Anda di halaman 1dari 10

Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan 17 (01) (2019) 35-44

P edagogia Jurnal Ilmu Pendidikan


http://ejournal.upi.edu/index.php/pedagogia

Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Siswa Melalui


Pembelajaran Learning Cycle
Nur Kholis
Sman 1 Pusakanagara Subang
weswey_northgate@yahoo.com

Abstract Article Info


Seeing the learning outcomes of students at SMAN 1 Pusakanagara on geographic
subjects is not satisfactory when viewed from the achievement of student Naskah Diterima :
2019-03-06
competencies. With the aim of improving student learning outcomes encourage
authors to conduct this research. However, the substance of this research is how to Naskah Direvisi:
improve the ability of students to be exploited, because learning through direct 2019-04-04
experience experienced by students will provide meaning in the learning process. The
use of the learning cycle model is one of the efforts to improve these competencies. Naskah Disetujui:
By using action research methods obtained data in the form of a percentage graph 2019-04-25
that shows the learning outcomes of students. From the results of the study in the
learning process using the learning cycle approach, the results obtained in the form
of an average value of students increased significantly, namely from the average
initial value is 4.5 in the first cycle to 6.3 and in the second cycle rose to 7.9. The
results of this study prove that the exploration ability of students through learning
cycle learning at SMAN 1 Pusakanagara can improve students' abilities.

Keywords: Learning Cycle, Exploration, Geographic Subjects

Abstrak
Melihat hasil belajar pada peserta didik di SMAN 1 Pusakanagara pada mata
pelajaran geografi belum memuaskan jika dilihat dari ketercapaian kompetensi
peserta didik. Dengan tujuan untuk memperbaiki hasil belajar peserta didik
mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Namun yang menjadi substansi
dalam penelitian ini adalah bagaimana cara meningkatkan kemampuan eksplorasi
peserta didik dapat ditingkatkan karena dengan cara belajar melalui pengalaman
langsung yang dialami oleh peserta didik akan memberikan makna dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan model learning cycle menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan kompetensi tersebut. Dengan menggunakan metode tindakan kelas
diperoleh data berupa grafik persentase yang menunjukan hasil belajar peserta
didik. Dari hasil penlitian pada proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan learning cycle didapatkan hasil berupa nilai rata-rata peserta didik
terjadi kenaikan yang signifikan, yaitu dari rata-rata nilai awal adalah 4,5 naik di siklus
pertama menjadi 6,3 dan di siklus kedua naik menjadi 7,9. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa kemampuan eksplorasi siswa melalui pembelajaran learning
cycle di SMAN 1 Pusakanagara dapat meningkatkan kemampuan peserta didik.

Kata Kunci: Learning Cycle, Eksplorasi, Mata Pelajaran Geografi

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.13527
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
36 I Nur Kholis, Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi …….

A. PENDAHULUAN guru, dan staf pendidik yang berdedikasi


Sekolah merupakan tempat bagi siswa serta memiliki integritas kerja yang
untuk meningkatkan kemapuan dalam profesional.
berpikir, dari proses berpikir yang Berkaitan dengan itu, Pemerintah
sederhana menuju sesuatu yang abstrak telah melakukan berbagai penataan dalam
dan komples. Sebagai suatu entitas yang sistem standarisasi pendidikan, seperti
akan meciptakan output yang memiliki yang dituangkan dalam Peraturan
kemampuan berpikir logis, kritis serta Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 19
dinamis. Sekolah harus memiliki sistem tahun 2005 Tentang Standar Nasional
yang terbuka dalam memandang suatu Pendidikan (SNP) dan PP Nomor 32 Tahun
perubahan, karena disuatu perubahan 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan
akan dibarengi dengan sesuatu yang Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang
latens dan dapat berdampak positif Standar Nasional Pendidikan. Dalam
ataupun sebaliknya. Hal ini terjadi karena kedua peraturan tersebut dikemukakan
arus informasi yang disebabkan oleh bahwa “Standar Nasional Pendidikan
globalisasi akan menciptakan akulturasi adalah kriteria minimal tentang sistem
dan asimilasi yang lambat laun akan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia”
menggerus budaya lokal. Peran sekolah (Mulyasa, 2004). Standar Nasional
diharapkan dapat menjadi bangunan yang Pendidikan bertujuan menjamin mutu
tidak hanya menciptakan manusia yang pendidikan nasional dalam rangka
berakal saja tetapi juga memiliki karakter mencerdaskan kehidupan bangsa dan
yang kuat sesuai dengan kepribadian membentuk watak serta peradaban
bangsa. bangsa yang bermartabat.
Revolusi industri yang mengarah Upaya Pemerintah tersebut
pada Indtusri 4.0 telah memberi bentuk merupakan bentuk untuk meningkatkan
pembelajaran yang terintegrasi dengan mutu pendidikan di Indonesia dengan
kebutuhan kerja. Proses pembelajaran berupaya menyusun sebuah standar yang
konvensional pun bertransformasi pada dapat dicapai oleh satuan pendidikan di
bentuk pembelajaran yang serba Indonesia. Hal ini penting dilakukan karena
komputerisasi. Siswa merupakan makhluk sebuah sistem harus dibangun dengan
biologis yang dibekali dengan kemampuan sebuah dasar hukum sehingga tujuan yang
berpikir yang terbentuk secara maternal hendak dicapai dapat berjalan dengan
ataupun dibentuk oleh lingkungan. Dalam baik. Sesuai dengan standar pendidikan
kecerdasaan maternal siswa tidak dapat nasional menyatakan bahwa seorang
dipandang secara homogen tetapi memiliki pendidik harus memiliki kualifikasi minimal
bakat dan minat yang berbeda. Guru harus sarjana yang sesuai dengan bidang
dapat membaca satu per satu kemampuan pelajaran yang diampu dengan bidang
siswa agar bisa membuat model mata pelajaran yang diajarkan.
pembelajaran yang dapat menyentuh Kemampuan profesional pendidik dapat
motivasi dan keinginan eksplorasi siswa menerapkan berbagai strategi ataupun
sehingga siswa dapat meningkatkan hasil model pembelajaran yang sesuai dengan
belajar dan mendorong persaingan positif kebutuhan dan kemampuan belajar siswa.
untuk dapat berprestasi. Mekanisme yang Bruner (dalam Dahar, Ratna Wilis, 2006)
rumit ini harus diisi dan dijalankan oleh rupanya tidak mengembangkan suatu teori
individu-individu yang memiliki visi belajar yang sistematis. Hal yang penting
perubahan yang baik. Komponen sekolah baginya ialah cara bagaimana orang
yang terdiri dari bangunan, kepala sekolah, memilih, mempertahankan, dan

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15783
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 17 (1) (2019) I 37

mentransformasi informasi secara aktif, formulasi tentatif tanpa melalui langkah-


inilah inti belajar menurut Bruner. Oleh langkah analitis untuk mengetahui apakah
karena itu, Bruner memusatkan formulasi itu merupakan kesimpulan yang
perhatiannya pada masalah apa yang sahih atau tidak. Hal ini yang dikemukakan
dilakukan manusia dengan informasi yang oleh Bruner ialah semacam educated
diterimanya dan apa yang sesudah guess yang kerap kali digunakan oleh para
dilakukannya sesudah memperoleh ilmuwan, artis, dan orang-orang kreatif
informasi yang diskret itu mencapai lainnya.Tema keempat dan terakhir ialah
pemahaman yang memberikan tentang motivasi atau keinginan untuk
kemampuan padanya. belajar dan cara-cara yang tersedia pada
Guru pada kegiatan belajar mengajar para guru untuk merangsang motivasi itu.
di dalam kelas akan menyampaikan Pengalaman pendidikan yang merangsang
informasi yang parsial kepada siswa, motivasi ialah pengalaman di mana para
selanjutnya tugas siswa adalah untuk siswa berpartisipasi secara aktif dalam
mencari informasi yang utuh berkaitan menghadapi alamnya. Menurut Bruner,
dengan isi materi pelajaran. Setelah pengalaman belajar semacam ini dapat
memperoleh informasi yang utuh kemudian dicontohkan oleh pengalaman belajar
secara berkelompok siswa akan penemuan yang intuitif dan implikasi ini
mengelaborasi informasi yang akan akan dibahas dalam bagian-bagian yang
ditampilkan dan disampaikan kepada akan datang.
rekan-rekanya di dalam kelas. Lebih lanjut Dalam ketegori ini peserta didik tidak
Bruner (dalam Dahar, Ratna Wilis, 2006) bisa dipandang homogen, bakat dan minat
mengemukakan empat tema pendidikan. yang melekat pada peserta didik tidak bijak
Tema pertama mengemukakan pentingnya jika diukur dengan menggunakan satu atau
arti struktur pengetahuan. Kurikulum dua indikator saja. Seperti yang
hendaknya mementingkan struktur diungkapkan Howard Gardner (dalam
pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan Ruhyat, 2018) Howard Gardner menilai
struktur pengetahuan, kita menolong para guru yang secara berlebihan hanya menilai
siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta kecerdasan linguistik dan matematik saja
yang kelihatannya tidak memiliki hubungan dapat menghambat bentuk kecerdasan
dapat dihubungkan satu dengan yang lain, yang lain. Banyak siswa yang gagal
dan pada informasi yang telah mereka menunjukkan prestasi akademiknya
miliki. karena dikategorikan dalam penghargaan
Tema kedua ialah tentang kesiapan yang rendah atau low esteem dan
belajar. Kesiapan belajar yang baik, siswa kemampuan mereka (yang sebenarnya)
da patmengikuti pembelajaran dengan aktif menjadi tidak terlihat/muncul/terjadi dan
dan mudah menyerap pelajaran yang hilang dari sekolah dan bahkan dari
disampaikan ketika dalam proses masyarakat secara luas
pembelajaran (Mulyani, 2013). Kesiapan Pemaparan yang telah disampaikan
belajar terdiri atas penugasan di atas memberi suatu pandangan baru
keterampilan yang lebih sederhana yang bagi penulis dan memberi semangat untuk
dapat mengizinkan seseorang untuk mencoba model pembelajaran learning
mencapai keterampilan yang lebih tinggi. cycle untuk meningkatkan kemampuan
Tema yang ketiga menekankan nilai intusi eksplorasi siswa pada mata pelajaran
dalam proses pendidikan. Dengan instusi, Geografi di SMAN 1 Pusakanagara. Hal ini
yang dimaksudkan oleh Bruner adalah dilakukan untuk memberi suasana yang
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada berbeda pada proses belajar mengajar

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15798
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
38 I Nur Kholis, Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi …….

sehingga diharapkan pada akhirnya dapat membutuhkan daya nalar seperti


meningkatkan hasil belajar siswa. menelaah sumber pustaka dan berdiskusi.
Pada tahap ini pebelajar mengenal istilah-
istilah yang berkaitan dengan konsep-
B. TINJAUAN PUSTAKA konsep baru yang sedang dipelajari. Pada
1. Pengertian Learning Cycle fase terakhir, yakni aplikasi konsep,
Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam pebelajar diajak menerapkan pemahaman
penulisan ini disingkat LC adalah suatu konsepnya melalui kegiatan-kegiatan
model pembelajaran yang berpusat pada seperti problem solving (menyelesaikan
pebelajar (Student Centered). LC masalah-masalah nyata yang berkaitan)
merupakan rangkaian tahap-tahap atau melakukan percobaan lebih lanjut.
kegiatan (fase) yang diorganisasi Penerapan konsep dapat meningkatkan
sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat pemahaman konsep dan motivasi belajar,
menguasai kompetensi-kompetensi yang karena pebelajar mengetahui penerapan
harus dicapai dalam pembelajaran dengan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
jalan berperanan aktif. Implementasi LC dalam pembelajaran
LC pada mulanya terdiri dari fase- menempatkan guru sebagai fasilitator yang
fase eksplorasi (Exploration), pengenalan mengelola berlangsungnya fase-fase
konsep (Concept Introduction), dan tersebut mulai dari perencanaan (terutama
aplikasi konsep (Concept Application) pengembangan perangkat pembelajaran),
(Karplus dan Their dalam Renner et al, pelaksanaan (terutama pemberian
1988). Pada tahap eksplorasi, pebelajar pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses
diberi kesempatan untuk memanfaatkan pembimbingan) sampai evaluasi.
panca inderanya semaksimal mungkin Efektivitas implementasi LC biasanya
dalam berinteraksi dengan lingkungan diukur melalui observasi proses dan
melalui kegiatan-kegiatan seperti pemberian tes. Jika ternyata hasil dan
praktikum, menganalisis artikel, kualitas pembelajaran tersebut ternyata
mendiskusikan fenomena alam, belum memuaskan, maka dapat dilakukan
mengamati fenomena alam atau perilaku siklus berikutnya yang pelaksanaannya
sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini harus lebih baik dibanding siklus
diharapkan timbul ketidakseimbangan sebelumnya dengan cara mengantisipasi
dalam struktur mentalnya (Cognitive kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya,
Disequilibrium) yang ditandai dengan sampai hasilnya memuaskan.
munculnya pertanyaan-pertanyaan yang LC tiga fase saat ini telah
mengarah pada berkembangnya daya dikembangkan dan disempurnakan
nalar tingkat tinggi (High Level Reasoning) menjadi 5 dan 6 fase. Pada LC 5 fase,
yang diawali dengan kata-kata seperti ditambahkan tahap engagement sebelum
mengapa dan bagaimana (Dasna dan exploration dan ditambahkan pula tahap
Rahayu, 2005). Munculnya pertanyaan- evaluation pada bagian akhir siklus. Pada
pertanyaan tersebut sekaligus merupakan model ini, tahap concept introduction dan
indikator kesiapan siswa untuk menempuh concept application masing-masing
fase berikutnya, fase pengenalan konsep. diistilahkan menjadi explaination dan
Pada fase ini diharapkan terjadi proses elaboration. Karena itu LC 5 fase sering
menuju kesetimbangan antara konsep- dijuluki LC 5E (Engagement, Exploration,
konsep yang telah dimiliki pebelajar Explaination, Elaboration, dan Evaluation)
dengan konsep-konsep yang baru (Lorsbach, 2002). Pada LC 6 fase,
dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang ditambahkan tahap identifikasi tujuan

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15783
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 17 (1) (2019) I 39

pembelajaran pada awal kegiatan berperan aktif untuk menggali dan


(Johnston dalam Iskandar, 2005). Tahap memperkaya pemahaman mereka
engagement bertujuan mempersiapkan diri terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
pebelajar agar terkondisi dalam Berdasarkan uraian di atas, LC dapat
menempuh fase berikutnya dengan jalan dimplementasikan dalam pembelajaran
mengeksplorasi pengetahuan awal dan bidang-bidang sain maupun sosial.
ide-ide mereka serta untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada 2. Tahapan Pelaksanaan Learning
pembelajaran sebelumnya. Dalam fase Cycle
engagement ini minat dan keingintahuan Learning cycle merupakan salah satu
(curiosity) pebelajar tentang topik yang model pembelajaran dengan pendekatan
akan diajarkan berusaha dibangkitkan. konstruktivis yang pada mulanya terdiri
Pada fase ini pula pebelajar diajak atas tiga tahap, yaitu: eksplorasi
membuat prediksi-prediksi tentang (exploration), menjelaskan (explanation),
fenomena yang akan dipelajari dan dan memperluas (elaboration/extention),
dibuktikan dalam tahap eksplorasi. Pada yang dikenal dengan learning cycle 3E.
fase exploration, siswa diberi kesempatan Pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus
untuk bekerja sama dalam kelompok- tersebut mengalami perkembangan
kelompok kecil tanpa pengajaran langsung menjadi lima tahap, yaitu pembangkitan
dari guru untuk menguji prediksi, minat/mengajak (engagement),
melakukan dan mencatat pengamatan eksplorasi/menyelidiki (exploration),
serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan menjelaskan (explanation), memperluas
seperti praktikum dan telaah literatur. Pada (elaboration/extention), dan evaluasi
fase explanation, guru harus mendorong (evaluation), sehingga dikenal dengan
siswa untuk menjelaskan konsep dengan learning cycle 5E (Kurnazz. 2008).
kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan Engagement (mengajak), yaitu fase
klarifikasi dari penjelasan mereka, dan yang bertujuan mempersiapkan diri siswa
mengarahkan kegiatan diskusi. Pada agar terkondisi dalam menempuh fase
tahap ini pebelajar menemukan istilah- berikutnya dengan jalan mengeksplorasi
istilah dari konsep yang dipelajari. Pada pengetahuan awal dan ide-ide mereka,
fase elaboration (extention), siswa serta untuk mengetahui kemungkinan
menerapkan konsep dan ketrampilan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran
dalam situasi baru melalui kegiatan- sebelumnya. Dalam fase engagement ini
kegiatan seperti praktikum lanjutan dan minat dan keingintahuan siswa tentang
problem solving. Pada tahap akhir, topik yang akan dipelajari berusaha
evaluation, dilakukan evaluasi terhadap dibangkitkan. Siswa juga diajak membuat
efektivitas fase-fase sebelumnya dan juga prediksi-prediksi tentang fenomena yang
evaluasi terhadap pengetahuan, akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap
pemahaman konsep, atau kompetensi eksplorasi.
pembelajaran melalui problem solving Exploration (menyelidiki), pada fase
dalam konteks baru yang kadang-kadang ini siswa diberi kesempatan untuk
mendorong pembelajar melakukan bekerjasama dalam kelompok-kelompok
investigasi lebih lanjut. Berdasarkan kecil tanpa pengajaran langsung dari guru
tahapan-tahapan dalam metode untuk menguji prediksi, melakukan dan
pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui
di atas, diharapkan siswa tidak hanya kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan
mendengar keterangan guru tetapi dapat telaah literatur.

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15798
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
40 I Nur Kholis, Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi …….

Exlaination (menjelaskan), dalam


fase ini guru mendorong siswa untuk
menjelaskan konsep dengan kalimat
mereka sendiri, meminta bukti dan
klarifikasi dari penjelasan mereka, dan
mengarahkan kegiatan diskusi. Pada
tahap ini siswa menemukan istilah-istilah
dari konsep yang dipelajari.
Elaboration/Extention (memperluas),
yaitu siswa menerapkan konsep dan
keterampilan dalam situasi baru melalui
kegiatan-kegiatan seperti praktikum
lanjutan dan problem solving.
Evaluation (evaluasi), dilakukan
evaluasi terhadap efektivitas fase-fase
Gambar. 1 The Action Research Spiral
sebelumnya dan juga evaluasi terhadap
(Kemmis, S., McTaggert, R dalam Bruns
pengetahuan, pemahaman konsep atau
2010)
kompetensi siswa melalui problem solving
dalam konteks baru yang kadang-kadang
mendorong siswa melakukan investigasi
Teknik pengumpulan data yang
lebih lanjut.
digunakan pada penelitian ini adalah tes,
observasi atau pengamatan, dan
wawancara kepada siswa untuk
C. METODE PENELITIAN
mengetahui persepsi dan kesan terhadap
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X
perlakuan pembelajaran.
IPA 1 SMAN 1 Pusakanagara. Penelitian
Tindakan Kelas ini dilaksanakan melalui
dua siklus untuk melihat peningkatan
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
meningkatkan kemampuan eksplorasi
Refleksi merupakan kajian secara
peserta didik kelas X IPA 1 SMAN 1
menyeluruh tindakan yang telah dilakukan
Pusakanagara melalui metode Learning
berdasarkan data yang telah terkumpul,
cycle dalam proses pembelajaran di kelas.
kemudian dilakukan evaluasi guna
Setiap siklus PTK terdiri dari perencanaan,
menyempurnakan tindakan. Refleksi
implementasi, pengamatan, dan refleksi.
menyangkut analisis, sintesis, dan
Hasil dari refleksi menjadi masukan pada
penilaian terhadap hasil pengamatan atas
perencanaan kembali untuk siklus
tindakan yang dilakukan (Hopkin, dalam
berikutnya.
Arikunto, dkk, 2006).

1. Hasil yang diperoleh dari tes prestasi


belajar siklus Pertama
Berdasarkan data yang yang
diperoleh menunjukan nilai dari pre-test
dan nilai post-test yang dikumpulkan oleh
siswa kelas X IPA 1 SMAN 1
Pusakanagara pada siklus I dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut.

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15783
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 17 (1) (2019) I 41

Nilai Rata-rata Pre-test sedangkan skor pada sesi 2 adalah 278,


X0 189 = 4,6 setelah dirata-ratakan maka skor yang
N 41 diperoleh adalah 4,5 untuk nilai pre-test,
5,7 untuk nilai sesi 1, dan 6,9 untuk nilai
Nilai Rata-rata Sesi 1 sesi 2 dari analisis yang dibuat, dapat
X1 231 = 5,7 diambil simpulan bahwa hasil yang didapat
N 41 belum menunjukkan keberhasilan model
pembelajaran learning cycle yang
Nilai Rata-rata Sesi 2 dilakukan guru.
X2 278 = 6,7 Hasil tes prestasi belajar yang
N 41 merupakan tes lisan dan multiple choice
test, memforsir siswa untuk betul-betul
Nilai total Rata-rata pada siklus pertama dapat memahami apa yang sudah
adalah dipelajari. Nilai rata-rata siswa di siklus I
X1 + X2 = 5.7 + 6.9 = 12.6 = 6.3 sebesar 5,7 pada sesi pertama dan 6,9
2 2 2 pada sesi kedua menunjukkan bahwa
siswa setelah menguasai materi yang
Untuk rekapitulasi hasil penelitian ini diajarkan walaupun belum begitu
akan disampaikan sekaligus pada akhir sempurna. Hasil ini menunjukkan
analisis refleksi siklus kedua. Untuk hasil peningkatan kemampuan siswa
analisis pengamatan guru dan menguasai mata pelajaran.
pengamatan siswa terhadap kebenaran Hasil tes prestasi belajar di siklus I
pelaksanaan pembelajaran dengan model telah menemukan efek utama bahwa
learning cycle. Untuk kedua hasil penggunaan metode tertentu akan
pengataman tersebut dapat disampaikan berpengaruh terhadap prestasi belajar
sebagai berikut. 1) pengamatan oleh guru siswa yang dalam hal ini adalah metode
berupa catatan kesalahan peneliti pada learning cycle. Hal ini sesuai dengan hasil
saat melaksanakan proses pembelajaran meta analisis metode pembelajaran yang
learning cycle, hal ini menjadi masukan dilakukan oleh Soedomo, (dalam Puger,
yang sangat berharga untuk perbaikan 2004) yang menyatakan bahwa metode
pada siklus selanjutnya, untuk hal ini lebih pembelajaran yang diterapkan oleh
lengkapnya dapat dilihat pada seorang guru berpengaruh terhadap
pembahasan. 2) untuk pengamatan yang prestasi belajarnya.
dilakukan oleh kepala sekolah yang ada Seperti telah diketahui bersama
pada lampiran 6, sudah terlihat tim yang bahwasannya mata pelajaran geografi
mampu, tim yang belum mampu, sudah menitikberatkan pembelajaran pada aspek
jelas menunjukkan keaktifan, keuletan, kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai
kreativitas, mencari hal-hal penting yang pedoman prilaku kehidupan sehari-hari
ditugaskan, menunjukkan kemampuan siswa. Untuk penyelesaian kesulitan yang
aktivitas, kritis, betul siswa yang giat ada maka penggunaan metode ini dapat
belajar dan bukan guru yang giat membantu siswa untuk berkreasi,
mengajar, kemampuan menunjukkan bertindak aktif, bertukar pikiran,
konsep diri, kecepatan menanggapi mengeluarkan pendapat, bertanya,
tuntutan, kemampuan menelorkan berdiskusi, berargumentasi, bertukar
kesimpulan-kesimpulan. Jumlah semua informasi dan memecahkan masalah yang
skor siswa pada pre-test adalah 189, dan ada bersama dengan anggota kelompok
pada jumlah skor pada sesi 1 adalah 231, diskusinya. Hal inilah yang membuat siswa

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15798
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
42 I Nur Kholis, Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi …….

berpikir lebih tajam, lebih kreatif dan kritis Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Penelitian
sehingga mampu untuk memecahkan
masalah-masalah yang kompleks dan efek No Tindakan Rata- Total
selanjutnya adalah para siswa akan dapat rata rata-
memahami dan meresapi mata pelajaran rata
Geografi lebih jauh. 1 Pre-test SO 4.5 X0 =
Kendala yang masih tersisa yang 4.5
perlu dibahas adalah prestasi belajar yang 2 Siklus S1 5.7 XI =
dicapai pada siklus I ini belum memenuhi Pertama S2 6.9 6.3
harapan sesuai dengan tuntutan KKM 3 Siklus S3 7.5 XII =
mata pelajaran geografi di sekolah ini yaitu Kedua S4 8.3 7.9
7,5. Oleh karenanya upaya perbaikan lebih
lanjut masih perlu diupayakan sehingga Dari hasil pengamatan teman
perlu dilakukan perencanaan yang lebih sejawat disampaikan bahwa ada
matang untuk siklus selanjutnya. kelebihan-kelebihan yang disampaikan
oleh pengamat yaitu bahwa peneliti sudah
2. Hasil yang Diperoleh dari Siklus berpakaian rapi, menggunakan bahasa
Kedua yang santun, menuntun siswa dengan baik.
Berdasarkan data yang ditunjukkan Hal ini menimbulkan interpretasi bahwa
pada tabel diatas bahwa nilai dari pre-test perjalanan penelitian sudah cukup baik.
dan nilai post-test yang dikumpulkan oleh Kelemahan yang disampaikan perlu
siswa kelas X IPA 1 SMAN 1 diberikan analisis yaitu penggunaan waktu
Pusakanagara pada siklus I dapat dihitung yang belum efektif, konstruksi, kontribusi
dengan cara sebagai berikut. siswa belum maksimal, fakta ini akan
Nilai Rata-rata Pre-test dijadikan acuan kebenaran data, validasi,
X0 185 = 4,5 internal yang diambil dari informan di
N 41 pertanggungjawabkan, validitas eksternal
berupa acuan hukum digunakan teori-teori
Nilai Rata-rata Sesi 3 yang mendukung dan reliabilitas data
X1 308 = 7,5 penelitian ini dapat penulis yakini karena
N 41 hal itu merupakan ketepatan peneliti
memilih informan, yaitu teman sejawat.
Nilai Rata-rata Sesi 4 Faktor-faktor yang berpengaruh belum
X2 343 = 8,3 maksimalnya pembelajaran learning cycle
N 41 pada siklus I ini adalah karena peneliti baru
satu kali mencoba model ini. Cara
Nilai total Rata-rata pada siklus kedua pemecahan masalahnya adalah penyiapan
adalah RPP yang lebih baik, lebih berkualitas.
X3 + X4 = 7.5 + 8.3 = 15.8 = 7.9 Hasil yang diperoleh dari tes prestasi
2 2 2 belajar di siklus kedua menunjukkan
bahwa kemampuan siswa dalam mengikuti
pelajaran sudah cukup baik. Ini terbukti dari
rata-rata nilai siswa mencapai 7,5 pada
sesi 3 dan 8,3 pada sesi 4 Hasil ini
menunjukkan bahwa metode learning
cycle telah berhasil meningkatkan
kemampuan siswa menempa ilmu sesuai

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15783
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 17 (1) (2019) I 43

harapan. Learning cycle merupakan model Melihat perbandingan nilai awal, nilai
yang cocok bagi siswa apabila guru siklus pertama dan nilai siklus kedua,
menginginkan mereka memiliki terjadi kenaikan yang signifikan, yaitu dari
kemampuan berkreasi, berargumentasi, rata-rata nilai awal adalah 4,5 naik di siklus
mengeluarkan pendapat secara lugas, pertama menjadi 6,3 dan di siklus kedua
bertukar pikiran, berargumentasi, naik menjadi 7,9 Kenaikan ini tidak bisa
mengingat penggunaan metode ini adalah dipandang sebelah mata karena kenaikan
untuk memupuk kemampuan intelektual nilai ini adalah dari upaya-upaya yang
siswa, mendorong siswa untuk mampu maksimal yang dilaksanakan peneliti demi
menemukan sendiri, menempatkan siswa peningkatan mutu pendidikan dan
pada posisi sentral dan mengupayakan kemajuan pendidikan khususnya di SMAN
agar siswa tidak belajar dengan menghafal 1 Pusakanagara.
tetapi lebih mengeksplorasi kemapuan
berpikir siswa berdasarkan hasil
pengamatan lapangan. E. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini ternyata telah Dari keseluruhan rangkaian
memberi efek utama bahwa model yang penelitian diperoleh hasil yang baik dalam
diterapkan dalam proses pembelajaran upaya meningkatkan kemampuan peserta
berpengaruh secara signifikan terhadap didik dengan menggunakan model
prestasi belajar siswa. Temuan ini pembelajaran learning cycle. Hal ini
membuktikan bahwa guru sudah tepat disebabkan oleh pola belajar yang tidak
memilih metode dalam melaksanakan monoton sehingga siswa lebih leluasa
proses pembelajaran karena pemilihan dalam mengeksplorasi ide-ide atau pun
metode merupakan hal yang tidak boleh gagasannya. Setiap ide-ide dari peserta
dikesampingkan. Hal ini sejalan pula didik kemudian secara bersama-sama
dengan temuan-temuan peneliti lain dielaborasi dan menghasilkan suatu teori
seperti yang dilakukan oleh Inten dan yang dibangun berdasarkan pengalaman
Puger (2004) yang pada dasarnya dari peserta didik. Pola belajar yang
menyatakan bahwa metode pembelajaran melibatkan pengalaman peserta didik
yang diterapkan berpengaruh terhadap menjadi pemicu dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. kemampuan eksplorasi dan hasil belajar
Mata pelajaran Geografi peserta didik.
menitikberatkan kajiannya pada aspek Melihat efektifitas dan keberhasilan
kognitif, afektif dan psikomotor sebagai pada model belajar learning cycle di SMAN
pedoman atas kemampuan siswa baik 1 Pusakanagara, penulis menyarankan
pikiran, prilaku maupun visual menempati agar setiap guru dapat menerapkan model
tempat yang penting karena dapat pembelajaran yang serupa. Peran aktif dari
mengaktifkan siswa secara maksimal. Dari guru untuk menciptakan banyak model
nilai yang diperoleh siswa, lebih setengah pembelajaran dipercaya dapat merubah
siswa mendapat nilai 8,5, 13 siswa suasana kelas yang kaku jadi lebih
memperoleh nilai menengah yaitu 8. Dari menyenangkan dan diharapkan dari
perbandingan nilai ini sudah dapat diyakini proses pembelajaran yang menyenangkan
bahwa prestasi belajar siswa dapat dapat meningkatkan hasil belajar peserta
ditingkatkan dengan penggunaan metode didik.
learning cycle.

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15798
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276
44 I Nur Kholis, Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi …….

DAFTAR PUSTAKA
Burns, A (2010) Doing Action Research in English Language Teaching: A Guide for
Practitioners. New York: Routledge.
Dahar, R. W. (2006). Teori-Teori Belajar dan Mengajar. Jakarta: Erlangga
Dasna, I.Wayan.(2005). Kajian Implementasi Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dalam
Pembelajaran Kimia. Makalah Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya.
FMIPA UM – Dirjen Dikti Depdiknas. 5 September 2005.
Inten, I Gede. (2004). Pengaruh Model Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Siswa Terhadap
Prestasi Belajar PKn dan Sejarah pada Siswa Kelas II di SMU Laboratorium IKIP
Negeri Singaraja. Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja. Tesis.
Iskandar, S.M. (2005). Perkembangan dan Penelitian Daur Belajar. Makalah Semlok
Pembelajaran Berbasis Konstruktivis. Jurusan Kimia UM. Juni 2005.
Lorsbach, A. W. (2002). The learning cycle as a tool for planning science instruction.
Kurnazz. 2008. Using Different Conceptual Change Methods Embedded Within the 5E model:
A Sample Theaching for Heat and Themperature. Journal of Physics Teacher
Education Online, 5(2), 3-7.
Mulyani, D. (2013). Hubungan kesiapan belajar siswa dengan prestasi belajar. Konselor, 2(1).
Mulyasa, E. (2004). Implementasi Kurikulum 2004 panduan pembelajaran KBK. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP).
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Puger, I Gusti Ngurah. (2004). Belajar Kooperatif. Diktat Perkuliahan Mahasiswa Unipas.
Rahayu, S., Prayitno. (2005). Penggunaan Strategi Pembelajaran Learning Cycle-
Cooperative Learning 5E (LCC-5E). Makalah Seminar Nasional MIPA dan
Pembelajarannya. FMIPA UM – Dirjen Dikti Depdiknas.
Ruhyat. (2018). Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Pendekatan Interpersonal Di SMPN 3
Pagaden. Jurnal Edutech, 17(03).
Renner, J. W., Abraham, M. R., & Birnie, H. H. (1988). The necessity of each phase of the
learning cycle in teaching high school physics. Journal of Research in Science
Teaching, 25(1), 39-58.
Suharsimi, A. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

DOI 10.17509/pdgia.v17i1.15783
e.ISSN 2579-7700 p.ISSN 1693-5276

Anda mungkin juga menyukai