Disusun oleh:
Firda Ainun Nabila (1907026072)
Fatma Alfani (1907026090)
Adi Puji Kurniawan (1907026091)
Laporan Penerapan HACCP dalam Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RSJD Dr.
RM. Soedjarwadi telah disahkan oleh pembimbing.
ii
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT, berkat Rahmat dan izinnya, kami dapat menyelesaikan
laporan praktek kerja gizi institusi yang berjudul “Penerapan HACCP Dalam Penyelenggaraan
Makanan di Instalasi Gizi RSJD Dr. RM. Soedjarwadi”. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi
tugas praktek kerja gizi Institusi.
Terima kasih tak terhingga kami dedikasikan kepada berbagai pihak yang telah
mendukung terselesaikannya laporan ini. Terima kasih tak terhingga kami haturkan kepada
Bapak Guntoro S. Gz. dan Ibu Ita Mayasari, S. Gz. selaku pembimbing lapangan. Tak lepas
dari kekurangan, kami sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik dimasa mendatang. Besar harapan
kami semoga laporan ini membawa manfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Jika Ditemukan Penyimpangan dari Batas
pada CCP-nya ............................................................................................................................ 8
Tabel 2. Deskripsi Karakteristik Produk Akhir ....................................................................... 20
Tabel 3. Identifikasi Penggunaan Produk ................................................................................ 21
Tabel 4. Kategori Risiko Bahaya ............................................................................................. 25
Tabel 5. Analisis Risiko Bahaya pada Bahan .......................................................................... 26
Tabel 6. Karakteristik Bahan Baku .......................................................................................... 26
Tabel 8. Analisis Bahaya pada Bahan Baku ............................................................................ 29
Tabel 9. Analisis Bahaya pada Proses ..................................................................................... 33
Tabel 10. Karakteristik Kemasan ............................................................................................. 38
Tabel 11. Analisis Bahaya pada Lingkungan (Kemasan) ........................................................ 40
Tabel 12. Pohon Keputusan (Penetapan CCP) pada Proses .................................................... 41
Tabel 13. CCP Plan .................................................................................................................. 44
Tabel 14. Tindakan Pengendalian Bahaya Proses ................................................................... 46
vi
DAFTAR BAGAN
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Melakukan analisis masalah, penetapan analisis bahaya, dan pengendalian titik
kritis pada salah satu menu makanan yang ada di RSJD. Dr. RM. Soedjarwadi.
1.3. Manfaat
Laporanan HACCP ini diharapkan mampu memberikan pengalaman bagi
mahasiswa mengenai HACCP yang dilakukan di penyelenggaraan makanan RS. Selain
itu diharapkan juga laporan ini dapat menjadi saran dan masukan bagi penyelenggara
makanan dan menjadi pedoman untuk penelitian selanjutnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HACCP
2.1.1. Pengertian
Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) adalah suatu sistem
jaminan mutu yang mendasarkan pada kesadaran atau perhatian bahwa bahaya
(hazard) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi dapat
dilakukan tindakan pengendalian untuk mengontrol bahaya. HACCP merupakan
salah satu bentuk manajemen risiko yang dikembangkan untuk menjamin
keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap
dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan pangan yang aman. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan tindakan pencegahan daripada mengandalkan kepada pengujian
produk akhir.1
HACCP digunakan sebagai alat untuk menilai tingkat bahaya,
memperkirakan kemungkinan risiko, dan menetapkan ukuran yang tepat dalam
pengawasan. Ukuran adalah nilai atau ketentuan yang digunakan dalam
pengawasan untuk pencegahan dan pengendalian proses dari suatu produk.2
HACCP diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan. 3
Keamanan penting bagi produk pangan karena keamanan sangat dipertimbangkan
dalam hal konsumsi. Produk pangan untuk dapat diproduksi dengan aman perlu
menggunakan standar-standar keamanan pangan.4
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang
tanpa resiko (zero-risk). Akan tetapi, HACCP dirancang untuk meminimumkan
risiko bahaya keamanan pangan dalam suatu proses produksi pangan. Sistem
HACCP juga merupakan suatu alat manajemen risiko yang digunakan untuk
1
Cartwright, L.M., & Latifah, D. (2010). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) sebagai Model
Kendali dan Penjaminan Mutu Produksi Pangan. INVOTEC, 6 (17), 509-519.
2
Suklan, H. (1998). Pedoman Pelatihan System Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk
Pengolahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.
3
Thaheer, H. (2005). Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Edisi Pertama.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
4
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (1998). Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP)
Serta Pedoman Penerapannya. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998.
2
melindungi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi
bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.5
Sistem HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan sejak
mulai dari produsen bahan baku utama pangan (pertanian, peternakan),
penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna
akhir (konsumen). Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan
tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga kerja yang
terlibat dalam suatu rantai produksi pangan. Keberhasilan penerapan HACCP
juga membutuhkan pendekatan tim, tim ini harus terdiri dari tenaga ahli yang
tepat.6
HACCP telah diuji coba pada industri pengolahan makanan, industri
perhotelan, dan industri penyedia makanan yang beroperasi di jalanan (street food
vendors). HACCP juga telah diuji coba pada rumah tangga di beberapa negara,
misalnya, Republik Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia, dan Zambia. HACCP
menjadi semakin populer di kalangan industri dan jasa pengolahan makanan
sebagai penjamin keamanan pangan (food safety assurance) setelah diadopsi dan
diakui secara resmi oleh Badan konsultansi WHO.7
Sistem HACCP dalam industri pengolahan makanan sebagai sistem
penjamin keamanan mempunyai kegunaan dalam beberapa hal yaitu sebagai
berikut.8
a. Mencegah penarikan produk yang dihasilkan
b. Meningkatkan jaminan keamanan produk
c. Pembenahan dan pembersihan
d. Mencegah kehilangan pelanggan atau pasar
e. Meningkatkan kepercayaan konsumen
f. Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk
5
Koswara, S. (2009). HACCP dan Penerapannya Pada Produk Bakeri. https://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/HACCP-DAN-PENERAPANNYA-DALAM-INDUSTRI-BAKERY.pdf
6
Koswara, S. (2009). HACCP dan Penerapannya Pada Produk Bakeri. https://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/HACCP-DAN-PENERAPANNYA-DALAM-INDUSTRI-BAKERY.pdf
7
Codex Alimentarius Commission. (1991). Food and Agriculture Organizaion of The United Nations.
Washington.
8
Bryan, F.L. (1995). Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. (Diterjemahkan oleh Ditjen PPM dan PLP).
Jakarta: Depkes RI.
3
Pelaksanaan sistem HACCP tak pernah lepas dari pelaksanaan
persyaratan-persyaratan dasar (prerequisite program). Sistem jaminan mutu
keamanan pangan harus diawali dengan pelaksanaan Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP). Di
Indonesia, GMP dikenal dengan nama Cara Produksi Makanan yang Baik
(CPMB) yang telah diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
23/Menkes/SK/I/1978 dan Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri
Rumah Tangga (CPPB-IRT) yang diatur melalui Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003.9
2.1.2. Prinsip
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem
HACCP pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh
NACMCP (National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods,
1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar
penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:
2.1.2.1. Analisis Bahaya (Hazard Analysis) Dan Penetapan Resiko Beserta
Cara Pencegahannya
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis
bahaya yang berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang
diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap bahaya ini harus
dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua
bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis
bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan baku
hingga ke tangan konsumen.
Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan
dibedakan atas tiga kelompok bahaya, yaitu:
a. Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen,
virus atau parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit
infeksi atau infestasi, misalnya E. coli pathogenik, Listeria
9
Cartwright, L.M., & Latifah, D. (2010). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) sebagai Model
Kendali dan Penjaminan Mutu Produksi Pangan. INVOTEC, 6 (17), 509-519.
4
monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan
lain-lain;
b. Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia
yang beracun, misalnya aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin
kerang, alkoloid pirolizidin, pestisida, antibiotika, hormon
pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan
pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl
jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya;
c. Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang
seharusnya tidak boleh terdapat di dalam makanan, misalnya
pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam, serangga, potongan
tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit, dan lain-lain.
Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang
dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh,
maka analisis bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan
terorganisasi. Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu:
a. Menyusun Tim HACCP.
b. Mendefinisikan produk, cara produk dikonsumsi, dan sifat-sifat
negatif produk yang harus dikontrol dan dikendalikan.
c. Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan
diagram alir proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, untuk menghasilkan suatu produk.
2.1.2.3. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang
Telah Teridentifikasi
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan
dengan setiap CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas
kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas kritis untuk bahaya
biologis/mikrobiologis, kimia, dan fisika untuk setiap jenis produk
berbeda satu sama lainnya.
Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat
diterima untuk mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat
mengendalikan bahaya kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis
yang sudah ditetapkan ini tidak boleh dilanggar atau dilampaui nilainya,
karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar, dan kemudian titik
kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan
terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen. Beberapa contoh batas
kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah timbulnya bahaya
adalah suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal, suhu maksimal
untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk
proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan
ada dalam bahan pangan., pH maksimal yang diperkenankan, bobot
pengisian maksimal, viskositas maksimal yang diperkenankan, dan
sebagainya.
Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari
komoditas pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi
sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP
harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai
panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan
Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan
pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan. Batas kritis untuk
setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini harus dapat
6
menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus
disimpan sebagai bagian dari rencana formal HACCP.
10
Corlett, D.A. (1991). Regulatory Verification of Industrial HACCP System. Food Technol, 45 (4), 144-146.
7
dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan dengan cara
pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang
lama. Oleh karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis
jarang digunakan sebagai prosedur monitoring. Beberapa contoh
pengukuran dalam pemantauan (monitoring) adalah observasi secara
visual dan pengamatan langsung (misal kebersihan lingkungan
pengolahan dan penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan
waktu proses, pH, kadar air, dan sebagainya.
8
Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan diuji
keamanannya.
Jika keamanan produk tidak memenuhi persyaratan,
perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yang tepat.
Produk Beresiko Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus
Sedang diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa
hari/minggu).
Diperlukan pemantauan khusus sampai semua
penyimpangan dikoreksi /diperbaiki.
Produk Beresiko Produk dapat diproses.
Rendah Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu
memungkinkan.
Harus dilakukan pengawasan rutin untuk menjamin
bahwa status resiko rendah tidak berubah menjadi
resiko sedang atau tinggi.
9
Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem
dan penerapan HACCP mencakup:
a. Judul dan tanggal pencatatan
b. Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)
c. Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)
d. Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk bahan mentah,
bahan tambahan, bahan pengemas, dan peralatan penting lainnya.
e. Tahap/bagan alir proses, termasuk penanganan dan penyimpanan
bahan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusinya.
f. Jenis bahaya pada setiap tahap
g. CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan
h. Penyimpangan dari batas kritis
i. Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi
penyimpangan, dan karyawan/petugas yang bertanggung jawab
untuk melakukan koreksi/perbaikan.
Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan
adalah catatan harus sistematis, rapih, dan teratur. Disamping itu, bila
pencatatan dan pendokumentasian dilakukan tepat dan sesuai dengan
sistem HACCP, maka berarti keefektifan sistem dokumentasi HACCP
dapat diuji atau dibuktikan.
10
c. Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses
sebenarnya
d. Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur
koreksi/perbaikan yang harus dilakukan.
e. Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia, dan mikrobiologis)
secara acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis.
f. Catatan tertulis mengenai kesesuaian dengan rancangan HACCP,
penyimpangan terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali
diagram alir dan CCP.
g. Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP.11
Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada
saat-saat tertentu, yaitu :
a. Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang
ditetapkan masih dapat dikendalikan.
b. Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus
karena informasi terbaru tentang keamanan pangan.
c. Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab
keracunan makanan.
d. Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan
belum mantap atau jika ada saran dari instansi yang berwenang.
2.1.3. Tujuan
Tujuan HACCP adalah memperkecil kemungkinan adanya kontaminasi
mikroba pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap produk dan sistem
pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan rencana
pengembangan HACCP. HACCP bertujuan juga untuk mengidentifikasi,
memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama
proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi.12
11
Corlett, D.A. (1991). Regulatory Verification of Industrial HACCP System. Food Technol, 45 (4), 144-146.
12
Daulay, S.S. (2000). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Implementasinya dalam Industri
Pangan. Widyaiswara Madya Pudiklat Industri, 1-22.
11
Terdapat paling tidak dua hal mengapa HACCP penting diterapkan,
termasuk dalam penyelenggaraan makanan. Pertama persoalan keamanan pangan
merupakan hal yang tidak bisa ditawar dalam produk pangan, dan hal yang kedua
adalah kegagalan menjamin keamanan pangan dapat mengakibatkan penyakit dan
kematian pada konsumen, recall atau penarikan produk, tindakan pemerintah
(teguran sampai penutupan), penahanan dan pemusnahan produk, dan yang paling
penting adalah kehilangan kepercayaan konsumen.13
2.1.4. Penerapan
Konsep HACCP dikembangkan pada awal tahun 1970 sebagai sistem
untuk meyakinkan keamanan produk pangan. HACCP memuat peralihan
penekanan dari pengujian produk akhir menjadi pengendalian dan pencegahan
aspek kritis produksi pangan. Sistem ini telah mendapat pengakuan dunia
internasional, penerapannya di dalam produksi makanan yang aman telah diakui
WHO sebagai metode yang efektif untuk mengendalikan foodborne disease.
Penerapan HACCP tidak hanya terbatas pada industri pangan modern tetapi juga
dapat diterapkan dalam pengelolaan makanan untuk pasien di rumah sakit,
katering atau jasa boga, makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam
pembuatan makanan jajanan. Penerapan HACCP sangat penting karena
pengawasan pangan yang mengandalkan uji produk akhir (sistem konvensional)
tidak dapat menjamin keamanan pangan.
Unit gizi rumah sakit memiliki aturan tertentu dalam pengelolaan
makanan yang aman dengan jumlah besar yang berbeda dengan aturan dalam
penyiapan makanan untuk keluarga. Risiko terjadinya kontaminasi silang jauh
lebih besar karena banyaknya hidangan yang dimasak atau disiapkan secara
bersamaan. Seringnya, pada saat makanan disajikan untuk banyak orang,
sejumlah besar makanan telah dipersiapkan berjam-jam bahkan lebih dari sehari
untuk mendukung pelayanan yang cepat. Jika selama selang waktu antara
penyiapan dan penyajian makanan tersebut tidak disimpan pada kondisi yang
dapat mencegah pertumbuhan mikroba, sebuah bahaya akan terbentuk.
13
Koswara, S. (2009). HACCP dan Penerapannya Pada Produk Bakeri. https://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/HACCP-DAN-PENERAPANNYA-DALAM-INDUSTRI-BAKERY.pdf
12
Kerentanan konsumen merupakan faktor risiko yang mendukung
terjadinya foodborne disease. Pasien di rumah sakit merupakan salah satu
kelompok yang rentan dan lebih mudah terkena infeksi penyakit melalui
makanan. Bukan hanya berisiko tinggi untuk terjangkit penyakit bawaan makanan
tapi juga dapat menderita sakit yang lebih berat. Daya tahan tubuh yang rendah
akan dialami oleh orang dalam keadaan sakit (dalam masa perawatan maupun
penyembuhan). Makanan yang aman diperlukan agar tidak menambah beban
pertahanan tubuh dari kontaminasi baru.14
Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam
industri pangan perlu mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap
keamanan pangan, misalnya bahan mentah, ingredient dan bahan tambahan,
praktek pengolahan makanan, peranan proses pengolahan dan pengendalian
bahaya, cara mengkonsumsi produk, resiko masyarakat konsumen, dan keadaan
epidemiologi yang menyangkut keamanan pangan.
Kemudian untuk memperoleh program yang efektif dan menyeluruh
dalam penerapan/implementasi HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai
berikut:
2.1.4.1. Komitmen Manajemen
Keberhasilan penerapan/implementasi sistem HACCP sangatlah
tergantung pada manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi.
Mereka harus menyatakan komitmen tidak hanya dalam kata-kata saja
melainkan juga dalam tindakan. Seluruh karyawan dan staf nantinya
harus tahu bahwa manajemen adalah yang paling bertanggung jawab
memikul beban tugas implementasi ini. Dengan demikian segala sumber
daya yang diperlukan untuk mendukung implementasi HACCP harus
disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana, dokumentasi,
informasi, metode, lingkungan, bahan baku, dan waktu.
14
Zulfana, I., & Sudarmaji. (2008). Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) Pada Pengelolaan
Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Islam Lumajang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4 (2), 57-68.
13
HACCP yang bertugas dan bertanggung jawab dalam hal perencanaan,
penerapan, dan pengembangan sistem HACCP.
Anggota tim implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari
berbagai bidang disiplin ilmu (multidisiplin) yang mempunyai
pengetahuan dan keahlian spesifik yang tepat untuk produk. Dalam hal
ini anggotanya tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian, seperti
produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan mutu (QA),
manufakturing, keteknikan (engineering), R&D, serta sanitasi. Mereka
merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi
teknis dan masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk
mengembangkan sistem HACCP secara efektif dan benar.
15
alir proses tersebut tidak tepat dan kurang sempurna, dapat dilakukan
modifikasi.
15
Prasetyono, A.T. (2000). Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri
Pangan. Jurnal Teknologi Industri, 6 (3).
16
produk apapun. Filet ikan mempunyai sifat yang mudah busuk. Produk fillet lebih
rentan terhadap kontaminasi dan penurunan kualitas akibat serangan bakteri dari
pada ikan segar. Sebelum mengalami pengolahan lebih lanjut maka fillet tuna
perlu dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran dan mikroorganisme.
2.2.4. Kemiri
Kemiri adalah bumbu yang berwarna putih berbentuk bulat, kemiri
dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan bumbu. Kemiri digunakan untuk
bumbu dengan tujuan penambah rasa gurih.
2.2.5. Ketumbar
Ketumbar adalah bumbu yang mirip dengan lada atau merica, tetapi
ketumbar memiliki bentuk lebih kecil, warnanya lebih gelap, tidak berisi dan lebih
ringan dari lada. Ketumbar digunakan pada masakan yang bersantan. Ketumbar
sering ditambahkan pada makanan untuk menambahkan rasa gurih, misalnya
pada tempe goreng sebagai bumbu perendam.
2.2.6. Merica
17
Merica atau lada adalah bumbu yang memiliki rasa pedas dan beraroma
kuat. Lada ada 3 jenis macam yaitu lada putih, lada hitam dan lada hijau. Lada
hijau jarang dan susah ditemukan, lada hitam yaitu lada yang beraroma kuat
warnanya hitam dan memiliki cita rasa lebih pedas, lada putih yaitu lada yang
sering digunakan dalam masakan sup dan capcay.
2.2.7. Kunyit
Kunyit adalah bumbu yang mempunyai bentuk seperti jari tangan,
kulitnya bergaris-garis dengan warna coklat kekuningan. Kunyit digunakan pada
masakan untuk memberikan warna kuning pada nasi kuning, bumbu opor, kari
dan gulai. Kunyit dapat digunakan dengan cara dihaluskan dengan bumbu yang
lain. Kunyit juga digunakan sebagai jamu atau obat untuk menjaga kesehatan dan
kecantikan.
2.2.8. Kencur
Kencur merupakan bumbu yang memiliki bentuk seperti jari bulat. Kencur
(nama bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) dikenal di berbagai tempat dengan
nama yang berbeda-beda yaitu cikur (bahasa Sunda), ceuko (bahasa Aceh);
kencor (Madura), cekuh (bahasa Bali), kencur, sukung (bahasa Melayu Manado),
asauli, sauleh, soul, umpa (bahasa-bahasa di 25 Maluku), serta cekir (Sumba).
Kencur berfungsi menambah rasa segar pada masakan.
2.2.9. Kunci
Temu kunci adalah bumbu yang memiliki bentuk mirip jari telunjuk,
memanjang dan lurus, kulitnya berwarna coklat muda dan dalamnya berwarna
kuning muda. Temu kunci digunakan pada masakan sayur bening, hidangan ikan,
dan urap. Temu kunci dapat digunakan dengan dikupas, dimemarkan lalu diiris
tipis sebelum dimasukkan di masakan.
2.2.11. Jahe
Jahe adalah tanaman rimpang berbentuk jemari yang menggembung dan
memiliki rasa pedas. Terdapat dua jenis jahe yaitu jahe putih yang digunakan
untuk bumbu dan jahe merah yang digunakan untuk obat. Jahe digunakan untuk
masakan tumis, hidangan berkuah terutama seafood dan minuman. Jahe juga
digunakan untuk menambah aroma pada kue, biskuit, sirup, serta campuran
bumbu rempah.
2.2.12. Santan
Santan adalah suatu cairan berwarna putih seperti susu yang diperoleh dari
hasil pemerasan dari buah kelapa yang diparut dengan penambahan air. Santan
mempunyai rasa lemak yang dapat digunakan untuk bahan tambahan makanan
sehingga rasanya menjadi gurih.
2.2.13. Air
Meski bukan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, air sangat
esensial dalam kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Air dalam bahan
pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen disamping ikut sebagai
bahan pereaksi. Air dalam bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk
diantaranya adalah air bebas.
20
Umur simpan 3,5 jam
Kondisi Penyimpanan Suhu ruang
Kemasan Disajikan diatas piring porselen/melamin/rantang stainless
tertutup plastik warp
Informasi Label Nama, tanggal lahir, nomor kamar, diet
21
3.2.3. Bagan Alir Proses Produksi
Fillet tuna Kencur
Bawang merah Kunci
Bawang putih Cabe merah
Kemiri Jahe
Ketumbar Santan
Merica Air
Kunyit Minyak
1. Penerimaan
Air
proses 2. Persiapan Bumbu
a. pengupasan b. Pencucian
3. Penyimpanan
a. Penyimpanan suhu ruang (25-280C)
b. Penyimpanan suhu refrigerator (5-100C)
c. Penyimpanan suhu freezer (≤ 00C)
9. Distribusi
22
3.2.4. Tahapan HACCP
3.2.4.1. Identifikasi Bahaya dan Analisis Risiko Bahaya Setiap Tahap
Proses Pembuatan
3.2.4.1.1. Analisis Risiko
a. Kemungkinan Bahaya yang Terjadi
Kemungkinan untuk setiap bahaya yang telah
teridentifikasi perlu dipertimbangkan oleh tim HACCP.
Kemungkinan bahaya yang terjadi dapat dinilai secara
sederhana dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah.
23
c. Kelompok Bahaya
A = Kelompok makanan khusus yang terdiri dari
makanan NON STERIL yang ditujukan untuk
konsumen berisiko tinggi, seperti bayi, balita,
orang sakit/pasien, orang tua, ibu hamil. ibu
menyusui, usia lanjut
B = Makanan yang mengandung bahan/ingredien
yang SENSITIF terhadap bahaya biologis,
kimia, atau fisik
C = Di dalam proses pengolahan makanan TIDAK
terdapat tahap yang dapat membunuh
mikroorganisme berbahaya atau
mencegah/menghilangkan bahaya kimia/fisik
D = Makanan kemungkinan mengalami
PENCEMARAN KEMBALI setelah
pengolahan SEBELUM pemanasan/penyajian
E = Kemungkinan dapat terjadi KONTAMINASI
KEMBALI atau penanganan yang salah
SELAMA distribusi, penanganan oleh
konsumen/pasien, sehingga makanan menjadi
berbahaya bila dikonsumsi
F = Tidak ada proses pemanasan setelah
pengemasan/penyajian atau waktu
dipersiapkan di tingkat konsumen/pasien yang
dapat memusnahkan/menghilangkan
BAHAYA BIOLOGIS. Atau tidak ada cara
bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan, atau menghancurkan
BAHAYA KIMIA atau FISIK
24
Tabel 4. Kategori Risiko Bahaya
Kategori Karekteristik
Keterangan
Risiko Bahaya
0 0 (tidak ada bahaya) Tidak mengandung bahaya A s/d F
I (+) Mengandung SATU bahaya B s/d F
II (++) Mengandung DUA bahaya B s/d F
III (+++) Mengandung TIGA bahaya B s/d F
IV (++++) Mengandung EMPAT bahaya B s/d F
V (+++++) Mengandung LIMA bahaya B s/d F
Kategori risiko paling tinggi (semua makanan yang
VI A+ (kategori khusus) mengandung BAHAYA A baik DENGAN/TANPA
bahaya B s/d F)
25
Tabel 5. Analisis Risiko Bahaya pada Bahan
Kelompok Bahaya Penilaian Bahaya Signifikan
Bahan Kategori Faktor
A B C D E F Peluang Keparahan
Risiko Risiko
Fillet tuna 0 + 0 + + + IV H H Signifikan
Bawang merah & bawang putih 0 + 0 0 0 0 I L L ≠ Signifikan
Kemiri, ketumbar, merica, kunyit,
0 + 0 0 0 0 I L L ≠ Signifikan
kencur, kunci, jahe
Cabe merah 0 + 0 0 0 0 I L L ≠ Signifikan
Santan 0 + 0 + + + IV M M Signifikan
Air 0 + 0 0 0 0 I M M Signifikan
Garam 0 0 0 0 0 0 0 L L ≠ Signifikan
Gula 0 0 0 0 0 0 0 L L ≠ Signifikan
26
duri, tanpa
kulit
2. Bawang Segar, bersih, Bawang Dikupas bersih, kering, Pertanian, 14 hari Refrigerator Plastik NA Motor bak Sesuai
merah padat, utuh, tidak merah tidak busuk, tidak berulat, pengupasan bening pemenang
busuk, tidak tidak berjamur, tidak tender
berair, warna mengandung pestisida
merah keunguan
3. Bawang Segar, bersih, Bawang Dikupas bersih, kering, Pertanian, 14 hari Refrigerator Plastik NA Motor bak Sesuai
putih padat, utuh, tidak putih tidak busuk, tidak berulat, pengupasan bening pemenang
busuk, tidak tidak berjamur, tidak tender
berair, berwarna mengandung pestisida
putih
4. Kemiri Bersih, kering, Kemiri Kering, bersih, tidak Pengeringan, 10 hari Ruangan sejuk, Plastik NA Motor bak Sesuai
utuh, bersih, tidak kupas bercampur benda asing, pengupasan, kering, bersih tertutup pemenang
ada kutu, bentuk tidak apek, tidak berjamur, pemilahan, tender
bulat berwarna utuh tidak berlubang, tidak pengemasan
putih kekuningan berkutu
5. Ketumbar Bersih, kering, tua, Ketumbar Kemasan baik, segel rapat, Pengeringan, 10 hari Ruangan sejuk, Kemasan NA Motor bak Sesuai
bulat bulir utuh, tidak menggumpal, tidak pengemasan kering, bersih plastik pemenang
tidak bercampur berjamur tertutup tender
dengan serangga,
berwarna coklat
6. Merica Bersih, kering, tua, Merica Kemasan baik, segel rapat, Pengeringan, 10 hari Ruangan sejuk, Kemasan NA Motor bak Sesuai
bulat bulir utuh, tidak menggumpal, tidak pengemasan kering, bersih plastik pemenang
tidak bercampur berjamur tertutup tender
27
dengan serangga,
berwarna putih
kecoklatan
7. Kunyit Bersih, segar, tua, Kunyit Segar, bersih, tidak busuk Pertanian 10 hari Suhu 5-10 ºC Plastik NA Motor bak Sesuai
tidak busuk, tertutup pemenang
ukuran besar, tender
warna orange tua
8. Kencur Bersih, kering, tua, Kencur Segar, bersih, tidak busuk Pertanian 10 hari Suhu 5-10 ºC Plastik NA Motor bak Sesuai
tidak busuk tertutup pemenang
tender
9. Kunci Bersih, kering, tua, Kunci Segar, bersih, tidak busuk Pertanian 10 hari Suhu 5-10 ºC Plastik NA Motor bak Sesuai
tidak busuk tertutup pemenang
tender
10. Lombok Segar, tua, utuh, Cabe merah Segar, tidak rusak, tidak Pertanian 10 hari Suhu 5-10 ºC Plastik NA Motor bak Sesuai
merah tidak busuk, tidak besar busuk, tidak berlubang, tertutup pemenang
berair, tidak tidak berulat, bebas tender
berulat, warna pestisida
merah besar
11. Jahe Tua, segar, bersih, Rimpang Segar, bersih, tidak busuk Pertanian 10 hari Suhu 5-10 ºC Plastik NA Motor bak Sesuai
utuh, ukuran besar, jahe tertutup pemenang
tidak busuk tender
12. Santan Setara merek Kara, Santan Kemasan baik, tidak Penggilingan, Sesuai Ruangan sejuk Kemasan Merek, Mobil pick Sesuai
cair kemasan kardus, kelapa segar, berbau asam, warna tidak penyaringan, expired dan kering, kotak kertas tanggal up pemenang
kemasan tidak air, bahan berubah, masa kadaluarsa pencampuran, date bersih berlapis kadaluarsa, tender
rusak/tidak minimal 6 bulan alumunium ingredient,
28
terbuka, tidak penstabil pensterilan, foil dalam berat bersih,
berbau tengik, (nabati) pengemasan karton petunjuk
baru, tidak ‘ED’ penggunaan,
kode
produksi,
PT, logo
halal
13. Air Air yang tidak Air Air tidak berwarna, tidak Penyaringan Tidak Bak Tidak ada Tidak ada Pipa PAM, air
berwarna, tidak berasa, dan tidak beraroma ada penampungan tanah/air
berbau, dan tidak sumur
berasa
29
Pengecekan
Tidak ada alergen
etiket makanan
Alergen Bahan baku yang tidak diketahui L (1) H (3) H (9) OPRP N - Not CCP
dan info alergi
konsumen
pasien
C
Arsen 1 mg/kg,
Logam berat:
kadmium 0,1 mg/kg, Pengecekan
arsen, kadmium, Bahan baku L (1) M (2) L (3) PRP - - -
merkuri 0,5 mg/kg, berkala
merkuri, timbal
timbal 0,3 mg/kg
Pengecekan
kembali ada
Kontaminasi Tidak ada benda
P Batu dan pasir L (1) L (1) L (1) PRP tidaknya benda - - -
dari supplier asing pada produk
asing pada
produk akhir
6
ALT 1x10
koloni/gr, Koliform
1x102 koloni/gr,
ALT, Koliform,
APM E. Coli < 3/gr,
APM E. Coli,
Salmonella sp
Salmonella sp,
Bawang negatif/25 gr, Proses
Bacillus cereus, Kontaminais
2. merah & B Bacillus cereus M (2) H (3) H (18) CCP pemasakan Y Y Not CCP
Clostridium dari supplier
putih 1x104 koloni/gr, suhu ≥ 900C
perfringens,
Clostridium
kapang dan
perfringens 1x103
khamir
koloni/gr, kapang
dan khamir 1x104
koloni/gr
30
C Tidak ada - - - - - - - - - -
P Tidak ada - - - - - - - - - -
ALT 1x106
koloni/gr, Koliform
1x102 koloni/gr,
ALT, Koliform,
APM E. Coli < 3/gr,
APM E. Coli,
Kemiri, Salmonella sp
Salmonella sp,
ketumbar negatif/25 gr, Proses
Bacillus cereus, Kontaminais
, merica, B Bacillus cereus M (2) H (3) H (12) CCP pemasakan Y Y Not CCP
Clostridium dari supplier
3. kunyit, 4
1x10 koloni/gr, suhu ≥ 90 C
0
perfringens,
kencur, Clostridium
kapang dan
kunci, perfringens 1x103
khamir
jahe koloni/gr, kapang
dan khamir 2x104
koloni/gr
C Tidak ada - - - - - - - - - -
P Tidak ada - - - - - - - - - -
ALT, Koliform, ALT 1x104
APM E. Coli, koloni/gr, Koliform
Salmonella sp, 1x102 koloni/gr,
Proses
Cabe Bacillus cereus, Kontaminais APM E. Coli < 3/gr,
4. B M (2) H (3) H (18) CCP pemasakan Y Y Not CCP
merah Clostridium dari supplier Salmonella sp
suhu ≥ 90 C
0
perfringens, negatif/25 gr,
kapang dan Bacillus cereus
khamir 1x102 koloni/gr,
31
Clostridium
perfringens 1x102
koloni/gr, kapang
dan khamir 2x102
koloni/gr
C Tidak ada - - - - - - - - - -
P Tidak ada - - - - - - - - - -
ALT 1x106
koloni/gr, APM
ALT, APM
Koliform < 3/gr,
Koliform, Proses
Kontaminasi Salmonella sp
B Salmonella sp, L (1) H (3) H (9) CCP pemasakan Y Y Not CCP
dari supplier negatif/25 gr,
5. Santan Staphylococcus suhu ≥ 900C
Staphylococcus
aureus
aureus 1x102
koloni/gr
C Tidak ada - - - - - - - - - -
P Tidak ada - - - - - - - - - -
Proses
Kontaminasi Negsatif E. Coli dan
6. Air B E. Coli, Coliform L (1) H (3) H (9) CCP pemasakan Y Y Not CCP
air baku Coliform
suhu ≥ 90 C
0
32
Logam berat dan
Kontaminasi Pengecekan
C kandungan kimia L (1) L (1) L (1) PRP Y Y Not CCP
air baku berkala
lain
Tidak ada benda
Kontaminasi Pengecekan
P Bedan asing asing pada produk H (3) L (1) M (4) PRP Y Y Not CCP
air baku berkala
akhir
B Tidak ada - - - - - - - - - -
Arsen 0,1 mg/kg, Pengecekan
Logam berat:
Sumber kadmium o,5 mg/kg, produk
7. Garam C arsen, kadmium, L (1) M (2) L (3) PRP - - -
bahan baku merkuri 0,1 mg/kg, makanan
merkuri, timbal
timbal 10 mg/kg secara berkala
P Tidak ada - - - - - - - - - -
Pengecekan
Logam berat: Sumber Arsen 1 mg/kg, produk
C L (1) M (2) L (3) PRP - - -
8. Gula arsen, timbal bahan baku timbal 2 mg/kg makanan
secara berkala
P Tidak ada - - - - - - - - - -
33
Penerimaan C Tidak ada - - - - - - -
bahan P Tidak ada - - - - - - -
2. Persiapan bumbu
Tidak ada
Pengecekan
Kontaminasi benda asing
a. Pengupasan P Pecahan logam M (2) M (2) M (6) OPRP kondisi pisau
pisau pada produk
secara berkala
akhir
Koliform <
3/gr,
Air yang Salmonella
Bakteri Proses pemasakan
b. Pencucian B digunakan negatif/25gr, L (1) H (3) H (9) CCP
patogen suhu ≥ 900C
untuk proses Staphylococcus
aureus
negatif/gr
3. Penyimpanan
Koliform <
3/gr, E. Coli <
Koliform, E.
Suhu 3/gr, Pengecekan
Penyimpanan Coli,
penyimpanan Salmonella berkala suhu
b. suhu B Salmonella sp, L (1) H (3) H (9) OPRP
yang tidak negatif/25gr, ruang
refrigerator Staphylococcus
sesuai Staphylococcus penyimpanan
aureus
aureus
negatif/gr
Penyimpanan ALT, APM E. Suhu ALT 5x105 Pengecekan
c. B L (1) H (3) H (9) OPRP
suhu freezer Coli, penyimpanan koloni/gr, berkala suhu
34
Salmonella sp, yang tidak APM E. Coli < ruang
Vibrio sesuai 3/gr, penyimpanan
cholerae, Salmonella sp
Staphylococcus negatif/25gr,
aureus Vibrio
cholerae
negatif/25gr,
Staphylococcus
aureus
negatif/gr
4. Persiapan pengolahan
ALT 5x105
koloni/gr,
APM E. Coli <
ALT, APM E.
3/gr,
Coli,
Suhu Salmonella sp Pengecekan suhu
Salmonella sp,
penyimpanan negatif/25gr, dan waktu proses
a. Thawing B Vibrio L (1) H (3) H (9) OPRP
yang tidak Vibrio thawing sesuai
cholerae,
sesuai cholerae dengan SPO
Staphylococcus
negatif/25gr,
aureus
Staphylococcus
aureus
negatif/gr
Koliform <
Penghalusan Bakteri Proses pemasakan
b. B Air minum 3/gr, L (1) H (3) H (9) CCP
bumbu patogen suhu ≥ 900C
Salmonella
35
negatif/25gr,
Staphylococcus
aureus
negatif/gr
Koliform <
3/gr,
Salmonella
Bakteri Proses pemasakan
c. Pencucian B Air proses negatif/25gr, L (1) H (3) H (9) CCP
patogen suhu ≥ 900C
Staphylococcus
aureus
negatif/gr
Tidak ada
Pengecekan
Kontaminasi benda asing
d. Pemotongan P Pecahan logam M (2) M (2) M (6) OPRP kondisi pisau
pisau pada produk
secara berkala
akhir
5. Proses produksi
ALT 5X105
koloni/gr,
Kontaminasi APM E. Coli <
bahan 3/gr,
Bakteri Proses pemasakan
a. Penumisan B makanan Salmonella sp L (1) H (3) H (9) CCP
patogen suhu ≥ 900C
pada proses negatif/25gr,
sebelumnya Vibrio
cholerae
negatif/25gr,
36
Staphylococcus
aureus 1x103
koloni/gr
ALT 5X105
koloni/gr,
APM E. Coli <
3/gr,
Kontaminasi
Salmonella sp
bahan
Bakteri negatif/25gr, Proses pemasakan
b. Perebusan B makanan L (1) H (3) H (9) CCP
patogen Vibrio suhu ≥ 900C
pada proses
cholerae
sebelumnya
negatif/25gr,
Staphylococcus
aureus 1x103
koloni/gr
7. Penyajian
Kesesuain Pengecekan
Kandungan
informasi pada kesesuaian
Pengecekan alami dari
a. C Alergen label dan L (2) M(2) M (6) OPRP makanan yang
label bahan
informasi disajikan dengan
makanan
alergi pasien pada label makan
37
Logam berat
Kontaminasi Pengecekan
C dan kandungan - L (1) L (1) L (1) PRP
air baku berkala
kimia lain
Tidak ada Wadah air ditutup
benda asing rapat
P Kerikil, pasir Lingkungan L (1) H (3) H (3) CCP
pada produk
akhir
38
abu mengkilap dan
memiliki tekstur yang
keras dan kokoh
3. Rantang Alat makan berupa kotak Satinless Aman untuk Pabrikan Tidak ada Ruangan bersih Karton box Merk, PT Mobil/motor Sesuai
stainless makan warna abu-abu kontak makanan tertutup pemenang
mengkilap dengan tekstur (food grade) tender
keras dan kokoh
4. Plastik Plastik roll berwarna PE Aman untuk Pabrikan Tidak ada Ruangan bersih Karton box Merk, ukuran, Mobil/motor Sesuai
wrap bening transparan dan kontak makanan logo food tertutup pemenang
bertekstur lentur dengan (food grade) grade, logo tender
ukuran 37x38 m dan 30x30 jenis plastik,
m yang berfungsi untuk logo tahan
menutup produk makanan panas dan
dingin
5. Kardus Media berbahan kertas Kertas Aman untuk Pabrikan Tidak ada Ruangan bersih Platik Merk, ukuran, Mobil/motor Sesuai
makanan berbentuk persegi ukuran kontak makanan logo food tertutup pemenang
20x20 cm untuk (food grade) grade, logo tender
menyajikan makanan jenis plastik,
logo tahan
panas dan
dingin
6. Mika Wadah makanan berbahan PET Aman untuk Pabrikan Tidak ada Ruangan bersih Plastik Merk, ukuran, Mobil/motor Sesuai
plastik berwarna bening kontak makanan logo food tertutup pemenang
transparan dengan tekstur (food grade) grade, logo tender
lentur dan berbentuk jenis plastik,
39
persegi berukuran 20x20 logo tahan
cm panas dan
dingin
40
C Tidak ada - - - - - - - - - -
P Tidak ada - - - - - - - - - -
Ya
Bagan 2. Pohon Pertanyaan Penentuan Titik Kritis untuk Proses Produksi
41
a. Pengupasan P Ya Tidak Tidak - OPRP
2. Persiapan bumbu
b. Pencucian B Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
b. Suhu refrigerator B Ya Tidak Tidak - OPRP
3. Penyimpanan
c. Suhu freezer B Ya Tidak Tidak - OPRP
a. Thawing B Ya Tidak Tidak - OPRP
b. Persiapan Penghalusan bumbu B Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
4.
c. pengolahan Pencucian B Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
d. Pemotongan P Ya Tidak Tidak - OPRP
a. Penumisan B Ya Ya - - CCP
5. Proses produksi
b. Perebusan B Ya Ya - - CCP
7. a. Penyajian Pengecekan label C Ya Tidak Tidak - OPRP
B Ya Ya - - CCP
+ Proses air (air proses) C Ya Ya Tidak - Bukan CCP
P Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
42
3.2.4.3. Diagram Penetapan CCP pada Proses
1. Penerimaan
CCP
Air
proses 2. Persiapan Bumbu
a. pengupasan b. Pencucian
3. Penyimpanan
d. Penyimpanan suhu ruang (25-280C)
e. Penyimpanan suhu refrigerator (5-100C)
f. Penyimpanan suhu freezer (≤ 00C)
CCP
5. Proses Produksi Pengumpulan limbah
a. Penumisan suhu min 900C
Air minum b. Perebusan suhu min 900C
Pembuangan limbah
9. Distribusi
43
3.2.4.4. Pertanyaan Penerapan CCP untuk Bahan Baku
Ya Bukan CCP
Tidak
CCP
44
Melakukan Dimana: ulang pada kepada masak mikrobiologi
pengecekan lokasi makanan, petugas setiap hari makanan
suhu proses pemasakan apabila masak oleh FSTL minimal setiap
pramuboga maka
makanan
Frekuensi:
akan
setiap proses
dibuang
5b Perebusan
Bagaimana:
melakukan
pengecekan
dengan
termometer
Apa: suhu
Melakukan
makanan
pemasakan
Dimana:
ulang pada Melakukan
lokasi Memberikan Pengecekan
makanan, pengecekan
Melakukan Suhu persiapan sosialisasi laporan
Bakteri apabila mikrobiologi
+ Peoses air pengecekan minimal bumbu dan kepada Pramuboga Form pemasakan masak
patogen tidak bisa, makanan
suhu proses 90℃ pemasakan petugas setiap hari
maka minimal setiap
Siapa: masak oleh FSTL
makanan tahun sekali
pramuboga
akan
Frekuensi:
dibuang
setiap proses
45
Bagaimana:
melakukan
pengecekan
dengan
termometer
46
Bagaimana:
melihat
kondisi alat
masak,
memastikan
kondisi
keutuhannya
Apa: suhu
refrigerator /
freezer
47
Apa: suhu dan
waktu thawing
Dimana: lokasi
thawing
Melakukan
Siapa: pengecekan
Melaporkan Pengecekan Melakukan
pramuboga pada bahan
kerusakan bahan laporan pengecekan
Pengecekan yang dithawing,
Bakteri kepada kepala Form pengecekan pengecekan mikrobiologi
4a Thawing waktu dan Frekuensi: apabila tidak Pramuboga
patogen instalasi gizi, thawing thawing setiap bahan
suhu thawing setiap proses dapat
sosialisasi kepada bulan oleh setahun
thawing digunakan
karyawan FSTL sekali
Bagaimana: maka bahan
menghitung akan dibuang
lama waktu
thawing dan
mengecek
suhu thawing
48
Frekuensi: bahan makanan makanan
setiap proses lain sesuai label tahunan
pemorsian
Bagaimana:
memastikan
bahwa
informasi
alergi terdapat
pada label
makan dan
menyajikan
makanan
sesuai dengan
keterangan
allergi
49
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pengupasan
Pengupasan merupakan tahap persiapan bumbu yang dilakukan untuk membuang
bagian yang tidak dapat dimakan/diolah. Tahap pengupasan merupakan tahap yang
termasuk dalam OPRP karena pada tahap ini dapat dilakukan tindakan untuk memastikan
terkendalinya bahaya signifikan dalam jumlah yang dapat diterima. Bahaya yang
mungkin terjadi pada tahap ini adalah bahaya fisik seperti pecahan logam yang berasal
dari kontaminasi pisau. Batas yang dapat diterima dari bahaya ini adalah bahwa tidak
adanya benda asing pada produk akhir yang dihasilkan. Tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan bahaya ini adalah dengan pengecekan kondisi peralatan logam oleh
pramuboga. Jika pada produk akhir terjadi kontaminasi bahaya ini, maka tindakan yang
dapat dilakukan adalah dengan menarik dan membuang seluruh produk yang telah
terkontaminasi, kemudian melakukan penggantian alat logam yang rusak. Validasi
bahaya pada proses ini dilakukan dengan pengecekan laporan kontaminasi benda asing
pada produk setiap tahun.
4.4. Thawing
Thawing merupakan salah satu tahapan dalam proses persiapan pengolahan.
Tahap ini termasuk kedalam OPRP karena memiliki kemungkinan adanya bahaya
biologis berupa bakteri patogen yang dapat diakibatkan dari suhu dan waktu proses yang
tidak sesuai. Tindakan pengendalian bahaya yang dapat dilakukan pada proses ini adalah
dengan melakukan pengecekan waktu serta suhu proses thawing yang dilakukan oleh
pramuboga. Pengecekan dilakukan pada bahan baku yang harus melalui proses ini, jika
bahan tidak dapat digunakan lagi maka akan dibuang, selanjutkan kerusakan yang terjadi
pada bahan harus dilaporkan kepada kepala instalasi gizi. Validasi bahaya pada proses
ini dilakukan dengan melakukan pengecekan mikrobiologi bahan setahun sekali.
4.5. Pemotongan
Pemotongan merupakan tahap persiapan pengolahan yang dilakukan memperkecil ukura
bahan baku yang diolah. Tahap pemotongan merupakan tahap yang termasuk dalam
OPRP karena pada tahap ini dapat dilakukan tindakan untuk memastikan terkendalinya
bahaya signifikan dalam jumlah yang dapat diterima. Bahaya yang mungkin terjadi pada
tahap ini adalah bahaya fisik seperti pecahan logam yang berasal dari kontaminasi pisau.
Batas yang dapat diterima dari bahaya ini adalah bahwa tidak adanya benda asing pada
produk akhir yang dihasilkan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
bahaya ini adalah dengan pengecekan kondisi peralatan logam oleh pramuboga. Jika pada
produk akhir terjadi kontaminasi bahaya ini, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah
dengan menarik dan membuang seluruh produk yang telah terkontaminasi, kemudian
melakukan penggantian alat logam yang rusak. Validasi bahaya pada proses ini dilakukan
dengan pengecekan laporan kontaminasi benda asing pada produk setiap tahun.
4.6. Penumisan
Penumisan adalah bagian dari proses produksi yang merupakan tahap penting
yang dilakukan dalam proses produksi sehingga merupakan CCP. Pada tahap ini bahan
51
baku akan mengalami proses harus menghilangkan kemungkinan bahaya beurpa bakteri
patogen. Proses ini harus dilakukan dengan benar agar dapat menghilangkan
kemungkinan bahaya yang ada. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah
dengan pengecekan suhu proses yang dilakukan oleh pramuboga. Suhu minimal
penumisan adalah 900C. Jika masih terdapat bahaya setelah dilakukan proses ini, maka
harus dilakukan pemanasan ulang, apabila tidak bisa, maka makanan akan dibuang.
Validasi bahaya pada proses ini adalah dengan melakukan pengecekan mikrobiologi
makanan minimal 1 tahun sekali.
4.7. Perebusan
Perebusan adalah bagian dari proses produksi yang merupakan tahap penting
yang dilakukan dalam proses produksi sehingga merupakan CCP. Pada tahap ini bahan
baku akan mengalami proses harus menghilangkan kemungkinan bahaya beurpa bakteri
patogen. Proses ini harus dilakukan dengan benar agar dapat menghilangkan
kemungkinan bahaya yang ada. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah
dengan pengecekan suhu proses yang dilakukan oleh pramuboga. Suhu minimal
penumisan adalah 900C. Jika masih terdapat bahaya setelah dilakukan proses ini, maka
harus dilakukan pemanasan ulang, apabila tidak bisa, maka makanan akan dibuang.
Validasi bahaya pada proses ini adalah dengan melakukan pengecekan mikrobiologi
makanan minimal 1 tahun sekali.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen risiko yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang
dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan pangan yang aman. Dari hasil
analisi, ditemukan beberapa CCP dalam proses produksi menu lauk hewani fillet tuna
bumbu ruka, yakni proses penumisa, perebusan, serta proses air. Sedangkan yang
termasuk ke dalam OPRP adalah pengupasan bumbu, penyimpanan suhu refrigerator &
freezer, pengotongan bahan baku, serta pengecekan label makanan.
Untuk mengendalikan bahaya yang ada, maka dapat dilakukan beberapa tindakan
seperti peengecekan suhu dan waktu proses, pengecekan kondisi peralatan yang
digunakan, pengecekan suhu makanan, serta pengecekann kesesuaian label yang ada
pada makanan. Spesifikasi dan karakteristik bahan baku juga harus diperhatikan sebagai
tindakan pengendalian bahaya yang kemungkinan ada.
5.2. Saran
Kegiatan pembinaan secara rutin terhadap tenaga kerja bagian produksi perlu
dilakukan agar tetap memenuhi SOP yang berlaku. Hindari penggunaan peralatan yang
tidak sesuai standar meskipun pada proses selanjutnya terdapat tindakan pencegahan agar
tidak terjadi pencemaran bahan makanan sebelum diolah
54