PERSALINAN NORMAL
OLEH
INTAN SAPIRAH
022021049
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu bersalin. Persalinan yang normal terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan 37 minggu atau lebih tanpa
penyulit. Pada akhir kehamilan ibu dan janin mempersiapkan diri untuk
menghadapi proses persalinan. Janin bertumbuh dan berkembang dalam proses
persiapan menghadapi kehidupan di luar Rahim. Ibu menjalani berbagai
perubahan fisiologis selama masa hamil sebagai persiapan menghadapi proses
persalinan dan untuk berperan sebagai ibu.Persalinan dan kelahiran adalah akhir
kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar Rahim bagi bayi baru
lahir.Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan
pada serviks yang membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya bayi
beserta plasenta secara lengkap Pengalaman persalinan bisa dialami oleh ibu
pertama kali (primi), maupun kedua atau lebih (multi). (Fauziah, 2015)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Persalinan normal?
2. Apa etiologi Persalinan normal?
3. Apa saja patofisiologi dari Persalinan normal?
4. Apa saja faktor penting dalam Persalinan normal?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Persalinan?
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu dan mengetahui serta memahami tentang persalinan normal.
2. Tujuan khusus
a) Dapat menulis konsep-konsep dan teori yang terdapat pada persalinan
normal
b) Dapat melakukan pengkajian sesuai dangan masalah yang muncul pada
persalinan normal
c) Merumuskan diagnose keperawatan yang paling sering muncul pada
persalinan normal
d) Dapat menyusun perncanaan keperawatan pada kasus persalinan normal
e) Dapat menyusun implementasi keperawatan pada kasus persalinan normal
f) Dapat menyusun evaluasi dan dokumentasikeperawatan pada kasus
persalinan normal
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Persalinan adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup
bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, presentase belakang kepala,
keseimbangan diameter kepala bayi dan panggul ibu, serta ddengan tenaga ibu
sendiri. (abdul bari; 2008)
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin. (Prawirohardjo, 2009).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium rutin (Hb dan urinalisis serta protein urine).
2. Pemeriksaan laboratorium khusus.
3. Pemeriksaan ultrasonografi.
4. Pemantauan janin dengan kardiotokografi.
5. Amniosentesis dan Kariotiping.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA I
a. Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi parturien
b. Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada parturien
dan pendampingnya.
c. Pengamatan kesehatan janin selama persalinan
a) 1. Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap
30 menit dan pada kala II setiap 15 menit setelah berakhirnya
kontraksi uterus ( his ).
b) 2. Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan
frekuensi yang lbih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5
menit.
4. Pengamatan kontraksi uterus
Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi,
namun penilaian kualitas his dapat pula dilakukan secara manual dengan telapak
tangan penolong persalinan yang diletakkan diatas abdomen (uterus) parturien.
5. Tanda vital ibu
a. Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam.
b. Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh sekitar 37.50 C
(“borderline”) maka pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap jam.
c. Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika profilaksis.
6. Pemeriksaan VT berikut
a. Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi
bagian terendah janin sangat bervariasi.
b. Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan persalinan
dilakukan tiap 4 jam.
c. Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah:
a) Menentukan fase persalinan.
b) Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum
masuk pintu atas panggul.
c) Ibu merasa ingin meneran
d) Detik jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160
dpm).
7. Makanan oral
a. Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama persalinan
fase aktif dan kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif
berlangsung sangat lambat.
b. Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat bahaya
aspirasi saat parturien muntah.
c. Pada saat persalinan aktif, pasien masih diperkenankan untuk
mengkonsumsi makanan cair.
8. Cairan intravena
a. Keuntungan pemberian cairan intravena selama inpartu:
a) Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis pada
kasus atonia uteri.
b) Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120 ml per
jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.
9. Posisi ibu selama persalinan
a. Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang paling
nyaman bagi dirinya.
b. Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.
10. Analgesia
a. Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan pasien.
11. Lengkapi partogram
a. Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ).
b. Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his.
c. Pemberian cairan intravena.
d. Pemberian obat-obatan.
12. Amniotomi
a. Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang
diperkirakan normal terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang
bekerja di beberapa pusat kesehatan untuk melakukan amniotomi dengan
alasan:
a) Persalinan akan berlangsung lebih cepat.
b) Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium ( yang
merupakan indikasi adanya gawat janin ) berlangsung lebih cepat.
c) Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit kepala
janin dan prosedur pengukuran tekanan intrauterin.
b. Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan observasi
yang teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan rutin.
13. Fungsi kandung kemih
a. Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena
dapat:
a) Menghambat penurunan kepala janin
b) Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih
c) Carley dkk (2002) menemukan bahwa 51 dari 11.322 persalinan
pervaginam mengalami komplikasi retensio urinae ( 1 : 200 persalinan ).
d) Faktor resiko terjadinya retensio urinae pasca persalinan:
1. Persalinan pervaginam operatif
2. Pemberian analgesia regional
5. Lilitan talipusat
Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat dileher
anak dengan menggunakan jari telunjuk. Lilitan talipusat terjadi pada 25%
persalinan dan bukan merupakan keadaan yang berbahaya.
Bila terdapat lilitan talipusat, maka lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati
bagian atas kepala dan bila lilitan terlampau erat atau berganda maka dapat
dilakukan pemotongan talipusat terlebih dulu setelah dilakukan pemasangan dua
buah klem penjepit talipusat.
6. Menjepit talipusat:
Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan penjepit
talipusat (plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit. Pemotongan
dilakukan diantara klem dan penjepit talipusat.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Pada tahap ini kita membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan
dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang
terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi
semuanya.
DAFTAR PUSTAKA