Anda di halaman 1dari 29

Sharia Law Institute adalah lembaga riset,m

pengkajian dan pendidikan yang berfokus pada


hukum syariah, baik perkara Hukum Tata
Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata dll.

Setiap kajian yang dilakukan selalu berupaya


untuk hati-hati berdasarkan al-Qur‟an, as-
Sunah, Ijma Sahabat, Itjihad Imam Mahzab dan
Ulama hanif, serta qiyas.

Semua itu dilakukan dalam rangka


mempersiapkan dan memahamkan masyarakat
Daftar Isi ; akan bagaimana mekanisme hukum syariah saat
diterapkan di Negara Khilafah.
Konstitusi
Negara Dan yang lebih penting adalah menopang
Khilafah. Negara Khilafah, agar Khalifah semakin mudah
dalam menerapkan hukum-hukum syariah.
Piagam Madinah
Konstitusi Tertulis Pertama
Didunia. Alhamdulillah, saat ini karya yang telah kami
luncurkan diantaranya;

Piagam Madinah 1. Hukum Tata Negara Khilafah


Konstitusi Negara Islam Pertama.
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Negara Khilafah
Piagam Madinah 3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Konstitusi atau bukan?.
Negara Khilafah

4. The Constitutional of the Islamic


Khilafah

Selamat membaca.
KONSTITUSI
NEGARA
KHILAFAH Penulis, Chandra Purna Irawan

A. Latar Belakang

Catatan sejarah mengenai timbulnya negara konstitusional di kalangan umat Islam sesungguhnya
merupakan suatu proses sejarah yang panjang. Sejarah Islam telah mencatat bahwa sejak zaman
Rasulullah Saw telah telah lahir konstitusi tertulis pertama yang kemudian dikenal dengan konstitusi
Madinah atau disebut Piagam Madinah. Negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad saw pada tahun
pertama hijrah atau tahun 622 M dinilai sebagai utama pendirian Negara Islam. Konstitusi ini merupakan
piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam
golongan.

Konstitusi bersumber dari dari pewahyuan al-Qur'an dan keputusan Nabi saw sering disebut dengan
syari'at. Karena itu, sumber utama konstitusi adalah al-Qur;an dan Sunnah Nabi saw. Instruksi-instruksi
spesifik dari kedua sumber tersebut kemudian diperluas dan dikodifikasikan kedalam fiqh oleh para
fuqoha atau yuris dengan mengunakan instrument-instrument interpretatif atau sumber prosedural syari'at
seperti qiyas (menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur'an dan hadits dengan
cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash), ijma' sahabat
(consensus), Ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan nalar untuk
menyelidiki dan menetapkan hukum suatu perkara berdasarkan Al-Qur'an dan hadits) dan lain-lain.

Jurnal Sharia Law Halaman | 01


Di negara-negara modern, konstitusi merupakan suatu yang sangat krusial. Karena ia merupakan
pegangan dan pemberi batas atau pengendali kekuasaan dan sekaligus mengatur bagaimana kekuasaan
negara harus dijalankan. Hal ini disebabkan, dalam konstitusi terkandung berbagai asas yang ditetapkan
guna mengatur bagaimana kekuasaan negara didistribusikan antara berbagai lembaga kenegaraan, seperti
dewan umah, Mu'âwinûn at-Tafwîdh, Wuzarâ' at-Tanfîdz., Wali (Gubernur), Amîrul Jihâd, baitul mall,
peradilan dll.

Dengan kata lain, konstitusi menentukan cara bagaimana kekuasaan negara bekerja sama dan
menyesuaikan diri satu sama lain. Betapa pentingnya konstitusi itu bagi suatu negara,

Persoalan konstitusi menjadi perdebatan yang tidak pernah berakhir di kalangan pemikir muslim,
terutama ketika dihadapkan pada masalah hubungan agama dan negara. Dalam hal ini, ada tiga perbedaan
pendapat tentang hubungan negara dan agama ;

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Islam tidak membahas masalah kenegaraan. Karena itu, tidak
pada tempatnya untuk mengatakan bahwa konsep negara ditemui dalam Islam.

Kedua, Islam mempunyai perangkat kenegaraan dan karenya tidak alasan untuk memisahkan keduanya.

Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa agama dan negara saling membutuhkan.

Sejalan dengan pandangan diatas, ada tiga pola hubungan antara agama dan negara.

Pertama, pola integralistik yang menawarkan konsep bersatunya negara dan agama. Agama dan negara
tidak dapat dipisahkan. Apa yang menjadi wilayah agama otomatis menjadi wilayah politik.
Konsekwensi dari pandangan ini, maka Islam harus menjadi dasar negara, bahwa syari'ah harus diterima
sebagai konstitusi negara. Model teori ini lebih menekankan pada aspek legal formal idealisme politik
Islam.

Kedua, pola simbiotik yang menawarkan pandangan bahwa agama dan negara berhubungan satu sama
lain secara timbal balik dan saling memerlukan. Model teori politik ini, lebih menekankan pada subtansi
daripada bentuk negara yang legal formal.

Ketiga, pola sekularistik yang memisahkan antara agama dan negara. Model teori politik ini, negara
menghilangkan sama sekali agama (syari'ah) dari dasar negaranya dan mengadopsi sepenuhnya hukum
dari negara barat.

Dalam hal ini, penulis menegaskan bahwa pola integralistik yang sesuai shariah. Islam bukan sekedar
ritual atau aqidah ruhiyah, melainkan juga ideologi atau mabda atau aqidah siyasiyah yang menjelaskan
terkait mekanisme menjalankan negara, hukum, ekonomi dan sosial budaya.

B. Istilah Konstitusi dalam Hukum Islam

Dalam hukum ketatanegaraan Islam (Fiqh Siyasah), konstitusi disebut dengan dustur (berasal dari
bahasa Persia). Semula artinya adalah seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik
maupun agama. Dalam perkembangannya, kata ini digunakan untuk menunjukkan anggota kependetaan
(pemuka agama) Zoroaster (Majusi). Setelah mengalami penyerapan kedalam bahasa Arab, kata dustur

Jurnal Sharia Law Halaman | 02


berkembang pengertiannya menjadi asas, dasar atau pembinaan. Menurut istilah, dustur berarti kumpulan
kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam sebuah
negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).

Kata dustur (undang-undang dasar) dan qanun (undang-undang) adalah istilah asing yang mempunyai
hubungan erat dengan hukum, bolehkah kedua kata ini diadopsi?

Setelah memperhatikan makna masing-masing, kita akan melihat kesesuaian maknanya dengan hukum
syara'.

Kata undang-undang mempunyai arti suatu perkara yang ditetapkan oleh penguasa untuk dijalankan oleh
rakyatnya. Kata undang-undang didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang ditetapkan oleh penguasa
dan memiliki kekuatan untuk mengikat rakyat dan mengatur hubungan di antara mereka.

Adapun kata dustur berarti undang-undang dasar bagi suatu pemerintahan. Definisinya adalah undang-
undang yang mengatur bentuk sebuah negara, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan
wewenang badan-badan pemerintah. Dengan demikian, dustur melahirkan aturan yang dijalankan oleh
negara sebagai pemikiran yang menyeluruh. Aturan ini melahirkan keputusan-keputusan tertentu yang
ditetapkan oleh penguasa. Keputusan-keputusan yang terperinci ini merupakan undang-undang yang
menjelaskan tentang hak dan kewajiban pelaksanaan pemerintahan, misalnya hak-hak dan kewajiban
setiap individu warga negara.

C. Sumber Undang-undang dasar

Undang-undang dasar dan undang-undang memiliki sumber-sumber pengambilan hukum yang dapat
dibagi menjadi dua macam sebagai berikut. Pertama, sumber yang melahirkan undang-undang dasar atau
undang-undang secara langsung, seperti adat istiadat, agama, pendapat para pakar hukum, dan
yurisprudensi (hukum-hukum peradilan). Sumber seperti disebut dengan perundang-undangan, seperti
yang terjadi di Inggris dan Amerika.

Kedua, sumber yang sudah ada dan menjadi rujukan untuk undang-undang dasar dan perundang-
undangan, sebagaimana yang terjadi di Perancis, Turki, Mesir, Irak, dan Syria. Sumber seperti ini
dinamakan dengan sumber historis atau sejarah.

Ini berarti negara mana pun di dunia ini mengambil undang-undang dasar dan undang-undangnya dari
kedua sumber di atas. Bisa dari sumber perundang-undangan atau dari sumber historis. Dalam hal ini,
undang-undang dasar merupakan hukum-hukum umum, adapun undang-undang merupakan hukum-
hukum khusus yang merupakan cabang.

Kita telah melihat, kata dustur dan qanun dalam istilah asing berarti hukum-hukum tertentu yang telah
dilegalisasi oleh negara untuk dijalankan oleh rakyat sebagai suatu keharusan. Makna seperti ini terdapat
pula pada kaum Muslim karena khalifah memiliki wewenang untuk melegalisasi hukum syara' tertentu
yang mengikat rakyat untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, dua istilah ini, yaitu dustur dan qanun boleh
digunakan tanpa ada halangan.

Sumber konstitusi negara Khilafah hanyalah al-Quran dan Sunah. Lahirnya syariat merupakan hasil
ijtihad para mujtahid dan legalisasi khalifah terhadap hukum syara' yang diperintahkan untuk
dilaksanakan oleh rakyat.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan sifat dan hak khusus-Nya dalam masalah membuat hukum ini
didalam firman-Nya :
Jurnal Sharia Law Halaman | 03
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan sifat dan hak khusus-Nya dalam masalah membuat hukum ini
didalam firman-Nya :

{57}

”Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi
keputusan yang paling baik”. (Qs. Al-An'am : 57)

Penyandaran kewenangan pembuatan hukum itu adalah ibadah yang hanya disandarkan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak boleh disandarkan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
sebagaimana firman-Nya:

{40}

“Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali
kepada-Nya. Itulah agama yang lurus”. (Qs. Yusuf : 40)

D. Legislasi Dalam Negara Khilafah

Meski demikian, tidak berarti negara dalam Islam identik dengan teokrasi atau kekuasaan tuhan, dimana
seorang kepala negara Islam diklaim sebagai wakil Tuhan. Jelas tidak. Bahkan, konsep teokrasi ini justru
ditolak oleh Islam. Namun, tidak berarti, jika Islam menolak teokrasi, berarti negara Islam menganut
demokrasi atau kekuasaan rakyat. Juga tidak. Karena, demokrasi pun jelas-jelas ditolak oleh Islam.
Namun, ini juga tidak berarti bahwa negara Islam identik dengan teo-demokrasi, yang
mengkompromikan kekuasan tuhan dan manusia. Juga tidak. Karena, baik teokrasi maupun demokrasi
sama-sama ditolak oleh Islam. Jadi, kalau bukan teokrasi, demokrasi atau teo-demokrasi, lalu apa?
Jawabannya adalah Khilafah.

Khilafah Negara Manusia

Khilafah adalah negara bagi umat Islam di seluruh dunia, yang dipimpin oleh seorang Khalifah dengan
menjalankan hukum Islam secara kaffahdi dalam negeridan mengemban Islam ke seluruh dunia dengan
dakwah dan jihad. Khalifah adalah pria, Muslim, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu mengemban
seluruh tugas kekhilafahan. Dia adalah manusia biasa, bukan wakil Tuhan, bukan pula Nabi dan Rasul,
juga tidak maksum dari kesalahan, yang dipilih oleh umat Islam dan diberikan mandat melalui baiat yang
mereka berikan. Karena itu, dia bisa juga melakukan kesalahan, sebagaimana manusia yang lain.

Namun demikian, Islam memberikan hak kepadanya untuk mengadopsi hukum agar bisa dijadikan
sebagai konstitusi maupun perundang-undangan. Karena Islam tidak mengenal pemisahan kekuasaan
(split of power), maka di tangannyalah seluruh kekuasaan itu berada. Dialah satu-satunya orang yang
diberi otoritas untuk mengadopsi hukum menjadi konstitusi dan perundang-undangan. Meski demikian,
tidak berarti produk hukum yang ditetapkannya sebagai konstitusi dan perundang-undangan itu tidak bisa
dibatalkan. Karena itu, di negara Khilafah ada Mahkamah Madzalim yang diberi otoritas untuk menguji,
bahkan membatalkan hukum yang dianggap menyalahi hukum Islam. Sekalipun hukum tersebut telah
ditetapkan oleh Khalifah sebagai konstitusi dan perundang-undangan.

Jika dalam sistem demokrasi dengan trias politikanya telah memberikan hak legislasi kepada parlemen,
maka majelis umat di dalam negara Khilafah, yang merupakan representasi dari rakyat di seluruh dunia
Jurnal
tidak Sharia
mempunyai Law
fungsi Halaman
legislasi. Fungsi majelis umat adalah fungsi syura dan muhasabah | 04
(kontrol).
Jika dalam sistem demokrasi dengan trias politikanya telah memberikan hak legislasi kepada parlemen,
maka majelis umat di dalam negara Khilafah, yang merupakan representasi dari rakyat di seluruh dunia
tidak mempunyai fungsi legislasi. Fungsi majelis umat adalah fungsi syura dan muhasabah (kontrol).

Syura Bukan Legislasi

Fungsi syura dan muhasabah ini jelas berbeda dengan fungsi legislasi parlemen. Syura ini merupakan
aktivitas mengambil pendapat yang dilakukan di dalam majelis. Di dalamnya, bisa menyangkut hukum
syara', akademik termasuk strategi tertentu. Dalam hal ini, tolok ukur yang digunakan untuk mengambil
pendapat adalah pendapat yang paling benar, bukan suara mayoritas. Jika terkait dengan hukum syara',
pendapat yang paling benar adalah ketika hukum tersebut dalilnya paling kuat, meski tidak didukung oleh
suara mayoritas. Demikian juga kebenaran pendapat dalam akademik maupun strategi tidak
dikembalikan kepada suara mayoritas, tetapi dikembalikan kepada pakar di bidangnya. Suara majelis
umat dalam konteks ini tidak mengikat Khalifah. Inilah yang biasanya disebut syura.

Sebagai contoh, ketika Khalifah menetapkan APBN Khilafah karena sumber pendapatan dan pos
pengeluarannya telah ditetapkan oleh hukum syara', maka anggota majelis umat tidak mempunyai hak
budget yang mengikat Khalifah. Dalam kasus ini, Khalifah tidak harus tunduk kepada suara majelis umat.

Ada juga pengambilan pendapat yang dilakukan oleh majelis umat dalam perkara yang tidak terkait
dengan hukum syara', juga tidak terkait dengan masalah akademik maupun strategi tertentu, tetapi
masalah teknis yang dampaknya bisa mereka perkirakan. Seperti memilih Utsman menjadi Khalifah,
bukan 'Ali. Masalah seperti ini merupakan masalah teknis, dan ditentukan berdasarkan suara mayoritas.
Pendapat majelis umat dalam hal ini mengikat dan harus dilaksanakan. Karena itu, siapa yang dipilih oleh
majelis umat menjadi Khalifah, maka dia harus dibaiat sebagai Khalifah. Demikian juga, ketika majelis
umat keberatan dengan pengangkatan wali di daerah tertentu, maka kalau keberatan tersebut didukung
suara mayoritas, suara majelis umat ini pun mengikat bagi Khalifah, dan wajib dilaksanakan.

Dengan demikian, fungsi syura dalam majelis umat tidak identik dengan legislasi dalam parlemen. Dalam
negara demokrasi, produk legislasi parlemen ini mengikat eksekutif dan yudikatif, sedangkan
produksyuramajelis umat ini tidak mengikat, baik bagi Khalifah maupun yang lain. Selain itu, otoritas
pembuatan konstitusi dan perundang-undangan ada di tangan Khalifah. Karena dialah, satu-satunya yang
berhak mengadopsi hukum syara' sebagai konstitusi dan perundang-undangan negara Khilafah.
Meskipun untuk itu, boleh saja dia mengadopsi pendapat majelis umat, tetapi itu tidak mengikat.

Dalam mengadopsi pemikiran dan hukum, pertama-tama Khalifah tidak akan mengadopsi mazhab
tertentu sebagai pemikiran dan hukum negara sehingga akan menyebabkan negara Khilafah menjadi
negara mazhab. Khalifah juga tidak akan mengadopsi masalah akidah, kecuali menetapkan wajibnya dalil
qath'i sebagai dalil akidah. Ini untuk menghilangkan dharar, yang memang hukumnya wajib, yaitu terjadi
saling kafir-mengafirkan di antara sesama kaum Muslim karena perbedaan furu' akidah. Selain itu,
Khalifah juga tidak akan mengadopsi masalah ibadah, seperti shalat, puasa dan haji, kecuali penyatuan
awal-akhir Ramadhan, penetapan wukuf dan 10 Dzulhijjah, juga zakat dan jihad. Selebihnya, diserahkan
kepada masing-masing sesuai dengan mazhabnya.

Ketika mengadopsi hukum, Khalifah akan menetapkan kaidah tabanni, seperti hanya menggunakan
Alquran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas, misalnya. Dengan begitu, dalam proses pembuatan
konstitusi dan perundang-undangan, Khalifah tidak akan mengadopsi hukum yang tidak dibangun dengan
salah satu dari keempat dalil di atas. Sebab, jika dia mengadopsi hukum yang ternyata tidak diambil dari
salah satu dalil tersebu, maka hukum tersebut statusnya bukan hukum Islam baginya. Jika hukum tersebut
bukan hukum Islam baginya, maka ketika dia jadikan konstitusi dan perundang-undangan, status
Jurnaldan
konstitusi Sharia Law
perundang-undangan Halaman
tersebut juga bukan konstitusi dan perundang-undangan Islam. | 05
salah satu dalil tersebu, maka hukum tersebut statusnya bukan hukum Islam baginya. Jika hukum tersebut
bukan hukum Islam baginya, maka ketika dia jadikan konstitusi dan perundang-undangan, status
konstitusi dan perundang-undangan tersebut juga bukan konstitusi dan perundang-undangan Islam.

Jika ini terjadi, maka Mahkamah Madzalim harus menjalankan tugasnya, yaitu menguji dan
membatalkan konstitusi dan perundang-undangan tersebut. Selain itu, koreksi dan kontrol juga bisa
dilakukan oleh majelis umat dan partai politik. Mahkamah Madzalim juga bisa menguji penarikan hukum
(istidlal) yang dilakukan oleh Khalifah, apakah dalil yang digunakan untuk menarik hukum tersebut
sudah tepat atau tidak. Karena itu, para hakim Mahkamah Madzalim ini harus mempunyai kualifikasi
mujahid sehingga bisa menjalankan tugas dan fungsinya. [ ]

Konstitusi bersumber dari dari pewahyuan al-


Qur'an dan keputusan Nabi saw sering disebut
dengan syari'at. Karena itu, sumber utama
konstitusi adalah al-Qur;an dan Sunnah Nabi
saw. Instruksi-instruksi spesifik dari kedua
sumber tersebut kemudian diperluas dan
dikodifikasikan kedalam fiqh oleh para fuqoha
atau yuris dengan mengunakan instrument-
instrument interpretatif atau sumber prosedural
syari'at seperti qiyas (menerangkan hukum
sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur'an
dan hadits dengan cara membandingkannya
dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash), ijma' sahabat (consensus),
Ijtihad (usaha yang sungguh-sungguh dengan
mengerahkan segala kemampuan nalar untuk
menyelidiki dan menetapkan hukum suatu
perkara berdasarkan Al-Qur'an dan hadits) dan
lain-lain
PIAGAM MADINAH

KONSTITUSI
TERTULIS
PERTAMA
DI DUNIA
LIMA BELAS abad yang lalu sebelum banyak masyarakat dunia mengenal konsitusi tertulis, bersamaan
tahun pertama Hijrah pada tahun 622 M, Rasulullah Muhammad telah membuat “Piagam Madinah” yang
dikenal konstitusi tertulis pertama di dunia dan sangat luar biasa.
Penyebutan konstitusi tertulis pertama di dunia ini bukan tanpa dasar. Sebab konstitusi Aristoteles
Athena yang ditulis pada papirus, ditemukan oleh seorang misionaris Amerika di Mesir baru pada tahun
1890 dan diterbitkan pada tahun 1891, itupun tidak dianggap sebuah konstitusi. Tulisan-tulisan hukum
lainnya pada perilaku masyarakat kuno telah ditemukan, tetapi tidak dapat digambarkan sebagai
konstitusi.
Sementara itu, sejarahnya konstitusi Amerika Serikat baru disusun beberapa tahun setelah pernyataan
kemerdekaan Amerika Serikat (AS) yang ditanda tangani pada tahun 1776. Itupun mengalami banyak
perubahan (amandemen).
Namun “Piagam Madinah” (Madinah Charter) adalah konstitusi tertulis pertama mendahului Magna
Carta, yang berarti Piagam Besar, disepakati di Runnymede, Surrey pada tahun 1215. Landasan bagi
konstitusi Inggris ini pula yang menjadi rujukan Amerika membuat konstitusi yang selama ini dianggap
oleh Barat sebagai “dokumen penting dari dunia Barat” dan menjadi rujukan/model banyak negara di
dunia.
Kehadiran “Piagam Madinah” nyaris 6 abad mendahului Magna Charta, dan hampir 12 abad mendahului
Konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis.
Kandungan “Piagam Madinah” terdiri daripada 47 pasal, 23 pasal membicarakan tentang hubungan
antara umat Islam yaitu; antara Kaum Anshat dan Kaum Muhajirin.
24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi.
“Piagam Madinah” atau juga dikenal “Perjanjian Madinah” atau “Dustar al-Madinah” juga“Sahifah al-
Madinah” dapat dikaitkan dengan Perlembagaan Madinah karena kandungannya membentuk peraturan-
peraturan yang berasaskan Syariat Islam bagi membentuk sebuah negara (Daulah Islamiyah) yang
menempatkan penduduk berbagai suku, ras dan agama (yang tinggal di Madinah/Yatsrib kala itu adalah
kaum Arab Muhajirin Makkah, Arab Madinah, dan masyarakat Yahudi yang hidup di Madinah).
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mencontohkan prinsip konstitusionalisme dalam
perjanjiannya dengan segenap warga Yatsrib (Madinah).
“Piagam Madinah” yang dibuat Rasulullah mengikat seluruh penduduk yang terdiri dari bebagai kabilah
(kaum) yang menjadi penduduk Madinah.
Inilah isi Undang-Undang Dasar tertulis yang terdiri dari 47 pasal itu:
‫ ٕت‬٠‫ فت اٌ ّض‬١ ‫صذ‬
(Piagam Madinah)
ُ١ ‫ب سُ هللا اٌ غدّٓ اٌ غد‬
‫ُ ف ٍذك‬ٙ‫ِٓ ت ب ؼ‬ٚ ‫ ثغب‬٠ٚ ‫ ص‬٠‫ٓ ِٓ ل غ‬١ ٍّ ‫اٌ ّ س‬ٚ ٓ١ ٕ ِ‫ٓ اٌ ّإ‬١ ‫ س ٍُ ب‬ٚ ٗ١ ٍ ‫ ص ٍى اهلل ػ‬ٟ‫٘ظا و تاب ِٓ ِذّض اٌ ٕ ب‬
.ُٙ‫جا٘ض ِ ؼ‬ٚ ُٙ ‫ب‬
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal
dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang
bersama mereka.

Jurnal Sharia Law Halaman | 08


١. .‫ْ اٌ ٕاؽ‬ٚ‫ادضة ِٓ ص‬ٚ ‫ُ اِت‬ٙ ٔ‫ا‬
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.
٢. ‫عجاَٖيا‬ْٚ َْ ‫ عق‬ٞ‫يع ش‬ٜ ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ ‫ب‬َْٖٞ ‫صياطرا‬ٞ‫ ة‬ٚ‫ اٖئاطعا‬َٖٚ ٞ‫صف‬ْٚ ‫ْاع‬َٖٞ ‫ععَياب‬ٚ‫ف‬
ٓ١ ٕ ِ‫ٓ اٌ ّإ‬١ ‫اٌ م سظ ب‬ٚ
Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di
antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

٣. ٚ‫ْب‬ٚ‫ع‬ٚ‫يع ف‬ٜ ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ايا َٖيقاع‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫صفث ةفئاط ين‬ٜ ‫ْاع‬ٖٞ‫ععَياب ا‬ٚ‫ ف‬ٚ‫ب طؽقيا‬ْٞ
ٓ١ ٕ ِ‫اٌ ّإ‬
Pasal 3
Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka
seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٤. ٚ‫ْب‬ٚ‫يع ةصعاؽ‬ٜ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ايا َٖيقاع‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫صفث ََْٖ ةفئاط ين‬ٜ ‫ْاع‬ٖٞ‫ععَياب ا‬ٚ‫ ف‬ٚ‫ب طؽقيا‬ْٞ
ٓ١ ٕ ِ‫اٌ ّإ‬
Pasal 4
Banu Sa‟idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka
seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٥. ٚ‫ْب‬ٚ ‫يع ثعحيا‬ٜ ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ ‫ايا‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫صفث ََْٖ ةفئاط ين‬ٜ ‫ْاع‬ٖٞ‫ععَياب ا‬ٚ‫ ف‬ٚ‫ٓ طؽقيا‬١ ‫ب‬
ٓ١ ٕ ِ‫اٌ ّإ‬
Pasal 5
Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.
٦. ٚ‫ْب‬ٚ‫يع َشج‬ٜ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ٓ َٖيقاع‬١ ‫اٌ م سظ ب‬ٚ ‫ف‬ٚ‫ا ب اٌ ّ ؼغ‬ٙ١ ٔ‫ ػا‬ٜ‫ُ ت فض‬ٕٙ ِ ‫و ً طائ فت‬ٚ ٝ ٌٚ‫اال‬
ٓ١ ٕ ِ‫اٌ ّإ‬
Pasal 6
Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka
seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٧. ٚ‫ْب‬ٚ ‫يع عاجْيا‬ٜ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ايا َٖيقاع‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫صفث ََْٖ ةفئاط ين‬ٜ ‫ْاع‬ٖٞ‫ععَياب ا‬ٚ‫ ف‬ٚ‫ب طؽقيا‬ْٞ
ٓ١ ٕ ِ‫اٌ ّإ‬
Pasal 7
Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.

٨. ٚ‫ْب‬ٚ ‫عَع‬ٚ ‫ع ْب‬ٚ‫يع ف‬ٜ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ايا َٖيقاع‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫صفث ََْٖ ةفئاط ين‬ٜ ‫ْاع‬ٖٞ‫ععَياب ا‬ٚ‫ف‬
ٓ١ ٕ ِ‫ٓ اٌ ّإ‬١ ‫اٌ م سظ ب‬ٚ
Pasal 8
Banu „Amr bin „Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.

Jurnal Sharia Law Halaman | 09


٩. ٚ‫ْب‬ٚ ‫بْيا‬ٞ‫يع ث‬ٜ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ايا َٖيقاع‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫صفث ََْٖ ةفئاط ين‬ٜ ‫ْاع‬ٖٞ‫ععَياب ا‬ٚ‫ ف‬ٚ‫طؽقيا‬
ٓ١ ٕ ِ‫ٓ اٌ ّإ‬١ ‫ب‬
Pasal 9
Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.
١٠. ٚ‫ْب‬ٚ ‫ايا‬ٚ‫يع ؽ‬ٜ‫ َٖثعبع‬ٞ‫يقاعث‬ْٚ َ‫ايا َٖيقاع‬ٚ‫ي‬ٜ ٚ‫اٌ م سظ ث ََْٖ ةفئاط ين‬ٚ ‫ف‬ٚ‫ا ب اٌ ّ ؼغ‬ٙ١ ٔ‫ ػا‬ٜ‫ف ض‬
ٓ١ ٕ ِ‫ٓ اٌ ّإ‬١ ‫ب‬
Pasal 10
Banu Al-„Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.

١١. ٚ‫يا ْا‬.ً‫ػ م‬ٚ‫ ف ضاء ا‬ٝ ‫ف ف‬ٚ‫ٖ ب اٌ ّ ؼغ‬ٛ‫ ؼط‬٠ ْ‫ُ ا‬ٕٙ ١ ‫ْ ِ فغجا ب‬ٛ ‫ تغو‬٠‫ٓ ال‬١ ٕ ِ‫ِإ‬
Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka
tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat.
١٢. ٚ‫ اي‬ٞ‫َ َْؤَ فـياح‬ٚ‫ي‬.ٗ ٔٚ‫ ِإِٓ ص‬ٜ
Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa
persetujuan dari padanya.

١٣. ٚ‫َْؤَيا ْا‬ْٞ ‫قثَيا‬ْٞ ‫يع‬ٜ َْ ‫ؽب‬ٜ ََْٖ ‫ا‬ٚ ‫ؽثبا‬ٜ ‫ؽ ص‬ٞ‫ا َثا ةا َيظ ةع‬ٚ‫صع‬ٚ‫ا ْا‬ٚ ‫ب صاؽف‬ْٞ ‫َْؤَيا‬ْٞ ٚ‫ْا‬
‫ ؼا‬١ ّ‫ٗ ج‬١ ٍ ‫ُ ػ‬ٙ ٠‫ ض‬٠‫ ا‬.ُ٘‫ٌ ض ادض‬ٚ ْ‫ و ا‬ٛ ٌٚ
Pasal 13
Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut
sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan
mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
١٤. ٚ‫ اي‬ٞ‫ف اَْؤَ َْؤَ يثق‬ٜ ‫ عفان‬ٚ‫ اي‬ْٞ‫يع اعفان عص‬ٜ َ‫َْؤ‬.
Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak
boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.
١٥. ٚ‫ ٖييا ةَط ْا‬ٚ‫ ةصحا‬ٞ‫ح‬ٞ‫يع ص‬َٖٞ ‫ َٖاْ صا‬ٚ‫َْؤَيا ْا‬ْٞ ٞ‫َ َٖضع‬ٚ‫يا‬ٞ ‫ص ضعب‬ْٚ ‫ؽاْيا‬.
Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin
itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.

١٦. ٚ‫ َْ اْعبث َْ ْٖا‬ٖٞٚ‫ عصْيا ٖي ْاف ص‬ٚ‫ؽايا‬ٚ‫ؽ ة‬ٞ‫يظَ ع‬َْٚٞ ٚ‫يع عصاْثَ اي‬َٖٞ.
Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang
(mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Jurnal Sharia Law Halaman | 10


١٧. ٚ‫َْؤَيا َيؽ ْا‬ْٞ ٚ‫ اي ةصحا‬ٞ‫ص َْؤَ َياؽ‬ْٚ َ‫ف َْؤ‬ٞ ‫ف ياثق‬ٞ ‫بؽ‬ٞ‫يع ايا ٖييا ي‬ٜ ‫ؽ‬ٚ‫ ءا‬ٚ‫ب يصع‬َْٖٞ.
Pasal 17
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta
mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di
antara mereka.
١٨. ٚ‫ػاؽ ين ْا‬ٞ‫ اْعَ ثػؽ ة‬ٞ‫اضعب اٖضعب بقع‬.
Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.
١٩. ٚ‫َْؤَيا ْا‬ْٞ ٞ‫يع َٖضعب ئب‬ٜ ‫ف َٖءاَص ياْاَـب ضعب‬ٜ‫بؽ‬ٞ‫ اد سٓ ي‬ٍٝ ‫ٓ ػ‬١ ‫اٌ ّ ت م‬ٚ ٓ١ ٕ ِ‫اْ اٌ ّإ‬ٚ ‫هللا‬
.ِٗٛ ‫ال‬ٚ ٜ‫٘ض‬
Pasal 19
Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-
orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

٢٠. ٚ‫اي ْٖا‬ٞ‫ج‬ٞ‫ عقي اياَ نعشَ ع‬ٞ‫ ش‬.ِٓ‫ ِإ‬ٍٝ ‫ٔ ٗ ػ‬ٚ‫ي ص‬ٛ‫ ذ‬٠‫ال‬ٚ ‫الٔ ف سا‬ٚ
Pasal 20
Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh
bercampur tangan melawan orang beriman.
٢١. ٚ‫ب ْع ايثق اَْؤَ طبثعا َْ ْٖا‬ْٞ‫ق ْٖاف ة‬ٚ‫ ْا ايا ٖبص‬ٞ‫ضع‬ٜ ٚ‫ي‬ٞ ‫ثقَيا‬ٚ‫ ي‬ٚ‫ٗ و اف ت ْا‬١ ٍ ‫ٓ ػ‬١ ٕ ِ‫اٌ ّإ‬
.ٗ١ ٍ ‫اَ ػ‬١ ‫ُ االل‬ٙ ٌ ً‫ ذ‬٠‫ال‬ٚ
Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh,
kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

٢٢. ٚ ِٓ ٗ ٔ‫ا‬ٚ ‫ ت‬٠ٚ‫ ـإ‬٠ ‫ال‬ٚ ‫ ٕ صغ ِذضث ا‬٠ ْ‫س غ ا‬٢‫َ ا‬ٛ١ ٌ‫ا‬ٚ ‫آِٓ ب اهلل‬ٚ ‫ فت‬١ ‫ ٘ظٖ اٌ صذ‬ٝ ‫ ذً ٌ ّإِٓ أل غ ب ّا ف‬٠ ‫أ ٗ ال‬
.‫الػ ضي‬ٚ ‫ ـإسظ ِ ٕٗ صغف‬٠‫ال‬ٚ ‫اِت‬١ ‫َ اٌ م‬ٛ ٠ ٗ‫غ ض ب‬ٚ ‫ٗ ٌ ؼ ٕت هللا‬١ ٍ ‫اٖ ف اْ ػ‬ٚ‫ آ‬ٚ‫ٔ صغٖ ا‬
Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk
membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan
menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan
tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.
٢٣. ٚ‫ف َثفيثرا اََٖ َنْا‬ٖٞ َْ ‫ش‬ٞ‫يا ٖصعَ ْاف ئ‬ٜ ‫ػع ٖييا‬ٚ‫ يج‬ٚ‫يا‬ٜ َ‫يص صَح‬ٜ ‫يع ٖييا‬ٖٞ ٚ‫َيؽ‬
Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan
(keputusan) Muhammad SAW.
٢٤. ٚ‫يا ْا‬ٖٞٚ‫ ص‬ْٞ‫قف‬ْٚ َ‫َْؤَيا ع‬ْٞ ٓ١ ‫ا ِذاعب‬ِٛ‫ِاص ا‬
Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Jurnal Sharia Law Halaman | 11


٢٥. ٚ‫ ْا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٞ ‫ع‬ٚ‫َْؤَيا عَ ةَا ف‬ْٞ ‫يي‬ٖٞٚ‫ص ص‬َْٖٞ ٚ‫َيؽَيي‬ْٞ ‫ص‬َْٖٞ َٚ‫يا‬َٖٞ ٚ‫ َيظ َْ ايا َٖؽفْا‬ٚ‫َثا‬
.ٗ‫ ت‬١ ‫اً٘ ب‬ٚ ٗ‫ت ز اال ٔ ف س‬ٛ‫ ـ‬٠ ‫ف أ ٗ ال‬
Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani „Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka,
dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka
sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.
٢٦. ٚ‫ي ْا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ياَ يثَ عاجْيا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ع‬ٚ‫ف‬
Pasal 26
Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.

٢٧. ٚ‫ي ْا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ياَ يثَ ثعحيا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ع‬ٚ‫ف‬


Pasal 27
Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
٢٨. ٚ‫ي ْا‬ٖٞٚ‫فب ص‬ٛ‫ ػ‬ٕٝ ‫ص ب‬ٛٙ١ ٌ‫ ساػضة ِ ثً ِا‬ٝ ٔ
Pasal 28
Kaum Yahudi Banu Sa‟idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
٢٩. ٚ‫ي ْا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ياَ يثَ َشج‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ع‬ٚ‫ف‬
Pasal 29
Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
٣٠. ٚ‫ي ْا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ايا‬ٚ‫فاَ يثَ ؽ‬ٛ‫ ػ‬ٕٝ ‫ص ب‬ٛٙ١ ٌ
Pasal 30
Kaum Yahudi Banu Al-„Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
٣١. ٚ‫ي ْا‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ياَ يثَ ةبيعث‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ع‬ٚ‫ َيظ َْايا ف‬ٚ‫ اي ْٖاف َثا‬ٞٚ‫ ٖؽفْايا رث‬ٚ‫ب يٖا‬ٞ‫ٖث‬.
Pasal 31
Kaum Yahudi Banu Sa‟labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.

٣٢. ٚ‫َٖؽفْ أن ٖبيعث ْطب ْٖفج ْا‬


Pasal 32
Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa‟labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
٣٣. ٚ‫ْبي ْا‬ٜ ‫طشيا‬ٞ‫ياَ يثَ ةب‬ٖٞٚ‫ْب ص‬ٜ ‫ع‬ٚ‫ ف‬ٚ‫ص عبيا ْا‬ْٚ ‫َثايا‬
Pasal 33
Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
٣٤. ٚ‫َ ْا‬ٚ‫يا‬ٞ ‫َٖؽفْأن ٖبيعث‬
Pasal 34
Sekutu-sekutu Sa‟labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa‟labah).

Jurnal Sharia Law Halaman | 12


٣٥. ٚ‫ ةْاطب ْا‬ٖٞٚ‫َٖؽفْأن ص‬
Pasal 35
Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
٣٦. ٚ‫ اي ْٖا‬ٞ‫أ ٗ ِٓ ف ته يا ََْٖصحا جعر‬ٚ ‫ ث اع جغح‬ٍٝ ‫ ٕذجغػ‬٠ ‫أ ٗ ال‬ٚ ٍُ ‫ س‬ٚ ٗ١ ٍ ‫ا ب اطْ ِذّض ص ٍى اهلل ػ‬
.‫ اب غ٘ظا‬ٍٝ ‫اْ هللا ػ‬ٚ ٍُ ‫ تٗ اال ِٓ ظ‬١ ‫اً٘ ب‬ٚ ‫ف ب ٕ ف سٗ ف ته‬
Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh
dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka
balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat
membenarkan ketentuan ini.
٣٧. ٚ‫يع ْا‬ٜ ‫يا‬ٖٞٚ‫ َٖثقفْ ص‬ٚ‫يع‬ٜ ‫َيؽَيا‬ْٞ ْ‫ َٖثقف‬ٚ‫ب ْا‬َْٖٞ ‫اْ يا‬ٚ ‫ فت‬١ ‫ ِٓ داعب اً٘ ٘ظٖ اٌ صذ‬ٍٝ ‫ٔ صغػ‬
.ٍَٛ ‫اْ اٌ ٕ صغ ٌ ٍّظ‬ٚ ٗ‫ ف‬١ ٍ ‫ أث ُ اِغؤ ب ـذ‬٠ ُ ٌ ٗ ٔ‫ا‬ٚ ُ ‫ْ االث‬ٚ‫اٌ بغ ص‬ٚ ‫ذت‬١ ‫اٌ ٕ ص‬ٚ ‫ُ اٌ ٕ صخ‬ٕٙ ١ ‫ب‬
Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi
dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan
nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan)
sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

٣٨. ٚ‫يا ْا‬ٖٞٚ‫ ص‬ْٞ‫قف‬ْٚ َ‫َْؤَيا ع‬ْٞ َ‫ا‬.ٓ١ ‫ا ِذاعب‬ِٛ ‫صا‬


Pasal 38
Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.
٣٩. ٚ‫ ْا‬ٞ‫ج َاعح بعث‬ٚ‫حصيا ٖطٖ يٖاياٖف‬ٞ‫ةف‬.
Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.
٤٠. ٚ‫ؽ ؽفْيان عاجيا ْا‬ٞ‫ عاضَ ع‬ٚ‫َثااي‬.
Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan
dan tidak khianat.
٤١. ٚ‫اٖيٖا ْطاب ايا ةَعحعاجث اي ْٖا‬
Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
٤٢. ٚ‫ب ْان اَ ْٖا‬ْٞ ‫حصيا ٖطٖ يٖا‬ٞ‫ ِذّض َ ةف‬ٝ ٌ‫ا‬ٚ ً‫ج‬ٚ‫ هللا ػؼ‬ٝ ٌ‫ شاف ف ساصٖ ف اْ ِغصٖ ا‬٠ ‫ا ض تجاع‬ٚ ‫ْ دضث‬
.ٖ‫اب غ‬ٚ ‫ فت‬١ ‫ ٘ظٖ اٌ صذ‬ٝ ‫ ِا ف‬ٝ‫ ات م‬ٍٝ ‫اْ هللا ػ‬ٚ ٍُ ‫ س‬ٚ ٗ١ ٍ ‫ص ٍى اهلل ػ‬
Pasal 42
Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan
menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan
(keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam
ini.

٤٣. ٚ‫عق عاجثاي ْٖا‬ٞ‫ ش‬ٚ‫اٖعصْ َْ اي‬


Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Jurnal Sharia Law Halaman | 13


٤٤. ٚ‫ب ْا‬َْٖٞ ‫يع عصْيا‬ٜ َْ ‫ َٖص‬ٞ‫بعث‬.
Pasal 44
Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.
٤٥. ٚ‫عص اطا‬ٚ‫يا ا‬ٜ ‫ حيص‬ٞ‫حياص‬ْٖٚ (ٚٞ‫ؽبي‬ْٖٚ) ‫ َْٖاف‬ٞ‫حياص‬ْٖٚ ٚٞ‫ؽبي‬ْٖٚ ٚ‫عص اطا َْٖا‬ٚ‫يا ا‬ٜ َ‫نيط يث‬
‫ف ا‬.ٍُٙ ‫ ل ب‬ٜ‫ُ اٌ ظ‬ٕٙ ‫ُ ِٓ جاب‬ٙ‫ و ً أ اؽ د ص ت‬ٍٝ ‫ ٓ ػ‬٠‫ اٌ ض‬ٝ ‫ٓ اال ِٓ داعب ف‬١ ٕ ِ‫ُ ػ ٍى اٌ ّإ‬ٙ ٌ ٗ ٔ
Pasal 45
Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi
perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka
diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian
itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban)
masing-masing sesuai tugasnya.

٤٦. ٚ‫ ْا‬ٖٞٚ‫ايا ص‬ٚ‫َ ؽ‬ٚ‫يا‬َٖٞ ٚ ْ‫ا‬ٚ ‫ فت‬١ ‫ فت ِغ اٌ بغ اٌ ذ سٓ ِٓ اً٘ ٘ظٖ اٌ صذ‬١ ‫ ِ ثً ِاالً٘ ٘ظٖ اٌ صذ‬ٍٝ ‫ُ ػ‬ٙ‫أ ف س‬
.ُ ‫ْ االث‬ٚ‫اٌ بغ ص‬
Pasal 46
Kaum Yahudi Al-„Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain
pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini.
Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang
bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah palingmembenarkan dan memandang baik
isi piagam ini.
٤٧. ٚ‫ اي‬ٞ‫يعايا بؽان بؽن‬ٜ ْ‫ ٖؽف‬ٚ ‫ي ٘ظا اٌ ى تاب‬ٛ‫ ذ‬٠ ‫أ ٗ ال‬ٚ ٖ‫اب غ‬ٚ ‫ فت‬١ ‫ ٘ظٖ اٌ صذ‬ٝ ‫ ا صضق ف‬ٍٝ ‫اْ هللا ػ‬
‫ي‬ٛ‫ِذّض ع س‬ٚ ٝ‫ات م‬ٚ ‫اْ هللا جاع ٌ ّٓ ب غ‬ٚ ُ ‫اث‬ٚ ٍُ ‫ ٕت اال ِٓ ظ‬٠‫ِٓ ل ؼض آِٓ ب اٌ ّض‬ٚ ِٓ‫أ ٗ ِٓ سغج آ‬ٚ .ُ ‫آث‬ٚ ُ ٌ‫ْ ظا‬ٚ‫ص‬
ٍُ ‫ س‬ٚ ٗ١ ٍ ‫ هللا ػ‬ٍٝ ‫هللا ص‬
Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian)
aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah
penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW

911 ‫ ص‬ٝ ٔ‫ اٌ جؼء اٌ ـ ثا‬.َ.‫ ص‬ٟ‫غة اٌ ٕ ب‬١ ‫ِ م تطف ِٓ و تاب س‬-133 ‫بأ( َاشٖ ْباي‬ٜ َ‫ثَيا )نيـَيا صبع صَح‬ٚ‫ف‬ٜ
.‫ ٘ـ‬412 ‫س ٕت‬
Dikutip dari kitab Siratun-Nabiy saw., juz II, halaman 119-133, karya Ibnu Hisyam (Abu Muhammad
Abdul malik) wafat tahun 214 H.
PIAGAM MADINAH
SEBAGAI KONSTITUSI
NEGARA ISLAM PERTAMA

Pengantar
Piagam Madinah (Madinah Charter/Al-Ahd bi Al-Madinat/Ash-Shahifah) sering dianggap sebagai dasar
dari pembentukan negara Islam pertama di Madinah. Dan Nabi Muhammad dipercayai sebagai peletak
dasar negara itu.

Memang, tidak semua sepakat tentang konklusi ini. Ada sebagian kalangan justru tidak memandang
Piagam Madinah sebagai dokumen politik. Dan lebih jauh, mereka pun tidak memandang Nabi
Muhammad sebagai figure politik, karena menurut mereka, Islam memang tidak berbicara soal politik,
termasuk berbicara tentang konsep negara. Pendapat semacam ini salah satunya digagas oleh Ali Abdur
Raziq melalui bukunya yang kontroversial “al-Islam wa al-Ushul al-Hukmi: Bahstun Fi al-Khilafati wa al-
Hukumati fi al-Islam”. Dalam bukunya tersebut dia menyimpulkan beberapa hal penting, di antaranya
bahwa Nabi tidak membangun negara dalam otoritas spiritualnya. Pendapat ini kemudian diadopsi oleh
kalangan Islam Liberal dan kaum sekularis lainnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Hanya saja, pendapat demikian banyak mendapat tentangan dari mayoritas umat, khususnya kalangan
ulama dan cendikiawan muslim. Bahkan para peneliti dari dunia Barat pun tak sedikit yang berpendapat,
bahwa Islam adalah agama (ruhiyah) dan politik (siyasiyah/siyasah), dan bahwa Muhammad adalah figure
politik. Salah satu buktinya adalah keberadaan Piagam Madinah yang klausul-klausulnya sarat dengan
statemen dan kebijakan politik.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Muhammad Husain Haikal yang menyebut, bahwa kehadiran
Muhammad di Madinah merupakan fase politik dimana beliau telah meletakkan dasar kesatuan politik
dengan Islam sebagai landasannya. Begitupun beliau menyebut Piagam Madinah sebagai sebuah dokumen
politik. Senada dengan itu, Ismail R Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi menyebut bahwa Muhammad
adalah pemimpin negara dan pemakluman Piagam Madinah yang mereka sebut sebagai konstitusi pertama
dalam sejarah manusia ini sebagai awal berdirinya negara Islam pertama. Bahkan Dalam Al-Watsâ‟iq as-
Siyâsiyyah li al-‟Ahdi an-Nabawi wa al-Khilâfah ar-Rasyîdah (Dokumen Politik era Nabi dan Khilafah
Rasyidah) yang ditulis oleh Muhammad Hamidullah dan dalam kitab Fiqh as-Sîrah karya Dr. Said
Ramadhan al-Buthi piagam tersebut jelas-jelas dinyatakan sebagai konstitusi negara.

Jurnal Sharia Law Halaman | 15


Adapun sarjana Barat yang mengakui Piagam Madinah sebagai dokumen politik diantaranya H.R. Gibb
dan Montgomery Watt. H.R. Gibb dalam komentarnya menyatakan bahwa isi Piagam Madinah pada
prinsipnya telah meletakkan dasar-dasar sosial politik bagi masyarakat Madinah yang juga berfungsi
sebagai undang-undang, dan merupakan hasil pemikiran serta inisiatif Muhammad sendiri. Sementara itu,
Montgomery Watt lebih tepat lagi menyatakan: bahwa Piagam Madinah tidak lain adalah suatu konstitusi
yang menggambarkan bahwa warga Madinah saat itu bisa dianggap telah membentuk satu kesatuan politik
dan satu persekutuan yang diikat oleh perjanjian yang luhur diantara para warganya.

Piagam Madinah Sebagai Dasar Kesatuan Politik


Sebagaimana diketahui, ketika Rasul saw mendirikan negara Islam, masyarakat madinah terdiri dari
beberapa kelompok. Pertama, kelompok kaum muslim dari kalangan kaum muhajirin dan anshar, dan ini
adalah kelompok mayoritas. Kedua, kelompok musyrik yang berasal dari kabilah-kabilah yang ada di
Madinah. Mereka sudah terwarnai oleh opini Islam dan tidak lagi nampak sebagai masyarakat tersendiri.
Ketiga, kelompok Yahudi dari berbagai kabilah yang tinggal di wilayah Kota Madinah, termasuk Yahuni
Bani Qainuqa, dan kelompok yahudi yang tinggal di luar kota madinah yaitu Yahudi Bani Nadhir dan Bani
Quraidzah. Kelompok Yahudi ini merupakan komunitas yang terpisah dengan komunitas kaum muslim,
pemikiran dan perasaan mereka berbeda dengan kaum muslim. Begitu pula metode pemecahan masalah
diantara mereka. Sehingga mereka merupakan kelompok masyarakat tersendiri yang terpisah dari
masyarakat Madinah.

Yahudi sejak lama telah mengintimidasi masyarakat Madinah. Oleh karenanya mereka merupakan masalah
yang mungkin muncul paling awal ketika negara Islam baru berdiri. Masalah ini memerlukan solusi. Maka
segera setelah Rasulullah Saw hijrah dan melakukan peleburan dan penyatuan seluruh kaum Muslimin
hingga kondisinya stabil dan kokoh, baik melalui strategi muakho (mempersaudarakan kaum Muslim
dengan persaudaraan yang kuat dan berimplikasi pada aspek mu‟amalah, harta dan urusan mereka)
maupun pembangunan mesjid yang berpengaruh pada pembinaan ruhiyah mereka, pada tahun 622 M
Rasulullah saw menyusun teks perjanjian yang mengatur interaksi antar kaum muslim dan sesama warga
negara, hak dan kewajiban warga negara dan hubungan luar negeri. Piagam ini juga secara khusus
mengatur dan membatasi secara tegas posisi kaum Muslim dan kaum Yahudi, mengatur interaksi di antara
mereka dan merumuskan kewajiban-kewajiban yang harus mereka pikul dengan kebijakan khusus. Dengan
kata lain, sebagaimana disebutkan oleh Jaih Mubarak , Piagam Madinah telah menjadi dasar persatuan
penduduk Yatstrib yang terdiri atas Muhajirin, Anshar dan Yahudi.

Dengan piagam inilah, kewibawaan negara Islam dan supremasi hukumnya bisa tegak. Dan ini merupakan
modal awal bagi negara yang baru berdiri untuk menjaga stabilitas dalam negerinya dan fokus pada upaya
membangun berbagai aspek yang menjadi jalan bagi terealisasinya pengaturan berbagai urusan umat, baik
di dalam maupun di luar negeri. Melaui Piagam Madinah, semua warga Madinah saat itu meskipun mereka
berasal dari berbagai suku (plural/heterogen) dipersatukan sebagai satu komunitas (ummah). Hubungan
antara sesama warga yang muslim dan yang non muslim didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga yang
baik, saling membantu dalam menghadapi agresi dari luar dan menghormati kebebasan beragama. Melalui
perjanjian ini pula seluruh warganegara (baik muslim maupun non muslim), maupun negara bertetangga
yang terikat dengan perjanjian terjamin hak dan kewajiban politiknya secara adil dan merata.

Dari semua penjelasan di atas, jelas, bahwa persyaratan sebuah negara, walaupun masih sederhana, telah
terpenuhi di Madinah, yakni ada wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan dan ada konstitusi. Hal
ini sekaligus menampik pendapat-pendapat yang menolak adanya hubungan antara agama Islam dengan
politik kenegaraan.

Jurnal Sharia Law Halaman | 16


Klausul Politik Dalam Piagam Madinah
Teks Piagam Madinah dapat kita rujuk dalam buku-buku sirah dan tarikh karya para ulama terdahulu.
Piagam ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Hisyam (w. 213 H) dan Ibn Ishaq (w. 151 H), dua penulis
muslim yang mempunyai nama besar dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif,
tidak ada periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan menuliskannya
secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan lagi kebenaran dan keotentikan piagam
tersebut, mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini
setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan
semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu. Keotentikan Piagam
Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam
tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa
Umayyah dan Abbasiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan
ummah.

Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap beberapa karya tulis yang
memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah
dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka
dalam mengkaji dan melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi.

Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal
sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam karyanya Mohammed en de joden te
Madina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit. Melalui karyanya
itu, Winsick mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat
yang menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin
Ahmad yang membaginya menjadi 10 bab.
Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal:

I. PREAMBULE
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad,
Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah),
dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

II. PEMBENTUKAN UMAT


Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.
Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 3: Banu „Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka
seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4: Banu Sa‟idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara
mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara
mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara
mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.

Jurnal Sharia Law Halaman | 17


Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara
mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 8: Banu „Amr Ibn „Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di
antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil
di antara mukminin.
Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara
mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 10: Banu al-‟Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara
mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di
antara mukminin.

III. PERSATUAN SEAGAMA


Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara
mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa
persetujuan dari padanya.
Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau
menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin.
Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang
kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.
Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya
mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.

IV. PERSATUAN SEGENAP WARGA NEGARA


Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan,
sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).
Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut
serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan
keadilan di antara mereka.
Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah.
Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak
boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum
bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam
menghukumnya.
Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari
Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi
bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah
di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23: Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah „azza wa
jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

Jurnal Sharia Law Halaman | 18


V. GOLONGAN MINORITAS
Pasal 24: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani „Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama
mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri
mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.
Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa‟idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-‟Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf.
Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa‟labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu „Awf, kecuali orang zalim
atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya.
Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa‟labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa‟labah).
Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu „Awf. Sesungguhnya kebaikan
(kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat).
Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa‟labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa‟labah).
Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

VI. TUGAS WARGA NEGARA


Pasal 36: Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh
dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka
balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat
membenarkan (ketentuan) ini.
Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka
(Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh Piagam ini. Mereka saling memberi
saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat
(kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

VII. MELINDUNGI NEGARA


Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya “haram” (suci) bagi warga Piagam ini.
Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak
merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.

VIII. PIMPINAN NEGARA


Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan
menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah „azza wa jalla, dan
(keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam
ini.
Pasal 43: Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.
Pasal 44: Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.

IX. POLITIK PERDAMAIAN


Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi
perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak
berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali
terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing
sesuai tugasnya.

Jurnal Sharia Law Halaman | 19


Pasal 46: Kaum yahudi al-‟Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain
pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung Piagam ini.
Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang
bwertanggungjawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi
Piagam ini.

X. PENUTUP
Pasal 47: Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar
(bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah
penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.

Jika disimpulkan, secara garis besar Piagam Madinah ini mengatur :


Pertama, interaksi antar kaum mukmin (klausul no. 1-15 dan 17-24)
Kedua, Interaksi kaum mukmin (muslim) dengan warga negara non muslim (Yahudi) yang tunduk kepada
hukum Islam sebagai seorang kafir dzimmi. Antara lain :
• “dan bahwa orang-orang Yahudi yang mengikuti langkah kami, maka mereka memperoleh perlindungan
dan hak yang sama, mereka tidak akan dimusuhi dan tidak pula dianiaya”(klausul 16);
• “dan bahwa orang Yahudi akan mendapat pembagian harta bersama kaum mukmin selama mereka ikut
berperang (bersama kaum mukmin)” (klausul 25)
Ketiga, hukum yang diterapkan adalah hukum Islam, dimana jika terjadi perselisihan maka solusi dan
hukumnya dikembalikan kepada hukum Islam. “dan bahwa kalian, apapun yang kalian berselisih tentang
sesuatu maka tempat kembalinya adalah kepada Muhammad saw”.(klausul 24)
Keempat, interaksi kaum muslim dengan komunitas yahudi yang ikut menandatangani Piagam Madinah
(Yahudi Bani „Awf, Bani an-Najjâr, al-Hârits, Sâ‟adah, al-Aws, Tsa‟labah, Jusyam, Jufnah Buthn min
Tsa‟labah, Bani asy-Syatîbah, Sekutu Tsa‟labah dan teman-teman dekat mereka). Diantaranya :
• Kedekatan dan Kekerabatan Yahudi berlaku antar mereka (klausul 35, 36)
• “Tidak seorangpun dari mereka boleh keluar (dari Madinah) kecuali dengan izin Muhammad saw”
(Klausul 37)
• Mereka tidak boleh bekerja sama dengan dan atau memberi bantuan kepada kafir Quraisy (klausul 45-47)
• Kota Madinah harus menjadi kota suci (harus dijaga) oleh semua orang yang menandatangai Piagam
Madinah, (kalusul 41-43).
• “Bahwa peristiwa atau perselisihan yang terjadi diantara orang-orang yang menandatangai piagam ini,
yang dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya kepada Allah „Ajja wa Jalla dan
kepada Muhammad Rasulullah saw, dan bahwa Allah menjaga dan berbuat baik kepada orang-orang yang
menandatangani piagam ini.” (Klausul no. 44)

Dalam piagam ini belum disebutkan Yahudi Bani Qainuqa‟, Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Hal itu
karena pada awalnya mereka menolak menandatangani perjanjian Piagam Madinah itu. Namun tidak lama
kemudian mereka ikut menyetujui dan menandatanganinya, dan dibuat perjanjian khusus dengan mereka
semisal perjanjian Piagam Madinah ini.

Penutup
Dari paparan singkat ini, jelas bahwa dari sisi komposisi masyarakat Madinah yang diakui dalam Piagam
Madinah itu memang terdiri dari beberapa kelompok komunitas (plural). Namun semua kelompok itu
tunduk kepada sistem dan hukum Islam . Dalam masalah mu‟amalah dan uqubat, orang-orang musyrik dan
komunitas Yahudi, semuanya tunduk kepada sistem dan hukum Islam, sebagaimana juga warga negara
Muslim. Setiap persengketaan terkait masalah-masalah mu‟amalah dan uqubat yang terjadi di antara
mereka, baik yang seagama maupun antar agama, seluruhnya dikembalikan pada hukum-hukum Islam
(Lihat klausus 42). Sementara dalam masalah aqidah, ibadah dan ahwal asy-syakhsiyah, mereka dibiarkan
Jurnal
dengan Sharia
keyakinan Law dan tidak dipaksa untuk memeluk Islam.
masing-masing Halaman | 20
mereka, baik yang seagama maupun antar agama, seluruhnya dikembalikan pada hukum-hukum Islam
(Lihat klausus 42). Sementara dalam masalah aqidah, ibadah dan ahwal asy-syakhsiyah, mereka dibiarkan
dengan keyakinan masing-masing dan tidak dipaksa untuk memeluk Islam.

Seluruh warga negara, Muslim maupun Non Muslim berkedudukan sama di hadapan hukum, memiliki hak
dan kewajiban yang sama dan adil tanpa ada diskriminasi. Mereka juga berkewajiban menjaga stabilitas
negara secara bersama-sama, tidak bebas membentuk kelompok atau bekerjasama/berkonspirasi dengan
komunitas lain, tanpa perkenan dari Rasul saw sebagai kepala negara. Merekapun tidak boleh keluar dari
Madinah tanpa ijin Rasulullah saw. Menurut piagam Madinah itu, kekuasaan ada ditangan Rasul dan kaum
muslim. Karena komunitas kaum musyrik dan komunitas kaum Yahudi justru tunduk kepada Rasulullah
saw sebagai kepala Negara Islam Madinah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamya Al-Faruqi. 2000. Atlas Budaya Islam (Terj.). Bandung : Mizan. Jaringan Islam
Liberal. 2002. Seri Islam Liberal, Wajah Liberal Islam di Indonesia. Jakarta : JIL.
An-Nabhani, Syaikh Taqiyuddin. 2002. Ad-Dawlah Al-Islamiyah. Beirut : Dar al-Ummah. Edisi Mu‟tamadah.
Haekal, Muhammad Husain. 2003. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta : Lentera Antar Nusa.Cet. Ke-2.
Ibnu Hisyam, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. 2000. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, edisi
terjemah. Jakarta : Darul Falah.
Mubarak, Jaih. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Islamika.
Eickelman, Dale F. & James Piscatori. 1998. Ekspresi Politik Muslim. Bandung : Mizan.
Qol‟ahji, Muh. Rawwas. 2004. Sirah Nabawiyah, Mengungkap Maksud Politis Perilaku Rasulullah Saw ( Qira‟ah
Siyasiyah li Sirah Nabawiyah). Bangil : Al-Izzah.
Abdurrahman, Hafidz. Piagam Madinah: Konstitusi Negara atau Bukan?, www.hizbut-tahrir.or.id (online Resource),
diakses tanggal 6 Nopember,2009.

Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak


terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak
47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam
karyanya Mohammed en de joden te Madina, tahun
1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya
dalam sastra semit. Melalui karyanya itu, Winsick
mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan
Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang
menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab
dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad
yang membaginya menjadi 10 bab.
Dalam Al-Watsâ‟iq as-Siyâsiyyah li al-‟Ahdi an-Nabawi wa al-Khilâfah ar-Rasyîdah (Dokumen Politik era
Nabi dan Khilafah Rasyidah) yang ditulis oleh Muhammad Hamidullah, piagam tersebut jelas-jelas beliau
nyatakan sebagai konstitusi negara.1 Hal yang sama juga dinyatakan oleh Dr. Said Ramadhan al-Buthi
dalam Fiqh as-Sîrah.2 Hanya saja, apakah ini klaim, atau memang kenyataannya demikian, maka fakta
piagam tersebut harus dilihat dengan seksama.
Dalam karya Hamidullah, dokumen tersebut berisi 47 poin. Al-Buthi meringkasnya menjadi 13 poin.
Adapun Ibn Hisyam tidak mengklasifikasikannya per-poin, sebagaimana dokumen Hamidullah.3 Inti dari
poin-poin tersebut adalah mengatur hubungan kaum Muslim dengan sesama Muslim, yaitu antara
Muhajirin dan Anshar, serta antara kaum Muslim dan Yahudi. Kaum Yahudi memang perlu diatur
tersendiri karena mereka merupakan komunitas tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Adapun kaum
musyrik Madinah, karena telah tunduk pada pemerintahan Islam, dan melebur menjadi satu, maka mereka
tidak lagi mempunyai pengaruh dalam pembentukan masyarakat baru di Madinah. Ini sangat berbeda
dengan kaum Yahudi.4
Dokumen tersebut menyatakan:
ِ ّ‫َُن انى‬
‫اس‬ ِ ََ ‫ق بِ ٍِ ْم ََ َجاٌَ َذ َم َعٍُ ْم إوٍُّ ْم أُ ّمت‬
ِ ‫احذَة ِم ْه د‬ َ ‫ٌَ َزا ِكتَاب ِم ْه ُم َح ّمذ انىّبِ ّي بَ ْيهَ ْان ُم ْؤ ِمىِيهَ ََ ْان ُم ْسهِ ِميهَ ِم ْه قُ َشيْش ََيَ ْث ِش‬
َ ‫ ََ َم ْه تَبِ َعٍُ ْم فَهَ ِح‬،‫ب‬
Ini adalah dokumen dari Muhammad saw. untuk sesama orang Mukmin dan Muslim dari kalangan
Quraisy, Yatsrib dan siapa saja yang mengikuti mereka, kemudian menyusul dan berjihad bersama
mereka. Mereka dinyatakan sebagai satu umat, yang berbeda dengan umat manusia yang lain.
Dokumen tersebut kemudian menetapkan kewajiban kaum Mukmin dan Muslim dalam interaksi sesama
mereka. Mereka adalah kaum Quraisy, kabilah Bani Auf, Bani Saidah, Bani Harits, Bani Jusyam, Bani
Najjar, Bani Amru bin Auf dan Bani Aus.5

Ketika mengatur interaksi sesama mereka, dokumen tersebut juga menyebut keberadaan kaum Yahudi:
ْ ‫اس ََإِوًُّ َم ْه ت َِب َعىَا ِم ْه يٍَُُ َد فَئِ ّن نًَُ انىّصْ َش ََ ْالُوْس َُْةَ َغي َْش َم‬
َ‫ظهُُ ِميه‬ ُ ‫ََإِ ّن ِر ّمتَ للاِ ََا ِحذَة يُ ِجي ُش َعهَ ْي ٍِ ْم أَ ْدوَاٌُ ْم ََإِ ّن ْان ُم ْؤ ِمىِيهَ بَ ْع‬
ِ ّ‫ضٍُ ْم ُدَنَ انى‬
‫ص ِشيهَ َعهَ ْي ٍِ ْم‬
َ ‫ََلَ ُمتَىَا‬
Jaminan Allah adalah satu. Mereka yang kuat wajib menolong yang lemah. Orang Mukmin harus
saling melindungi satu sama lain, tanpa kecuali. Siapapun di antara orang Yahudi yang mengikuti
kami, dia berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan. Mereka tidak boleh dizalimi dan tidak
boleh melakukan tolong-menolong untuk mengalahkan mereka.6

Jurnal Sharia Law Halaman | 22


Namun, Yahudi yang disebutkan di sini bukanlah Yahudi secara keseluruhan, melainkan siapa saja yang
ingin menjadi rakyat Negara Islam Madinah, yang tunduk padanya, maka dia berhak diperlakukan sama
dengan kaum Muslim.
Adapun Yahudi, sebagai komunitas tersendiri, mereka telah diatur dalam dokumen tersebut pada bagian
terakhir:
ًِ ِ‫ََإِ ّن يٍَُُ َد بَىِي عَُْ ف أُ ّمت َم َع ْان ُم ْؤ ِمىِيهَ نِ ْهيٍَُُ ِد ِديىٍُُ ْم ََنِ ْه ُم ْسهِ َم ْي ِه ِديىٍُُ ْم َم َُانِي ٍِ ْم ََأَ ْوفُ ُسٍُ ْم إلا َم ْه ظَهَ َم ََأَثِ َم فَئِوًُّ لَ يُُتِ ُغ إلا وَ ْف َسًُ ََأَ ٌْ َم بَ ْيت‬
Orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan kaum Mukmin. Orang-orang Yahudi tetap bebas
menjalankan agama mereka dan kaum Muslim juga tetap bebas menjalankan agama mereka. Mereka
harus saling melindungi, kecuali terhadap orang yang berbuat zalim dan durhaka. Sebab,
perbuatannya itu tidak bisa membinasakan, kecuali terhadap dirinya sendiri dan keluarganya.
Mereka terdiri dari berbagai kabilah yaitu Bani Auf, Bani Najjar, Bani Harits, Bani Saidah, Bani Jusyam,
Bani Tsa‟labah, Bani Syutaiah dan Bani Aus.7 Pada awalnya, Bani Quraidzah, Bani Nadhir dan Bani
Qainuqa‟ belum meratifikasi perjanjian ini dengan Rasulullah saw. Namun, tidak lama kemudian mereka
melakukannya, dengan ketentuan dan syarat yang sama.8
Memang, komunitas Yahudi ini mendiami kawasan di sekitar pusat Madinah. Namun, ketika mereka
meratifikasi perjanjian ini dengan Rasulullah saw., mereka telah tunduk pada pemerintahan Islam, kecuali
dalam urusan agama mereka. Mungkin karena itulah maka Prof. Dr. Rawwas Qal‟ah Jie menyimpulkan,
bahwa mereka juga menjadi bagian dari rakyat Negara Islam Madinah.9 Ini diperkuat dengan klausul yang
mengatur komunitas Yahudi dalam dokumen tersebut yang menyatakan:
‫ََإِوًُّ لَ يَ ْخ َش ُج ِم ْىٍُ ْم أَ َحذ إلا بِئ ِ ْر ِن ُم َح ّمذ‬
Tidak seorang pun di antara mereka dibolehkan keluar, meninggalkan Madinah, kecuali
mendapatkan izin dari Muhammad saw.
Klausul ini sekaligus mengatur hubungan mereka dengan pihak lain di luar negeri.
Karena itu, al-Buthi, berkesimpulan bahwa piagam ini layak disebut konstitusi. Sebab, piagam tersebut
berisi semua poin yang biasa digunakan oleh konstitusi modern untuk menyelesaikan masalah yang timbul
dalam interaksi di antara sesama rakyat sebuah negara. Dengan kata lain, piagam ini telah memuat
ketentuan umum tentang sistem negara, baik untuk mengatur urusan domestik maupun luar negeri.10
Hanya saja, tetap harus diakui, bahwa Piagam Madinah ini belum memuat semua pasal dalam sebuah
konstitusi negara secara detail. Sebab, hukum Islam belum turun semua pada saat dokumen tersebut
ditetapkan. Pada saat itu, masih banyak surah dan ayat al-Quran yang belum turun kepada Nabi. Ini bisa
dimaklumi, karena ketika itu proses pewahyuan masih terus berlangsung. Namun demikian, untuk
menyelesaikan kasus-perkasus yang terjadi di kemudian hari, baik antara kaum Muslim dan sesama
mereka, maupun dengan orang Yahudi, dokumen tersebut menetapkan:
‫َيء فَئ ِ ّن َم َش ّديُ إنَى للاِ َع ّز ََ َج ّم ََإِنَى ُم َح ّمذ‬ ْ ‫اختَهَ ْفتُ ْم فِي ًِ ِم ْه ش‬ْ ‫ََإِوّ ُك ْم َم ٍْ َما‬
Jika kalian berselisih dalam suatu urusan maka tempat kembalinya adalah Allah dan Muhammad.
Dalam klausul lain dinyatakan:
‫ص ِحيفَ ِت ِم ْه َحذَث أََْ ا ْشتِ َجاس يُ َخافُ فَ َسا ُديُ فَئ ِ ّن َم َش ّديُ إنَى للاِ َع ّز ََ َج ّم ََإِنَى ُم َح ّمذ َسوْسُُ ِل للا‬ ّ ‫ََإِوًُّ َما َكانَ بَ ْيهَ أَ ٌْ ِم ٌَ ِز ِي ان‬
Setiap kasus atau perselisihan yang terjadi di antara para pihak dalam dokumen ini, yang
dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah Allah dan
Muhammad, Rasulullah.11
Ini artinya, meski secara detail aturan pasal-perpasalnya belum dinyatakan dalam dokumen tersebut, dua
klausul yang terakhir ini cukup untuk menyelesaikan setiap kasus yang akan terjadi di kemudian hari; tidak
lain dengan kembali pada wahyu yang diturunkan kepada Nabi saw.

Jurnal Sharia Law Halaman | 23


Dengan demikian, tidak diragukan lagi, Piagam Madinah ini merupakan konstitusi sebuah Negara; juga
tidak diragukan lagi, bahwa di dalamnya telah memuat aturan pokok dan garis besar sistem yang
mengatur hubungan domestik dan luar negeri. Dengan klausul khusus yang menjadikan Allah dan Nabi
saw. sebagai rujukan, maka meski dokumen tersebut belum mengatur semua urusan secara detail, tidak
diragukan bahwa dokumen tersebut telah mampu menyelesaikan semua problem yang dihadapi oleh
Negara Islam Madinah ini. Fakta ini, kata al-Buthi, sekaligus mematahkan klaim semua pihak yang tidak
mengakui, bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi Negara; dan Madinah al-Munawwarah adalah
Negara Islam pertama—Rasulullah saw. jelas-jelas dibaiat oleh rakyatnya sebagai kepala
negara.Wallâhu a„lam.

Catatan kaki:
1 Muhammad Hamidullah, Al-Watsâ‟iq as-Siyâsiyyah li al-‟Ahdi an-Nabawi wa al-Khilafah ar-Rasyîdah, Dar
an-Nafa‟is, Beirut, cet. VI, 1987, hlm. 57-64.
2 Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh as-Sîrah, Dar al-Fikr, Beirut, 1990, hlm. 204.
3 Lihat, Hamidullah, Op. Cit. hlm. 57-64; al-Buthi, Op. Cit., hal. 204-205; Ibn Hisyam, As-Sîrah an-
Nabawiyyah, Dar Ihya‟ al-Kutub al-‟Arabiyyah, Beirut, cet. II, 1997, II/15-117.
4 Lihat, an-Nabhani, ad-Dawlah al-Islamiyyah, Dar al-Ummah, Beirut, cet. VII, 2002, hlm. 52.
5 Ibn Hisyam, Op. Cit., II/115-117; Muhammad Hamidullah, Op. Cit., hlm. 57-64; Prof. Dr. Rawwas Qal‟ah
Jie, Qirâ‟ah Siyâsiyyah li as-Sîrah an-Nabawiyyah, Dar an-Nafa‟is, Beirut, cet. I, 1996, hal. 108-109.
6 Muhammad Hamidullah, Op. Cit., hlm. 60; Prof. Dr. Rawwas Qal‟ah Jie,Op. Cit., hal. 109.
7 Ibid, hlm. 61; Prof. Dr. Rawwas Qal‟ah Jie, Op. Cit., hlm. 109.
8 An-Nabhani, Op. Cit., hlm. 54.
9 Prof. Dr. Rawwas Qal‟ah Jie, Op. Cit., hlm. 109.
10 Al-Buthi, Op. Cit., hlm. 205-206.
11 Muhammad Hamidullah, Op. Cit., hlm. 61-62.

Dengan demikian, tidak diragukan lagi, Piagam Madinah ini


merupakan konstitusi sebuah Negara; juga tidak diragukan lagi,
bahwa di dalamnya telah memuat aturan pokok dan garis besar
sistem yang mengatur hubungan domestik dan luar negeri.
Dengan klausul khusus yang menjadikan Allah dan Nabi saw.
sebagai rujukan, maka meski dokumen tersebut belum
mengatur semua urusan secara detail, tidak diragukan bahwa
dokumen tersebut telah mampu menyelesaikan semua problem
yang dihadapi oleh Negara Islam Madinah ini. Fakta ini, kata al-
Buthi, sekaligus mematahkan klaim semua pihak yang tidak
mengakui, bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi Negara; dan
Madinah al-Munawwarah adalah Negara Islam pertama—
Rasulullah saw.
Naskah ;
Piagam Madinah

Jurnal Sharia Law Halaman | 25


BNI.03.01.866.831 a.n Chandra Purna Irawan
BRI 1689-01-000607-53-6 a.n Chandra Purna Irawan

Anda mungkin juga menyukai