Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEKNOLOGI TANAMAN PANGAN

“PENGOLAHAN UMBI-UMBIAN”
Mie Basah Berbasis Tepung Porang
dengan Substitusi Mocaf (Modified Cassava Flour)

Disusun Oleh :
Adizza Vanisa Raja 202010220311006
Basanty Pramesthi Sanjaya 202010220311007
Nurul Hidayati 202010220311009
Febi Melindasari 202010220311013
Khoirun Nisa’ 202010220311015

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Noor Harini, M.S.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
PRAKATA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Tanaman Pangan berupa Minibook yang berjudul “Mie Basah
Berbasis Tepung Porang dengan Substitusi Mocaf (Modified Cassava
Flour)”. Tak lupa shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para sahabatnya. Dalam
penyelesaian pembuatan tugas ini penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof, Dr. Ir. Hj. Noor Harini, MS. selaku dosen pengampu mata kuliah
serta rekan-rekan dan pihak lain yang telah membantu dalam proses
penyelesaian tugas ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
berlipat ganda, Aamiin. Makalah yang dikerjakan oleh penulis ini
bukanlah karya yang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat lebih baik
lagi di kemudian hari. Semoga Tugas ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembacanya. Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 14 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II DASAR TEORI.........................................................................................6
BAB III METODE..............................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................12
BAB V PENUTUP...............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang

Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah


dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan
jenis makanan yang digemari oleh berbagai lapisan masyarakat. Hal ini
karena mulai dari penyajian sampai dikonsumsi sangat mudah dan cepat.
Mie juga dapat digunakan sebagai variasi dalam lauk pauk dan sebagai
pengganti nasi. Pada prinsipnya semua jenis mie dibuat dari bahan dan
metode pembuatan yang sama tetapi di pasar dikenal berbagai jenis mie
berdasarkan tingkat kematangannya seperti mie segar atau mentah, mie
basah, mi instan dan mie kering (Sutomo, 2008).

Bahan baku pembuatan mie di Indonesia yaitu terigu yang hingga


saat ini masih diimpor dari negara lain. Perlu dilakukan upaya pencarian
bahan lain untuk menggantikan tepung terigu dengan memanfaatkan
sumber daya alam di sekitar kita, salah satunya berasal dari umbi-umbian
seperti ubi jalar. Kondisi tersebut perlu diwaspadai mengingat besarnya
konsumsi tepung terigu menyebabkan naiknya impor gandum Indonesia,
sehingga menyebabkan tersedotnya sebagian devisa negara. Upaya
mengurangi jumlah konsumsi tepung terigu, secara tidak langsung dapat
mengurangi pengeluaran negara, bahkan dapat menciptakan lapangan
kerja dan pendapatan rakyat Indonesia (Devega, dkk, 2010).

Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan


pengembangan pangan lokal berbasis umbi-umbian yang mengandung
karbohidrat, seperti ganyong, ketela pohon, ubi ungu, gembili, suweg,
kentang, kentang hitam dan kimpul. Pangan lokal sumber karbohidrat
umbi umbian diharapkan dapat mensubstitusi atau menggantikan beras dan
tepung terigu sebagai makanan masyarakat Indonesia yang didasarkan
pada beberapa keunggulan, seperti budidayanya tidak membutuhkan
perlakuan khusus seperti padi, dapat tumbuh di berbagai tanah, harganya
murah dibandingkan dengan harga beras dan kentang, umumnya
mempunyai Indeks Glikemik (IG) rendah sehingga baik bagi penderita
diabetes dan penyakit degeneratif lainnya.

Elastisitas dan kekenyalan tekstur mie dapat ditingkatkan dengan


menggunakan bahan tambahan pangan. Beberapa bahan tambahan pangan
(BTP) yang telah digunakan dalam pembuatan mie antara lain gum, enzim,
isolat protein kedelai, kasein, kitosan, dan pati gelatinisasi (Chillo et
al.,2009). Pada pembuatan mie ditambahkan 0,5 – 1% BRM (Silvia et al.,
2013). Namun demikian belum ditemukan pustaka penggunaan tepung
porang atau porang glukomanan dalam pembuatan mie substitusi berbahan
dasar terigu dan Modified Cassava Flour (MOCAF). Tepung porang
adalah jenis serat yang larut dalam air. Tepung ini memiliki kandungan
kalori yang rendah dan viskositas tinggi. Tepung porang dapat membentuk
gel dan stabil pada kondisi panas dengan penambahan alkali ringan,
berinteraksi dengan pati dan bersifat sinergi dengan kappa karagenan.

Tujuan

 Mahasiwa mengetahui mengenai pemanfaatan porang dalam pembuatan


mie
 Mahasiswa mengetahui karakteristik mie porang
 Mahasiswa mengetahui kandungan gizi porang
BAB II DASAR TEORI
Mie Basah
Mie basah adalah mie mentah yang sebelumnya dipasarkan
mengalami perebusan dalam air mendidih terlebih dahulu setelah tahap
pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air biasanya mencapai 52%
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu
kamar. Contoh di Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie bakso.
Menurut Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2017) Komposisi gizi mie
basah per 100 g bahan secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2015), mie basah yang baik


adalah mie yang secara kimiawi mempunyai nilai kimia yang sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Mutu Mie Basah (SNI
2987-2015). Persyaratan tersebut data dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Syarat Mutu Mie Basah (SNI 2987-2015)

Mie basah yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


berwarna putih atau kuning; tekstur agak kenyal, tidak mudah putus. Mie
basah mengalami kerusakan apabila ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut: berbintik putih atau hitam karena tumbuh kapang, berlendir pada
permukaan mie, berbau asam dan berwarna lebih gelap. Mie basah bisa
menjadi lebih awet apabila dikeringkan dengan cara dioven. Proses
pembuatan mie memerlukan berbagai bahan tambahan yang masing-
masing dengan tujuan tertentu, antara lain seperti menambah volume,
memperbaiki mutu ataupun citarasa serta warna.

Umbi Porang
Tanaman porang merupakan tanaman umbi-umbian yang termasuk
dalam Famili Araceae (talas-talasan) serta masih satu famili dengan
suweg, walur, dan iles-iles (Purwanto, 2014 dalam Rahayuningsih, 2020).
Umbi porang merupakan umbi tunggal karena setiap satu pohon porang
hanya menghasilkan satu umbi. Diameter umbi porang bisa mencapai 28
cm dengan berat 3 kg, permukaan luar umbi berwarna coklat tua dan
bagian dalam berwarna kuning kecoklatan. Bentuk bulat agak lonjong,
serabut akar. Porang umumnya terdapat di lahan kering pada ketinggian
hingga 800 mdpl, namun yang baik adalah daerah dengan tinggi 100
sampai 600 mdpl. Pertumbuhan tanaman porang memerlukan suhu 25
sampai 35°C, dan curah hujan 1.000 sampai 1.500 mm/tahun yang tersebar
rata sepanjang tahun. Tanaman porang akan tumbuh dan menghasilkan
umbi yang baik pada tanah bertekstur ringan hingga sedang, gembur,
subur, dan kandungan bahan organiknya cukup tinggi karena tanaman
porang menghendaki tanah dengan aerasi udara yang baik. Umbi porang
mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan serat
pangan. Karbohidrat merupakan komponen penting pada umbi porang
yang terdiri atas pati, glukomanan, serat kasar dan gula reduksi. Porang
kuning (A. oncophyllus) dilaporkan mengandung glukomanan sekitar 55%
dalam basis kering, sementara porang putih (A. variabilis) sedikit di
bawahnya, yakni 44% (Koswara, 2013). Kandungan gizi umbi porang
segar dalam 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Umbi Porang per 100 Gram

Modified Cassava Flour atau MOCAF


Modified Cassava Flour atau MOCAF, juga dikenal dengan istilah
MOCAL merupakan produk tepung dari singkong (Manihot esculenta
Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong
secara fermentasi. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan
mocaf yaitu BAL (Bakteri Asam Laktat). Mikroorganisme ini
menghasilkan enzim pektinolitik dan sesulolitik yang dapat
menghancurkan dinding sel singkong sehingga terjadi liberasi granula pati.
BAL juga menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi
gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama
asam laktat. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas,
kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut. Cita rasa yang
dihasilkan juga dapat menutupi rasa singkong hingga 70% (Subagio,
2008). Karakteristik dari tepung mocaf yaitu hampir sama seperti tepung
terigu yaitu putih, lembut, dan tidak berbau singkong. Tepung mocaf dapat
menjadi komoditas substitusi tepung terigu dengan karakteristik tersebut.
Komposisi gizi tepung mocaf berbeda dari tepung terigu. Perbedaan yang
mendasar adalah tidak adanya gluten pada tepung mocaf. Protein pada
tepung mocaf lebih sedikit dari pada tepung terigu, tetapi kadar
karbohidratnya lebih tinggi, terutama dalam bentuk pati. Berikut
merupakan perbedaan komposisi kimia tepung terigu dan tepung mocaf
pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Perbandingan Komposisi Kimia Tepung Mocaf dan Tepung


Terigu
BAB III METODE

Bahan
Proses pembuatan mie basah tepung porang terdapat bahan yang
digunakan dalam pembuatannya yaitu Umbi porang berat 3 kg dengan kadar
glukomanan 80,17%, tepung mocaf, tepung terigu (cakra kembar), minyak goreng
(sunco), garam dapur dan juga telur. Dalam pembuatan mie basah terdapat dua
tahapan yaitu pembuatan gel porang dan juga pembuatan mie. Prosedur
pembuatannya yakni sebagai berikut

Pembuatan gel porang


Penyortiran umbi porang

Penambahan air 100 ml

Pemindahan tepung

Pengadukan

Menurut Prastini & Simon (2015), metode pembuatan gel porang g yaitu
dilakukan penyortiran umbi porang dengan berat 3 kg kemudian dimasukkan ke
dalam gelas ukur ukuran 100 mL. Setelah itu ditambahkan air sebanyak 100 mL
dengan suhu 45 derajat celcius. setelah itu dilakukan pemindahan tepung porang
ke erlenmeyer ukuran 250 mL dan diaduk menggunakan shaker sampai
membentuk gel porang.
Pembuatan Mie

Pembuatan mie

Pencampuran
(75:25)

Pencampuran bahan

Pengadukan

Penambahan gel porang

Homogenisasi

Pembentukan

Perebusan

Proses pembuatan mie menurut Faridah & Simon (2014), dilakukan


pencampuran antara tepung terigu dengan tepung mocaf dengan konsentrasi
75:25, setelah itu dilakukan pencampuran bahan tambahan seperti garam
sebanyak 2%, telur sebanyak 10% dan minyak 10%. Setelah itu dilakukan proses
pengadukan dengan mixer selama 5 menit yang tujuannya supaya adonan
tercampur rata. setelah adonan rata ditambahkan gel porang. Dilanjutkan lagi
dengan proses penghomogenan dengan menggunakan mixer selama 5 menit.
Setelah tercampur rata, adonan didiamkan selama 5 menit agar membentuk
gluten. Setelah itu dilakukan proses pemipihan dengan menggunakan alat roll
pressing (seether), hingga terbentuk adonan lembaran adonan setebal kurang lebih
0,5 mm. Setelah itu dilakukan proses pembentukan untaian mie porang dengan
menggunakan noodle maker. Kemudian dilakukan proses perebusan selama 1-3
menit pada air mendidih lalu dilanjutkan dengan proses analisa.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu pemasakan
Rerata nilai waktu pemasakan mi basah pada berbagai kombinasi
konsentrasi tepung porang dan air berkisar antara 1.14–3.52 menit. Data pada
Tabel 1. menjelaskan bahwa semakin banyak konsentrasi tepung porang dan air
yang ditambahkan pada pembuatan mi basah mengakibatkan semakin
menurunnya waktu pemasakannya. Khanna dan Tester (2006) menyatakan bahwa
suhu dan lama gelatinisasi tergantung dari kandungan air dan banyaknya Purified
Konjac Glucomannan (PKG). Penambahan stabilizer pada mi akan mempercepat
waktu pemasakan, karena tepung porang memiliki kemampuan gelatinisasi lebih
tinggi daripada tepung lainnya. Penelitian mi basah ini mengindikasikan semakin
banyak penambahan air yang diberikan, maka waktu pemasakannya lebih singkat.
Hal ini dikarenakan air dalam bahan akan memicu dan mempercepat proses
gelatinisasi mie.

Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)


Tabel 1. menunjukkan bahwa nilai KPAP menurun dengan peningkatan
tepung porang dan air dari 2 sampai 4%. Zhang et al. (2005); Xiong (2007)
menyampaikan bahwa tepung porang berfungsi sebagai bahan pengembang,
pengental dan mampu mengikat air, sehingga molekul-molekul air terperangkap
dalam struktur gel yang dibentuk dengan penambahan tepung porang, dengan
demikian bahan-bahan padatan juga akan saling berikatan. Oleh karena itu, pada
saat pemasakan kehilangan padatan akan semakin kecil. KPAP meningkat dengan
penambahan 6% tepung porang, hal ini diduga ketidakseimbangan jumlah air
dengan tepung porang yang ditambahkan, sehingga terganggunya matrik protein-
pati adonan mi.
Daya serap air
Daya serap air yaitu kemampuan mi untuk menyerap air secara maksimal.
Rerata daya serap air mi basah berkisar antara 166.79–232.27%. Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan tepung porang 6% dan air
40% memiliki rerata nilai daya serap air tertinggi, yaitu sebesar 232.27%.
Semakin tinggi penambahan tepung porang dan air, semakin tinggi daya serap air
karena sifat dari tepung porang yang mudah menyerap air. Charoenrein et al.
(2011) melaporkan bahwa tepung yang kaya glukomanan mempunyai sifat
kelarutan yang tinggi, baik dalam air panas maupun dingin.

Daya Putus
Data pada Tabel 1. menunjukkan daya putus terendah pada perlakuan
penambahan porang 6% dan air 30%, yaitu sebesar 0.0533 N. Sedangkan
perlakuan dengan penambahan tepung porang 2% dan air 35% memiliki rerata
daya putus dengan nilai yang tertinggi, yaitu 0.1433 N. Silva et al. (2013)
melaporkan bahwa penambahan 0.5% dan 1% konjak glukomanan dalam
pembuatan mi semakin meningkatkan nilai daya putus mi yang berbahan 4%
brokoli, namun pada mi yang berbahan 20% brokoli, penambahan 0.5% konjak
glukomanan menurunkan nilai daya putus mi. Selain ukuran partikel tepung
porang diduga komposisi tepung porang dan air berpengaruh terhadap daya putus
mi. Tepung porang dapat menyerap air 200 x lebih banyak dari berat awalnya, jika
konsentrasi air kurang, maka masih banyak tepung porang yang tidak larut dan
membuat mi menjadi mudah putus dan permukaan kasar (mi dengan tepung
porang 6% + air 30%).

Volume pengembangan
Rerata volume pengembangan mi basah pada kombinasi perlakuan
penambahan tepung porang dan air adalah 102.29– 104.75%. Pengaruh
penambahan tepung porang pada volume pengembangan mi basah dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh penambahan tepung porang terhadap volume pengembangan,
kadar air, dan kecerahan warna mie

Perlakuan dengan penambahan tepung porang sebanyak 6% dan air 40%


memiliki rerata volume pengembangan sebesar 104.75%. Sedangkan rerata
volume pengembangan terendah sebesar 102.29% pada perlakuan penambahan
porang 2% dan air 30%. Penambahan tepung porang berpengaruh pada volume
pengembangan mi. Semakin tinggi tepung porang yang ditambahkan, maka akan
semakin banyak pula air yang akan diserap. Sesuai dengan pernyataan Wojtowicz
(2007) bahwa penambahan berbagai jenis emulsifier, stabilizer dan thickener akan
meningkatkan volume pengembangan dari suatu produk pasta.

Kadar air
Rerata kadar air mi pada kombinasi perlakuan penambahan tepung porang
dan air adalah 24.64–31.86%. Tabel 2. Menyajikan banyak penambahan tepung
porang, maka kadar air mi basah semakin meningkat. Menurut BSN, 1992 kadar
air yang boleh terdapat dalam mi adalah 20–35%, hasil penelitian mi basah ini
masih dalam range standar tersebut. Rerata kadar air terendah pada perlakuan
penambahan porang sebanyak 4% dan air 35%, yaitu sebesar 24.64%, sedangkan
rerata kadar air terbesar, yaitu 31.86% diperoleh pada perlakuan penambahan
porang 6% dan air 40%.

Kecerahan Warna
Rerata nilai kecerahan warna mi berkisar 50.77–53.00. Tingkat kecerahan
warna mi cenderung menurun dengan semakin banyaknya penambahan tepung
porang (Tabel 2). Kecerahan warna produk makanan dipengaruhi oleh bahan
baku. Mi dengan penambahan tepung porang cendrung lebih gelap karena warna
tepung porang yang digunakan berwarna kekuning-kuningan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Johnson (2007) bahwa tepung porang berwarna krem hingga
coklat terang. Secara keseluruhan penambahan tepung porang dan air berpengaruh
terhadap sifat fisik mi, yaitu waktu pemasakan lebih cepat, KPAP, daya serap air,
kadar air dan volume pengembangan lebih tinggi, sedangkan daya putus dan
kecerahan warna lebih rendah.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Porang dimanfaatkan dalam pembuatan mie karena tepung porang
memiliki kandungan kalori yang rendah dan viskositas tinggi. Tepung porang
berfungsi sebagai bahan pengembang, pengental dan mampu mengikat air,
sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk
dengan penambahan tepung porang, dengan demikian bahan-bahan padatan juga
akan saling berikatan. Kandungan gizi porang per 100-gram yaitu kadar abu
81,50%; abu 1,15%; pati 6,95%; glukomanan 0,25%; kalsium oksalat 7,17%,
lemak 1,22% dan serar 2,6%. Mie dengan substitusi porang menunjukkan
memiliki daya serap air dan daya putus yang baik, begitupun dengan volume
pengembanngannya menunjukkan hasil yang baik pula. Pada uji kadar air
semakin banyak penambahan tepung porang, maka kadar air pada mie basah
semakin meningkat. Mi dengan penambahan tepung porang cendrung lebih gelap
karena warna tepung porang yang digunakan berwarna kekuning-kuningan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Johnson (2007) bahwa tepung porang berwarna
krem hingga coklat terang. Secara keseluruhan penambahan tepung porang dan air
berpengaruh terhadap sifat fisik mi, yaitu waktu pemasakan lebih cepat, KPAP,
daya serap air, kadar air dan volume pengembangan lebih tinggi, sedangkan daya
putus dan kecerahan warna lebih rendah.

Saran
Perlu adanya pengkajian lebih lanjut seperti studi jurnal lainnya dari
berbagai penelitian lainnya untuk dibandingkan dengan studi jurnal yang sudah
kami lakukan. Penulis mengharapkan kritikan yang membangun agar penyusunan
penulisan di waktu yang akan datang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Chillo S, Suriano N, Lamacchia C, Del Nobile MA. 2009. Effects of additives on


the rheological and mechanical properties of non-conventional fresh
handmade tagliatelle. J Cereal Sci 49: 163–170.
DOI:10.1016/j.jcs.2008.09.002.

Sutomo W. J. 2008. Optimasi Pemurnian Glukomanan dari Umbi Porang dan


Aplikasinya Pada Pembuatan Mi Komposit. Malang.

Devega C. P , Yuanto S, and Jhiosi P., 2010. Cooking Quality and


Sensorial Properties of Noodle Supplemented With Oat Flour. Food Sci
Biotechnol 20 : 507-511.

Silvia E , Birkenhake M, Scholten E and Sagis LMC. 2013. Controlling rheology


and structure of sweet potato starch noodles with high broccoli powder
content by hydrocolloids. Food Hidrocolloid 30 : 42-52.

Prastini, A. I., & Widjanarko, S. B. (2014). PEMBUATAN SOSIS AYAM


MENGGUNAKAN GEL PORANG (Amorphophallus mueleri Blume)
SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP KARAKTERISTIK
SOSIS [IN PRESS SEPTEMBER 2015]. Jurnal Pangan dan Agroindustri,
3(4).

Rahayuningsih, Y. (2020). Strategi Pengembangan Porang (Amorphophalus


muelleri) Di Provinsi Banten. Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah,
4(2), 77-92.

Koswara, S. 2013. Modul teknologi pengolahan umbi-umbian. Bagian 2:


Pengolahan umbi porang. Tropical Plant Curriculum (TPC) Project.
USAID-SEAFAST Center-Bogor Agricultural University.

Rasmito dan Widari 2018. Penurunan Kadar Kalsium Oksalat Pada Umbi Porang
(Amorphopallus Oncophillus) Dengan Proses Pemanasan Di Dalam
Larutan Nacl. Jurnal Teknik Kimia, 13 (1): 1.

Subagio, A. 2008. Modified Cassava Flour (Mocal): Sebuah Masa Depan


Ketahanan Pangan Nasional Berbasis Potensi Lokal. Jurnal Pangan,
17(1), 92-103.
Rosida, D. A. R. D. A. EVALUASI MUTU MIE BASAH DENGAN
SUBSTITUSI TEPUNG PORANG DAN KARAGENAN SEBAGAI
PENGENYAL ALAMI.

Faridah, A., & Widjanarko, S. B. 2014. Penambahan tepung porang pada


pembuatan mi dengan substitusi tepung mocaf (modified cassava flour)
[Addition of Porang Flour in Noodle as Mocaf Substitution (Modified
cassava Flour)]. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 25(1), 98-98.

Faridah, A. 2013. Uji organoleptik mi basah substitusi mocaf (modified cassava


flour) pengaruh tepung porang dan air.

Anda mungkin juga menyukai