Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HEPATITS B
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
IMUNOSEROLOGI

Dosen Pengampu :
Evi Puspita Sari, S.ST., M.Imun

Disusun Oleh:
1. Fatimahtul Aisyah
2. Firdah Dwi Kutfiana
3. Herwin Ida Nur Rizki
4. Indah Fitri Nur Kolifah
5. Irenza Fernanda R
6. Linda Oktavia Safitri
7. Mei Dwi Wulandari

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb, segala puji bagi Allah SWT yang telah


memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan makalah ini sebagai tugas Imunoserologi pada
semester lima ini yang berjudul HEPATITIS B.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila di
makalah ini terdapat banyak kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat, terima kasih.

Jombang, 04 Oktober 2020


Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3. Tujuan..............................................................................................................2

1.4 Manfaat.............................................................................................................2.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Rheumatoid Faktor..........................................................................................3

2.2. Teknik Imunoasai Rheumatoid Faktor............................................................3

2.3. Prinsip Pemeriksaan Rheumatoid Faktor........................................................4

2.4. Prosedur Pemeriksaan Rheumatoid Faktor.....................................................4

2.5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Rheumatoid Faktor.......................................6

2.6. Nilai Rujukan Pemeriksaan Rheumatoid Faktor............................................6

2.7. Rheumatoid Artritis........................................................................................6

2.8. Faktor Risiko Rheumatoid Artritis.................................................................8

2.9. Manifestasi Klinis Rheumatoid Artritis.........................................................10


BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................11

3.2. Saran...............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B(VHB) yang
dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis
virus B dapat terjadi melalui paparan darah dan cairan tubuh dari penderita yang
terinfeksi hepatitis B seperti semen, luka, dan sekresi vagina. Hepatitis B secara
umum dapat ditularkan melalui perkutanatau parenteral, contohnya adalah dengan
menggunakan jarum non steril atauberbagi jarum suntik pada tato, injeksi obat dan
akupunktur, kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, dan paparan perinatal dari
ibu yang terinfeksi(Yogarajah, 2013).
Hepatitis virus B dapat menunjukkan gejala penyakit akut yang berlangsung beberapa
minggu, seperti kulit dan mata ikterik (jaundice), urin berwarna lebih gelap, kelelahan
yang ekstrem, mual, muntah, dan sakit perut. Virus hepatitis B juga dapat
menyebabkan infeksi hati kronis yang dapat berkembang menjadi sirosis dan
karsinoma hepatoseluler (WHO, 2015). Hepatitis virus B (HVB) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia (WHO, 2015). Jumlah penderita di
dunia diperkirakan terdapat 350 juta (Astuti, 2014), dengan prevalensi tertinggi di
sub-Sahara Afrika dan Asia Timur. Kebanyakan orang di wilayah ini terinfeksi
dengan virus hepatitis B selama masa anak-anak, sedangkan 5-10% dari populasi
orang dewasa terinfeksi secara kronis (WHO, 2015).
Risiko infeksi hepatitis B menjadi penyakit kronis berbanding terbalik dengan usia.
Infeksi hepatitis B kronis ditemukan pada sekitar 90% dari bayi yang terinfeksi pada
saat lahir, 25-50% anak-anak terinfeksi pada 1-5 tahun, dan sekitar 1-5% dari orang
yang terinfeksi merupakan anak-anak yang lebih dari 5 tahun dan orang dewasa.
Infeksi hepatitis B kronis juga sering terjadi pada orang dengan imunodefisiensi
(WHO, 2015).
Prevalensi hepatitis B kronis ditemukan di Amazon dan bagian selatan Eropa Timur
dan Tengah. Di daerah Timur Tengah dan India, diperkirakan 2-5% dari populasi
umum yang terinfeksi secara kronis, sedangkan di Eropa Barat dan Amerika Utara
hanya ditemukan kurang dari 1% populasi terinfeksi secara kronis (WHO, 2015).
Prevalensi rata-rata hepatitis B di Indonesia adalah 10%, dengan variasi antara 3,4-
20,3% di setiap daerah (Astuti, 2014). Jumlah kasus hepatitis B di Jawa Barat tahun
2012 yaitu 1673 kasus, dengan jumlah penderita laki-laki 993 kasus dan perempuan
680 kasus. Di Bandung tahun 2012, didapatkan 246 kasus hepatitis B dengan jumlah
laki-laki 164 kasus dan perempuan 82 kasus (Depkes, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dari Hepatitis B ?
2. Apa saja antigen virus Hepatitis B ?
3. Apa saja struktur virus Hepatitis B ?
4. Bagaimana patofisiologi virus Hepatitis B ?
5. Bagaimana respon imun tubuh terhadap virus Hepatitis B ?
6. Bagaimana cara penularan virus Hepatitis B ?
7. Bagaimana diagnosa laboratorium virus Hepatitis B ?
8. Bagaimana cara pencegahan virus Hepatitis B ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Hepatitis B.
2. Untuk mengetahui antigen virus Hepatitis B.
3. Untuk mengetahui struktur virrus Hepatitis B.
4. Untuk mengetahui patofisiologi virus Hepatitis B.
5. Untuk mengetahui respon imun tubuh terhadap virus Hepatitis B.
6. Untuk mengetahui cara penularan virus Hepatitis B.
7. Untuk mengetahui diagnosa laboratorium virus Hepatitis B.
8. Untuk mengetahui cara pencegahan virus Hepatitis B.

1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah memberikan informasi kepada pembaca dan
menambah pengetahuan bagi penulis tentang Hepatitis B.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hepatitis B


Hepatitis B adalah suatu sindroma klinis atau patologis yang ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hepar, disebabkan oleh Virus Hepatitis
B (VHB), dimana infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus tanpa
penyembuhan paling sedikit enam bulan. Seseorang yang menderita penyakit ini lebih
banyak tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga penderita akan mengalami
keterlambatan diagnosis.
Terdapat lima tipe hepatitis virus pada manusia, hepatitis A-E, tergolong
dalam famili yang berbeda dan memiliki struktur genomik dan pola replikasi yang
berbeda pula. Kelima jenis virus tersebut memiliki gambaran klinis dan luaran yang
berbeda. Pada infeksi hepatitis virus A (HAV) dan E (HEV), gambaran klinisnya
seringkali transien, penularannya terjadi melalui oralfekal sedangkan pada hepatitis
virus B (HBV), C (HCV) dan hepatitis delta virus (HDV) infeksi dapat transien atau
kronik dan ditularkan secara parenteral. Meskipun demikian, kelima virus memiliki
target infeksi primer dan replikasi yang sama yaitu pada hepatosit. Tergantung pada
virusnya, selama fase akut hepatitis, terdapat periode selama 2-6 minggu dimana
hepatosit terinfeksi dan terjadi shedding dari virus, baik pada aliran darah atau pada
kanalikuli biliaris.

2.2 Antigen Virus Hepatitis B


Virus hepatitis B oleh tubuh dianggap sebagai antigen, sebagai musuh. Dengan
kemampuan teknologi kedokteran, khususnya di bidang laboratorium yang sudah
sedemikian canggih, antigen-antigen VHB dan protein VHB lainnya, yaitu protein
HBsAg HBcAg HbeAg, dan DNA HBV sudah dapat diidentifikasi.

1. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)


Suatu protein yang merupakan selubung luar dari partikel VHB-atau antigen yang
berasal dari permukaan VHB. HBsAg positif menunjukkan bahwa seseorang pada
saat itu mengidap infeksi VHB. Mendeteksi HBsAg saja tidaklah mencukupi
karena marker tersebut belum dapat menggambarkan sejauh mana penyakit
tersebut mengganggu fungsi hati, apakah pada tingkat hepatitis akut, hepatitis B
kronis aktif, atau hepatitis B carrier inaktif.
2. HBcAg (Hepatitis B Core Antigen)
Hepatitis B core antigen atau HBcAg merupakan antigen yang berasal dari
selubung dalam virus yang mengelilingi inti virus. HBcAg dalam bentuk bebas
berada di hati dan tidak bersirkulasi di dalam darah. Oleh sebab itu, antigen ini
tidak dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah.
3. DNA VHB
DNA VHB yang beredar dalam serum menunjukkan masih adanya partikel VHB
yang utuh (partikel Dane) dalam tubuh penderita. Jumlah DNA VHB identik
dengan muatan virus di dalam tubuh. Peningkatan kadar muatan virus ini
mengindikasikan VHB secara aktif menggandakan dirinya sendiri (replikasi).
4. HBeAg (Hepatitis B Envelope Antigen)
HBeAg (Hepatitis B Envelope Antige) merupakan suatu protein non struktural
VHB (bukan bagian dari VHB), tetapi keberadaannya terjadi karena dihasilkan
oleh gen precore dan core. Ditemukannya HBeAg memberikan informasi bahwa
VHB di dalam tubuh seseorang sangat infeksius (memiliki daya penularan tinggi),
aktif menggandakan diri, dan secara aktif merusak sel-sel hati. HBeAg positif
dapat ditemukan pada penderita hepatitis akut maupun kronis

2.3 Struktur Virus Hepatitis B


Virus Hepatitis B ditemukan pertama kali oleh Blumberg dan kawan kawan
tahun 1965, waktu itu dikenal sebagai Australian Antigen.
Struktur Virus hepatitis B utuh adalah suatu virus DNA yang berlapis
ganda, dengan diameter 42 nm (1 nm 0,00000001 meter) dan berbentuk bulat.
Selubung terluar tersusun oleh protein yang dinamakan hepatitis B surface antigen
(HBsAg), sedangkan selubung dalam yang disebut nukleokapsid atau core (inti)
tersusun oleh suatu protein hepatitis core antigen (HBcAg). Di dalam nukleokapsid
terdapat DNA VHB dan enzim polymerase yang berfungsi untuk
replikasi/penggandaan virus. Masing-masing protein penyusun VHB (terutama
HBsAg dan DNA VHB) menjadi penanda atau marker penting untuk mengetahui
sejauh mana virus hepatitis B menimbulkan masalah di dalam tubuh seseorang yang
terinfeksi. Apabila kita ingin mengenal seluk-beluk infeksi virus hepatitis B, mau
tidak mau kita harus mengenal berbagai penanda virus hepatitis B, baik dalam bentuk
antigen (HBsAg. HBeAg HBcAg), DNA virus hepatitis B, dan respons antibodi tubuh
sebagai tanggapan terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh seseorang.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi hepatitis B terdiri dari empat fase, yaitu fase imunotoleran,
imunoaktif, serokonversi, dan resolusi
o Fase Imunotoleran
Fase imunotoleran ditandai oleh respons imun yang terbatas terhadap virus
sehingga hanya terjadi peningkatan minimal aminotransferase serum dan penanda
inflamasi sel hati walaupun HBsAg, HBeAg, dan HBV DNA (Hepatitis B Virus
Deoxyribonucleic Acid) dalam serum tinggi. Pada fase ini, virus bereplikasi secara
aktif, namun kelainan secara histologi masih minimal.
o Fase Imunoaktif
Pada fase imunoaktif terjadi fluktuasi kadar HBV DNA dan peningkatan respons
sel imun serta kadar aminotransferase dan penanda inflamasi hepatosit. Pada fase
ini terjadi respons sel imun bawaan dan didapat terhadap HBV yang berujung
pada destruksi hepatosit yang terinfeksi, secara histologi dapat ditemukan aktivitas
nekroinflamasi pada sel hati. Fase imunoaktif dapat berlangsung hingga bertahun-
tahun jika respons imun tidak cukup kuat untuk membersihkan virus dari tubuh
pejamu.
o Fase Serokonversi atau Imun Kontrol
Fase ketiga adalah fase serokonversi atau Immune Control ditandai oleh
terbentuknya anti-HBe. Probabilitas serokonversi HBeAg semakin meningkat
pada individu dengan kadar aminotransferase yang lebih tinggi. Pada fase
serokonversi, terdapat tiga kemungkinan nasib perjalanan penyakit hepatitis B:
 Penurunan replikasi virus disertai penurunan aminotransferase dan
kadar HBV DNA yang rendah (hepatitis B inaktif
 Seroreversi ke HBeAg positif dan kembali ke fase imunoaktif (terjadi
pada 10-40% kasus hepatitis B)
 Kadar HBV DNA tetap tinggi, ALT tetap tinggi, namun HBeAg
negatif (terjadi pada 20% kasus)
o Fase Resolusi
Fase keempat merupakan fase resolusi di mana terjadi bersihan HBsAg dan
pembentukan anti-HBs.

2.5 Respon imun tubuh terhadap Infeksi Virus Hepatitis B


Sistem imun tubuh manusia sebagai sistem pertahanan dan perlindungan
terhadap infeksi HBV. Yang mengadakan replikasi di dalam sel hepar, dan memakai
asam nukleat atau protein host. Pada infeksi HBV, dapat terjadi peningkatan kadar
Interleukin-8 (IL-8), Interleukin -10 (IL-10), Tumour Necrosis Factors-α (TNF-α),
dan Interferon -γ (TNF-γ).
Replikasi HBV terutama terjadi di sel hepar, meskipun DNA virus dapat
ditemukan pada sel Mononuklear darah perifer. Masuknya virus dimediasi oleh
envelope binding, yang kemudian dikenal oleh reseptor. Setelah masuk, virion
dilepaskan, nukleokapsid masuk kedalam nukleus, kemudian sintesis DNA sel
bergabung dengan DNA virion. Selanjutnya covalently closed circular DNA
(cccDNA) sebagai template trankripsi mRNA yang dimediasi oleh polimerase host.
Replikasi nukleokapsid dari protein core, encapsidated full-length pregenomic RNA
dan polimerase virus terjadi di sitoplasma. Genom DNA disintesis menjadi reserve
trancription dari pregenomic oleh polimerase virus. Pelepasan kapsid, relaksasi,
sirkuler DNA terbuka dapat ditransportasikan ke nukleus menjadi cccDNA dan
penambahan template mRNA atau dapat dilepaskan dari sel host melalui proses
sitosolik oleh polimerase oleh glikoprotein envelope, menempel kedalam retikulum
endoplasma dan ke badan golgi, selanjutnya melepaskan diri.
Respon imun non spesifik yang terjadi setelah masuknya HBV adalah
timbulnya interferon dan natural killer (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap
HBV. Pengenalan dan pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi
sangat bermanfaat bagi host. Permukaan sel yang terinfeksi HBV mengalami
modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat menyebabkan sel manjadi sel target
sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan, reseptor pertama
merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur
lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor yang lainnya adalah killer
inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal
dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung ekspresi MHC
kelas I, sel yang sensitif atau terinfeksi mampunyai MHC kelas I yang rendah, namun
sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi
dari sel NK. Produksi IFN-γ selama infeksi HBV akan mengaktivasi sel NK dan
meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap
infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein
virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Virion Virus Hepatitis B berikatan dengan reseptor permukaan dan masuk
kedalam sel hati. Partikel core virus pindah ke nukleus sel hati, genom keduanya
membentuk covalently closed circular DNA (cccDNA) sebagai cetakan untuk
transkripsi messenger RNA (mRNA), Enzim polimerase VHB bertindak sebagai
enzim reverse transcriptase (RT), untuk mensintesis DNA virus yang baru. Proses
respon imun tubuh dalam mengeliminasi HBV juga dimediasi oleh interferon gamma
(IFN-γ), merupakan protein asam yang labil, dihasilkan oleh sel T CD4 dan sel tipe
lain, seperti natural killer cells, sel T CD8 dan makrofag. Adanya polimorfisme pada
IFN-γ, ternyata berhubungan erat dengan progresifitas penyakit, peningkatan enzim
transferase dan viral load HBV Dewasa ini, terapi terhadap HBV banyak digunakan
IFNα, yang diperkirakan dapat menurunkan replikasi dari HBV.
(Tam, 2014), terapi yang lain ada juga menggunakan varian interferon γ .

Pembatasan penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun tubuh


harus mampu menghambat masuknya virion kedalam sel dan memusnahkan sel
terinfeksi. Ada 2 mekanisme utama respon imun non spesifik terhadap HBV, yaitu
infeksi HBV secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel yang terinfeksi,
IFN berfungsi sebagai penghambat replikasi HBV, kedua adalah sel NK melisiskan
berbagai jenis sel yang terinfeksi virus, sel NK mampu melisiskan sel terinfeksi
walaupun HBV manghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC kelas I, karena sel
NK cendrung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHCnya negatif. IFN tipe Iakan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam
sel. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal infeksi, dimana dapat
menetralkan antigen virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang
mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus yang bebas atau virus dalam
dalam sirkulasi.

2.6 CaraPenularan
Penularan virus Hepatitis B bisa melalui berbagai cara, sebagai berikut :
1. Melalui darah : Virus hepatitis B ditemukan terutama dalam darah, dan
ditularkan melalui darah yang tercemar. Tidak seperti hepatitis A, virus hepatitis
B tidak ditemukan dalam air seni, keringat atau kotoran, meskipun virus hepatitis
B terdapat dalam cairan tubuh lainnya seperti air mani dan air liur. Pada umumnya
hepatitis B menular melalui transfusi darah yang terkontaminasi. Kini semua
darah yang akan dipakai untuk transfusi diteliti untuk menyaring virus hepatitis B.
2. Melalui jarum suntik : Virus tersebut juga disebarkan melalui jarum suntik yang
terkontaminasi dengan darah. Para pekerja kesehatan yang memakai jarum suntik
dalam tugas mereka dan secara tidak sengaja tertusuk jarum adalah mereka yang
beresiko, sebagaimana juga pemakaian obat bius yang memakai jarum suntik
secara bersama-sama.
3. Jarum tato atau akupuntur : Menurut peneliti pemakaian tatto merupakan salah
satu faktor risiko yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit hepatitis B.
Penggunaan tatto yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit menular adalah
pembuatan tatto yang menggunakan jarum, proses pembuatan tatto menggunakan
jarum yang tidak sekali pakai dan tidak di sterilkan dapat menularkan berbagai
penyakit menular termasuk hepatitis B.
4. Melalaui hubungan seksual : Virus hepatitis B dapat ditularkan melalui
hubungan seks. Orang heteroseksual yang memiliki banyak pasangan dan lelaki
homoseksual memiliki risiko terbesar.
5. Melalui kelahiran : Virus dapat ditularkan dari ibu ke bayi pada saat atau sekitar
waktu kelahiran (yang disebut penularan vertikal). Ini merupakan hal umum di
negara-negara seperti Cina atau banyak negara di Asia Tenggara dimana
penularan hepatitis B amatlah lazim.

2.7 Diagnosis Laboratorium Virus Hepatitis B


Kemajuan teknologi amplifikasi menggunakan teknik Polymerase Chain
Reaction (PCR), dengan kemudahan yang ditawarkan seperti sensitifitas, kecepatan
dalam menganalisis genom dan rekayasa genetic genetik, kemudahan untuk
mengisolasi gen target, semakin memberikan banyak informasi data sekuen, dan dapat
diperoleh di berbagai database publik, serta dapat diakses oleh setiap orang yang
membutuhkannya secara bebas. Virus Hepatitis B ditemukan dengan banyak variasi
mutasi, adanya mutasi pada gen polymerase ini berpengaruh terhadap pemberian
terapi, sering terjadi resistensi terhadap anti viral yang diberikan, sehingga kerusakan
hepar semakin progresif akibat replikasi virus yang resisten terhadap obat yang
diberikan.
Metode dalam menegakkan diagnosis hepatitis B sangat diperlukan untuk dapat
melakukan manajemen terapi dengan tepat. Untuk menentukan keberhasilan terapi
antiviral, sangat diperlukan penentuan genotipe HBV, apakah ada mutasi pada core
promoter dan precore. Identifikasi dini HBV menggunakan metode molekuler seperti
jumlah HBV DNA, genotiping HBV, identifikasi mutant, genotipik dan fenotipik.
Pemeriksaan imunologi terhadap VHB sangat diperlukan, diantaranya adalah:
1. Pemeriksaan Hepatitis B surface Antigen (HBsAg)
Pemeriksaan HBsAg bermanfaat untuk menetapkan hepatitis B akut, timbul dalam
darah enam minggu setelah infeksi dan menghilang setelah tiga bulan. Bila
persisten lebih dari enam bulan, maka didefinisikan sebagai pembawa (carier).
HbsAg ditemukan pada hepatitis B akut dini sebelum timbul gejala klinik atau
pada akhir masa tunas.
Metode : HbsAg
Prinsip HbsAg :HbsAg rapid test merupakan lateral flow chromatographic
immunoassay berdasarkan prinsip double antibody sandwich technique. Adanya
HbsAg dalam serum penderita akan bereaksi dengan partikel anti HBs yang
dilapisi colloidal gold conjugate pada bantalan sampel, selanjutnya akan berikatan
dan bergerak melalui membran kapiler yang dilapisi dengan anti HBs. Adanya
garis pada area tes menunjukkan hasil positif.
Alat :Tabung Serologi dan Timer
Bahan : HbsAg Test dan Serum/Plasma.
ProsedurPemeriksaan :

1. Pastikan tes strip dan sampel dalam suhu kamar (15-30oC) sebelum
pemeriksaan.
2. keluarkan tes strip dari kemasan dan segera gunakan. Hasil terbaik akan
diperoleh bila assay dilakukan dalam satu jam.
3. celupkan tes strip secara vertikal pada sampel selama 10-15 detik. Jangan
melewati garis batas maksimum (MAX) pada tes strip saat mencelupkan tes
strip.
4. amati bentuk garis merah pada area tes. (Hasilnya harus dibaca dalam 15
menit).
Interpretasi Hasil :
Positif (+)  : adanya dua garis warna pada tanda T dan C
Negatif (-) : hanya ada satu garis warna pada control (C)
Invalid        : tidak ada garis warna pada control (C)

2. Pemeriksaan Antibodi Hepatitis B surface (AntiHBs)


Anti Hbs merupakan antibodi terhadap HBsAg, jika positif/reaktif,
menunjukkan pada fase konvalensi Hepatitis B, pada penderita hepatitis B
(biasanya subklinis) yang sudah lama, atau sesudah vaksinasi HBV. Jenis
Hepatitis B subklinis dapat diketahui dengan Anti HBs dengan atau tanpa Anti
HBc pada orang yang menyangkal adanya riwayat hepatitis akut. HBs Ag yang
negatif tetapi anti HBs positif, belum dapat dikatakan seseorang tersebut bebas
dari HBV, sebab adanya superinfeksi dengan HBV mutant, banyak studi yang
sudah meneliti, bahwa HBV DNA dilaporkan positif pada pemeriksaan HBsAg
yang negative.
3. Pemeriksaan Hepatitis B envelope Antigen (HBeAg)
HBeAg timbul bersama atau segera setelah timbulnya HBsAg dan akan
menetap lebih lama dibandingkan HBsAg, biasanya lebih dari 10 minggu. Bila
kemudian HBeAg menghilang dan terbentuk Anti HBe, berpotensi mempunyai
prognosis yang baik.
4. Pemeriksaan antibodi Hepatitis B envelope (AntiHBe)
Anti HBe terbentuk setelah HBeAg menghilang, biasanya terbentuknya
AntiHBe memberikan kontribusi bahwa hepatitis B membaik, infeksi mereda dan
tidak akan menjadi kronis.
5. Pemeriksaan antibodi Hepatitis B core (Anti-HBc)
Berupa IgM anti HBc HBV core tidak ditemukan dalam darah, tetapi dapat
dideteksi antibodi terhadap HBV core berupa IgM anti HBc, yang muncul segera
setelah HBsAg muncul, dan bertahan cukup lama. Anti HBc yang positif tetapi
HBsAg negatif, masih menjadi pertanyaan pada transfusi darah, dimana kondisi
tersebut berada pada fase windows period, sehinggan beresiko untuk menularkan
HBV kepada penerima darah (Tas et al, 2012). Anti HBc positif tanpa HBsAg
atau anti HBs, dapat diinterpretasikan sebagai berikut, pertama penderita hepatitis
B sudal lama sembuh, dimana sudah kehilangan reaktivasi dari anti HBs. Kedua
adalah penderita Hepatitis B baru sembuh dan masih dalam masa jendela dimana
anti HBs belum muncul, ketiga ada penderita low level carier, dengan titer HBsAg
terlalu rendah, sehingga kondisi ini sangat berbahaya pada kasus transfusi darah,
pemberian serum immunoglobulin (gamma globulin).

2.8 Pencegahan Hepatitis B


Vaksin hepatitis B merupakan vaksin yang diberikan untuk mencegah
terjadinya penyakit hepatitis B. Pemberian vaksin hepatitis B menjadi faktor protektif
karena adanya sifat vaksin yang mampu mencegah hepatitis B yang bekerja dengan
menetralkan virus yang infeksius dengan cara menggumpalkannya. Pemberian vaksin
dapat memberikan kekebalan terhadap tubuh untuk mencegah virus HBV masuk
kedalam tubuh hingga merusak sel hati.
Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir.Pemberian
imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir harus berdasarkan apakah ibu mengandung
virus hepatitis B aktif atau tidak pada saat melahirkan.Ulangan imunisasi hepatitis B
dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Apabila anak sampai usia 5 tahun
belum mendapatkan imunisasi hepatitis B maka diberikan secepatnya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hepatitis B adalah suatu sindroma klinis atau patologis yang ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hepar, disebabkan oleh Virus Hepatitis
B (VHB), dimana infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus tanpa
penyembuhan paling sedikit enam bulan. Seseorang yang menderita penyakit ini lebih
banyak tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga penderita akan mengalami
keterlambatan diagnosis.

Hepatitis B ini menular kepada orang lain dimana sumber penularannya dapat
melalui darah. Tetapi berdasarkan penilitian yang pernah dilakukan dilaporkan bahwa
sumber penularan hepatitis yang lain dapat juga melalui cairan sekresi dan saliva
dimana dijumpai HbsAg pada saliva penderita hepatitis B. Oleh karena sumber
penularan virus hepatitis B bisa melalui darah dan saliva maka hepatitis B ini erat
kaitannya dengan dokter gigi karena dokter gigi dalam bertugas sehari-hari akan
selalu berkontak dengan darah dan saliva.

Tanda dan gejala dari penyakit hepatitis B ini sangat sangat bervariasi terkadang
mirip dengan hepatitis A dan mirip flu. Namun pada stadium prodromal sering
ditemukan kemerahan kulit dan nyeri sendi,hilangnya nafsu makan,mual kadang
disertai degan muntah,lemah,pusing dll. Transmisi penularan dapat melalui,vertikal
dan horizontal.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis
mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:HBV.png

http://repository.maranatha.edu/18164/3/1210217_Chapter1.PDF,,

Anda mungkin juga menyukai