tasawuf, Ushul Fiqh, Fiqih, Tarikh, Sejarah Kebudayaan Islam, dan
Peradaban Islam beserta rumpunnya. Kurikulum resmi dari pemerintah
melalui kebijakan Kementerian Agama sudah sangat jelas berwawasan
moderat karena memang kementerian mengarusutamakan moderasi
beragama. Pada aspek pelaksanaannya di lembaga pendidikan, ditentukan
oleh pendekatan moderat dalam menyusun kurikulum yang menjadi konten
pembelajaran maupun pendekatan dan metode moderat dalam mengajarkan
agama Islam.

Pelajaran sains beserta rumpunnya misalnya matematika, IPA, Fisika,


Biologi, Kimia juga diharuskan untuk mendukung wawasan moderat dalam
beragama. Meskipun pelajaran rumpun sains tidak banyak memgandung
aspek agama Islam, namun pembelajaran di kelas dikelola dengan

47
menyisipkan dan menginternalisasikan sika-sikap moderat, misalnya moderat
dalam mensikapi gejala alam dan kejadian-kejadiannya.

Pelajaran sosial beserta rumpunnya misalnya sosiologi, antropologi,


politik, ekonomi, ketatanegaraan, hubungan internasional, pendidikan,
termasuk Pancasila dan kewarganegaan juga menjadi pelajaran yang sangat
penting dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Multikultural dan
lintas budaya merupakan fenomena sosial di manapun sehingga nilai-nilai
toleransi, saling menghargai, mengakui perbedaan, hidup dalam harmoni,
serta kesejahteraan bersama merupakan nilai utama yang dijunjung semua
bangsa.

Pelajaran bahasa beserta rumpunya misalnya bahasa Indonesia, bahasa


Jawa, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan lainnya mempunyai peran yang
sangat penting untuk menguatkan nilai-nilai moderasi sebagai karakteristik
hidup beragama, berbangsa, dan bernegara. Nilai kebahasaan yang agung
yaitu menjadi pemersatu antar individu, antar kelompok, antar suku, antar
bangsa, antar negara sehingga satu pihak dengan pihak lain terjalin harmoni,
saling pengertian, dan kebersamaan. Nilai-nilai itu juga bagian dari moderasi
yang diperjuangkan untuk semua orang.

B. Tradisi dan Kebudayaan Bernilai Pendidikan Islam


Tradisi keislaman berlaku dan berkembang di tengah masyarakat Islam
yang semakin banyak jumlah dan variannya. Tradisi-tradisi yang bersifat
amalan dimensi keyakinan akidah, amalan yang berdimensi syari’at, dan
amalan yang berdimensi akhlak dan tasawuf terus berkembang di tengah
kehidupan beragama Islam. Di antara banyak amalan yang sudah menjadi
tradisi keislaman, antara lain :
1. Pembacaan Asmaul Husna yaitu 99 nama Allah sebagai Tuhan Yang Maha
Kuasa dalam berbagai majelis, termasuk mengawali pembelajaran dan
kegiatan lainnya.
2. Shalawat Asnawiyah sudah menjadi tradisi di berbagai acara keagamaan
termasuk di madrasah di Kudus. Tradisi syi’iran shalawat Asnawiyyah

48
menurut Zudi (2014: 411-424) merupakan doa untuk Indonesia Raya.
Contohnya Madrasah NU Banat Kudus setiap ada forum dimulai dengan
membaca syi’ir shalawat Asnawiyah secara lengkap, dan madrasah yang
lain juga begitu.
3. Pembacaan al-Barjanji setiap malam Jumuat dan malam Senin di masjid,
musholla, pondok pesantren, dan berbagai kegiatan lainnya.
4. Amalan Dalail al-Khairat, yaitu membaca shalawat sebanyak tujuh paket
kodifikasi setiap harinya dengan disertai puasa selama tiga tahun berturut-
turut.
5. Syubbanul Wathan sebagai lagu mars kecintaan pada tanah air, bangsa dan
Negara Indonesia dilantunkan di setiap kegiatan pelajar dan santri.
6. Hari Santri 22 Oktober sebagai peringatan Resolusi Jihad Syeh
Muhammad Hasyim Asy’ari dan peringatan hari besar Islam lainnya,
misalnya Tahun Baru 1 Muharram, Santunan Yatim dai hari Asyuro 10
Muharram, Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal, Isra dan
Mi’raj 27 Rajab, dan Nuzulul Qur’an 17 Ramadan.
7. Ziyarah Walisongo, para wali dan ulama yang sudah wafat sebagai doa
dan tabarukan atas kebaikan dan jasa mereka dalam berdakwah dan
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat.
8. Haul pendiri (muassis) madrasah dan pesantren dilaksanakan setiap tahun
sebagai doa untuk para pendiri.
9. Kunjungan halal bi halal ke rumah guru dan kiai pada hari Raya Idul Fitri
pada minggu pertama Syawal karena ditradisikan sejak lama oleh pihak
madrasah dan pesantren.
10. Slametan sebagai doa dan sedekah dalam berbagai acara, misalnya
khataman al-Quran, memulai suatu kegiatan pembangunan gedung atau
mengawali kegiatan besar, manaqib Syeh Abdul Qodir al-Jailani, dan doa
Rasulullah SAW.

Madrasah dan sekolah Islam di Kudus memberlakukan beberapa tradisi


keislaman sebagai sumber belajar, sebagai media belajar, dan sebagai
pendekatan dalam pembelajaran. Pengelolaan tradisi-tradisi itu sebagai

49
sumber belajar dengan cara menjadikan materi ajar yang ditulis di buku
pelajaran, buku bacaan, modul, dan lembar kerja siswa. Pengelolaan tradisi-
tradisi sebagai media belajar berarti bahwa tradisi tertentu menjadi sarana
pembelajaran yang memudahkan murid memahami dengan baik, misalnya
pengenalan tentang perjuangan Walisongo dengan menyaksikan langsung
artefak, bangunan, prasasti, sejarah, dan tradisi warisan yang masih berlaku di
masyarakat. Tradisi keislaman yang berlaku dan berkembang di masyarakat
merupakan media besar bagi pelajar untuk memahami dan meneladani
dengan baik amalan ajaran Islam. Selain itu, tradisi keislaman juga menjadi
pendekatan dalam belajar. Tradisi menjadi pendekatan belajar secara
intelektual untuk menguatkan pemahaman tentang tradisi keislaman, secara
ritual untuk menguatkan peribadatan yang sudah mentradisi di masyarakat,
dan secara seremonial untuk menguatkan semangat perjuangan Islam dengan
meneladani para tokoh pendahulu yang gigih berjuang untuk agama, bangsa,
dan negara.

Sumber Belajar

Sumber belajar yang menjadikan tradisi keislaman dilestarikan di


lingkungan madrasah dan sekolah Islam berupa buku ajar Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI). Di dalam buku SKI banyak dikisahkan tentang
berbagai tradisi yang merupakan kebudayaan masyarakat Islam dalam
berdakwah dan menjalankan ajaran agama Islam. Di antara tema di dalam
buku ajaran SKI, antara lain : dakwah dan perjuangan Walisongo, khususnya
Sunan Kudus dan Sunan Muria yang makamnya ada di Kudus. Masjid al-
Aqsha Menara Kudus di Kauman Kota Kudus terdapat prasasti tentang
pendirian kota Kudus. Di belakang Masjid Menara juga ada makam Sunan
Kudus. Demikian juga Makam dan Masjid Sunan Muria berada di satu lokasi
di Gunung Muria di Colo Dawe Kudus.

Buku ke-NU-an merupakan buku khusus yang menjadi sumber belajar


di lingkungan madrasah dan sekolah LP Ma’arif Nahdlatul Ulama. Buku ini
berisi tentang akidah, syari’ah, dan akhlak ala ahlussunnah waljama’ah,

50
termasuk di dalamnya dijelaskan amalan dan tradisi keislaman yang
berkembang dari pesantren secara turun temurun. Amalan-amalan itu pada
akhirnya menjadi tradisi di kalangan pesantren, madrasah, dan sekolah serta
masyarakat. Misalnya, dalil dan pelajaran tentang aqaid limapuluh yang
biasanya dilafalkan dengan syi’ir aqidatul awam, dalil berdoa bersama yang
dikemas dalam tradisi tahlilan dan istightsah.

Lembar kerja siswa (LKS) merupakan buku ringkas yang berisi bacaan
dan latihan soal-soal ujian harian. Kenyataannya, LKS itu berisi pula
ringkasan tentang kebudayaan Islam di daerah, misalnya tentang upacara
wiwit yaitu slametan yang berisi doa dan sedekah makanan ketika memulai
panen, upacara ngapati yaitu slametan berisi doa ketika seorang hamil empat
bulan, mitoni yaitu slametan berisi doa ketika seorang hamil tujuh bulan, dan
walimatutasmiyah yaitu slametan berupa doa dan aqiqah untuk memberi
nama seorang bayi yang lahir.

Diktat atau modul juga disusun oleh tim guru yang biasanya disertai
latihan soal atau tes harian. Diktat atau modul itu biasanya berisi tentang
muatan kearifan lokal, misalnya tradisi tentang dandangan dan nyadran.
Tradisi dandangan adalah perayaan menyambut datangnya bulan suci
Ramadan. Beberapa tahun terakhir ini, ada juga peringatan ta’sis atau
pendirian masjid Menara. Tanggal 10 Muharram juga diadakan peringatan
kirim doa keberkahan untuk Sunan Kudus, dan tanggal 15 Muharram untuk
Sunan Muria. Pada bulan syawal juga ada perayaan seribu ketupat di Colo
dekat makam Sunan Muria.

Internet yang memuat banyak informasi online juga menjadi salah satu
sumber belajar, terutama yang terkait dengan sejarah, kebudayaan, dan tradisi
yang belum tertulis di buku. Misalnya tentang keberadaan tradisi keislaman di
desa-desa dan dukuh-dukuh, komunitas kecil masyarakat, dan juga amalan
yang bersifat lokal. Contoh praktiknya, kebiasaan sedekah sarapan pagi
sesudah pengajian bakda subuh di masjid, sedekah makanan untuk jamaah

51
shalat Jumu’at, membaca Qur’an Surat al-Waqiah setelah shalat ashar oleh
para pelajar dan santri.

Catatan dari kelas yang merupakan ringkasan penjelasan guru ketika


mengajar di kelas juga bagian dari sumber belajar, Guru sering menerangkan
suatu tradisi dan pengamalan beragama yang tidak tertulis di buku dan
internet. Misalnya, guru mengkisahkan tentang seorang amalan dan kebiasaan
kiai yang ‘alim dan punya karomah, habib yang ikhlas dan berwibawa dalam
berdakwah, serta sebab-sebab suatu madrasah sangat diminati oleh
masyarakat karena keikhlasan para pendiri dan guru-gurunya. Informasi
seperti ini tidak tertulis di buku, maka disampaikan secara turun temurun
secara lisan.

Media Belajar

Penggunaan media komputer dan ICT lainnya untuk pendidikan di


madrasah/sekolah Islam para dasarnya sudah terbiasa, misalnya untuk
menampilkan foto, video, power point, dan ebook yang berisi gambaran
tradisi dan budaya keislaman. Film documenter tentang sejarah dan tradisi
keislaman juga sudah banyak diajarkan dengan menggunakan media ICT.

Penggunaan media online secara virtual dan media offline sebagai


sarana pendidikan juga digunakan oleh sekolah dan madrasah untuk
mengajarkan nilai-nilai tradisi dan kebudayaan Islam. Youtube channel, TV
channel, bahkan live streaming sekarang dengan mudah dipergunakan untuk
pendidikan.

Benda baik berupa bangunan, barang, manuskrip, prasasti atau bentuk


lainnya sebagai media belajar tentang sejarah Islam dan peribadatan. Masjid
al-Aqsho dan makam Sunan Kudus di Kota Kudus, Masjid dan Makam Sunan
Muria di Colo Dawe Kudus, Beberapa masjid wali di Loramkulon Jati,
Nganguk Kota, Besito Gebog, dan sendang-sendang zaman kewalian juga
menjadi property kebudayaan Islam di Kudus.

52
Selain property kebudayaan berupa bangunan dan benda, keberadaan
para wali, ulama, dan orang-orang sholihin dan sholihat yang sudah wafat dan
dimakamkan di daerah terdekat merupakan daya tarik tersendiri. Keberadaan
mereka yang kemudian dihormati oleh masyarakat dengan melestarikan
semua ajarannya, baik yang bersifat dogma keimanan, aturan syari’at,
tauladan akhlak, hingga tradisi seperti menyembelih kerbau bukan sapi oleh
Sunan Kudus. Toleransi yang diajarkan oleh Sunan Kudus kepada umat
Hindu itu masih lestari sampai sekarang. Karena itu, mayoritas Masyarakat
Kudus berkorban dengan menyembelih kambing atau kerbau dan bukan sapi.

Istighatsah yang merupakan tradisi berdoa bersama yang sering


dilaksanakan baik oleh pesantren, madrasah, sekolah, maupun masyarakat.
Madrasah dan sekolah melaksanakan istighatsah dengan melibatkan semua
pelajar, guru, dan dipandu doa-doa oleh para kiai dan ulama serta habib. Doa-
doa yang dibaca berbentuk kompilasi dari berbagai redaksi doa yang
diijazahkan oleh ulama kemudian dibaca dan diamini bersama-sama.

Ziyarah juga menjadi tradisi mendoakan wali, ulama, guru, orang tua
yang sudah meninggal. Tradisi ziyarah biasa dilaksanakan oleh para pelajar
ke makam Walisongo yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa
Barat. Walisongo yang terkenal sebagai pendakwah Islam di pulai Jawa
terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Gresik, Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati.
Mereka juga mentradisikan ziyarah ke wali dan ulama di luar Walisongo,
misalnya Syeh Abu Syamsuddin Batuampar Madura, Syeh Kholil Bangkalan
Madura, Syeh Maulana Maghribi, Sultan Raden Fatah Demak, dan juga Syeh
Abdul Muhyi Pamijahan Tasikmalaya serta Sayid Ali bin Muhammad bin
Umar Panjalu Ciamis Jawa Barat.

Santunan anak yatim dan fakir miskin sebagai tradisi kepedulian sosial
juga mendapat perhatian yang besar di sekolah dan madrasah. Khususnya
pada hari Asyuro 10 Muharram, para pelajar dengan dipandu oleh gurunya
selalu mengumpulkan infak dan sedekah untuk anak yatim dan fakir miskin.

53
Pendekatan Belajar

Resolusi jihad 22 Oktober yang dititahkan oleh Syeh Muhammad


Hasyim Asy’ari terus menjadi momentum untuk dikenang dan dihayati oleh
para pelajar dan santri. Lebih-lebih setelah pemerintah meresmikan tanggal
22 Oktober sebagai Hari Santri. Kejadian itu seiring kemudian dengan
pertempuran 10 November sebagai perjuangan membela tanah air dan bangsa
Indonesia yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Maulid dan shalawat sebagai ibadah dan tabarukan terhadap Rasulullah


Muhammad SAW dilaksanakan dalam berbagai kegiatan, misalnya setiap
malam Jumuat dan malam Senin di masjid, musholla, dan pesantren. Juga di
forum kegiatan madrasah dan sekolah yang biasanya dilaksanakan bersamaan
dengan acara pengajian serta maulid Nabi Muhammad SAW. Untuk
menyemarakkan pembacaan shalawat, para santri dan pelajar juga menabuh
rebana. Grup rebana untuk bershalawat berdiri di semua madrasahm sekolah,
dan pesantren. Tradisi bershalawat dengan rebana sudah menjadi tradisi yang
sangat kuat dan banyak dilaksanakan oleh semua kalangan.

Ziyarah dan doa untuk pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama sebagai


ibadah dan tabarukan. Lembaga pendidikan pesantren, madrasah, sekolah
yang berafiliasi di bawah naungan Nahdlatul Ulama sering mengadakan
ziyarah berupa kunjungan ke makam para pendiri Nahdlatul Ulama, misalnya
ke Makam KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri
Sansuri di Jombang Jawa Timur dan KH. Raden Asnawi di Kudus. Selain
berziyarah kepada para leluhur pendiri Nahdlatul Ulama, para santri, pelajar,
dan gurunya sering juga datang bersilaturrahim ke kiai-kiai yang dianggap
khusus, misalnya ke KH. Musthofa Bisri dan KH. Bahauddin Nursalim di
Rembang, Habib Luthfi bin Yahya di Pekalongan, KH. Sya’roni Ahmadi di
Kudus, KH. Yusuf Khudhori di Magelang, dan KH. Ubaidillah Shodaqoh di
Semarang.

Haul pendiri (muassis) yayasan dan lembaga pendidikan sebagai doa


dan tabarukan diselenggarakan setiap tahun. Tradisi haul dilaksanakan oleh

54
lembaga pendidikan baik pesantren, madrasah, maupun sekolah. Misalnya,
setiap tahun para siswa dan guru di Madrasah Qudsiyyah di Kota Kudus
menggelar doa bersama untuk KH. Raden Asnawi sebagai pendiri Qudsiyyah.
Demikian juga para santri dan alumni berkumpul setiap tahun untuk
menggelar doa haul untuk KH. Makmun di Pondok Pesantren Tasywiqut
Thullab Salafiyah di utara Menara Kudus, serta KH. Ahmad Basyir sebagai
pendiri Pondok Pesantren Darul Falah di Jekulo Kudus.

Upacara Hari Santri 22 Oktober dimasudkan untuk peringatan peran


santri bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semangat
perjuangan ulama dan santri sejak perjuangan meraih kemerdekaan hingga
mempertahankannya terus dipupuk. Generasi masa kini tidak berjuang seperti
zaman penjajahan dan awal kemerdekaan, tetapi dengan cara memahami dan
menghayati perjuangan pada pendahulu agar muncul semangat mengisi
kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Tradisi seremonial yang lain adalah
peringatan hari besar Islam, meliputi Tahun Baru Islam 1 Muharram, Hari
Asyuro 10 Muharram, Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awwal, Isra
Mi’raj 27 Rajab, Dandangan dan Nyadran Akhir Sya’ban, Nuzulul Qur’an 17
Ramadan, Halal Bihalal 1 Syawwal, dan Penyembelihan dan Pembagian
Daging Kurban 10 Dzulhijjah.

Tabel : Pembelajaran berbasis Tradisi Keislaman


Domain Taxonomy Componential Analysis
Analysis Analysis
Tradisi  Buku  Buku Ajar Sejarah dan
Keislaman Kebudayaan Islam yang memuat
sebagai tradisi keislaman
Sumber  Buku Ke-NU-an : Ahlusunnah
Belajar Waljama’ah yang menjelaskan
tradisi keislaman
 Diktat  Bacaan pada Lembar Kerja Siswa
yang momot tradisi keislaman
 Modul yang disusun oleh guru
dberisi tradisi keislaman
 Lembar  Bacaan dari sumber internet
Bacaan tentang tradisi-tradisi keislaman
 Bacaan dari ringkasan penjelasan

55
guru tentang tradisi keislaman
Tradisi  ICT based  Penggunaan media computer dan
Keislaman ICT lainnya untuk pendidikan di
sebagai Media madrasah/sekolah Islam
Belajar  Penggunaan media online secara
virtual dan media offline sebagai
sarana pendidikan
 Property  Benda baik berupa bangunan,
based barang, manuskrip, prasasti atau
bentuk lainnya sebagai media
belajar tentang sejarah Islam dan
peribadatan
 Keberadaan para wali, ulama, dan
orang-orang sholihin dan sholihat
yang sudah wafat dan pesareannya

 Activity  Istighatsah yang merupakan tradisi


based berdoa bersama
 Ziyarah sebagai tradisi mendoakan
wali, ulama, guru, orang tua yang
sudah meninggal
 Santunan anak yatim dan fakir
miskin sebagai tradisi kepedulian
social
Tradisi  Intelektual  Pemahaman dan internalisasi nilai-
Keislaman nilai resolusi jihad 22 Oktober dan
sebagai pertempuran 10 November sebagai
Pendekatan perjuangan membela tanah air dan
Belajar bangsa Indonesia
 Ritual  Maulid dan shalawat sebagai
ibadah dan tabarukan terhadap
Rasulullah Muhammad SAW
 Ziyarah dan doa untuk pendiri
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama
sebagai ibadah dan tabarukan
 Haul pendiri (muassis) yayasan dan
lembaga pendidikan sebagai doa
dan tabarukan
 Ceremonial  Upacara Hari Santri 22 Oktober
sebagai peringatan peran santri
bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
 Peringatan hari besar Islam : Tahun
Baru Islam 1 Muharram, Hari
Asyuro 10 Muharram, Maulid Nabi

56
Muhammad 12 Rabiul Awwal, Isra
Mi’raj 27 Rajab, Dandangan dan
Nyadran Akhir Sya’ban, Nuzulul
Qur’an 17 Ramadan, Halal Bi
Halal 1 Syawwal, Penyembelihan
dan Pembagian Daging Kurban 10
Dzulhijjah.

57
Bab V
Penutup

5.1 Simpulan

Simpulan dari penelitian ini digambarkan dalam table berikut ini,


bahwa sekian banyak tradisi keislaman itu telah menjadi supporting system
pendidikan Islam yang sangat kaya akan nilai-nilai keislaman, baik pada
aspek akidah, syariah, dan akhlak serta kebudayaan Islam.

5.2 Saran

Demikian deskripsi tentang pengelolaan tradisi keislaman dalam


penguatan pendidikan Islam, untuk menjadi pengayaan khazanah keilmuan
bidang pendidikan dan kajian sosial kebudayaan serta meneguhkan identitas
dakwah Islam di nusantara melalui pendidikan yang berasimilasi dengan
tradisi dan kebudayaan di berbagai daerah.

58
Daftar Pustaka
.
Abdullah, M. Amin. 1 9 9 6 . Studi Agama, Normativitas atau
Historisitas. Yogyakarta
Al-Jazuli, Abu Abdillah Muhammad Sulaiman. 2011. Dalail al-
Khairat. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Ali, As’ad Said. 2010. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa
(Cetatakan Ketiga). Jakarta: LP3ES.
Arifin, Syamsul, dkk. 1996. Spiritualisasi dan Peradaban
Masa Depan. Yogyakarta: SIPRESS
Bogdan, Robert C dan Biklen, S Knopp. 1990. Riset Kualitatif untuk
Pendidikan : Pengantar Teori dan Metode. Terjemahan Munandir.
Jakarta:Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan
Pengembangan Aktifitas Instruksional Universitas Terbuka.
Denzin, Norman, K and Lincold, Yvonna S. 2000. Handbook of Qualitative
Research (Second Edition). California:Sage Publication, Inc.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat
Jawa, Terj. Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jawa
Haedari, Amin dkk. 2004. Masa Depan Pesantren. Jakarta: Indo Press
Herusatoto, Budiono. 1 9 8 7 . Simbolisme Dalam Budaya Jawa.
Yogyakarta: Hanindita
Hill, Winfred F. 2014. Theories of Learning (terjemahan M. Khozim dari
Learning : A Survey of Psychological Interpretations.
Bandung:Penerbit Nusa Media.
Jamil, Abdul dkk. 2000. Islam dan Budaya Jawa. Yogyakarta: Gama
Media
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 1995. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Jambatan
Marshall, Catherine and Gretchen B. Rossman. 2006. Designing Qualitative
Research. California:Sage Publication, Inc.
McMillan, James H. and Sally Schumacher. 2001. Reseach In Education : A
Conceptual Introduction, San Francisco, Longman.
Miles, Matthew B, dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan Tjetjep Rohendi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.

59
Prio Prabowo, Dhanu. 2003. Pengaruh Islam dalam Karya-Karya
R. Ng. Ranggawarsita. Yogyakarta: Narasi
Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovations. New York: The Free
Press.
Simuh. 2003. Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa. Yogyakarta: Teraju
Simuh. 1999. Sufisme Jawa. Yogyakarta: Bentang Budaya
Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik. Bandung:Tarsito.
Sadiman, S Arif dan Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito. 2012. Media
Pengajaran : Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Setiawan, Zudi. 2014. “Implementasi dan Internalisasi Nasionalisme dalam
Tradisi Masyarakat” dalam Jurnal Ilmu Politik dan
Pemerintahan  edisi Vol. 1, No. 4, Januari 2014.Sugiyono. 2008.
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D. Bandung:Alfabeta.
Subhan, Arief. 2012. Lembaga Pendidikan Islam Indoensia Abad Ke-
20. Jakarta: Kencana.
Spradley, James. 1980. Participant Observation. Rinchart and Winston:Holt.
Syahri, A. 1985. Implementasi Agama Islam pada Masyarakat Jawa. Jakarta:
Depag
Thomas Dawes Elliot, dalam Henry Pratt Fair Child (ed.). 1975.
Dictionary of Sociology and Related Sciences. New Jersey:
Little Field, Adam & Co.
Umar, A. 2015. Madrasah Transformatif – Best Praktices Pengelolaan
Madrasah di Kota Santri. Semarang: Fatawa Publishing.
Woodward, Mark R. 2004. Islam Jawa, Kesalahan Normatif Versus
Kebatinan.Yogyakarta: LKIS

60

Anda mungkin juga menyukai