Anda di halaman 1dari 5

CRITICAL BOOK REVIEW

(CBR)

 IDENTITAS REVIEWER
1. Nama Kelompok III : -
-
-
-
-
-
2. Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Kristen
3. Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
4. Semester : I (Satu)

 KATA PENGANTAR
Pujian dan syukur dipanjatkan oleh Kelompok III kepada Tuhan pemilik
kehidupan ini, atas perkenanNya menganugerahkan rahmat dan kasih karuniaNya
sehingga kelompok ini dapat menyelesaikan tugas mata kuliah berjudul “Critical Book
Review (CBR): FILSAFAT ILMU; Mencari Makna Tanpa Kata dan Mentasbihkan Tuhan
dalam nalar (Bagian Satu s.d. Bagian ketiga)”.
Pengerjaan tugas ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh nilai tugas pada
mata Kuliah Filsafat Pendidikan pada Program Magister Manajemen Pendidikan Kristen
pada Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tarutung, dan akhirnya dapat diselesaikan
atas kerjasama Kelompok yang baik serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya,
kelompok ini mengucapkan terimakasih kepada segenap bantuan dari semua pihak yang
memberikan sumbangsih baik secara langsung maupun tidak sehingga penugasan ini
dapat diselesaikan.
Namun, dari segala keterbatasan yang kami miliki, hasil tugas kelompok yang
kami kerjakan ini masih belum sempurna, baik dari segi isi, tulisan dan kualitasnya. Oleh
karena itu, kelompok ini mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan
mengarahkan tugas kelompok ini semakin dekat kepada kesempurnaan sebuah karya.
Akhir kata kelompok ini mengharapkan semoga hasil karya dalam kaitan
penyelesaian tugas ini dapat bermanfaat bagi pembacanya sekaligus memperkaya Ilmu
Manajemen Pendidikan Kristen.

 DATA/ IDENTITAS BUKU


 Nama Pengarang : Prof. Dr. Cecep Sumarna
 Judul Buku : FILSAFAT ILMU
Mencari Makna tanpa kata dan Mentasbihkan Tuhan
dalam nalar
 Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya
 Tahun Terbit : 2020
 Tempat Terbit : Bandung

 RINGKASAN BUKU

BAGIAN PERTAMA: “HAKIKAT FILSAFAT”


1. Makna Filsafat
 Filsafat berasal dari Bahasa Yunani yakni Philoshopia. Kata Philoshopia merupakan
gabungan 2 kata dasar yakni kata Philein; Philos yang berarti mencintai dan
berteman, serta kata Shopos; Shopia yang berarti bijaksana; kebijaksanaan. Dengan
demikian, secara bahasa Filsafat dapat diterjemahkan sebagai cinta kebijaksanaan,
atau berteman dengan kebijaksanaan.
 Socrates sebagai bapak penting filsuf Yunani Kuno mengatakan bahwa keagungan
manusia tidak terletak pada kekuasaan dan pengaruhnya dalam kekuasaan
dimaksud, tetapi justru terletak dalam apa yang disebut dengan penggunaan akal
budi dalam menata kehidupan sehari-hari manusia, yang berujung pada simetri
kemanusiaan. Karena tidak ada manusia yang benar-benar bijak, maka semua
kebenaran mutlak harus tetap ada dan inheren dengan sendirinya dalam apa yang
disebut Socrates sebagai IDEA (dimiliki oleh sang Idea; God; Allah dalam
terminologi Arab-Muslim).
 Banyak sumber yang menyatakan bahwa kata Shopia mengandung arti luas dan
sudah berkembang, misalnya dengan arti kata 1. Kerajinan; 2. Kebenaran pertama;
3. Pengetahuan luas; 4. Kebajikan intelektual; 5. Pertimbangan sehat; 6. Kecerdikan
dalam memutuskan hal-hal yang praktis. Berdasarkan pengertian di atas, pada
awalnya filsafat bermakna umum, yang intinya mencari keutamaan mental (pursuit
of mental experience) bukan objek dari kajian keilmuan.
 Pergeseran makna filsafat. Makna filsafat berkembang menjadi sejenis
pengetahuan yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan hanya sekadar
kecakapan tertentu, yang dapat menghantarkan manusia untuk mengetahui
kebenaran yang murni dan hakiki, melintasi dimensi-dimensi empiris yang hanya
membutuhkan keahlian teknis.
 Filsafat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yakni:
a. Filsafat sebagai reflective thingking yakni aktivitas pikir murni, atau kegiatan akal
pikir manusia dalam usaha mengerti secara mendalam segala sesuatu.
b. Filsafat sebagai produk kegiatan berpikir murni dan ia sudah terbentuk dalam
suatu disiplin ilmu yang karenanya mengikuti alur tertentu sebagaimana disiplin
ilmu dimaksud mengaturnya.
2. Ciri Berpikir Filsafat
Suatu kerangka berpikir, baru dapat disebut telah berfilsafat apabila, setidaknya
memenuhi empat ciri di bawah ini:
1. Radikal
Seorang filsuf patut diduga memiliki kemampuan ”Memaksa” orang untuk berpikir,
yang pada taraf tertentu sampai ke akar persoalan. Filsuf sering diasumsikan sebagai
sosok yang tidak mungkin melarang orang lain untuk memikirkan segala hal yang
memiliki kedalaman ilmiah.
2. Sistemis
Langkah berpikir yang sistemis adalah berpikir yang selalu bergerak selangkah demi
selangkah (Step by step), penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggungjawab.
Sistemis mengharuskan melihat segala sesuatu sebagai proses yang berjenjang dan
berurutan, dan tidak dadakan. Simpulan dari proses berpikir sistemis akan memiliki
dampak, terhadap apa yang disebut dengan kebenaran.
3. Universal
Ciri ini diterjemahkan dengan pikiran yang tidak dibatasi bagian atau ruang tertentu
yang mencakup seluruh aspek baik yang konkret maupun yang abstrakatau mulai dari
fisik sampai kepada yang metafisika.
4. Spekulatif
Ciri ini memberi ruang kepada banyak orang akan segenap kemungkinan kebenaran
dari seluruh realitas yang dihadapi. Ciri ini membuka terhadap kemungkinan benar
atas apa yang dianggap salah, dan sebaliknya sembari terus melakukan uji coba atas
spekulasi tersebut.
C. Objek kajian Filsafat
Filsafat memberi ruang pada semua objek kajian. Filsafat akan mengkaji manusia,
alam, bahkan Tuhan, serta relasi antara ketiganya.

BAGIAN KEDUA: “HAKIKAT ILMU”


1. MAKNA ILMU
A. Dinamika dan Perkembangan Ilmu
Ilmu merupakan tumpukan teori- teori dari ilmuwan sebelumnya yang tampak
kecil, kemudian membuncah menjadi tumpukan teori yang besar, mapan dan kompleks.
Hal tersebut menjelaskan bahwa ilmu tidaklah pernah berdiri sendiri dan terlepas dari
aspek lain. Ilmu tidak pernah berdiri di ruang hampa tanpa berdesakan dengan dimensi
kemanusiaan dan kealaman yang begitu kompleks, dan merupakan lanjutan dari satu fase
ke fase lainnya, dari saru peristiwa ke peristiwa lainnya. Dapat dilihat perkembangannya
dari sejarah Revolusi Industri 1.0 hingga ke Revolusi Indsutri 4.0 bahkan menuju Revolusi
Industri 5.0 yang sedang berjalan (di belahan dunia bagian eropa).
B. Apa itu ilmu
Hakikat Ilmu bersifat koherensi sistematis yang mengandung tentang hipotesis,
teori, dalil dan hukum. Artinya adalah bahwa ilmu harus terbuka kepada siapa saja yang
mencarinya. Ilmu menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek
atau alam objek yang sama dan saling berkaitan secara objektif.

2. KATEGORISASI DAN OBJEK ILMU


A. Kategorisasi Ilmu
Tidak ada catatan yang bisa direview dari sub bab ini.
B. Objek Ilmu
Ilmu akan mengasumsikan alam sebagai objek kajian utama dan meletakkan rasio
sebagai alat untuk menganalisis dan melukiskan kesemestaan. Ilmu tidak
mencakupkan kedalamnya kajian tentang Tuhan
C. Masalah Ilmiah
Ilmu mengharuskan adanya masalah ilmiah. Masalah dimaksudkan akan menentukan
ada atau tidaknya ilmu. Tanpa adanya masalah, maka tidak akan ada ilmu.
D. Sikap Ilmiah
Ilmu membutuhkan suatu sikap khusus yang diperlukan bagi kepentingan ilmu.
Menurut Archi J. Bahm (1980), sikap ilmiah meliputi enam karakteristik yakni:
- Sikap rasa ingin tahu (scientific curiosity)
- Bersikap spekulatif terhadap segala sesuatu yang disebut ilmu atau pengetahuan.
- Bersikap objektif.
- Keterbukaan.
- Kesediaan untuk menunda penilaian
- Tentatif.
E. Aktivitas Ilmiah
Tidak ada catatan yang bisa direview dari sub bab ini.
Suatu aktivitas disebut ilmiah jika dibentuk dalam kegiatan penelitian untuk mencapai
apa yang disebutnya benar dengan menggunakan sumber, logika, metode, sarana dan
alat tertentu yang digunakan dalam standar ilmiah. Menurut Yvonna S. Lincoln dan
Egon G. Guba (1984) menyebutkan setidaknya terdapat tujuh langkah yang seharusnya
ditempuh seorang peneliti dalam penelitian kuantitatif dalam melakukan aktivitas
ilmiah. Yakni:
 Memiliki kesanggupan untuk menyusun sesuatu yang patut dianggap sebagai
masalah (recognition of problem) yang patut diduga ilmiah.
 Memiliki kesanggupan untuk merumuskan dan mendefenisikan masalah dalam
bentuk kata atau kalimat yang lebih operasional (development of the problem in clear
and specific terms).
 Memiliki kesanggupan untuk menyusun suatu dugaan sementara atas apa yang
akan diteliti (development of hypotheses).
 Memiliki kesanggupan untuk menyusun dan merumuskan instrument penelitian
yang berbasis pada hipotesa (development of techniques and measuring instrument that
will provide objective date pertinent to the hypotheses).
 Mampu melakukan pengumpulan data (collection of date).
 Mampu melakukan analisis terhadap semua data (analysis of date).
 Mampu menggambarkan kesimpulan yang berhasil diperoleh dari masalah yang
diangkat dengan sejumlah metode yang digunakan (drawing conclusions relative to
the hypotheses based upon the date).
Dalam melaksanakan penelitian, para ilmuwan mempunyai dua aspek, yakni aspek
individual dan aspek social.
- Aspek individual mengacu kepada ilmu sebagai aktivitas ilmuwan. Seseorang
dianggap telah menjadi ilmuwan karena ia telah melewati pengalaman, pelatihan
serta kesempatan dalam mengembangkan kemampuan dan ketrampilan diri yang
mengkondisikan caranya melakukan riset ilmiah dan menjadi spesialis ilmiah.
- Aspek social mengacu kepada ilmu sebagai aktivitas ilmiah dan kumpulan para
ilmuwan.

3. POSISI FILSAFAT ILMU


Filsafat ilmu fokus melakukan pembahasan tentang ilmu, sumber, metode, alat dan
sarana tertentu untuk memperoleh apa yang disebut dengan ilmu. Filsafat ilmu pasti akan
selalu bercita-cita membuka pikiran manusia agar mampu memberi ruang kepada setiap
orang untuk mengkhidmati berbagai dinamika keilmuan. (epistemologi dan aksiologi).
Ilmu harus dikaji menggunakan analisis filsafat dikarenakan kedua sifat tersebut
saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Kedua sifat tersebut antara lain:
a. Apriori yakni mengharuskan suatu pengetahuan yang didapatkan manusia sebelum
manusia bertemu dengan apa yang disebut pengalaman empiris
b. Aposteriori yakni mengharuskan sebuah pengetahuanyang menekankan pada hasil
observasi atau pengamatan dan pengalaman indera terhadap dunia empiris.
Filsafat ilmu pasti akan selalu bercita-cita membuka pikiran manusia agar mampu
memberi ruang kepada setiap orang untuk mengkhidmati berbagai dinamika keilmuan,
dengan tujuan agar manusia memiliki kemampuan mempelajari dengan serius proses
logika, imajinasi, dan kreativitas dirinya dalam nalar yang lebih logis, dan terukur di sisi
lainnya.

OBJEK KAJIAN FILSAFAT ILMU


Filsafat ilmu itu koheren, artinya lengkap dan menyentuh hampir setipa dimensi
yang terdapat dalam bidang kajian keilmuan.

BAGIAN KETIGA: “ANALISIS HISTORIS KELAHIRAN FILSAFAT ILMU”


1. SEJARAH FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu diperkirakan lahir pada abad ke 18 Masehi (kehidupan dan karier
Immanuel Kant, yang menuliskan pernyataan bahwa Filsafat merupakan disiplin ilmu
yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara
tepat. Tanpa Filsafat, ilmu akan bias makna.

A. Pemicu lahirnya filsafat Imu


Pada abad ke 18 tersebut, bahwa ciri khas ilmu yang berkembang cenderung bersifat
positivistic yang mengasumsikan bahwa apa yang disebut kebenaran ilmiah haruslah
empiris, rasional dan terukur.
Immanuel Kant, memberikan ruang baru dalam perspektif keilmuan hingga pada saat
ini, yang bisa dikatakan “menyegarkan kembali” ruang ilmu pengetahuan.

 KEKHASAN DAN KEMUTAHIRAN ISI BUKU


 Penulisan dalam buku ini memuat tentang suatu prinsip yang disebut sebagai cara
berpikir filsafat. Ketika kita berfilsafat berarti kita sedang berfikir, dan tidak berarti
berfikir dapat disebut berfilsafat. Setidaknya ada beberapa ciri berpikir filsafat,
diantaranya, pertama, radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya ; kedua, sistemik, yaitu
berpikir secara logis, bergerak selangkah demi selangkah penuh kesadaran, berurutan
dan penuh rasa tanggung jawab ; ketiga, universal (berpikir secara menyeluruh, tidak
terbatas pada bagian – bagian tertentu).
 Di dalam buku ini diuraikan tentang pandangan terhadap filsafat ilmu yang layak
untuk terus dikaji dan dipahami setiap orang, termasuk diantaranya para akademisi
dan ilmuwan di bidangnya. Karena tidak menutup kemungkinan dengan filsafat ilmu
ini ilmu baru akan tercipta dan tercipta dari ilmu sebelumnya.
 Di samping itu, buku ini juga mengajak kita untuk lebih mengenal tentang filsafat ilmu
yang mengajarkan kepada kita untuk terus mempertanyakan dimensi why, sehingga
menuntut kita masuk kedalam logika orang. Bukan sebaliknya, memaksa orang dalam
logika kita. Yang terpenting dalam filsafat ilmu, dengan filsafat ilmu, kita diajak untuk
menelusuri dan membuktikan sesuatu ilmu dan pengetahuan itu yang harus betul-
betul bermakna buat kita dan keberlangsungan umat manusia.

 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU


 Kelebihan
Penulis buku filsafat ilmu ini, yaitu Cecep Sumarna, beliau mampu mencermati dan
mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya terhadap sesuatu yang
sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang,  dan ini menurut saya cukup urgen
untuk diteliti lebih jauh, yaitu pembahasan mengenai hakikat pengetahuan, ilmu dan
teknologi itu sendiri khususnya ketika harus berelasi dengan manusia.
 Kelemahan
1. Terdapat upaya Cecep Sumarna untuk menampilkan beberapa filosof muslim, dan
di dalam buku ini juga dikemukakan tentang peranan dunia Islam sebagai
penyelamat ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Di dalam buku ini juga terdapat
semangat Cecep Sumarna untuk melakukan islamisasi filsafat ilmu dan
pengetahuan yang banyak merujuk kepada pandangan yang yang bersumber dari
Alquran.
2. Buku ini menuntut kegiatan berfikir yang sungguh-sungguh dan harus memahami
setiap alur dan bagian bahkan para filosof dan berbagai tokoh.

 KESIMPULAN
Kesimpulan buku ini menjelaskan tentang pemahaman filsafat, aliran dan cabang-cabang
filsafat dari berbagai tokoh. Dan menunjukan pada pembaca bahwa filsafat merupakan hal
yang biasa, tidak jauh berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain. Buku ini layak untuk buku
altenatif bacaan bagi salah satu sumber bacaan filsafat ilmu.

Anda mungkin juga menyukai