Anda di halaman 1dari 23

Lab/SMF Ilmu Radiologi REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

EMPIEMA

Disusun Oleh :
Munifah Kusmiran
1710015112

Dosen Pembimbing :
dr. Dompak S. Hutapea, Sp.Rad

Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga referat yang berjudul “Empiema” dapat tersusun hingga selesai. Tidak
lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih kepada dr. Dompak S. Hutapea,
Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan dan
saran demi kesempurnaan referat ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi
maupun pikirannya.
Semoga referat ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para
pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, maka
penulis yakin masih banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan referat ini.

Samarinda, 15 September 2022

Penulis

ii
SURAT REKOMENDASI

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


SURAT REKOMENDASI ................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan.................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 Definisi....................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 3
2.3 Etiologi....................................................................................................... 3
2.4 Manifestasi Klinis ....................................................................................... 3
2.5 Diagnosis.................................................................................................... 4
2.6 Pemeriksaan Radiologi ............................................................................... 5
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 12
3.2 Saran ........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Empiema merupakan salah satu infeksi pleura yang terjadi akibat kumpulan
cairan eksudatif (pus) di rongga pleura. Empiema sering berhubungan dengan terjadinya
infeksi paru ipsilateral, namun penyakit ini dapat disebabkan oleh kondisi lain seperti
infeksi dari oragn tubuh lain, atau akibat tindakan invasive. Penyakit ini pertama kali
diketahui oleh Hippocrates dan dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi (Light
RW, 2016). Secara epidemiologi, insidensi empiema meningkat pada anak dan dewasa.
Penelitian Nayak dkk di Kanada menunjukkan peningkatan kasus empyema, dimana
pada tahun 1996 terdapat 2,9 kasus per 100.000 penduduk dan angka ini meningkat
menjadi 6,7 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2014, dengan kelompok umur
yang paling banyak menderita empiema adalah kelompok usia 50-70 tahun(Nayak R,
Brogly SB, Lajkosz K, Lougheed MD, 2020).

Penelitian oleh Gautam dkk di Australia menunjukkan terdapat peningkatan


kasus empiema pada anak, dengan inidensi per tahun 8,5 kasus per 100.000 penduduk
dengan kelompok anak yang paling banyak menderita empiema adalah anak berusia 1-5
tahun sebanyak 70% kasus(Gautam et al., 2018). Empiema dapat disebabkan oleh
berbagai macam kondisi, seperti infeksi, tindakan invasive, malignancy, trauma, dan
beberapa kondisi lainnya yang masih belum diketahui(Light RW, 2013). Dalam
perjalanan penyakitnya, empiema diawali dengan efusi pleura yang terinfeksi.
Diagnosis empiema sering terlambat Walaupun saat ini pengobatan dan teknologi telah
semakin maju, namun angka insidensi empiema masih tetap meningkat Hal ini dapat
diakibatkan oleh gagalnya pemberian antibiotik pada pasien (Ahmed & Yacoub, 2010).
Suatu penelitian dengan 1424 pasien menunjukkan pasien pneumonia dengan efusi
pleura cenderung untuk gagal pengobatan 2,7 kali dibandingkan tanpa efusi pleura.
Infeksi pleura yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan empiema, dan
berpotensi untuk mengakibatkan lama rawatan yang lebih lama. Lama rawatan pasien
empiema adalah 15 hari, dengan 20% diantaranya memiliki masa rawatan satu bulan
atau lebih (Tsang & Lin, 2007). Pasien empiema yang tidak ditangani dengan baik dapat

1
mengakitbatkan kematian. Sekitar 20% pasien dengan empyema meninggal, dan 20%
penderita lainnya membutuhkan operasi dan sembuh dalam 12 bulan akibat infeksi
(Periasamy, 2017). Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui mengenai empiema agar
dapat mendeteksi kasus ini dengan baik dan menurunkan angka mortalitas pada pasien
empiema.
1.2 Tujuan penulisan

Tujuan umum penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan empiema
secara umum. Tujuan khusus dari referat ini adalah untuk mengetahui karakteristik
temuan radiologis pada empiema, modalitas pencitraan untuk mendiagnosis empiema.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Empiema adalah kumpulan cairan eksudatif di rongga pleura yang berhubungan
dengan terjadinya infeksi paru. Empiema sering disebabkan karena komplikasi dari
pneumonia tetapi dapat juga disebabkan karena adanya infeksi dari tempat lain.
Empiema dapat juga disebabkan oleh suatu trauma, tindakan operasi, keganasan,
kelainan vaskuler, penyakit imunodefisiensi, dan adanya infeksi di tempat yang
berdekatan seperti di orofaring, esophagus, mediastinum atau jaringan di subdiafragma
yang memberikan manifestasi klinik bermacam-macam, tergantung dari organ utama
atau tempat yang terinfeksi, mikroba pathogen dan penurunan daya tahan tubuh.
(Davies HE , 2010)
Empiema secara definisi adalah pus didalam rongga pleura.9 Definisi menurut
Vianna, empiema adalah efusi pleura dengan kultur bakteri yang positif atau jumlah
leukosit lebih besar dari 15,000/mm3 dan level protein diatas 3.0 g/dL. Sekitar 80.000
orang di AS dan Inggris setiap tahunnya memiliki risiko terkena infeksi pleura.
Community-aquired pneumonia memiliki insiden 8 sampai 15 per 1000 per tahun.
Empat puluh sampai 57% pasien pneumonia, dapat berkembang menjadi efusi
parapneumonik. Sekitar 5 sampai 10% dari efusi parapneumonik berkembang menjadi
empiema. (Hasan H, 2018).
2.3 Etiologi
Empiema disebabkan oleh adanya bakteri pada cairan pleura. Walaupun
penyebab tersering empyema adalah pneumonia, infeksi TB pleura dapat menyebabkan
efusi dan empyema. Sekitar 50 persen kasus pneumonia akan berlanjut menjadi efusi
pleura, dan 5-10% diantaranya akan menderita empiema (Tsai, Gamper, Huang, & Lee,
2019). Masuknya bakteri ke rongga pleura juga dapat disebabkan oleh tindakan invasif
dengan indikasi medis, termasuk diantaranya prosedur operasi, dan torakosintesis.
Sebagian penyebab masuknya bakteri ke rongga pleura tidak diketahui (Light RW,
3
2013; Maskell NA, Laursen CB, Lee GYC, 2020). Sebuah penelitian menyebutkan
berbagai kondisi yang menyebabkan empiema pada 319 pasien.
Empiema dapat disebabkan oleh bakteri aerob, anaerob atau keduanya.
Mengingat empiema seringkali merupakan gagalnya terapi pneumonia, perlu
dipertimbangkan bahwa infeksi ini dapat berasal dari lingkungan (communityacquired
empyema), dan dari rumah sakit (hospital-acquired empyema) (Light RW, 2016).
Hasil kultur cairan pleura pada penderita empiema dapat ditemukan satu atau
lebih bakteri. Bakteri aerob lebih banyak ditemukan pada hasil kultur dibandingkan
bakteri anaerob. Sebagian besar bakteri aerob yang menyebabkan empiema adalah S.
aureus dan S. pneumoniae, sedangkan bakteri anaerob yang paling banyak ditemukan
adalah Bacteroides sp dan Peptostreptococcus. Penelitian lain menunjukkan
Streptococcus intermedius/milleri merupakan bakteri utama penyebab community-
acquired empyema (Pahissa, 2013). Bakteri gram postif aerob dua kali lebih banyak
ditemukan daripada bakteri gram negative anaerob. Organisme lain yang dapat
menyebabkan empiema adalah Klebsiella sp, Pseudomonas sp, dan Hemophilus
influenzae (Light RW, 2013; Saleem et al., 2014). Organisme penyebab empiema
djabarkan pada Tabel 2.
Organisme Persentase (%)
Gram Positif
Staphylococcus aureus 36
Staphylococcus 3
epidermidis
Streptococcus 35
pneumoniae
Enterococcus faecalis 6
Streptococcus pyogenes 8
Streptococcus lainnya 12
Gram Negatif
Escherichia coli 30
Klebsiella species 21
Proteus species 7
Pseudomonas species 25
Enterobacter species 3
Hemophilus influenzae 12
Lainnya 2
Organisme Anaerob
Bacteroides species 20
4
Peptostreptococcus 20
species
Fusobacterium species 14
Prevotella species 13
Streptococcus species 10
Clostridium species 7
Lainnya 16

5
2.3 Patofisiologi
Saat Dalam kondisi homeostatis, cairan pleura muncul dari pembuluh pleura
sistemik yang melintasi membran pleura yang masuk ke dalam rongga pleura dan keluar
melalui pembuluh limfatik pleura parietal. Pada orang dewasa normal, rongga pleura
memiliki volume cairan (1-20 mL) yang mengandung cairan protein rendah yang
membentuk lapisan pelumas dengan ketebalan sekitar 10 μm antara permukaan pleura
viseral dan parietal. Gradien tekanan memfasilitasi pergerakan cairan ke dalam, tetapi
tidak keluar dari ruang pleura, karena tekanan intrapleural lebih rendah dari tekanan
interstisial, dan adanya sedikit resistensi terhadap pergerakan cairan atau protein.
Sebagian besat cairan pleura keluar dari rongga pleura dengan pergerakan aliran, bukan
difusi atau transpor aktif, melalui limfatik parietal. Pergantian cairan pleura
diperkirakan ~0,15 mL/kg/jam (Mccauley & Dean, 2015)
Cairan pleura terakumulasi ketika laju pembentukannya melebihi laju absorpsi.
Aliran limfatik pleura dapat meningkat secara efisien sebagai respons terhadap
peningkatan filtrasi cairan pleura, yang bertindak sebagai mekanisme umpan balik
negatif. Aliran limfatik yang diproduksi sekitar 15 mL/hari, namun kapasitas limfatik
adalah sekitar 300-700 mL/hari. Karena kapasitas limfatik yang besar, kecuali
diakibatkan oleh drainase limfatik sangat terganggu, harus ada faktor lain yang
menyebabkan menumpuknya cairan pleura. Penyebab tersering dari peningkatan
pembentukan cairan pleura adalah edema interstitial. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat
dari beberapa proses dan merupakan mekanisme utama pembentukan efusi
parapneumonik bersama dengan efusi pleura yang berhubungan dengan gagal jantung
kongestif (CHF), emboli paru dan sindrom gangguan pernapasan akut.
Tekanan pleura yang menurun juga dapat berkontribusi pada akumulasi cairan pleura,
seperti pada empiema lanjut ketika pleura viseral dilapisi dengan pengelupasan kolagen
dan menahan paru. Peningkatan permeabilitas kapiler, terutama saat pleura meradang,
juga berkontribusi pada pembentukan efusi pleura. Obstruksi limfatik adalah
mekanisme umum yang berkontribusi pada efusi ganas (McCauley L, 2015).

1
Proses terjadinya empiema diawali dengan adanya efusi pleura. Efusi pleura
diakibatkan oleh terganggunya keseimbangan antara produksi dan pengeluaran
cairan pleura. Proses terjadinya efusi pleura menjadi empyema terbagi atas tiga tahap
yaitu tahap eksudatif, tahap fibropurulen, dan tahap organisasi (Gupta DK, 2005; Hasan
H, 2018).
a. Tahap eksudatif
Fokus infeksi parenkim paru terjadi peningkatan produksi sitokin proinflamasi
seperti interleukin 8 (IL-8) dan tumor necrosis factor a (TNFa) yang akan
mengakibatkan peningkatan cairan intersisial paru dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah kapiler. Kondisi ini mengakibatkan perpindahan cairan dan terjadi
akumulasi cairan di rongga pleura. Karakteristik cairan pada rongga pleura pada
tahap ini adalah eksudatif, dan umumnya didominasi oleh polymorphonuclear
leukocytes (PMN), dengan kadar glukosa dan pH normal (Hasan H, 2018; Hilliard
TN, Henderson AJ, 2019). Tingkat LDH cairan pleura setengah dari LDH serum,
dan tidak terdapat organisme bakteri. Pada tahap ini efusi dapat sembuh spontan
apabila penyakit yang mendasarinya diatas (Hasan H, 2018).
b. Tahap fibropurulen
Tahap ini merupakan akibat dari tahap eksudatif yang ditangani dengan adekuat
sehingga inflamasi pada parenkim paru masih berlanjut. Endotel paru yang rapuh akibat
inflamasi kronik menjadi jalur masuknya bakteri. Invasi bakteri memicu respon imun
sehingga terjadi migrasi neutrophil dan aktivasi jalur koagulasi. Pada tahap ini juga
terjadi penekanan aktivitas fibrinolitik disebabkan oleh titer penghambat aktivitas
fibrinolitik spesifik seperti plasminogen activator inhibitor (PAI) 1 dan PAI 2 dan
penurunan tissue type plasminogen activator (tPA) yang mengakibatkan munculnya
endapan fibrin pada pleura visceralis dan parietalis, sehingga rongga pleura terbagi oleh
sekat fibrin, munculnya lokulasi cairan dan adhesi pleura yang membentuk ruangan
bersepta-septa yang akan mengganggu drainase dari cairan pleura yang telah terinfeksi.

2
Metabolisme bakteri dan aktivitas fagositosis neutrophil distimulasi oleh
protease dan fragmen yang berasal dari dinding sel bakteri. Hal ini menyebabkan
peningkatan produksi asam laktat, penurunan pH cairan pleura, serta peningkatan
metabolisme glukosa dan peningkatan kadar LDH. Karakteristik cairan pleura pada
tahap ini adalah terjadinya penurunan pH (<7,2), penurunan kadar glukosa (<60 mg/dL)
dan peningkatan kadar LDH yang progresif (> 1000 IU/l) (Hasan H, 2018; Hillard TN,
2019).
c. Tahap Organisasi
Pada tahap ini fibroblast pada kedua lapisan visceral dan parietal akan
berkembang untuk membentuk membaran inelastic sehingga pleura menjadi
tebal dan tidak elastis. Jaringan yang bersepta akan semakin fibrotic sehingga
mengakibatkan fungus paru. Rongga pleura yang berspeta ini juga akan
meningkatkan risiko infeksi semakin tinggi. Perkembangan ini bertujuan untuk
membungkus dan menahan ekspansi paru (Hillard TN, 2019).
Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa proses ini diperantara
oleh beberapa faktor seperti platelet derived growth factor-like growth factor
(PDGF) dan transforming growth factor beta (TGF-ß). Respon tubuh pada tahap
ini dapat bervariasi. Penderita dapat sembuh spontan dalam 12 minggu, tetapi
dapat terjadi sepsis kronik dan deficit fungsi paru (Hasan H, 2018).

2.4 Manifestasi Klinis

Perjalanan klinis efusi parapneumonia dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
berdasarkan infeksi oleh bakteri aerob atau bakteri anaerob. Pasien dengan infeksi
bakteri aerob memiliki gejala klinis yang sama dengan pneumonia karena bakteria aerob
tanpa efusi. Manifestasi klinis awal yaitu demam yang bersifat akut dengan nyeri dada,
produksi sputum yang meningkat dan leukositosis. Sedangkan pada infeksi bakteria
anaerob akan memperlihatkan gejala klinis sub akut. Gejala klinis akan mulai dirasakan

3
setelah >7 hari sejak pertama kali mendapatkan gejala seperti batuk tidak produktif,
demam subfebrile, bau mulut, leukositosis dan anemia. (Light RW, 2013)

2.5 Diagnosis

Diagnosis Manifestasi klinis demam, nyeri dada dan sesak akan timbul jika
cairan efusi cukup banyak. Demam yang menetap setelah di diagnosis pneumonia perlu
dicurigai suatu empiema. Pemeriksaan pH dan pertanda biokimia merupakan pemeriksa
tambahan untuk menentukan diagnosis dan prognosis. Nilai pH merupakan parameter
terbaik untuk mengidentifikasi infeksi parapneumonia. Nilai pH di bawah 7,20 tidak
mempunyai sensitivitas 100%. Nilai pH pada efusi pleura yang terlokalisir dapat
berlainan antara satu lokasi dengan yang lain. Beberapa kasus empiema memiliki kadar
glukosa di bawah 40mg/dl dan LDH mencapai 1000 U/l. Rendahnya pH cairan pleura
selalu berkaitan dengan kadar glukosa rendah dan LDH tinggi. Hal ini dapat digunakan
sebagai alternatif untuk mengidentifikasi infeksi efusi parapneumonia. (Davies HE et al,
2010)

Pemeriksaan foto toraks posteroanterior atau anteroposterior dan lateral


memperlihatkan gambaran infiltrat di parenkim atau konsolidasi. Foto toraks lateral
dekubitus dapat digunakan untuk melihat adanya cairan. Computed Tomography (CT
scan) dapat digunakan untuk membedakan rongga abses dengan cairan atau abses
intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan dan ultrasonografi (USG) toraks dapat dilakukan
pada efusi parapneumonia. Pemeriksaan USG toraks dapat membantu semua kasus yang
diduga empiema, cairan di dalam pleura dan membuktikan efusi pleura terlokulasi,
membantu menentukan lokasi torakosintesis atau drain.

Pemeriksaan CT scan toraks berguna untuk membedakan kelainan parenkim


terhadap pleura, mengevaluasi kelainan parenkim, menentukan lokulasi, mengevaluasi
permukaan pleura dan membantu dalam penentuan terapi. Biopsi pleura dan kultur
cairan pleura harus dilakukan untuk memastikan diagnosis empiema karena

4
Tuberkulosis kultur mikobakterium biasanya positif, sehingga biopsi pleura tidak
diperlukan.( Koegelenberg CF, et al, 2008)

2.6 Pemeriksaan Radiologi


a. Foto polos

Hasil pemeriksaan foto toraks infeksi pleura akan tampak mirip dengan penyebab
lain dari efusi pleura. Foto thoraks lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam
melokalisir cairan di dalam rongga thoraks.

Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thoraks


lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir cairan di dalam rongga
thoraks. Gambaran foto thorak empiema yang merupakan bagian dari efusi pleura dapat
menyerupai abses paru perifer.

Pencitraan foto thoraks pada permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura
akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru
sendiri. Kadang – kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura
dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi
lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

Gambar 2.1 Foto x-ray thoraks PA dan lateral menunjukkan hilangnya sudut
costoprenicus latero dekstra dan posterior
A B

Gambar 2.2. Foto x-ray thoraks (A) posisi erect menunjukkan atelectasis dan pergeseran fisura mayor, (B)
menunjukkan adanya gambaran meniscus sign

Gambaran radiologi:

1) Pada keadaan dini dimana cairan yang ada di dalam cavum pleura masih kurang dari
200 cc, maka pada foto tegak dengan posisi PA belum terlihat bayangan cairan
secara radiologis, karena terletak di belakang difragma. Kadang-kadang hanya
terlihat sebagai sinus yang tumpul. Tetapi, pada foto dengan posisi lateral.
2) Bila cairan sudah lebih dari 300cc akan terlihat gambaran radiologis yang klasik,
berupa perselubungan padat dengan sinus yang tertutup, permukaan atas cairan yang
berbentuk konkaf, dan memungkinkan akan mendorong organ lain (seperti jantung,
mediastinum atau trachea) ke sisi yang lain.

Gambar 2.3 Foto thorak posteroanterior dan lateral dada


menunjukkan penampilan radiografi efusi kiri kecil
Gambar 2.4 Foto thorak posteroanterior dan lateral dada menunjukkan penampilan radiografi efusi
kiri moderat (terlihat gambaran meniscus sign)

Gambar 2.5 Foto thorak empyema paru kanan dengan pendorongan organ lain ke sisi kiri

Empiema membentuk sudut tumpul pada dinding dada dan bentuk lentikularnya
jauh lebih besar dalam satu proyeksi (misalnya frontal) dibandingkan dengan proyeksi
ortogonal (misalnya lateral). Bentuk lentikular (biconvek) juga menunjukkan diagnosis

7
empiema, karena efusi pleura transudatif cenderung berbentuk sabit dalam pencitraan.
Berbeda dengan abses paru yang berbentuk bulat dalam semua proyeksi.

b. Computed Tomography Scan (CT-Scan)


CT scan sebagai alat diagnostik dapat digunakan untuk mendeteksi efusi pleura
baik transudat maupun eksudat hingga mendiagnosis keadaan patologik yang ditemukan
dengan menilai karakteristik efusi pleura, sehingga akumulasi cairan efusi pleura dapat
dibedakan karena keganasan, inflamasi atau proses patologik lainnya.

A B

C D

Gambar 2.6 (A) Gambaran CT scan (mediastinal window) potongan aksial menunjukkan massa dengan
dinding kalsifikasi yang tebal pada pleura dengan air-fluid level, (B) Empyema kronis; pada sudut
costofrenic kiri dengan penebalan pleural. Pemisahan pleura viseral (garis lurus) dari pleura panietal

8
(panah melengkung), (C) Empyema berbentuk bulat dan membentuk sudut akut pada dinding dada, (D)
CT-Scan pada empiema dengan cairan dan udara yang ada di ruang pleura (panah).

Empiema biasanya berbentuk lentikular, menekan paru-paru, dan menciptakan


bentuk sudut seperti mengikuti kontur dinding dada. Biasanya ada batas tidak jelas
antara parenkim paru dan abses paru, yang membentuk sebuah sudut dimana ada kontak
dengan dinding dada. Tanda 'split pleura', dimana pleura parietalis dan viseralis terlihat
berpisah, bisa terdapat pada empiema.

B
A

A B

Gambar 2.7 (A) Gambaran CT-Scan dengan pengukuran peningkatan membran pleura (panah) anterior
dan posterior ke koleksi cairan dan menunjukkan tanda split-pleura. Ini menunjukkan empyema, (B)
Gambaran CT-Scan non-contras pada empiema

c. Ultrasonografi (USG)
USG dapat mendeteksi cairan pleura dengan volume minimal 20ml. Banyak
penelitian yang menyatakan bahwa pemeriksaan cairan pleura dengan menggunakan
USG lebih akurat dibandingkan pemeriksaan foto thorak.

9
Gambar 2.8 (A) Efusi pleura kecil pada dada kanan, (B) Efusi pleura besar (dada kiri). Efusi pleura besar
dengan atelectasis yang menyebabkan penekanan pada paru.

Gambar 2.9 (A) Efusi pleura kompleks dengan lokasi antara paru-paru, diafragma, dan metastasis
diafragma telah ditunjukkan. (B) Empiema. Empiema besar dengan paru-paru yang terkonsolidasi
ditunjukkan dalam pandangan melintang.

10
2.7 Diagnosis Banding

a. Efusi pleura

Gambar 2.10 gambar foto polos efusi pleura

b. Hiatus Hernia

Gambar 2.10 gambar foto polos hiatus hernia

c. Abses paru

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hasil pemeriksaan foto toraks infeksi pleura akan tampak mirip dengan
penyebab lain dari efusi pleura. Jika terdapat lokulasi, cairan mungkin tidak
menunjukkan tanda klasik meniscus sign dan dapat membentuk gambaran
lentikular di dinding dada. USG digunakan untuk membedakan antara cairan
pleura dan penebalan, dan membantu thoracocentesis dalam menentukan lokasi
optimal untuk diagnostik dan intervensi terapeutik secara real time. CT scan
dipertimbangkan untuk digunakan untuk menentukan penyebab infeksi pleura
seperti keganasan, peforasi esofagus, atau terhirup benda asing.
3.2 Saran
Diagnosis yang cepat dan pendekatan multidisiplin mulai dari anamnesis
pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang sangat penting untuk mendiagnosis
empyema karena kegagalan untuk mengenali dan penanganan yang tepat kunci
dan dapat menyelamatkan jiwa pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A. E. H., & Yacoub, T. E. (2010). Clinical Medicine Insights :


Circulatory , Respiratory and Pulmonary Medicine. Respira
Ayesa, S. Pleural empyema. Case study, Radiopaedia.org. (accessed on 19 Sep
2022) https://doi.org/10.53347/rID-94572

Davies HE, Davies RJ, Davies CW. Management of pleural infection in adults:
British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax. 2010;
65(suppl 2): 41-53
Gautam, A., Wiseman, G. G., Goodman, M. L., Ahmedpour, S., Lindsay, D.,
Heyer, A., … White, A. V. (2018). Paediatric thoracic empyema in the
tropical North Queensland region of Australia : Epidemiological trends
over a decade. Journal of Paediatric and Child Health, 1–6.
https://doi.org/10.1111/jpc.13853
Hasan H, A. D. (2018). Empiema. Jurnal Respirasi, 4(1), 26–32.
Hilliard TN, Henderson AJ, L. H. S. (2019). Management of parapneumonic
effusion and empyema. Archives of Disease in Childhood, 88(10), 915–

917.
Koegelenberg CF, Diaconb AH, Chris T, Bolligere CT. Parapneumonic pleural
effusion and empyema. Respiration. 2008; 75(3); 241-250.
Light RW, L. Y. (2016). Textbook of Pleural Disease (3rd ed.). Boca Raton:
Taylor and Francis Group.
Light RW. (2013). Pleural Disease (6th ed.). Philadelphia: Williams & Willkins.
Light RW. Parapneumonic effusions and empyema. Pleural disease. 3rd ed.
Baltimore: Williams & Wilkins, 1995; 129-153
Maskell NA, Laursen CB, Lee GYC, R. N. (2020). Pleural Disease. European
Respiratory Society.

McCallum A, B. A. (2010). What are appropriate empiric antibiotics for


empyema? International Child Health Review Collaboration, 1(1), 1–5.
Mccauley,L.,&Dean, N.(2015). Pneumonia and empyema : causal , casual or
unknown. Journal of Thoracic Disease, 2(6), 992–998.
https://doi.org/10.3978/j.issn.2072- 1439.2015.04.36
Nayak R, Brogly SB, Lajkosz K, Lougheed MD, P. D. (2020). Two Decades of
Thoracic Empyema in Ontario , Canada. Chest, (May), 1114–1116.
https://doi.org/10.1016/j.chest.2019.1 1.040

13
Periasamy, A. V. (2017). Outcome and mortality analysis in complicated
parapneumonic effusion and empyema. International Journal of Clinical
Trials, 4(4), 176–183.

Tsai, Y., Gamper, N., Huang, T., & Lee, S. (2019). Predictors and Clinical
Outcomes in Empyema Thoracis Patients Presenting to the Emergency
Department Undergoing Video- Assisted Thoracoscopic Surgery. Journal
of Clinical Medicine.
Tsang, K. Y., & Lin, A. W. L. (2007). Complicated parapneumonic effusion and
empyema thoracis : microbiology and predictors of adverse outcomes.
Hong Kong Medical Journal, 13(3), 178–186.
Vianna NS. Non tuberculous bacterial empyema in patient with and without
underlying diseases. J. Am. Med Assoc. 1971: 215: 69-75.

14

Anda mungkin juga menyukai